BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di"

Transkripsi

1 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dimulai dari bulan April-Mei Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan Hevea brasiliensis yang terbagi dalam tiga kelas umur: 25 tahun, 15 tahun, dan 10 tahun dengan jarak tanam 3 m x 3,30 m setiap blok kelas umur Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Penakar air lolos (troughfall) yang terbuat dari 4 buah pipa paralon/talang dengan panjang setiap talang / pipa paralon 4 m dan dihubungkan ke jerigen, dengan luas penampang alat cm 2 dipasang di bawah tajuk dengan tinggi permukaan alat adalah 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman. 2. Penampung aliran batang (stemflow) dipasang pada batang tanaman, dimana ujung selang bagian atas terletak 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman. Selang dililitkan pada batang yang dihubungkan dengan jerigen yang diatur sedemkian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung

2 3. Gelas ukur dengan volume 100 ml dan 1000 ml, digunakan untuk mengukur besarnya curah hujan, air lolos dan aliran batang. 4. Kompas untuk menentukan arah. 5. Clinometer untuk mengukur tinggi pohon. 6. Pita ukur untuk mengukur diameter pohon. Untuk alat penakar curah hujan yang dipakai adalah dari tipe observatorium dengan luas penampang permukaan adalah 100 cm 2. Alat dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah yang terletak di sekitar lokasi penelitian. Metode Penelitian 1. Penentuan Petak Penentuan petak penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling pada masing masing kelas umur. Pada petak penelitian keadaan fisik dari masing masing tegakan, pada setiap petak kelas umur relatif sama dalam hal : a. Umur tegakan. b. Jarak tanam. c. Ketinggian di atas permukaan laut (altitude). Ukuran petak 15 x 15 m pada setiap kelas umur. Pada setiap petak penelitian dipasang alat penakar air lolos di pasang sebanyak 1 buah yang terdiri dari 4 buah talang / pipa paralon yang menyebar keempat arah yang dihubungkan ke jerigen. Alat pengukur aliran batang sebanyak 4 buah.

3 2. Pengamatan dan Pengukuran a. Curah hujan diukur dengan alat penakar curah hujan dari tipe observatorium dengan luas permukaan atas alat adalah 100 cm 2 yang ditempatkan di pinggir tegakan pada areal yang terbuka. Pencatatan curah hujan dilakukan setiap hari hujan pada jam WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya. Gambar 5. Contoh alat pengukur curah hujan biasa b. Aliran batang (stemflow) ditampung dengan menggunakan selang yang mengelilingi batang yang diatur sedemikian rupa dengan salah satu ujung selang diletakkan lebih rendah untuk memudahkan air mengalir, kemudian disambung ke jerigen. Pencatatan dilakukan setiap hari hujan pada pukul WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya. Gambar 6. Teknik Pemasangan Alat Penampung Aliran Batang Pada Tegakan Hevea brasiliensis

4 c. Air lolos (troughfall) diukur dengan menggunakan alat penakar air lolos yang terdiri dari talang / pipa paralon yang menyebar keempat arah dan bagian ujung dari keempat talang / pipa paralon tersebut diletakkan lebih rendah untuk memudahkan air mengalir, kemudian disambung ke jerigen. Pencatatan dilakukan setiap hari hujan pada pukul WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya. Gambar 7. Teknik Pemasangan Alat Penakar Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis 3. Pengolahan Data a. Perhitungan intersepsi. Dari hasil pengukuran curah hujan, aliran batang dan air lolos dihitung besarnya intersepsi berdasarkan metode Pendekatan Keseimbangan Volume (Volume Balance Approach) yaitu: I = P (T + S) Keterangan : I P T S = Intersepsi tajuk (mm) = Curah hujan kotor (mm) = Air lolos (mm) = Aliran batang (mm)

5 b. Perhitungan stemflow. Hasil awal stemflow diperoleh dalam satuan mili liter (ml) didapat dari persamaan : S = X / ( λ R 2 ) Keterangan : S = Stemflow (mm) X = Air yang tertampung dalam jerigen (cm 3 ) R = Jari jari proyeksi tajuk pohon (cm 2 ) Teknik pengukuran proyeksi tajuk: 1. Diukur jari jari setiap sisi tajuk sebanyak 8 sesuai dengan arah mata angin dalam satuan m 2. Dipetakan dalam millimeter blok dengan skala 1 : Dihitung besarnya luas proyeksi tajuk pada setiap pohon Gambar 8. Teknik Menghitung Besarnya Luas Proyeksi Tajuk Tegakan Hevea brasiliensis c. Perhitungan troughfall. Hasil awal troughfall diperoleh dalam satuan mili liter (ml) didapat dari persamaan : T = X / D Keterangan : T = Troughfall (mm) X = Air yang tertampung dalam jerigen (cm 3 )

6 D = Luas permukaan alat penakar curah hujan (cm 2 ) d. Untuk menduga hubungan besarnya intersepsi, aliran batang dan air lolos dengan curah hujan dilakukan dengan regresi linier sederhana. e. Seluruh perhitungan aliran batang, air lolos dan intersepsi serta bentuk hubungan curah hujan dengan air lolos, aliran batang serta intersepsi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) microsoft excel dan SPSS versi 13.0 f. Untuk membandingkan besarnya intersepsi dari ketiga kelas umur secara statistik dengan uji t (Paired Sample Test) menggunakan software SPSS versi 13.0 g. Untuk mendapatkan Koefisien Determinasi (R 2 ) terbesar dari hubungan curah hujan dengan air lolos, aliran batang dan intersepsi dilakukan dengan perbandingan 9 persamaan berikut : 1. Y = a+bx 2. Y = a+log bx 3. Y = a+ln bx 4. log Y = a + log bx 5. log Y = a + ln bx 6. ln Y = a + log bx 7. log Y = a + bx 8. ln Y = a + bx 9. ln Y = a + ln bx

7 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di areal perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian berada 120 km dari kota Medan dan 56 km dari Pematang siantar. Topografi Tempat penelitian terletak pada ketinggian 369 m dari permukaan laut ( dpl ) dengan topografi datar. Secara geografis lokasi penelitian terletak LU dan BT (BPS Kabupaten Simalungun, 2006). Iklim Curah hujan rata-rata tahunan yaitu 480 mm. Suhu udara rata-rata tahunan C. Suhu udara rata-rata tahunan minimum C sedangkan suhu udara rata-rata tahunan maksimum C (Badan Meteorologi Stasiun Pusat Penelitian Marihat, 2006 dalam BPS Kabupaten Simalungun, 2006). Kelembaban udara rata-rata tahunan %. Kecepatan angin berkisar 0.06 m/dtk (Badan Meteorologi Stasiun Pusat Penelitian Marihat, 2002 dalam BPS Kabupaten Simalungun, 2006).

8 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran dilapangan didapat bahwa intersepsi terbesar terdapat pada tegakan Hevea brasiliensis umur 25 tahun dan yang terkecil terdapat pada umur 10 tahun. Hasil pengukuran intersepsi, aliran batang dan air lolos disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Curah Hujan, Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Tajuk Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun, 15 Tahun dan 25 Tahun Umur 10 Tahun 15 Tahun 25 Tahun Jumlah Air Lolos Aliran Batang Intersepsi Hari Hujan Curah Hujan (mm) mm % mm % mm % ,30 637,93 60,56 83,61 7,94 331,76 31, ,30 564,74 53,62 59,82 5,68 428,74 40, ,30 461,24 43,79 46,27 4,39 545,79 51, Tahun 15 Tahun 25 Tahun Air Lolos (%) Aliran Batang (%) Intersepsi (%) Gambar 9. Persentase Curah Hujan, Air Lolos, Aliran Batang dan Intersepsi Pada Tegakan Hevea Brasiliensis Umur 10,15 dan 25 Tahun

9 Curah Hujan Selama jangka waktu penelitian, mulai bulan April sampai Mei 2007 terjadi 53 kali hujan dengan jumlah curah hujan seluruhnya 1053,30 mm dan curah hujan rata-rata pada tiap kejadian hujan selama bulan April sampai Mei 2007 adalah 19,873 mm. Hari hujan dan curah hujan tertinggi terdapat pada bulan Mei yaitu sebanyak 28 hari hujan dengan jumlah curah hujan sebesar 551,20 mm. Banyaknya hari hujan dan curah hujan terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebanyak 25 hari hujan dengan jumlah curah hujan sebesar 502,10 mm. Fluktuasi curah hujan ini dapat dilihat pada Gambar Curah hujan (mm) Kejadian Hujan Gambar 10. Fluktuasi Curah Hujan Air Lolos Hasil pengukuran air lolos dilapangan selama penelitian pada tegakan Hevea brasiliensis umur 10 tahun diperoleh jumlah air lolos 637,93 mm atau sebesar 60,56 % dari total curah hujan. Jumlah air lolos bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 345,57 mm atau sebesar 62,69 % dari jumlah curah hujan

10 bulanan. Jumlah air lolos terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebesar 292,35 mm atau sekitar 58,22 % dari jumlah curah hujan bulanan. Pada tegakan Hevea brasiliensis umur 15 tahun didapat jumlah air lolos 564,74 mm atau sekitar 53,62 % dari total curah hujan. Jumlah air lolos bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 299,90 mm atau sekitar 54,40 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah air lolos terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebanyak 264,38 mm atau sekitar 52,65 % dari jumlah curah hujan bulanan. Sedangkan pada tegakan Hevea brasiliensis yang berumur 25 tahun didapat jumlah air lolos 461,24 mm atau sekitar 43,79 % dari total curah hujan. Jumlah air lolos bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 248,40 mm atau sekitar 45,06 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah air lolos terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebesar 230,89 mm atau sekitar 45,98 % dari jumlah curah hujan bulanan. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan untuk fluktuasi air lolos yang terjadi selama bulan pengamatan disajikan pada Gambar 11, 12 dan Air Lolos (mm) Gambar 11. Fluktuasi Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun

11 6 5 Air Lolos (mm) Gambar 12. Fluktuasi Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun 6 5 Air Lolos (mm) Gambar 13. Fluktuasi Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Aliran Batang Hasil pengukuran aliran batang dilapangan selama penelitian pada tegakan Hevea brasiliensis umur 10 tahun diperoleh jumlah aliran batang 83,61 mm atau sekitar 7,94 % dari total curah hujan. Jumlah aliran batang bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 53,22 mm atau sekitar 9,65 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah aliran batang terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebesar 48,75 mm atau sekitar 9,7 % dari jumlah curah hujan bulanan.

12 Pada tegakan Hevea brasiliensis umur 15 tahun didapat jumlah aliran batang 59,82 mm atau sekitar 5,68 % dari total curah hujan. Jumlah aliran batang bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 32,92 mm atau sekitar 5,97 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah aliran batang terkecil terdapat pada bulan Mei yaitu sebanyak 131,71 mm atau sekitar 23,89 % dari jumlah curah hujan bulanan. Sedangkan pada tegakan Hevea brasiliensis yang berumur 25 tahun didapat jumlah aliran batang 46,27 mm atau sekitar 4,39 % dari total curah hujan. Jumlah aliran batang bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 93,23 mm atau sekitar 18,29 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah aliran batang terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebesar 91,85 mm atau sekitar 16,91 % dari jumlah curah hujan bulanan. Hasil pengukuran aliran batang umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun dapat dilihat pada Lampiran 5. Sedangkan untuk fluktuasi aliran batang yang terjadi selama bulan pengamatan disajikan pada Gambar 14, 15 dan Aliran Batang (mm) Gambar 14. Fluktuasi Aliran Batang Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun

13 Aliran Batang (mm) Gambar 15. Fluktuasi Aliran Batang Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun Aliran Batang (mm) Gambar 16. Fluktuasi Aliran Batang Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Intersepsi Tajuk Hasil pengukuran intersepsi tajuk dilapangan selama penelitian pada tegakan Hevea brasiliensis umur 10 tahun diperoleh jumlah intersepsi tajuk sebesar 331,76 mm atau sekitar 31,50 % dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk bulanan tertinggi terdapat pada bulan April sebesar 160,99 mm atau sekitar 32,06 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah intersepsi tajuk terkecil terdapat

14 pada bulan Mei yaitu sebesar 152,39 mm atau sekitar 27,64 % dari jumlah curah hujan bulanan. Pada tegakan Hevea brasiliensis umur 15 tahun didapat jumlah intersepsi tajuk 428,73 mm atau sekitar 40,70 % dari total curah hujan. Jumlah intersepsi tajuk bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 218,36 mm atau sekitar 39,61 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah intersepsi terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebanyak 210,81 mm atau sekitar 41,99 % dari jumlah curah hujan bulanan. Sedangkan pada tegakan Hevea brasiliensis yang berumur 25 tahun didapat jumlah intersepsi tajuk 545,79 mm atau sekitar 51,81 % dari total curah hujan. Jumlah intersepsi bulanan tertinggi terdapat pada bulan Mei sebesar 284,12 mm atau sekitar 51,54 % dari jumlah curah hujan bulanan. Jumlah intersepsi tajuk terkecil terdapat pada bulan April yaitu sebesar 261,66 mm atau sekitar 52,11 % dari jumlah curah hujan bulanan. Hasil pengukuran intersepsi tajuk umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3. Sedangkan untuk fluktuasi intersepsi yang terjadi selama bulan pengamatan disajikan pada Gambar 17, 18 dan Intersepsi (mm) Gambar 17. Fluktuasi Intersepsi Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun

15 6 5 Intersepsi (mm) Gambar 18. Fluktuasi Intersepsi Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun 6 5 Intersepsi (mm) Gambar 19. Fluktuasi Intersepsi Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Hubungan Air Lolos Dengan Curah Hujan Hasil pengukuran rata-rata pada tiga kelas umur yang berbeda diperoleh bahwa air lolos yang terjadi lebih besar dari pada aliran batang. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan tajuk tegakan Hevea brasiliensis ini rendah sehingga sebagian air hujan langsung jatuh sebagai air lolos melalui sela-sela tajuk.

16 4 Air Lolos (%) R 2 = 0, Gambar 20. Persentase Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun 4 Air Lolos (%) R 2 = 0, Gambar 21. Persentase Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun Air Lolos (%) R 2 = 0, Gambar 22. Persentase Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun

17 Curah Hujan (%) Air Lolos (%) 10 Tahun 15 Tahun 25 Tahun Gambar 23. Persentase Air Lolos Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10, 15 dan 25 Tahun Gambar 27, 28, 29 dan 30 menunjukkan bahwa persentase air lolos berbanding lurus terhadap curah hujan. Selain kerapatan tegakan umur pohon mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya air lolos. Hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin tua umur pohon maka air lolos akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan pertumbuhan percabangan dan bentuk daun dari tegakan Hevea brasiliensis semakin lama semakin bertambah ukurannya sehingga kemampuan dalam menahan air hujan juga semakin besar (Pudjiharta, 2004). Pada tegakan umur 25 tahun panjang daun utama Hevea brasiliensis dapat mencapai 20 cm sedangkan anak daun dapat mencapai 10 cm (Nazarrudin dan Paimin, 2006). Untuk mengetahui hubungan antara air lolos dengan curah hujan pada kelas umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun dapat dilihat pada Gambar 31, 32 dan 33. Persamaan regresi antara air lolos dengan curah hujan pada tegakan Hevea brasiliensis untuk kelas umur 10, 15 dan 25 tahun secara berturut-turut mengikuti persamaan sebagai berikut. Th 10 = ch (R 2 = 0.98), Th 15 = ch

18 (R 2 = 0.96), Th 25 = ch (R 2 = 0.95). Koefisien korelasi, persamaan regresi dan nilai R 2 umur 10, 15 dan 25 tahun disajikan pada Tabel 3. Tabel 2. Persamaan regresi, Koefisien Korelasi dan Nilai R 2 Hubungan Air Lolos Dengan Curah Hujan Persamaan Regresi Koefisien Korelasi R 2 Umur 10 Tahun Th 10 = ch , Umur 15 Tahun Th 15 = ch , Umur 25 Tahun Th 25 = ch , Air Lolos (mm) Y = 0.387ch R 2 = Gambar 24. Garis Regresi Air Lolos Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun

19 Air Lolos (mm) Th = 0,304 ch 1,1712 R 2 = 0, Gambar 25. Garis Regresi Air Lolos Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun Air Lolos (mm) Th = 0,163 ch 1,2975 R 2 = 0, Gambar 26. Garis Regresi Air Lolos Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Umur pohon berbanding terbalik dengan air lolos yang terjadi pada curah hujan yang konstan atau tetap artinya peningkatan umur pohon akan meningkatkan kapasitas penyimpanan tajuk dengan bertambahnya ukuran dari tajuk sehingga air lolos yang terjadi akan semakin kecil. Luas tajuk, diameter dan tinggi total tegakan Hevea brasiliensis disajikan pada Tabel 4.

20 Tabel 3. Luas Proyeksi Tajuk, Tinggi Total dan Diameter Tegakan Hevea brasiliensis Luas Tajuk (m 2 ) Diameter (cm) Tinggi Total (m) Tahun Total Rata - Rata Tahun Total Rata - Rata Tahun Total Rata - Rata Tajuk pohon Hevea brasiliensis relatif sempit dan pendek, simetris dengan daun-daun yang sehat dan banyak (Nazarrudin dan Paimin, 2006). Jumlah daun yang cukup banyak yang dimiliki oleh tegakan Hevea brasiliensis memungkinkan tajuk tegakan Hevea brasiliensis menahan air lebih besar. Tajuk tegakan Hevea brasiliensis umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun disajikan pada Gambar Umur 10 Tahun Umur 15 Tahun Umur 25 Tahun Gambar 27. Tajuk Tegakan Hevea Brasiliensis

21 Dari pengamatan yang dilakukan di tempat penelitian jarak tanam yang cukup rapat juga sangat berpengaruh terhadap besarnya air lolos yang terjadi. Menurut Teklehaimanot dan Jarves (1991) dalam Asdak (2004) bahwa tingkat kerapatan vegetasi berdaun jarum yang berbeda dengan jarak tanamnya yaitu 2 x 2 m, 4 x 4 m, 6 x 6 m, dan 8 x 8 m memberikan hasil intersepsi sebesar 33 %, 24 %, 15 %, dan 9 % dari curah hujan total. Dengan demikian tampak bahwa semakin rapat suatu tegakan maka air yang tertahan di tajuk juga akan besar yang kemudian akan diintersepsikan. Hubungan Aliran Batang Dengan Curah Hujan Selain hal tersebut diatas aliran batang juga mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya intersepsi yang terjadi. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada tegakan berdaun lebar maupun konifer didapat bahwa aliran batang merupakan elemen yang paling kecil terjadi pada penelitian intersepsi. Menurut Seyhan (1990) bahwa aliran batang merupakan persentase presipitasi yang relatif kecil dari total. Menurut Pidwirny (2004) keragaman ini disebabkan oleh keragaman bentuk daun, batang serta arsitektur cabang. Tabel 4. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan R 2 Hubungan Aliran Batang Dengan curah Hujan Persamaan Regresi Koefisien Korelasi R 2 Umur 10 Tahun St 10 = 0.034ch , Umur 15 Tahun St 15 = 0.277ch , Umur 25 Tahun St 25 = ch 0,

22 Persamaan regresi hubungan antara aliran batang dengan curah hujan menurut kelas umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun berturut-turut yaitu St 10 = 0.034ch (R 2 = 0.46); St 15 = 0.277ch (R 2 = 0.59); St 25 = ch (R 2 = 0.68). Koefisien korelasi, persamaan regresi dan nilai R 2 disajikan pada Tabel 4. Gambar 38, 39 dan 40 menunjukkan bentuk hubungan antara aliran batang dengan curah hujan. Persamaan regresi ketiga kelas umur tersebut menunjukkan bahwa umur pohon dan curah hujan berbanding lurus dengan aliran batang yang terjadi. Aliran Batang (%) R 2 = 0, Gambar 28. Persentase Aliran Batang Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun Aliran Batang (%) R 2 = 0, Gambar 29. Persentase Aliran Batang Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun

23 Aliran Batang (%) R 2 = 0, Gambar 30. Persentase Aliran Batang Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Curah Hujan (%) Tahun 15 Tahun 25 Tahun Aliran Batang (%) Gambar 31. Persentase Aliran Batang Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 10, 15 dan 25 Tahun Hubungan antara persentase aliran batang dari ketiga kelas umur terhadap curah hujan terlihat bahwa aliran batang berbanding lurus dengan curah hujan serta persentase aliran batang cenderung meningkat pada setiap kenaikan jumlah curah hujan.walaupun begitu menurut Van Dijk dan Bruinzeel (2001) aliran batang hanya dapat terjadi bila curah hujan 3 mm atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas penyimpanan tajuk akan mengalami kejenuhan bila curah hujan 3

24 mm atau lebih, sehingga tidak semua air akan diintersepsikan tetapi sebagian air akan menjadi aliran batang dan air lolos. Menurut Pidwirny (2004) aliran batang yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk daun, batang dan percabangan. Cabang-cabang yang dimiliki tegakan Hevea brasiliensis relatif kecil dan menyebar merata di sekeliling batang, serta pada umumnya membentuk sudut yang besar dengan batang utama, sedangkan batang relatif lurus tetapi pada beberapa perkebunan ada kecendrungan arah batang miring menuju utara. Kulit luar halus dan tebal (Nazarrudin dan Paiman, 2004). Aliran Batang (mm) y = 0.034ch R = Gambar 32. Garis Regresi Aliran Batang Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun Aliran Batang (mm) St = 0,277ch 0,476 R 2 = 0, Gambar 33. Garis Regresi Aliran Batang Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun

25 Aliran Batang (mm) St = 0,022ch + 0,4366 R 2 = 0, Gambar 34. Garis Regresi Aliran Batang Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Hubungan Intersepsi Dengan Curah Hujan Curah hujan mempunyai hubungan yang erat dengan intersepsi, hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai korelasi antara curah hujan dengan intersepsi tegakan Hevea brasiliensis umur 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun yang berturutturut sebesar 0,89; 0,92; 0,95. Hal ini sesuai dengan pernyataan Singh (1992) dan Asdak (2004) bahwa bentuk, intensitas dan lamanya hujan berpengaruh terhadap intersepsi yang terjadi. Persamaan terbaik dari 9 persamaan yang dicobakan adalah persamaan logaritma-logaritma yang diindikasikan oleh nilai R 2 yang tertinggi. Persamaan hubungan antara curah hujan dengan intersepsi untuk tegakan kelas umur 10 tahun adalah I = ch dengan R 2 sebesar 0,86. Untuk tegakan kelas umur 15 tahun adalah I = ch dengan R 2 sebesar 0,91. Untuk tegakan kelas umur 25 tahun adalah I =0.822 ch dengan R 2 sebesar Koefisien korelasi, persamaan regresi dan nilai R 2 umur 10, 15 dan 25 tahun disajikan pada tabel 2. Tabel 5. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan Nilai R 2 Hubungan Intersepsi Dengan Curah Hujan

26 Persamaan regresi Koefisien Korelasi R 2 Umur 10 Tahun I = ch ,89 0,86 Umur 15 Tahun I = ch ,92 0,91 Umur 25 tahun I =0.822 ch , Intersepsi (mm) Y = ch R 2 = Gambar 35. Garis Regresi Intersepsi Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun Intersepsi (mm) I = 0,582 ch 0,884 R 2 = 0, Gambar 36. Garis Regresi Intersepsi Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun Intersepsi (mm)

27 I = 0,822 ch 0,853 R 2 = 0,93 Gambar 37. Garis Regresi Intersepsi Dengan Curah Hujan Pada Tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun 23, 24 dan 25. Besarnya persentase intersepsi tajuk yang terjadi disajikan pada Gambar 5 Intersepsi (%) R 2 = 0, Gambar 38.Persentase Intersepsi Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 10 Tahun Intersepsi (%) R 2 = 0, Gambar 39.Persentase Intersepsi Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 15 Tahun tersepsi (%)

28 R 2 = 0,93 Gambar 40.Persentase Intersepsi Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 25 Tahun Curah Hujan (%) Intersepsi (%) 10 Tahun 15 Tahun 25 Tahun Gambar 41. Persentase Intersepsi Pada tegakan Hevea brasiliensis Umur 10, 15 dan 25 Tahun Gambar 20, 21 dan 22. menunjukkan bahwa jumlah total air hujan yang diintersepsikan berbanding lurus dengan air hujan yang terjadi, tetapi persentase air hujan yang diintersepsikan akan semakin kecil dengan bertambahnya curah hujan. Besarnya persentase air hujan yang diintersepsikan dapat dilihat pada Gambar 23, 24, 25 dan 26. Hal ini sesuai dengan pernyataan Horton (1919, dalam Singh 1992) bahwa persentase intersepsi besar apabila hujan yang terjadi tidak lebat. Menurut Owen, et al. (2001) kejadian hujan yang sangat kecil hampir seluruhnya akan diintersepsikan oleh tajuk tanaman. Menurut Van Dijk dan

29 Bruijnzeel (2001) besarnya air hujan yang diintersepsikan berhubungan dengan leaf Area Index yang akan mempengaruhi kapasitas penyimpanan tajuk. Bila besarnya kapasitas penyimpanan tajuk masih lebih besar daripada curah hujan maka air hujan tersebut akan diintersepsikan seluruhnya, sebaliknya bila curah hujan yang terjadi lebih besar dari kapasitas penyimpanan tajuk maka tajuk akan mengalami kejenuhan dalam menampung air hujan sehingga sebagian air hujan tersebut akan mengalir melalui batang dan menjadi air lolos. Hal ini akan mengakibatkan intersepsi yang terjadi akan semakin kecil. Kapasitas penyimpanan tajuk dapat dilihat dari luas tajuk serta kepadatan tajuk. Umur pohon sangat mempengaruhi tingkat kepadatan tajuk. Pramono dan Ginting (1997), menyatakan bahwa semakin padat tajuk pohon maka intersepsinya akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak air hujan yang tertahan oleh tajuk yang kemudian akan diintersepsikan. Pada kelas umur 10 tahun luas tajuk rata-rata tegakan lebih kecil yaitu 52,87 m 2 bila dibandingkan dengan luas tajuk umur 15 tahun sebesar 95,2 m 2 dan 25 tahun sebesar 126,85 m 2 Dengan demikian kapasitas penyimpanan tajuk umur 25 tahun lebih besar dari umur 15 tahun dan 10 tahun, sehingga intersepsi yang terjadi akan lebih besar pada tegakan Hevea brasiliensis yang berumur 25 tahun. Hasil uji t untuk ketiga kelas umur menunjukkan bahwa besarnya intersepsi berbeda secara statistik. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas significant 0 jauh lebih kecil dari nilai α (0,05) pada ketiga kelas umur. Hasil analisis uji t dapat dilihat pada Lampiran 13. KESIMPULAN DAN SARAN

30 Kesimpulan Curah hujan berpengaruh terhadap besarnya intersepsi tajuk (Interception Loss) pada tegakan Hevea brasiliensis. Semakin tinggi curah hujan maka air lolos (Throughfall), aliran batang (Stemflow) serta intersepsi tajuk (Interception Loss) akan semakin meningkat. Sebaliknya persentase intersepsi tajuk akan semakin berkurang dengan meningkatnya curah hujan. Umur tegakan Hevea brasiliensis berpengaruh terhadap besarnya air lolos (Throughfall), aliran batang (Stemflow) serta intersepsi tajuk (Interception Loss). Semakin tua umur pohon maka intersepsi (Interception Loss) yang terjadi akan semakin meningkat. Besarnya intersepsi dari ketiga kelas umur yaitu 10 tahun, 15 tahun dan 25 tahun berbeda Saran Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan variasi kelas umur agar diperoleh hasil yang lebih akurat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH

INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH INTERSEPSI AIR HUJAN PADA TANAMAN KOPI RAKYAT DI DESA KEBET, KECAMATAN BEBESEN, KABUPATEN ACEH TENGAH Raifall Interception on Coffee Plants in Kebet Village, Bebesan Sub District, Aceh Tengah District

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 25 m. Batang

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR

ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR ANALISIS HUJAN PADA HUTAN PINUS DI TAMAN HUTAN RAYA BUKIT BARISAN TONGKOH KABUPATEN KARO BERDASARKAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (Analysis of Rainfall in Pine Forest in Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah kawasan Hutan Pusat Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), di Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Dan Tempat penelitian METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober

Lebih terperinci

INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS )

INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS ) INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS ) SKRIPSI Oleh: Sonita Fransiska Pelawi 041202024/Budidaya Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Desember 2011 dan terbagi menjadi 2 tempat yakni lapang dan laboratorium. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

Intersepsi Curah Hujan Pada Tegakan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia) Korespondensi: Abstrak

Intersepsi Curah Hujan Pada Tegakan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia) Korespondensi: Abstrak Intersepsi Curah Hujan Pada Tegakan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia) Susi Chairani 1 dan Dewi Sri Jayanti 2 1,2) Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Korespondensi:

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (STUDI KASUS di Unit Usaha REJOSARI PTPN VII LAMPUNG) Oleh Bogie Miftahur Ridwan A24104083 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur.

tunda satu bulan (lag 2) berarti faktor iklim mempengaruhi luas serangan pada WBC pada fase telur. 6 regresi linier berganda untuk semua faktor iklim yang dianalisis. Data faktor iklim digunakan sebagai peubah bebas dan data luas serangan WBC sebagai peubah respon. Persamaan regresi linier sederhana

Lebih terperinci

Perbandingan Nilai Intersepsi Pohon Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia)

Perbandingan Nilai Intersepsi Pohon Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia) Perbandingan Nilai Intersepsi Pohon Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pohon Pinus (Casuarina cunninghamia) Comparation of Interception Loss on Mahoni (Swietania mahagoni) and Pinus (Casuarina cunninghamia)

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 31 IV. METODE PENELITIAN 4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Taman Wisata Alam (TWA) dan Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, dan menggunakan data populasi rusa timor di Taman

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon

III. METODE PENELITIAN. Penentuan Titik sampel. Mengukur Sudut Duduk Daun Pemeliharaan Setiap Klon III. METODE PENELITIAN A. Diagram Alir Penelitian Penentuan Titik sampel Pengambilan Sampel pada Setiap Klon - Bidang Preferensi - Bidang Peliharaan - Bidang Petik Mengukur Temperatur, Kelembaban Udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

CONCEPTUAL MODEL OF INTERCEPTION TO ANTICIPATE RUNOFF

CONCEPTUAL MODEL OF INTERCEPTION TO ANTICIPATE RUNOFF Rina Maharany, Bambang Rahadi, Tanggul Sutan DOI. 10.7910/DVN/9LWHOU CONCEPTUAL MODEL OF INTERCEPTION TO ANTICIPATE RUNOFF 1 Rina Maharany, 2 J. Bambang Rahadi. W, 3 A. Tanggul Sutan Haji 1 Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data 3.2 Alat dan Objek Penelitian 3.3 Metode Penelitian Pemilihan Pohon Contoh BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat selama satu minggu pada bulan Februari. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Analisa Curah Hujan 4.1.1 Jumlah Kejadian Bulan Basah (BB) Bulan basah yang dimaksud disini adalah bulan yang didalamnya terdapat curah hujan lebih dari 1 mm (menurut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian

BAB III METODOLOGI. Tanpa Skala. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. Gambar 2 Lokasi Penelitian 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini yaitu dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan September 2011. Lokasi yang dipilih

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

Penentuan Model Empiris Intersepsi dan Curah Hujan Pada Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pinus (Casuarina cunninghamia)

Penentuan Model Empiris Intersepsi dan Curah Hujan Pada Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pinus (Casuarina cunninghamia) Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2012 SAL-11 Penentuan Model Empiris Intersepsi dan Curah Hujan Pada Mahoni (Swietania mahagoni) dan Pinus (Casuarina cunninghamia) Determination the Empirical Model of

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT PENENTUAN HUBUNGAN TINGGI BEBAS CABANG DENGAN DIAMETER POHON MERANTI PUTIH (Shorea bracteolata Dyer) DI AREAL HPH PT. AYA YAYANG INDONESIA, TABALONG, KALIMANTAN SELATAN Oleh/by EDILA YUDIA PURNAMA 1) ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh. Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, semasa TINJAUAN PUSTAKA Gambaran umum Daerah Irigasi Ular Di Kawasan Buluh Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Diterima: 28 Februari Disetujui: 21 Maret 2012

Kampus USU Medan Diterima: 28 Februari Disetujui: 21 Maret 2012 FORESTA Indonesian Journal of Forestry 1 (2) 2012: 49-57 ISSN: 2089-9890 Fungsi Hidrologi Kebun Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dalam Mereduksi Besaran Curah Hujan Bersih (Hydrological Function of

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA

MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA MEMBUAT ALAT UKUR HUJAN SEDERHANA Kelompok 2: Tsaniya Nurina Ramadhanty (1610815220024) M. Fazriansyah (1610815210014) Ilmi Fajriati (1610815220010) Elna Rasani (1610815220007) PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian Pengukuran aliran permukaan, erosi permukaan dan pengambilan data dilakukan pada bulan November 2010 sampai bulan Maret 2011 bertempat di Petak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Areal Kerja perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di petak 209 dan 238 pada RKT 2009 di IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi

NERACA AIR. Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi NERACA AIR Adalah perincian dari masukan (input) dan keluaran (output) air pada suatu permukaan bumi 1. Neraca Air Umum Tanpa memperhatikan pengaruh faktor tanah serta perilaku air di dalam dan di atas

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. 3.2 Alat dan bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III

ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ANALISIS HUJAN PADA KEBUN KELAPA SAWIT DENGAN MODEL KESEIMBANGAN AIR (WATER BALANCE) DI KEBUN RAMBUTAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (Rainfall Analysis in Kebun Rambutan oil palm plantation PT Perkebunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

PEMBAHASAN ... (3) RMSE = 7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN

POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN POLA DASAR SADAPAN Kriteria matang sadap Tanaman karet dapat disadap apabila telah memenuhi kriteria matang sadap pohon dan matang sadap kebun, yaitu: a. Matang sadap pohon - Umur tanaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di pesisir utara Kabupaten Brebes, yaitu di kawasan pertambakan Desa Grinting, Kecamatan Bulakamba. Secara geografis letak

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini jenis keruing (Dipterocarpus spp.). Pemilihan pohon contoh dilakukan secara purposive pada RKT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Limpasan (Run Off) adalah.

Limpasan (Run Off) adalah. Limpasan (Run Off) Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Limpasan (Run Off) adalah. Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan Faktor faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat 11 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009. Pelaksanaan meliputi kegiatan lapang dan pengolahan data. Lokasi penelitian terletak

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di DAS Ciliwung Hulu dan Cisadane Hulu. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2009 dan selesai pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Menurut ahli silvika, hutan merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Menurut ahli silvika, hutan merupakan TINJAUAN PUSTAKA Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Menurut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemilihan Pohon Contoh Pengambilan data pohon contoh ini dilakukan secara purposive sampling pada areal petak tebangan dan areal pembuatan jalan. Pengukuran dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci