PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL"

Transkripsi

1 42 PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL (Pb) DARI EMISI KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium JALAN TOL JAGORAWI) [The Effect of the Plant Row Number of Roadside Vegetation in Reducing Lead (Pb) Particles Emitted by Motor Vehicle (Case Study of Acacia mangium Greenbelt, Jagorawi Highway)] Abstrak Struktur jalur hijau jalan diduga mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel timbal di udara. Salah satu faktor struktur jalur hijau jalan adalah jumlah baris tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menentukan pengaruh jumlah baris tanaman dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara; (2) menentukan pola penurunan konsentrasi partikel timbal di udara sekitar jalur hijau jalan. Sampel udara untuk analisis konsentrasi partikel timbal di udara diambil dari empat titik yaitu titik emisi (pinggir jalan), 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau jalan; sampel udara juga diambil di jalur terbuka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jumlah baris tanaman mempengaruhi penurunan konsentrasi partikel timbal. Jalur hijau dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dari dua baris dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara pada jarak 5 m di belakang jalur hijau sebesar 40,58-41,15%; efektivitas jalur hijau lebih dua baris sebesar 34,99% dan jalur hijau dua baris sebesar 35,56% dibandingkan dengan kemampuan jalur terbuka. Kedua jalur ini mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris dan jalur terbuka. Penurunan konsentrasi partikel Pb pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau tidak menunjukkan adanya perbedaan. Kata kunci: partikel Pb, jalur hijau jalan, baris tanaman Abstract Structure of roadside vegetation was assumed to have effects in reducing lead concentration in the air. One of the structure factors was number of rows. The objectives of the research were: (a) to determine the effects of different number of plant rows in reducing lead concentration in the air; (b) to determine the decreasing pattern of Pb particle concentration in the air surrounding the roadside vegetation. Air samples to analyze the concentration of Pb particles in the air were collected on four collection points: point emission (roadside), 5 m, 15 m and 30 m behind the roadside vegetation; air samples were also collected from an openspace plot. The results showed that difference of tree row number affected the decrease of Pb particle concentrations. Two plant rows of roadside vegetation had same capability with more two plant rows of roadside vegetation in reducing Pb particle concentrations on distance of 5 m behind roadside vegetation with decreasing percentage of 40,58-41,15 %; effectivity of two plant rows and more two plant rows of roadside vegetation were respectively 34,99% and 35,56%, in comparison with openspace plot. The two

2 43 roadside vegetation had capability more than one plant row and openspace plot. Decrease of Pb particle concentrations on 15 m and 30 m behind roadside vegetation were not different. Keywords: Pb, concentration, roadside vegetation, plant row Pendahuluan Kualitas lingkungan udara di perkotaan cenderung mengalami penurunan terutama disebabkan oleh aktivitas transportasi. Kendaraan bermotor memberikan kontribusi % dari total zat pencemar di udara (Krisnaya & Bedi, 1986). Salah satu polutan yang diemisikan dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah timbal (Pb). Timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia mempunyai efek negatif terhadap kesehatan. Efek timbal pada anak-anak dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan (IQ points) dan penurunan kemampuan belajar; sedangkan pada orang dewasa pencemaran timbal dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, kemandulan dan pada level yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian (Lestari 2006). Salah satu upaya untuk mengatasi partikel timbal di udara adalah dengan membangun hutan kota. Oleh karena sumber utama polutan timbal di kawasan perkotaan adalah kendaraan bermotor, maka kawasan-kawasan yang berada di sekitar jalan raya merupakan kawasan yang menjadi penerima utama polutan udara. Untuk mengurangi permasalahan tersebut, pemerintah telah melakukan kegiatan penanaman di sepanjang tepi jalan raya dalam bentuk jalur hijau jalan. Jalur hijau ini merupakan agen pertama yang berfungsi sebagai penyaring polutan udara dari emisi kendaraan bermotor dan penyangga untuk daerah di belakangnya. Keefektifan jalur hijau jalan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal udara diduga dipengaruhi oleh strukturnya. Struktur jalur hijau dapat dibedakan menurut berbagai karakteristik tanaman yang mencakup komposisi jenis, umur, dimensi jalur hijau, kondisi kesehatan, kepadatan tanaman (Sanders 1984). Penelitian peranan vegetasi perkotaan dalam mereduksi partikulat telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Dahlan 1989; Irwan 1997; Sukarsono 1998; Arifudin 2000; Taihuttu 2001; Nowak et al. 2002; Sari 2002; Setiadi 2002; Cavanagh et al. 2009), tetapi belum mengkaji perbedaan struktur jalur hijau secara sistematis dan bersamaan

3 44 terhadap keefektifannya dalam mereduksi emisi partikel timbal. Penelitian ini tidak mendisain faktor-faktor struktur jalur hijau, tetapi memanfaatkan jalur hijau yang sudah ada, maka dilakukan pembatasan pada faktor yang dikaji. Kajian difokuskan pada perbedaan jumlah baris jalur hijau jalan. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pengaruh perbedaan jumlah baris tanaman jalur hijau jalan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal dari emisi kendaraan bermotor; (2) mengkaji pola penurunan konsentrasi partikel timbal udara pada jalur hijau jalan. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah jalur hijau Acacia mangium di Jalan Tol Jagorawi arah dari Bogor ke Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari Bulan Oktober 2010 sampai dengan Oktober Analisis konsentrasi Pb di udara dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Pelaksanaan Penelitian Penentuan Plot-plot Penelitian Struktur utama yang digunakan untuk menguji perbedaan keefektifan dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara adalah jumlan baris jalur hijau. Oleh karena itu perlu mencari plot-plot penelitian yang mewakili perbedaan jumlah baris jalur hijau. Pada penelitian ini dibatasi pada tiga jumlah baris jalur hijau yaitu: (1) satu baris tanaman; (2) dua baris tanaman;(3) lebih dari dua baris tanaman. Disamping itu, juga ditambah satu jalur berupa jalur terbuka (tanpa vegetasi). Kriteria plot penelitian yang dipilih adalah: (1) ketiga jalur hijau yang dijadikan plot-plot penelitian merupakan satu jenis (spesies) tanaman dengan dimensi (tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter batang) dan kerapatan kurang lebih sama dengan panjang jalur m; (2) letak jalur hijau dengan jalan mempunyai ketinggian yang relatif sama; (3) jarak plot-plot penelitian dengan jalan raya kurang

4 45 lebih sama; (4) pola jalan relatif sama; dan (5) mempunyai strata tajuk yang kurang lebih sama. Inventariasi Struktur Jalur Hijau Plot-plot jalur hijau yang dipilih sebagai plot-plot penelitian diukur azimuthnya dengan menggunakan kompas. Selanjutnya, dilakukan pengukuran terhadap struktur jalur hijau yaitu tinggi pohon, tinggi bebas cabang dan diameter pohon. Alat yang digunakan untuk keperluan ini adalah pita ukur, meteran gulung, tambang, pita dan haga hypsometer. Selain itu juga, diukur indeks luas daun. Untuk pengukuran indeks luas daun (ILD) digunakan alat HemisphericalView Canopy Analyzer (HemiView) yang diolah dengan menggunakan HemiView2.1. Canopy Analysis Software. Pengukuran Konsentrasi Partikel Timbal di Udara Partikel timbal ditangkap melalui pengambilan sampel udara dengan metode gravimetri. Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat Low Volume Air Sampler merk Sibata Scientific Technologi Ltd. Kecepatan aliran udara 41 liter per menit pada ketinggian 1,5 meter. Dalam pengambilan sampel partikulat di udara dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara masuk dan kemiringan inlet pada alat sampling dan bentuk serta ukuran inlet (Soedomo 2001). Untuk mendapatkan hasil sampling yang representatif, sampling partikulat harus dilakukan pada kondisi isokinetik yaitu kondisi dimana kecepatan aliran di dalam saluran penghisap sampel sama dengan kecepatan aliran rata-rata di dalam saluran. Durasi pengambilan sampel udara setiap titik adalah 3 jam. Waktu pengambilan sampel adalah pada saat hari kerja yaitu pada hari Senin-Jum at, dengan kondisi cuaca terang, antara Pukul Oleh karena keterbatasan alat, maka pengambilan sampel udara tidak dilakukan secara serempak, dengan asumsi bahwa kondisi iklim sebelum pengambilan sampel udara mempunyai kondisi yang sama. Pada setiap plot penelitian dilakukan pengambilan sampel pada empat titik dengan letak seperti pada Gambar 13. Selain jalur hijau, juga dilakukan pengambilan sampel udara pada jalur terbuka. Pada setiap titik dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, kecuali untuk jalur terbuka dan jalur dengan satu baris tanaman dilakukan dua kali pengulangan. Dengan demikian terdapat empat puluh sampel udara.

5 46 Debu yang ditangkap adalah suspended particulate matter (SPM), merupakan debu dengan diameter kurang dari 10 µm. Debu ditangkap oleh kertas saring pada alat dust collector. Kertas saring yang mengandung debu dibagi menjadi empat bagian, dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang. Sebagai kontrol digunakan kertas saring tanpa debu yang dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (berat kertas saring dianggap tetap). Jalur Hijau T3 T2 T1 T0 x x x x Arah Angin 30 m 15 m 5m Jalan raya Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara Gambar 13 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi timbal udara ambien di sekitar jalur hijau. Konsentrasi debu dihitung, dengan persamaan: W1 W 0 C = Vr Keterangan: C = konsentrasi debu (µg/m3) Wo = berat kertas saring sebelum pengambilan contoh udara W1 = berat kertas saring sesudah pengambilan contoh udara Vr = volume contoh udara yang sudah dikoreksi Vr (volume contoh udara yang sudah dikoreksi), diperoleh dengan menggunakan persamaan:

6 47 Vr = V x P 760 x 298 t Keterangan: Vr = volume contoh udara yang sudah dikoreksi (m3) V = volume contoh udara P = tekanan atmosfer (mm/hg) selama pengambilan contoh udara t = suhu udara (0C) selama pengambilan contoh udara Setelah dilakukan analisis konsentrasi debu, selanjutnya sampel tadi dianalisis untuk konsentrasi partikel timbal. Analisis partikel timbal dilakukan dengan cara meletakkan kertas saring di cawan petri dan dipanaskan dalam muffle furnace pada suhu 105oC selama 6 jam, kemudian didinginkan. Kertas saring dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan ke dalam aqua regia (campuran HCl dan HNO3 pekat, 3 : 1), kemudian dipanaskan di hot plate selama 30 menit sambil diaduk sampai kertas saring menjadi putih. Larutan disaring dan diencerkan dengan aquades menjadi 100 ml. Dari larutan ini dilakukan pengukuran kandungan timbal menggunakan Atomic Absorbtion Spechtrophotometer (AAS) model Shimadzu AA.7000 pada panjang gelombang 217 nm. Hasil perhitungan dikonversi terhadap volume contoh udara yang sudah dikoreksi yaitu μg timbal per m3 volume contoh udara yang sudah dikoreksi. Pengukuran Faktor-faktor Iklim Faktor-faktor iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Lokasi-lokasi pengukuran faktor-faktor tersebut sesuai dengan titik pengambilan sampel udara. Pendugaan Kepadatan Lalu-lintas Kepadatan lalu lintas merupakan jumlah kendaraan yang lewat per satuan waktu. Penghitungan jumlah kendaraan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel udara. Metode penghitungan yang digunakan adalah metode scanning, yaitu dilakukan sampling jumlah kendaraan bermotor dengan intensitas sampling 50 persen (30 menit penghitungan dan 30 menit istirahat). Penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat handcounter. Kendaraan bermotor dibedakan atas kendaraan roda empat dan roda lebih dari empat.

7 48 Analisis Data Untuk melihat hubungan antara kondisi jalur hijau dengan konsentrasi timbal di udara pada setiap titik contoh ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik, nilai rata-rata, selisih nilai konsentrasi dan persentase penurunan konsentrasi. Selanjutnya, untuk melihat perbedaan kemampuan struktur jalur hijau dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal, maka digunakan Rancangan Acak Kelompok. Perlakuannya berupa perbedaan jalur (jumlah baris tanaman jalur hijau dan jalur terbuka), sedangkan kelompoknya adalah jarak di belakang jalur hijau dan jarak dari titik emisi untuk jalur terbuka. Adapun model matematika yang digunakan seperti berikut (Yitnosumarto 1991): Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada jumlah baris tanaman jalur hijau ke-i pada jarak di belakang jalur ke-j µ = nilai rata-rata pengamatan τi = pengaruh jalur ke-i βj = pengaruh jarak ke-j εij = galat percobaan pada jalur ke-i dan jarak ke-j Untuk mengetahui adanya perbedaan dalam perlakuan maka dilakukan analisis sidik ragam. Apabila hasil analis sidik ragam menunjukkan beda nyata, maka selanjutnya dilakukan pengujian dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α = 5%. Pengolahan data dengan menggunakan Program SPSS Versi (Santoso 2002). Hasil dan Pembahasan Kondisi Plot-plot Penelitian Berdasarkan kriteria yang telah diuraikan sebelumnya, maka lokasi plot jalur hijau jalan yang ditentukan sebagai plot-plot penelitian seperti disajikan pada Tabel 3 dengan letak seperti terlihat pada Gambar 14 dan peta situasi pada Gambar 15. Tabel 3 Lokasi plot-plot penelitian No Jalur Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris Lokasi (km) Azimuth (o)

8 49

9 Gambar 14 Sketsa lokasi plot-plot penelitian. 49

10 50 Gambar 15 Peta situasi lolasi plot-plot penelitian.

11 51 Jalur hijau yang memenuhi kriteria adalah tegakan Acacia mangium yang terletak di sepanjang jalan Tol Jagorawi arah dari Bogor-Jakarta. Acacia mangium biasa disebut mangium merupakan tanaman yang dikembangkan untuk hutan tanaman industri untuk keperluan pulp dan kertas. Pemilihan jenis ini sebagai plot-plot penelitian karena terdapat perbedaan struktur jalur hijau yang dapat dibandingkan dan secara teknis mudah dalam pengambilan sampel udara. Mangium merupakan pohon yang selalu hijau dengan tinggi dapat mencapai 30 m. Bentuk batangnya silindris dengan diameter setinggi dada mencapai cm. Batang bebas cabang lurus yang bisa mencapai lebih dari setengah total tinggi pohon Kulit kasar dan beralur, berwarna abu-abu atau coklat. Ranting kecil seperti sayap. Daun besar, panjangnya mencapai 25 cm, lebar 3-10 cm; daun majemuk ketika bibit. Bunga berganda, putih atau kekuningan, dalam rangkaian yang panjangnya 10 cm, tunggal atau berpasangan di sudut daun pucuk (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001; Krisnawati et al. 2011). Struktur jalur hijau yang dijadikan plot-lot penelitian seperti pada Tabel 4 dengan lokasi seperti disajikan pada Gambar 16 dan 17. Adapun data pohon penyusun plot-plot penelitian seperti dicantumkan pada Lampiran 2 sampai dengan 4, dengan diagram profil seperti disajikan pada Lampiran 5 sampai dengan 7. Indeks Luas Daun (ILD) yang diperoleh merupakan rata-rata ILD dari beberapa kali pemotretan dengan alat Hemispherical View. Tabel 4 Struktur jalur hijau yang digunakan sebagai plot penelitian Plot Penelitian No. Struktur Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris*) 1. Jarak Jalur Hijau dari Jalan (m) *) Lebar Jalur Hijau (m) Diameter Pohon (cm) Tinggi Pohon (m) Tinggi Bebas Cabang (m) Jarak Tanam Rata-rata (m) Indeks Luas Daun Lima baris tanaman dengan penataan tidak teratur 6 24 ± 5 18,0 ± 2,7 5,3 ± 2,5 2,7 0,746 ± 0, ± 6 13,9 ± 2,6 2,7 ± 0,8 3,3 x 4,0 0,890 ± 0, ± 5 20,1 ± 1,2 8,1 ± 3,0 3,0 x 4,9 1,023 ± 0,112

12 52 (a) (b) Gambar 16 Lokasi pengambilan sampel udara: (a) jalur terbuka; (b) jalur satu baris

13 53 (a) (b) Gambar 17 Lokasi pengambilan sampel udara: (a) jalur dua baris; (b) jalur lebih dua baris

14 54 Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa diameter pohon dengan rata-rata berkisar antara cm, tinggi total dengan rata-rata berkisar antara 13,9-20,1 m dan tinggi bebas cabang dengan rata-rata 2,7-8,1 m. Indeks luas daun (ILD) mempunyai kecenderungan bahwa dengan semakin lebar jalur hijau, maka semakin tinggi nilai ILD, artinya bahwa tingkat kerimbunannya semakin tinggi dengan bertambahnya baris tanaman. Hal ini diduga semakin banyak tajuk tanaman yang overlapping (tumpang tindih) antar baris sehingga jumlah total luas daun semakin besar. Contoh hasil pemotretan dengan alat hemispherical view seperti terlihat pada Gambar 18. (a) (b) (c) Gambar 18 Hasil pemotretan alat hemispherical view: (a) jalur satu baris; (b) jalur dua baris; (c) jalur lebih dua baris

15 55 Kondisi Iklim Mikro di Sekitar Plot-plot Penelitian Kondisi iklim yang diukur di sekitar plot-plot penelitian adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin. Pengukuran dilakukan pada saat pengambilan sampel udara. Adapun kondisi iklim mikro rata-rata di sekitar plotplot penelitian seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kondisi iklim mikro di sekitar plot-plot penelitian Plot Penelitian/ Titik Jalur Terbuka T0 T1 T2 T3 Jalur 1 Baris T0 T1 T2 T3 Jalur 2 Baris T0 T1 T2 T3 Jalur Lebih 2 Baris T0 T1 T2 T3 Suhu Udara Rata-rata (oc) 36,45 37,90 36,50 34,65 33,90 36,90 34,15 36,50 33,33 35,70 34,80 35,73 34,10 38,47 33,77 35,80 Kelembaban Udara Rata-rata (%) 50,85 50,20 55,70 55,85 57,80 49,40 55,45 50,00 62,02 54,82 55,68 54,98 53,33 46,67 55,33 49,20 Iklim Mikro Kecepatan Angin Rata-rata (m s-1) 2,48 1,30 1,34 0,96 1,57 0,22 0,85 0,97 1,95 0,97 1,87 1,01 2,31 0,46 0,63 0,48 Arah Angin ( ) Keterangan : T0 = titik emisi: T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang T0 (titik emisi) Suhu dan kelembaban relatif di sekitar plot-plot penelitian mempunyai kondisi yang bervariasi, tidak mempunyai pola tertentu. Hal ini berbeda dengan kecepatan angin. Kecepatan angin pada T0 yang relatif dekat dengan jalan mempunyai kecepatan angin yang paling tinggi, hal ini diduga dipengaruhi oleh angin yang ditimbulkan akibat gerakan kendaraan bermotor yang melaju dengan cepat. Kecepatan angin pada titik ini antara 1,57-2,48 m s-1. Arah angin lokal berubah-ubah, tetapi secara umum didominasi dari arah selatan menuju ke utara. Kecepatan angin mengalami penurunan pada T1, T2 dan T3, walaupun tidak

16 56 menunjukkan kecenderungan, karena di beberapa titik justru kecepatan angin mengalami peningkatan, tetapi masih rendah dibandingkan dengan kecepatan angin pada T0. Fungsi jalur hijau sebagai windbreak (pemecah angin) diduga belum memberikan efek yang berarti, karena nilai penurunan kecepatan tidak terlalu jauh dibandingkan dengan jalur terbuka. Pada jalur dengan jumlah baris lebih dari dua mempunyai tingkat penurunan yang paling besar yaitu 1,68 m s-1. Untuk lebih jelasnya, mengenai kecepatan angin yang pada plot-plot penelitian seperti terlihat pada Gambar Kecepatan Angin (m s-1) 2,475 2,5 2, ,9533 1,5 1, ,5 0 1,3 0,9667 0,4567 0,215 1,8667 1,34 0,85 0,6267 Titik Emisi 5m 15 m 30 m 1,01 0,97 0,96 0,4767 Jalur Terbuka Jalur Hijau 1 Baris Jalur Hijau 2 Baris Jalur Hijau > 2 Baris Titik Pengambilan Sampel Gambar 19 Kecepatan angin rata-rata pada plot-plot penelitian. Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode scanning, yaitu dilakukan sampling jumlah kendaraan bermotor dengan intensitas sampling 50 persen (30 menit penghitungan dan 30 menit istirahat), diperoleh bahwa jumlah rata-rata total kendaraan (roda empat dan lebih roda empat) berkisar antara 45,7-48,5 kendaraan per menit, sedangkan untuk kendaraan roda empat berkisar antara 37,0-37,2 kendaraan per menit (Gambar 20). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa total kendaraan yang melewati plot-plot penelitian tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%.

17 ,8 45,7 47,3 48,5 Jumlah Kendaraan per Menit ,7 37,0 36,5 37,2 Total Kendaraan Kendaraan Roda 4 Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur > 2 Baris Jalur Gambar 20 Jumlah kendaraan per menit yang melewati plot-plot penelitian Konsentrasi Timbal Udara di Titik Pengamatan Hasil pengukuran konsentrasi partikel timbal di udara di plot-plot penelitian menunjukkan nilai rata-rata yang bervariasi untuk setiap titik pengukuran. Nilai konsentrasi pada titik T0 (sumber emisi) mempunyai nilai yang bervariasi. Nilai konsentrasi partikel timbal paling besar terdapat pada jalur lebih dua baris, sedangkan yang paling rendah adalah pada jalur terbuka. Untuk lebih jelasnya, konsentrasi partikel timbal pada titik emisi (T0) di masing-masing jalur seperti terlihat pada Gambar ,61 Konsentrasi Pertikel Timbal (x10-2µg/m3) ,28 12,78 29,36 Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur > 2 Baris Gambar 21 Konsentrasi partikel timbal pada titik emisi (T0) pada berbagai jalur

18 58 Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi partikel timbal di titik emisi (T0). Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi kerapatan jalur, karena dari jumlah kendaraan bermotor yang merupakan sumber emisi tidak menunjukkan adanya perbedaan. Pada areal yang relatif terbuka konsentrasi partikel relatif lebih rendah, seperti pada jalur terbuka dan jalur satu baris. Pada areal yang mempunyai halangan yang relatif rapat, seperti jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, mempunyai konsentrasi yang relatif tinggi. Hal ini diduga terjadi penumpukan konsentrasi partikel timbal di daerah windward (Fuller et al. 2009a). Rata-rata nilai konsentrasi partikel timbal yang paling tinggi adalah pada titik T0 (sumber emisi) pada jalur lebih dua baris yaitu sebesar 0,6061 µg.m-3, sedangkan yang paling rendah adalah 30 m dari sumber emisi yaitu 0,0958 µg.m- 3. Untuk lebih jelasnya konsentrasi partikel timbal rata-rata pada setiap titik pengukuran sampel udara di masing-masing jalur seperti terlihat pada Gambar 22. Konsentrasi (µg/m3) Konsentrasi Pb pada Jalur Terbuka 12,28 11,6 9,82 9,58 Konsentrasi (µg/m3) Konsentrasi Pb pada Jalur 1 Baris 12,78 12,38 10,78 10,4 0 5m 15 m 30 m 11 m 21 m 36 m Titik Pengambilan Sampel Udara Titik Pengambilan Sampel Udara Konsentrasi Pb pada Jalur 2 Baris Konsentrasi Pb pada Jalur >2 Baris , ,61 Konsentrasi (µg/m3) ,51 9,12 8,52 Konsentrasi (µg/m3) , ,61 14, m 24 m 39 m 22 m 32 m 47 m Titik Pengambilan Sampel Udara Titik Pengambilan Sampel Udara Gambar 22 Rata-rata konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengukuran di plot-plot penelitian Gambar 22 secara umum menunjukkan bahwa konsentrasi partikel timbal ada kecenderungan menurun dari titik emisi (0 m) ke lokasi yang lebih jauh dari pinggir jalan. Pada jalur terbuka dan jalur satu baris terlihat bahwa grafik kecenderungannya relatif landai. Hal ini berarti bahwa penurunan konsentrasi

19 59 partikel timbal dari titik emisi ke titik yang berada di belakangnya tidak mengalami penurunan yang besar. Kondisi ini berbeda dengan jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, grafiknya menunjukkan penurunan yang relatif tajam yaitu pada jarak 14 m dan 22 m. Jarak 14 m merupakan titik yang terletak pada jarak 5 m di belakang jalur dua baris, sedangkan jarak 22 m merupakan titik yang terletak pada jarak 5 m di belakang jalur lebih dua baris. Penurunan konsentrasi yang relatif tajam diduga dipengaruhi oleh keberadaan jalur hijau jalan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi partikel timbal di udara pada plot-plot penelitian berbeda pada taraf nyata 5 %, demikian juga halnya dengan faktor jarak titik pengukuran sampel udara (Lampiran 8). Untuk mengetahui perbedaan antar jalur, maka dilakukan uji BNT dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rata-rata konsentrasi Pb pada jalur-jalur penelitian Plot Penelitian Rata-rata Konsentrasi Pb (µg. m-3) 0,1082 a 0,1159 a 0,1613 ab 0,3120 b Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 % Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa rata-rata konsentrasi timbal yang paling rendah adalah pada jalur terbuka, sedangkan rata-rata konsentrasi timbal tertinggi adalah pada jalur lebih dari dua baris. Konsentrasi timbal pada jalur terbuka dan jalur satu baris berbeda nyata dengan jalur lebih dua baris. Hasil uji lanjut untuk faktor jarak titik pengukuran sampel udara ambien dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata konsentrasi timbal pada berbagai jarak titik pengukuran sampel udara Titik Pengukuran Sampel Rata-rata Konsentrasi Pb (µg. m-3) T0 0,2876 a T1 0,1914 ab T2 0,1108 bc T3 0,1075 bc Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %; T0 = titik emisi: T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T 1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T 0 (titik emisi)

20 60 Tabel 7 menunjukkan adanya perbedaan rata-rata konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengukuran. Titik emisi (T0) mempunyai nilai rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan titik-titik lainnya yaitu sebesar 0,2876 µg. m-3. Hal ini dapat terjadi karena titik ini merupakan titik yang paling dekat dengan jalan raya. Selain itu, terlihat bahwa adanya kecenderungan menurun dengan semakin jauh jaraknya dari jalan raya yaitu pada titik T1, T2 dan T3. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya bahwa semakin jauh jarak dari pinggir jalan, maka konsentrasi partikel akan semakin rendah (El- Gamal 2000). Kecenderungan penurunan rata-rata konsentrasi partikel timbal dapat dilihat pada Gambar 23. Keterangan : T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T 0 (titik emisi) Gambar 23 Rata-rata konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengukuran. Partikel timbal yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dibawa oleh angin ke lokasi jalur hijau. Partikel-partikel yang mempunyai ukuran besar akan cepat jatuh ke permukaan tanah, sedangkan partikel yang berukuran kecil akan melayang-layang di udara terlebih dahulu, sebelum jatuh ke permukaan daun. Menurut Smith (1981) bahwa partikel-partikel yang menempel pada permukaan daun dapat melalui proses: (1) sedimentasi akibat gaya gravitasi, (2) tumbukan akibat adanya arus Eddy, dan (3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Selanjutnya Smith (1981) menjelaskan bahwa sedimentasi partikel akibat gravitasi

21 61 menghasilkan menumpuknya partikel pada permukaan daun sebelah atas, yang terbentuk oleh partikel ukuran besar. Penurunan Konsentrasi Timbal Setelah Melalui Jalur Hijau Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor jalur memberikan pengaruh pada taraf nyata 5% terhadap besarnya nilai penurunan konsentrasi partikel Pb sebelum dan sesudah melewati jalur hijau (Lampiran 9). Nilai penurunan diperoleh dari pengurangan konsentrasi partikel timbal pada T0 dengan rata-rata T1, T2 dan T3. Secara rinci hasil uji BNT pengaruh faktor jalur terhadap rata-rata penurunan konsentrasi partikel timbal disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata penurunan konsentrasi partikel timbal sebelum dan sesudah melewati jalur hijau Plot Penelitian Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris Rata-rata Penurunan Konsentrasi Pb (µg. m-3) 0,0195a 0,0158a 0,1767b 0,3920 b Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 % Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa jalur lebih dari dua baris mempunyai kemampuan menurunkan konsentrasi yang paling besar yaitu sebesar 0,3920 µg. m-3, tetapi tidak berbeda nyata dengan jalur dua baris. Jalur satu baris mempunyai nilai penurunan paling rendah yaitu sebesar 0,0158 µg. m yang tidak berbeda nyata dengan jalur terbuka. Nilai penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik di belakang jalur seperti disajikan pada Tabel Tabel 9 Penurunan konsentrasi timbal (µg. m-3) pada berbagai titik pengukuran Penurunan Plot Penelitian Konsentrasi T0-T1 T0-T2 T0-T3 Keterangan: Jalur Terbuka 0,0068 0,0246 0,0421 Jalur 1 Baris 0,0039 0,0198 0,0238 Jalur 2 Baris 0,1188 0,2027 0,2087 Jalur Lebih 2 Baris 0,2551 0,4600 0,4609 T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T0 (titik emisi) Dari Tabel 9 terlihat bahwa penurunan konsentrasi partikel timbal semakin besar dengan semakin jauh jaraknya dari titik emisi. Jalur yang

22 62 mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menurunkan konsentrasi adalah jalur lebih dua baris, sedangkan yang paling rendah adalah jalur satu baris. Oleh karena titik emisi tidak mempunyai nilai yang sama, maka untuk melihat keefektifan masing-masing jalur digunakan persentase penurunannya. Adapun persentase penurunan konsentrasi partikel timbal dari masing-masing jalur seperti disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persentase (%) penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai titik pengambilan sampel udara di plot-plot penelitian Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Pb Plot Penelitian Indeks Luas Daun T0-T1 Efektivitas pada T1 T0-T2 Efektivitas padat2 T0-T3 Efektivitas pada T3 Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur Lebih 2 Baris 0,000 0,746 0,890 1,023 5,59a 3,15a 40,58b 41,15b ,99 35,56 19,68a 15,29a 64,17a 64,33a ,49 44,65 34,64a 19,07a 66,21a 64,43a ,57 29,74 Rata-rata 22,62 40,87 46,09 Keterangan: angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan Uji BNT pada taraf α=5 %;T0 = titik emisi; T1, T2, T3 untuk jalur hijau adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau; T1, T2, T3 untuk jalur terbuka adalah secara berurutan 5 m, 15 m dan 30 m dibelakang T0 (titik emisi); Efektivitas merupakan selisih nilai dengan jalur terbuka Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa dengan semakin jauh dari titik emisi, persentase penurunan konsentrasi partikel timbal semakin besar. Jalur dua baris dan jalur lebih dua baris mempunyai kemampuan penurunan konsentrasi partikel timbal yang paling besar yaitu 40,58% dan 41,15% untuk T0-T1, 64,17% dan 64,33% untuk T0-T2, dan 66,21% dan 64,43% untuk T0-T3. Jalur dua baris dan jalur lebih dua baris mempunyai efektivitas sebesar 34,99% dan 35,56% pada titik 5 m di belakang jalur hijau. Untuk melihat kecenderungan besarnya persentase penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai jarak dapat dilihat pada Gambar 24. Persentase penurunan pada titik 5 m di belakang jalur hijau dan 5 m di belakang titik emisi (T0) untuk jalur terbuka menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda pada taraf nyata 5%, tetapi persentase penurunan tidak berbeda pada taraf nyata 5 % pada titik 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau maupun di

23 63 belakang titik emisi pada jalur terbuka (Lampiran 10). Jalur dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur lebih dari dua baris dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal, tetapi mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dan berbeda dengan jalur satu baris dan jalur terbuka Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Pb Jalur Terbuka Jalur 1 Baris Jalur 2 Baris Jalur > 2 Baris Jarak dari Titik Emisi (m) Gambar 24 Persentase penurunan konsentrasi partikel timbal pada berbagai jarak di setiap jalur Kemampuan kedua jalur dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal yang relatif tinggi diduga dipengaruhi oleh kerapatan tajuk yang relatif rimbun sehingga mempunyai kemampuan yang lebih besar di dalam menangkap partikel. Kerimbunan dapat ditunjukkan dengan nilai ILD, yang merupakan luas total daun dibagi dengan luas proyeksi tajuknya. Semakin tinggi nilai ILD suatu jalur hijau, maka semakin rimbun jalur hijau tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ILD antara 0,890-1,023 sudah cukup efektif untuk mengatasi emisi partikel timbal dari kendaraan bermotor. Ada kecenderungan bahwa dengan semakin tinggi ILD, maka akan semakin besar nilai penurunan konsentrasi partikel timbal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Septiyani (2010) yang menjelaskan bahwa parameter vegetasi yang berpengaruh secara signifikan dalam menurunkan konsentrasi partikel debu di udara adalah ILD.

24 64 Selain faktor ILD, lebar jalur hijau juga diduga mempengaruhi besarnya penurunan konsentrasi partikel timbal. Hal ini dapat terjadi apabila jalur hijau yang ada mempunyai kerapatan yang cukup sehingga mampu menangkap partikel-partikel yang dibawa oleh angin. Jalur hijau yang kurang rapat menyebabkan lolosnya partikel-partikel timbal sehingga kurang memberikan fungsi sebagai penjerap. Menurut Smith (1981) bahwa pengendapan partikel oleh tumbukan akan semakin banyak dengan semakin banyaknya benda yang menghalangi. Semakin rimbun, maka akan semakin banyak partikel yang ditangkap. Kemampuan daun dalam menangkap partikel dipengaruhi oleh keadaan permukaan daun seperti kebasahan, kelengketan dan keberadaan bulu daun. Partikel yang tertangkap oleh daun melalui proses tumbukan bisa di permukaan atas maupun bagian bawah daun (Chambelain 1967 diacu dalam Smith 1981). Efektivitas Penurunan Konsentrasi Partikel Timbal Untuk menentukan efektivitas jalur hijau jalan dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal udara, maka harus ada pembanding yang berfungsi sebagai kontrol. Dalam penelitian ini bahwa tidak setiap plot penelitian jalur hijau mempunyai satu kontrol berupa jalur terbuka yang mempunyai jarak pengukuran titik sampel yang sama dengan plot penelitian jalur hijau. Sebagai kontrol dalam penelitian ini hanya satu jalur terbuka dengan pengukuran konsentrasi partikel timbal pada titik emisi (0 m), kemudian titik sampel udara berturut-turut pada jarak 5 m, 15 m dan 30 m dari titik emisi. Oleh karena itu, untuk melihat efektivitasnya didasarkan pada kecenderungan dari besarnya penurunan atau persentase penurunan pada jarak yang sama antara plot penelitian jalur hijau dengan jalur terbuka. Berdasarkan Gambar 22 terlihat bahwa jalur satu baris mempunyai kecenderungan yang relatif sama dengan jalur terbuka, serta menurut Tabel 10 bahwa jalur satu baris tidak berbeda dengan jalur terbuka dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara. Hal ini menunjukkan bahwa jalur satu baris dengan ciri strukturnya belum efektif dalam mereduksi timbal udara.

25 65 Ada dua hal yang diduga menyebabkan ketidakefektifan jalur satu baris dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal yaitu: (a) tinggi bebas cabang tanaman yang relatif tinggi; (b) ILD yang relatif tidak rimbun. Partikel timbal yang terbawa angin lolos melalui celah-celah batang pohon karena tinggi bebas cabang tanaman ini relatif tinggi serta tidak ada lagi pohon penjerap yang ada di belakangnya. Kalau tidak ada angin atau turbulensi dengan kecepatan yang relatif besar, partikel timbal keberadaannya dipengaruhi oleh gravitasi bumi karena mempunyai berat. Konsentrasi partikel timbal akan semakin menurun dengan semakin tinggi tempat. Oleh karena itu, diduga bahwa banyak partikel timbal yang berada di bawah 5,3 m. Selain itu diduga bahwa nilai ILD yang rendah sehingga banyak partikel timbal yang lolos melalui celah-celah tajuk. Hal tersebut berbeda dengan jalur dua baris dan jalur lebih dua baris, pada Gambar 22 terlihat bahwa ada penurunan yang signifikan pada titik 5 m di belakang jalur hijau dan menurut Tabel 10 berbeda nyata pada taraf 5% dengan jalur terbuka. Kondisi ini menunjukkan bahwa jalur hijau dua baris dan jalur hijau lebih dua baris efektif dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara. Apabila dilihat dari rata-rata tinggi bebas cabang, jalur dua baris mempunyai rata-rata 8,1 m lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris, tetapi perlu diingat bahwa jalur lebih dua baris mempunyai lebar jalur lebih besar dan terdapat beberapa baris pohon yang ada di belakangnya, selain itu juga nilai ILD yang relatif tinggi. Simpulan 1) 2) Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan seperti berikut ini: Perbedaan jumlah baris tanaman jalur hijau jalan mempengaruhi besarnya tingkat penurunan konsentrasi partikel timbal di udara. Jalur hijau dua baris mempunyai kemampuan yang sama dengan jalur hijau lebih dari dua baris dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara pada jarak 5 m di belakang jalur hijau sebesar 40,58-41,15%. Kedua jalur ini mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan jalur satu baris dan jalur terbuka.

26 66 3) 4) Jalur hijau dua dan jalur lebih dua baris mempunyai efektivitas sebesar 34,99% dan 35,56% dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal pada jarak 5 m di belakang jalur hijau; efektivitas ini merupakan selisih nilai antara kemampuan jalur hijau dua baris dan jalur hijau lebih dua baris dengan kemampuan jalur terbuka dalam menurunkan konsentrasi partikel timbal di udara. Penurunan konsentrasi partikel timbal pada jarak 15 m dan 30 m di belakang jalur hijau tidak menunjukkan adanya perbedaan. Daftar Pustaka Arifudin Pola penyebaran timbal (Pb) pada tanaman di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Cavanagh JE, Reza PZ, Wilson GJ Spatial attenutaion of ambient particulate matter air pollution with an urbanised native forest patch. Urban Forestry & Urban Regreening 8: Dahlan EN Studi kemampuan tanaman dalam menjerap dan menyerap timbal emisi dari kendaraan bermotor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana IPB, Bogor. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Informasi Singkat Benih : Acacia mangium Willd. Jakarta: Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, Departemen Kehutanan RI. El-Gamal IM Distribution Pattern of Some Heavy Metals In Soil and Plants along El-Moukattam Highway. Kairo: Institute of Environmental Studies and Research, Ain Shams University. Fuller M, Bai S, Eisinger D, Neimeier D. 2009a. Practical Mitigation Measures for Diesel Particulate Matter: Near Road Vegetaion Barriers. UC DAVIS. [terhubung berkala] dn. engr.ucdavisedu/images/aqmit- Report5.pdf [26 Nov 2011] Irwan, ZD Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO. Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M Acacia mangium Willd. : Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor: CIFOR. Krisnaya, N.S.R. & S.J. Bedi An effects of automobile lead pollution on Cassia tora and Cassia occidentalis. Environ. Pollut. Ser. A. 40:

27 67 Lestari P Penelitian Kadar Timbel dalam Darah Anak Sekolah di Kota Bandung. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB. Nowak DJ, Crane DE, Stevens JC, Ibarra M Brooklyn s Urban Forest. Washington: United States Department of Agriculture. Sanders Urban Forest Structure. [terhubung berkala]. http: // [12 Oktober 2005]. Santoso S Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sari AN Kemampuan beberapa jenis tanaman penghijaun dalam mereduksi dampak emisi unsur Pb di udara. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Septiyani M Nilai fisik dan sosial vegetasi pekarangan dalam penurunan konsentrasi debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Setiadi SSR Kemampuan berbagai jenis tanaman penghijauan dalam mereduksi pencemaran Pb [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Sukarsono Dampak pencemaran udara terhadap tumbuhan di Kebun Raya Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Smith WH Air Pollution and Forest : Interaction between Air Contaminants and Forest Ecosystems. New York: Springer-Verlag. Soedomo M Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung: Penerbit ITB. Taihuttu HN Studi kemampuan tanaman jalur hijau sebagai penjerap partikulat hasil emisi kendaraan bermotor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yitnosumarto Y Percobaan: Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB 2. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB 3

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB 2. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB 3 Media Konservasi Vol. 16, No. 2 Agustus 2011 : 55 64 PENGARUH JUMLAH BARIS TANAMAN JALUR HIJAU JALAN DALAM MEREDUKSI PARTIKEL TIMBAL (PB) DARI EMISI KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS JALUR HIJAU ACACIA MANGIUM

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di jalur hijau jalan yang terdapat di Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Analisis konsentrasi partikel timbal udara dilaksanakan di

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK: STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI

JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK: STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI Media Konservasi Vol. 16, No. 3 Desember 2011 : 101 107 JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK: STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI

Lebih terperinci

POLA SEBARAN SPASIAL KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL DI SEKITAR JALUR HIJAU JALAN (STUDI KASUS JALUR HIJAU

POLA SEBARAN SPASIAL KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL DI SEKITAR JALUR HIJAU JALAN (STUDI KASUS JALUR HIJAU POLA SEBARAN SPASIAL KONSENTRASI PARTIKEL TIMBAL DI SEKITAR JALUR HIJAU JALAN (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI) [Spatial Dispersion Pattern of Lead Particle Concentration in

Lebih terperinci

DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK (STUDI KASUS JALUR HIJAU

DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK (STUDI KASUS JALUR HIJAU 65 JERAPAN DEBU DAN PARTIKEL TIMBAL (Pb) OLEH DAUN BERDASARKAN LETAK POHON DAN POSISI TAJUK (STUDI KASUS JALUR HIJAU Acacia mangium, JALAN TOL JAGORAWI) [Adsorption of Dust and Pb Particles By Leaves Based

Lebih terperinci

PENURUNAN POLUSI TIMBAL OLEH JALUR HIJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DI TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT

PENURUNAN POLUSI TIMBAL OLEH JALUR HIJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DI TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT PENURUNAN POLUSI TIMBAL OLEH JALUR HIJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) DI TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT [Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman Monas, Central Jakarta]

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor yang dilakukan di dua lokasi yaitu dilakukan di Rukun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

[Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman Monas, Central Jakarta]

[Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman Monas, Central Jakarta] Penurunan Polusi Timbal PENURUNAN POLUS TMBAL OLEH JALUR HJAU TANJUNG (Mimusops elengi Linn) D TAMAN MONAS JAKARTA PUSAT [Decreasing Lead Pollution by Tanjung (Mimusops elengi Linn) Green Belt in Taman

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PE ELITIA

III. METODOLOGI PE ELITIA 10 III. METODOLOGI PE ELITIA 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK PT. DRT, Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pengambilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang: Pengendalian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang menjelaskan/menggambarkan suatu keadaan berdasarkan fakta dilapangan dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso EnviroScieniteae 1 (1), 29-35, 2005 EnviroScienteae Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso Program Studi Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Lebih terperinci

Peta PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills Karawang Sumber: Gambar 3. Lokasi Penelitian

Peta PT. Pindo Deli Pulp and Paper Mills Karawang Sumber:  Gambar 3. Lokasi Penelitian 25 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 bulan, berlangsung dari bulan Maret 2010 sampai bulan Agustus 2010. Penelitian ini mengambil tempat di Kawasan Industri PT Pindo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan 33 karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA TANAMAN PENEDUH DI JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU

KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA TANAMAN PENEDUH DI JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU KANDUNGAN TIMBAL (Pb) PADA TANAMAN PENEDUH DI JALAN TUANKU TAMBUSAI KOTA PEKANBARU CONTENT OF LEAD (Pb) IN SHADE PLANTS OF TUANKU TAMBUSAI STREET IN PEKANBARU Indah Sulistyo Ningrum 1, Defri Yoza 2, Tuti

Lebih terperinci

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara Eko Hartini STANDARDS Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak KepKaBaPedal No 205/1996 tentang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian adalah galah bambu, kantong plastik, ice box, kertas ph, gunting, oven, timbangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan bahan 3.3 Pengumpulan Data III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 di petak 37 f RPH Maribaya, BKPH Parungpanjang, KPH Bogor. Dan selanjutnya pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1 Peta Lokasi Jalur Hijau Jalan Gerilya Kota Purwokerto. bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah HCl 0,7 %, NaOH1 N, ZnSO4 5%, Ba(OH)2 0,3 N, Akuades, Pereaksi Cu, Alkohol 70%. Sedangkan alat yang digunakan adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif karena tidak dilakukan perlakuan terhadap objek yang diuji (Nazir,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai Nilai Fisik dan Sosial Vegetasi Pekarangan dalam Penurunan Konsentrasi Partikel Debu di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Waktu, Lokasi Pengambilan Tanah Gambut dan Tempat Penelitian Bahan gambut berasal dari Kabupaten Dumai, Bengkalis, Indragiri Hilir, Siak, dan Kampar, Provinsi Riau dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret

BAB III MATERI DAN METODE. perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang evaluasi komposisi nutrisi kulit ubi kayu dengan perlakuan berbeda sebagai bahan pakan alternatifdilaksanakan pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Mei

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilakukan pada bulan November

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara semakin hari semakin memprihatinkan. Terutama dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut Ismiyati dkk (2014), kendaraan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pencemaran Udara yang Terjadi di Lokasi Penelitian 5.1.1 Potensi pencemaran yang terjadi di lokasi penelitian Kualitas udara dapat diketahui dengan membandingkan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sugiyono (2015: 7-8), penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme

BAB III METODE PENELITIAN. Sugiyono (2015: 7-8), penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Menurut Sugiyono (2015: 7-8), penelitian kuantitatif berlandaskan pada filsafat positivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

Korelasi antara Kadar Partikel Udara dengan Kapasitas Vital Paru pada Petugas Parkir di Universitas Kristen Maranatha

Korelasi antara Kadar Partikel Udara dengan Kapasitas Vital Paru pada Petugas Parkir di Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Korelasi antara Kadar Partikel Udara dengan Kapasitas Vital Paru pada Petugas Parkir di Universitas Kristen Maranatha Albertus Nangoi, 2010. Pembimbing I Pembimbing II Pembimbing III : Hana Ratnawati,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.), HNO 3 1

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN SAMPEL ANALISA KUALITAS UDARA

PENGAMBILAN SAMPEL ANALISA KUALITAS UDARA PENGAMBILAN SAMPEL ANALISA KUALITAS UDARA A. EMISI CEROBONG INDUSTRI Pengambilan sampel emisi cerobong industri membutuhkan sarana pendukung sebagai berikut: 1) Tangga besi dan selubung pengaman berupa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

111. METODE PENELITIAN

111. METODE PENELITIAN 111. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2001 hingga Juli 2002 berlokasi di lahan gambut milik masyarakat Desa Pelalawan, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm yang terletak di Jalan Raya Parung Nomor 546, Parung, Bogor, selama satu bulan mulai bulan April sampai dengan Mei 2011. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode

BAB III METODE. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode BAB III METODE A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah metode yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta

Lebih terperinci

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T.

Wisnu Wisi N. Abdu Fadli Assomadi, S.Si., M.T. PEMODELAN DISPERSI SULFUR DIOKSIDA (SO ) DARI SUMBER GARIS MAJEMUK (MULTIPLE LINE SOURCES) DENGAN MODIFIKASI MODEL GAUSS DI KAWASAN SURABAYA SELATAN Oleh: Wisnu Wisi N. 3308100050 Dosen Pembimbing: Abdu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, karena di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, karena di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo, karena di daerah tersebut banyak terdapat penjual jajanan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENGUJIAN PENDAHULUAN FILTER Dalam pengambilan sampel partikel tersuspensi (TSP) dengan metode high volume air sampling, salah satu komponen utama yang harus tersedia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan waktu penelitian

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan waktu penelitian III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Segara Anakan Cilacap. Kegiatan identifikasi dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik dan Laboratorium ITMEL. Analisis sampel

Lebih terperinci

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999) Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : 77-85 (1999) Artikel (Article) STUDI KEMAMPUAN TUMBUH ANAKAN MANGROVE JENIS Rhizophora mucronata, Bruguiera gimnorrhiza DAN Avicennia marina PADA BERBAGAI

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan yang telah dilakukan serta tujuan dari tugas akhir ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat konsentrasi partikulat Maksimum pada hari Senin untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU

FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU FAKTOR-FAKTOR FISIS YANG MEMPENGARUHI AKUMULASI NITROGEN MONOKSIDA DAN NITROGEN DIOKSIDA DI UDARA PEKANBARU Riad Syech, Sugianto, Anthika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Penelitian Alat Perlakuan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada lahan pasca tambang semen yang terdapat di PT. Indocement Tunggal Prakasa, desa Citereup, Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi Penelitian

Bab IV Metodologi Penelitian Bab IV Metodologi Penelitian Alur penelitian yang dilakukan terdiri atas survei lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, analisis partikulat, serta analisis paparan unsur-unsur kimia. Metodologi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat eksploratif, untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat timbal (Pb) pada tiap lokasi di perairan Waduk Sengguruh. Kecamatan

Lebih terperinci

AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA

AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA AMELIORASI IKLIM MELALUI ZONASI HUTAN KOTA BERDASARKAN PETA SEBARAN POLUTAN UDARA Climate Amelioration by Urban Forest Zonation Based on Air Pollutants Distribution Map Siti Badriyah Rushayati, Endes N.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tingkat pencemaran udara di Kota Padang cukup tinggi. Hal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Kegiatan tersebut mengakibatkan adanya unsur-unsur gas, baik itu karbon 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun di Indonesia terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang cukup besar. Di sisi lain dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan dan pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni Di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Mei Juni 2011. Di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan. Pengujian a W di lakukan di Laboratorium Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandung merupakan kota dengan aktivitas masyarakat yang tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung dikunjungi banyak masyarakat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci