PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA"

Transkripsi

1 PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tubuh tulisan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2010 Layli Triana C

3 ABSTRAK LAYLI TRIANA (C ). Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Dalam rangka meningkatkan peranan dan kontribusi suatu sektor terhadap PDRB mau pun PDRB per kapita terus dilakukan, diantaranya melalui optimalisasi penggunaan sumberdaya alam yang dimiliki. Penggunaan sumberdaya alam harus diprioritaskan pada sektor antara lain komoditas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kontribusi sektor perikanan dan kelautan khususnya subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, data dianalisis menggunakan analisis Location Quotient, Multiplier Effect dan penentuan sektor unggulan. Selama periode peranan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan hasil analisis Location Quotient dengan indikator pendapatan wilayah menunjukkan bahwa sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi merupakan sektor basis. Dengan demikian, sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi mampu menciptakan kesempatan kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar di dalam wilayah maupun permintaan pasar di luar wilayah atau ekspor. Selama periode tahun subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah, memberikan dampak positif dan cenderung meningkat terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi. Beberapa komoditas hasil tangkapan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi adalah layang, kembung, tuna, cakalang, kakap dan udang. Perlu dilakukan peningkatan sarana dan prasarana perikanan tangkap guna meningkatkan hasil tangkapan serta peningkatan kualitas nelayan melalui program penyuluhan, pelatihan, bimbingan dan bantuan materil. Kata kunci : sektor perikanan dan kelautan, Location Quotient, Multiplier Effect dan sektor basis.

4 Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

5 PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA (C ) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

6 SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat : Layli Triana : C : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Disetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.Ir.Mulyono S.Baskoro,M.Sc NIP Ir.Moch.Prihatna Sobari,M.S NIP Diketahui : Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP : Tanggal Lulus : 9 Agustus 2010

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala berkah, rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2008 ini adalah perananan subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah, dengan judul Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, sebagai pembimbing pertama dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M. S., sebagai pembimbing kedua, yang telah memberikan wawasan, petunjuk dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Dr. Ir. Moh. Imron, M.Si., selaku dosen penguji, Iwan Dirwana, S.Pi selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi yang telah membantu dalam pengumpulan data, orang tua dan saudara-saudara saya serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi ke arah perbaikan yang lebih baik. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2010 Layli Triana

8 UCAPAN TERIMA KASIH Yang paling dan sangat berpengaruh dalam selesainya skripsi ini tentulah ibu dan bapak yang telah memberikan semangat terbesar sehingga akhirnya saya dapat menuntaskan skripsi ini. Namun, selain beliau berdua, inilah orang-orang yang berpengaruh dan memiliki jasa besar dalam proses penyelesaian skripsi ini. 1. kepada kedua pembimbing saya yaitu pak Mul dan pak Sobari yang begitu tulus menyemangati dan me-ngemong saya. 2. kepada suami tercinta, mas Khalis. Makasih ya atas semua support dan pengorbanannya baik harta, tenaga bahkan korban perasaan karena perhatianku jadi sedikit berkurang karena sibuk menyelesaikan skripsi. Maaf ya mas 3. kepada adikku, Arif yang sudah berkorban waktu dan tenaga untuk nganter bolak balik kampus dengan motor, sehingga jarak depok-darmaga jadi terasa lebih dekat, cepat dan hemat. 4. kepada kakakku mas ari yang sudah rela printernya bermalam di rumahku. Tanpa printer ini, ga tau deh berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk ngeprint dirental.. 5. kepada sahabatku seperjuangan, Ika Fitri. Terima kasih yang tiada terhingga karena sudah banyak direpotkan. Padahal kita sedang sama-sama repot menyelesaikan skripsi. Tapi akhirnya kau lulus duluan, alhamdulillah kepada temanku Kiki, tanpa bantuanmu aku ga tau deh gimana slide seminarku waktu itu. Thanks ya kepada Karina, yang telah banyak memberi support dan doa nya. Akhirnya kita lulus bareng ya. 8. dan kepada semua orang yang telah banyak membantu saya dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala bantuan support dan berupa do anya, semoga Allah selalu melimpahkan keberkahan dan kebaikan kepada kalian. Amin...

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 1985 dari Bapak Slamet dan Ibu Umi Kalsum. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara. Penulis lulus dari MA Negeri 2 Bogor pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama penulis melanjtukan studinya pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi Badan Kerohanian Islam Mahasiswa ( ) sebagai anggota, Majelis Ta lim Al Marjan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ( ) sebagai Kepala Departemen Keputrian, dan Majalah BIRU ( ) sebagai reporter. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis menyusun skripsi dengan judul Peranan Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat yang dibimbing oleh Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Tujuan Kegunaan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Tangkap Pembangunan Regional Teori Basis Ekonomi Location Quotient Multiplier Effect... 3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI... 4 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Analisis location quotient Analisis multiplier effect Penentuan sektor unggulan dan prioritas... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Letak geografis dan topografi wilayah Kependudukan Sarana dan prasarana Sumber daya air Transportasi dan perhubungan Energi, ketenagalistrikan, pos dan telematika Perumahan dan permukiman Kesehatan Keadaan Perekonomian Kabupaten Sukabumi PDRB dan PDRB per kapita Pertumbuhan ekonomi... i ii iii

11 5.2.3 Peran dan dampak sektor perikanan dan kelautan dalam pembangunan wilayah Kontribusi sektor perikanan dan kelautan LQ sektor perikanan dan kelautan Multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi Sarana dan prasarana Unit penangkapan ikan Produksi dan nilai produksi Jenis komoditas yang tertangkap Peran dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Produk Domestik Regional Bruto Kontribusi subsektor perikanan tangkap LQ subsektor perikanan tangkap Multiplier effect subsektor perikanan tangkap Komoditas Unggulan Pelagis kecil Pelagis besar Demersal Udang-udangan, cumi-cumi dan rumput laut. 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi, Tahun Jumlah penduduk berdasarkan struktur umur dan jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi, Tahun Kondisi jalan Kabupaten Sukabumi Tahun Keadaan tenaga dinas kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah sarana kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut lapangan usaha, Tahun (dalam juta rupiah) PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan menurut sektor Tahun (dalam persen) Kontribusi persentase PDRB Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun LQ sektor perikanan dan kelautan berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Jumlah TPI/PPI di Kabupaten Sukabumi berdasarkan kecamatan pesisir, Tahun Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun Jumlah alat tangkap perikanan yang berkembang di Kabupaten Sukabumi, Tahun Jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi, Tahun Produksi dan nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun

13 17. Perkembangan jenis komoditas yang tertangkap di Kabupaten Sukabumi, Tahun PDRB sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut lapangan usaha Tahun Kontribusi persentase PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi Tahun LQ Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun LQ ikan pelagis kecil berdasarkan hasil tangkapan, Tahun Penentuan komoditas unggulan kelompok pelagis kecil Kabupaten Sukabumi LQ pelagis besar berdasarkan hasil tangkapan di Kabupaten Sukabumi, Tahun Penentuan komoditas unggulan kelompok pelagis besar Kabupaten Sukabumi 26. LQ ikan demersal di Kabupaten Sukabumi, Tahun Penentuan komoditas unggulan kelompok demersal Kabupaten Sukabumi 28. LQ Udang di Kabupaten Sukabumi, Tahun LQ cumi-cumi berdasarkan hasil tangkapan Tahun LQ rumput laut Kabupaten Sukabumi Tahun Penentuan ikan unggulan kelompok udang, cumi-cumi dan rumput laut

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hubungan faktor-faktor dalam usaha perikanan Trend PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun Diagram pie kontribusi per sektor usaha dalam PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun Trend Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun Diagram pie kontribusi per sektor terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun Trend kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, tahun Trend analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Trend PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun Diagram pie kontribusi per subsektor terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Trend analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Trend LQ pelagis kecil di Kabupaten Sukabumi, Tahun

15 16. Trend LQ pelagis besar di Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ ikan demersal di Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ udang di Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ cumi-cumi di Kabupaten Sukabumi, Tahun Trend LQ rumput laut di Kabupaten Sukabumi, Tahun

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian. 2. PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha, Tahun (dalam juta rupiah) Perhitungan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun (dalam jutaan rupiah) 4. Perhitungan LQ sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Perhitungan analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Perhitungan analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah Tahun Komoditas hasil tangkapan unggulan Kabupaten Sukabumi

17 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup besar dan beragam dengan luas laut 5,8 juta km 2 (PKSPL dan LIPI 1998). Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut mengemukakan bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan Laut Indonesia adalah sebesar ton per tahun dengan porsi terbesar dari jenis ikan pelagis kecil, yaitu sebesar ton per tahun atau sebesar 52,54%, jenis ikan demersal ton per tahun atau 28,96% dan perikanan pelagis besar sebesar ton atau sebesar 15,81%. Potensi tersebut merupakan aset yang sangat besar untuk dimanfaatkan dan dikembangkan dalam menunjang pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap mempunyai peran yang besar dalam mendukung pembangunan nasional. Menilik data produksi perikanan tangkap pada periode , pembangunan perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap mengalami peningkatan. Berdasarkan data tersebut, perkembangan produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan rata-rata 5,15%, yaitu dari ton pada tahun 2001 menjadi ton pada tahun 2003 (Pikiran Rakyat Cyber Media 2003). Peranan sektor perikanan dalam pembangunan terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan agro industri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui ekspor hasil perikanan, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan atau pembudidaya ikan serta menunjang pembangunan daerah (Sutiardi 2001 diacu dalam Inayah N 2003). Menurut Hijriah S (2007) dalam usaha meningkatkan pembangunan di sektor perikanan dan kelautan, muncul dua konsep pembangunan, yaitu pembangunan nasional dan pembangunan wilayah. Keberhasilan pembangunan di setiap wilayah mencerminkan keberhasilan pembangunan nasional. Salah satu indikator tingkat kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah adalah ukuran Pendapatan Domestik Regional Bruto

18 (PDRB) per kapita yang menggambarkan besarnya pendapatan rata-rata yang mungkin dicapai masyarakat. Oleh karena itu, upaya meningkatkan peranan dan kontribusi suatu sektor terhadap PDRB mau pun PDRB per kapita terus dilakukan, diantaranya melalui optimalisasi penggunaan sumberdaya alam yang dimiliki. Penggunaan sumberdaya alam harus diprioritaskan pada sektor antara lain komoditas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pembangunan suatu daerah tidak lepas dari peranan berbagai sektor perekonomian yang penting. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan sektor yang menjadi andalan bagi pendapatan daerah. Sebagai bagian dari pembangunan nasional, sektor perikanan dan kelautan dapat dikembangkan dan diarahkan pada peningkatan produksinya, sehingga dapat diharapkan dalam memecahkan berbagai permasalahan nasional, yaitu upaya peningkatan pendapatan taraf hidup nelayan atau pembudidaya ikan dan memajukan kehidupan desa pantai. Arah pembangunan sektor perikanan dan kelautan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Apabila pendapatan dan taraf hidup nelayan telah meningkat, maka secara relatif kehidupan nelayan atau pembudidaya ikan akan lebih maju mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar. Menurut data dari BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Jawa Barat, bahwa salah satu komoditas utama yang dimiliki oleh Kabupaten Sukabumi adalah perikanan tangkap. Dari data produksi sampai dengan tahun 2004, produksi potensi perikanan tangkap mencapai 6,384 juta ton (bkpm.go.id). Berdasarkan data Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut, PPN Palabuhan Ratu terletak di dekat daerah penangkapan Perairan Samudera Hindia dan memiliki akses pemasaran domestik mau pun ekspor. Perairan Samudera Hindia mempunyai potensi perikanan ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 43,85 persen (Kompas Cyber Media 2003). Berdasarkan data tersebut, maka posisi Kabupaten Sukabumi dengan Palabuhan Ratu sebagai salah satu bagiannya, merupakan posisi yang strategis dan perlu dikembangkan agar dapat mendukung pembangunan daerah, terutama dalam hal ini adalah mengembangkan 2

19 perikanan tangkap. Sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, modal dan kelembagaan sektor perikanan merupakan pendorong pembangunan perikanan. Faktor-faktor tersebut harus dikembangkan untuk meningkatkan peranan sektor perikanan dan kelautan terhadap pembangunan daerah. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kontribusi sektor perikanan dan kelautan khususnya subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. 1.2 Perumusan Masalah Perikanan tangkap sebagai salah satu subsektor perikanan dan kelautan merupakan subsektor yang dapat diandalkan di tengah kondisi krisis perekonomian bangsa. Kekayaan laut Indonesia yang melimpah dapat dijadikan aset untuk mengembangkan perekonomian nasional dan khususnya untuk pembangunan daerah. Penelitian ini mencoba mengidentifikasi dan menganalisis peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi. Apakah dengan besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang tersedia telah menjadi basis ekonomi dari segi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi diharapkan mampu memberikan kontribusi atau peranan yang lebih besar terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan rumusan di atas, secara sistematis penelitian ini akan membahas beberapa permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah subsektor perikanan tangkap telah berperan sebagai basis ekonomi dalam pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi? 2) Bagaimanakah dampak subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah berdasarkan indikator pendapatan wilayah? 3) Komoditas apa saja yang menjadi unggulan pada sub sektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah di Kabuapten Sukabumi? 3

20 1.3 Tujuan dan Kegunaan Tujuan Berdasarkan permasalahan yang dikemukanan di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain: 1) Menganalisis peranan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi dilihat dari indikator pendapatan wilayah. 2) Mengetahui dampak subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan di Kabupaten Sukabumi dilihat dari indikator pendapatan wilayah. 3) Menentukan komoditas unggulan sub sektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Sukabumi Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis mau pun masyarakat, antara lain: 1) Menjadi salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar sarjana Perikanan dan Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Menjadi sarana bagi penulis untuk mensinergiskan dan mengaplikasikan ilmuilmu yang diperoleh di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 3) Menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan pembangunan Perikanan dan Kelautan khususnya terkait dengan perencanaan pembangunan wilayah. 4) Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan berminat pada masalah ekonomi pembangunan. 4

21 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut mau pun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan. Pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok orang yang melakukan budidaya tersebut (Monintja DR 1989). Menurut Nelwan A (2006), perikanan tangkap merupakan sebuah satuan yang bertujuan mengeksploitasi sumberdaya hayati perairan bagi kesejahteraan manusia melalui usaha penangkapan atau melakukan pengumpulan. Satuan yang dimaksudkan adalah tersedianya sumberdaya hayati yang akan dieksploitasi dan sarana untuk melakukan tujuan tersebut. Satuan sarana yang dimaksudkan disebut dengan unit penangkapan, yang adalah satuan teknis untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Umumnya terdiri atas nelayan, perahu atau kapal, dan alat penangkapan ikan. Kegiatan perikanan tangkap akan menghasilkan sejumlah hasil tangkapan yang dipengaruhi oleh stok sumberdaya ikan serta jumlah dari unit penangkapan tersebut atau juga disebut upaya penangkapan dalam kurun waktu tertentu. Komponen utama dari perikanan tangkap menurut Monintja DR (1989) adalah unit penangkapan, yang terdiri atas : (1) perahu (kapal), (2) alat tangkap, dan (3) tenaga kerja/nelayan. Jenis dan skala unit penangkapan yang diperlukan oleh suatu usaha penangkapan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang merupakan faktor penentu atau pembatas pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan tertentu. Kaitan-kaitan tersebut dapat digambarkan secara sederhana seperti terlihat pada Gambar 1.

22 Masyarakat Prasarana dan Industri hulu Unit Penangkapan Prasarana dan Industri hilir Sumber Perikanan Gambar 1. Hubungan faktor-faktor dalam usaha perikanan Garis panah yang tidak terputus menunjukkan suatu proses operasi atau pelayanan (1) Masyarakat membangun prasarana dan industri, (2) Prasarana dan Industri akan melayani kebutuhan unit penangkapan, (3) Unit penangkapan dioperasikan untuk mengeksploitasi sumberdaya, (4) Hasil tangkapan akan diproses oleh industri hilir, (5) Produk yang dihasilkan oleh industri hilir akan dikonsumsi oleh masyarakat dan (6) Unit penangkapan akan mendapat imbalan rupiah dari masyarakat. Garis panah yang terputus-putus menggambarkan kaitan pengaruh antara lain (1) jenis dan besarnya potensi sumberdaya akan menentukan jenis dan besarnya unit penangkapan ikan, (2) Kapasitas dan jenis industri hilir akan ditentukan oleh preferensi masyarakat terhadap jenis produk dan juga oleh jenis dan besarnya hasil tangkapan, (3) jenis dan besarnya unit penangkapan tergantung pula pada kapasitas prasarana dan industri hilir dan juga pada kemampuan modal dan keterampilan yang ada pada masyarakat (Monintja DR 1989). 6

23 2.2 Pembangunan Regional Pembangunan dapat berarti pertumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan yang dimaksudkan disini adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya usaha yang disengaja tersbeut tidak akan tercapai. Kebijaksanaan pembangunan regional harus disesuaikan dengan struktur dasar masing-masing daerah. Salah satu tujuan dari kebijaksanaan pembangunan adalah mengurangi perbedaan dalam tingkat perkembangan atau pembangunan dan kemakmuran antar daerah yang satu dengan yang lain (Kadariah 1985 diacu dalam Farida NA 2006). Perencanaan regional (regional planning) dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Manfaat perencanaan regional adalah untuk pemerataan pembangunan atau perluasan dari pusat ke daerah (spread effects). Bila perencanaan regional dan pembangunan regional berkembang dengan baik, maka diharapkan bahwa kemandirian daerah dapat tumbuh dan berkembang sendiri (mandiri) atas dasar kekuatan sendiri (Soekartawi 1990). Salah satu aspek yang mengalami perubahan dalam proses pembangunan adalah aspek fisik wilayah. Pembangunan wilayah merupakan pembangunan ekonomi dengan mempertimbangkan variabel tempat dan waktu. Karakteristik fisik dan sosial di wilayah Indonesia beragam memberikan berbagai potansi wilayah berbeda. Perbedaan potensi wilayah di Indonesia menyebabkan kesenjangan yaitu kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antar desa dan kota, kesenjangan antara golongan pendapatan (Nindyantoro 2004 diacu dalam Mailasari K 2007). Pembangunan nasional terkait erat dengan pembangunan wilayah. Menurut Noragawati (2002) dalam Mailasari K (2007), proses pembangunan yang dilaksanakan suatu bangsa mengandung unsur perubahan besar di segala aspek kehidupan, yaitu perubahan struktur ekonomi, perubahan struktur sosial, perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi serta perubahan sistem nilai dan kebudayaan. 7

24 2.3 Teori Basis Ekonomi Dalam konteks ilmu ekonomi regional, terdapat berbagai teori yang mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu wilayah. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang pertumbuhan suatu wilayah adalah Teori Basis Ekonomi (Economic Basic Theory) (Glasson J 1977). Inti dari model ekonomi basis adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barangbarang dan jasa, termasuk tenaga kerja (Budiharsono 2001). Dalam bahasa akademi, perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama adalah bersifat lokal (Glasson J 1977). Implisit di dalam pembagian kegiatan ini terdapat hubungan sebab dan akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya basis di dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan, dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian, sesuai namanya, kegiatan basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role) dimana setiap perubahan mempunyai multiplier effek terhadap perekonomian regional (Glasson J 1977). Arus pendapatan yang masuk ke dalam susatu wilayah akan menyebabkan kenaikan konsumsi mau pun kenaikan investasi dalam wilayah, yang pada glirannya 8

25 dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang baru akan menampung pengangguran yang terdapat di daerah tersebut atau dapat menjadi daya tarik bagi orang-orang dari luar wilayah yang mencari pekerjaan (Kadariah 1985 diacu dalam Farida NA 2006). Teori basis ekonomi ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu sederhana, mudah diterapkan, dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah, dan dapat memberikan peramalan jangka pendek pertumbuhan suatu wilayah (Glasson J 1977). Kelemahan dari teori basis ekonomi menurut Arsyad (1999) adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional mau pun global, namun model ini sangat berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi. Teori basis ekonomi tetap relevan digunakan dalam analisis dan perencanaan regional, meskipun terdapat beberapa kekurangan (Glasson J 1977). Pada kondisi tertentu, misalnya dalam mempelajari wilayah yang kecil dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada kegiatan ekspor, kekurangan yang ada dapat diminimumkan dan teori ini sangat bermanfaat untuk membuat peramalan jangka pendek (short-run forecasting). 2.4 Location Quotient Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kegiatan basis dan non basis adalah metode Kuosien Lokasi atau Location Quotient (LQ). Analisis tersebut merupakan analisis untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Pada dasarnya analisis LQ menganalisis perbandingan relatif antara kemampuan sektor di suatu daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Warpani S 1984). Apabila nilai LQ suatu sektor lebih dari satu, maka sektor tersebut merupakan sektor basis dan jika LQ kurang dari satu, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode yang merupakan modifikasi dari LQ adalah metode Kuosien Lokalisasi 9

26 (LQi). Metode ini dapat mencerminkan tingkat aglomerasi, sedangkan untuk menelaah keuntungan komparatif suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas maka digunakan Kuosien Spesialisasi (KSi) (Farida NA 2006). Menurut Tarigan (2004), metode LQ adalah membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah suatu sektor tertentu di wilayah yang dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional. Asumsi yang digunakan adalah bahwa penduduk di setiap daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan pada tingkat nasional. Selain itu, permintaan wilayah akan suatu barang pertama-tama akan dipenuhi oleh hasil produksi wilayah itu sendiri, jika jumlah yang diminta melebihi jumlah produksi wilayah, maka kekurangannya diimpor. Sebaliknya, produksi yang dihasilkan terlebih dulu ditujukan untuk konsumsi lokal dan diekspor ke luar wilayah apabila terjadi surplus produksi. Apabila LQ kurang dari satu, maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan jika nilai LQ lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor. Metode LQ banyak dikritik karena didasarkan atas asumsi bahwa produktivitas rata-rata atau konsumsi rata-rata antar wilayah adalah sama. Bisa saja dari suatu wilayah yang lapangan kerjanya untuk sektor satu rendah, tetapi total produksinya lebih tinggi. Perbedaan pengklasifikasian dari sektor kegiatan ekonomi yang mungkin berbeda dari suatu wilayah ke wilayah lain. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan terjadinya perhitungan ganda (doublecounting) jika di suatu daerah terdapat banyak pekerja yang berasal dari daerah lain sebagai pelaju (Tarigan 2004 diacu dalam Farida NA 2006). Menurut Tarigan (2004) secara umum rumus LQ adalah: vi / VI LQ = vt / VT Dimana: vi = pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di suatu wilayah; VI = total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah tersebut; 10

27 vt = pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain dari industri atau sektor tertentu di wilayah yang lebih luas; VT = total pendapatan, nilai tambah, kesempatan kerja atau indikator lain di wilayah perbandingan yang lebih luas. 2.5 Multiplier Effect Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson J (1977), peningkatan pada kegiatan basis akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Selain itu arus pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirianya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985 diacu dalam Farida NA 2006). Multiplier dengan menggunakan indikator pendapatan wilayah dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah tertentu uang ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula). Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakannya sebagian, dan demikian seterusnya (Glasson 1977). Menurut Glasson J (1977) secara keseluruhan pendapatan wilayah (Y) merupakan penjumlahan pendapatan sektor basis (Yb) dan sektor non basis (Yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Jika proporsi pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali dalam wilayah sebesar r, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali adalah sebesar (r) Yb. Selanjutnya pembelanjaan kembali di 11

28 dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r 2 )Yb, kemudian menjadi (r 3 )Yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat ditulis dalam bentuk rumus: Y = Yb + ryb + r 2 Yb + r 3 Yb r n Yb = (1 + r + r 2 + r r n ) Yb...(2) Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi : Y = Yb 1 1 r...(3) Faktor 1/(1-r) di atas merupakan economic multiplier yang menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai r sulit ditemukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan lebih lanjut untuk mencari nilai r sebagai berikut : Y 1 Yb = atau 1 r = sehingga Yb 1 r Y Yb r = 1 atau Y Karena Y Yb = Yn, maka : Y Yb r = Y Yn r =...(4) Y Dengan demikian economic multiplier dalam jangka pendek adalah : 1 MSY = 1 r = 1 Y Yn Y 1 = Yn 1 Y = 1 Y =...(5) Yb Yb Y Dimana : MSY = koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan; Y = jumlah total pendapatan wilayah; Yb = jumlah pendapatan sektor basis. Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis adalah : ( MSY ) Δ Y = ΔYb...(6) Dimana : MSY = koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan; 12

29 Y = perubahan pendapatan wilayah; Yb = perubahan pendapatan sektor basis. Koefisien pengganda jangka pendek tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi dampak kegiatan atau sektor basis terhadap perekonomian wilayah secara keseluruhan. 13

30 3 KERANGKA PENDEKATAN STUDI Perbedaan karakteristik fisik dan non fisik yang dimiliki oleh masing-masing daerah merupakan potensi yang menjadi asset untuk pengembangan pembangunan wilayah. Perencanaan regional dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata, sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Karakteristik fisik yang ada diantaranya adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi dan kelembagaan perlu digerakkan untuk peningkatan produksi dan produktivitas, sehingga memberikan kontribusi terhadap pendapatan wilayah (PDRB) dalam rangka pembangunan wilayah. Pengembangan potensi sumberdaya alam diprioritaskan pada sektor atau komoditas yang dianggap memiliki peluang bersaing dalam era pasar global. Salah satu sektor yang signifikan dengan pengembangan potensi sumberdaya adalah sektor perikanan dan kelautan. Pentingnya pengembangan sektor perikanan dan kelautan juga dapat dilihat dari pengaruhnya yang cukup besar terhadap kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Sukabumi. Sektor perikanan dan kelautan masih merupakan lapangan usaha yang banyak diminati dan menjadi sumber penghasilan untuk kehidupan keluarga. Salah satu cara untuk mengetahui kontribusi sektoral adalah dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ). LQ ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu sektor ekonomi di suatu daerah termasuk sektor basis atau non basis dalam periode tertentu. Metode LQ adalah membandingkan porsi pendapatan untuk sektor tertentu di daerah yang lebih sempit, dibandingkan dengan porsi pendapatan untuk sektor yang sama pada wilayah yang lebih luas. Dengan menggunakan metode LQ dan Multiplier effect sebagai alat analisis, berbagai indikator dapat digunakan untuk melihat peranan suatu sektor terhadap perekonomian suatu wilayah. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan adalah pendapatan wilayah (PDRB). Penentuan indikator tersebut berdasarkan pada pentingnya peranan pendapatan wilayah terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi. Peningkatan pendapatan wilayah penting dilakukan dalam upaya meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Metode Multiplier effect

31 menggambarkan seberapa besar pengaruh perubahan kedua indikator tersebut terhadap pembangunan wilayah. Identifikasi sektor basis dan non basis akan menggambarkan struktur ekonomi wilayah Kabupaten Sukabumi baik secara sektoral maupun regional yang bermanfaat bagi perencanaan pembangunan selanjutnya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan strategi pengembangan sektor perikanan dan kelautan terutama subsektor perikanan tangkap. 15

32 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap pertama adalah pengumpulan data yang dilaksanakan pada Bulan Februari Maret 2008 di Kota Bandung dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Tahap kedua adalah pengolahan data yang dilakukan mulai Maret April Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasusnya adalah subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Studi kasus adalah metode penelitian yang menggambarkan fase spesifik atau khas dalam keseluruhan personalitas (Maxfield M diacu dalam Farida NA 2006). Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu. 4.3 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan jenisnya data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data berupa angka-angka dari hasil observasi. Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angkaangka (Soeratno dan Arsyad 1993). Data kuantatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data pendapatan wilayah (PDRB) Kabupaten Sukabumi Tahun , data pendapatan wilayah (PDRB) Provinsi Jawa Barat Tahun , data produksi perikanan tangkap Provinsi Jawa Barat Tahun , dan data produksi perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi Tahun Berdasarkan sumbernya data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder merupakan data time series selama tujuh tahun, yaitu dari tahun serta data pendukung lainnya yang diperoleh dari Dinas

33 Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 4.4 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses-proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data-data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan subsektor perikanan tangkap di kabupaten Sukabumi. Penelitian ini menggunakan dua metode analisis, yaitu analisis Location Quotient (LQ), dan analisis Multiplier Effect Analisis Location Quotient (LQ) Analisis ini digunakan untuk mengetahui posisi subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan daerah, apakah termasuk sektor basis atau bukan (Glasson J 1977). Selain untuk mengetahui posisi subsektor perikanan tangkap dari sisi pendapatan wilayah, analisis ini juga digunakan untuk mengetahui komoditas unggulan dari hasil tangkapan. Untuk mengetahui posisi subsektor perikanan tangkap dilihat dari pendapatan wilayah maka model matematikanya adalah sebagai berikut : LQ = Vi / Vt Pi / Pt Dimana: LQ : Location Quotient Vi : Total pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Vt : Total pendapatan subsektor perikanan di Kabupaten Sukabumi Pi : Total pendapatan subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat Pt : Total pendapatan subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat 17

34 Kriteria penentuan sektor basis: Jika LQ < 1, maka sektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis Jika LQ > 1, maka sektor perikanan tangkap merupakan sektor basis Untuk mengetahui komoditas unggulan dilihat dari produksi tangkapan. Model matematikanya adalah sebagai berikut : LQ = Xij Xi. X. j X.. Keterangan : Xij : produksi ikan jenis ke-j di Kabupaten Sukabumi Xi. : produksi total perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Xj. : produksi ikan jenis ke-j di Provinsi Jawa Barat X.. : produksi total perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat Kriteria penentuan sektor basis : Jika nilai LQ > 1, menunjukkan komoditas tersebut merupakan sektor basis Jika nilai LQ < 1, menunjukkan komoditas tersebut merupakan sektor non basis Analisis multiplier effect Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan (Glasson J 1977). Multiplier effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan nilai perubahan yang terjadi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, dan dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: MSy = ΔY ΔYb Keterangan: MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi Yb : Perubahan pendapatan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi 18

35 Perhitungan Multiplier Effect berdasarkan indikator tenaga kerja digunakan rumus: MSe = ΔE ΔEb Keterangan: Mse : Koefisisen pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja E : Perubahan tenaga kerja wilayah Kabupaten Sukabumi Eb : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi Penentuan sektor unggulan dan prioritas Untuk menentukan jenis ikan unggulan yang menjadi prioritas dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, maka dibuat matrik dari pendekatan Location Quetion (LQ). Dalam penelitian ini dibuat dua pendekatan, yaitu melalui pendekatan nilai LQ dari masing-masing jenis ikan dan pendekatan dari pertumbuhan nilai LQ jenis ikan tersebut. Pendekatan melalui nilai LQ dilihat dari nilai perhitungan LQ suatu jenis ikan yang dibagi menjadi 3 kriteria yaitu terpusat jika nilai LQ > 1, mendekati terpusat jika nilai LQ = 0,80 sampai 0,99, dan tidak terpusat jika nilai LQ < 1. Masing-masing kriteria secara berurutan diberikan bobot dengan nilai 3, 2, dan 1. Pendekatan yang kedua adalah dilihat dari pertumbuhan nilai LQ dari suatu jenis ikan. Dalam pendekatan ini dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu nilai LQ yang mengalami pertumbuhan meningkat diberikan bobot 3, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan mendatar atau tetap diberikan bobot 2, dan nilai LQ yang mengalami pertumbuhan menurun diberikan bobot 1. Setelah diberikan bobot melalui kedua pendekatan tadi, kemudian keduanya dijumlahkan dan nilai penjumlahan tertinggi merupakan komoditas ikan unggulan dan yang dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Cara menentuan komoditas unggulan dapat dirumuskan sebagai berikut: 19

36 max min Jumlah kelas = = 2 = 2 Kriteria penentuan komoditas unggulan: Jika total bobot 1 3, maka komoditas termasuk bukan unggulan Jika total bobot 4 6, maka komoditas termasuk unggulan 20

37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Letak geografis dan topografi wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Sukabumi ini terletak antara 6 o 57 Lintang Selatan dan 106 o o 00 Bujur Timur dengan luas daerah km 2 atau 9,18 persen dari luas Jawa Barat (dengan Banten) atau 3,01 persen dari luas Pulau Jawa. Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas di Pulau Jawa dan Bali. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Ciemas yaitu 267 km 2 atau 6,46 % dari luas kabupaten, kemudian Kecamatan Jampang Tengah 6,13 % dari luas kabupaten, sedangkan Kecamatan paling kecil adalah Kecamatan Kebonpedes seluas 10 km 2 atau 0,25 %. Kabupaten Sukabumi berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Kantor Statistik Kabupaten Sukabumi secara administrasi terdiri atas 47 kecamatan dengan 347 desa. Sembilan kecamatan diantara 47 kecamatan merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Simpenan, Cikakak, Palabuhanratu, Cisolok, Ciemas, Ciracap, Surade, Cibitung, dan Tegalbuled. Ibukota Kabupaten Sukabumi saat ini adalah Palabuhanratu yang terletak di Kecamatan Palabuhanratu, sebuah kecamatan di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi yang menawarkan pesona wisata alam dan pantai yang memikat. Batas wilayah administratif dari Kabupaten Sukabumi adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor - Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur Batas wilayah tersebut 40% berbatasan dengan lautan dan 60% merupakan daratan. Kondisi topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah Selatan dan bergunung di daerah bagian Utara dan Tengah. Dengan adanya daerah pantai dan gunung-gunung antara lain Gunung Salak dan Gunung Gede yang masing-masing mempunyai puncak ketinggian

38 2.211 m dan m dpl menyebabkan keadaan lereng sangat miring (lebih besar dari 35 o ) meliputi 29 persen dari luas Kabupaten Sukabumi, kemiringan antara [13 o 35 o ] meliputi 37 persen dan kemiringan antara [2 o 13 o ] meliputi 21 persen dari luas kabupaten. Sisanya daerah datar meliputi 13 persen dari luas kabupaten. Keadaan topografi yang demikian menyebabkan wilayah Kabupaten Sukabumi menjadi rawan terhadap longsor, erosi tanah dan lain-lain. Penanganan untuk mencegah terjadinya erosi yang luas pada lahan kering perlu dilakukan. Salah satu indikator daerah tertinggal adalah rawan bencana, karena itulah Kabupaten Sukabumi menjadi salah satu daerah tertinggal di Provinsi Jawa Barat. Sebagian wilayah Kabupaten Sukabumi (42%) terletak pada ketinggian meter dpl. Ditinjau dari ketinggian letaknya sisa wilayah lainnya adalah sebagai berikut : 0 25 meter (3%), meter (13%), meter (33%) dan lebih dari 1000 meter (9%). Struktur ketinggian di atas permukaan laut akan berpengaruh terhadap alokasi penggunaan lahan yang optimal untuk berbagai komoditas pertanian. Teh yang bermutu dapat ditanam di daerah-daerah yang letaknya lebih tinggi dari 500 m dpl, tetapi pohon cengkeh, karet dan kelapa tidak dapat tumbuh/menghasilkan dengan baik di atas ketinggian tersebut. Jenis tanah di bagian utara pada ummunya terdiri atas tanah Latosol, Andosol, Regosol dan Alluvial. Tanah Latosol bersifat netral sampai asam berwarna coklat, coklat kemerahan sampai merah. Produktivitasnya sedang sampai tinggi dan digunakan untuk lahan pertanian padi, tembakau, dan perkebunan. Jenis tanah Podsolik mengandung kapur dan tras yang bersifat netral sampai basa. Produktivitasnya rendah sampai sedang, biasanya digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan dan berpotensi sebagai lahan galian golongan C (pasir, kerikil, sirtu, bau kali dan tanah liat). Kedua jenis tanah ini tersebar terutama di wilayah bagian selatan dan merupakan jenis tanah yang mendominasi di Kabupaten Sukabumi. Jenis tanah Andosol dan Regosol bersifat asam dengan warna putih, coklat kekuning-kuningan, coklat atau kelabu serta hitam. Produktivitas tanah ini sedang sampai tinggi dan cocok untuk pertanian dan perkebunan. Jenis tanah ini umumnya 22

39 terdapat daerah pegunungan terutama daerah Gunung Salak dan Gunung Gede, dan pada daerah pantai. Jenis tanah Alluvial bersifat hidromorf dan berwarna kelabu, coklat dan hitam. Produktivitas tanah ini dari rendah sampai tinggi dan digunakan untuk pertambakan, pertanian padi dan palawija serta pemukiman. Jenis tanah ini umumnya terdapat di daerah lembah dan daerah sungai. Kabupaten Sukabumi mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim Bi (Oldeman) dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm dan hari hujan 144 hari. Suhu udara berkisar antara C dengan kelembaban udara %. Curah hujan antara mm per tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan antara mm per tahun terdapat di bagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 tercatat sebanyak jiwa, dengan komposisi penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan penduduk perempuan sebanyak jiwa. Jumlah penduduk terbesar di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat di Kecamatan Cisaat sebanyak jiwa atau sebesar 4,93 % dari penduduk Kabupaten Sukabumi, sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Cidolog sebanyak jiwa atau sebesar 0,84% dari jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi. Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dari tahun 2000 sampai tahun 2003 rata rata mencapai 1,66% lebih tinggi dari rata rata Laju Pertumbuhan Nasional yang mencapai 1,49 persen. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 1. 23

40 Tabel 1. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi Tahun Tahun Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) LPP (%) , , , , ,37 Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi 2006 Berdasarkan struktur umur, keadaan penduduk Kabupaten Sukabumi masih tergolong penduduk usia muda, hal ini ditunjukkan oleh penduduk dengan usia di bawah 20 tahun pada tahun 2004 tercatat sebanyak jiwa (39,23 %). Jumlah penduduk berdasarkan struktur umur dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan struktur umur dan jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi Tahun 2004 Golongan Umur Laki-laki (Jiwa) Perempuan (Jiwa) Jumlah Jumlah Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi

41 Sarana dan prasarana Pembangunan sarana dan prasarana adalah bagian integral dari pembangunan daerah, serta merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Jenis sarana dan prasarana daerah Kabupaten Sukabumi meliputi sumber daya air, transportasi dan perhubungan, energi, ketenagalistrikan, pos dan telematika, perumahan dan permukiman, dan kesehatan Sumber daya air Air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk melangsungkan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya. Pembangunan di bidang sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air agar mampu berperikehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Selain itu, pembangunan di bidang sumber daya air juga ditujukan untuk mengendalikan daya rusak air agar tercipta kehidupan masyarakat yang aman. Dalam mendukung pembangunan pertanian khususnya dalam upaya peningkatan produksi padi/beras diperlukan penanganan irigasi yang dapat memenuhi kebutuhan areal sawah seluas hektar. Kondisi irigasi di Kabupaten Sukabumi berupa Irigasi Teknis yang berada dalam keadaan baik sebesar 60% dan yang dalam kondisi rusak sebesar 40%. Irigasi Teknis tersebut digunakan untuk mengairi areal sawah seluas hektar, sedangkan Irigasi Non Teknis dalam kondisi baik sebanyak 40% dan dalam kondisi rusak sebanyak 60%. Irigasi Non Teknis digunakan untuk mengairi sawah seluas hektar Transportasi dan perhubungan Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan publik. Di sisi lain transportasi juga berkembang sebagai industri jasa. Untuk mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan 25

42 masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi. Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan harga terjangkau. Jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung pembangunan daerah serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditas perdagangan dan industri. Prasarana jalan semakin diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar-wilayah, antar-perkotaan dan antarperdesaan. Secara umum, panjang jalan di Kabupaten Sukabumi adalah sepanjang 1.903,43 km yang terdiri atas jalan nasional sepanjang 41,40 km, jalan provinsi 360,65 km, dan jalan kabupaten km. Kondisi jalan nasional yang berada dalam keadaan baik sebesar 95% dan rusak sebesar 5%, kondisi jalan provinsi keadaan baik 60% keadan rusak 40%, kondisi jalan kabupaten keadaan baik 45% keadaan rusak 55%. Secara lebih rinci kondisi jalan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kondisi jalan Kabupaten Sukabumi Tahun Tahun Jenis Kondisi Panjang (km) Panjang (km) Panjang (km) Baik 112,30 124,91 153,27 Sedang 494,31 288,95 306,31 Sedang/Rusak 194,30 363,46 346,1 Rusak 35,20 67,3 45,94 Aspal Rusak Berat 38,80 42,8 35,8 Jumlah 874,91 889,42 887,42 Batu/Kerikil 508,10 496,1 510,73 Tanah 108,85 108,85 93,85 Total 1491, , Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi

43 Energi, ketenagalistrikan, pos dan telematika Ketersediaan energi saat ini merupakan isu nasional yang membutuhkan penanganan yang tepat. Potensi energi Panas Bumi di Kabupaten Sukabumi cukup besar, namun pemanfaatannya masih terbatas, sedangkan perkembangan program listrik masuk desa di Kabupaten Sukabumi saat ini hanya 15 Desa yang belum terlayani dari total 345 Desa dan 3 Kelurahan. Tenaga listrik merupakan salah satu bentuk energi vital yang memegang peranan penting dalam mendorong berbagai aktivitas sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam era informasi, pos dan telematika mempunyai arti strategis karena tidak saja berperan dalam percepatan pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam berbagai aspek lain seperti peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta pendukung aspek politik dan pertahanan keamanan. Dalam rangka menjamin kelancaran arus informasi, perlu dilakukan perluasan jangkauan serta peningkatan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan pos dan telematika. Ketersediaan sarana pos dan telematika di Kabupaten Sukabumi saat ini baru mencapai pada tingkat kecamatan, namun untuk menjangkau ke seluruh pelosok desa atau kelurahan perlu adanya upaya-upaya penanganan secara bertahap Perumahan dan permukiman Di Kabupaten Sukabumi, penyediaan perumahan khususnya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, selama ini difasilitasi oleh Perum Perumnas sebagai developer milik pemerintah, namun di dalam melakukan pembangunan perumahannya masih terbatas. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman yang meliputi air bersih dan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan dan drainase) banyak kemajuan yang telah dicapai, namun demikian cakupan pelayanan air bersih dan penyehatan lingkungan di Kabupaten Sukabumi masih jauh dari memadai. Tingkat pelayanan air bersih perpipaan di kawasan perkotaan baru mencapai 11,29 persen, sedangkan di kawasan perdesaan baru mencapai 31,31 persen. Akses penduduk ke prasarana dan sarana pengolahan air limbah dasar (tidak diolah) mencapai 55 persen. Tingkat 27

44 pengelolaan persampahan masih sangat rendah (cakupan pelayanan baru mencapai 18 persen). Data menunjukkan bahwa jumlah sampah terangkut baru mencapai 30 persen. Terkait dengan pelayanan sistem drainase, hingga kini masih terdapat rumah tangga yang mendiami kawasan-kawasan rawan banjir akibat buruknya kualitas dan kuantitas sistem jaringan drainase Kesehatan Tenaga Medis dan paramedis di Kabupaten Sukabumi masih dirasakan kurang, khususnya bidan desa untuk memenuhi standar 1 bidan 1 desa. Apalagi status Dokter Umum maupun Dokter Gigi sebagian statusnya adalah pegawai tidak tetap (PTT) yang masa baktinya akan berakhir. Dengan demikian jumlah kekurangan tenaga kesehatan di atas akan bertambah pada tahun yang mendatang. Keadaan tenada medis dan dinas kesehatan yang ada di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Keadaan tenaga dinas kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2004 Jumlah Tempat Kerja Jenis Tenaga yang Ada (orang) Standar Kurang Puskesmas Ka. Puskesmas Dokter umum Dokter Gigi Perawat Perawat Gigi Bidan Sanitarian AKZI Analis Kimia Ass. Apoteker Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi 2006 Seiring meningkatnya jumlah penduduk, pengembangan wilayah baru dan meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, jumlah Puskesmas telah mengalami peningkatan. Beberapa Puskesmas pembantu ditingkatkan statusnya 28

45 menjadi Puskesmas. Tabel 5, menyajikan jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Sukabumi Tahun Tabel 5. Jumlah sarana kesehatan Kabupaten Sukabumi tahun 2004 No Sarana Kesehatan Jumlah Puskesmas Puskesmas pembantu Puskesmas DTP Rumah Sakit Balai Pengobatan Rumah Bersalin Dokter Praktek swasta Dokter Gigi Praktek swasta Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi 2006 Rasio Puskesmas dan penduduk saat ini adalah 1:39 ribu yang berarti satu Puskesmas untuk melayani orang. Secara administratif sarana Puskesmas saat ini pada semua kecamatan telah terjangkau pelayanan kesehatannya yang masingmasing disertai dengan sedikitnya dua Puskesmas dan Puskesmas keliling, namun bila dilihat dari segi bentang alam dan geografis Kabupaten Sukabumi memungkinkan adanya wilayah-wilayah yang jauh dari jangkauan sarana kesehatan yang ada. 5.2 Keadaan Perekonomian Kabupaten Sukabumi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gambaran kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya manusia yang dimiliki, ini dapat dilihat dari Nilai Tambah yang mampu diciptakan akibat timbulnya aktivitas ekonomi dalam daerah tersebut. Total dari Nilai Tambah tersebut dapat dilihat dari Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tahun dapat dilihat pada Tabel 6. 29

46 Tabel 6. PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Konstan 2000, Menurut Lapangan Usaha Tahun (Dalam Juta Rupiah) SEKTOR/LAPANG AN USAHA 1. Pertanian 1.1 Tanaman Bahan Makanan 1.2 Tanaman Perkebunan 1.3 Peternakan & Hasilnya 1.4 Kehutanan & Perburuan 1.5 Perikanan 2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Minum 5. Bangunan & Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Angk. & Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa jasa PDRB Dengan MIGAS PDRB Tanpa MIGAS , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,16 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2006 Berdasarkan pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun 2000 secara umum mengalami kenaikan yaitu 2,3 triliun rupiah pada Tahun 2000, pada Tahun 2001 sebesar 2,4 triliun rupiah, pada Tahun 2002 sebesar 2,5 triliun rupiah, pada Tahun 2003 sebesar 6,6 triliun rupiah dan terus naik menjadi 6,8 triliun rupiah pada Tahun 2004, pada Tahun 2005 meningkat menjadi 7,1 triliun rupiah dan terakhir pada Tahun 2006 menjadi 7,4 triliun rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat perekonomian Kabupaten Sukabumi terus membaik. Peningkatan terbesar terjadi pada Tahun 2003 yaitu sebesar 4,76 % dan terkecil pada Tahun 2004 yaitu sebesar 3,03 %. Berdasarkan hasil analisis trend terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun 2000 dengan persamaan garis trend y =

47 (1x10 6 )x, terlihat bahwa PDRB Kabupaten Sukabumi dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 semakin meningkat. Trend perkembangan PDRB Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar ,00 y = 1E+06x ,00 PDRB(juta rupiah) , , , , , , , Tahun Gambar 2. Trend PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun Apabila dilihat berdasarkan sektor usaha, maka pada tahun 2006 sektor pertanian masih mempunyai peranan/sumbangan yang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi. Pada Tahun 2000 sektor pertanian mempunyai peranan di atas 38,27%, lalu pada Tahun 2006 turun menjadi 33,57%. Secara umum kondisi struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi tidak banyak mengalami perubahan, sektorsektor yang mengalami peningkatan yaitu sektor Perdagangan, Hotel & Restoran dan sektor Pengangkutan & Komunikasi. 31

48 Bangunan & Konstruksi, 2,12% Perdagangan, 17,91% Listrik,Gas&Air Minum, 1,11% Industri Pengolahan, 18,05% Pertambangan & Penggalian, 4,93% Angkutan&Komunikasi, 5,62% Keuangan, 3,88% Jasa-jasa, 10% Pertanian, 35,94% Gambar 3. Diagram pie kontribusi per sektor usaha dalam PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun 2006 Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah adalah PDRB per kapita. PDRB per kapita yang tinggi mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya jika nilai PDRB per kapita rendah, maka dapat dikatakan keadaan ekonomi masyarakat masih rendah. Sesuai dengan konsep bahwa PDRB per kapita diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk. Besarnya PDRB per kapita bervariasi antar kabupaten atau kota, karena selain dipengaruhi oleh potensi wilayah tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan. Perkembangan dan trend PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000 dapat dilihat pada Tabel 7. dan Gambar 4. Tabel 7. PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun No. Tahun PDRB per Kapita (Rp.) % Pertumbuhan ,68 1, ,09 1, ,08 1, ,75 1, ,46 2, ,86 2,30 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi

49 Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi dari Tahun 2001 sampai Tahun 2006 terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2001 PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi sebesar Rp ,68 dan meningkat pada Tahun 2006 menjadi sebesar Rp ,86. Peningkatan ini tidak terlepas dari kontribusi masing-masing sektor dan perkembangan jumlah penduduk di Kabuapten Sukabumi. Dari kondisi pertumbuhan PDRB per kapita di atas sudah cukup menggambarkan secara riil daya beli masyarakat yang ternyata hanya meningkat sebesar 2,03 persen per tahun. PDRB per Kapita y = 61206x + 3E Tahun Gambar 4. Trend PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun Dari analisis trend perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Sukabumi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 4, menunjukkan garis trend yang semakin meningkat dengan persamaan y = (3x10 6 ) x. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabuapten Sukabumi dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan Pertumbuhan ekonomi Laju Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan adalah salah satu indikator pendekatan ekonomi suatu daerah. Indikator yang menunjukkan naik tidaknya produk 33

50 yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di daerah tersebut dan laju pertumbuhan tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan menurut ektor Tahun (Dalam Persen) No. Sektor Ratarata 1. Pertanian 4,78 3,22 3,16 2,83 2,78 0,28 2,84 2. Pertambangan & Penggalian 2,01 3,00 3,63 4,01 5,89 0,65 3,20 3. Industri Pengolahan 4,10 7,02 3,82 3,06 5,73 7,19 5,15 4. Listrik, Gas & Air Minum 8,09 4,15 15,78 7,87 5,92 5,17 7,83 5. Bangunan/Konstruksi 5,94 5,33 24,98 16,52 12,02 5,06 11,64 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1,66 3,33 2,92 6,04 3,66 9,52 4,52 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,73 3,88 3,61 7,01 4,5 6,98 4,95 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 3,28 4,36 5,73 2,85 13,65 1,30 5,20 9. Jasa-jasa 2,83 1,91 2,54 2,61 3,26 2,93 2,68 LPE 3,70 3,84 3,74 3,96 4,35 3,92 3,92 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2006 Berdasarkan Tabel 8, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2001 mengalami kenaikan sebesar 3,70% dan meningkat pada Tahun 2002 sebesar 3,84%. Kemudian pada Tahun 2003 turun menjadi sebesar 3,74%. Namun pada Tahun 2004 laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 3,95% dan naik lagi pada Tahun 2005 menjadi 4,14 % kemudian turun pada Tahun 2006 menjadi 3,92. Hal ini mengindikasikan perekonomian di Kabupaten Sukabumi yang mulai tidak stabil. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 3,92% dibandingkan pada Tahun sebelumnya. Pada tahun tersebut laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi sedikit lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan Provinsi Jawa Barat yang mampu tumbuh sebesar 5,31%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Sukabumi dalam 34

51 pertumbuhannya belum mampu mendongkrak ke posisi di atas pertumbuhan di tingkat provinsi. Kecenderungan Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sukabumi terus meningkat seperti yang terlihat dari hasil analisis garis trend perkembangannya yang terus meningkat dengan persamaan y = 0,0814x + 3,6333, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 5. 4,4 y = 0,0814x + 3,6333 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,2 4 3,8 3,6 3,4 3, Tahun Gambar 5. Trend Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun Laju pertumbuhan ekonomi jika dilihat secara rinci per sektor maka dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata (3,86 %); kelompok kedua adalah sektor yang berhasil mencapai pertumbuhan positif walaupun masih di bawah laju pertumbuhan rata-rata; kelompok ketiga adalah sektor yang mengalami pertumbuhan negatif. Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa yang termasuk kelompok pertama adalah sektor Bangunan/Konstruksi yang mampu tumbuh sebesar 11,64% diikuti sektor Listrik, Gas & Air Minum yaitu sebesar 7,83%, kemudian sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan dan Industri Pengolahan yaitu masing-masing sebesar 5,2 % dan 5,15 %. Kelompok kedua sektor Pertambangan dan Penggalian yang 35

52 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,2 % diikuti sektor Pengangkutan & Komuniaksi, sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, Sektor Pertanian dan sektor Jasa-jasa, sedangkan pada kelompok ketiga tidak ada karena tidak ada sektor yang mengalami pertumbuhan rata-rata minus. Hal ini berarti di semua sektor mengalami pertumbuhan ekonomi semakin ke arah yang lebih baik Peran dan dampak sektor perikanan terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi Kontribusi sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi Kontribusi sektor perikanan dan kelautan tidak terlalu besar terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, jika dibandingkan dengan sektor usaha lainnya, meskipun demikian sektor usaha yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi adalah sektor pertanian (35,90 %), kemudian disusul oleh sektor industri pengolahan (18,03 %) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (17,89 %). Kontribusi persentase PDRB Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat pada Tahun 2000 sektor perikanan dan kelautan menyumbang 2,10 % terhadap PDRB Kabuapten Sukabumi. Pada tahun berikutnya meningkat menjadi 2,16 %. Kemudian pada tahun berikutnya yaitu Tahun 2002 kontribusi sektor perikanan dan kelautan mengalami penurunan menjadi sebesar 2,09 % dan terus menurun pada Tahun 2003 yaitu sebesar 1,83 %. Begitu juga terjadi penurunan pada Tahun 2006 menjadi sebesar 1,77 %. Rata-rata penignkatan kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 adalah sebesar 1,94 %. 36

53 Tabel 9. Kontribusi persentase PDRB Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun No. Lapangan Usaha Kontribusi (%) Ratarata 1. Pertanian 33,69 34,33 35,04 38,22 37,81 37,24 35,94 36,04 Tanaman Bahan Makanan 20,32 20,74 19,68 23,03 22,58 22,15 21,42 21,42 Tanaman Perkebunan 5,58 5,40 5,29 6,03 6,17 6,16 5,99 5,80 Peternakan 4,94 5,32 7,31 6,51 6,42 6,28 5,95 6,10 Kehutanan 0,75 0,71 0,68 0,81 0,83 0,83 0,82 0,77 Perikanan 2,10 2,16 2,09 1,83 1,82 1,82 1,77 1,94 2. Pertambangan&Penggalian 4,34 4,23 4,07 5,01 5,02 5,09 4,93 4,67 3. Industri Pengolahan 16,58 16,72 17,12 17,42 17,27 17,50 18,05 17,24 4. Listrik,Gas&Air Minum 0,93 1,00 0,99 1,04 1,08 1,10 1,11 1,04 5. Bangunan 1,38 1,44 1,51 1,75 1,96 2,10 2,12 1,75 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 17,77 17,20 16,68 16,77 17,11 16,99 17,91 17,20 7. Angkutan&Komunikasi 6,08 6,10 6,03 5,30 5,46 5,46 5,62 5,72 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 4,69 4,66 4,55 3,69 3,65 3,98 3,88 4,16 9. Jasa-jasa 14,52 14,33 14,00 10,79 10,65 10,54 10,44 12,18 Sumber : Data Diolah dari Tabel 6 Sektor pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 36,04 % terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Sukabumi sebagian besar masih bergantung pada hasil pertanian. Sektor industri pengolahan menempati urutan kedua dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, hal ini dikarenakan di Kabupaten Sukabumi terdapat beberapa industri pengolahan sehingga dapat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB. Di Kabupaten Sukabumi juga terdapat beberapa hotel yang cukup terkenal terutama di kawasan wisata, sehingga menjadikan sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan ketiga dalam kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Sukabumi. Kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB mengalami penurunan pada Tahun Penurunan kontribusi ini juga terjadi pada sektor pertanian. Kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap sektor pertanian secara 37

54 keseluruhan berada pada urutan keempat setelah sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, dan peternakan. Lebih jelasnya kontribusi seluruh sektor terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,18% Angkutan&Komunikas i 4,14% Keuangan, Persew aan dan Jasa Perusahaan 2,85% Jasa-jasa 7,68% Bangunan 1,56% Pertanian 26,44% Listrik,Gas&Air Minum 0,82% Industri Pengolahan 13,28% Pertambangan&Pengg alian 3,63% Perikanan 1,30% Kehutanan 0,60% Peternakan 4,37% Tanaman Bahan Makanan 15,75% Tanaman Perkebunan 4,41% Gambar 6. Diagram pie kontribusi per sektor terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2006 Berdasarkan hasil analisis trend pada Gambar 7, dengan persamaan y = 2,2201 0,07x, menunjukkan bahwa kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB mengalami penurunan. Hal ini ditandai dengan nilai peningkatan yang negative yaitu sebesar 0,07 per tahun. 38

55 2,50 y = -0,07x + 2,2201 2,00 Kontribusi (%) 1,50 1,00 0,50 0, Tahun Gambar 7. Trend kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun LQ sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi Kontribusi sektor perikanan dan kelautan serta sektor ekonomi lainnya terhadap pendapatan wilayah menentukan kelayakan sektor tersebut untuk diprioritaskan dalam pembangunan daerah. Sektor ekonomi yang mampu memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan wilayah merupakan penggerak utama sektor ekonomi lainnya. Sektor yang merupakan sektor basis dapat meningkatkan arus pendapatan daerah dengan menambah tingkat investasi dan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru. Gambaran umum mengenai LQ sektor perikanan dan kelautan berdasarkan pendapatan wilayah di Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10, terlihat bahwa selama tujuh tahun terakhir, yaitu dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 sektor perikanan dan kelautan menjadi sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQ dari sektor perikanan dan kelautan yang lebih dari satu. Nilai LQ sektor perikanan mengalami perubahan dari tahun ke tahun antara 1,94 sampai dengan 2,66. Pada Tahun 2001 nilai LQ mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu dari 2,47 menjadi 2,41. Penurunan nilai LQ ini terus terjadi pada Tahun 2002 yaitu sebesar 39

56 2,22 dan pada Tahun 2003 menjadi sebesar 1,94. Mulai pada Tahun 2004 dan seterusnya nilai LQ mengalami peningkatan, yaitu 2,36 pada Tahun 2004 dan meningkat menjadi 2,43 pada Tahun Pada Tahun 2006 sektor perikanan dan kelautan tetap menjadi sektor basis dengan nilai LQ sebesar 2,66. Tabel 10. LQ Sektor perikanan dan kelautan berdasarkan indikator pendapatan wilayah, tahun Tahun Total Total Total Pendapatan Pendapatan Total Pendapatan Sektor Sektor Pendapatan Seluruh Perikanan Perikanan Seluruh Sektor Kab. dan Kelautan dan Kelautan Sektor Jawa Sukabumi Kab. Jawa Barat Barat (VT) (VI) (juta Sukabumi (vi) (vt) (juta (juta rupiah) rupiah) (juta rupiah) rupiah) LQ Ket , , , ,92 2,47 Basis , , , ,16 2,41 Basis , , , ,36 2,22 Basis , , , ,50 1,94 Basis , , , ,86 2,36 Basis , , , ,00 2,43 Basis , , , ,00 2,66 Basis Sumber : Data Diolah Hasil analisis trend terhadap LQ sektor perikanan dan kelautan dengan persamaan garis trend y = 2, ,0263x sebagaimana terlihat pada Gambar 8, menunjukkan bahwa LQ sektor perikanan dan kelautan cenderung mendatar, meskipun ada sedikit peningkatan yaitu sebesar 2,63% per tahun. Hal ini tidak terlepas dari produksi perikanan yang juga mengalami peningkatan yang kecil dari tahun ke tahun. Nilai LQ yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor perikanan dan kelautan menjadi kegiatan basis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi mampu memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Sukabumi, serta dapat mengekspor hasilnya ke luar wilayah, yaitu Jakarta dan Bandung, bahkan sampai ke luar negeri yaitu Jepang dan Hongkong. Kondisi ini akan memperbesar arus pendapatan ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi, 40

57 sehingga mendorong peningkatan permintaan masyarakat baik terhadap produk perikanan maupun produk sektor lainnya. Dengan demikian, secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan wilayah. 3,00 y = 0,0263x + 2,2511 2,50 2,00 LQ 1,50 1,00 0,50 0, Tahun Gambar 8. Trend LQ sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, tahun Multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terjadi karena adanya efek pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang telah diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan, yang dipasarkan ke luar wilayah (ekspor). Besarnya tingkat efek pengganda tersebut mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh koefisien pengganda yang dihasilkan. Analisis efek pengganda perikanan dan kelautan berdasarkan indicator pendapatan terhadap PDRB atas dasar harga konstan 2000, dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, dapat terlihat bahwa analisis Multiplier effect menunjukkan nilai yang fluktuatif selama periode analisis, dengan rata-rata nilai Multiplier effect sebesar 89,89. Secara berturut-turut nilai Multiplier effect adalah 33,67 pada Tahun 2001, 110,75 pada Tahun 2002, 59,81 pada Tahun 2003, 72,51 41

58 pada Tahun 2004, 53,30 pada Tahun 2005, dan 209,33 pada Tahun Berdasarkan nilai Multiplier effect tersebut, berarti bahwa setiap peningkatan Rp 1,00 pendapatan sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Sukabumi akan menghasilkan pendapatan wilayah, dari sebesar Rp33,67 pada Tahun 2001, Rp110,75 pada Tahun 2002, Rp59,81 pada Tahun 2003, Rp72,51 pada Tahun 2004, Rp53,30 pada Tahun 2005, Rp209,33 pada Tahun Tabel 11. Analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, tahun Tahun Pendapatan Wilayah Seluruh Sektor (Rp.) (Y) Pendapatan Wilayah Sektor Perikanan dan Kelautan (Rp.) (Yb) ( Y) ( Yb) Multiplier effect (MSy) , , , , , ,73 33, , , , ,03 110, , , , ,4 59, , , , ,77 72, , , , ,68 53, , , , ,12 209,33 Sumber : Data Diolah Secara keseluruhan trend hasil analisa Multiplier effect mengikuti persamaan y = 18, ,532x, dengan kecenderungan garis yang terus meningkat. Trend analisis Multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah dapat dilihat pada Gambar 9. 42

59 250,00 y = 20,532x + 18, ,00 Multiplier Effect 150,00 100,00 50,00 0, Tahun Gambar 9. Trend analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Berdasarkan hasil analisis trend Multiplier effect pada Gambar 9, pembangunan sektor perikanan dan kelautan harus lebih ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kualitas aparatur maupaun para pelaku perikanan, sehingga mampu tetap bertahan menjadi sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi dan mendorong peningkatan komoditas kegiatan non basis lainnya. Sektor perikanan dan kelautan yang mampu menjadi sektor usaha yang basis tidak terlepas dari kerja sama yang baik antara pemerintah dan nelayan, sehingga dapat terbentuk dan terbina iklim usaha yang maju dan sehat di sektor tersebut. 5.3 Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi Sarana dan prasarana Perikanan yang maju dan modern perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang cukup dan memadai. Selain itu, sarana dan prasarana yang tersedia harus dilengkapi dengan fasilitas dasar, fasilitas fungsional dan fasilitas pendukung yang berfungsi untuk menunjang dan memperlancar beroperasinya armada perikanan serta arus penyaluran dan distribusi produk-produk perikanan, sehingga masyarakat 43

60 nelayan akan dapat terus bekerja dan berusaha lebih giat, karena tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan usahanya. Kegiatan perikanan tangkap terbesar di wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di Kecamatan Palabuhanratu dan Cisolok. Di kedua Kecamatan tersebut terdapat dua fasilitas perikanan yang cukup besar, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu di Kecamatan Palabuhanratu dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok di Kecamatan Cisolok. Oleh karena itulah maka kedua kecamatan ini menjadi pusat fasilitas dan akifitas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi. Sementara fasilitas perikanan yang terdapat di empat kecamatan lainnya, hanya berstatus Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu TPI Simpenan- Simpenan, TPI Ciwaru Ciemas, TPI Ujunggenteng-Ciracap dan TPI Surade- Surade. Jumlah TPI/PPI yang ada di Kabupaten Sukabumi lebih rinci disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah TPI/PPI di Kabupaten Sukabumi berdasarkan kecamatan pesisir, Tahun 2005 NO Kecamatan Jumlah TPI/PPI 1 Cisolok 3 2 Ciemas 1 3 Surade 1 4 Ciracap 1 5 Palabuhanratu 1 6 Simpenan 1 Jumlah 8 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2006 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu terletak sangat strategis berada pada posisi dekat dengan daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudera Hindia (WPP-9) dan akses pemasaran domestik maupun ekspor. Perairan Samudera Hindia mempunyai potensi sumberdaya ikan (SDI) sebesar ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan sebesar 43,85 % (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2005), sedangkan akses pemasaran dapat ditempuh selama 3-4 jam dari Palabuhanratu ke Bandung atau Jakarta. 44

61 Ada 2 (dua) kolam yang disediakan oleh PPN, yaitu kolam I diperuntukkan untuk jenis kapal yang berukuran kurang dari 30 GT, seperti perahu congkreng, payang dan diesel, sedangkan kolam II diperuntukan untuk kapal motor yang berukuran lebih dari 30 GT seperti perahu longline dan gillnet. Fasilitas untuk pendaratan ikan terbanyak terdapat di Kecamatan Cisolok, yaitu ada tiga tempat pendaratan ikan. Ketiga tempat pendaratan ikan tersebut berada di tiga tempat yang dibedakan berdasarkan fungsinya. (1) PPI tipe C terletak di kampung Pajagan Cikahuripan tempat dimana kapal yang diperbolehkan untuk tambat berukuran maksimal 20 GT, (2) TPI yang berada di kampung Cibangban merupakan TPI sub pendaratan dimana perahu yang mendarat hanya perahu pancing, congkreng atau bagan apung, dan (3) di kampung Cikembang yang merupakan pos pendaratan ikan yang fungsinya sama dengan Cibangban dengan didominasi oleh perahu pancing dan congkreng Unit Penangkapan Ikan Nelayan di Kabupaten Sukabumi umumnya menangkap ikan pada daerah Perairan Teluk Pelabuhanratu yang tidak jauh dari pantai, karena perahu dan kekuatan motornya tidak memungkinkan ke lautan lepas pantai. Jumlah rumah tangga perikanan laut Kabupaten Sukabumi tercatat pada akhir Tahun 2004 adalah yang terdiri dari tanpa perahu sebanyak 87 rumah tangga, perahu tak bermotor sebanyak 66 rumah tangga, perahu motor temple sebanyak 880 rumah tangga, kapal motor sebanyak 166 rumah tangga. Teknologi penangkapan yang dimiliki nelayan Kabupaten Sukabumi, kecuali Palabuhanratu, umumnya belum berkembang dan masih terbilang tradisional. Daerah penangkapan ikan (Fishing ground) nelayan kabupaten ini umumnya dilakukan di sekitar perairan perairan artisanal (di bawah 3 mil) terutama di sekitar perairan yang membentuk satu kawasan teluk seperti Teluk Palabuhanratu, Teluk Ciletuh, dan beberapa teluk yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kedua teluk tersebut. Jumlah dan jenis armada penangkapan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel

62 Tabel 13. Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Sukabumi tahun 2005 NO Jenis/Ukuran Perahu/Kapal Jumlah (unit) % 1 Bagan ,48 2 Congkreng ,31 3 Payang ,86 4 Dogol 42 2,65 5 Pancing 145 9,14 6 Jaring rampus 110 6,94 7 Jaring 128 8,07 8 Angkutan Ikan 70 4,41 9 < 10 GT 134 8, GT 9 0, GT 29 1,83 12 > GT 68 4,29 Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2006 Kegiatan perikanan di sekitar perairan artisanal juga dapat dicerminkan oleh jenis alat tangkap yang digunakan nelayan kabupaten ini seperti Gillnet / Jaring Insang, Pukat pantai, Pancing, Anco, Bagan, dan jala lempar, terkecuali untuk nelayan yang domisili usahanya di Kecamatan Palabuhanratu yang mempunyai teknologi penangkapan yang lebih berkembang, seperti Gillnet / Jaring Insang, Payang, Jaring lingkar dan beberapa jenis alat tangkap lainnya yang biasa digunakan untuk menangkap tuna dan cakalang seperti rawai. Tabel 14, di bawah ini menyajikan beberapa jenis dan jumlah alat tangkap yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi pada Tahun

63 Tabel 14. Jumlah alat tangkap perikanan yang berkembang di Kabupaten Sukabumi tahun 2005 NO Alat Tangkap Jumlah (Unit) % 1 Payang 131 4,45 2 Jaring insang lingkar 212 7,20 3 Rampus 137 4,65 4 Trammel net ,70 5 Bagan ,75 6 Rawai tuna 33 1,12 7 Rawai hanyut selain rawai tuna 103 3,50 8 Pancing ulur 175 5,94 9 Pancing lainnya ,69 Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 2006 Penduduk pesisir Kabupaten Sukabumi berdasarkan agregasi jumlah penduduk sembilan kecamatan pesisir terhitung sebanyak jiwa atau sebesar 20,43 persen dari total keseluruhan penduduk Kabupaten Sukabumi. Dari sekitar 400ribu jiwa penduduk pesisir diantaranya ada (2,9%) orang yang bekerja atau bergerak di bidang penangkapan ikan baik sebagai rumah tangga perikanan (RTP) maupun sebagai rumah tangga buruh perikanan (RTBP). Secara rinci jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah nelayan di Kabupaten Sukabumi, tahun 2005 NO Kecamatan Jumlah (orang) % 1 Cisolok ,38 2 Cikakak 100 0,81 3 Palabuhanratu ,48 4 Ciemas ,90 5 Simpenan 543 4,37 6 Surade 223 1,80 7 Ciracap ,37 8 Tegalbuled 59 0,48 9 Cibitung 52 0,42 Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi

64 5.3.3 Produksi dan nilai produksi Kecamatan Palabuhanratu merupakan kecamatan perikanan tangkap yang paling produktif dibandingkan dengan kecamatan pesisir yang lainnya, dengan jumlah nelayan sekitar orang pada Tahun 2005 mampu menghasilkan ikan sebayak sekitar 5.240,72 ton atau hanya % dari MSY Perairan laut Kabupaten Sukabumi. Harga rata-rata ikan pada Tahun 2005 adalah Rp6.200,00 per Kg, sehingga nilai produksi yang diperoleh mencapai Rp ,00, artinya uang yang berputar di PPN Palabuhanratu untuk menggerakan perekonomian masyarakat dari sektor kelautan (perikanan tangkap) adalah 32 miliar lebih pada Tahun Produksi ikan terbesar kedua setelah Kecamatan Palabuhanratu adalah Kecamatan Ciemas. Dengan jumlah nelayan sekitar orang produksi ikan yang dapat diperoleh pada Tahun 2005 adalah 1.330,9 ton atau dengan nilai produksi sekitar Rp ,00 yang diperoleh dari hasil perikanan tangkap. Tabel 16, menunjukkan produksi dan nilai produksi ikan dari beberapa kecamatan pesisir di Kabupaten Sukabumi. Tabel 16. Produksi dan nilai produksi ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2005 NO Kecamatan Produksi (ton) % Nilai Produksi (Rp) % 1 Cisolok Palabuhanratu Ciemas Simpenan Surade Ciracap Cibitung Jumlah Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Jenis komoditas yang tertangkap Berdasarkan data yang diperoleh dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 bahwa ada dua puluh dua jenis ikan yang selalu tertangkap tiap tahunnya dengan jumlah yang berubah-ubah. Sebagian besar jenis ikan jumlah tangkapannya mengalami penurunan cukup drastis pada Tahun 2006, sedangkan untuk beberapa 48

65 jenis yang lain jumlahnya mengalami peningkatan. Data jumlah komoditas yang tertangkap di Kabupaten Sukabumi selama Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perkembangan jenis komoditas yang tertangkap di Kabupaten Sukabumi, Tahun NO Jenis Ikan Jumlah (ton) Peperek 62,4 115,7 280,6 169, ,7 222,51 2 Layang - 34, ,5 423,8 405,8 181,05 3 Selar 15,2 52,2 29,2 76,5 212,8 203,7 53,7 4 Teri 16, , ,7 153,9 159,27 5 Japuh - 28,8 371,5 42,2 87,6 83,9-6 Tembang 75,3 109,8 1241,7 160, ,9 756,21 7 Lemuru 17,4 33,7-28,1 54,2 51,9-8 Kembung 27,6 136,2 39,1 199,5 840,3 804,6 321,63 9 Kuwe - 61,8 101,8 90,5 56,5 54,1 237,63 10 Manyung 10,3 30, ,1 166,6 159,5 27,87 11 Kakap 11,1 56, , ,9 72,23 12 Cucut 562,8 446,4 148,2 654,4 636,3 609,3 567,55 13 Pari 284,2 345,9 86,5 506,8 1425,9 1365,4 108,46 14 Bawal hitam - 16,6-24,3 71,7 68,7 31,79 15 Layur 593,9 685,6 76,1 1004,5 151,9 145,4 518,02 16 Tenggiri 318,1 53,1 54,5 77,8 128,8 123,3 85,82 17 Tuna 440,9 469,8 200,1 688,3 917,9 417,8 347,54 18 Cakalang 706, ,7 1151,6 865,9 829,1 578,59 19 tongkol ,6 1336,8 729,1 624,9 598,4 571,2 20 Udang-udangan 19,2 44, ,9 11,3 10,8 403,79 21 Cumi-cumi - 2,5 5,3 3,7 7,3 6,9 54,08 22 Rumput Laut 11 14,6 5, ,6 - Jumlah 3737,8 4038,1 5300,2 5860,6 7267,4 6497,6 5298,94 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat 2006 Berdasarkan Tabel 17, diketahui jenis ikan yang dominan tertangkap di perairan Kabupaten Sukabumi adalah jenis jenis Cakalang (Katsuonus pelmis), Cucut gergagi (Pritis cuspidiatus), Cucut martil (Sphyrna blochii)layang (Decapterus sp), Layaran (Istiophorus orientalis), setuhuk (Makaira sp), Layur (Trichiurus sp), Peperek (Ceiognatthus sp), Tembang (Sardinella sp), tongkol (Auxis thazard) dan Tuna (Thunnus sp). Dari Tabel 17, juga dapat diketahui bahwa jenis komoditas yang selalu diproduksi dengan jumlah yang cukup tinggi dari Tahun

66 sampai dengan Tahun 2006 diantaranya adalah Cucut, Pari, Layur, Tuna, Cakalang dan Tongkol. Pada Tahun 2006 jenis ikan yang paling banyak ditangkap adalah Tembang dengan jumlah 756,21 ton, kemudian disusul oleh Cakalang dengan jumlah sebesar 578,59 ton. Jenis komoditas lain yang termasuk ke dalam jenis komoditas penting adalah rumput laut, namun komoditas ini tidak diproduksi pada Tahun 2006 karena nelayan di Kabupaten Sukabumi lebih memilih untuk membudidayakan komoditas tersebut. 5.4 Peran dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup kabupaten adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha. Indikator tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan salah satu sektor di suatu daerah, khususnya dalam hal ini sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Sukabumi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. PDRB sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, menurut lapangan usaha Tahun (dalam juta rupiah) No Subsektor PDRB Perikanan Budidaya , , , , , , ,21 Perikanan Tangkap , , , , , , ,03 Total , , , , , , ,24 Sumber: Data Diolah 50

67 Berdasarkan Tabel 18, dapat dilihat bahwa PDRB sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi Tahun terus mengalami peningkatan terutama pada subsektor perikanan tangkap yang cenderung mengalami peningkatan. Pada Tahun PDRB subsektor perikanan tangkap jauh lebih rendah dibandingkan subsektor perikanan budidaya. Baru pada Tahun 2005 dan 2006 PDRB subsektor perikanan tangkap hampir sama besarnya dengan subsektor perikanan budidaya yaitu sebesar 59,8 milyar rupiah pada Tahun 2005 dan sebesar 58 milyar rupiah pada Tahun 2006, sedangkan perikanan budidaya sebesar 69,6 milyar rupiah pada Tahun 2005 dan sebesar 72,8 milyar rupiah pada Tahun Hal ini menunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi terus membaik. Berdasarkan hasil analisis trend terhadap PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi dengan persamaan garis trend y = -6233, ,9x, terlihat bahwa PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 semakin meningkat. Trend perkembangan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar ,00 y = 9007,9x , ,00 PDRB (Juta Rupiah) , , , , , Tahun Gambar 10. Trend PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan Tahun

68 Kontribusi subsektor perikanan tangkap Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor perikanan dan PDRB Kabupaten Sukabumi tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan subsektor perikanan budidaya. Akan tetapi, kontribusi subsektor perikanan tangkap terus meningkat selama Tahun 2000 sampai dengan Tahun Kontribusi persentase PDRB subsektor perikanan tangkap Tahun dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kontribusi persentase PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi Tahun Tahun Kontribusi Terhadap Sektor Perikanan Kab. Sukabumi (%) Kontribusi Terhadap Total PDRB Kab. Sukabumi (%) Tangkap Budidaya Tangkap Budidaya ,28 77,72 0,47 1, ,85 77,15 0,49 1, ,23 70,77 0,61 1, ,77 80,23 0,36 1, ,48 76,52 0,43 1, ,24 53,76 0,84 0, ,32 55,68 0,78 0,98 Rata-rata 29,74 70,26 0,57 1,37 Sumber: Data Diolah Berdasarkan Tabel 19, dapat dilihat pada Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2004 kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor perikanan tidak terlalu besar dibandingkan dengan subsektor perikanan budidaya. Kemudian pada Tahun 2005 subsektor perikanan tangkap menyumbang sebesar 46,24% terhadap sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi atau sebesar 0,84% terhadap total PDRB Kabuapten Sukabumi. Rata-rata kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi adalah sebesar 29,74% atau sebesar 0,57% terhadap total PDRB Kabupaten Sukabumi. Kondisi ini tidak berarti subsektor perikanan tangkap menjadi sektor yang kurang penting, namun justru dapat memberikan sumbangan besar terhadap sektorsektor lain yang ada di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Sukabumi bahwa kontribusi terbesar berasal dari sektor pertanian, industri dan sektor 52

69 perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor ini dapat menjadi peluang besar bagi subsektor perikanan tangkap untuk menyumbangkan produksinya terutama kepada industri pengolahan ikan dan restoran yang banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi. Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 11. Perikanan Tangkap 44% Perikanan Budidaya 56% Gambar 11. Diagram pie kontribusi per subsektor terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun 2006 Berdasarkan hasil analisis trend pada Gambar 12, dengan persamaan y = 0,3614+0,052x, menunjukkan bahwa kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan garis trend yang meningkat dan nilai peningkatan sebesar 0,052 per tahun. 53

70 Kontribusi (%) 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 y = 0,052x + 0, Tahun Gambar 12, Trend kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, Tahun LQ subsektor perikanan tangkap Untuk mengetahui sejauh mana kontribusi dan peranan perikanan tangkap terhadap pembangunan Kabupaten Sukabumi maka salah satu caranya adalah dengan mengetahui nilai LQ (Location Quotient). Analisis LQ digunakan untuk melihat apakah suatu sektor merupakan kegiatan basis atau non basis, sehingga dapat diketahui sektor mana yang merupakan sektor basis di dalam perekonomian dan selanjutnya dapat memfokuskan arah pembangunan pada sektor basis tersebut. Sektor basis adalah sektor yang mempunyai nilai LQ lebih dari satu, artinya suatu sektor telah mampu memenuhi kebutuhan akan sektor tersebut di daerahnya dan mempunyai potensi untuk diekspor ke luar daerah. Sebaliknya sektor non basis adalah sektor yang memiliki nilai LQ kurang dari satu dan berarti daerah yang bersangkutan harus mengimpor dari luar daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. LQ subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan pendapatan wilayah dapat dilihat pada Tabel

71 Tabel 20. LQ Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Tahun Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kab. Sukabumi (vi) (juta rupiah) Sumber : Data Diolah Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi (VI) (juta rupiah) Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat (vt) (juta rupiah) Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Jawa Barat (VT) (juta rupiah) , , , ,70 0,31 Non Basis , , , ,11 0,79 Non Basis , , , ,02 0,81 Non Basis , , , ,76 0,61 Non Basis , , , ,69 0,71 Non Basis , , , ,55 1,53 Basis , , , ,00 2,08 Basis LQ Ket. Berdasarkan Tabel 20, dapat terlihat bahwa selama 7 tahun terakhir baru pada Tahun 2005 subsektor perikanan tangkap menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi, tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya subsektor ini tidak menjadi sektor basis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai LQ yang kurang dari satu sejak Tahun 2000 sampai dengan Tahun Sebaliknya subsektor perikanan budidaya justru menjadi sektor basis pada Tahun 2000 sampai dengan Tahun Pada Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2006 nilai LQ subsektor perikanan tangkap mulai meningkat menjadi lebih dari satu. Nilai LQ subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi ini mengalami fluktuasi sejak Tahun 2000 sampai dengan Tahun nilai LQ mengalami peningkatan pada Tahun 2002 dengan nilai sebesar 0,82 dari nilai sebesar 0,78 pada Tahun Pada Tahun 2003 nilai LQ mengalami penurunan menjadi sebesar 0,61, kemudian mulai pada Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2006 nilai LQ mengalami peningkatan dengan nilai sebesar 0,74. Peningkatan ini terus terjadi pada tahun berikutnya sehingga menjadikan subsektor perikanan tangkap termasuk sektor basis di Kabupaten Sukabumi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai LQ yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,53 pada Tahun 2005 dan sebesar 2,08 pada Tahun

72 Dari hasil analisis trend terhadap LQ subsektor perikanan tangkap ditunjukkan dengan persamaan garis trend y = 0,0199+0,2392x sebagaimana terlihat pada Gambar 13. Garis trend pada gambar tersebut mengindikasikan bahwa LQ subsektor perikanan tangkap cenderung meningkat. Kecenderungan peningkatan nilai LQ ini tidak terlepas dari produksi hasil laut di Kabupaten Sukabumi yang juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Nilai LQ ini juga menunjukkan bahwa sejak Tahun 2004 subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi berangsur-angsur meningkat hingga dapat menjadi sektor basis pada Tahun Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama kebutuhan masyarakat Kabupaten Sukabumi akan hasil laut semakin tinggi dan semakin terpenuhi. 2,50 y = 0,2392x + 0,0199 2,00 1,50 LQ 1,00 0,50 0, Tahun Gambar 13. Trend LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Multiplier effect subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi Analisis efek pengganda dilakukan untuk melihat koefisien efek pengganda, yang dilakukan karena adanya pertumbuhan pada subsektor perikanan tangkap. Analisis efek pengganda perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan terhadap PDRB atas dasar harga konstan 2000, dapat dilihat pada Tabel

73 Tabel 21. Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Tahun Pendapatan Wilayah Seluruh Sektor (Rp.) (Y) Pendapatan Wilayah Subsektor Perikanan Tangkap (Rp.) (Yb) ( Y) ( Yb) Multiplier effect (MSy) , , , , , ,78 115, , , , ,65 37, , , , ,83 483, , , , ,15 49, , , , ,15 9, , , , ,16 147,67 Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 21, dapat terlihat bahwa analisis Multiplier effect menunjukkan nilai yang fluktuatif selama periode analisis. Secara berturut-turut nilai Multiplier effect dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006 adalah 115,62, 37,40, 483,90, 49,04, 9,65 dan 147,67 dengan rata-rata nilai Multiplier effect sebesar 140,55. Berdasarkan nilai tersebut berarti bahwa setiap peningkatan Rp1,00 pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi akan menghasilkan pendapatan wilayah sebesar Rp115,62 pada Tahun 2001, Rp37,40 pada Tahun 2002, Rp483,90 pada Tahun 2003, Rp49,04 pada Tahun 2004, Rp9,65 pada Tahun 2005 dan Rp147,67 pada Tahun Secara keseluruhan trend hasil analisa Multiplier effect mengikuti persamaan y=176,33 10,224x, dengan kecenderungan garis trend yang menurun. Trend analisis Multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah dapat dilihat pada Gambar

74 600,00 y = -10,224x + 176,33 Multiplier effect 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0, Tahun Gambar 14. Trend analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah atas dasar harga konstan 2000, Tahun Komoditas Unggulan Jenis komoditas yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi pada penelitian ini dilihat berdasarkan kontinuitas produksinya selama Tahun 2000 sampai dengan Tahun Untuk menentukan apakah komoditas tersebut menjadi komoditas basis atau unggulan dilakukan analisis LQ (Location Quotient) dan metode scoring pada masing-masing komoditas yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi. Untuk memudahkan analsis, maka dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kelompok yaitu pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan kelompok udang-udangan, cumi-cumi dan rumput laut Pelagis Kecil Diantara sekian banyak jenis pelagis kecil yang ada di perairan Kabupaten Sukabumi, ternyata hanya 9 jenis yang selalu ada tiap tahunnya. Jenis ikan yang menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi selama 7 tahun terakhir disajikan pada Tabel

75 Tabel 22. LQ ikan pelagis kecil berdasarkan hasil tangkapan, Tahun Tahun Jenis Ikan Peperek 1, , , , , , ,15951 Layang - 0, , , , , ,93004 Selar 0, , , , , , ,23654 Teri 0, , , , , , ,99036 Japuh - 1, , , , , Tembang 0, , , , , , ,83616 Lemuru 0, , , , , Kembung 0, , , , , , ,69273 Kuwe - 9, , , , , ,15424 Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 22, jenis ikan yang mengalami peningkatan dan menjadi sektor basis yaitu ikan Kuwe dengan nilai LQ lebih dari satu mulai pada Tahun 2001 sampai dengan Tahun pada Tahun 2000 ikan Kuwe tidak diproduksi kemudian pada tahun berikutnya diproduksi dengan nilai LQ sebesar 9,65. Nilai LQ ikan Kuwe mengalami penurunan pada Tahun 2002 sampai dengan Tahun 2004 dengan nilai sebesar 3,68 pada Tahun 2002, 3,67 pada Tahun 2003, dan nilai LQ sebesar 1,95 pada Tahun 2004, kemudian mengalami peningkatan kembali pada Tahun 2005 yaitu dengan nilai sebesar 2,18 dan mengalami peningkatan yang cukup besar pada Tahun 2006 yaitu sebesar 4,15. Meskipun mengalami kenaikan dan penurunan, ikan Kuwe tetap menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi. Hal ini berarti selama tujuh tahun ikan Kuwe mengalami surplus produksi atau terpusat di Kabupaten Sukabumi. Jenis ikan pelagis kecil lain yang juga menjadi sektor basis yaitu ikan Peperek, Layang dan Kembung. Dari tabel 22 terlihat bahwa ikan Peperek memiliki nilai LQ lebih dari satu hanya pada Tahun 2000 yaitu sebesar 1,03. Kemudian mengalami penurunan pada tahun berikutnya dan tidak menjadi sektor basis. Hal ini berarti ikan Peperek mengalami penurunan produksi, sedangkan ikan Layang menjadi sektor basis hanya pada Tahun 2004 dan Tahun Pada Tahun 2004 nilai LQ ikan 59

76 Layang mengalami peningkatan dengan nilai sebesar 3,36 dari nilai sebesar 0,3 pada tahun sebelumnya. Akan tetapi kondisi ini tidak bertahan lama karena pada tahun berikutnya yaitu pada Tahun 2005 nilai LQ ikan Layang turun dengan nilai sebesar 2,9. Penurunan ini terus dialami pada tahun-tahun berikutnya sampai dengan Tahun Begitu juga yang terjadi pada ikan Kembung. Jenis ikan ini menjadi sektor basis hanya pada Tahun 2004 dengan nilai LQ sebesar 1,7, kemudian mengalami penurunan pada Tahun 2005 dengan nilai sebesar 1,4. Penurunan ini tejadi juga pada tahun berikutnya bahkan hingga ikan Kembung tidak lagi termasuk sektor basis dengan nilai LQ kurang dari satu yaitu sebesar 0,69. Berdasarkan analisis trend LQ pada Gambar 15. terlihat bahwa dari 9 jenis ikan Pelagis kecil yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi, hanya ikan Kuwe yang selalu menjadi sektor basis dan dapat dilihat pada Gambar 15, bahwa trend Ikan Kuwe mengalami peningkatan terutama pada Tahun ,00000 LQ 10, , , , , , Tahun Gambar 15. Trend LQ pelagis kecil di Kabupaten Sukabumi, Tahun Peperek Layang Selar Teri Japuh Tembang Lemuru Kembung Kuw e Berdasarkan hasil skoring yang dilakukan terhadap kelompok pelagis kecil maka diperoleh bahwa yang menjadi komoditas unggulan dengan skor 4 6 adalah Peperek, Layang, Selar, Teri, Kembung dan Kuwe. Hasil skoring kelompok pelagis kecil disajikan pada Tabel

77 Tabel 23. Penentuan komoditas unggulan kelompok pelagis kecil Kabupaten Sukabumi No. Jenis Ikan Bobot LQ Pertumbuhan Total Bobot Keterangan LQ 1 Peperek Unggulan 2 Layang Unggulan 3 Selar Unggulan 4 Teri Unggulan 5 Japuh Bukan unggulan 6 Tembang Bukan unggulan 7 Lemuru Bukan unggulan 8 Kembung Unggulan 9 Kuwe Unggulan Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 23, dapat diketahui bahwa setelah diberikan skoring terdapat 6 jenis ikan yang termasuk ke dalam jenis unggulan. Hal ini dikarenakan keenam jenis ini merupakan sektor basis dengan nilai LQ lebih dari satu dan memiliki perkembangan LQ yang positif ditandai dengan trend LQ yang meningkat. Dari skoring ini dapat disimpulkan bahwa jenis ikan yang menjadi sektor unggulan dan penting untuk dikembangkan adalah ikan Peperek, Layang, Selar, Teri, Kembung dan Kuwe. Pengembangan yang dilakukan antara lain mengembangkan teknologi alat tangkap ataupun dengan menambah jumlah armadanya. Beberapa alat tangkap yang digunakan untuk menangkap komoditas unggulan tersebut adalah Gillnet, Purse Seine dan Payang. Pengembangan ini penting untuk dilakukan untuk menghasilkan komoditas yang bernilai tinggi agar dapat dijadikan komoditas ekspor dan mampu menjadi sumber pendapatan daerah. Untuk jenis ikan Kembung di Kabupaten Sukabumi tidak begitu bernilai tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh jumlah hasil tangkapan ikan Kembung yang sangat melimpah, sehingga harga jual ikan ini menjadi rendah. Kondisi ini dapat diatasi dengan mengembangkan produk pengolahan ikan yang berbahan baku ikan Kembung dan memiliki harga jual tinggi. 61

78 5.5.2 Pelagis besar Ikan pelagis besar yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi sebagian besar adalah ikan yang bernilai ekonomi tinggi dan rata-rata telah menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi. Hal ini berarti bahwa produksi ikan ikan yang bernilai ekonomi tinggi terpusat di Kabupaten Sukabumi. Nilai LQ dari ikan pelagis besar disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. LQ pelagis besar berdasarkan hasil tangkapan di Kabupaten Sukabumi, Tahun Tahun Jenis Ikan Tenggiri 6, , , , , , ,28277 Tuna 92, , , , , , ,30056 Cakalang 81, , , , , , ,80476 Tongkol 7, , , , , , ,70138 Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 24, dapat terlihat ada 4 jenis ikan yang semuanya menjadi sektor basis. Dua jenis diantaranya adalah ikan Tuna dan Cakalang yang tiap tahunnya menjadi sektor basis selama Tahun Nilai LQ terbesar terjadi pada Tahun 2000 yaitu sebesar 92,49 untuk Tuna dan 81,80 untuk Cakalang. Kemudian pada Tahun 2001 ikan Tuna mengalami penurunan dengan nilai LQ sebesar 19,3 dan terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Begitu juga dengan Cakalang, pada Tahun 2001 mengalami penurunan dengan nilai LQ sebesar 21,06 kemudian turun drastis pada Tahun 2004 menjadi 5,4 dari nilai 13,08 pada Tahun Pada Tahun 2005 naik kembali dengan nilai sebesar 8,87 kemudian kembali turun pada Tahun 2006 menjadi 6,80. Dengan demikian, ikan Cakalang tetap menjadi komoditas terpenting di Kabupaten Sukabumi dan mengalami surplus produksi tiap tahunnya. Hal ini berarti Kabupaten Sukabumi menjadi salah satu daerah yang memiliki potensi ikan pelagis besar yang tinggi dan berpotensi untuk diekspor. 62

79 LQ 100, , , , , , , , , ,00000 Tenggiri Tuna Cakalang Tongkol 0, Tah u n Gambar 16. Trend LQ pelagis besar di Kabupaten Sukabumi, Tahun Berdasarkan analisis trend LQ pada Gambar 16, dapat dilihat bahwa nilai LQ ikan pelagis besar di Kabupaten Sukabumi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat menjadi perhatian karena dengan kondisi yang demikian berarti dapat diindikasikan bahwa produksi pelagis besar di Kabupaten Sukabumi lama kelamaan tidak akan menjadi sektor basis dan ini berarti dapat menurunkan pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi. Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi besar sebagai penghasil komoditas perikanan dunia khususnya tuna. Posisi perairan Indonesia yang terletak di antara Samudera Indoneisa dan Samudera Pasifik merupakan tempat perlintasan ikan tuna. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan hasil tangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Sukabumi yang cukup melimpah dan menjadikan pelagis besar sebagai komoditas unggulan. Dari hasil skoring yang dilakukan terhadap pelagis besar didapatkan dua jenis ikan ini yang terdapat di Kabupaten Sukabumi merupakan komoditas unggulan. Dengan demikian, sudah selayaknya pemerintah lebih meningkatkan perhatian untuk dapat menaikkan kembali industri ikan yang bernilai ekonomi tinggi seperti ikan tuna sehingga mampu meningkatkan kontribusi dalam pendapatan wilayah. Hasil skoring terhadap pelagis besar di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel

80 Tabel 25. Penentuan komoditas unggulan kelompok pelagis besar Kabupaten Sukabumi No. Jenis Ikan Bobot LQ Pertumbuhan LQ Total Bobot Keterangan 1 Tenggiri Bukan unggulan 2 Tuna Unggulan 3 Cakalang Unggulan 4 Tongkol Bukan unggulan Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa keempat jenis ikan pelagis besar di Kabupaten Sukabumi merupakan komoditas unggulan. Hal ini dibuktikan dari bobot LQ sebesar 3 yang berarti memiliki nilai LQ lebih dari satu. Namun jika dilihat dari sisi pertumbuhan LQ, keempat jenis ikan ini bernilai 1 yang berarti memiliki trend yang menurun. Trend yang menurun tersebut menunjukkan bahwa produksi komoditas ini terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini mungkin disebabkan oleh teknologi alat tangkap yang kurang memadai. Selain itu karena teknologi alat tangkap yang dimiliki nelayan masih terbatas, maka akan terjadi kelebihan tangkapan di perairan sekitar pantai karena rata-rata nelayan hanya mampu menangkap sampai daerah pantai saja. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Sukabumi agar penurunan produksi tidak terjadi di tahun-tahun selanjutnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan teknologi alat tangkap yang ada di Kabupaten Sukabumi agar nelayan dapat melakukan penangkapan sampai ke perairan yang jauh dari pantai. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan pelagis besar di Kabupaten Sukabumi antara lain pancing dan gillnet Demersal Ikan demersal yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi ada 6 jenis, yaitu Manyung, Kakap, Cucut, Pari, Bawal Hitam dan Layur. Keenam jenis ikan inilah 64

81 yang selalu diproduksi sepanjang Tahun 2000 sampai dengan Tahun Nilai LQ ikan Demersal ini disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. LQ ikan demersal di Kabupaten Sukabumi, Tahun Tahun Jenis Ikan Manyung 0, , , , , , ,08021 Kakap 0, , , , , , ,78270 Cucut 14, , , , , , ,84464 Pari 7, , , , , , ,50702 Bawal hitam - 0, , , , ,13791 Layur 19, , , , , , ,64453 Sumber : Data Diolah Berdasarkan pada Tabel 26, dapat terlihat bahwa ada 6 jenis ikan demersal yang diproduksi tiap tahunnya, namun bila dilihat dari nilai LQ yang diperoleh, ratarata ikan demersal di Kabupaten Sukabumi belum menjadi sektor basis. Hanya ada 3 jenis ikan yang hampir tiap tahun menjadi sektor basis. Ikan yang rata-rata LQ-nya lebih dari satu adalah Cucut, Pari dan Layur. Nilai LQ tertinggi terdapat pada Tahun 2000 yaitu Layur dengan nilai sebesar 19,92 diikuti oleh Cucut dengan nilai LQ sebesar 14,93 kemudian disusul Pari dengan nilai sebesar 7,45. Pada Tahun 2001 nilai LQ mengalami penurunan yang cukup drastis. Ikan Layur pada Tahun 2001 mengalami penurunan nilai LQ menjadi 2,66 dari nilai 19,92 pada Tahun Kemudian turun kembali pada Tahun 2002 hingga mencapai nilai kurang dari satu yaitu sebesar 0,22 dan naik kembali dengan nilai lebih dari satu pada Tahun 2003 yaitu sebesar 3,37, akan tetapi turun lagi pada Tahun 2004 menjadi 0,47 dan 0,50 pada Tahun 2005 kemudian sedikit meningkat pada Tahun 2006 dan kembali menjadi sektor basis dengan nilai sebesar 1,64. Hal yang sama juga terjadi pada ikan Cucut yang mengalami penurunan nilai LQ pada Tahun 2001 menjadi 2,12 dari 14,93 pada Tahun 2000 kemudian turun pada Tahun 2002 menjadi 0,50, namun pada Tahun 2003 berhasil naik kembali dengan nilai 2,62 dan turun pada Tahun

82 dengan nilai 2,11. Penurunan ini terus terjadi pada tahun berikutnya dengan nilai 1,86 pada Tahun 2005 dan nilai 1,84 pada Tahun Dari nilai LQ kelompok ikan demersal Kabupaten Sukabumi selama 7 tahun ada 4 jenis ikan yang memiliki nilai LQ lebih dari 1 yaitu ikan Kakap, Cucut, Pari dan Layur. Hal ini berarti keempat jenis ikan ini menjadi komoditas penting yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi dan mengalami surplus produksi. Dengan demikian Kabupaten Sukabumi menjadi salah satu daerah yang memiliki potensi ikan demersal yang besar dan berpotensi untuk diekspor. Berdasarkan analisis trend pada Gambar 17, dapat dilihat bahwa secara umum ikan demersal yang mengalami peningkatan pada Tahun 2006 hanya ikan Layur. Sedangkan 5 jenis ikan lainnya mengalami penurunan pada Tahun ,00000 LQ 20, , , ,00000 Manyung Kakap Cucut Pari Baw al Hitam Layur 0, Tahun Gambar 17. Trend LQ ikan demersal di Kabupaten Sukabumi, Tahun Berdasarkan hasil skoring yang dilakukan terhadap ikan demersal maka didapatkan bahwa yang menjadi komoditas unggulan dari kelompok demersal di Kabupaten Sukabumi adalah ikan Kakap. Hasil skoring terhadap kelompok demersal di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel

83 Tabel 27. Penentuan komoditas unggulan kelompok demersal Kabupaten Sukabumi No. Jenis Ikan Bobot LQ Pertumbuhan LQ Total Bobot Keterangan 1 Manyung Unggulan 2 Kakap Unggulan 3 Cucut Unggulan 4 Pari Unggulan 5 Bawal Hitam Unggulan 6 Layur Unggulan Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 27, dapat diketahui bahwa diantara keenam jenis ikan demersal yang tertangkap di Kabupaten Sukabumi, ternyata seluruhnya menjadi komoditas unggulan. Hal ini ditunjukkan dengan total bobot yang dimiliki oleh seluruh jenis ikan demersal yaitu 4 dan 6. Selama ini kakap memang merupakan komoditas yang cukup bernilai tinggi di pasaran. Oleh Karena itu perlu diadakan pengembangan terhadap komoditas ini agar produksinya dapat ditingkatkan dengan kualitas yang tinggi pula tentunya. Selain itu, jenis ikan demersal lainnya yaitu Manyung, Cucut, Pari, Bawal Hitam dan Layur merupakan komoditas yang cukup banyak dihasilkan hampir di seluruh kecamatan pesisir yang ada di Kabupaten Sukabumi seperti Kecamatan Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade dan Tegalbuled Udang-udangan, cumi-cumi dan rumput Laut Dalam klasifikasi jenis ikan, kelompok udang-udangan termasuk ke dalam kelompok binatang berkulit keras. Terdapat beberapa macam jenis udang yang diproduksi di Kabupaten Sukabumi namun dalam penelitian ini dijadikan satu jenis yaitu udang. Di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat, udang termasuk komoditas yang bernilai ekonomi tinggi, namun tingginya nilai udang ini ternyata tidak setinggi dengan hasil produksinya di Kabupaten Sukabumi. Hal ini mungkin karena produksi udang di Kabupaten Sukabumi belum dikembangkan terutama dari segi alat tangkapnya. Nilai LQ udang dapat dilihat pada Tabel

84 Tabel 28. LQ Udang di Kabupaten Sukabumi, Tahun Tahun LQ Udang , , , , , , ,52164 Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 28, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai LQ udang adalah kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa udang belum menjadi komoditas basis di Kabupaten Sukabumi. Udang menjadi komoditas basis hanya pada Tahun 2000 dan Tahun 2006 sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 26, yaitu nilai LQ udang yang lebih dari satu hanya terjadi pada Tahun 2000 dan 2006 selama 7 tahun terakhir. Pada Tahun 2000 udang menjadi sektor basis dengan nilai LQ sebesar 1,27 kemudian terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Pada Tahun 2006 nilai LQ berhasil naik menjadi 1,52 dari nilai 0,02 pada tahun sebelumnya. LQ 1, , , , , , , , ,00000 y = 0,0041x + 0, Tahun Gambar 18. Trend LQ udang di Kabupaten Sukabumi, Tahun

85 Dari analisis trend pada Gambar 18, diketahui persamaan y = 0,485+0,0041x. hal ini menunjukkan bahwa hampir tidak ada peningkatan maupun penurunan yang signifikan yang terjadi selama Tahun Kondisi ini ditunjukkan dengan bentuk trend yang cenderung mendatar, meskipun demikian, pada Tahun 2006 produksi udang mengalami peningkatan. Hal ini berarti Kabupaten Sukabumi mengalami surplus produksi pada Tahun 2006 dan berpotensi untuk diekspor. Komoditas cumi-cumi termasuk ke dalam kelompok binatang berkulit lunak. Produksi cumi-cumi di Kabupaten Sukabumi tidak begitu melimpah. Hal ini dibuktikan dengan nilai LQ yang disajikan pada Tabel 29. Dari Tabel 29, dapat dilihat bahwa tidak ada satupun nilai LQ yang lebih dari satu. Dengan demikian berarti cumi-cumi belum menjadi komoditas basis di Kabupaten Sukabumi selama Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2006, meskipun nilai LQ cumi-cumi tidak ada yang lebih dari satu namun dari tahun ke tahun nilai LQ yang dihasilkan selalu naik. Komoditas ini mengalami perkembangan mulai dari tidak diproduksi pada Tahun 2000 kemudian meningkat pada Tahun 2001 dengan nilai 0,02 begitu juga pada Tahun Pada Tahun 2003 meningkat lagi dengan nilai 0,03 dan nilai yang sama juga diperoleh pada Tahun Kemudian mengalami penurunan pada Tahun 2005 dengan nilai sebesar 0,02 dan meningkat kembali pada Tahun 2006 dengan nilai 0,41. Tabel 29. LQ cumi-cumi berdasarkan hasil tangkapan Tahun Tahun LQ Cumi-cumi , , , , , ,41 Sumber : Data Diolah 69

86 Berdasarkan hasil analisis trend yang disajikan pada Gambar 19, produksi cumi-cumi di Kabupaten Sukabumi senantiasa mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh trend yang menaik dari tahun ke tahun. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terdapat peluang untuk meningkat pada tahun-tahun berikutnya setelah Tahun 2006 dan peluang bagi Kabupaten Sukabumi untuk menjadi salah satu daerah pengekspor cumi-cumi. 0,5 y = 0,0551x - 0,1017 0,4 0,3 LQ 0,2 0,1 0-0, Tahun Gambar 19. Trend LQ cumi-cumi di Kabupaten Sukabumi, Tahun Komoditas lain yang diproduksi dari perairan Kabupaten Sukabumi adalah rumput laut. Rumput laut ini termasuk komoditas yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu, komoditas ini juga banyak diminati karena kandungan gizinya yang tinggi dan bermanfaat untuk kesehatan tubuh, namun seiring waktu produksi rumput laut di perairan palabuhanratu mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kelebihan tangkapan (over fishing) yang terjadi di perairan Palabuhanratu. Perkembangan produksi rumput laut di Kabupaten Sukabumi disajikan pda Tabel

87 Tabel 30. LQ rumput laut Kabupaten Sukabumi Tahun Tahun LQ Rumput Laut , , , , , , Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 30, dapat terlihat bahwa produksi rumput laut di Kabupaten Sukabumi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Nilai LQ rumput laut pada Tahun 2000 sangat tinggi yaitu sebesar 151,74, akan tetapi hal ini tidak diikuti pada tahun berikutnya, pada Tahun 2001 justru mengalami penurunan nilai LQ menjadi 0,76 kemudian pada Tahun 2002 kembali turun menjadi 0,03. Pada Tahun 2003 nilai LQ rumput laut mengalami sedikit kenaikan menjadi sebesar 0,14 dan pada Tahun 2004 menjadi 0,31. kenaikan tertinggi terjadi pada Tahun 2005 yaitu dari 0,31 menjadi mendekati nilai 1 yaitu sebesar 0,95, namun tidak diikuti Tahun 2006 yang justru rumput laut tidak diproduksi pada tahun tersebut. LQ y = -16,235x + 86, Tahun Gambar 20. Trend LQ rumput laut di Kabupaten Sukabumi, Tahun

88 Berdasarkan analisis trend LQ pada Gambar 20, dapat terlihat bahwa produksi rumput laut cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dari garis trend yang cenderung menurun dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun Trend LQ rumput laut tersebut menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Kabupaten Sukabumi selama 7 tahun mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh alat tangkap yang digunakan untuk mengumpulkan rumput laut belum begitu berkembang di Kabupaten Sukabumi. Selain itu, masyarakat Kabupaten Sukabumi saat ini lebih memilih membudidayakan rumput laut sehingga data produksinya tidak masuk ke dalam aktivitas penangkapan melainkan ke subsektor budidaya. Untuk mengetahui mana yang menjadi komoditas unggulan diantara ketiga jenis komoditas tersebut, maka dilakukan skoring terhadap ketiganya. Dari hasil skoring diperoleh bahwa komoditas unggulan adalah kelompok udang. Hasil skoring secara lebih rinci disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Penentuan ikan unggulan kelompok udang, cumi-cumi dan rumput laut No. Jenis Ikan Bobot LQ Pertumbuhan LQ Total Bobot Keterangan 1 Udang Unggulan 2 Cumi-cumi Unggulan 3 Rumput Laut Unggulan Sumber : Data Diolah Berdasarkan Tabel 31, diketahui bahwa seluruhnya menjadi komoditas unggulan. hal ini dapat dibuktikan dengan nilai LQ lebih dari satu dan hal itu menunjukkan bahwa udang menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi, akan tetapi kondisi ini tidak diikuti oleh perkembangan produksinya yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Untuk itu perlu menjadi perhatian bagi pemerintah Kabupaten Sukabumi agar dapat meningkatkan produksi udang terutama dengan cara mengembangkan alat tangkap yang ada. Teknologi penangkapan yang dimiliki oleh nelayan kabupaten Sukabumi memang masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu adanya program bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan teknologi penangkapan 72

89 khususnya alat untuk menangkap udang seperti pukat kantong dan jaring insang. Dengan adanya program peningkatan kualitas alat tangkap tersebut maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil tangkapan khususnya udang sehingga dapat menjadi sektor yang mampu menyumbang bagi pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi. 73

90 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) a. Selama periode kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Skabumi berkisar antara 0,47% - 0,78%. Trend kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi cenderung meningkat. b. Peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan analisis Location Quotient dengan indikator pendapatan wilayahmenunjukkan bahwa subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi merupakan sektor non basis selama periode Tahun dan merupakan sektor basis pada Tahun , dengan trend LQ yang cenderung meningkat. 2) Selama periode Tahun subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan wilayah memberikan dampak positif dan cenderung meningkat terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi. 3) Beberapa komoditas hasil tangkapan yang menjadi komoditas unggulan di Kabupaten Sukabumi adalah peperek, layang, selar, teri, kembung, kuwe,tuna, cakalang, manyung, cucut, kakap, pari, bawal hitam, layur, udang, cumi-cumi dan rumput laut. 6.2 Saran 1) Sektor perikanan dan kelautan sebagai sektor basis hendaknya tetap diprioritaskan dalam pembangunan wilayah. Perlu adanya upaya yang gencar untuk mendorong pihak investor agar bersedia menanamkan modalnya pada sektor perikanan dan kelautan. 2) Peningkatan sarana dan prasarana perikanan tangkap guna meningkatkan hasil tangkapan serta peningkatan kualitas nelayan melalui program penyuluhan, pelatihan, bimbingan dan bantuan materil.

91 3) Perlu diadakan penelitan lanjutan mengenai strategi pengembangan teknologi penangkapan agar dapat memanfaatkan sumberdaya laut yang ada secara optimal dan memberikan sumbangan besar terhadap pendapatan wilayah. 75

92 DAFTAR PUSTAKA [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Sukabumi : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sukabumi. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi Tahun /2005. Sukabumi : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi Tahun Sukabumi : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha. Tahun Jawa Barat : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Menurut lapangan Usaha. Tahun Jawa Barat : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Analisa Potensi Usaha Kelautan dan Perikanan. Sukabumi : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat.

93 2004. Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat. Tahun Jawa Barat : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. Farida NA Peranan dan Dampak Sektor Perikanan dan Kelautan Terhadap Pembangunan Wilayah Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Glasson J Pengantar Perencanaan Regional. Sitohang P. Penterjemah. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Terjemahan dari An Introduction of Regional Planning. Hijriah S Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Pembangunan Wilayah Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Mahyuddin B Makalah Falsafah Sains: Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu (PPNP) dalam Mendukung Pembangunan Perikanan. Program Pasca Sarjana/S3, IPB Mailasari K Analisis Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan Wilayah dan Penentuan Lokasi Optimal Pusat Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Monintja DR Perikanan Tangkap di Indonesia : Suatu Pengantar. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Instiut Pertanian Bogor. Mudzakir AK Analisis Location Quotient (LQ) dalam penentuan Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di dalam: Sondita FA, MP Sobari, D Simbolon, G Puspito dan AB Pane, editor. Seminar Nasional Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab Dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan. Auditorium Rektorat IPB, 10 Agustus Bogor: Departemen PSP FPIK-IPB. Hal

94 Nelwan A Tindakan Pengaturan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Tulisan Pada http// 30 Januari Soekartawi Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan, Cetakan Pertama. Jakarta : Rajawali Pers. 124 hal. Soeratno; Arsyad Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Revisi. Yogyakarta : Akademi Manajemen Perusahaan UPP YKPN. Warpani S Analisis Kota dan Daerah. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 76

95 LAMPIRAN

96 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 80

97 Lampiran 2. PDRB Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha, Tahun (dalam juta rupiah) No LAPANGAN USAHA TAHUN Pertanian , , , , , , ,67 Tanaman makanan Tanaman perkebunan bahan , , , , , , , , , , , , , ,13 Peternakan&hasiln ya Kehutanan&perbur uan , , , , , , , , , , , , , ,31 Perikanan , , , , , , ,24 2 Pertambangan&pen ggalian , , , , , , ,13 3 Industri pengolahan , , , , , , , Listrik,gas&air minum Bangunan&konstru ksi Perdagangan,hotel &restoran Angkutan&komuni kasi Keuangan,persewaa n&jasa perusahaan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,32 9 Jasa-jasa , , , , , , ,13 Total PDRB , , , , , , ,48 Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi

98 Lampiran 3. Perhitungan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi atas dasar harga konstan 2000, Tahun (dalam jutaan rupiah) PDRB Tahun Provinsi Kabupaten Dgn Migas Tanpa Migas Dgn Migas Tanpa Migas , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,03 Contoh Perhitungan : 1. PDRB tangkap Provinsi Tahun 2000 dengan migas PDRBtangkap = prodlaut PDRBperikanan. prov prodlaut + budidaya ,6 = , 70 ( , ,4) = ,39 2. PDRB tangkap Kabupaten Tahun 2000 dengan migas PDRBtangkap = prodlaut PDRBperikanan. kab prodlaut + budidaya 4.352,7 = , 51 (4.352, ,5) = ,64 82

99 Lampiran 4. Perhitungan LQ sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Tahun Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi (vi) (juta rupiah) Total Pendapatan Seluruh Sektor Kab. Sukabumi (VI) (juta rupiah) Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Jawa Barat (vt) (juta rupiah) Total Pendapatan Seluruh Sektor Jawa Barat (VT) (juta rupiah) LQ , , , ,92 2, , , , ,16 2, , , , ,36 2, , , , ,50 1, , , , ,86 2, , , , ,00 2, , , , ,00 2,66 LQ = Vi / Vt Pi / Pt = Vi/Vt : Pi/Pt Contoh Perhitungan : Tahun 2000 LQ = = Vi / Vt Pi / Pt ,51/ , ,70 / ,92 = 2,47 Tahun 2001 LQ = Vi / Vt Pi / Pt = ,24 / , ,11/ ,16 = 2,41 83

100 Lanjutan Lampiran 4 Tahun 2002 LQ = Vi / Vt Pi / Pt = ,27 / , ,02 / ,36 = 2,22 Keterangan : Vi : Total pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi Vt : Total pendapatan seluruh sektor di Kabupaten Sukabumi Pi : Total pendapatan sektor perikanan di Provinsi Jawa Barat Pt : Total pendapatan seluruh sektor di Provinsi Jawa Barat 84

101 Lampiran 5. Perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah, Tahun Tahun Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kab. Sukabumi (vi) (juta rupiah) Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Kab. Sukabumi (VI) (juta rupiah) Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat (vt) (juta rupiah) Total Pendapatan Sektor Perikanan dan Kelautan Jawa Barat (VT) (juta rupiah) , , , ,70 0, , , , ,11 0, , , , ,02 0, , , , ,76 0, , , , ,69 0, , , , ,55 1, , , , ,00 2,08 LQ LQ = Vi / Vt Pi / Pt = Vi/Vt : Pi/Pt Contoh Perhitungan : Tahun 2000 LQ = = Vi / Vt Pi / Pt ,64 / , ,39 / ,70 = 0,31 Tahun 2001 LQ = Vi / Vt Pi / Pt = ,42 / , ,70 / ,11 = 0,79 85

102 Lanjutan Lampiran 5 Tahun 2001 LQ = Vi / Vt Pi / Pt = ,07 / , ,14 / ,02 = 0,81 Keterangan : Vi : Total pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi Vt : Total pendapatan subsektor perikanan di Kabupaten Sukabumi Pi : Total pendapatan subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat Pt : Total pendapatan subsektor perikanan di Provinsi Jawa Barat 86

103 Lampiran 6. Perhitungan analisis multiplier effect sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah Tahun Tahun Pendapatan Wilayah Seluruh Sektor (Rp.) (Y) Pendapatan Wilayah Sektor Perikanan dan Kelautan (Rp.) (Yb) ( Y) ( Yb) Multiplier effect (MSy) , , , , , ,73 33, , , , ,03 110, , , , ,4 59, , , , ,77 72, , , , ,68 53, , , , ,12 209,33 Contoh Perhitungan : ΔY MSy = ΔYb Tahun 2001 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,51 = 33,67 Tahun 2002 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,24 87

104 Lanjutan Lampiran 6 Tahun 2003 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,27 = 59,81 Keterangan : MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi Yb : Perubahan pendapatan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Sukabumi 88

105 Lampiran 7. Perhitungan analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan wilayah Tahun Tahun Pendapatan Wilayah Seluruh Sektor (Rp.) (Y) Pendapatan Wilayah Subsektor Perikanan Tangkap (Rp.) (Yb) ( Y) ( Yb) Multiplier effect (MSy) , , , , , ,78 115, , , , ,65 37, , , , ,83 483, , , , ,15 49, , , , ,15 9, , , , ,16 147,67 Contoh Perhitungan : ΔY MSy = ΔYb Tahun 2001 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,64 = 115,62 Tahun 2002 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,42 = 37,40 89

106 Lanjutan Lampiran 7. Tahun 2003 MSy = = ΔY ΔYb , , , ,07 = 483,90 Keterangan : MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi Yb : Perubahan pendapatan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi 90

107 Lampiran 8. Komoditas hasil tangkapan unggulan Kabupaten Sukabumi 1. Pelagis Kecil Pepetek (Ceiognatthus sp) Kembung (Rastrelirger sp) 2. Pelagis Besar Tuna (Thunnus sp) Cakalang (Katsuonus pelmis) 91

108 Lanjutan Lampiran Demersal Kakap (Lutjanus sp) Layur (Trichiurus sp) 92

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut mau pun di perairan umum secara bebas.

Lebih terperinci

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap pertama adalah pengumpulan data yang dilaksanakan pada Bulan Februari Maret 2008 di Kota Bandung dan Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pembangunan Regional Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai macam peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH NOVA ARIFATUL FARIDA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN -

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 5.1.1 Letak geografis dan topografi wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN

KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN KEMANDIRIAN PEREMPUAN PENGOLAH HASIL PERIKANAN DI DESA MUARA, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN Oleh : MAYA RESMAYANTY C44101004 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 16 4 KEADAAN UMUM 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km dari Kota Jakarta.

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia. Jumlah Pulaunya mencapai 17.506 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Kurang lebih 60%

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT

ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT ANALISIS DAMPAK SEKTOR PADI, MELINJO, DAN PERTANIAN LAINNYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN PANDEGLANG: ANALISIS INPUT OUPUT Oleh : DWI ASMORO RAMANTO H14104129 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H14103035 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT

TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN PRODUK IKAN SEGAR DI PASAR IKAN HIGIENIS EVERFRESH FISH MARKET PEJOMPONGAN, JAKARTA PUSAT NURUL YUNIYANTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE 2003-2007 OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H14052528 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya kelautan merupakan salah satu aset yang penting dan memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara fisik Indonesia

Lebih terperinci

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN

ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN ALTERNATIF PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN KABUPATEN KARIMUN Yudithia SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengembangan sumber daya mineral yang jumlah potensinya cukup besar di Provinsi Jawa Barat sehingga diharapkan dapat mendukung bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H14102047 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN VINA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA

PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data di lapangan dipusatkan di PPN Brondong dan pusat pemerintahan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Tegal yang merupakan salah satu kotamadya dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota Tegal merupakan daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

ANALISIS POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI ANALISIS POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI Iprisman 1, Nurul Huda 1, Firdaus 1 1 Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta E-mail: ipris_man@yahoo.com E-mail: Nurulhuda114@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI OLEH : DYLLA NOVRILASARI A14304024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb Kajian Sub Sektor Ekonomi Potensial Dalam Mendukung Fungsi Kota Cilegon ABSTRAK Kota Cilegon merupakan salah satu kota di Provinsi Serang Banten. Menurut kebijakan yang ada yakni yang terkait akan Kota Cilegon seperti RTRW Provinsi Banten menetapkan fungsi Kota Cilegon sebagai

Lebih terperinci