PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA"

Transkripsi

1 PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kedalam perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2011 Keristina i

3 ABSTRAK KERISTINA, C Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh WAWAN OKTARIZA dan TRI WIJI NURANI Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap yang cukup besar. Potensi yang besar dapat dimanfaatkan secara maksimal guna meningkatkan peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon. Tujuan penelitian ini menentukan peranan subsektor perikanan tangkap, menghitung multiplier effect dalam pembangunan wilayah, mengetahui komoditas unggulan dan produktivitas unit penangkapan ikan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis shift share, location quotient (LQ), multiplier effect (ME) dan produktivitas unit penangkapan ikan. Kontribusi rata-rata subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama periode analisis tahun terhadap total PDRB sebesar 3,33% dan terhadap sektor pertanian sebesar 10,96%. Peranan subsektor perikanan tangkap selama tahun terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon termasuk pada kegiatan basis (LQ>1). Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB tertinggi sebesar Rp 80,69 pada tahun Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tertinggi sebesar 76,43 pada tahun Komoditas unggulan terdiri atas jenis ikan demersal (ikan sebelah dan biji nangka); ikan pelagis (ikan julung-julung); binatang berkulit keras (udang dogol, udang windu, udang krosok, rajungan); binatang berkulit lunak (kerang darah dan gurita). Produktivitas per trip dan produktivitas per unit penangkapan ikan terbesar terdapat pada alat tangkap dogol. Kata Kunci: location quotient (LQ), multiplier effect (ME), PDRB, produktivitas perikanan tangkap, shift share. ii

4 Hak cipta IPB, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB. iii

5 PERANAN DAN DAMPAK SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP EKONOMI WILAYAH KABUPATEN CIREBON KERISTINA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 iv

6 Judul Skripsi : Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon Nama : Keristina NRP Mayor : C : Teknologi Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP Tanggal Lulus: 30 Mei 2011 v

7 RIWATAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, tepatnya di Desa Windujaya RT.01/01 Kecamatan Sedong Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 25 September 1988 dari pasangan Bapak Kuswa dan Ibu Wasiah. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Lemahabang Kabupaten Cirebon tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu Ikatan Kekeluargaan Cirebon IPB (IKC IPB) menjabat sebagai pengurus dan anggota tahun , Forum Keluarga Muslim FPIK (FKM-C) menjabat sebagai staf HRD tahun , Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) menjabat sebagai staf kesekretariatan dan anggota tahun , dan Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK (BEM-C) menjabat sebagai staf divisi Bisnis dan Entrepreneursip (BEST) tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menulis skripsi dengan judul Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon, dibimbing oleh Ir. Wawan Oktariza, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian skripsi yang dilaksanakan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tanggal 30 Mei vi

8 KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September-Desember tahun 2010 adalah Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Ir. Wawan Oktariza, M.Si dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku pembimbing skripsi; 2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.Si selaku pembimbing akademik dan dosen penguji sidang; 3) Ayah (Kuswa), Ibu (Wasiah), dan Kakak tercinta (Yanah Kuscianah); 4) Dr. Ir. Diniah, M.Si selaku dosen; 5) Bapak Dirja selaku bagian lapangan konservasi dan pengembangan perikanan dan Bapak Sudarto bagian sekretaris data statistik perikanan tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon; 6) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat atas data-data serta Kesbanglimas Kabupaten Cirebon; 7) Mira Nuriyawati dan Vicky Fergiawan; dan 8) PSP 44 seperjuangan, adik-adiku PSP 45 dan PSP 46, seluruh civitas akademika PSP yang tercinta serta semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, dukungan dan doanya. Semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut. Terima kasih sebanyak-banyaknya bagi pihak yang telah memberikan andilnya dalam proses penelitian dan menyusun skripsi ini. Bogor, Mei 2011 Keristina vii

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Kerangka Pendekatan Studi Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Perikanan Ekonomi Wilayah Pembangunan Wilayah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Konsep Basis Ekonomi Shift Share Location Quotient Multiplier Effect Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Unit Penangkapan Ikan METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Analisis Data Analisis shift share viii

10 Halaman Analisis location quotient (LQ) Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Analisis komoditas unggulan Produktivitas perikanan tangkap Batasan Konsep Pengukuran KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Cirebon Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon Kondisi demografi dan pendidikan di Kabupaten Cirebon Keadaan Umum Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon Perikanan budidaya Perikanan tangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Perekonomian Kabupaten Cirebon Produk domestik regional bruto (PDRB) Produk domestik regional bruto per kapita Laju pertumbuhan perekonomian Cirebon Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon LQ subsektor perikanan tangkap LQ subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indiaktor PDRB Multiplier Effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indiaktor tenaga kerja Komoditas Unggulan hasil Tangkapan Kabupaten Cirebon Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Cirebon Produktivitas per trip penangkapan ikan Produkstivitas per unit penangkapan ikan Unit Penangkapan Ikan Jaring dogol Jaring insang tetap KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran ix

11 Halaman DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan produksi perikanan Kabupaten Cirebon Tahun Potensi perkembangan budidaya di Kabupaten Cirebon Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan budidaya Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun Jumlah nelayan yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun Jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun PDRB perikanan atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun PDRB per kapita Kabupaten Cirebon atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun Data laju pertumbuhan atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Tahun Presentasi kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB dan sektor pertanian Kabupaten Cirebon Tahun Location quotient subsektor perikanan tangkap tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Location quotient subsektor perikanan tangkap tangkap berdasarkan indikator pendapatan daerah Kabupaten Cirebon Tahun Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Kabupaten Cirebon Tahun xi

13 Halaman 16 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kabupaten Cirebon Tahun Nilai location quotient kelompok ikan di Kabupaten Cirebon Tahun Penilaian total LQ di Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun xii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pendekatan studi penelitian Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun Presentasi jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Presentasi produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Perkembangan jumlah tenaga kerja perikanan tangkap yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Presentasi PDRB Tahun 2009 atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cirebon Location quotient subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Location quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator pendapatan daerah Kabupaten Cirebon Tahun Produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun Kontruksi alat tangkap dogol Kapal dogol Alat bantu Hasil tangkapan dogol Kontruksi alat tangkap jaring insang tetap Kapal jaring insang tetap xiii

15 Halaman 19 Hasil tangkapan jaring insang tetap xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Cirebon tahun Peta lokasi penelitian Kabupaten Cirebon PDRB subsektor perikanan tangkap Produksi komoditas hasil tangkapan Kecenderungan LQ komoditas hasil tangkapan Penentuan selang komoditas hasil tangkapan Jumlah trip dan unit hasil tangkapan dogol dan jaring insang tetap xv

17 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor perikanan merupakan salah satu peranan sektor ekonomi yang memiliki hubungan dalam pembangunan ekonomi nasional. Subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon memiliki sumberdaya yang cukup memadai untuk dikembangkan, baik sumberdaya manusia (SDM), sumberdaya alam (SDA), sarana dan prasarana. Subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon selama ini belum dikelola dengan serius untuk pembangunan, padahal apabila sektor perikanan dikelola dengan serius akan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi wilayah. Subsektor perikanan tangkap akan menjadi fokus dari penelitian ini. Kegiatan penangkapan ikan menjadi mata pencaharian utama di beberapa daerah Kabupaten Cirebon. Nelayan membantu tersedianya komoditas ikan tangkap. Hasil tangkapan sangat beragam, sehingga masing-masing komoditas memiliki keunggulan dan kelemahan. Berdasarkan data statistik perikanan, kegiatan penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa produksi mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2009 yaitu sebesar 39,35% dan nilai produksinya mengalami penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 34,12% (DKP Kabupaten Cirebon, 2009). Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur. Letak geografisnya ` ` BT dan ` ` LS. Secara topografi Cirebon terletak pada ketinggian km di atas permukaan laut dan dataran rendah, terletak di sepanjang Pantai Utara Jawa yang memiliki potensi sumberdaya ikan yang besar. Selain itu, potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Cirebon menunjukkan kondisi yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka pembangunan ekonomi di Kabupaten Cirebon (DKP Kabupaten Cirebon, 2008). Karateristik wilayah dan potensi daerah yang sangat mendukung maka subsektor perikanan tangkap mampu berperan sebagai basis ekonomi untuk meningkatkan pendapatan wilayah.

18 2 Data PDRB Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa subsektor perikanan memberikan kontribusi terbesar bagi perkonomian Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 atas dasar harga konstan tahun 2000, kontribusi subsektor perikanan sebesar 4,72% sedangkan laju pertumbuhan sebesar 6,85% (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk mengembangkan subsektor perikanan, khususnya subsektor perikanan tangkap sehingga diharapkan dapat berpotensi memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kabupaten Cirebon. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Peranan dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon. 1.2 Perumusan Masalah Subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon masih belum termanfaatkan secara optimal, sehingga kontribusinya masih dapat ditingkatkan terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data PDRB tahun Kabupaten Cirebon baik atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui subsektor perikanan juga berkontribusi lebih baik dari subsektor yang lainnya, yaitu 4,70% dan 4,72% pada tahun Laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan subsektor perikanan juga tumbuh lebih baik dari subsektor yang lainnya yakni sebesar 16,70% dan 6,85% (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Rumusan masalah dari penelitian ini mencoba menganalisis peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon, apakah dengan besarnya potensi sumberdaya yang tersedia telah memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian di Kabupaten Cirebon dan menjadi basis ekonomi dari segi pendapatan wilayah. Penelitian ini juga akan mencoba menjawab pertanyaan tentang komoditas hasil tangkapan apa saja yang dapat dikembangkan di Kabupaten Cirebon sehingga dapat mengetahui produktivitas unit penangkapan ikan yang dapat dikembangkan. Secara sistematis, permasalahan yang akan dibahas yaitu : 1) Bagaimana kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Cirebon?;

19 3 2) Apakah subsektor perikanan tangkap telah berperan sebagai basis ekonomi di Kabupaten Cirebon?; 3) Bagaimana multiplier effect yang dihasilkan oleh subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon?; dan 4) Produktivitas unit penangkapan ikan apa saja yang dominan dan komoditas unggulan apa yang berperan sebagai sektor basis di Kabupaten Cirebon?. 1.3 Kerangka Pendekatan Studi Pembangunan subsektor perikanan di Kabupaten Cirebon dititikberatkan pada peningkatan produksi dan produktivitas kegiatan perikanan tangkap, hal ini sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah. Ekonomi wilayah dilakukan agar setiap daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proposional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan kelembagaan. Faktor-faktor ini harus senantiasa diperhatikan dalam upaya pengembangan salah satu sektor agar mencapai keberhasilan yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian daerah. Hal ini akan dijadikan untuk menentukan prioritas pelaksanaan pembangunan. Penentuan subsektor perikanan tangkap apakah merupakan sektor basis atau non basis dan produktivitas perikanan tangkap, mengambarkan metode analisis sebagai berikut: 1) Analisis shift share adalah analisis untuk mengetahui besarnya kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap PDRB; 2) Analisis LQ adalah analisis untuk mengetahui subsektor perikanan tangkap termasuk sektor basis atau non basis dalam ekonomi wilayah. Bila hasil LQ lebih besar dari 1 maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor basis sehingga subsektor perikanan tangkap akan menjadi prioritas dalam pembangunan. Apabila hasil LQ lebih kecil dari 1, maka subsektor perikanan tangkap merupakan sektor non basis dan tidak menjadi prioritas dalam pembangunan. Selain untuk mengetahui kedudukan dari subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah, analisis LQ juga dilakukan untuk

20 4 mengetahui jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Cirebon; 3) Analisis multiplier effect adalah analisis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan pendapatan wilayah dan tenaga kerja yang menjadi faktor pengganda dalam suatu wilayah Kabupaten Cirebon; dan 4) Produktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon yaitu dengan produktivitas per trip penangkapan dan produktivitas per unit penangkapan ikan. Ekonomi wilayah Sektor perikanan dan kelautan Subsektor perikanan tangkap Peranan Perekonomian Keragaan perikanan tangkap Tenaga kerja PDRB Dampak Shift share LQ Komoditas unggulan Produktivitas unit penangkapan ikan Penyusunan kebijakan pembangunan subsektor perikanan Keterangan :... : Lingkup penelitian : Metode/Analisis yang digunakan Gambar 1 Kerangka pendekatan studi penelitian.

21 5 1.4 Tujuan Berkaitan dengan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Menghitung kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Cirebon; 2) Menentukan peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon; 3) Menghitung multiplier effect yang mampu dihasilkan oleh subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon; dan 4) Mengetahui produktivitas unit penangkapan ikan dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan di Kabupaten Cirebon. 1.5 Manfaat Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1) Sebagai salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB; 2) Memberikan informasi mengenai perkembangan perikanan terhadap ekonomi wilayah Kabupaten Cirebon; 3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan data bagi perencanaan pembangunan, khususnya pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan pembangunan subsektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon; 4) Meningkatkan peranan sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon dilihat dari indikator pendapatan wilayah perikanan tangkap dan produksi perikanan tangkap; 5) Memberikan informasi bagi nelayan dan pegawai perikanan tangkap terhadap produktivitas unit penangkapan ikan yang dominan di Kabupaten Cirebon; dan 6) Sebagai dasar bagi pembuat kebijakan dalam penyusunan prioritas anggaran pembangunan, penyediaan infrastruktur, dan perbaikan investasi sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cirebon.

22 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Selanjutnya, didalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan sedangkan pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut. Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia yang berorientasi pada jangka panjang (sustainability management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah mekanisme untuk mengatur, mengendalikan, dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan pada tingkat tertentu yang diinginkan. Salah satu kunci perikanan tangkap adalah status dan trend aspek sosial ekonomi dan aspek sumberdaya. Era baru sektor perikanan dalam konteks pembangunan yang ditujukan pada kelestarian perikanan dan ekonomi yang harus mengontrol pengembangan daerah (DKP, 2009). Dalam rangka mencapai pembangunan dan pengembangan perikanan tangkap diperlukan pengarahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir secara terpadu. Pengarahan dan kebijakan tersebut menurut Departemen dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (2006) terdiri atas empat aspek utama, yaitu :

23 7 1) Aspek teknis dan teknologi Aspek teknis dan teknologi dari setiap kegiatan pembangunan wilayah pesisir harus memperhatikan tiga persyaratan, yaitu keharmonisan spasial (ruang), kapasitas asimilasi (daya dukung lingkungan) dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan. 2) Aspek sosial, ekonomi, dan budaya Aspek sosial, ekonomi, dan budaya mempunyai ketepatan terhadap masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus untuk tujuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir disamping untuk menghasilkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan yang ada terhadap pendapatan dari sektor perikanan sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh masyarakat di luar sektor tersebut. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah tersebut harus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berhubungan dengan sektor perikanan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat yang sesuai dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perikanan serta meningkatkan pengetahuan tentang pembangunan wilayah perikanan lingkungan dengan diikuti oleh peningkatan pendapatan. 3) Aspek sosial politik Pembangunan ekonomi tidak mungkin berjalan jika sumber daya alam baik darat maupun laut tidak mampu lagi untuk menyediakan barang dan jasa apabila lingkungan menjadi rusak. Jika hal tersebut dibiarkan, maka akan menyebabkan semakin terpuruknya pembangunan ekonomi wilayah tersebut. Kerjasama antara politis dengan pengusaha khususnya pengusaha sektor perikanan serta pelaku ekonomi lainnya sangat dibutuhkan untuk membawa lingkungan hidup khususnya sektor perikanan ke arah yang lebih baik. Langkah politik untuk menjalankan kebijakan yang tegas sehubungan dengan masalah lingkungan perlu diwujudkan dengan memberikan hukuman yang berat bagi perusak lingkungan (Fauzi, 2005). 4) Aspek hukum dan kelembagaan Peran pengaturan hukum dan kelembagaan adalah sebagai sarana penunjang bagi pelaksana kebijakan yang telah menjadi pilihan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu faktor umum yang menjadi hambatan bagi

24 8 pengembangan perikanan disamping faktor sumberdaya alam itu sendiri berupa hambatan kelembagaan usaha produksi perikanan yang kurang kondusif bagi pelaku perikanan untuk berkembang. 2.2 Ekonomi Wilayah Ekonomi wilayah adalah ilmu yang membahas semua persoalan yang dihadapi oleh suatu wilayah tertentu dari sudut pandang ilmu ekonomi yang menekankan analisanya pada aspek regional. Ekonomi wilayah dimaksudkan agar semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Manfaat perencanaan wilayah adalah untuk pemerataan pembangunan. Apabila perencanaan pembangunan dan pembangunan wilayah berkembang dengan baik, maka diharapkan daerah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri (Sjafrizal, 2008). Ekonomi wilayah pada umumnya memiliki tujuan yang sama dengan teori ekonomi umum yaitu full employment, economic growth, dan price stability. Namun untuk kestabilan tingkat harga ini pada ekonomi wilayah tidak mungkin dilakukan apabila suatu daerah bekerja sendiri, sehingga ada tujuan pokok tambahan yang diatur dalam ekonomi wilayah yaitu, terjaganya kelestarian lingkungan hidup, pemerataan pembangunan dalam wilayah, penetapan sektor unggulan wilayah, memberikan keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah sehingga menjadi sinergis dan berkesinambungan serta pemenuhan kebutuhan pangan wilayah (Tarigan, 2007). 2.3 Pembangunan Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Jadi ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan hanya pendisagregasian pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan pembangunan wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda (Budiharsono, 2001).

25 9 Menurut Budiharsono (2001), pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia pada umumnya di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, dikarenakan oleh : 1) Indonesia merupakan Negara kepulauan dalam kegiatan pembangunannya terkonsentrasi di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan; 2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada lautan. Sehingga pembangunan wilayah pesisir relatif lebih tertinggal daripada wilayah daratan lainnya; 3) Letak geografis Indonesia yang sangat dipengarui oleh faktor geologis dan ekologis, yang menyebabkan keanekaragaman lingkungan lebih mempengaruhi sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya; 4) Keragaman tata nilai dan norma-norma yang menyebabkan adanya persepsi terhadap pembangunan; 5) Sifat pembangunan politik di Indonesia yang mengakibatkan adanya keinginan dari beberapa daerah yang kaya akan sumberdaya alamnya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; 6) Adanya kebijakan otonomi daerah yang diharapkan pemerintah daerah dapat membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri sehingga akan melupakan tuntutannya untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia; dan 7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi wilayah dan mempunyai kebijakan implikasi yang luas. Sasaran utama analisa pertumbuhan ekonomi wilayah ini adalah untuk menjelaskan mengapa suatu daerah dapat berkembang dengan cepat dan ada pula yang tumbuh lambat (Sjafrizal, 2008). 2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya alam dan faktor-faktor produksi lainnya dalam mendapatkan nilai tambah atau jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah tertentu. Nilai tambah bruto adalah nilai produksi dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto mencakup komponen-

26 10 komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Sehingga dengan menghitung nilai tambah bruto masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Sehingga kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (Tarigan, 2007). 2.5 Konsep Basis ekonomi Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2007). Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang dan jasa termasuk tenaga kerja. Sektor basis dan sektor non basis mempunyai hubungan dengan permintaan diluar wilayah. Sektor basis berhubungan secara langsung. Sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis dulu. Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan berkembang. Hal ini pada gilirannya akan mengembangkan sektor non basis. Teori basis ini hanya mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor tersebut. Jadi tenaga kerja sektor basis ditambah tenaga kerja sektor non basis sama dengan total tenaga kerja wilayah (Budiharsono, 2001). Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sektor non basis yaitu sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor non basis ini tidak

27 11 mengekspor barang dan jasa maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal (Glasson, 1977). Implisit di dalam pembagian kegiatan-kegiatan ini terdapat hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi. Bertambah banyaknya kegiatan basis disuatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian sesuai dengan namanya kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime move role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional (Budiharsono, 2001). 2.6 Shift Share Analisis shift share merupakan analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja disuatu wilayah pada dua periode waktu tertentu. Firdaus (2007), menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen dalam analisis shift share yaitu: 1) Komponen pertumbuhan nasional, yaitu perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian sekroral dan wilayah; 2) Komponen pertumbuhan proporsional, yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industri dan struktur serta keragaman pasar; dan 3) Komponen pertumbuhan pangsa wilayah, yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah terhadap wilayah lainnya.

28 Location Quotient (LQ) LQ adalah perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah tingkat pendapatan dan jumlah lapangan kerja. Apabila LQ kurang dari satu maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan apabila nilai LQ suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor (Tarigan, 2007). Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut. Untuk mengetahui suatu sektor perikanan basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: a) metode pengukuran langsung merupakan sektor basis yang berhubungan secara langsung dapat dengan pengukuran survei untuk mengidentifikasikan sektor mana yang merupakan sektor basis dan b) metode pengukuran tidak langsung merupakan kegiatan sektor pendukung yang dibutuhkan dalam melayani pekerja sebagai sektor basis dan kegiatan sektor basis itu sendiri (Budiharsono, 2001). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode location quetiont (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan total wilayah dengan pangsa pasar relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: dimana : vi : Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada kabupaten vt : Total Pendapatan sektor perikanan kabupaten Vi : Total Pendapatan subsektor perikanan tangkap pada tingkat provinsi Vt : Total Pendapatan sektor perikanan pada tingkat provinsi Perhitungan LQ merupakan perbandingan tingkat pendapatan di suatu wilayah dengan pendapatan yang terakumulasi di kabupaten. Perhitungan tersebut dapat menentukan pelaksanaan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.

29 Efek Pengganda (Multiplier effect) Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan. Menurut Glasson (1977), peningkatan pada kegiatan basis akan mendapat arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan terhadap barang dan jasa didalamnya serta menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Selain itu, arus pendapatan akan meningkatkan konsumsi dan investasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja Indikator pendapatan wilayah Multiplier dengan menggunakan indikator pendapatan ini, dilandaskan pada kenyataan bahwa penginjeksian sejumlah uang tertentu ke dalam perekonomian regional akan menaikkan pendapatan regional yang mengakibatkan bertambahnya pengeluaran konsumen (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil daripada jumlah uang yang diinjeksikan semula). Bagian pendapatan yang dibelanjakan ini akan menjadi pendapatan bagi pihak lain yang selanjutnya membelanjakan sebagian, dan demikian seterusnya (Glasson, 1977). Glasson (1977) menjelaskan bahwa secara keseluruhan pendapatan wilayah (Y) merupakan penjumlahan pendapatan sektor basis (Yb) dan sektor non basis (Yn). Pendapatan sektor basis akan dibelanjakan kembali di dalam wilayah maupun untuk impor. Pendapatan yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah untuk produksi lokal akan menghasilkan efek pengganda terhadap pendapatan wilayah seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Jika proporsi pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali di dalam wilayah sebesar r, maka total pendapatan sektor basis yang dibelanjakan kembali adalah sebesar (r) Yb. Selanjutnya pembelanjaan kembali di dalam wilayah akan menghasilkan total pendapatan sebesar (r 2 ) Yb, kemudian menjadi (r 3 ) Yb dan seterusnya. Keadaan ini dapat ditulis dalam bentuk rumus : Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi :

30 14 Faktor di atas merupakan economic multiplier yang menimbulkan efek pengganda terhadap perekonomian secara keseluruhan. Secara empiris nilai r sulit ditemukan, maka rumus tersebut dapat diturunkan lebih lanjut untuk mencari nilai r sebagai berikut : Karena Y-Yb = Yn, maka : Dengan demikian economic multiplier dalam jangka pendek adalah : dimana: MSy : koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Jumlah total pendapatan wilayah Yb : Jumlah pendapatan sektor basis Berdasarkan rumus di atas, perubahan pendapatan wilayah karena adanya peningkatan kegiatan basis adalah : Y dimana : MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan Pendapatan Wilayah Yb : Perubahan Pendapatan sektor basis Koefisien pengganda jangka pendek tersebut kemudian digunakan untuk memprediksi dampak kegiatan atau sektor basis terhadap perekonomian wilayah secara keseluruhan Indikator tenaga kerja Multiplier effect yang ditimbulkan dari indikator tenaga kerja adalah perbandingan atau rasio antara total tenaga kerja disuatu wilayah dengan tenaga kerja pada sektor basis (Glasson, 1977). Penurunan rumus untuk indikator ini sama dengan penurunan rumus pada indikator pendapatan yaitu sebagai berikut :

31 15 dimana : MSe : koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator pendapatan E : Jumlah total tenaga kerja Eb : Jumlah tenaga kerja sektor basis Berdasarkan rumus di atas, dapat dilakukan prediksi dampak yang akan ditimbulkan oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada sektor basis terhadap jumlah total tenaga kerja di wilayah tersebut sebagai berikut: dimana : MSe : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indicator tenaga kerja E : Perubahan tenaga kerja kabupaten Eb : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan dan kelautan kabupaten 2.9 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Penentuan komoditas unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan, yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar baik domestik maupun internasional (Syafaat dan Supena, 2000). Berbagai pendekatan dan analisis telah banyak digunakan untuk menentukan komoditas ikan unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam memenuhi aspek permintaan dan penawaran (Hendayana, 2003). Setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan, sehingga dalam memilih metode analisis untuk menentukan ikan unggulan ini perlu dilakukan secara hatihati dan bijaksana. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalasis komoditas hasil tangkapan unggulan adalah metode location quoteiont (LQ). Location quotient (LQ) merupakan suatu indikator sederhana

32 16 yang menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu daerah dibandingkan dengan peranan sektor yang sama di daerah lain (Budiharsono, 2001) Unit Penangkapan Ikan Monintja DR (1989), komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan ikan yang terdiri atas 1) perahu/kapal; 2) alat tangkap; 3) tenaga kerja/nelayan. 1) Kapal Mengacu Undang-undang Nomor. 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, disebutkan bahwa kapal perikanan adalah kapal, perahu, alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Menurut Diniah (2008), kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal penangkap ikan beragam kontruksi dan ukurannya bergantung pada jenis alat tangkap yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan kontruksi dan penataan diatas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal ikan. Kapal penangkapan ikan berguna sebagai sarana transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh. 2) Alat Tangkap Menurut Subani dan Barus (1989) banyaknya jenis-jenis ikan, udang dan biota laut lain dengan tingkah laku dan sifat-sifat yang berbeda-beda, jelas memerlukan alat penangkapan dan teknologi penangkapan yang berbeda-beda pula. Walaupun hal tersebut diakui bahwa sebagian dari jenis-jenis biota lain yang termasuk sasaran yang kadangkala secara kebetulan ikut tetangkap pula. Pengelompokan alat penangkap ikan sendiri dipertimbangkan berdasarkan statistik perikanan tangkap Indonesia menjadi sembilan kelompok antara lain:

33 17 1) Pukat tarik adalah alat tangkap yang terbuat dari bahan jaring yang berbentuk kerucut yang dioperasikan dengan menyapu dasar perairan atau menyaring kolom air dan ditarik dengan kapal. Jenis-jenis pukat tarik antara lain: otter trawl, pukat tarik udang tunggal (stern shrimp trawl), pukat tarik udang ganda (double rigs shrimp), pukat tarik ikan (fish net) dan pukat tarik berbingkai (beam trawl); 2) Pukat kantong (seine net) adalah alat penangkap ikan dari bahan jaring yang dibentuk berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolam air. Jenis-jenis pukat kantong antara lain payang, jaring lampara, dogol, cantrang; 3) Pukat cincin (purse seine) adalah alat penangkap ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan. Jenis-jenis pukat cincin antara lain pukat langgar, pukat langgar tanjung balai asahan, pukat senangin, gae, soma giob, soma jiopu, jaring giob daerah ambon, pukat cincin, pukat cincin cakalang; 4) Jaring insang (gillnet) adalah alat penangkap ikan dari jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama. Berdasarkan cara pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap (set gillnet). Jaring insang lingkar (encirling gillnet) dan jaring klitik (entangled gillnet). Berdasarkan kontruksinya dikelompokan menjadi jaring insang satu lapis, jaring insang dua lapis dan jaring insang tiga lapis (trammel net). Berdasarkan lokasi pengoperasiannya dikelompokan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang pertengahan (midwater gillnet) dan jaring insang dasar (bottom gillnet); 5) Jaring angkat (lift net) adalah alat penangkap dengan kontruksi tetap yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan diatasnya. Jenis-jenis jaring angkat antara lain bagan rakit, bagan apung, bagan perahu;

34 18 6) Pancing (hook and lines) terdiri atas rawai horizontal (horizontal longline), vertikal longline (vertical longline), huhate (pole and line), pancing tonda (troll), pancing ulur (handline), pancing cumi-cumi (squid handline); 7) Perangkap dan penghadang (trap and barrier) adalah alat tangkap yang menjebak ikan untuk masuk ke dalam alat tangkap atau menghadang ruaya ikan agar ikan sasaran tertangkap. Jenis alat tangkap menurut Subani dan Barus (1989) dikelompokkan menjadi empat yaitu bubu, perangkap setengah lingkaran, sero dan perangkap pasang surut; 8) Alat penangkap ikan dengan penggiring menggiring ikan agar masuk ke dalam perangkap yang sudah dipasang. Jenis alat tangkap ini yaitu muroami dan somamalalugis; dan 9) Alat pengumpul yaitu pengumpul kerang dan rumput laut. 3) Nelayan Nelayan yang diklasifikasikan berdasarkan kegiatan atau waktu yang digunakan dalam melakukan operasi penangkapan ikan yaitu: 1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air; 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan/binatang air, disamping itu juga nelayan ini mempunyai pekerjaan lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan melakukan pekerjaan operasi penangkapan.

35 19 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan November sampai bulan Desember tahun Penyusunan skripsi dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai bulan Mei Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasusnya adalah subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. Menurut Nazir (1983), studi kasus adalah penelitian tentang status objek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari suatu keseluruhan personalitas. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter dari sutu keadaan yang ada pada waktu penelitian dilakukan. 3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah berupa data perikanan tangkap dan nilai PDRB Kabupaten Cirebon serta data perikanan tangkap dan nilai PDRB Provinsi Jawa Barat selama lima tahun, sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan responden di lapangan. Berdasarkan segi perolehannya, data yang didapat dikategorikan sebagai non experimental data atau data yang diperoleh dengan tidak melakukan percobaan. Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner di lapangan dengan responden, yang merupakan pihak-pihak terkait dengan kegiatan perikanan tangkap yaitu Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, pengelola PPI, nelayan dan masyarakat sekitar yang terlibat. Data primer ini untuk memperkuat dan menjelaskan data sekunder yang telah didapat. Data sekunder merupakan data

36 20 time series lima tahun terakhir yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat. 3.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini adalah purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja (tidak secara acak). Pemilihan responden dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuisioner. Adapun cara pengambilan sampel ini adalah dengan memilih sub kelompok dari populasi yang sedemikian rupa, sehingga sampel yang dipilih mempunyai sifat yang mewakili dengan sifatsifat populasi berdasarkan pengalaman (Singarimbun dan Effendi, 1989). Jumlah responden yang diwawancara berjumlah 20 orang yang terdiri atas: Kepala Seksi Dinas Kabupaten Cirebon 2 orang, Kepala UPT PPP/PPI Kabupaten Cirebon 3 orang, Staf Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon 2 orang dan 13 orang nelayan mewakili beberapa alat tangkap yang dominan di PPP/PPI Kabupaten Cirebon diantaranya PPP Bondet Cirebon Utara dengan jumlah nelayan 4 orang, PPI Mundu Pesisir dengan jumlah nelayan 4 orang jenis alat tangkap payang ampera dan PPI Gebang Mekar dengan jumlah nelayan 5 orang jenis alat tangkap dogol. 3.5 Metode Analisis Data Analisis data adalah proses-proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi dan keragaan pembangunan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. Beberapa analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian peranan dan dampak subsektor perikanan tangkap terhadap ekonomi wilayah di Kabupaten Cirebon.

37 Analisis shift share Menurut Firdaus (2007) analisis ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB. Model matematikanya sebagai berikut: dimana: Ki : Besarnya kontribusi pada tahun i Vi : PDRB sektor perikanan pada tahun i Pi : Total PDRB pada tahun i Analisis location quotient (LQ) Analisis location quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan sektor perikanan dalam menunjang pembangunan wilayah tertentu. Peranan tersebut merupakan kontribusi dari sektor perikanan terhadap pertumbuhan wilayah, dimana dalam metode yang digunakan tersebut kontribusi perikanan berupa kemampuan perikanan dalam penyerapan tenaga kerja. Besar kecilnya peranan sektor perikanan dilihat dari perikanan tersebut sebagai sektor basis atau non basis (Kadariah, 1985). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode location quotient (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor perikanan pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat kabupaten terhadap pendapatan kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: dimana : vi : pendapatan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon vt : total pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon Vi : pendapatan subsektor perikanan tangkap di Provinsi Jawa Barat Vt : total pendapatan sektor perikanan di Provinsi Jawa Barat Analisis dampak subsektor perikanan tangkap Setiap peningkatan yang terjadi pada kegiatan basis akan menimbulkan efek pengganda (Multiplier Effect) pada perekonomian wilayah secara keseluruhan.

38 22 Menurut Glasson (1977) multiplier effect jangka pendek dalam hal ini dihitung berdasarkan nilai perubahan yang terjadi berdasarkan indikator pendapatan wilayah dan dapat dilihat dalam rumus : dimana: MSy : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator pendapatan Y : Perubahan Pendapatan Wilayah Kabupaten Yb : Perubahan Pendapatan sektor perikanan dan kelautan Kabupaten Perhitungan multiplier effect berdasarkan indikator tenaga kerja dirumuskan : dimana : MSe : Koefisien pengganda jangka pendek untuk indikator tenaga kerja E : Perubahan tenaga kerja Kabupaten Eb : Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Analisis komoditas unggulan Budiharsono (2001), menyatakan bahwa untuk dapat menentukan jenis ikan unggulan yang dijadikan prioritas pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon, dibuat matrik dari pendekatan location quotient (LQ). Secara lebih operasional LQ didefinisikan sebagai rasio presentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub wilayah ke-i terhadap presentasi aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Model matematikanya sebagai berikut: dimana: LQ : Location Quotient Qi : produksi ikan jenis ke-i Provinsi Jawa Barat Qt : produksi total perikanan tangkap Provinsi Jawa Barat qi : produksi jenis ke-i Kabupaten Cirebon qt : produksi total perikanan tangkap Kabupaten Cirebon

39 23 Pendekatan adanya pemusatan produksi perikanan tangkap dengan LQ dibedakan dalam dua kelompok, kelompok-kelompok tersebut masing-masing terdiri atas 3 kriteria dan 2 kriteria. Kelompok pertama dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ>0), mendekati terpusat (LQ=0,8 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ<1). Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot 3 apabila nilai LQ mengalami pertumbuhan yang meningkat, nilai LQ yang mengalami pertumbuhan tetap diberi bobot 2, dan apabila nilai LQ yang mengalami pertumbuhan menurun diberi bobot 1. Dari ketiga hasil pembobotan LQ tersebut, selanjutnya menentukan kecenderungan nilai LQ dengan nilai bobot trend LQ. Bobot trend LQ yang meningkat diberi nilai 3, bobot trend LQ tetap diberi nilai 2, dan bobot trend menurun diberi nilai 1. Berdasarkan penjumlahan kedua nilai bobot tersebut selanjutnya menghitung lebar kelas dengan mengurangi nilai total bobot tertinggi dikurangi nilai bobot total terendah kemudian dibagi dengan banyaknya kelas yaitu (14-7)/3. Menentukan selang selang kelas dengan mengetahui selang atas dan selang bawah, selang kelas komoditas unggulan yaitu 14, komoditas netral selang kelasnya yaitu 11-13, dan komoditas non unggulan selang kelasnya yaitu Komoditas unggulan merupakan hasil tangkapan unggulan dan dijadikan prioritas untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon Produktivitas perikanan tangkap Analisis yang dilakukan terhadap sektor perikanan tangkap yaitu dengan menghitung produktivitas unit penangkapan ikan. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang dipergunakan (Ravianto J, 1986). Produktivitas dihitung dengan menggunakan data sekunder. Menurut Hermawan (2007), rumus yang digunakan untuk mengetahui produktivitas per trip dan produktivitas per unit yaitu:

40 Batasan Konsep Pengukuran Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan konsep yang penting antara lain: 1) Penelitian ini menganalisis subsektor perikanan tangkap; 2) Peranan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan adalah kedudukan subsektor perikanan tangkap dalam pembangunan wilayah yang diukur berdasarkan indikator penadapatan wilayah; 3) Sektor basis perikanan tangkap adalah perbadingan relatif kemampuan subsektor perikanan tangkap pada wilayah penelitian dibandingkan dengan wilayah administrasi di atasnya (Provinsi) serta subsektor perikanan tangkap mampu memenuhi kebutuhan komoditas perikanan Kabupaten Cirebon dan mengekspor ke luar Kabupatn Cirebon; 4) PDRB adalah pendapatan total suatu wilayah dari seluruh kegiatan perekonomian selama setahun. PDRB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PDRB harga Konstan (Lampiran 1), sedangkan PRDB harga berlaku (Lampiran 2); 5) Kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap adalah jumlah angkatan kerja subsektor perikanan tangkap; 6) Efek pengganda (pendapatan/tenaga kerja) adalah koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan pendapatan/tenaga kerja dalam wilayah terhadap pertumbuhan wilayah pendapatan/tenaga kerja yang bersangkutan; dan 7) Keragaan perikanan tangkap adalah produktivitas perikanan tangkap yang terkait dalam unit penangkapan ikan, dimana dalam suatu kegiatan perikanan terdapat kapal, alat tangkap dan nelayan yang menjadi indikator keberhasilan suatu perikanan tangkap layak untuk dikembangkan.

41 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur. Pada sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang pantai utara yaitu Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Gunungjati, Tengahtani, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan. Bagian kedua sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi. Kabupaten Cirebon berdasarkan letak geografisnya berada pada posisi 108 o o 48 Bujur Timur dan 6 o 30 7 o 00 Lintang Selatan, yang dibatasi oleh: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kota Cirebon dan Laut Jawa 2) Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Indramayu 3) Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan 4) Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 10 m dari permukaan air laut, tetapi wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara m dari permukaan laut. Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan. Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai-

42 26 sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik, dan Kalijaga. Berdasarkan tata letak geografis dan perbatasan Kabupaten Cirebon dapat disajikan pada Lampiran Kondisi demografi dan pendidikan Kabupaten Cirebon mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar. Penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2008 sebanyak jiwa. Luas wilayah 990,36 km 2 maka rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon sebesar jiwa per km 2. Kepadatan penduduk Kabupaten Cirebon per kecamatan hingga pada tahun 2008 masih menunjukkan kondisi kurang merata seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Secara keseluruhan dari total 424 desa yang ada, 12 diantaranya kelurahan yang kesemuanya terdapat di wilayah Kecamatan Sumber sehingga penduduk terbesar terdapat di Kabupaten Sumber yaitu sebanyak jiwa dengan persebaran sebesar 4,03% dan yang terkecil Kecamatan Pasaleman yaitu jumlah penduduk hanya jiwa dengan persebaran sebesar 1,27%. Kepadatan penduduk di masing-masing Kecamatan juga menunjukkan ketidakmerataan. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang tidak sama. Makin padatnya penduduk cenderung di pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan, dimana banyak terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai bidang usaha yang dapat memberikan lapangan pekerjaan seperti perdagangan, industri, pengangkutan, pertanian, pertambangan, pemerintahan, dan jasa-jasa. Tingkat pendidikan di Kabupaten Cirebon sudah cukup merata dan proporsional dengan jumlah penduduk secara umum. Jumlah Sekolah Dasar yang terbanyak terdapat di Kecamatan Sumber dengan jumlah murid murid, sedangkan jumlah SLTP (negeri dan swasta) di Kabupaten Cirebon sebanyak 125 sekolah dengan murid. 4.2 Keadaan Umum Sektor Perikanan Sektor perikanan yang ada di Cirebon meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan pengolahan hasil perikanan yang terus mengalami

43 27 peningkatan. Usaha perikanan tangkap di laut merupakan bentuk usaha perikanan yang banyak dilakukan masyarakat pesisir Kabupaten Cirebon dan merupakan sumber utama produksi perikanan di Kabupaten Cirebon. Umumnya jenis ikan hasil tangkapan di laut berupa ikan tongkol, pari, rajungan, cumi-cumi, sontong. Disamping perikanan laut juga ada usaha perikanan tambak, kolam, dan usaha kolam air deras. Usaha perikanan laut memberi kontribusi terbesar terhadap produksi perikanan di Kabupaten Cirebon. Secara lebih rinci produksi dan nilai produksi perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Perkembangan produksi perikanan Kabupaten Cirebon Tahun No Kegiatan Perikanan Produksi (Ton) Kenaikan (%) 1 Penangkapan Laut , ,00 39,35 2 Tambak 4.390, ,60 147,93 3 Kolam 1.245, ,10 35,68 4 Sawah 6,40 3,30-48,43 5 Sungai 97,40 114,20 17,24 6 Waduk 87,70 78,70-10,26 7 Kolam Air Deras 5, Budidaya Laut , ,40-29,62 Jumlah 42342, ,30 32,42 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Perikanan budidaya Kegiatan budidaya di Kabupaten Cirebon meliputi budidaya ikan di laut, air payau dan air tawar (perairan umum). Dalam hal ini yang dimaksud budidaya ikan dalam arti luas, termasuk budidaya udang dan kerang-kerangan. Budidaya ikan laut masih sebatas pada jenis budidaya kerang hijau di Kecamatan Mundu. Budidaya air payau yang terdiri dari tambak ikan dan udang tersebar di 7 kecamatan antara lain Kecamatan Losari, Gebang, Pangenan, Mundu, Gunungjati, Suranenggala dan Kapetakan, sedangkan untuk budidaya air tawar tersebar di 34 Kecamatan dari 40 Kecamatan di Kabupaten Cirebon dengan produksi yang dicapai sebesar 1.774,5 ton dengan nilai produksinya Rp ,- serta penyerapan tenaga kerja sebanyak RTP.

44 28 Tabel 2 Potensi perkembangan budidaya di Kabupaten Cirebon Tahun 2008 No Jenis Budidaya Potensi Pemanfataan 1 Laut 399,60 km 2 399,60 km Payau 5.163,50 ha 5163,57 ha a. Budidaya Udang 1.635,12 ha 1635,12 ha b. Budidaya Ikan 3.528,45 ha 3528,45 ha Tawar ,00 ha 766,10 ha a. Budidaya Kolam air tenang 784,00 ha 220,60 ha b. Budidaya Kolam air deras ,00 m 2 45,50 m 2 c. Sawah Minapadi 8.632,00 ha 500,00 ha Sumber: Dinas Perikananan Kabupaten Cirebon, 2008 Berbagai jenis ikan yang dibudidayakan menurut jenis budidaya di Kabupaten Cirebon yaitu: 1) Budidaya laut, komoditas yang dibudidayakan kerang hijau; 2) Budidaya tambak, ikan yang dibudidayakan adalah ikan mujair, bandeng, belanak, kakap, udang windu, udang putih, udang vaname, kerang darah dan rumput laut; 3) Budidaya kolam, ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas, ikan tawes, ikan nilem, ikan nila, ikan gurame, ikan sepat siam, ikan tambakan, ikan patin, ikan tambakan, ikan mujair, ikan lele. Tabel 3 Produksi dan nilai produksi perikanan budidaya Kabupaten Cirebon No Kegiatan Perikanan Produksi Nilai Produksi Jenis Budidaya Ton Ton Ton (Rp 000) (Rp 000) (Rp 000) 1 Tambak 3.382, , , , , ,0 2 Kolam 1.234, , , , ,0 3 Sawah 5,1 54,0 6,4 63,9 64,8 96,0 4 Sungai 91,4 52,1 97,4 416,7 151,2 423,4 5 Waduk 127,0 124,8 87,7 665,4 457,3 497,3 6 Kolam Air Deras 3,4 5,0 5,2 48, ,4 7 Budidaya Laut , , , , ,9 Jumlah , , , , , ,0 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2008 Berdasarkan Tabel 3 maka jumlah produksi budidaya terbesar yaitu jenis budidaya laut pada tahun 2008 sebesar ,2 ton dengan nilai produksi sebesar Rp ,00. Jumlah produksi budidaya terkecil yaitu jenis budidaya kolam air deras pada tahun 2006 sebesar 3,4 ton dengan nilai produksi sebesar Rp ,00.

45 Perikanan tangkap Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon tersebar di tujuh kecamatan pantai yaitu Kecamatan Kapetakan, Cirebon Utara, Mundu Pesisir, Astanajapura, Pangenan, Gebang dan Losari. Konsentrasi penangkapan terbesar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Gebang, Kecamatan Mundu Pesisir dan Kecamatan Cirebon Utara. 1) Jenis Alat Tangkap Beberapa jenis alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Cirebon untuk melakukan penangkapan ikan antara lain alat tangkap payang, pukat tarik ikan, dogol, pukat pantai, jaring insang hanyut, jaring lingkar, jaring insang tetap, pukat tarik ikan, bagan tancap, anco, rawai tetap, dan perangkap kerang. Tabel 4 Perkembangan alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Jenis Alat Tangkap Jumlah Alat Tangkap (unit) Pukat Tarik Ikan Payang Dogol Pukat Pantai Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring insang tetap Trammel net Bagan Tancap Rawai Tetap Pengumpul Kerang Anco Perangkap Lainnya Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon 2009 Berdasarkan Tabel 4 bahwa jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Cirebon jumlah tertinggi terdapat pada tahun 2004 sebesar unit sedangkan jumlah terendah terdapat pada tahun 2007 sejumlah unit. Pada tahun 2008 mengalami peningkatan kembali hingga tahun 2009 dari menjadi 7.745, hal ini di karenakan pada tahun 2007 hingga sekarang mulai diadakan pendataan baru mengenai jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon.

46 30 Berdasarkan pada Gambar 2 bahwa perkembangan jumlah alat tangkap Kabupaten Cirebon selama dua tahun yang lalu yaitu tahun 2006 dan tahun 2007 mengalami penurunan yang sangat signifikan, namun pada tahun 2008 sampai 2009 mengalami peningkatan kembali. Alat Tangkap (unit) Tahun Gambar 2 Perkembangan jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Cirebon Tahun Berdasarkan Gambar 3 ternyata ada tiga alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Cirebon yaitu pukat tarik ikan, dogol, dan payang. Menurut presentasi jumlah per alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Cirebon untuk pukat tarik ikan sebesar 26%, dogol 19% dan payang 10%. 26% Pukat Tarik Ikan 2% Payang 3% 3% Dogol Pukat Pantai 19% 1% Jaring Insang Hanyut 9% Jaring Lingkar 8% 8% Jaring Insang Tetap Trammel Net 6% 10% Bagan Tancap 3% 2% Rawai Tetap Gambar 3 Presentasi jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun 2009.

47 31 Tabel 5 Perkembangan jumlah produksi per alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun No Jenis Alat Tangkap Produksi (Ton) 1 Pukat Tarik Ikan 3.998, Payang 3.724, , ,8 3 Dogol , , ,5 4 Pukat Pantai/Jr Arad 114, ,9 5 Jaring Insang Hanyut 6.433, ,4 547,5 6 Jaring Lingkar 205, , ,7 7 Jaring insang tetap 1.438, , ,5 8 Trammel net 1.271, ,2 764,6 9 Bagan Tancap 470, ,2 206,4 10 Anco ,4 11 Rawai Tetap 6.399, ,2 849,8 12 Perangkap Kerang 1.692, , ,3 13 Perangkap lainnya , ,7 Jumlah , , ,1 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa jumlah produksi terbesar pada tahun 2007 terdapat pada alat tangkap pukat tarik ikan dengan jumlah produksi sebesar ton dan pada tahun 2008 hingga 2009 jumlah produksi terbesar terdapat pada alat tangkap dogol dengan jumlah produksinya ,9 ton dan ,5 ton. Selain itu juga perkembangan jumlah produksi dari alat tangkap yang ada di Kabupaten Cirebon juga dapat dilihat pada Gambar 4 yang menjelaskan bahwa jumlah produksi setiap tahunnya cenderung meningkat. Produksi (Ton) , , Tahun ,1 Gambar 4 Perkembangan produksi per jumlah alat tangkap Kabupaten Cirebon Tahun

48 32 Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa terdapat dua alat tangkap yang mempunyai presentasi terbesar pada tahun 2009 yaitu alat tangkap dogol sebesar 45% dan jaring insang tetap sebesar 12%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat tangkap tersebut yang dominan dioperasikan pada tahun 2009 dengan jumlah produksi yang cenderung meningkat. 0% 3% 3% 1% 12% Gambar 5 Presentasi produksi per jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon Tahun ) Nelayan 7% 9% 2%1% 5% 8% 4% Pukat Tarik Ikan Payang 45% Nelayan yang terserap dalam usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terdiri atas nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki kapal penangkap ikan atau tidak ikut melaut untuk menangkap ikan. Nelayan buruh adalah nelayan yang hanya memiliki faktor produksi tenaga kerja tanpa memiliki kapal penangkap ikan. Dogol Pukat Pantai/Jr Arad Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring insang tetap Trammel net Bagan Tancap Anco Rawai Tetap Perangkap Kerang Perangkap lainnya Tabel 6 Jumlah nelayan yang beroperasi di Kabupaten Cirebon Tahun Tahun RTP Nelayan RTBP Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009

49 33 Menurut data yang tercantum pada Tabel 6 jumlah nelayan pemilik dan buruh pada tahun 2004 memiliki jumlah yang tertinggi, dimana untuk nelayan pemilik mencapai orang dibandingkan dengan tahun berikutnya dan pada nelayan buruh jumlah tertinggi mencapai orang. Jumlah nelayan terendah terdapat pada tahun 2007 dengan nelayan pemilik orang dan nelayan buruh orang. Secara keseluruhan jumlah nelayan Kabupaten Cirebon mengalami penurunan yang sangat kecil setiap tahunnya sehingga tidak begitu mempengaruhi kegiatan usaha penangkapan ikan. Nelayan (Orang) Tahun Jumlah Nelayan Total Jumlah Nelayan RTP Jumlah Nelayan RTBP Gambar 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang beroperasi di Kabupaten Cirebon. Berdasarkan Gambar 6 grafik hubungan tahun dengan jumlah nelayan Kabupaten Cirebon, baik untuk nelayan buruh (RTBP), nelayan pemilik (RTP) dan total jumlah nelayan. Nelayan RTBP mempunyai jumlah yang lebih banyak di bandingkan dengan nelayan RTP, karena di Kabupaten Cirebon hanya pemilik modal besar saja yang menjadi nelayan pemilik dan sebagian besar masyarakat disana menjadi nelayan buruh yang berasal dari daerah tersebut. 3) Armada Penangkapan Armada yang digunakan pada kegiatan penangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon umumnya berupa perahu dan kapal. Perahu yang digunakan menggunakan mesin sebagai tenaga penggeraknya biasanya ditempatkan disamping perahu disebut juga dengan outboard motor, sedangkan sebagai tenaga penggerak kapal digunakan mesin dalam (inboard motor) dimana mesin kapal ditempatkan didalam kapal itu sendiri.

50 34 Tabel 7 Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun Jumlah perahu/motor tempel Tahun Tanpa motor Motor tempel Kapal Motor Jumlah Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009 Berdasarkan Tabel 7 mengenai jumlah armada penangkapan bahwa armada penangkapan di Kabupaten Cirebon Tahun memiliki jumlah yang tetap. Hal tersebut disebabkan adanya pendataan baru pada jenis alat tangkap dan sebagian besar armada yang digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan berupa perahu bermotor tempel. Kapal motor kegiatan penangkapan ikan hanya terdapat di dua kecamatan seperti Kapetakan dan Cirebon Utara. 4) Produksi dan Nilai produksi perikanan tangkap Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama tahun dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa terjadi penurunan produksi dan peningkatan nilai produksi perikanan tangkap. Jumlah produksi terbesar yaitu ton pada tahun 2004 sedangkan terendahnya pada tahun 2008 hanya ton. Jumlah produksi yang besar memiliki nilai produksi yang sangat rendah yaitu Rp ,00 dan jumlah produksi yang rendah memiliki nilai produksi yang sangat besar yaitu Rp ,00. Berdasarkan uraian di atas jumlah produksi penangkapan di laut cenderung berlawanan dengan jumlah nilai produksi penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon. Produksi menurun karena berkembangnya alat tangkap jaring arad. Sehingga produktivitas hasil tangkapan yang dihasilkan oleh beberapa alat tangkap cenderung mengalami penurunan. Selain itu, alat tangkap jaring arad dapat merusak lingkungan. Nilai produksi mengalami peningkatan karena mengalami kenaikan harga setiap tahunnya yang akibatnya harga jual ikan juga meningkat.

51 35 Tabel 8 Jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Tahun Produksi (Ton) Nilai Produksi (Rp 000) Harga rata-rata (Rp/kg) Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2009 Berdasarkan Gambar 7 mengenai jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tahun diketahui bahwa jumlah produksi perikanan laut di Kabupaten Cirebon mempunyai nilai yang cenderung menurun setiap tahunnya dan nilai produksinya mempunyai nilai yang cenderung meningkat. Hal ini karena berkembangnya alat tangkap arad mengakibatkan produktivitas hasil tangkapan oleh beberapa alat tangkap rendah, sehingga jumlah produksi juga rendah. Selain itu, hubungan tahun dan jumlah produksi perikanan laut di Kabupaten Cirebon tahun mempunyai nilai produksi yang meningkat. Hal ini karena terjadinya peningkatan harga jual ikan setiap tahunnya yang awalnya hanya Rp 4.850,00 per kg pada tahun 2004 hingga mencapai harga Rp ,00 tahun 2008, dan menurun menjadi Rp ,00 per kg pada tahun Produksi (Ton) ,7 Gambar 7 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun ) Jenis Komoditas Perikanan Tangkap , , , , Tahun Produksi (Ton) Nilai produksi (ribuan) , Jenis ikan yang ditangkap di Kabupaten Cirebon dapat dibagi menurut kelompok ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan demersal, udang, dan 0 Nilai Produksi (ribuan)

52 36 binatang lunak. Kelompok pelagis kecil yang ditangkap antara lain ikan peperek, ikan selar, ikan japuh, ikan teri, ikan tembang, ikan kembung, ikan sebelah. Kelompok pelagis besar yang ditangkap antara lain ikan kakap merah, ikan kakap putih, ikan tongkol. Kelompok ikan demersal yang ditangkap antara lain ikan bawal putih, ikan manyung, ikan pari, ikan layur. Kelompok udang-udangan yang ditangkap antara lain udang krosok, udang jerbung, udang windu, udang dogol, rajungan. Selain itu, ada kelompok binatang berkulit lunak yang produksinya ditangkap antara lain cumi-cumi, kerang darah dan gurita.

53 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perekonomian Kabupaten Cirebon Perkembangan ekonomi suatu wilayah dapat ditunjukan dengan meningkat atau tidaknya kondisi perekonomian dengan mengetahui nilai PDRB dan laju pertumbuhan lapangan usaha, sehingga dapat mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah baik dikalangan pemerintah maupun swasta untuk menentukan kearah mana daerah tersebut akan dikembangkan. Kabupaten Cirebon dikatakan mengalami perkembangan ekonomi bila kondisi perekonomiannya meningkat dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat digunakan untuk melihat peningkatan tersebut diantaranya dengan data statistik Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk domestik regional bruto (PDRB) Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer, yaitu sektor yang bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian serta pertambangan dan penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha industri pengolahan; listrik, gas dan air minum; konstruksi/bangunan) serta sektor tertier (lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank/lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa pemerintahan dan jasa swasta) yang dapat menentukan skala pembangunan sektoral yang lebih tepatnya adalah Produk domestik regional bruto (PDRB). PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumberdaya manusia dan faktor-faktor produksi lainnya untuk menciptakan nilai tambah baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Ada dua tipe nilai tambah antara lain, 1) nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah, gaji, bunga, sewa, tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar. 2)

54 38 harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena harga dianggap tetap (BPS Kabupaten Cirebon, 2009). Badan Pusat Statistik (2009) menjelaskan bahwa ketersediaan data dalam penyusunan PDRB ini secara berkala, bertujuan untuk memperoleh informasi antara lain: a) Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Apabila angka-angka statistik PDRB disajikan atas dasar harga konstan, akan menunjukan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik keseluruhan maupun per sektor. b) Tingkat Kemakmuran Suatu Daerah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi bagi masyarakat kalau perkembangan penduduk juga tinggi. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita lebih menunjukkan perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka pembanding dari daerah lainnya dan untuk mengetahui perkembangannya perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala. Adanya angka pembanding dari pendapatan per kapita dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran suatu daerah lebih baik dari daerah lainnya. Selain itu dapat dilihat peningkatan kemakmuran daerah tersebut dari tahun ke tahun. c) Tingkat Inflasi dan Deflasi Penyajian atas dasar harga konstan dan atas harga berlaku dapat dipakai sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi ataupun deflasi yang terjadi. d) Gambaran Struktur Perekonomian Angka-angka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan ke arah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan.

55 39 Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa pada tahun 2009 menurut lapangan usaha sektor yang paling banyak berkontribusi yaitu pertanian sebesar 23%, perdagangan sebesar 17%, dan industri pengolahan sebesar 12%. Sektor pertanian termasuk pada sektor primer yang terdiri atas empat subsektor yaitu: pertama tanaman bahan makanan 14%, kedua perikanan 4% dan peternakan 4%, ketiga tanaman perkebunan hanya 2% serta terakhir kehutanan. 9% 1. PERTANIAN 3% 23% 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 5% 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 17% 5. BANGUNAN / KONTRUKSI 14% 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 5% 8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN 2% 12% 0% 4% 4% 0% 2% 9. JASA-JASA Gambar 8 Presentasi PDRB Tahun 2009 Kabupaten Cirebon atas dasar harga konstan Tahun Berdasarkan data PDRB tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui bahwa dari ke 9 lapangan usaha, yang paling besar kontribusinya dalam perekonomian Kabupaten Cirebon yaitu sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 30,57%. Adapun lapangan usaha yang kontribusinya sangat kecil dalam perekonomian Kabupaten Cirebon yaitu sektor pertambangan dan penggalian, dengan kontribusi sebesar 0,39% pada tahun Penjelasan tersebut menyatakan bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir ( ), sektor pertanian masih yang paling besar kontribusinya dalam pembentukan PDRB Kabupaten Cirebon, dengan kontribusi sebesar 30,57% pada tahun Besarnya kontribusi sektor pertanian banyak

56 40 dipengaruhi oleh peningkatan nilai tambah pada subsektor tanaman bahan makanan, dengan kontribusi sebesar 17,72% pada tahun Subsektor peternakan dan perikanan juga berkontribusi lebih baik dari subsektor yang lainnya, yaitu sebesar 5,93% dan 4,72% pada tahun Apabila dalam juta rupiah untuk perikanan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan PDRB subsektor perikanan tangkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 9 PDRB perikanan Tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 Kabupaten Cirebon Tahun ,39 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009 Menurut lapangan usaha bahwa sektor primer atau pertanian, terdapat beberapa sektor didalamnya yang mengalami peningkatan yang pesat antara lain tanaman bahan makanan, perikanan, peternakan, tanaman perkebunan dan urutan terakhir kehutanan. Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa perikanan Kabupaten Cirebon selama tahun atas dasar harga konstan 2000 mengalami peningkatan terus menerus setiap tahunnya. Hal ini berarti perubahan PDRB pada sektor perikanan Kabupaten Cirebon lebih mencerminkan pada perubahan produksi tanpa dipengaruhi perubahan harga sehingga dapat digunakan sebagai indikator ekonomi yang bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi, tingkat kesejahteraan rakyat Kabupaten Cirebon PDRB per kapita Perikanan (Juta Rupiah) , , , ,76 PDRB per kapita merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah. PDRB per kapita yang tinggi mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya jika nilai PDRB per kapita rendah, maka dapat dikatakan keadaan ekonomi masyarakat masih rendah. Nilai PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi total PDRB dengan jumlah penduduk. Nilai PDRB per kapita bervariasi antar kota atau kabupaten, karena

57 41 selain dipengaruhi potensi dari wilayah tersebut juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk wilayah yang bersangkutan. Tabel 10 PDRB per kapita Kabupaten Cirebon Tahun atas dasar harga konstan Tahun 2000 Tahun PDRB (Juta Rupiah) Jumlah Penduduk (Jiwa) Per Kapita (Juta Rupiah/Jiwa) , , , , , , , , , ,53 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2009 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai PDRB per kapita Kabupaten Cirebon dari tahun setiap tahunnya mengalami peningkatan yang awalnya tahun 2005 sebesar Rp3,06 juta rupiah per jiwa menjadi Rp3,53 juta rupiah per jiwa pada tahun Data yang ada menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai PDRB per kapita tiap tahunnya apabila dirata-ratakan mengalami peningkatan sebesar 3,3% sehingga dengan peningkatan yang cenderung meningkat tersebut dinyatakan Kabupaten Cirebon mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat mulai makmur Laju pertumbuhan perekonomian Cirebon Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tergantung pada potensi sumber daya alam dan kemampuan manusia untuk mengolah dan memanfaatkan potensi tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi dapat digambarkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 11 mengenai laju pertumbuhan PDRB tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 diketahui bahwa dari 9 sektor yang ada, sektor yang memiliki sumbangan terbesar pada tahun 2009 yaitu sektor pertanian 6,65%. Kenaikan pertumbuhan pada sektor pertanian tersebut banyak dipengaruhi oleh peningkatan nilai tambah pada subsektor peternakan dimana pada tahun 2009 mampu tumbuh sebesar 7,77% angka ini masih lebih kecil dari angka pertumbuhan tahun 2008 yang tercatat 16,22%. Subsektor perikanan juga tumbuh lebih baik dari subsektor yang lainnya yakni sebesar 6,85%, satu-satunya

58 42 subsektor yang tumbuh minus di sektor pertanian adalah subsektor kehutanan pada tahun 2009 dengan angka 3,26% angka ini sangat kecil dari angka pertumbuhan pada tahun 2008 yang tercatat 6,64%. Pertumbuhan minus pada subsektor kehutanan diakibatkan oleh penurunan beberapa komoditi hasil hutan. Tabel 11 Data laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Tahun atas dasar harga konstan Tahun 2000 Lapangan Usaha Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan 2000 tahun (dalam persen) *) 2008**) 2009***) 1. PERTANIAN 4,09 0,07 5,82 5,40 6,65 a. Tanaman Bahan Makanan 2,28-0,27 8,02 4,28 6,74 b. Tanaman Perkebunan 15,27 9,65-0,42-1,01 3,17 c. Peternakan dan hasilhasilnya 5,41-1,89 4,67 16,22 7,77 d. Kehutanan 4,44 3,30-16,00 6,64-3,26 e. Perikanan 4,73-0,85 3,38 0,64 6,85 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5. BANGUNAN / KONTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN 5,28 6,27 2,06 2,04 3,90 1,97 5,85 1,00 2,96-0,72 7,89 5,75 7,11 4,69 6,36 9,73 8,78 9,06 6,43 5,71 7,38 9,09 4,08 5,54 6,39 5,44 7,67 6,91 1,04 4,33 4,22 6,17 3,89 5,09 4,73 9. JASA-JASA 4,79 6,52 9,93 6,09 5,85 TOTAL PDRB 5,06 5,14 5,35 4,91 5,08 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara Sektor yang memiliki sumbangan terendah yaitu sektor industri pengolahan satu-satunya sektor yang tumbuh minus pada tahun 2009 dengan angka 0,72% angka ini sangat kecil dari angka pertumbuhan pada tahun 2008 yang tercatat 2,96%. Perlambatan pertumbuhan pada sektor ini sangat dipengaruhi oleh

59 43 melemahnya nilai tambah yang terbentuk sektor industri tanpa migas yang tumbuh dengan minus pada tahun 2009 dengan angka 0,27% dan industri migas tidak ada pertumbuhan sama sekali. Berdasarkan data laju pertumbuhan tahun atas dasar harga konstan tahun 2000 menunjukkan bahwa pada sektor pertanian terdiri dari lima sektor terkait didalamnya yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Kelima sektor yang terkait tersebut khusunya perikanan, laju pertumbuhannya selalu berada pada urutan kedua yaitu 6,85% pada tahun Laju pertumbuhan terendah yaitu kehutanan yang mana pada tahun 2009 tumbuh minus sebesar 3,26%. 5.2 Peranan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon Peranan subsektor perikanan tangkap dapat diketahui melalui perhitungan nilai location quotient. Menurut subsektor perikanan tangkap, analisis location quotient dilakukan dengan menghitung nilai LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan, keseluruhan sektor dan tenaga kerja di Kabupaten Cirebon Location quotient subsektor perikanan tangkap Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon dapat diketahui melalui perhitungan LQ dengan subsektor perikanan tangkap terhadap sektor perikanan di Kabupaten Cirebon. Nilai hasil perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Cirebon. Jadi bisa dikatakan bahwa selama kurun waktu tersebut, subsektor perikanan tangkap sudah memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Kabupaten Cirebon.

60 44 Tabel 12 Nilai location quotient subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Tahun Vi (juta rupiah) Vt (juta rupiah) Pi (juta rupiah) Pt (juta rupiah) , , , ,55 1,75 Basis , , , ,00 1,74 Basis , , , ,00 1,17 Basis , , , ,00 1,50 Basis , , , ,88 1,22 Basis Sumber: Data Diolah, 2010 Ket : Vi (Nilai Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) Vt (Total Pendapatan Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon) Pi (Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat) Pt (Total Pendapatan Sektor Perikanan Jawa Barat). Selain itu, subsektor perikanan tangkapnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, karena subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon. Hal ini ditujukan dengan diperolehnya perhitungan LQ lebih dari 1 untuk setiap tahunnya dalam kurun waktu Nilai LQ tertinggi terdapat pada tahun 2005 sebesar 1,75 terendah pada tahun Tahun 2009 nilai LQ menurun dibandingkan dengan tahun 2008 jika dilihat dari Gambar 9, penurunan tersebut masih berada diatas 1. Nilai LQ secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, walaupun penurunan sangat kecil. LQ Ket ,75 1,74 1,50 LQ ,17 1, Tahun Gambar 9 Nilai LQ Subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon Tahun Berdasarkan Gambar 9 nilai LQ Kabupaten Cirebon mengalami penurunan setiap tahunnya, walaupun masih lebih besar dari satu. Subsektor perikanan tangkap merupakan kegiatan basis, sehingga subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon.

61 Location quotient subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon. Secara keseluruhan sektor dapat diketahui melalui perhitungan LQ dengan subsektor perikanan tangkap terhadap seluruh sektor di Kabupaten Cirebon. Nilai hasil perhitungan LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan sektor perikanan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 LQ subsektor perikanan tangkap terhadap pendapatan daerah di Kabupaten Cirebon Tahun Tahun Vi (juta rupiah) Vt (juta rupiah) Pi (juta rupiah) Pt (juta rupiah) LQ Ket , , , ,20 Basis , , , ,95 Basis , , , ,06 Basis , , , ,26 Basis , , , ,95 Basis Sumber: Data Diolah, 2010 Ket : Vi (Nilai Pendapatan Subsektor PerikananTangkap Kabupaten Cirebon) Vt (Total Pendapatan Seluruh Sektor Kabupaten Cirebon) Pi ( Total Pendapatan Subsektor Perikanan Tangkap Jawa Barat) Pt (Total Pendapatan Seluruh Sektor Jawa Barat). Berdasarkan Tabel 13 diketahui peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dari nilai LQ yang dihasilkan dari hasil perhitungan selama kurun waktu tahun lebih besar dari 1. Penurunan nilai LQ dapat dilihat pada Gambar 10. LQ ,20 12,95 Gambar 10 LQ subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon terhadap pendapatan daerah Tahun ,06 11,26 6, Tahun

62 46 Berdasarkan Gambar 10 diketahui nilai LQ tertinggi sebesar 12,95 pada tahun 2006, sedangkan nilai LQ terendah pada Tahun 2009 hanya 6,59. Hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan selama kurun waktu tahun , nilai LQ lebih besar dari 1. Peranan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon merupakan sektor basis terhadap perekonomian Kabupaten Cirebon. Jadi dapat melakukan ekspor ke luar daerah Kabupaten Cirebon dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon. 5.3 Kontribusi Subsektor Perikanan Tangkap Kontribusi sektor perikanan dan kelautan serta sektor ekonomi lainnya terhadap pendapatan wilayah, menentukan kelayakan sektor tersebut untuk diprioritaskan dalam pembangunan daerah. Sektor ekonomi yang mampu memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan wilayah merupakan penggerak utama sektor ekonomi lainnya. Sektor yang merupakan sektor basis dapat meningkatkan arus pendapatan daerah dengan menambah tingkat konsumsi masyarakat, sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan yang baru. Pendapatan pada sektor basis, fungsi permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari daerah tersebut. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa kontribusi perikanan terbesar terhadap total PDRB sebesar 5,23%, sedangkan terhadap sektor pertanian sebesar 16,68% pada tahun Perikanan tangkap terbesar terhadap total PDRB sebesar 3,84%, sedangkan terhadap sektor pertanian sebesar 12,24% pada tahun Kontribusi perikanan dan perikanan tangkap terhadap total PDRB dan sektor pertanian setiap tahunnya mengalami penurunan. Subsektor perikanan dan perikanan tangkap tergolong memiliki kontribusi yang cukup besar di Kabupaten Cirebon. Hal ini disebabkan kontribusi perikanan tangkap mempunyai rata-rata terhadap total PDRB sebesar 10,69% dan terhadap sektor pertanian sebesar 3,33%. Adanya keseimbangan pemantauan secara berkelanjutan terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan keadaan perikanan di Kabupaten Cirebon. Selain itu, tenaga kerja di Kabupaten Cirebon terampil dalam bidang perikanan tangkap sehingga dapat mengembangkan produksi perikanan dengan areal kegiatan penangkapan yang ada.

63 47 Tabel 14 Kontribusi subsektor perikanan tangkap terhadap sektor pertanian dan seluruh sektor Kabupaten Cirebon Tahun PDRB a. Total PDRB (Pi) , , , , ,44 b. Sektor Pertanian (pi) , , , , ,53 a. Perikanan (Vi) , , , , ,39 b. Perikanan tangkap (vi) , , , , ,68 % Kontribusi (Ki) (Vi/Pi)x100% a. Kontribusi Perikanan terhadap total PDRB b.kontribusi Perikanan terhadap sektor pertanian a. Kontribusi perikanan tangkap terhadap total PDRB b. Kontribusi perikanan tangkap terhadap sektor pertanian Sumber: Data Diolah, ,23 4,93 4,84 4,64 4,72 16,68 16,53 16,14 15,41 15,45 3,84 3,57 3,45 2,80 3,00 12,24 11,95 11,50 9,29 9, Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Berdasarkan teori ekonomi basis, pada dasarnya pertumbuhan wilayah dapat terjadi akibat adanya efek pengganda. Pembelanjaan kembali pendapatan yang telah diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan dan dipasarkan ke luar wilayah (ekspor). Multiplier effect dilakukan untuk melihat seberapa besar koefisien yang menunjukkan kemampuan setiap peningkatan pendapatan atau tenaga kerja yang dihasilkan, karena adanya pertumbuhan subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB daerah Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel ini menjelaskan bahwa koefisien pengganda menunjukkan nilai yang cenderung meningkat selama periode analisis dari tahun , yaitu berkisar antara - 57,85 hingga 80,69. Koefisien pengganda tertinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 80,69. Artinya setiap peningkatan PDRB subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan menghasilkan PDRB Kabupaten Cirebon sebesar Rp80,69. Pada tahun 2009 koefisien pengganda sebesar 14,59. Artinya setiap peningkatan

64 48 PDRB subsektor perikanan tangkap sebesar Rp1,00 akan menghasilkan PDRB Kabupaten Cirebon sebesar Rp14,59. Hal ini diartikan subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 dan tahun 2009 dapat menciptakan efek pengganda. Akibatnya, terjadi pembelian kembali di dalam daerah dan seterusnya dapat membuka lapangan kerja baru. Tabel 15 Analisis multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan PDRB daerah Kabupaten Cirebon Tahun (juta rupiah) Tahun Yb Y Yb Y Msy = Y/ Yb , , , ,7-57, , , ,2 80, , , ,8-9, , , ,9 14,59 Sumber: Data diolah, Ket : Y : (Jumlah PDRB Sektor perikanan Kabupaten Cirebon) Yb : (Jumlah PDRB Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) Y : (Perubahan PDRB Sektor Perikanan Kabupaten Cirebon) Yb : (Perubahan PDRB subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon) Msy : (Koefisien Multiplier effect) Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Analisis efek pengganda subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja Kabupaten Cirebon dibutuhkan untuk memprediksi kesempatan kerja yang akan dihasilkan pada subsektor perikanan tangkap. Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja di Kabupaten Cirebon yaitu, perbandingan antara perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap dengan perubahan seluruh sektor di Kabupaten Cirebon. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon pada tahun cenderung menurun. Pada tahun 2008 Kabupaten Cirebon tidak mampu menciptakan kesempatan kerja wilayah untuk subsektor perikanan tangkap. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap tahun 2006 yaitu 76,43. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 77 orang. Pada tahun 2007

65 49 multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu 39,34. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 40 orang. Pada tahun 2009 multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap yaitu 12,55. Artinya penambahan satu orang tenaga kerja di Kabupaten Cirebon bisa menciptakan kesempatan kerja wilayah sebanyak 13 orang. Multiplier effect kesempatan kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon secara keseluruhan cukup besar. Hal ini disebabkan pengembangan perikanan tangkap dapat ditingkatkan dengan membentuk suatu usaha perikanan yang saling berkaitan antara satu nelayan dengan pelaku perikanan lainnya. Semakin luasnya lapangan usaha semakin banyak menyerap tenaga kerja dan dapat memberikan peningkatan pendapatan daerah. Tabel 16 Analisis multiplier efect subsektor perikanan tangkap berdasarkan tenga kerja Kabupaten Cirebon Tahun (orang) Tahun Eb E Eb E Mse , , , ,55 Sumber: Data diolah, 2010 Ket : E : (Jumlah tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Cirebon) Eb : (Jumlah tenaga kerja Subsektor Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon) E : (Perubahan tenaga kerja sektor perikanan Kabupaten Cirebon) Eb : (Perubahan tenaga kerja subsektor perikanan tangkap Kabupaten Cirebon) Mse : (Koefisien Multiplier effect). 5.5 Komoditas Unggulan Hasil Tangkapan Komoditas hasil tangkapan terdapat pada Lampiran 5. Penentuan komoditas unggulan dilakukan dengan melakukan perhitungan nilai produksi subsektor perikanan tangkap, perhitungan dilakukan dengan metode LQ. Subsektor perikanan tangkap dibagi berdasarkan kelompok. Kelompoknya yaitu berdasarkan kelompok ikan pelagis kecil, kelompok ikan pelagis besar, kelompok ikan demersal, dan kelompok binatang berkulit keras dan kelompok binatang berkulit lunak.

66 50 Tabel 17 Nilai LQ kelompok ikan di Kabupaten Cirebon Tahun Tahun LQ No Jenis Ikan Jenis Ikan Lidah 57,74 0,00 2,00 0,02 0,95 Demersal 2 Beloso 4,52 0,00 0,00 1,65 0,00 Demersal 3 Sebelah 0,00 0,28 5,61 4,92 4,49 Demersal 4 Gulamah 0,00 0,00 0,13 0,40 0,47 Demersal 5 Biji nangka 0,00 0,00 4,21 1,51 4,96 Demersal 6 Tenggiri papan 0,00 0,00 0,14 1,95 2,04 Pelagis besar 7 Peperek 0,89 0,00 0,19 0,21 0,19 Pelagis kecil 8 Manyung 0,05 0,02 0,69 1,71 0,07 Pelagis kecil 9 Kakap putih 0,00 0,00 0,02 0,94 1,43 Pelagis kecil 10 Julung-julung 0,00 0,00 3,42 2,97 2,41 Pelagis kecil 11 Kembung 1,25 0,44 0,72 0,16 2,41 Pelagis kecil 12 Selar 0,02 0,32 0,17 0,27 0,29 Pelagis kecil 13 Udang Windu 0,00 0,00 2,63 24,27 4,65 Binatang berkulit keras 14 Rajungan 0,00 0,00 3,17 4,32 3,68 Binatang berkulit keras 15 Kerang darah 0,00 0,00 4,22 4,97 4,87 Binatang berkulit lunak 16 Gurita 0,00 0,00 4,22 4,95 4,67 Binatang berkulit lunak 17 Udang Dogol 0,38 0,00 3,71 3,70 1,45 Binatang berkulit keras 18 Udang Krosok 0,00 0,00 3,34 3,11 4,47 Binatang berkulit keras Sumber: Data Diolah, 2010 Berdasarkan hasil perhitungan LQ pada Tabel 17, ikan lidah memiliki nilai LQ tertinggi pada tahun 2005 sebesar 57,74; pada tahun 2007 nilai LQ tertinggi terdapat pada ikan sebelah sebesar 5,61; pada tahun 2008 nilai LQ tertinggi terdapat pada udang windu sebesar 24,27 dan pada tahun 2009 LQ tertinggi terdapat pada ikan biji nangka sebeesar 4,96. Nilai LQ pada tahun 2006 rata-rata kurang dari 1 sedangakan mulai dari tahun 2007 sampai 2009 nilai LQ cenderung fluktuatif. Nilai LQ kurang dari satu maka Kabupaten Cirebon harus memasok ikan dari daerah lain, sehingga dapat menurunkan pendapatan daerah Kabupatan Cirebon. Nilai LQ lebih dari satu memungkinkan adanya ekspor jenis ikan ke daerah lain sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon. Jenis ikan yang dominan memiliki nilai LQ lebih dari satu terdapat pada tahun 2007 sampai Jenis ikannya antara lain ikan sebelah, ikan biji nangka, ikan

67 51 julung-julung, udang windu, rajungan, kerang darah, gurita, udang dogol dan udang krosok. Jenis ikan tersebut yang memiliki potensi untuk dikembangkan, karena memiliki nilai LQ yang stabil dan cenderung fluktuatif. Hal ini memungkinkan adanya ekspor jenis ikan tersebut ke luar daerah sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menurut Citraningtyas (2010) bahwa perhitungan LQ untuk penentuan komoditas unggulan, dapat ditentukan nilai bobot LQ dan nilai bobot trend. Ketentuan untuk nilai bobot LQ yaitu, apabila nilai LQ>1 maka diberi bobot 3; apabila nilai 0,8 LQ 0,99 diberi bobot 2; dan apabila LQ < 0,8 diberi bobot 1. Ketentuan untuk nilai trend yaitu apabila trend mengalami peningkatan maka diberi bobot 3; apabila trend tetap maka diberi bobot 2; dan apabila trend mengalami penurunan maka diberi bobot 1. Tabel 18 Penilaian total bobot LQ di Kabupaten Cirebon Tahun No Tahun Nilai bobot LQ Nilai bobot Jenis Ikan trend Total bobot Komoditas 1 Lidah Netral 2 Beloso Non unggulan 3 Sebelah Unggulan 4 Gulamah Non unggulan 5 Biji nangka Unggulan 6 Tenggiri papan Netral 7 Peperek Manyung Non unggulan Non unggulan 9 Kakap putih Netral 10 Julung-julung Unggulan 11 Kembung Netral 12 Selar Non unggulan 13 Udang Windu Unggulan 14 Rajungan Unggulan 15 Kerang darah Unggulan 16 Gurita Unggulan 17 Udang Dogol Unggulan 18 Udang Krosok Unggulan Sumber: Data Diolah, 2010

68 52 Kecenderungan LQ komoditas unggulan hasil tangkapan dapat dilihat pada Lampiran 6. Jadi, berdasarkan Tabel 18 mengenai pembobotan nilai LQ, menunjukkan bahwa ada komoditas unggulan, komoditas non unggulan, dan komoditas netral. Menentukan jenis ikan kedalam kelompok komoditas unggulan, non unggulan, dan netral dengan menentukan selang kelas dari jumlah jenis ikan tersebut (Lampiran 7). Selang kelas untuk komoditas unggulan nilai 14, komoditas netral nilai dan komoditas non unggulan rentangnya dari Berdasarkan nilai pada selang tersebut ikan yang termasuk kedalam komoditas unggulan terdiri dari ikan sebelah, ikan biji nangka, ikan julung-julung, udang windu, udang krosok, udang dogol, rajungan, kerang darah dan gurita. Ikan-ikan tersebut mayoritas ditangkap dengan menggunakan alat tangkap dogol dan jaring insang tetap. 5.6 Produktivitas Unit Penangkapan Ikan Kabupaten Cirebon Keadaan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dapat diketahui dengan melihat tingkat produktivitas perikanan tangkap Kabupaten Cirebon. Produktivitas perikanan tangkap dapat diketahui dengan tiga kategori perhitungan antara lain produktivitas per trip penangkapan ikan, produktivitas per unit penangkapan ikan, dan produktivitas nelayan. Penelitian kali ini hanya memperhitungkan produktivitas per trip penangkapan ikan dan produktivitas per unit penangkapan ikan. Jumlah trip dan jumlah unit dogol dan jaring insang tetap dapat dilihat pada Lampiran Produktivitas per trip penangkapan ikan Produktivitas per trip penangkapan ikan ditentukan berdasarkan jumlah produksi dari jenis alat tangkap yang dominan digunakan di Kabupaten Cirebon. Jenis alat tangkap tersebut yaitu dogol dan jaring insang tetap. Produktivitas per trip penangkapan ikan dapat dilihat pada Tabel 19.

69 53 Tabel 19 Produktivitas per trip unit penangkapan ikan (kg/trip) Kabupaten Cirebon Tahun Tahun Volume produksi (Ton) Jaring insang tetap Jumlah trip unit penangkapan ikan Produktivitas per trip (Kg/trip) Dogol Jaring insang tetap Dogol Jaring insang tetap Dogol , , , , , , , , Sumber: Data diolah, 2010 Berdasarkan Tabel 19 menjelaskan bahwa perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon bersifat fluktuatif dari tahun Produktivitas per trip penangkapan ikan tertinggi terdapat pada tahun 2006 yaitu, alat tangkap dogol sebesar 262 kg per trip. Produktivitas per trip terendah terdapat pada alat tangkap jaring insang tetap hanya 4 kg per trip pada tahun Perkembangan produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 11. Produktivitas per trip (Kg/trip) Tahun Jaring insang tetap Dogol Gambar 11 Produktivitas per trip penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun Berdasarkan Gambar 11 produktivitas dari kedua alat tangkap selama tahun Alat tangkap jaring insang tetap mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun Alat tangkap dogol mempunyai perkembangan produktivitas per trip yang cenderung meningkat. Hal ini disebabkan volume produksi dogol lebih banyak tetapi jumlah tripnya sedikit. Jaring insang tetap volume produksinya sedikit tetapi jumlah tripnya banyak. Jadi jumlah trip yang banyak belum tentu dapat menentukan peningkatan produktivitas per trip penangkapan ikan. Peningkatan produktivitas per trip penangkapan ikan ini dapat

70 54 bergantung pada kemampuan armada, dimana alat tangkap dogol mempunyai alat bantu. Alat bantu tersebut berupa gardan pada saat pengoperasian unit penangkapan jaring dogol. Gardan dapat membantu memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja diatas kapal sehingga pada saat pengoperasian jaring dogol dapat menekan biaya produksi untuk melakukan kegiatan penangkapan Produktivitas alat per unit penangkapan ikan Produktivitas per trip penangkapan ikan ditentukan berdasarkan jumlah produksi dari jenis alat tangkap yang dominan digunakan di Kabupaten Cirebon. Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Produktivitas per unit penangkapan ikan (ton/unit) Kabupaten Cirebon Tahun Tahun Volume produksi (ton) Jumlah unit Produktivitas per unit (Ton/unit) Jaring insang tetap Dogol Jaring insang tetap Dogol Jaring insang tetap Dogol , , ,6 291, ,7 95, , , ,7 77, , ,2 86,1 Sumber: Data diolah, 2010 Berdasarkan Tabel 20 menjelaskan bahwa produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon bersifat fluktuatif dari tahun Produktivitas tertinggi yaitu pada alat tangkap dogol sebesar 291,1 ton per unit selama tahun Produktivitas terendah terdapat pada alat tangkap jaring insang tetap hanya 0,7 ton per unit selama tahun 2007 dan Secara keseluruhan produktivitas per unit yang tertinggi terdapat pada alat tangkap dogol dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang. Hal ini disebabkan volume produksi dogol lebih banyak tetapi jumlah unit sedikit, sedangkan jaring insang tetap volume produksinya sedikit tetapi jumlah unit banyak. Perkembangan produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 12.

71 55 Produktivitas per unit (Ton/unit) ,1 Gambar 12 Produktivitas per unit penangkapan ikan Kabupaten Cirebon Tahun Berdasarkan Gambar 12 produktivitas alat per unit dari kedua alat tangkap selama tahun Alat tangkap dogol mempunyai produktivitas alat per unit penangkapan ikan terbesar setiap tahunnya dibandingkan jaring insang tetap. Berdasarkan hasil wawancara, terjadinya peningkatan produktivitas per unit penangkapan ikan ini dapat bergantung pada kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan armada. Adanya alat bantu gardan jaring dogol mampu menaikkan harga jual dan mengalokasikan kombinasi faktor produksi yang efektif dan efisien. Jaring insang tetap mempunyai hasil tangkapan yang rendah untuk produktivitas per unit, karena nelayan di Bondet masih skala kecil dan daerah penangkapannya terbatas tidak jauh dari pantai tetapi biaya operasionalnya tinggi dan harga jual ikan di TPI berfluktuasi. 95,0 77,1 86,1 2,6 0,7 0,7 2, Tahun Jaring insang tetap Dogol 5.7 Unit Penangkapan Ikan Jaring dogol 1) Nelayan Berdasarkan status kepemilikannya terhadap alat tangkap, nelayan di Desa Gebang Mekar Kabupaten Cirebon ini dibedakan menjadi tiga kelompok sebagai berikut: Juragan darat yaitu orang yang memiliki perahu serta alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan di laut hanya menerima bagi hasil tngkapan yang diusahakan oleh orang lain; Juragan darat laut yaitu orang yang memiliki perahu dan alat penangkapan serta ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut;

72 56 Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal. Umumnya memperoleh bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian. Dalam operasi penangkapan dogol biasanya dioperasikan oleh 3-4 nelayan yang masing-masing bertugas sebagai juru mudi, juru mesin, dan Anak Buah Kapal (ABK). Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Gebang Mekar dan melaut merupakan sumber mata pencaharian utama. Satu kali trip operasi penangkapan berlangsung selama satu hari. 2) Alat tangkap dogol Alat tangkap dogol yang digunakan di perairan Gebang Mekar terdiri atas tiga bagian utama yaitu: sayap, badan dan kantong. Alat tangkap ini umumnya didapat dengan cara membeli secara kontan dan modifikasi sesuai dengan kebutuhan nelayan tersebut. Alat tangkap ini dilengkapi dengan pelampung, pemberat, gardan, tali ris atas (head rop), tali ris bawah (ground rope), tali selambar (warp). Kontruksi alat tangkap jaring dogol yang dioperasikan di Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon dapat disajikan pada Gambar 13. Sumber: Dimodifikasi dari Yuliana, 2009 Gambar 13 Kontruksi alat tangkap dogol. Keterangan 1. Kantong : PE, 1 inchi, L = 4m, lebar = 2m 2. Badan jaring : PE, 5 inchi, L = 15m, lebar = 10m 3. Sayap : PE, 7 inchi, L = 50m, lebar = 15m 4. Tal ris atas : PE, L = 15 m, Ø 12 mm 5. Tal ris bawah : PE, L = 25 m, Ø 30 mm 6. Tali selambar : PE, L = m, Ø 1,5 mm 7. Pelampung : plastik 8. Pemberat : timah, berat 12kg, 35 buah.

73 57 3) Kapal Kapal yang digunakan pada saat pengoperasian adalah perahu motor tempel yang biasa disebut perahu jukung. Kapal ini menggunakan mesin merk Dongfeng yang berkekutaan 24 PK/HP. Kapal ini membutuhkan liter BBM (Bahan Bakar Minyak) dalam setiap tripnya. Kapal ini mempunyai ukuran panjang antara 9,5-9,85 m; lebar 2,85-2,90 m; dan dalam 1,85-1,90 m yang terbuat dari kayu jati (Tectona grandis). Gambar 14 Kapal Dogol. 4) Alat bantu Alat bantu yang digunakan pada kapal dogol adalah gardan yang berfungsi pada saat penarikan jaring dari air (hauling). Gardan digunakan sebagai mesin bantu motor tempel. Alat ini dimaksudkan untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja di atas kapal. Gambar 15 Alat bantu. 5) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan yang dilakukan diperairan Gebang Mekar dioperasikan di daerah perairan pantai yang dangkal. Jarak tempuh dari fishing base ke fishing ground antara km. Kedalamannya bisa mencapai antara 8-15 m dengan lokasi penangkapan yaitu di daerah Bagan, Kerundung, Mundu, Gebang dan Losari. Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap jaring dogol di Gebang Mekar dapat disajikan pada Lampiran 1.

74 58 6) Metode pengoperasian Pengoperasian dogol ini umumnya dilakukan pada pagi hari sampai siang hari yaitu antara pukul WIB dan dapat dikategorikan ke dalam one day fishing. Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Gebang Mekar. Bagi nelayan disana melaut menjadi sumber mata pencaharian utama. Penentuan fishing ground dilakukan berdasarkan cuaca dan pengalaman nelayan dengan adanya gerombolan ikan, setelah tiba di fishing ground kecepatan kapal dikurangi dan nelayan memastikan di wilayah tersebut tidak ada pelampung tanda milik unit penangkapan lain. Setting (penurunan jaring) dimulai dengan menurunkan pelampung tanda, diikuti tali selambar kanan, kemudian sayap kanan dan badan jaring dimana ujung tali selambar kanan masih tetap berada pada perahu. Saat penurunan sayap, nelayan lain melemparkan pemberat dan pelampung secara berurutan agar tidak terbelit dengan jaring. Selanjutnya dilakukan penurunan kantong, badan jaring, sayap kanan dan sayap kiri sampai bertemu dengan pelampung tanda awal. Proses ini membutuhkan waktu sekitar menit, saat setting dilakukan mesin tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah. Drifting membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam, ketika gerombolan ikan diperkirakan sudah masuk ke dalam kantong dilakukan proses terakhir yaitu pengangkatan jaring (hauling) mambutuhkan waktu sekitar 45 menit sampai dengan 1 jam. Pengangkatan jaring diawali dengan pengangkatan sayap kiri dan sayap kanan secara bersamaan. Proses hauling diusahakan posisi kantong berada ditengah, pengangkatan jaring dilakukan secara perlahan, setelah sampai badan jaring pengangkutan badan jaring dipercepat. Hal ini dilakukan untuk mencegah ikan yang meloloskan diri. Pada saat pengangkutan jaring, ada nelayan yang bertugas menyusun pemberat dan pelampung secara teratur untuk proses setting selanjutnya. Tahap terakhir adalah pemindahan ikan hasil tangkapan dari kantong jaring kedalam keranjang yang berbeda sesuai dengan jenisnya masing-masing. Umumnya hasil tangkapan sampingan yang jarang tertangkap di buang ke laut, akan tetapi yang dapat dimanfaatkan tetap dikumpulkan untuk dijual. Kapal tidak menggunakan es karena waktu operasinya one day fishing dan kapal juga

75 59 beroperasi di fishing ground yang hanya di sekitar perairan pantai. Penyortiran ini dilakukan oleh anak buah kapal pada saat menuju fishing base. Menurut Monintja dan Martasuganda (1991) umumnya hasil tangkapan utama dogol adalah udang-udangan dan ikan demersal. Menurut Manadiyanto (2000), yang menerangkan bahwa puncak penangkapan udang di perairan Laut Jawa berlangsung pada musim timur, yaitu antara pertengahan bulan Maret sampai pertengahan bulan Juni. Gambar 16 Hasil tangkapan dogol selama penelitian Jaring insang tetap 1) Nelayan Operasi penangkapan dogol biasanya dioperasikan oleh 3-4 nelayan yang masing-masing bertugas sebagai juru mudi, juru mesin dan Anak Buah Kapal (ABK). Sebagian besar nelayan merupakan penduduk asli Bondet Cirebon Utara dan melaut merupakan sumber mata pencaharian utama. Dalam satu trip operasi penangkapan yang berlangsung selama satu hari. 2) Alat tangkap Jaring insang tetap di Kabupaten Cirebon disebut dengan jaring rajungan. Jaring rajungan hasil tangkapan utamanya adalah rajungan yang tertangkap dengan cara terpuntal bagian tubuhnya pada badan jaring. Alat tangkap jaring rajungan terdiri dari badan jaring dari bahan PA (monofilament), pelampung terbuat dari bahan karet seperti ban bekas yang di potong kecil dan sendal jepit, tali ris atas dan tali ris bawah dari bahan PE (multifilament) dan pemberat dari timah. Pada saat pengoperasian jaring rajungan nelayan PPP Bondet menggunakan pemberat tambahan dari batu dengan berat sekitar 2,5 kg 3 kg dengan cara dililitkan dengan tali pelampung tanda sepanjang 4,5 m sehingga

76 60 panjang tali pelampung seluruhnya 35 m. Pemberat tambahan berfungsi untuk penahan jaring ketika ada arus laut. Kontruksi jaring rajungan di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Gambar 17. Sumber: Dimodifikasi dari Aminah, 2010 Gambar 17 Kontruksi alat tangkap jaring rajungan di Kabupaten Cirebon. Keterangan: 1. Badan jaring : PA monofilament, = 4 inchi, L= 1 piece = 45 m = m, lebar = 4 m, Ø 0,3 mm 2. Tal iris atas : PE multifilament, L = m, Ø 0,3 mm, arah pilinan Z 3. Tal iris bawah : PE multifilament, L = m, Ø 0,3 mm, arah pilinan Z 4. Pelampung : bahan karet sandal jepit, bentuk dadu, = 1 piece = 70 buah, Ø 5cm, jarak = 1,5 m 5. Pemberat : timah, berat = 1 piece = 2-3 kg, = 30 buah, Ø 5cm, jarak = 1,5 m 6. Tali pelampung : PE multifilament, Ø 0,25m, arah pilinan S 7. Tali pemberat : PE multifilament, Ø 0,25m, L = m, arah pilinan S 8. Tali pelampung tanda : PE multifilament, L 30 m, Ø 0,6 cm 9. Pelampung tanda : 2 buah, bahan Styrofoam, bentuk persegi panjang berukuran 20 cm x 10 cm x 30 cm 10. Pemberat tambahan : batu, berat 3,5 kg 3) Kapal Kapal jaring rajungan di PPP Bondet memilki dimensi total (L OA ) 10 m, lebar (B) 2,7 m dan draft (d) 1,3 m. Bahan utama penyusun kapal yaitu kayu jati (Tectona grandis). Kapal jaring rajungan kapasitasnya sekitar 1 GT. Pada umumnya kapal jaring rajungan yang digunakan oleh nelayan di PPP Bondet adalah jenis kapal motor tempel dengan tenaga penggerak 20 PK dengan bahan bakar solar.

77 61 Gambar 18 Kapal jaring insang tetap. 4) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan yang dilakukan diperairan Bondet Cirebon Utara dioperasikan di daerah perairan pantai. Jarak tempuh dari fishing base ke fishing ground antara 10-15km. Kedalamannya bisa mencapai antara 8-15 m dengan lokasi penangkapan yaitu di daerah Mertasinga. Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap jaring insang tetap di Bondet Cirebon Utara dapat disajikan pada Lampiran 1. 5) Metode pengoperasian Pengoperasian jaring rajungan dimulai pukul WIB dan dikategorikan ke dalam one day fishing. Nelayan yang beroperasi lebih dari satu malam di PPP Bondet biasanya disebut Babang. Persiapan jaring, perbekalan, pemeriksaan keadaan kapal, mesin, persediaan bahan bakar dan air tawar dilakukan di fishing base. Penurunan satu jaring ini membutuhkan waktu sekitar menit, saat setting mesin kapal dilakukan tetap dinyalakan dengan kecepatan rendah, agar jaring dapat terbentang sempurna. Proses setting diawali dengan menurunkan batu pemberat, pelampung tanda pertama, diikuti dengan badan jaring piece pertama sampai piece terakhir, kemudian diturunkan pelampung tanda kedua dan pemberat terakhir disusun dengan penurunan tali selambar. Proses selanjutnya drifting yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam dan terakhir pengangkatan jaring (hauling) mambutuhkan waktu sekitar menit. Pengangkatan jaring diawali dengan mengangkat pelampung tanda pertama, batu pemberat pertama diikuti dengan badan jaring, pelampung terakhir dan pemberat terakhir kemudian kapal menuju fishing base.

78 62 Tahap terakhir adalah pemindahan ikan hasil tangkapan dari kantong jaring kedalam keranjang yang berbeda sesuai dengan jenisnya asing-masing. Umumnya hasil tangkapan sampingan yang jarang tertangkap di buang ke laut, akan tetapi yang dapat dimanfaatkan tetap dikumpulkan untuk dijual. Kapal tidak menggunakan es karena waktu operasi one day fishing dan kapal juga beroperasi di fishing ground yang hanya di sekitar perairan pantai. Penyortiran ini dilakukan oleh anak buah kapal pada saat menuju fishing base. Gambar 19 Hasil tangkapan jaring insang tetap selama penelitian.

79 63 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Kontribusi perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama periode analisis tahun terhadap total PDRB sebesar 3,33% dan sektor pertanian sebesar 10,96%. 2) Peranan subsektor perikanan tangkap terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon termasuk pada kegiatan basis (LQ>1). Jadi subsektor perikanan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, karena subsektor perikanan tangkap dapat mengekspor barang ke luar daerah Kabupaten Cirebon. 3) Efek pengganda perikanan tangkap tertinggi berdasarkan indikator pendapatan daerah adalah sebesar Rp 80,69 pada tahun 2007 dan berdasarkan indikator tenaga kerja sebesar 76,43 pada tahun ) Produktivitas unit penangkapan ikan selama periode analisis tahun di Kabupaten Cirebon yang tertinggi terdapat pada alat tangkap dogol sebesar 262 kg per trip dan 291,1 ton per unit pada tahun Komoditas unggulan yaitu jenis ikan demersal (ikan sebelah dan biji nangka); ikan pelagis (ikan julung-julung); binatang berkulit keras (udang dogol, udang windu, udang krosok, rajungan); binatang berulit lunak (gurita dan kerang darah). 6.2 Saran 1) Mempertahankan kondisi subsektor perikanan tangkap sebagai kegiatan basis, perlu adanya upaya yang lebih ditingkatkan untuk mendorong pihak swasta agar bersedia membantu menanamkan modal khususnya subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon. 2) Meningkatkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan perikanan tangkap seperti jasa-jasa transportasi dan komunikasi yang mendukung perikanan tangkap. 3) Memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup khususnya kegiatan perikanan tangkap.

80 64 DAFTAR PUSTAKA Adrianto L et al Workshop Nasional Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Didalam: Angraeni E dan Marietadewi A, editor. Socioeconomic development of marine resources in Indonesia; IPB. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Hal 521. Amina Model pengelolaan dan Investasi Optimal Sumberdaya Rajungan dengan Jaring Rajungan di Teluk Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). Jakarta: Badan Pusat Statistik Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Tahun Bandung: Badan Pusat Statistik Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cirebon tahun Cirebon: Badan Pusat Statistik. Budiharsono S Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramitra. Dahuri R Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dalam Kerangka Otonomi Daerah dan Menyiasati Globalisasi. Di dalam Apridar Ekonomi Kelautan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 6 hal Diniah Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan.

81 Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon. Cirebon: Pemerintah Kabupaten Cirebon Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat Dinas Kelautan dan Perikanan. Fauzi A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. Di dalam Budiharsono S Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramitra. Firdaus M Ekonomi Regional. Jakarta: Universitas Terbuka. Glasson J Pengantar Perencanaan Regioanl. Terjemaahan dari Introduction of Regional Planning. Sitohang P. penterjemah. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Hakim SG Peranan Sektor Perikanan Dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hermawan C Kajian teknis dan Finansial Unit Penangkapan Bubu Kawat di Pulau Sabesi, Kabupaten Lampung Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Inayah N Peranan Sektor Perikanan dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Irawana EK Peranan Subsektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Wilayah dan Komoditas Unggulan yang Dapat Dikembangkan di Kota Sabang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kadariah Ekonomi Perencanaan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. 79 hal. Manadiyanto H Status Penangkapan Udang Panaeid Pasca Pukat Harimau di Perairan Laut Jawa. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. 26 hal. Monintja DR Perikanan Tangkap di Indonesia. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

82 66 Monintja D dan Martasuganda S Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Laut II. Diktat Kuliah. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Nazir M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ravianto J Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 291p Sjafrizal Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Cetakan Pertama. Sumatera Barat: Badouse Media. Singarimbun M dan Effendi S Metode Penelitian Survei Edisi Revisi. Jakarta: LP3S. 336 hal. Soekartawi Prinsip Dasar Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Rajawali Pres. 125 hal. Subani W, H.R Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia (Finishing Gears for Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Syafaat N dan Supena Analisis Dampak Ekonomi terhadap Kesempatan Kerja dan Identifikasi Komoditas Andalan Sektor Pertanian di Wilayah Sulawesi: Pendekatan Input Output Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol. XLVIII No. 4. Tarigan R Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, Cetakan keempat. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 2004 Junto Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Prasslina AL Peranan Sektor Perikanan dan Penentuan Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Yuliana Karateristik Unit Penangkapan Ikan Skala Kecil di Pelabuhan Perikanan Karangantu Serang, Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

83 LAMPIRAN 67

84 Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan 2000 tahun Lapangan Usaha 1. PERTANIAN ,68 a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun atas harga konstan 2000 (dalam juta rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun atas harga konstan 2000 (dalam persen) *) 2008**) 2009***) *) 2008**) 2009***) , , , , , ,53 31,36 29,85 29,98 30,12 30, , , , ,58 18,04 17,11 17,55 17,44 17, , , , ,36 2,21 2,31 2,18 2,06 2,02 c. Peternakan dan hasil-hasilnya ,77 d. Kehutanan ,23 e. Perikanan ,71 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5. BANGUNAN / KONTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN , , , , , , , , ,68 5,63 5,26 5,22 5,78 5, , , ,52 0,24 0,24 0,19 0,19 0, , , , ,39 5,23 4,93 4,84 4,64 4, , , , ,51 0,41 0,42 0,41 0,39 0, , , , ,98 15,82 15,93 15,27 14,99 14, , , , ,59 2,08 2,09 2,13 2,12 2, , , , ,75 6,64 6,87 7,11 7,21 7, , , , ,33 22,07 22,90 22,62 22,76 23,04

85 Lampiran 1 Lanjutan Lapangan Usaha Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun atas harga konstan 2000 (dalam juta rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun atas harga konstan 2000 (dalam persen) *) 2008**) 2009***) *) 2008**) 2009***) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI , , , , ,20 5,83 5,97 6,06 5,84 5,79 8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA PERUSAHAAN 9. JASA-JASA , , , , ,58 4,33 4,37 4,31 4,32 4, , , , , ,98 11,45 11,60 12,10 12,24 12,33 TOTAL PDRB , , , , ,44 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara

86 Lampiran 2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun Lapangan Usaha Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun (dalam juta rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun (dalam persen) *) 2008**) 2009***) *) 2008**) 2009***) 1. PERTANIAN , , , , ,45 31,02 30,76 30,16 30,54 31,14 a. Tanaman Bahan Makanan , , , , ,98 18,48 18,82 18,60 19,16 19,35 b. Tanaman Perkebunan , , , , ,84 2,18 2,06 2,01 1,67 1,56 c. Peternakan dan hasilhasilnya , , , , ,69 5,04 4,96 4,94 5,10 5,38 d. Kehutanan , , , ,18 0,23 0,22 0,17 0,17 0,15 e. Perikanan , , , , ,76 5,08 0,38 0,40 0,38 4,70 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH , , , , ,28 0,38 0,38 0,40 0,38 0, , , , , ,78 16,20 16,23 15,48 14,82 14, , , , , ,18 2,68 2,66 2,53 2,23 2,19 5. BANGUNAN / KONTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN , , , , ,25 6,15 6,09 6,10 6,27 6, , , , , ,13 19,92 20,50 20,51 20,73 20,79

87 Lampiran 2 Lanjutan Lapangan Usaha Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun (dalam juta rupiah) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga berlaku tahun (dalam persen) *) 2008**) 2009***) *) 2008**) 2009***) 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI , , , , ,54 8,05 8,05 8,02 7,46 7,01 8. KEUANGAN, SEWA BANGUNAN DAN JASA , , , , ,22 4,00 3,99 3,92 4,00 4,05 PERUSAHAAN 9. JASA-JASA , , , , ,65 11,60 11,35 12,87 13,58 14,02 TOTAL PDRB , , , , ,48 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2010 Keterangan: *) : Angka Perbaikan **) : Angka Sementara ***) : Angka Sangat Sementara

88 Lampiran 3 Peta lokasi penelitian Kabupaten Cirebon

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian 3.3 Jenis dan Sumber Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tinjauan lapang dilaksanakan pada bulan April tahun 2010 dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September tahun 2010 di Kabupaten Cirebon. Pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Berdasarkan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut mau pun di perairan umum secara bebas.

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pada tahap pertama adalah pengumpulan data yang dilaksanakan pada Bulan Februari Maret 2008 di Kota Bandung dan Kabupaten

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Regional 2.2 Teori Basis Ekonomi II TINJAUAN PUSTAKA 2. Pembangunan Regional Kebijaksanaan ekonomi regional ialah penggunaan secara sadar berbagai macam peralatan (instrumen) untuk merealisasikan tujuan-tujuan regional, dan tanpa adanya

Lebih terperinci

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH PERANAN DAN DAMPAK SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH NOVA ARIFATUL FARIDA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN -

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 74/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN NILA DI ATAS Rp. 5 JUTA JUMLAH BIAYA PER TRIP USAHA PENANGKAPAN

Lebih terperinci

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung 6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung Supaya tujuh usaha perikanan tangkap yang dinyatakan

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki luas wilayah 20.656.894 Km 2 terdiri dari luas lautan 14,877.771 Km 2 dan daratan 5,779.123 Km 2. Dengan luas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel

IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Metode Pengambilan Sampel 14 IV. METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret-April 2009. Tempat penelitian berlokasi di Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 4.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cirebon 4.1.1 Kondisi geografis dan topografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI

ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI ANALISIS HASIL TANGKAPAN UTAMA DAN SAMPINGAN PADA ALAT TANGKAP DOGOL DI GEBANG MEKAR, KABUPATEN CIREBON, JAWA BARAT ISTRIANA RACHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100

KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI SUMBERDAYA PERIKANANN BOGOR 20100 STRATEGI DAN PERANAN SUBSEKT TOR PERIKANANN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA SERANG SISKA MAGNAWATI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANANN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANANN FAKULTAS

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Perikanan: Armada & Alat Tangkap

Perikanan: Armada & Alat Tangkap Perikanan: Armada & Alat Tangkap Mengenal armada dan alat tangkap sesuai dengan Laporan Statistik Perikanan Kul 03 Tim Pengajar PDP FPIK-UB. pdpfpik@gmail.com 1 Oktober 2013 Andreas, Raja Ampat Perikanan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 No. 74/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN UDANG

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data

4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Metode Penelitian 4.3 Jenis dan Sumber Data 4 METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data di lapangan dipusatkan di PPN Brondong dan pusat pemerintahan Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data

3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian 3.2 Jenis dan Sumber Data 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan, yaitu mulai dari November 2008 hingga Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Jakarta karena kegiatannya terfokus

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu pulau. Kenyataan ini memungkinkan timbulnya struktur kehidupan perairan yang memunculkan

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMONGAN SERTA KOMODITAS HASIL TANGKAPAN UNGGULAN LISTYA CITRANINGTYAS MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Metode Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA

PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA PERANAN SUBSEKTOR PERIKANAN TANGKAP TERHADAP PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT LAYLI TRIANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Saskia (1996), yang menganalisis masalah Kemiskinan dan Ketimpangan pendapatan nelayan di Kelurahan Bagan Deli dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa potensi sumber daya ikan perlu dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU PUSPITA SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kelautan dengan kekayaan laut maritim yang sangat melimpah, negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai yang terpanjang

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU

4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4 TINJAUAN UMUM PERIKANAN TANGKAP DI MALUKU 4.1 Provinsi Maluku Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 46 tahun 1999 tentang pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi Provinsi Maluku Utara dan Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2004 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PEMAKAIAN ALAT PENANGKAP DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA

TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA 1 TINGKAT KEPUASAN NELAYAN TERHADAP PELAYANAN PENYEDIAAN KEBUTUHAN MELAUT DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) SIBOLGA SUMATERA UTARA Oleh : SAMSU RIZAL HAMIDI PANGGABEAN C54104008 Skripsi Sebagai salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh bagi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMAKAIAN ALAT TANGKAP DAN ATAU ALAT BANTU PENGAMBILAN HASIL LAUT DALAM WILAYAH PERAIRAN LAUT KABUPATEN MANGGARAI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. Dalam hal ini pembangunan wilayah menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci