BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU"

Transkripsi

1 .

2

3 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LUWU

4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : xii Halaman : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Luwu Dicetak Oleh : Catatan: Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

5 SAMBUTAN BUPATI LUWU Salah satu kontrol terhadap pembangunan daerah adalah mengukur tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan indikator kepedulian pemerintah terhadap pembangunan sumber daya manusia. Terbitnya publikasi statistik INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam merumuskan kebijakan strategis pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, publikasi ini diharapkan pula dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan di Kabupaten Luwu. Dukungan dari berbagai pihak dalam penyusunan buku ini merupakan partisipasi positif dalam terwujudnya pembangunan di Kabupaten Luwu. Untuk itu diucapkan terima kasih dan diharapkan untuk lebih ditingkatkan lagi di masa mendatang. Belopa, Juli 2013 BUPATI LUWU, ttd Ir. H. ANDI MUDZAKKAR, M. H. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 iii

6 SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU Publikasi INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 merupakan publikasi statistik yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten Luwu bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Luwu yang memuat data mengenai indikator-indikator pembangunan manusia di Kabupaten Luwu. Dengan terbitnya buku ini, diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu penunjang pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Luwu, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi kebijakan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup manusia di Kabupaten Luwu. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah mendukung terbitnya publikasi ini diucapkan banyak terima kasih. Saran dan kritik yang membangun tetap diharapkan untuk penyempurnaan publikasi ini di tahun yang akan datang. Semoga buku ini dapat digunakan oleh semua kalangan yang berkepentingan dan bermanfaat bagi kita semua. Belopa, Juli 2013 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU, ttd Drs. ANDI MUSAKKIR, M. M. NIP iv INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

7 PENGANTAR KEPALA BPS KABUPATEN LUWU Publikasi INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 ini merupakan publikasi statistik tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Luwu dan bekerja sama dengan BAPPEDA Kabupaten Luwu yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tingkat kesejahteraan rakyat dan indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian keberhasilan pembangunan daerah. Berhasilnya penerbitan publikasi ini karena dukungan serta kerja sama yang baik dari semua pihak yang turut membantu. Menyadari hal tersebut, maka melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada seluruh pimpinan Dinas/Badan/Instansi terkait serta lembaga pemerintah dan swasta lainnya atas bantuan dan peran sertanya dalam penerbitan publikasi ini. Diharapkan, kerja sama yang baik ini dapat lebih ditingkatkan pada masa yang akan datang guna memenuhi keperluan data yang makin esensial bagi pembangunan dalam rangka penerapan otonomisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Akhir kata, untuk perbaikan di masa yang akan datang, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat digunakan oleh seluruh kalangan dan bemanfaat adanya. Belopa, Juli 2013 KEPALA BPS KABUPATEN LUWU, ttd HASIMI, S. Sos. NIP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 v

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN KATALOG PUBLIKASI... SAMBUTAN BUPATI LUWU... SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN LUWU... PENGANTAR KEPALA BPS KABUPATEN LUWU... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv v vi viii x BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Ruang Lingkup Sistematika Penulisan... 6 BAB II METODOLOGI Konsep dan Defenisi Sumber Data dan Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Metode Penghitungan Metode Analisis BAB III TINJAUAN UMUM Gambaran Umum Wilayah Gambaran Umum Kependudukan Gambaran Umum Perekonomian vi INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

9 BAB IV ANALISIS IPM Komponen Pembentuk IPM Kabupaten Luwu IPM Kabupaten Luwu Secara Umum Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional BAB V KESEHATAN Angka Harapan Hidup Pemerataan Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Masyarakat Peningkatan Peran Serta Masyarakat BAB VI PENDIDIKAN Sarana dan Prasarana Pendidikan Angka Melek Huruf Rata-Rata Lama Sekolah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Angka Partisipasi Sekolah BAB VII KETENAGAKERJAAN Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tingkat Pengangguran Terbuka BAB VIII PERUMAHAN Kondisi Fisik Tempat Tinggal Fasilitas Tempat Tinggal BAB IX PENUTUP Kesimpulan Implikasi Kebijakan LAMPIRAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 vii

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, (Persen) 40 Tabel 6. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya, Persentase Balita Menurut Penolong Persalinan Terakhir di Kabupaten Luwu, (Persen) Statistik Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Luwu, Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, (Persen) Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Hari Sakit di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Luwu, (Persen) Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah (7 24 Tahun) di Kabupaten Luwu, (Persen) viii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

11 Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Data Angkatan Kerja dan Penduduk Kabupaten Luwu, Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten Luwu, (Persen) Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah yang Ditempati dan Luas Lantainya di Kabupaten Luwu, (Persen) Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum, Penggunaan Kakus, dan Jarak ke Penampungan Terakhir di Kabupaten Luwu, (Persen) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 ix

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Luwu Gambar 2. Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, Gambar 4. Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Angka Harapan Hidup (e 0) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, (Tahun) Indeks Kesehatan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, (Persen) Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, (Tahun) Indeks Pendidikan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, Kemampuan Daya Beli (PPP) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, (Ribu Rupiah) Indeks Kemampuan Daya Beli Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan Selatan, dan Nasional, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, Gambar 14. Angka Harapan Hidup (e 0) Kabupaten Luwu, (Tahun) x INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

13 Gambar 15. Persentase Penduduk yang Menyatakan Mengalami Keluhan Menurut Ada Tidaknya Gangguan Kesehatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Gambar 16. Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, (Persen) Gambar 17. Gambar 18. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, (Tahun) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Luwu, (Persen) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 xi

14 xii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

15 BAB I PENDAHULUAN

16 Dalam formulasi DAU, salah satu variabel yang dibutuhkan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten/kota yang merupakan pendekatan terhadap perkembangan pembangunan manusia yang mencakup aspek kesehatan, aspek pendidikan, dan aspek kemakmuran ekonominya.

17 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Belakangan ini, perhatian global disamping terfokus pada isu-isu pertumbuhan ekonomi dan perlunya dilaksanakan reformasi ekonomi, juga perlunya memperhatikan dimensi manusia dalam pembangunan. Hal terakhir muncul sebagai salah satu isu sehubungan dengan tujuan pembangunan yang dinilai kurang berorientasi pada manusia dan hak-hak azasinya. Hal ini dilihat dari berkembangnya pemikiran tentang pembangunan (paradigma) di dunia. Pada dekade 60-an, pembangunan berorientasi pada peningkatan produksi (production centered development) dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi bukanlah akhir dari tujuan pembangunan, tetapi hanya sebagai alat/cara untuk mencapai tujuan yang lebih esensial yaitu human security. Dalam kerangka pemikiran ini manusia bukan sebagai faktor variabel, tetapi hanya sebagai faktor produksi. Kemudian pada dekade 70-an paradigma pembangunan bergeser dengan lebih menekankan pada distribusi hasil-hasil pembangunan (distribution growth development). Selanjutnya, muncul paradigma pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need development) pada dekade 80-an, dan memasuki era tahun 90-an paradigma pembangunan terpusat pada aspek manusia (human centered development). Berbagai pergeseran dalam paradigma pembangunan yang berkembang sekarang ini menyebabkan perlunya penyesuaian terhadap INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

18 PENDAHULUAN BAB I pengukuran hasil-hasil pembangunan yang ada. Kita jumpai berbagai macam program pemerintah yang hanya berbau slogan belaka, menunjukkan betapa perencanaan tidak didasarkan atas pertimbangan dapatkah program itu diukur keberhasilannya. Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah dalam perspektif waktu dan tempat sering menuntut adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan lahirnya konsep basic need development. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Mutu Hidup (Physical Quality of Life Index), yang memiliki tiga parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup waktu lahir, dan tingkat melek huruf. Kemudian dengan muncul dan berkembangnya paradigma baru pembangunan manusia, sejak tahun 1990 UNDP menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan dalam upaya mengukur pembangunan kualitas hidup manusia (masyarakat atau penduduk). Sejalan dengan itu, perlu dilakukan pengukuran kinerja pembangunan kualitas hidup manusia (masyarakat atau penduduk) untuk melihat kinerja pembangunan di Kabupaten Luwu. 1.2 TUJUAN DAN MANFAAT Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu Tahun 2013 disusun dalam kerangka untuk menempatkan dimensi manusia sebagai titik sentral dalam pembangunan, dengan bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga diharapkan daerah mempunyai indikator yang berfungsi sebagai ukuran pencapaian pembangunan, terutama yang terkait erat dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Disamping itu, 4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

19 BAB I PENDAHULUAN IPM berfungsi sebagai input dalam penyusunan Pola Dasar (POLDAS) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun Daerah (REPELITADA), agar jiwa pembangunan pada era reformasi ini terimplementasi dalam dokumen perencanaan dan untuk penajaman prioritas pembangunan. Penggunaan salah satu indikator komposit (Indeks Pembangunan Manusia) dalam tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kinerja pembangunan Kabupaten Luwu, khususnya dalam hal evaluasi proses pembangunan SDM selama tahun IPM juga menjelaskan tentang bagaimana manusia mempunyai kesempatan untuk mengakses hasil dari suatu proses pembangunan, sebagai bagian dari haknya seperti dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya. Adapun manfaat atau kegunaan data IPM adalah sebagai berikut: Mengetahui perkembangan hasil pembangunan SDM dalam berbagai aspek kehidupan. Mengetahui capaian progam-progam pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Mendapatkan feedback atas usaha pembangunan yang telah dilakukan. Sebagai variabel pendukung penyusunan Dana Alokasi Umum (DAU). Mengukur keterkaitan dengan proses pembangunan dibidang lainnya (sosial, ekonomi, politik, dan lain sebagainya). 1.3 RUANG LINGKUP Secara nasional, IPM tahun 2012 dihitung mencakup 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi. Angka-angka yang di gunakan dalam INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

20 PENDAHULUAN BAB I penghitungan IPM adalah angka harapan hidup pada saat lahir (e 0 ), angka melek huruf (AMH), rata-rata lama sekolah (MYS), dan pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan (PPP). Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu 2013 ini terfokus pada wilayah Kabupaten Luwu untuk tahun Namun, untuk melihat perbandingan series di tahun-tahun sebelumnya, maka dilakukan analisis perbandingan IPM Kabupaten Luwu tahun 2012 dengan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, untuk melihat keterbandingan dengan daerah lain, juga dilakukan analisis keterbandingan untuk melihat posisi IPM Kabupaten Luwu di antara kabupaten/kota lainnya, baik dalam satu regional daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, maupun skala nasional. 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Luwu 2013 disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Menguraikan latar belakang, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. 2. Bab II Metodologi Membahas tentang metodologi, yang meliputi pengertian, konsep, metode yang digunakan, penjelasan IPM dan komponennya, cara penghitungan indeks masing-masing komponen, dan sumber data yang digunakan. 3. Bab III Tinjauan Umum Membahas mengenai gambaran umum Kabupaten Luwu yang diuraikan atas letak geografis, komposisi kependudukan, dan ekonomi (PDRB). 6 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

21 BAB I PENDAHULUAN 4. Bab IV Posisi Pembanguan Manusia Membahas mengenai posisi pembangunan manusia yang meliputi Indeks Kesehatan, Indeks Pendidikan, Indeks Paritas Daya Beli, dan IPM. 5. Bab V Kesehatan Membahas masalah kesehatan yang meliputi Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup, pelayanan kesehatan, status gizi, status kesehatan masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat. 6. Bab VI Pendidikan Membahas mengenai pendidikan yang meliputi sarana dan prasarana pendidikan, tingkat pendidikan yang ditamatkan, serta partisipasi sekolah. 7. Bab VII Ketenagakerjaan Membahas mengenai ketenagakerjaan yang meliputi angkatan kerja, lapangan pekerjaan utama, sektor informal, dan angka pengangguran. 8. Bab VIII Perumahan Membahas mengenai perumahan yang meliputi kondisi fisik tempat tinggal dan fasilitas tempat tinggal. 9. Bab IX Penutup Berisi kesimpulan dan saran implikasi kebijakan. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

22 PENDAHULUAN BAB I 8 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

23 BAB II METODOLOGI

24 IPM digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia suatu wilayah secara keseluruhan dan bersifat agregatif.

25 BAB II METODOLOGI BAB II METODOLOGI 2.1 KONSEP DAN DEFINISI Kebutuhan untuk melihat fenomena atau masalah sering menuntut adanya ukuran baku dengan menyusun indeks agregat yang memungkinkan diturunkannya satu angka yang merangkum berbagai dimensi masalah yang sedang menjadi topik bahasan. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh upaya pemberdayaan yang telah dicapai masyarakat secara cepat adalah indikator komposit. Beberapa indikator komposit yang telah dikembangkan dan direkomendasi oleh UNDP (United Nation Development Programme) adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Jender (IPJ), Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Indikator tersebut digunakan dalam perspektif yang berbeda, dan dalam penyajian laporan ini secara khusus hanya menyajikan IPM. IPM digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia secara keseluruhan dan bersifat agregatif. Meskipun demikian ukuran komposit ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran bagi para perencana pembangunan di daerah tentang kualitas pembangunan manusia yang telah dicapai selama ini. Secara umum, langkah yang ditempuh dalam menghadapi pengembangan tolak ukur fenomena yang sifatnya kuantitatif, selalu di mulai dengan memahami konsep dan definisi dan batasan baku masalah yang hendak diukur. Maka dalam laporan ini disajikan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

26 METODOLOGI BAB II konsep dan definisi dari beberapa indikator yang digunakan serta sumber data yang dibutuhkan dalam penyusunan buku ini. UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: i. Produktivitas Penduduk harus dimampukan untuk meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia. ii. Pemerataan Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan social. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil menfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup. iii. Kesinambungan Akses terhadap sumber daya ekonomi dan social harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang aka datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui. 12 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

27 BAB II METODOLOGI iv. Pemberdayaan Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan. Sebenarnya, paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai di situ saja. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi dan sosial, sampao kesempatan untuk menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupa yang sesuai dengan harkat pribadi dan jasmani hak-hak azasi manusia merupakan bagian dari paradigm tersebut. Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa informasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan, pendidikan dan keterampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika kedua sisi itu didak seimbang maka hasilnya adalah frustasi masyarakat. Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih baik dari pada teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejateraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan manusia teruatama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

28 METODOLOGI BAB II Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mensponsoru sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup (e 0 ). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/ angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah. Daya beli dikuantifikasikan terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup yang layak. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, dan kemerataan antar generasi. Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada 14 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

29 BAB II METODOLOGI komponen daya beli yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada tingkat pendapatan yang akibatnya banyak PHK dan menurutnya kesempata kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang tinggi selama tahun Menurutnya tingkat kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk. Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek. Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Azas pemerataan merupakan salah satu trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

30 METODOLOGI BAB II satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi, azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakkukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra. Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah. 2.2 SUMBER DATA DAN PENGUMPULAN DATA Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah yang disajikan dalam tulisan ini menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2008 (Susenas 2008), Susenas 2009, Susenas 2010, Susenas 2011, dan Susenas Selain data survei tersebut sebagai pembanding juga disajikan data Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan angka proyeksinya. Yang diungkap dalam penyajian laporan ini sebagai indikator atau basis data adalah data 16 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

31 BAB II METODOLOGI yang dihasilkan dari kor Susenas 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 atau data dari instansi pemerintah terutama yang berkaitan dengan indikator pendukung, seperti indikator kependudukan, indikator kesehatan, indikator pendidikan, indikator ketenagakerjaan, dan indikator perumahan. 2.3 METODE PENGOLAHAN DATA Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer dan software yang meliputi tahapan: - pemeriksaan data; - editing dan coding (penyuntingan data dan pengkodean); - entry data (perekaman data); dan - validasi dan tabulasi data. 2.4 METODE PENGHITUNGAN IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari Indeks Kesehatan (Harapan Hidup e 0 ), Indeks Pendidikan (Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah), dan Indeks Standar Hidup Layak (Indeks Paritas Daya Beli), yang dirumuskan sebagai berikut: IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)] Dimana, IPM = Indeks Pembangunan Manusia X(1) = Indeks Kesehatan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

32 METODOLOGI BAB II X(2) = Indeks Pendidikan = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-Rata Lama Sekolah) X(3) = Indeks Standar Hidup Layak Nilai indeks hasil hitungan masing-masing komponen tersebut adalah antara 0 (keadaan terburuk) dan 1 (keadaan terbaik). Dalam penulisan ini, indeks tersebut dinyatakan dalam angka ratusan (dikalikan 100) untuk mempermudahkan penafsiran, seperti yang disarankan oleh BPS dan UNDP tahun Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya adalah sebagai berikut: Indeks X(i) = X(i) X(i) min X(i) maks X(i) min Dimana, X(i) = Indikator ke-i, dengan i = 1, 2, dan 3 X(i) maks = Nilai Maksimum X(i) X(i) min = Nilai Minimum X(i) 18 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

33 BAB II METODOLOGI Tabel 1. Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM yang Digunakan Dalam Penghitungan Indikator Komponen IPM [=X(i)] Maksimum Nilai Minimum Catatan (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-Rata Lama Sekolah 15 0 Konsumsi Perkapita yang Disesuaikan (Pendekatan Terhadap Daya Beli) Sumber (1996) (1999) Sesuai Standar Global (UNDP) Sesuai Standar Global (UNDP) Sesuai Standar Global (UNDP) UNDP Menggunakan PDB Perkapita Riil yang Disesuaikan : Indonesia Human Development Report 2001 Towards a New Consensus (Democrasy and Human Development in Indonesia) BPS, BAPPENAS, UNDP Seperti dalam rekomendasi UNDP, meskipun telah muncul berbagai kritik dan masukan berkaitan dengan rumusan indikator variabel IPM, hingga saat ini masih digunakan ketiga komponen diatas, yaitu komponen kesehatan (longevity) yang diwakili dengan usia harapan hidup (life expectancy at age 0; e 0 ), komponen pengetahuan atau kecerdasan diwakili oleh dua buah indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate; Lit) dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling; MYS), dan komponen hidup layak (decent living) atau kemakmuran yang diwakili oleh paritas daya beli (purchasing power parity; PPP). Berhubung data PPP sulit diperoleh, maka terkadang sering digunakan PDRB riil perkapita. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

34 METODOLOGI BAB II a. Angka Harapan Hidup (e 0 ) Seperti yang telah disebutkan dalam BPS-UND, bahwa sebenarnya agak sedikit berlebihan mengatakan variabel e 0 dapat mencerminkan lama hidup sekaligus hidup sehat, mengingat angka morbiditas tampaknya lebih valid dalam mengukur hidup sehat. Meskipun demikian, karena keterbatasan data dan hanya sedikit negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan perbandingan. Penggunaan angka harapan hidup didasarkan atas pertimbangan bahwa angka ini merupakan resultante dari berbagai indikator kesehatan. AHH merupakan cerminan dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, sanitasi lingkungan, pengetahuan ibu tentang kesehatan, gaya hidup masyarakat, pemenuhan gizi ibu dan bayi, dan lain-lain. Oleh karena itu, AHH untuk sementara bisa mewakili indikator lama hidup. b. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Sekolah Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dihitung berdasarkan data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dilakukan BPS di tiap tahunnya, dalam tulisan ini menggunakan penduduk 15 tahun ke atas. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis baik huruf latin maupun huruf lainnya. Penghitungan indikator rata-rata lama sekolah dilakukan dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama adalah memberikan bobot variabel ijazah atau STTB tertinggi yang dimiliki sebagaimana disajikan 20 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

35 BAB II METODOLOGI pada Tabel 2. Langkah selanjutnya adalah menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya. Secara sederhana, prosedur penghitungan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Dimana, MYS = Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) i = Jenjang Pendidikan (1, 2, 3,, 10) fi = Frekuensi Penduduk yang Berumur 15 Tahun ke Atas untuk Jenjang Pendidikan ke-i. Si = Skor Masing-Masing Jenjang Pendidikan ke-i. LSi = 0 (Bila Tidak/Belum Pernah Sekolah) LSi = Si (Bila Tamat) LSi = Si + Kelas yang Diduduki 1 (Bila Masih Bersekolah dan Pernah Tamat) LSi = Kelas yang Diduduki 1 (Bila Jenjang yang Diduduki SD/SR/MI/Sederajat) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

36 METODOLOGI BAB II Tabel 2. Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Jenjang Pendidikan Skor (1) (2) Tidak Punya 0 SD/MI/Sederajat 6 SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan 9 SMU/MA/Sederajat/Kejuruan 12 Diploma I/II 14 Diploma III/Sarjana Muda 15 Diploma IV/S1 16 S2 18 S3 21 Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia c. Purchasing Power Parity (PPP) Komponen standar hidup layak atau dikenal juga sebagai Purchasing Power Parity (PPP) yang digunakan dalam laporan ini adalah PDRB riil perkapita yang telah disesuaikan (adjusted real GRDP percapita), seperti juga yang digunakan oleh UNDP. Berbeda dengan laporan IPM 1996 yang telah menggunakan komponen yang lebih baik yaitu dengan menggunakan konsumsi riil perkapita dari hasil SUSENAS Modul Konsumsi yang disesuaikan dengan indeks PPP. Dengan menggunakan PDRB riil perkapita ini berarti mengasumsikan bahwa hasil dari PDRB daerah dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk wilayah ini. 22 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

37 BAB II METODOLOGI Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil, yang dianggap kemampuan daya beli (U), secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: U(y) = y jika y = y = y + 2(y-y ) (1/2) jika y < y-2y = y + 2(y-y ) (1/2) + 3(y-2y ) (1/3) jika 2y < y-3y = y + 2(y-y ) (1/2) + 3(y-2y ) (1/3) + 4(y-3y ) (1/4) jika 3y < y-4y dan seterusnya Dimana, y = PDRB Riil Perkapita y = Threshold atau Tingkat Pendapatan Tertentu yang Digunakan Sebagai Batas Kecukupan (Garis Kemiskinan) yang Dalam Laporan Ini Nilai y Ditetapkan Sebesar Rp ,00 Perkapita Setahun 2.5 METODE ANALISIS Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan analisis kuantitatif yang digunakan untuk mempermudah analisis tabel-tabel dan grafik secara sederhana sehingga didapatkan gambaran mengenai perkembangan dari obyek penelitian. Dalam publikasi ini, analisis tersebut digunakan untuk menginterpretasikan angka IPM Kabupaten Luwu tahun 2012 jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dan interpretasi perbandingan angka IPM Kabupaten Luwu tahun 2012 dengan angka IPM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

38 METODOLOGI BAB II kabupaten/kota lainnya di regional daerah Luwu Raya, Provinsi Sulawesi Selatan, dan skala nasional. 24 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

39 BAB III TINJAUAN UMUM

40 Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Luwu tahun sebesar 0,83 persen, dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 sebesar jiwa dan jumlah penduduk tahun 2011 sebesar jiwa.

41 BAB III TINJAUAN UMUM BAB III TINJAUAN UMUM 3.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH Awalnya, Kabupaten Luwu adalah sebuah kabupaten besar di Provinsi Sulawesi Selatan yang kemudian mekar menjadi empat wilayah strategis. Bermula dari pemekaran yang menjadikan Kabupaten Luwu Utara dengan ibu kota kabupatennya Kecamatan Massamba dan Kabupaten Luwu itu sendiri dengan ibu kota kecamatannya masih tetap di Palopo. Kemudian Kabupaten Luwu Utara memekarkan sebuah kabupaten baru yaitu Kabupaten Luwu Timur dengan ibu kota kabupatennya bertempat di Kecamatan Malili, dan di saat yang hampir bersamaan Kabupaten Luwu juga memekarkan Kota Palopo menjadi pemerintahan otonomi Kota Palopo. Pasca pemekaran Kabupaten Luwu dan Kota Palopo atas dasar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2003, pusat pemerintahan dipindahkan dari Kota Palopo ke Kecamatan Belopa sejak tahun 2006, seiring ditetapkannya Kecamatan Belopa sebagai ibu kota Kabupaten Luwu berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2005, dan diresmikan menjadi ibu kota sejak 13 Februari Periode , Kabupaten Luwu dipimpin oleh Bupati H. M. Basmin Mattayang. Kemudian dilakukan pemilihan kepala daerah langsung untuk pertama kalinya dan terpilih Ir. H. Andi Mudzakkar sebagai bupati terpilih periode INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

42 TINJAUAN UMUM BAB III Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Luwu Secara geografis, Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara sampai LS dan sampai BB, dengan batas administratif sebagai berikut: 28 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

43 BAB III - TINJAUAN UMUM Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja; - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang dan Kabupaten Wajo; - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Enrekang; dan - Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu terbilang cukup strategis dikarenakan bersebelahan dengan Kota Palopo yang terletak di jalur Trans Sulawesi, yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit yang berada di Kota Palopo turut menjadikan Kabupaten Luwu sebagai salah satu dari kabupaten/kota lainnya di daerah Luwu Raya sebagai pintu gerbang utama Sulawesi Selatan bagian utara, dimana pelabuhan ini merupakan salah satu pintu penghubung untuk mendistribusikan hasil pertanian Kabupaten Luwu ke luar daerah. Wilayah Kabupaten Luwu bagian timur terbentang pantai yang panjangnya 100 km sarat dengan potensi usaha perikanan, dan sebelah barat terbentang pegunungan yang sangat berpotensi untuk agrowisata serta kandungan alamnya memiliki beberapa jenis bahan tambang. Luas wilayah Kabupaten Luwu sekitar 3.000,25 km2, dengan jarak tempuh dari Kota Makassar lebih dari 367 km, dan terdiri dari 21 kecamatan pada tahun 2012 yang dibagi habis menjadi 227 desa/kelurahan. Kecamatan Latimojong adalah kecamatan terluas di Kabupaten Luwu. Luas Kecamatan Latimojong tercatat sekitar 467,75 km2 atau sekitar 15,59 persen dari luas INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

44 TINJAUAN UMUM BAB III Kabupaten Luwu, menyusul kemudian Kecamatan Bassesangtempe dan Kecamatan Walenrang Utara dengan luas masing-masing sekitar 301,00 km2 dan 259,77 km2 atau 10,03 persen dan 8,66 persen. Sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Belopa Utara dengan luas kurang lebih 34,73 km2 atau hanya sekitar 1,16 persen. Kecamatan Bassesangtempe dengan ibu kota kecamatannya adalah Lissaga merupakan kecamatan terjauh dari ibu kota Kabupaten Luwu dengan jarak sekitar 110 km, terjauh kedua adalah Kecamatan Walenrang Barat dengan jarak sekitar 89 km, dan ketiga adalah Kecamatan Walenrang Timur dengan jarak sekitar 88 km. Sementara itu, yang terdekat adalah Kecamatan Belopa Utara yang hanya sekitar 1 km, sedangkan kecamatan yang lain tercatat hanya sekitar 6 87 km. 30 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

45 BAB III TINJAUAN UMUM LAROMPONG SEL. Bonepute 15 - SULI Suli (12) (13) (14) WALENRANG BARAT LAMASI TIMUR LAMASI (18) (19) (20) WALENRANG UTARA WALENRANG TIMUR BUA (15) (16) (17) WALENRANG PONRANG SELATAN (10) (11) BUPON (9) PONRANG (8) LATIMOJONG (7) BASSESANGTEMPE BAJO (6) BAJO BARAT (5) BELOPA UTARA (4) - 15 BELOPA (3) KAMANRE (2) SULI (1) LAROMPONG Larompong SULI BARAT IBU KOTA KECAMATAN LAROMPONG KECAMATAN LAROMPONG SEL. Tabel 3. Jarak Dari Ibu Kota Kabupaten ke Ibu Kota Kecamatan di Kabupaten Luwu, 2012 (21) (22) (23) SULI BARAT Lindajang BELOPA Tampumia Radda KAMANRE Cilallang BELOPA UTARA Pammanu BAJO Bajo BAJO BARAT Bonelemo Lissaga BASSESANGTEMPE LATIMOJONG Kadundung BUPON Noling PONRANG Paddang Sappa PONRANG SELATAN Pattedong BUA Bua WALENRANG Batusitanduk WALENRANG TIMUR Tabah LAMASI Lamasi WALENRANG UTARA Bosso WALENRANG BARAT Ilan Batu LAMASI TIMUR To'lemo Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Menurut ketinggian daerah, sebagian besar wilayah Kabupaten Luwu berada di ketinggian 100 m ke atas. Seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

46 TINJAUAN UMUM BAB III luas wilayah yang berada di atas 100 m tercatat sekitar 63,99 persen, sisanya sekitar 36,01 persen wilayah berada pada ketinggian m. Gambar 2. Persentase Ketinggian Daerah di Kabupaten Luwu, m 19% > m 24% m 17% m 18% m 22% Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Di Kabupaten Luwu tercatat 11 sungai yang cukup besar dan panjang, kesebelas sungai tersebut masing-masing adalah: i. Sungai Lamasi melintasi Kecamatan Walenrang Barat, Kecamatan Walenrang, dan Kecamatan Lamasi; ii. Sungai Makawa melintasi Kecamatan Lamasi Timur; iii. Sungai Bua melintasi Kecamatan Bua; iv. Sungai Pareman (Noling) melintasi Kecamatan Bupon, Kecamatan Ponrang, Kecamatan Ponrang Selatan, dan Kecamatan Kamanre; 32 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

47 BAB III TINJAUAN UMUM v. Sungai Bajo melintasi Kecamatan Bajo Barat, Kecamatan Bajo, dan Kecamatan Belopa; vi. Sungai Suli melintasi Kecamatan Suli Barat dan Kecamatan Suli; vii. Sungai Larompong melintasi Kecamatan Larompong; viii. Sungai Tembo'e melintasi Kecamatan Larompong Selatan; ix. Sungai Rante Belu melintasi Kecamatan Larompong; x. Sungai Sampano melintasi Kecamatan Larompong Selatan; dan xi. Sungai Kandoa (Balambang) melintasi Kecamatan Bua. Dari kesebelas sungai tersebut, yang terpanjang adalah Sungai Pareman (Noling) dengan panjang tercatat sekitar 73 km. Sepuluh sungai lainnya panjangnya tercatat sekitar km. 3.2 GAMBARAN UMUM KEPENDUDUKAN Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 yang disajikan pada Gambar 3 di bawah ini merupakan angka hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010 dan hasil olahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Jumlah penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 adalah sebesar jiwa, terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

48 TINJAUAN UMUM BAB III Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Laju pertumbuhan penduduk dari tahun mengalami peningkatan sebesar 0,83 persen, dengan jumlah penduduk pada tahun sebelumnya sebesar jiwa terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Luwu. Tahun 2012, jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Bua yaitu sebesar 9,31 persen dan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Latimojong sekitar 1,64 persen penduduk. Sementara jika dilihat dari kepadatan penduduk per km2, 34 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

49 BAB III TINJAUAN UMUM Kecamatan Lamasi merupakan daerah terpadat yaitu 491,42 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah hanya 1,40 persen dari luas Kabupaten Luwu, sementara yang paling rendah kepadatannya terdapat di Kecamatan Latimojong yaitu hanya 11,88 penduduk per kilometer persegi (km2) dengan luas wilayah 15,60 persen dari luas Kabupaten Luwu. Rasio jenis kelamin Kabupaten Luwu di tahun 2012 berada di bawah angka 100, tercatat hanya sekitar 97. Ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Atau dengan kata lain, dari 100 penduduk perempuan terdapat 97 penduduk laki-laki. Kendati demikian jika dilihat dari kelompok umurnya penduduk umur 5 9 tahun memiliki rasio jenis kelamin tertinggi yaitu sebesar 108 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Begitu pula jika diamati menurut kecamatan, di Kecamatan Suli Barat, Kecamatan Bassesangtempe, Kecamatan Latimojong, Kecamatan Walenrang Utara, dan Kecamatan Walenrang Barat keadaannya menjadi terbalik, dimana angka rasio jenis kelamin melebihi angka 100, yang berarti bahwa di kecamatan tersebut penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan. Jumlah rumah tangga keadaan akhir tahun 2012 tercatat sebanyak rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sekitar 4 5 orang. Jumlah rumah tangga ini terbanyak di Kecamatan Bua yaitu sekitar rumah tangga dan terkecil di Kecamatan Latimojong dengan jumlah rumah tangga hanya tercatat rumah tangga. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

50 TINJAUAN UMUM BAB III 3.3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB (Atas Dasar Harga Konstan) yang berhasil diperoleh pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Penggunaan angka atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, perubahan yang diukur adalah perubahan produksi sehingga menggambarkan pertumbuhan riil ekonomi. Sejak tahun 1993, pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional provinsi dan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan harga konstan 1993 sebagai tahun dasar. Akan tetapi sejak sekitar 7 tahun lalu, pertumbuhan ekonomi dihitung dengan menggunakan harga konstan tahun Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 menjadi semakin tidak realistis, karena perubahan struktur ekonomi yang relatif cepat mengakibatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tahun 1993 menjadi terlalu rendah. Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Luwu, ADH Berlaku Tahun PDRB (Juta Rupiah) ADH Konstan 2000 Perkembangan Ekonomi (Persen) PDRB (Juta Rupiah) Pertumbuhan Ekonomi (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) ,14 19, ,07 5, ,47 18, ,42 6, ,93 16, ,74 6, * ,40 17, ,58 7, ,95 15, ,35 7, ** Sumber Catatan 36 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

51 BAB III TINJAUAN UMUM Pada tabel di atas dapat dilihat angka PDRB, Perkembangan Ekonomi, dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Luwu selama tahun Perkembangan Ekonomi menjelaskan tentang perkembangan perekonomian suatu daerah yang terlihat melalui besaran PDRB ADH Berlaku pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB ADH Konstan 2000 pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai tahun sebelumnya, di mana penggunaan nilai harga atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan riil ekonomi. Perlu diketahui bahwa dalam penulisan ini, dimaksudkan sebenarnya untuk istilah memudahkan perkembangan dalam dan membedakan pertumbuhan penafsiran pertumbuhan ekonomi riil (ADH Konstan 2000) dengan pertumbuhan non-riil (ADH Berlaku). Pada tahun 2012, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai nilai ,95 juta rupiah. Dibandingkan tahun 2011, angka PDRB ini meningkat cukup signifikan yaitu sekitar ,55 juta rupiah atau naik sekitar 15,61 persen. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2011, 2010, 2009, dan Selama kurun waktu tersebut, PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu secara terus-menerus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2007 PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu mencapai angka ,20 juta rupiah, di tahun 2008 meningkat sekitar 19,62 persen menjadi ,14 juta rupiah, dan di tahun 2009 kembali meningkat sekitar 18,52 persen menjadi ,47 juta rupiah, begitu seterusnya hingga tahun Begitu juga atas dasar harga konstan tahun 2000, PDRB Kabupaten Luwu setiap tahunnya juga mengalami peningkatan secara terus menerus. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

52 TINJAUAN UMUM BAB III Pada tahun 2012, PDRB ADH Konstan 2000 Kabupaten Luwu mencapai ,35 juta rupiah atau naik sekitar ,77 juta rupiah, bertumbuh sekitar 7,49 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2011 mencapai ,58 juta rupiah atau naik sekitar ,84 juta rupiah, bertumbuh 7,47 persen dibandingkan tahun 2010 yang nilainya mencapai ,74 juta rupiah. Kenaikan juga terjadi pada tahun 2010, 2009, dan Gambar 4. Diagram Struktur Ekonomi Kabupaten Luwu, 2012* (Persen) Sumber Catatan 38 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sangat Sementara INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

53 BAB III TINJAUAN UMUM Pada tahun 2012, kontribusi Sektor Pertanian dalam pembentukan nilai total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu adalah sebesar 49,71 persen, atau hampir separuhnya total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu berasal dari Sektor Pertanian. Besarnya kontribusi Sektor Pertanian erat kaitannya dengan peran Sub-Sektor Perkebunan, Sub-Sektor Perikanan, dan Sub-Sektor Tanaman Bahan Makanan. Sektor lain yang cukup besar peranannya terhadap perekonomian Kabupaten Luwu pada tahun 2012 sesuai urutan dengan kontribusi terbesar setelah Sektor Pertanian adalah Sektor Jasa-Jasa sebesar 19,64 persen, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran sebesar 12,07 persen, Sektor Bangunan sebesar 7,22 persen, dan Sektor Industri Pengolahan sebesar 5,87 persen. Sedangkan sisa sektor lainnya seperti Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Listrik, Gas, dan Air bersih, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, kontribusinya terhadap pembentukan total PDRB ADH Berlaku Kabupaten Luwu masih kecil yakni di bawah 3 persen. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

54 TINJAUAN UMUM BAB III Tabel 5. Struktur Ekonomi (Persentase Kontribusi PDRB ADH Berlaku per Sektor Ekonomi) Kabupaten Luwu, (Persen) Sub-Sektor (1) Struktur Ekonomi (Persen) * 2011* 2012** (2) (3) (4) (5) (6) 1. Pertanian 52,57 51,27 49,76 49,44 49,71 2. Pertambangan & Penggal. 0,96 0,85 0,76 0,79 0,80 3. Industri Pengolahan 9,62 7,99 7,16 6,44 5,87 4. Listrik, Gas, & Air Bersih 0,20 0,19 0,19 0,20 0,21 5. Bangunan 8,16 7,57 7,08 7,28 7,22 6. Perdag., Hotel, & Restoran 9,54 9,54 11,17 11,94 12,07 7. Pengangkutan & Komuni. 1,80 1,73 1,77 1,93 2,02 8. Keu., Pers., & Jasa Perus. 2,35 2,21 2,49 2,44 2,45 9. Jasa-Jasa PDRB ADH Berlaku Sumber Catatan 14,79 18,64 19,63 19,55 19,64 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Dapat dilihat pada Tabel 4 di atas, struktur ekonomi Kabupaten Luwu pada kurun waktu tahun tampaknya tidak mengalami pergeseran. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian daerah ini masih cukup besar yakni rata-rata sekitar 50 persen. Struktur perekonomian Kabupaten Luwu selama periode tahun masih didominasi oleh Sektor Pertanian, yang berarti bahwa basis utama perekonomian Kabupaten Luwu adalah Sektor Pertanian, meskipun setiap tahunnya hingga tahun 2011, kontribusinya semakin menurun dan bergeser ke sektor lainnya seperti Sektor Jasa-Jasa, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Sektor Bangunan, dan Sektor Industri Pengolahan, namun di tahun 2012 kontribusi Sektor Pertanian ini meningkat sedikit menjadi sekitar 49,71 persen. Hal tersebut menandakan 40 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

55 BAB III TINJAUAN UMUM bahwa salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu telah tercapai yaitu mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Sementara itu, setiap tahunnya PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami pertumbuhan positif, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 6. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu, Tahun PDRB Perkapita Penduduk Kab. Luwu (Rupiah) PDRB Perkapita Penduduk Prov. Sul-Sel (Rupiah) Peringkat se-prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) , , , , , , * , , ** , , Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Perlu diketahui bahwa nilai yang tertera pada tabel di atas adalah nilai setelah direvisi akibat dari perubahan jumlah penduduk yang diproyeksi ulang dari tahun berdasarkan angka jumlah penduduk hasil olah Sensus Penduduk 2010 (SP2010). Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun , PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu sebesar Rp ,33 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013 meningkat menjadi Rp. 41

56 TINJAUAN UMUM BAB III ,12 pada tahun 2009 dan kembali meningkat di tahun 2010 dengan nilai Rp ,22. Tahun 2011 juga meningkat menjadi Rp ,87 dan di tahun 2012 menembus angka di atas 14 juta sebesar Rp ,30. Kenaikan rata-rata per tahun selama tahun adalah sebesar 15,79 persen. PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Luwu tahun 2012 masih berada di peringkat 11 dari 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan. 42 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

57 BAB IV ANALISIS IPM

58 Model pembangunan manusia telah menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah dari rakyat (of people), untuk rakyat (for people), dan oleh rakyat (by people).

59 BAB IV ANALISIS IPM BAB IV ANALISIS IPM 4.1 KOMPONEN PEMBENTUK IPM KABUPATEN LUWU Model pembangunan manusia telah menempatkan manusia sebagai titik sentral pembangunan yang berarti bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah dari rakyat (of people), untuk rakyat (for people), dan oleh rakyat (by people). Pembangunan dari rakyat mengandung makna pemberdayaan yaitu peningkatan kapabilitas melalui pendidikan, pelatihan, pemeliharaan kesehatan yang lebih baik, perumahan layak huni dan perbaikan gizi. Pembangunan untuk rakyat berarti hasil pembangunan benarbenar diterima semua rakyat secara adil, buah pertumbuhan ekonomi harus terlihat pada kehidupan rakyat sehari-hari, tidak terjadi ketimpangan dalam masyarakat. Proses ini biasanya tidak secara otomatis tampak, akan tetapi memerlukan waktu serta manajemen kebijakan yang hati-hati. Pembangunan oleh rakyat berarti rakyat harus benar-benar ikut mengambil bagian dan berperan aktif dalam pembangunan, bukan sebagai penonton dan penerima hasil pembangunan. Dengan berperan aktif berarti ikut serta berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupannya. Dua hal yang ditekankan pada konsep pembangunan manusia, yaitu peningkatan kapabilitas atau pemberdayaan, dan penciptaan peluang. Antara kapabilitas dan peluang harus imbang. Bila kapabilitas berhasil ditingkatkan melalui pembangunan SDM, namun tidak ada peluang atau sebaliknya bila INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

60 ANALISIS IPM BAB IV peluang telah tercipta tapi tidak ditopang oleh kemampuan SDM maka akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik. IPM dapat digunakan sebagai ukuran kebijakan dan upaya yang dilakukan dalam kerangka pembangunan manusia khususnya upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan partisipasi dalam pembangunan. Namun indeks ini hanya akan memberikan gambaran perbandingan antar waktu dan perbandingan antar wilayah. Sebelum pembahasan mengenai perbandingan IPM antar waktu, perlu diuraikan terlebih dahulu mengenai keadaan dari masing-masing indikator (komponen) pembentuk IPM. Masing-masing komponen tersebut adalah indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks paritas daya beli. Model pembangunan adalah suatu model pembangunan yang memiliki konsep yang lebih luas mengenai pilihan-pilihan manusia yang sangat tidak terbatas jumlahnya dan bahkan cenderung berubah setiap waktu. Namun sejumlah pilihan ini, ada 3 pilihan yang sangat esensial untuk dipenuhi yaitu, (1) pilihan untuk hidup sehat dan berumur panjang, (2) pilihan untuk memiliki ilmu pengetahuan, dan (3) pilihah untuk mempunyai akses ke berbagai sumber yang diperlukan agar dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Apabila ketiga pilihan mendasar ini dapat terpenuhi maka seseorang akan mudah meningkatkan kemampuannya dalam aktifitas sehari-hari serta memiliki kemampuan pula untuk meraih pilihan-pilihan lain yang juga tidak kalah pentingnya seperti pilihan untuk berpartisipasi dalam bidang politik, kebebasan mengeluarkan pendapat dan sebagainya. 46 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

61 BAB IV ANALISIS IPM Ketiga pilihan yang esensial tersebut di atas dapat tercermin dari komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai berikut: a. Indeks Kesehatan Indeks kesehatan diwakili dengan Angka Harapan Hidup (e 0 ). Angka ini diharapkan dapat mencerminkan pembangunan manusia di bidang kesehatan. Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu sebesar 72,80 tahun, tahun 2009 meningkat menjadi 73,30 tahun, tahun 2010 meningkat kembali menjadi 73,70 tahun, tahun 2011 menjadi 74,04 tahun hingga tahun 2012 meningkat menjadi 74,14 tahun. Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Gambar 5. Angka Harapan Hidup (e0) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, (Tahun) 75,00 74,00 73,00 72,00 71,00 70,00 69,00 68,00 67,00 74,04 73,70 73,30 74,14 72,80 69,87 69,00 69,20 69,43 69,65 69,60 70,45 70,20 69,80 70, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

62 ANALISIS IPM BAB IV Pada tahun 2008 indeks kesehatan Kabupaten Luwu tercatat sekitar 79,67, tahun 2009 menjadi 80,42, tahun 2010 menjadi 81,17, tahun 2011 sebesar 81,73 hingga pada tahun 2012 terus meningkat menjadi 81,89. Hal ini dapat diartikan bahwa kondisi kesehatan masyarakat Luwu relatif mengalami peningkatan dalam kurun waktu Selain itu, indeks kesehatan Kabupaten Luwu selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan indeks kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan nasional di setiap tahunnya, seperti yang terlihat pada tabel di bawah. Walaupun indeks kesehatan di Kabupaten Luwu terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya, namun perhatian di bidang kesehatan perlu lebih ditingkatkan lagi utamanya fasilitas dan tenaga kesehatannya harus bisa dijangkau oleh setiap desa/kelurahan. Gambar 6. Indeks Kesehatan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, ,0 82,0 80,0 78,0 76,0 74,0 72,0 70,0 Sumber Catatan 81,89 81,00 81,17 81,73 79,7 75,75 75,00 75,00 75,33 74,3 74,78 74,42 73,68 74,05 73, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara 48 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

63 BAB IV ANALISIS IPM b. Indeks Pendidikan Indeks pendidikan merupakan gabungan dari dua indikator pendidikan yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Indeks pendidikan di Kabupaten Luwu pada tahun 2009 sebesar 78,12, pada tahun 2010 menjadi 78,19, tahun 2011 kembali meningkat menjadi sekitar 78,42 hingga menjadi 78,48 pada tahun Hal ini disebabkan karena komponen angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah pada tahun 2012 mengalami perubahan. Pada tahun 2010, AMH Kabupaten Luwu sebesar 91,48 persen, tahun 2011 menjadi 91,63 persen dan meningkat menjadi 91,70 persen pada tahun Sedangkan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Luwu sekitar 7,74 tahun pada tahun 2010, meningkat menjadi 7,80 tahun di tahun 2011 dan tahun 2012 terus meningkat menjadi 7,81 tahun. Gambar 7. Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, (Persen) 94,00 92,00 90,00 88,00 92,20 91,50 86,50 92,91 92,60 91,50 91,48 87,75 87,00 92,99 91,63 88,07 91,70 88,73 93,25 86,00 84,00 Sumber Catatan * Luwu Sulawesi Selatan Nasional : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

64 ANALISIS IPM BAB IV Gambar 8. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, (Tahun) 8,40 8,20 8,00 7,80 7,60 7,40 7,20 7,00 8,08 7,92 7,84 7,94 7,95 7,70 7,70 7,70 7,92 7,80 7,81 7,50 7,40 7,74 7, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Indeks pendidikan Kabupaten Luwu tahun 2012 sebesar 78,48 ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dengan nilai 76,82, namun lebih rendah dari angka nasional dengan nilai 80,12, seperti yang terlihat pada gambar di bawah. Dengan melihat kondisi ini, tampaknya sektor pendidikan di daerah ini sudah berkembang dengan baik. Walaupun begitu, sektor pendidikan tetap harus ditingkatkan lebih tajam lagi dengan memberantas buta huruf dan membangun sekolah hingga ke pelosok-pelosok pedesaan. 50 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

65 BAB IV ANALISIS IPM Gambar 9. Indeks Pendidikan Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, ,00 80,00 78,00 76,00 74,00 78,10 78,20 73,80 78,88 78,12 74,48 80,12 79,53 79,64 78,42 78,48 78,20 75,92 76,82 76,31 72, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara c. Indeks Paritas Daya Beli Komponen PPP (Puschasing Power Parity) dikenal sebagai komponen kemampuan daya beli atau standar hidup layak. Dalam publikasi ini, untuk mewakili PPP digunakan PDRB riil perkapita. Penggunaan PDRB riil perkapita dikarenakan data yang ideal (modul konsumsi Susenas) belum sampai hingga estimasi kabupaten/kota. Namun begitu, dengan asumsi bahwa PDRB Kabupaten Luwu dapat dinikmati oleh sebagian besar penduduk, maka dianggap masih relevan dengan tingkat pendapatan sebagai indikator standar hidup layak. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

66 ANALISIS IPM BAB IV Daya beli penduduk Kabupaten Luwu pada tahun 2008 sekitar 624,50 ribu rupiah dan pada tahun 2009 bergerak naik menjadi 629,25 ribu rupiah, di tahun 2010 kembali meningkat menjadi 630,71 ribu rupiah, tahun 2011 menjadi 633,08 ribu rupiah dan terus meningkat menjadi 635,46 ribu rupiah pada tahun Sementara itu, rata-rata daya beli penduduk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 sekitar 643,59 ribu rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Luwu lebih rendah dibandingkan keseluruhan penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan. Gambar 10. Kemampuan Daya Beli (PPP) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, (Ribu Rupiah) 644,00 640,00 636,00 632,00 628,00 624,00 620,00 643,59 638,90 636,60 635,50 641,04 638,05 630,80 633,64 635,46 633,08 631,50 630,71 629,30 628,30 624, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Indeks PPP di Kabupaten Luwu sebesar 61,12 pada tahun 2008, tahun 2009 dan 2010 masing masing sebesar 62,22 dan 62,57, tahun 2011 menjadi 63,11 dan terus meningkat menjadi 63,66 pada tahun INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

67 BAB IV ANALISIS IPM Gambar 11. Indeks Kemampuan Daya Beli Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, ,00 66,00 65,00 64,00 63,00 62,00 61,00 60,00 65,54 64,78 64,95 63,70 63,92 63,24 64,26 62,60 63,66 62,70 63,11 62,57 62,00 62,22 61, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara 4.2 IPM KABUPATEN LUWU SECARA UMUM Perbandingan antar indikator (komponen IPM seperti yang diuraikan pada sub-bab sebelumnya) merupakan tinjauan parsial, artinya tingkat keberhasilan pembangunan baru diukur dari satu komponen saja. Akan tetapi dengan adanya indikator tunggal IPM merupakan suatu jawaban untuk menilai tingkat kinerja pembangunan manusia secara keseluruhan dari tingkat pencapaian pembangunan manusia. Indikator ini juga secara mudah dapat memberikan posisi kinerja pembangunan (output pembangunan) yang dicapai oleh suatu daerah. Makin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka makin tinggi pula tingkat kinerja pembangunan yang dicapai wilayah tersebut. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

68 ANALISIS IPM BAB IV Gambar 12. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, ,00 74,00 73,00 72,00 73,59 73,98 74,42 74,68 71,00 70,00 Sumber Catatan * : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu pada tahun 2009 sebesar 73,59 dan meningkat menjadi 73,98 di tahun Pada tahun 2011 kembali meningkat menjadi 74,42. Hingga pada tahun 2012 meningkat menjadi 74,68. Bila diperhatikan secara seksama, IPM Kabupaten Luwu terus mengalami tren yang positif dari tahun ke tahun. Ini menandakan bahwa arah pembangunan manusia beserta kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk kepentingan peningkatan kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Luwu sudah tepat. Namun demikian, perlu lebih digiatkan dan ditingkatkan program-program yang dilakukan tersebut agar lebih tepat sasaran. 54 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

69 BAB IV ANALISIS IPM 4.3 PERBANDINGAN IPM KABUPATEN/KOTA DI DAERAH LUWU RAYA, PROVINSI SULAWESI SELATAN, DAN NASIONAL Posisi IPM Kabupaten Luwu pada tahun 2012 berada pada peringkat ke-6 dari 23 kabupaten/kota se-provinsi Sulawesi Selatan. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Luwu Raya, maka IPM Kabupaten Luwu pada tahun 2012 menduduki peringkat ke-3 setelah Kota Palopo dan Kabupaten Luwu Utara, sedangkan Kabupaten Luwu Timur berada pada posisi terakhir. Di tahun 2012, peringkat masing-masing kabupaten/kota di daerah Luwu Raya ternyata tidak berubah sama sekali, masih sama seperti tahun Tabel 7. Perbandingan IPM Kabupaten/Kota di Daerah Luwu Raya, Kabupaten/ Kota IPM * Peringkat se-prov. Sul-Sel IPM Peringkat se-prov. Sul-Sel (1) (2) (3) (4) (5) Luwu 74, ,68 6 Luwu Utara 74, ,97 5 Luwu Timur 73, ,56 8 Palopo 76, ,28 3 Sulawesi Selatan 72, ,70 18 Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Sebagai gambaran bahwa pada tahun 2010, IPM Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 71,62 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi sekitar 72,14 dan terus meningkat menjadi 72,70 pada tahun IPM Kabupaten Luwu lebih tinggi bila dibandingkan dengan IPM Provinsi Sulawesi Selatan. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

70 ANALISIS IPM BAB IV Gambar 13. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Nasional, ,00 74,00 73,00 72,00 71,00 70,00 70,22 72,96 71,17 73,59 71,76 70,94 73,98 72,27 71,62 74,42 72,77 72,14 73,29 72,70 74,68 69, * Luwu Sulawesi Selatan Nasional Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Tidak berubahnya peringkat IPM Kabupaten Luwu selama periode namun nilainya mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan/pertumbuhan IPM Kabupaten Luwu lebih rendah dibandingkan peningkatan IPM sebagian daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan kriteria UNDP, nilai IPM kurang dari 51 (< 51) digolongkan sebagai IPM rendah, nilai IPM antara 51 sampai dengan 79 (51 79) digolongkan sebagai IPM menengah, dan nilai IPM di atas 79 (> 79) digolongkan tinggi. Dengan demikian sesuai dengan kriteria tersebut, IPM Kabupaten Luwu tergolong IPM menengah, baik IPM pada tahun 2011 maupun IPM pada tahun INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

71 BAB V KESEHATAN

72 Menurut Undang-Undang Kesehatan Indonesia Tahun 1992, kesehatan diartikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

73 BAB V KESEHATAN BAB V KESEHATAN 5.1 ANGKA HARAPAN HIDUP Menurut Undang-Undang Kesehatan Indonesia Tahun 1992, kesehatan diartikan sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hidup sehat merupakan kebutuhan dasar manusia dan setiap insan mempunyai hak untuk menikmati derajat kesehatan yang tinggi bagi kehidupannya. Agar dapat tercapai derajat kesehatan yang tinggi, maka penduduk harus mendapatkan hak-haknya atas kecukupan dalam memperoleh makanan, air minum, pakaian, pemukiman, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan penduduk, karena kesehatan merupakan investasi untuk meningkatkan SDM. Disamping itu, setiap individu bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Kemajuan dalam pembangunan kesehatan akan mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional dan sebaliknya pembangunan nasional akan mempunyai dampak penting terhadap derajat kesehatan penduduk. Pada hakikatnya derajat kesehatan penduduk sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor perilaku masyarakat, lingkungan hidup, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

74 KESEHATAN BAB V yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi perlu dijalankan antar-sektoral dengan menyertakan peran serta masyarakat dan swasta. Untuk mengetahui keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan dapat dilihat dari derajat kesehatan dan gizi penduduk, meningkatnya pelayanan kesehatan, dan bertambah baiknya lingkungan kesehatan masyarakat. Salah satu indikator kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan adalah Angka Harapan Hidup (AHH; e 0 ). Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu pada tahun 2012 adalah sekitar 74,14 tahun mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 74,04 tahun, seperti yang terlihat pada gambar grafik dibawah ini. Gambar 14. Angka Harapan Hidup (e0) Kabupaten Luwu, (Tahun) 75,00 74,00 73,00 72,00 72,80 73,25 73,70 74,04 74,14 71,00 70,00 Sumber Catatan * : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara 60 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

75 BAB V KESEHATAN Sedangkan e 0 Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 adalah sekitar 70,45 tahun. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Kabupaten Luwu. Besar kecilnya Angka Harapan Hidup dipengaruhi endogen (kondisi bawaan) maupun eksogen (pengaruh luar). Khusus untuk variabel eksogen dapat dibuat daftar yang cukup panjang diantaranya mencakup input makanan, upaya kesehatan, dan kondisi lingkungan yang juga dipengaruhi oleh variabel lainnya. Pengaruh variabelvariabel tersebut dapat bersifat langsung maupun tidak langsung, dapat seketika maupun dengan tenggang waktu (time lag) tertentu. Pengaruh variabel-variabel tersebut bekerja secara tersendiri maupun bersinergi dengan variabel lain. Tabel 8. Persentase Balita Menurut Penolong Persalinan Terakhir di Kabupaten Luwu, (Persen) Penolong Persalinan Terakhir (1) (2) (3) (4) Dokter 4,24 5,22 4,22 Bidan 62,30 55,24 63,18 Tenaga Paramedis Lain 0,17-0,50 Dukun 27,48 35,07 24,80 Keluarga 4,98 4,07 7,30 Lainnya 0,83 0,40 - Total 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Sementara itu, masih terdapat beberapa variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap Angka Harapan Hidup, salah satunya yaitu persentase INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

76 KESEHATAN BAB V balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga medis. Secara umum diharapkan bahwa dengan semakin tingginya persentase balita yang ditolong kelahirannya oleh tenaga medis maka akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan hidupnya. Tetapi perkiraan hubungan tersebut dapat menyimpang jika pertolongan tenaga medis digunakan untuk proses kelahiran yang abnormal dan dengan penanganan yang sudah terlambat. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis (Dokter, Bidan, dan Tenaga Paramedis Lain) di Kabupaten Luwu pada tahun 2010 sekitar 66,71 persen mengalami penurunan menjadi 60,46 persen pada tahun Namun di tahun 2012, jumlah ini mengalami peningkatan menjadi 67,90 persen dari seluruh kasus kelahiran yang ada. Secara umum, persentasenya masih di atas 60 persen yang artinya sebagian besar penduduk di Kabupaten Luwu sudah mempercayakan kepada tenaga medis dalam melakukan persalinan terakhir. 5.2 PEMERATAAN PELAYANAN KESEHATAN Fasilitas dan tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya peningkatan dan penanggulangan kesehatan masyarakat. Fasilitas yang tersedia tanpa didukung dengan tenaga yang mengerti di bidangnya tentunya akan kurang bermakna, begitu juga sebaliknya tenaga yang tersedia tanpa fasilitas yang memadai akan mendapatkan hasil yang kurang optimal. Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, pada tahun 2012 telah tersedia Rumah Sakit Umum yang berada di Kecamatan Belopa Utara, dan telah terdapat 21 Puskesmas yang tersebar 62 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

77 BAB V KESEHATAN di 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu, sehingga sudah terdapat Puskesmas di setiap kecamatan. Rasio penduduk per Puskesmas di tahun 2010 adalah sekitar orang, kemudian angka ini meningkat menjadi sekitar orang pada tahun 2011, dan kembali meningkat menjadi sekitar 16,124 orang di tahun Peningkatan ini diakibatkan karena tidak bertambahnya jumlah Puskesmas, sementara jumlah penduduk dari tahun ke tahun selalu bertambah. Tabel 9. Statistik Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Luwu, Fasilitas Kesehatan: Rincian (1) (2) (3) (4) Rumah Sakit Praktek Dokter Puskesmas Puskesmas Pembantu (Pustu) Posyandu Apotik Tenaga Kesehatan: Dokter Umum Dokter Gigi Dokter Ahli Apoteker Bidan Perawat Sanitarian 28 * * Kader Posyandu Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Catatan : * Data Tidak Tersedia INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

78 KESEHATAN BAB V Untuk menjangkau semua penduduk dalam wilayah kerja masingmasing rasanya agak sulit dilakukan oleh Puskesmas, apalagi mengingat beberapa daerah mempunyai kondisi geografis yang cukup sulit. Oleh sebab itu harus ditunjang dengan fasilitas layanan kesehatan lainnya yang setingkat dibawahnya yang disebut puskesmas pembantu (Pustu). Pada tahun 2012, Pustu di Kabupaten Luwu telah berdiri sebanyak 104 buah, jumlah ini tidak mengalami penambahan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Keberadaan Pustu sangat berarti sekali dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat. Tenaga medis keperawatan di Kabupaten Luwu pada tahun 2010 sebanyak 234 orang, lalu berkurang menjadi 223 orang pada tahun 2011, dan kembali berkurang di tahun 2012 menjadi 214 orang. Sedangkan tenaga medis dokter (dokter ahli, dokter umum, dan dokter gigi) pada tahun 2010 berjumlah 29 orang, lalu bertambah menjadi 31 orang pada tahun 2011, namun pada tahun 2012 berkurang menjadi 30 orang. Sedangkan untuk tenaga medis bidan pada tahun 2010 sebanyak 164 orang, berkurang menjadi 162 orang pada tahun 2011, dan berkurang lagi menjadi 157 orang pada tahun Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 dari orang penduduk terdapat seorang dokter, berkurang menjadi orang penduduk per dokter pada tahun 2011, dan meningkat menjadi orang penduduk per dokter pada tahun Sebagai catatan bahwa data jumlah penduduk yang digunakan adalah data hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) dan proyeksinya. 64 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

79 BAB V KESEHATAN 5.3 STATUS KESEHATAN MASYARAKAT Variabel lain yang berpengaruh terhadap Angka Harapan Hidup yaitu persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dan persentase penduduk yang sakit. Secara umum diharapkan bahwa semakin sedikit persentase penduduk dengan keluhan kesehatan dan persentase penduduk yang sakit maka akan semakin tinggi kemungkinan kelangsungan hidupnya. Tabel 10. Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, (Persen) Rincian Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Laki-Laki 34,24 65,76 28,56 71,44 27,83 72,17 Perempuan 37,38 62,62 30,99 69,01 28,00 72,00 Total 35,85 64,15 29,74 70,26 27,92 72,08 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) Data Susenas menunjukkan bahwa persentase penduduk yang mengalami keluhan di Kabupaten Luwu sekitar 29,74 persen pada tahun 2011, turun menjadi 27,92 persen pada tahun Penduduk yang mengeluh diduga akibat perubahan cuaca yang tidak menentu. Kalau dilihat dari jenis kelamin menunjukkan bahwa pada tahun 2012, penduduk laki-laki yang mengeluh sekitar 27,83 persen dari jumlah total penduduk laki-laki, sedangkan perempuan sekitar 28,00 persen dari jumlah total penduduk perempuan. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

80 KESEHATAN BAB V Pada tahun 2012, dari 27,92 persen penduduk Kabupaten Luwu (laki-laki + perempuan) yang mengalami keluhan tersebut, maka dapat dirinci lebih dalam lagi apakah penduduk tersebut benar-benar ada gangguan kesehatan atau tidak. Persentase penduduk yang menyatakan mengalami keluhan menurut ada tidaknya gangguan kesehatan dan jenis kelamin di Kabupaten Luwu di tahun 2012 dapat dilihat pada gambar grafik di bawah ini. Gambar 15. Persentase Penduduk yang Menyatakan Mengalami Keluhan Menurut Ada Tidaknya Gangguan Kesehatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) 25,00 20,00 19,31 17,71 18,50 15,00 10,00 8,52 10,29 9,42 5,00 0,00 Sumber Laki-Laki Perempuan Total Ada Tidak Ada : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa di Kabupaten Luwu pada tahun 2012, dari 27,92 persen penduduk (laki-laki + perempuan) yang menyatakan ada keluhan kesehatan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 18,50 persen, sedangkan sisanya 9,42 persen tidak ada gangguan kesehatan. Sementara itu, dari 27,83 persen penduduk 66 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

81 BAB V KESEHATAN laki-laki yang menyatakan ada keluhan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 19,31 persen, sedangkan sisanya sekitar 8,52 persen tidak ada gangguan kesehatan. Kemudian, dari 28,00 persen penduduk perempuan yang menyatakan ada keluhan, yang benar-benar terganggu kesehatannya adalah sekitar 17,71 persen, sedangkan sisanya 10,29 persen tidak ada gangguan kesehatan. Dari 18,50 persen penduduk (laki-laki + perempuan) yang benarbenar terganggu kesehatannya, dapat dirinci lebih lanjut berdasarkan jumlah hari sakitnya tersebut, seperti yang ditampilkan pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Persentase Penduduk yang Menderita Sakit Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Hari Sakit di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Rincian Laki-Laki Perempuan Total Sumber (1) (2) (3) (4) < 4 10,35 10,21 10, ,06 5,06 5, ,22 0,68 0, , , ,35 1,37 1,36 Jumlah 19,31 17,71 18,50 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) Pada tahun 2012, persentase penduduk Kabupaten Luwu (laki-laki + perempuan) yang menderita sakit adalah sekitar 18,50 persen dengan rincian persentase penduduk terbesar jumlah hari sakitnya adalah kurang dari 4 hari yaitu sebanyak 10,28 persen, dimana penduduk laki-laki sebanyak 10,35 persen dari total penduduk laki-laki di Kabupaten Luwu, dan penduduk INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

82 KESEHATAN BAB V perempuan sebanyak 10,21 persen dari total penduduk perempuan di Kabupaten Luwu. Sedangkan persentase terkecil adalah penduduk yang jumlah hari sakitnya antara hari yaitu sebesar 0,35 persen, dimana penduduk laki-laki sebanyak 0,33 persen dari total penduduk laki-laki di Kabupaten Luwu, dan penduduk perempuan sebanyak 0,39 persen dari total penduduk perempuan di Kabupaten Luwu. 5.4 PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT Kesehatan merupakan kebutuhan setiap insan, oleh sebab itu kesehatan mestinya tercermin dari kegiatan tersebut. Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan diarahkan melalui 3 kegiatan, yaitu: - Kepemimpinan, dengan melakukan suatu intervensi kepemimpinan yang berwawasan kesehatan untuk semua, - Pengorganisasian, yaitu melakukan intervensi dibidang kesehatan pada setiap kelompok masyarakat sehingga muncul Usaha Kesehatan Bersama Masyarakat (UKBM), dan - Pendanaan, yaitu dengan mengembangkan sumber dana yang ada untuk membiayai beberapa kegiatan di bidang kesehatan. Peningkatan peran serta masyarakat secara kasar dapat dilihat dengan melihat keberadaan jenis UKBM, misalnya Posyandu, Polindes, POD (Pos Obat Desa), BKB (Bina Keluarga Balita), dan lain sebagainya. Namun karena keterbatasan data pada publikasi ini, maka yang dapat disampaikan hanya keberadaan Posyandu saja yang ada di Kabupaten Luwu. Di Kabupaten Luwu tampak terjadi penurunan terhadap kualitas peran serta masyarakat pada tahun terakhir. Hal ini dapat dilihat dari jumlah 68 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

83 BAB V KESEHATAN Posyandu yaitu 378 buah pada tahun 2010 menjadi 235 buah pada tahun 2011 dan tahun Fenomena ini menjelaskan banyak Posyandu yang tidak aktif lagi sejak Disamping tenaga kesehatan, Kader binaan Posyandu memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan Posyandu. Biasanya Kader ini direkrut dari penduduk sekitar tempat Posyandu didirikan sehingga sangat akrab dengan penduduk sekitarnya. Pada tahun 2010, jumlah Kader Posyandu di Kabupaten Luwu berjumlah orang Kader, mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi berjumlah orang Kader, dan kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi orang Kader. Dapat diartikan juga bahwa banyaknya Kader Posyandu ini menunjukkan banyaknya kepedulian penduduk terhadap kesehatan di lingkungan tempat mereka tinggal. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

84 KESEHATAN BAB V 70 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

85 BAB VI PENDIDIKAN

86 Salah satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan di bidang pendidikan, karena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia.

87 BAB VI PENDIDIKAN BAB VI PENDIDIKAN 6.1 SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN Sumber daya manusia sangat penting peranannya dalam proses pembangunan. Untuk itu, pembangunan yang dilakukan bermuara pada pembangunan manusia. Salah satu komponen dalam pembangunan manusia adalah peningkatan di bidang pendidikan, karena merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Sulawesi Selatan sangat konsisten dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Program Pembangunan Daerah (Propeda) Sulawesi Selatan yang menyebutkan strategi yang dilakukan di antaranya adalah perluasan dan pemerataan di dalam memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat melalui peningkatan anggaran pendidikan secara berarti. Sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional. Hal ini disadari karena pendidikan dipandang sebagai unsur utama dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pendidikan telah diupayakan pemerintah melalui berbagai program, di antaranya pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, program wajib belajar, beasiswa, progam Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan lain sebagainya. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

88 PENDIDIKAN BAB VI Program pendidikan mempunyai andil yang sangat besar terhadap kemajuan bangsa, ekonomi, dan sosial. Sehingga keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat. Ketersediaan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar merupakan dua hal yang memegang peranan penting terhadap maju mundurnya dunia pendidikan. Salah satu hal yang selama ini masih menjadi kendala adalah kelangkaan jumlah guru pada daerah-daerah terpencil. Isu yang masih sering terdengar adalah sebagian besar guru enggan ditempatkan pada daerah terpencil, sehingga mengakibatkan menumpuknya jumlah guru di daerahdaerah perkotaan. Untuk melihat ketersediaan dan penyebaran guru pada suatu daerah dapat dilihat dengan membandingkan jumlah guru. Walaupun belum ada angka ideal sebagai patokan namun semakin kecil angka ini maka akan menggambarkan beban seorang guru yang semakin kecil pula. Di Kabupaten Luwu pada kurun waktu , rasio muridguru SD mengalami penurunan yaitu sekitar 17 pada tahun 2011 menjadi 11 di tahun Sedangkan rasio murid-guru SLTP pada tahun 2011 di angka 12 dan meningkat di tahun 2012 menjadi 15. Sedangkan rasio murid-guru SLTA mengalami sedikit peningkatan pada angka 15 di tahun 2011 dan 16 di tahun Dari angka-angka di atas, dapat diartikan bahwa terdapat sekitar 11 murid SD yang harus ditangani oleh seorang guru pada sebuah sekolah tempat dia mengajar, 15 murid SLTP serta 16 murid SLTA yang harus ditangani oleh seorang guru pada sebuah sekolah tempat dia mengajar. 74 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

89 BAB VI PENDIDIKAN Untuk melihat rata-rata banyaknya murid yang bersekolah dalam setiap jenjang pendidikan dapat diketahui dengan membandingkan jumlah murid terhadap sekolah (rasio murid-sekolah). Salah satu kegunaannya adalah untuk melihat apakah sudah waktunya pemerintah atau pihak swasta membangun sekolah baru pada suatu tempat. Pada tahun 2012, rasio muridsekolah SD sekitar 171 siswa per sekolah, SLTP 167 siswa per sekolah, dan SLTA 499 siswa per sekolah. Sementara rasio murid-sekolah TK adalah 27 siswa per sekolah, dan SMK adalah 197 siswa per sekolah. 6.2 ANGKA MELEK HURUF Tingkat pendidikan yang tinggi secara tidak langsung akan mencerminkan keberhasilan program pendidikan yang telah diusahakan. Beberapa indikator penting yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah salah satunya adalah Angka Melek Huruf (AMH). Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu tergolong cukup tinggi. Hal ini terlihat pada tahun 2010 penduduk yang bisa baca tulis sekitar 91,48 persen dari total penduduk umur 10 tahun keatas, pada tahun 2011 meningkat menjadi 91,63 persen, dan pada tahun 2012 naik menjadi sekitar 91,70 persen, seperti yang terlihat pada grafik di bawah ini. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

90 PENDIDIKAN BAB VI Gambar 16. Angka Melek Huruf (AMH) Kabupaten Luwu, (Persen) 91,80 91,70 91,60 91,63 91,70 91,50 91,40 91,50 91,50 91,48 91,30 Sumber Catatan * : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Dengan demikian, angka buta huruf tahun 2012 sekitar 8,30 persen. Sementara itu, jika dibandingkan dengan AMH Provinsi Sulawesi Selatan, AMH Kabupaten Luwu selalu lebih tinggi. Pada tahun 2010, AMH Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 87,75 persen, lebih rendah dari AMH Kabupaten Luwu. Pada tahun 2011, AMH Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 88,07 persen, lebih rendah dari AMH Kabupaten Luwu. Begitu juga di tahun 2012, AMH Provinsi Sulawesi Selatan sekitar 88,73 persen, juga lebih rendah dari AMH Kabupaten Luwu. 6.3 RATA-RATA LAMA SEKOLAH Selain Angka Melek Huruf (AMH), indikator penting lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah adalah Rata-Rata Lama Sekolah. Indikator ini dapat memberikan informasi tentang sejauh 76 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

91 BAB VI PENDIDIKAN mana tingkat pendidikan yang dicapai oleh penduduk. Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Luwu pada tahun 2008 sekitar 7,70 tahun, lalu pada tahun 2009 naik menjadi 7,71 tahun, dan di tahun 2010 kembali naik menjadi 7,74 tahun. Hingga di tahun 2011 naik menjadi sekitar 7,80 tahun dan terus meningkat menjadi 7,81 tahun pada tahun Dengan melihat angka tersebut, maka dapat dikatakan bahwa selama tahun , tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Luwu rata-rata baru menyelesaikan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD), dengan kata lain berhenti sekolah saat menduduki kelas 2 pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Gambar 17. Rata-Rata Lama Sekolah (MYS) Kabupaten Luwu, (Tahun) 7,82 7,80 7,78 7,76 7,80 7,81 7,74 7,72 7,70 7,68 Sumber Catatan 7,74 7,71 7, * : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara Jika dibandingkan dengan angka Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2012 yakni sekitar 7,95 tahun, maka rata-rata lama sekolah Kabupaten INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

92 PENDIDIKAN BAB VI Luwu termasuk lebih rendah, seperti halnya juga yang terjadi pada tahun 2011 sekitar 7,92 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Sulawesi Selatan rata-rata baru menyelesaikan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD), dengan kata lain berhenti sekolah saat menduduki kelas 2 pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak berbeda jauh dengan tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Luwu. 6.4 PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN Indikator penting lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah adalah Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan. Potensi sumber daya manusia (SDM) di suatu daerah antara lain dapat dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk. Meningkatnya tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk berarti meningkat pula kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya dapat dijadikan ukuran keberhasilan baik dari sudut sosial maupun ekonomi. Penduduk Kabupaten Luwu umur 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas pada tahun 2009 sekitar 40,83 persen kemudian naik menjadi sekitar 44,98 persen pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2011 turun menjadi 41,46 persen, dan akhirnya di tahun 2012 naik menjadi sekitar 43,61 persen. Agaknya perkembangan persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenjang pendidikan tertinggi di Kabupaten Luwu cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 78 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

93 BAB VI PENDIDIKAN Tabel 12. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Luwu, (Persen) Tingkat Pendidikan (1) (2) (3) (4) (5) Tidak/Belum Pernah Sekolah 7,99 7,12 29,17 Tidak Punya Ijazah 18,82 21,42 25,73 SD/Sederajat 30,00 28,21 30,00 30,66 SLTP/Sederajat 19,11 19,81 18,80 20,14 SMU/Sederajat 16,17 18,64 15,21 15,36 SMK 2,29 1,72 3, Diploma I/II 0,60 0,80 0,42 0,74 Diploma III/Sarjana Muda 0,75 0,74 1,04 1,14 Diploma IV/S1/S2/S3 1,91 3,27 2,93 3,14 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) Pada tahun 2012, persentase penduduk laki-laki 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas lebih besar bila dibandingkan dengan penduduk perempuan yakni sekitar 44,78 persen untuk laki-laki dan 42,50 persen untuk perempuan. Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel dibawah. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

94 PENDIDIKAN BAB VI Tabel 13. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Luwu, 2012 (Persen) Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan (1) (2) (3) Tidak Punya Ijazah 24,20 27,19 SD/Sederajat 31,02 30,31 SLTP/Sederajat 21,33 19,01 SMU/Sederajat 16,08 14,68 SMK 3,95 2,27 Diploma I/II 0,29 1,17 Diploma III/Sarjana Muda 0,58 1,67 Diploma IV/S1/S2/S3 2,55 3,70 Jumlah 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) 6.5 ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH Indikator penting lain yang dapat digunakan untuk melihat tingkat pendidikan di suatu daerah adalah Angka Partisipasi Sekolah. Gambaran secara umum mengenai banyaknya kelompok umur tertentu yang sedang bersekolah tanpa memandang atau tanpa memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang diikuti adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS untuk SD misalnya, diperoleh dengan membagi jumlah penduduk usia Sekolah Dasar (7 12 tahun) yang masih/sedang bersekolah pada setiap jenjang pendidikan dengan jumlah penduduk usia Sekolah Dasar. Begitu juga perlakuannya pada jenjang pendidikan SLTP, SLTA, dan sebagainya. Keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan juga dapat dilihat dari peningkatan angka partisipasi 80 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

95 BAB VI PENDIDIKAN sekolah (APS). APS di sini adalah persentase penduduk umur tertentu yang masih sekolah terhadap seluruh penduduk usia tersebut. APS untuk usia SD di Kabupaten Luwu mengalami penurunan yaitu dari sekitar 97,17 persen pada tahun 2011 menjadi sekitar 97,09 persen pada tahun Tidak demikian untuk APS SLTP yang mengalami kenaikan dari sekitar 86,31 persen pada tahun 2011 menjadi sekitar 87,54 persen pada tahun APS SLTA juga mengalami kenaikan dari sekitar 57,58 persen pada tahun 2011 menjadi 65,77 persen pada tahun Selanjutnya APS untuk umur tahun (D1 S1) mengalami kenaikan dari 9,11 persen pada tahun 2011 menjadi 13,01 persen pada tahun Tabel 14. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah (7 24 Tahun) di Kabupaten Luwu, (Persen) Usia Sekolah (Tahun) Sumber (1) (2) (3) 7 12 (SD) 97,17 97, (SLTP) 86,31 87, (SLTA) 57,58 65, (D1 S1) 9,11 13,01 : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

96 PENDIDIKAN BAB VI 82 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

97 BAB VII KETENAGAKERJAAN

98 Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan.

99 BAB VII KETENAGAKERJAAN BAB VII KETENAGAKERJAAN 7.1 ANGKATAN KERJA Pengukuran pembangunan manusia dikaitkan dengan bebarapa aspek, diantaranya adalah aspek daya beli masyarakat. Aspek daya beli masyarakat sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pertumbuhan ekonomi, sementara pertumbuhan ekonomi sangat erat kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan bukan saja hanya pengangguran, tetapi mereka yang bekerja juga mengalami permasalahan antara lain menyangkut tingkat upah yang rendah, produktifitas yang rendah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya. Umumnya mereka yang bekerja di sektor formal mempunyai tingkat upah, produktifitas dan jaminan sosial yang lebih baik dibanding mereka yang bekerja di sektor informal. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Setiap upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja sehingga penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Salah satu sasaran utama pembangunan terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai sehingga dapat menyerap tambahan angkatan kerja setiap tahun. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

100 KETENAGAKERJAAN BAB VII Setiap pembicaraan mengenai angkatan kerja pasti menyangkut penduduk, karena angkatan kerja merupakan bagian dari penduduk. Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Tidak semua penduduk usia kerja tergolong ke dalam angkatan kerja. Ibu rumah tangga, pelajar, dan mahasiswa yang usianya 15 tahun ke atas tidak tergolong angkatan kerja. Angkatan kerja dibedakan atas angkatan kerja yang bekerja dan angkatan kerja yang menganggur. Ada dua jenis pengangguran, yaitu pengangguran nyata dan pengangguran semu. Persentase jumlah angkatan kerja Kabupaten Luwu selama kurun waktu sedikit mengalami fluktuasi, dimana selama tahun mengalami penurunan, sementara di tahun mengalami kenaikan tajam dan kembali mengalami penurunan pada tahun Pada tahun 2008, persentase angkatan kerja terhadap penduduk Kabupaten Luwu sebesar 39,69 persen, lalu menurun menjadi 38,37 persen pada tahun 2009, dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 41,55 persen, pada tahun 2011 naik menjadi sekitar 42,24 persen kemudian turun menjadi 39,18 persen di tahun Sementara itu laju pertumbuhan angkatan kerja turun sekitar 6,49 persen sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,83 persen pada periode Dari persentase tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan pertumbuhan jumlah angkatan kerja lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk terbanyak ada pada usia produktif, yaitu pada usia angkatan kerja. 86 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

101 BAB VII KETENAGAKERJAAN Tabel 15. Data Angkatan Kerja dan Penduduk Kabupaten Luwu, Rincian Jumlah Angkatan Kerja (Jiwa) Laju (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jumlah Penduduk* (Jiwa) Persentase A. K. Terhadap Penduduk (Persen) , ,83 39,69 38,37 41,55 42,24 39,18 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Angkatan Kerja Nasional) Catatan : * Hasil Olah Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksinya 7.2 TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah salah satu ukuran yang dapat menggambarkan partisipasi penduduk usia kerja dalam kegiatan ekonomi. TPAK merupakan perbandingan jumlah angkatan kerja yaitu jumlah penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan terhadap jumlah seluruh penduduk usia kerja (15 tahun ke atas). Penduduk lainnya adalah bukan angkatan kerja yaitu penduduk yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang sekolah, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. TPAK di Kabupaten Luwu pada tahun 2012 mencapai 59,67 persen, yang berarti bahwa pada setiap 100 orang penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) sekitar 59 orang di antaranya adalah termasuk angkatan kerja. TPAK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

102 KETENAGAKERJAAN BAB VII tahun 2012 ini relatif turun bila dibandingkan tahun 2011 yakni sekitar 65,28 persen. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Sebagai catatan bahwa persentase angkatan kerja yang ditampilkan tidak lain adalah TPAK itu sendiri. Tabel 16. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten Luwu, (Persen) Rincian (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Angkatan Kerja: 62,35 58,90 64,23 65,28 59,67 - Bekerja 58,13 53,86 59,86 60,44 53,38 - Pengangguran Terbuka 4,22 5,04 4, ,29 Bukan Angkatan Kerja: 37,65 41,10 35,77 34,72 40,33 - Sekolah 8,02 9,68 6,40 6,09 9,88 - Mengurus Rum. Tangga 24,29 26,49 22,29 23,29 22,57 - Lainnya 5,34 4,93 7,08 5,34 7,88 Penduduk Usia Kerja (15 Tahun ke Atas) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Angkatan Kerja Nasional) Catatan : * Data Tidak Tersedia 7.3 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA Pengangguran terbuka dapat diartikan sebagai: - Mereka yang sedang mencari pekerjaan, - Mereka yang sedang mempersiapkan usaha baru, 88 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

103 BAB VII KETENAGAKERJAAN - Mereka tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin dapat pekerjaan (putus asa), dan - Mereka sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan perbandingan antara jumlah pengangguran terbuka dengan jumlah angkatan kerja. Gambar 16. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Luwu, (Persen) 10, ,56 8 6,77 6,81 7, Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Angkatan Kerja Nasional) : * Data Tidak Tersedia Dapat kita lihat pada tabel di atas, bahwa selama kurun waktu tahun , TPT Kabupaten Luwu sedikit mengalami fluktuasi, dimana selama tahun selalu mengalami peningkatan, namun di tahun 2010 mengalami penurunan dan meningkat kembali di tahun 2011 dan Jika pada tahun 2008 TPT Kabupaten Luwu sebesar 6,77 persen, maka pada tahun 2009 meningkat menjadi 8,56 persen,, namun di tahun 2010 angka TPT Kabupaten Luwu turun menjadi sekitar 6,81 persen dan meningkat kembali sekitar 7,41 dan 10,55 persen di tahun 2011 dan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

104 KETENAGAKERJAAN BAB VII 90 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

105 BAB VIII PERUMAHAN

106 Bermukim pada hakikatnya adalah hidup bersama. Untuk itu, fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk memasyarakatkan dirinya.

107 BAB VIII PERUMAHAN BAB VIII PERUMAHAN 8.1 KONDISI FISIK TEMPAT TINGGAL Bermukim pada hakikatnya adalah hidup bersama. Untuk itu, fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan manusia untuk memasyarakatkan dirinya. Dilihat dari proses bermukim, rumah adalah pusat kegiatan budaya manusia untuk mencapai tujuan dan kesempurnaan hidup. Didalam rumah manusia dididik, dibentuk dan berkembang menjadi manusia yang berkepribadian. Dalam makna yang lebih luas rumah harus mampu membuka jalan dan memberikan saluran bagi kecenderungan, kebutuhan, aspirasi, dan keinginan manusia secara penuh, menuju perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan manusia. Peningkatan kesejahteraan rakyat dan kualitas masyarakat diwujudkan dengan pembangunan nasional di segala bidang secara berimbang. Dalam bidang perumahan, pembangunan tidak hanya menyangkut segi kuantitatif, melainkan juga segi kualitatif yang memungkinkan terselenggaranya perumahan sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Kondisi perumahan dan lingkungan mencerminkan kondisi penduduk yang tinggal dari perumahan dan lingkungan tersebut. Oleh karena itu, laporan terhadap kondisi perumahan dan lingkungan adalah merupakan bagian dari laporan pembangunan manusia. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

108 PERUMAHAN BAB VIII Gambaran kondisi perumahan dan lingkungan tidak hanya dilihat secara fisik saja tapi juga dilihat dari akses penghuni rumah tersebut ke berbagai fasilitas seperti air bersih, penggunaan jamban, dan sebagainya. Kenyamanan tempat tinggal bisa dilihat dari luas lantai dan jenis lantai terluas yang digunakan. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan rutin oleh BPS per triwulan di setiap tahunnya, pada tahun 2012 persentase rumah tangga di Kabupaten Luwu yang menempati rumah dengan jenis lantai terluas bukan tanah dapat dikatakan hampir mendekati 100,00 persen. Jika dilihat dari segi luas lantai tampak bahwa perumahan di Kabupaten Luwu sedikit terjadi pergeseran, ini tercermin dari makin meningkatnya persentase rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai lebih dari 50 meter persegi. Pada tahun 2009, rumah tangga di Kabupaten Luwu yang menempati rumah dengan luas lantai kurang dari sama dengan 50 m 2 sekitar 31,84 persen, kemudian pada tahun 2010 berkurang menjadi 24,28 persen, namun di tahun 2011 meningkat menjadi 35,48 persen dan turun kembali menjadi 25,19 persen di tahun Sementara itu, rumah tangga yang menempati luas lantai lebih dari 50 m 2 pada tahun 2009 sekitar 68,16 persen, naik menjadi 75,72 persen pada tahun 2010, turun menjadi 64,52 persen pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 74,81 persen. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 94 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

109 BAB VIII PERUMAHAN Tabel 17. Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah yang Ditempati dan Luas Lantainya di Kabupaten Luwu, (Persen) Rincian (1) (2) (3) (4) (5) Rumah Tangga Menurut Kualitas Rumah (Persen): Lantai Bukan Tanah 96,55 94,12 95,07 99,98 Atap Seng 51,68 65,73 60,58 65,50 Dinding Kayu 66,89 59,29 69,31 62,92 Tidak Ada Kakus 45,75 47,84 54,99 41,99 Rumah Tangga Menurut Luas Lantai (Persen): <= 50 m 2 31,84 24,28 35,48 25,19 > 50 m 2 68,16 75,72 64,52 74,81 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) 8.2 FASILITAS TEMPAT TINGGAL Fasilitas perumahan merupakan indikator penting untuk mengukur kesejahteraan keluarga. Adapun fasilitas perumahan yang dimaksud antara lain sumber air minum, penggunaan jamban/kakus oleh rumah tangga, dan jarak sumber air minum ke tempat penampungan kotoran/tinja tedekat. Sumber air minum merupakan indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan keluarga. Air bersih adalah sumber air minum yang berasal dari leding, pompa, sumur terlindung, mata air terlindung dan air kemasan. Pada tahun 2009, rumah tangga di Kabupaten Luwu yang menggunakan air bersih sekitar 67,02 persen menjadi 73,79 persen pada INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

110 PERUMAHAN BAB VIII tahun 2010, dan turun menjadi 69,65 persen di tahun 2011, namun terjadi kenaikan pada tahun 2012 menjadi 75,22 persen. Sedangkan rumah tangga yang menggunakan bukan air bersih yaitu sebesar 32,98 persen pada tahun 2009 menurun menjadi 26,21 persen pada tahun 2010, dan meningkat menjadi 30,55 persen di tahun 2011 dan akhirnya turun menjadi 24,78 persen di tahun Sumber air minum tidak bersih ini berasal dari sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, sungai, danau/ waduk, dan air hujan. Sementara itu, kesehatan lingkungan dapat dilihat dari penggunaan kakus oleh rumah tangga. Pada tahun 2009, rumah tangga di Kabupaten Luwu yang menggunakan kakus (kakus milik sendiri, bersama, dan umum) adalah sekitar 54,25 persen, sedangkan yang tidak menggunakan kakus sekitar 45,75 persen. Pada tahun 2010, rumah tangga yang menggunakan kakus mencapai sekitar 52,16 persen, sedangkan yang tidak menggunakan kakus sekitar 47,84 persen. Kemudian pada tahun 2011, rumah tangga yang menggunakan kakus menurun menjadi sekitar 45,01 persen dan naik menjadi 58,01 pada tahun 2012, dan yang tidak menggunakan kakus pada tahun 2011 naik menjadi sekitar 54,99 persen dan akhirnya turun menjadi 41,99 persen pada tahun Jika dilihat dari jarak ke penampungan terakhir, maka persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan jarak ke penampungan terakhir dari 0 10 m pada tahun 2011 di Kabupaten Luwu adalah sekitar 19,05 persen, lebih dari 10 m adalah sekitar 45,89 persen, dan yang tidak tahu ada sekitar 35,06 persen. Sementara itu pada tahun 2012, persentase rumah tangga yang tinggal di rumah dengan jarak ke penampungan terakhir dari 0 10 m adalah sekitar 22,75 persen, lebih dari 10 m adalah sekitar 48,34 96 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

111 BAB VIII PERUMAHAN persen, dan yang tidak tahu ada sekitar 28,91 persen. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 18. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum, Penggunaan Kakus, dan Jarak ke Penampungan Terakhir di Kabupaten Luwu, (Persen) Rincian (Persen) (1) (2) (3) (4) (5) Sumber Air Minum 100,00 100,00 100,00 100,00 - Air Bersih 67,02 73,79 69,65 75,22 - Bukan Air Bersih 32,98 26,21 30,35 24,78 Penggunaan Kakus 100,00 100,00 100,00 100,00 - Ada Kakus 54,25 52,16 45,01 58,01 - Tidak Ada Kakus 45,75 47,84 54,99 41,99 Jarak ke Penampungan 100,00 100,00 100,00 100, m 20,08 41,22 19,05 22,75 > 10 m 49,88 32,13 45,89 48,34 Tidak Tahu 30,05 26,64 35,06 28,91 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

112 PERUMAHAN BAB VIII 98 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

113 BAB IX PENUTUP

114 IPM Kabupaten Luwu sedikit mengalami peningkatan selama kurun waktu , yaitu dari 73,59 pada tahun 2009, menjadi 73,98 pada tahun 2010, hingga menjadi 74,42 pada tahun 2011, dan kembali naik menjadi 74,68 di tahun 2012.

115 BAB IX PENUTUP BAB IX PENUTUP 9.1 KESIMPULAN Berdasarkan tulisan dan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan seperti yang terangkum pada beberapa point sebagai berikut: 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan satu ukuran yang dapat mencerminkan aspek-aspek pembangunan dan dianggap cukup baik untuk menggambarkan aspek sosial maupun ekonomi yang telah dicapai oleh suatu daerah. 2. IPM Kabupaten Luwu sedikit mengalami peningkatan selama kurun waktu , yaitu dari 72,96 pada tahun 2008, menjadi 73,25 pada tahun 2009, naik kembali menjadi 73,98 pada tahun 2010 dan 74,42 pada tahun 2011, hingga akhirnya menjadi 74,68 pada tahun Hal ini merupakan akibat dari naiknya indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks paritas daya beli masyarakat yang mampu mendorong naiknya besaran IPM Kabupaten Luwu. 3. IPM Kabupaten Luwu pada tahun 2008 menduduki urutan ke-6 dari 24 kabupaten/kota se-provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012 posisinya juga tidak mengalami perubahan yakni tetap di peringkat ke-6. Baik pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012, IPM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

116 PENUTUP BAB IX Kabupaten Luwu berdasarkan kriteria UNDP digolongkan pada IPM tingkat menengah. 4. Indeks pendidikan Kabupaten Luwu pada tahun 2008 sekitar 78,09 mengalami perubahan pada tahun 2009 menjadi sekitar 78,12 dan meningkat di tahun 2010 menjadi sekitar 78,19. Di tahun 2011 juga meningkat menjadi sekitar 78,42, hingga di tahun 2012 kembali naik menjadi 78, Indeks kesehatan Kabupaten Luwu mengalami perubahan dari 79,67 pada tahun 2008, menjadi sekitar 80,42 pada tahun 2009, kembali naik menjadi 81,17 pada tahun 2010 dan 81,73 pada tahun 2011, hingga akhirnya berada di angka 81,89 pada tahun Indeks paritas daya beli Kabupaten Luwu juga relatif mengalami peningkatan selama periode , yaitu dari 61,12 pada tahun 2008, menjadi 62,22 pada tahun 2009, 62,57 pada tahun 2010, dan 63,11 pada tahun Pada tahun 2012 angkanya kembali naik menjadi 63, IMPLIKASI KEBIJAKAN Untuk meningkatkan pembangunan manusia di masa yang akan datang, adapun implikasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh para pengambil kebijakan adalah sebagai berikut: 1. Bidang Kesehatan Usaha peningkatan kemampuan dasar sumber daya manusia dalam bidang kesehatan diantaranya melalui pemerataan pelayanan kesehatan, 102 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

117 BAB IX PENUTUP peningkatan status gizi terutama balita, dan peningkatan peran serta masyarakat. a. Pemerataan pelayanan kesehatan, diantaranya melalui: - Penambahan sarana pelayanan kesehatan, - Penambahan tenaga medis dan paramedik, dan - Penyediaan obat-obatan yang harganya terjangkau oleh masyarakat. b. Peningkatan status gizi, diantaranya melalui: - Pemberian kapsul zat gizi terutama bagi ibu hamil dan balita, dan - Pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan balita lebih diintensifkan/diperluas. c. Peningkatan peran serta masyarakat, diantaranya melalui: - Melakukan intervensi kepemimpinan yang berwawasan kesehatan untuk semua, - Melakukan intervensi kesehatan pada setiap kelompok masyarakat sehingga muncul usaha kesehatan bersama masyarakat, dan - Memanfaatkan sumber dana yang ada pada masyarakat untuk membiayai kegiatan bidang kesehatan. d. Dalam rangka mencapai sasaran Indonesia Sehat, diperlukan program kesehatan yang terpadu. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah perlu melakukan berbagai program baik yang sifatnya promotif, preventif, maupun kuratif antara lain melalui pendidikan kesehatan, imunisasi, pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi, dan pelayanan kesehatan. 2. Bidang Pendidikan Usaha di bidang kesehatan antara lain meliputi: a. Peningkatan angka melek huruf (AMH) dengan upaya pemberantasan buta aksara melalui kejar paket A yang ditindaklanjuti dengan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

118 PENUTUP BAB IX pembentukan kelompok pembaca dan penyediaan perpustakaan keliling. Dengan demikian, AMH di Kabupaten Luwu yang sudah cukup tinggi bisa ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. b. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk menyekolahkan anaknya. Untuk anak usia sekolah yang sudah bekerja membantu perekonomian rumah tangga, hendaknya waktu bekerja diatur sedemikian rupa tanpa menggangu waktu belajar. c. Persoalan pendidikan yang lain adalah penduduk putus sekolah, yang diduga sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu, apalagi setelah bangsa kita dilanda krisis ekonomi. Oleh karena itu pemerintah perlu berupaya mengatasinya melalui berbagai program, baik program penyelamatan yang bersifat subsidi langsung maupun program pemulihan yang lebih ditujukan kepada penataan sistem pendidikan serta pemberdayaan keluarga dalam kaitannya dengan pendidikan anak. d. Selain pengembangan sistem pendidikan formal, maka kebijakan perlu pula ditujukan untuk meningkatkan kegiatan-kegiatan pendidikan non formal. Kebijakan ini ditujukan untuk kelompok penduduk yang karena pertimbangan usia maupun alasan lainnya, tidak dapat ikut dalam sistem pendidikan formal. Dengan kebijakan pendidikan non-formal ini maka diharapkan terjadi peningkatan kemampuan dasar di kalangan penduduk, terutama mereka yang berlatar belakang pendidikan formal rendah atau tidak ada sama sekali. Kemampuan tersebut mencakup membaca/menulis, pengetahun umum, serta keterampilan yang dipandang perlu. 104 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

119 LAMPIRAN

120 Pada bagian lampiran ini terlampir 8 (delapan) tabel utama yang berhubungan dengan IPM Kabupaten Luwu.

121 LAMPIRAN Tabel 1. Beberapa Indikator Kependudukan di Kabupaten Luwu, Penduduk (Jiwa) Rincian Tahun* (1) (2) (3) (4) a. Laki-Laki b. Perempuan Sex Ratio Laju Pertumbuhan Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa per Km 2 ) Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur 0,9038 1,0064 0,83 110,82 111,93 112,86 a Tahun 35,29 35,29 31,88 b Tahun 59,57 59,57 61,09 c. 65 Tahun ke Atas 5,14 5,14 7,03 6. Angka Beban Tanggungan 67,86 67,86 63,69 7. Jumlah Rumah Tangga Rata 2 Anggota Rum. Tangga 4,60 4,54 4,55 Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Hasil Olah Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksinya INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

122 LAMPIRAN Tabel 2. Beberapa Indikator Dasar Kependudukan dan Geografis di Kabupaten Luwu, Tahun Rincian (1) (2) (3) (4) 1. Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan a. Desa/Kelurahan Pantai b. Desa/Kelurahan Bukan Pantai Luas Wilayah (Km 2 ) 3.000, , ,25 4. Letak Astronomis 2 o o LS dan 120 o o BT dari Kutub Utara dengan patokan posisi Prov. Sulawesi Selatan 5. Letak Topografis (Persen) a m 34,80 34,80 34,80 b m 25,83 25,83 25,83 c m 34,16 34,16 34,16 d m ke Atas 11,71 11,71 11,71 6. Rata 2 Jumlah Penduduk per Kecamatan* Rata 2 Jumlah Penduduk per Desa/Kelurahan* Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Hasil Olah Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksinya 108 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

123 LAMPIRAN Tabel 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Komponen IPM Kabupaten Luwu, Jenis Indikator * (1) (2) (3) (4) (5) (6) Angka Harapan Hidup (e0) (Tahun) 72,80 73,25 73,70 74,04 74,14 Angka Melek Huruf (Persen) 91,47 91,48 91,48 91,63 91,70 Angka Buta Huruf (Persen) 8,53 8,52 8,52 8,37 8,30 Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Pengeluaran Perkapita Riil Disesuaikan (Ribu Rupiah) 7,70 7,71 7,74 7,80 7,81 624,50 629,25 630,71 633,08 635,46 Indeks Kesehatan 79,67 80,42 81,17 81,73 81,89 Indeks Pendidikan 78,09 78,12 78,19 78,42 74,48 Indeks Paritas Daya Beli 61,12 62,22 62,57 63,11 63,66 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 72,96 73,59 73,98 74,42 74,68 Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

124 LAMPIRAN Tabel 4. Beberapa Indikator Kesehatan di Kabupaten Luwu, Jenis Indikator (1) (2) (3) (4) (5) (6) Rumah Sakit Umum Puskesmas Rasio Penduduk- Puskesmas* Puskesmas Pembantu Dokter Rasio Penduduk- Dokter* Perawat Bidan Posyandu Jumlah Kader Posyandu Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Kabupaten Luwu Dalam Angka 2013) Catatan : * Data Penduduk yang Digunakan Berdasarkan Hasil Olah Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksinya 110 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

125 LAMPIRAN Tabel 5. Beberapa Indikator Pendidikan di Kabupaten Luwu, Rincian (1) (2) (3) (4) 1. Jumlah Sekolah - SD SLTP SLTA Jumlah Murid - SD SLTP SLTA Jumlah Guru - SD SLTP SLTA Rasio Murid-Guru - SD SLTP SLTA Rasio Murid Sekolah - SD SLTP SLTA Pendidikan yang Ditamatkan - Tidak/Belum Pernah Sekolah 7,12 7,99 5,91 - Tidak Punya Ijazah 21,42 18,82 24,19 - SD/MI/Sederajat 30,00 28,21 28,85 - SLTP/MTs/Sederajat 18,80 19,81 18,97 - SLTA/MA/Sederajat 15,21 18,64 14,46 - SMK 3,05 1,72 2,92 - Diploma I/II 0,42 0,80 0,69 - Diploma III/Sarjana Muda 1,04 0,74 1,06 - Diploma IV/S1/S2/S3 2,93 3,27 2,95 7. Angka Partisipasi Sekolah* Tahun 97,54 97,17 97, Tahun 85,97 86,31 87, Tahun 49,72 57,58 65, Tahun 5,94 9,11 13,01 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Catatan : * Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

126 LAMPIRAN Tabel 6. Beberapa Indikator Ketenagakerjaan di Kabupaten Luwu, (Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas) No. Indikator (1) (2) (3) (4) (5) 1. Angkatan Kerja (Persen) 64,23 65,28 65,28 - Bekerja 59,86 60,44 60,44 - Pengangguran 4, Bukan Angkatan Kerja (Persen) 35,77 34,72 34,72 - Sekolah 6,40 6,09 6,09 - Mengurus Rumah Tangga 22,29 23,29 23,29 - Lainnya 7,08 5,34 5, Sumber Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Persen) Tingkat Pengangguran Terbuka (Persen) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu 64,23 65,28 59,67 6,81 7,41 10, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

127 LAMPIRAN Tabel 7. Beberapa Indikator Perumahan di Kabupaten Luwu, Rincian (1) (2) (3) (4) 1. Lantai - <= 50 m 2 24,28 35,48 25,19 - > 50 m 2 75,72 64,52 74,81 2. Sumber Air Minum - Air Bersih 73,79 69,65 75,22 - Bukan Air Bersih 26,21 30,35 24,78 3. Fasilitas Tempat Buang Air Besar (Kakus) - Ada 52,16 45,01 58,01 - Tidak Ada 47,84 54,99 41,99 4. Jarak ke Penampungan Terakhir m 41,22 19,05 22,75 - > 10 m 32,13 45,89 48,34 - Tidak Tahu 26,64 35,06 28,91 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu (Hasil Olah Survei Sosial Ekonomi Nasional) INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU

128 LAMPIRAN Tabel 8. PDRB ADH Berlaku dan ADH Konstan 2000 Menurut Sektor Ekonomi di Kabupaten Luwu, (Juta Rupiah) Sektor Ekonomi Nilai (Juta Rupiah) * 2012** (1) (2) (3) (4) PDRB ADH Berlaku , , ,95 1. Pertanian , , ,94 2. Pertambangan dan Pengg , , ,16 3. Industri Pengolahan , , ,09 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 7.230, , ,31 5. Bangunan , , ,13 6. Perdag., Hotel, dan Restoran , , ,89 7. Transport. dan Komunikasi , , ,60 8. Keu., Pers., dan Jasa Perus , , ,80 9. Jasa-Jasa , , ,02 PDRB ADH Konstan , , ,35 1. Pertanian , , ,68 2. Pertambangan dan Pengg , , ,05 3. Industri Pengolahan , , ,24 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 3.821, , ,68 5. Bangunan , , ,05 6. Perdag., Hotel, dan Restoran , , ,24 7. Transport. dan Komunikasi , , ,68 8. Keu., Pers., dan Jasa Perus , , ,05 9. Jasa-Jasa , , ,24 Sumber Catatan : Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara 114 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN LUWU 2013

129

130 .

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Konsep Pembanguanan Manusia dan Pengukurannya UNDP mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Dalam konsep tersebut

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PAREPARE TAHUN 2014 ISSN : Nomor Publikasi : 73720.1412 Katalog Publikasi : 4102002.7372 Ukuran buku : 21 x 15 cm Jumlah Halaman : 85 halaman Naskah : Seksi Neraca

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2012 No. Publikasi : 7372.5.1103 Katalog BPS : 4102002.7372 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Penyunting Gambar Kulit Diterbitkan Oleh : 21 cm x 15 cm : 82 Halaman

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1413.7371 Indeks Pembangunan Manusia Kota Makassar 2014 Katalog BPS : 1413.7371 Naskah/Editor : Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik Gambaran Kulit : Seksi Neraca Wilayah & Analisis

Lebih terperinci

Katalog BPS: 4102002.1274 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI Jl. Gunung Leuser No. Telp (0621) 21733. Fax (0621) 21635 Email: bps1274@mailhost.bps.go.id BADAN PUSAT STATISTIK KOTA TEBING TINGGI STATISTICS

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Katalog : 4102002.7310 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BARRU Statistics of Barru Regency INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BARRU TAHUN 2015 No.Publikasi : 73100.1624

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN 2013 Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014 Statistik Dasar UU NO. 16 TAHUN 1997 (TENTANG STATISTIK) Statistik yang pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjuan Penelitian Terdahulu Suliswanto (2010), Melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDRB) Dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau 2013-2018 Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau i Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Pulang Pisau iii Daftar Isi v Daftar Tabel vii Daftar Bagan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia

Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia Kuliah Pengantar: Indeks Pembangunan Sub Bidang Pembangunan Perdesaan Di Program Studi Arsitektur, ITB Wiwik D Pratiwi, PhD Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu wilayah akan berkembang sesuai dengan cara alokasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sumber daya tersebut adalah sumber daya manusi (SDM) dan sumber daya modal,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 Nomor ISBN : Ukuran Buku : 6,5 x 8,5 inchi Jumlah Halaman : vii + 38 Halaman Naskah Penanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

A. Keadaan Geografis Dan Topografi BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI GORONTALO Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo di bentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/06/73/Th. I, 15Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Sulawesi Selatan Tahun 2015 Pembangunan manusia di Sulawesi Selatan pada tahun 2015 terus mengalami

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Pokok Pembangunan 2014 PEMBANGUNAN MANUSIA PEMBANGUNAN MANUSIA Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan terutama pada Negara berkembang hakikatnya adalah pembangunan terhadap manusianya. Taraf kualitas kehidupan manusia merupakan tujuan utama

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

HUMAN DEVELOPMENT INDEX

HUMAN DEVELOPMENT INDEX HUMAN DEVELOPMENT INDEX Oleh : 1. ITRA MUSTIKA (135030201111117) 2. YUSRIN RIZQI FARADITA (135030201111119) 3. DINAR DWI PURNAMASARI (135030201111135) 4. ERVINGKA RAHMA Y.S (135030207111101) Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Regresi Hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yang disebut dengan garis regresi. Garis regresi ada yang berbentuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK No. 25/04/52/th II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) PROVINSI NTB TAHUN 2016 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB pada tahun 2016 mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O14 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 02/10/Th. VII, 05 Oktober 2015 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 2010-2O14 (PENGHITUNGAN DENGAN MEMAKAI METODE BARU) Selama kurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara sederhana pembangunan dapat dimaknai sebagai usaha atau proses untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam pelaksanaannya, pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2000), pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA K o t a B a t a m Tahun 2015 No. Publikasi : 2171.15.07 No. Katalog BPS : 4102.002.2171 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : viii + 50 Naskah : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

pareparekota.bps.go.id

pareparekota.bps.go.id Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN IPM Kota Parepare Tahun 2015 3 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA PAREPARE 2015 I S S N : 2460-2442 No. Publikasi : 73720.1506 Katalog BPS : 4102002.7372 Ukuran Buku Jumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat.

BAB I PENDAHULUAN. sementara pada waktu yang sama mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk yang besar akan menguntungkan bila diikuti dengan kualitas yang memadai. Artinya aspek kualitas penduduk menjadi sangat penting agar jumlah yang besar

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 22/04/73/Th.II, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Sulawesi Selatan Tahun 2016 Pembangunan manusia di Sulawesi Selatan pada tahun 2016 terus

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

Gorontalo. Menara Keagungan Limboto

Gorontalo. Menara Keagungan Limboto Laporan Provinsi 509 Menara Keagungan Limboto Menara ini dibangun tahun 2001 dan berlokasi di Limboto, ibu kota Kabupaten. Menara Kea gungan yang menjadi kebanggaan ma syarakat ini memiliki daya tarik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci