BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Leaf Index Area (LAI) Lokasi Sampel Kerapatan daun atau kerindangan, biasa diukur dengan nilai indeks luas daun atau Leaf Area Index (LAI) (Chen & Black 1992 diacu dalam Leblanc et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut, kriteria kelas kerindangan yang dimiliki masingmasing jenis hutan kota dapat dilihat dari besar kecilnya nilai LAI (Tabel 2). Analisa menggunakan metode Digital Hemispherical Photography (DHP) dengan bantuan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software, merupakan analisa gambar/foto tajuk untuk mengetahui nilai dari beberapa parameter struktur tajuk, kaitannya dengan intersepsi cahaya matahari yang terekam sensor digital pada gambar dikalkulasi dalam komponen warna RGB (Red; Green; Blue), radian, dan piksel pada proyeksi sudut puncak (zenith angle) (Leblanc et al. 2005). Salah satu parameter struktur tajuk, yaitu nilai LAI inilah yang kemudian dibagi ke dalam kelas kerindangan. Tabel 2 Nilai LAI dan kriteria kerindangan hutan kota secara DHP Range LAI LAI Jenis Hutan Kota Kriteria 0,89-1,69 0,89 Jalur Hijau Trembesi 1,25 Jalur Hijau Mahoni Tidak Rindang 1,44 Jalur Hijau Pinus 1,70-2,23 1,70 Tegakan Akasia 1,75 Hutan Kota 1 1,85 Tegakan Pinus 2,23 Hutan Kota 2 Rindang Penentuan kriteria kelas kerindangan LAI sangat relatif. Berikut referensi nilai minimum untuk LAI (LAImin) menurut Breuer et al. (2003), yang menyebutkan LAImin untuk spesies tumbuhan padang rumput atau semak berkisar antara 0,3 sampai 2,0 dan LAImin spesies tumbuhan musim dingin dengan banyak cabang seperti Populus tremoluides mulai dari 1,1. Sedangkan untuk tumbuhan konifer memiliki LAImin rata-rata 0,5 dan maksimum LAI tidak lebih dari 2,0 (Breuer et al. 2003). Oleh karena itu, berdasarkan pengamatan

2 24 visual dan nilai LAI yang diperoleh pada penelitian ini, kelas kerindangan hutan kota dibagi menjadi; tidak rindang (range LAI 0,1 < 1,7), rindang (range LAI 1,7 < 2,3), dan sangat rindang (range LAI > 2,3). Hasil kalkulasi menggunakan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software menunjukkan nilai LAI terendah yaitu pada tutupan tajuk vegetasi jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi (JB). Sementara yang tertinggi yaitu jenis Hutan Kota 2 (GB). Jalur Hijau Trembesi merupakan jenis hutan kota yang berbentuk jalur dengan komposisi pohon Trembesi sebagai tanaman utamanya. Tanaman trembesi memiliki bentuk tajuk lebar menyerupai payung dan dimensi daun seperti kebanyakan famili Fabaceae, yaitu daun majemuk berukuran kecil. Nilai LAI yang kecil pada Jalur Hijau Trembesi dikarenakan lokasi sampel untuk jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi berada di wilayah BSD City yang masih dalam tahap pengembangan. Umur tanaman yang ditanam di dalam wilayah bagian pengembangan, termasuk tanaman trembesi sebagai jalur hijaunya, masih muda berkisar 6 8 tahun. Tanaman trembesi pada usia tersebut cenderung memiliki kerapatan tajuk yang masih rendah (Gambar 4). Gambar 4 (a) Foto tutupan tajuk menggunakan kamera berlensa fish-eye. (a) jalur hijau trembesi (b) hutan kota 2. (b) Hutan Kota 2, atau lebih dikenal oleh penduduk setempat dengan Taman Kota 2 BSD City, merupakan jenis hutan kota yang berbentuk mengelompok atau bergerombol dengan banyak strata. Jenis tanaman yang ditanam pun beragam dan dari berbagai tingkat pertumbuhan, seperti rumput sebagai tanaman ground cover,

3 25 semak, tingkat anakan, pohon dan liana. Tanaman di Hutan Kota 2 ditanam sesuai desain lanskap taman, dengan pohon-pohon ditanam acak dan mengumpul, serta semak yang ditanam berjajar mengikuti jalan setapak. Kondisi vegetasi yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai kondisi hutan alam, memungkinkan LAI pada lokasi Hutan Kota 2 memiliki nilai yang tinggi pula (Gambar 4). Analisis selanjutnya mengenai kemampuan reduksi kebisingan akan dikaitkan dengan LAI hasil perhitungan Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software. Hal tersebut didasarkan pada penggunaan metode Digital Hemispherical Photograph (DHP) dan bantuan Hemiview software merupakan metode pendugaan LAI yang paling banyak dipakai saat ini karena kemudahan dan ketelitian prosesnya (Hale & Edwards 2002). Selain itu, meski hasil kalkulasi pendugaan LAI menggunakan metode DHP kadang underestimate dibanding dengan metode pendugaan destruktif, metode DHP lebih dipilih karena dapat menduga LAI pada berbagai jenis vegetasi termasuk kelapa sawit (Awal et al. 2010). 5.2 Kemampuan Reduksi Kebisingan oleh Hutan Kota Pengukuran kebisingan dilakukan di tujuh lokasi sampel sesuai dengan lokasi pengukuran parameter vegetasi, termasuk LAI. Ketujuh lokasi tersebut merupakan 4 dari 6 kombinasi bentuk dan struktur hutan kota seperti yang dijelaskan dalam bab kondisi umum lokasi penelitian, yaitu hutan kota S2, GB, J2 dan JB. Sumber kebisingan utama di lokasi penelitian adalah aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan di masing-masing lokasi sampel dengan dua titik diukur bersamaan (titik A dan titik B) yang diantara keduanya berjarak 10 meter. Besarnya tingkat kebisingan berbeda satu sama lain antar jenis hutan kota (lokasi sampel) yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

4 26 Tabel 3 Tingkat kebisingan di lokasi sampel Rataan tingkat No. Jenis hutan kota (Lokasi sampel) r kebisingan (db) (m) Titik A Titik B 1 Tegakan Acacia mangium (Area komersial Damai 20 Indah Golf) 68,30 59,64 2 Hutan Kota 1 (Taman Kota 1 Jl. Letnan Sutopo) 1 73,74 63,76 3 Jalur Hijau Trembesi (depan Greencove) 0,5 72,98 64,58 4 Jalur Hijau Pinus (Kolam Renang Sektor I.3) 0,5 71,88 61,34 5 Hutan Kota 2 (Taman Kota 2 Jl. Tekno Utama) 10 69,26 59,68 6 Tegakan Pinus (depan Eka Hospital / Halte BSD 10 Feeder Busway) 74,48 64,54 7 Jalur Hijau Mahoni (Sektor I.2) 1 71,64 63,04 Keterangan: r = jarak dari sumber kebisingan ke titik A Tingkat kebisingan pada masing-masing lokasi menunjukkan nilai yang cukup besar. Tingkat kebisingan pada area depan vegetasi atau dekat sumber kebisingan selalu lebih besar dari tingkat kebisingan pada area belakang vegetasi. Perbedaan tingkat kebisingan di titik A yang cukup signifikan diantara ketujuh lokasi sampel, yaitu pada Tegakan Acacia mangium dan Hutan Kota 2 yang nilainya kurang dari 70 db. Hal tersebut dikarenakan penempatan titik A kedua lokasi tersebut berbeda dengan kelima lokasi lainnya. Titik A pada lokasi Tegakan mangium berjarak sekitar 20 meter dari sumber kebisingan (jalan raya), sedangkan di Hutan Kota 2 jarak dari sumber kebisingan ke daerah depan vegetasi yaitu sekitar 10 meter. Perbedaan jarak ini akan dibahas pada sub-bab pengaruh faktor lingkungan terhadap reduksi kebisingan. Rata-rata tingkat kebisingan di setiap lokasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari batas yang diperbolehkan menurut baku mutu tingkat kebisingan untuk wilayah permukiman. Oleh karena itu, pentingnya keberadaan vegetasi hutan kota dalam pengendalian kebisingan di BSD City. Nilai reduksi kebisingan merupakan selisih dari tingkat kebisingan pada area depan vegetasi (titik A; dekat sumber kebisingan) dengan tingkat kebisingan pada area yang terhalang oleh vegetasi (titik B). Reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus yang merupakan hutan kota bentuk jalur hijau empat lapis dan berstrata banyak (JB). Sementara itu, jenis hutan kota yang memiliki nilai reduksi terendah diantara ketujuh lokasi sampel tersebut adalah Jalur Hijau Trembesi, hutan kota berbentuk jalur berstrata banyak. Nilai reduksi kebisingan pada ketujuh lokasi hutan kota disajikan pada Gambar 5.

5 27 Reduksi Kebisingan oleh Hutan Kota Nilai Reduksi Kebisingan (db) ,66 Tegakan Akasia 9,98 Hutan Kota 1 8,40 Jalur Trembesi 10,54 9,58 Jalur Pinus Hutan Kota 2 9,94 Tegakan Pinus 8,60 Jalur Mahoni NRV Jenis Hutan Kota/Lokasi Sampel Gambar 5 Kemampuan reduksi kebisingan oleh berbagai jenis hutan kota. Hutan kota dengan bentuk dan struktur hutan kota yang berbeda memiliki kemampuan mereduksi kebisingan yang berbeda pula. Hal tersebut menunjukkan adanya faktor yang berasal dari vegetasi itu sendiri maupun lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi reduksi kebisingan. Komposisi jenis tanaman, kerapatan dan LAI merupakan faktor dari vegetasi, sedangkan suhu udara, kelembaban udara dan arah angin merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi reduksi kebisingan oleh hutan kota. 5.3 Hubungan Reduksi Kebisingan dengan Bentuk dan Struktur Vegetasi Hutan Kota Pengaruh parameter vegetasi Parameter vegetasi yang meliputi indeks luas daun (Leaf Area Index/LAI), jumlah strata dan kerapatan tanaman diduga dapat mempengaruhi besarnya nilai reduksi kebisingan. Seperti yang dijelaskan oleh Irwan (2008), bahwa besarnya tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh (1) vegetasi tergantung pada spesies tanaman, tinggi tanaman, kerapatan, dan jarak tumbuh, (2) faktor iklim yaitu angin, suhu, dan kelembaban udara, (3) properti dari suara yaitu tipe, asal, tingkat desibel, dan intensitas suara.

6 28 Tabel 4 Kemampuan reduksi kebisingan dan parameter vegetasi No. Jenis Hutan Kota N RV (db) LAI K per plot (individu) Keterangan 1 Tegakan A. mangium 8,66 1,70 15 Menyebar strata 2 2 Hutan Kota 1 9,98 1,75 32 Gerombol strata banyak 3 Jalur hijau Trembesi 8,40 0,89 12 Jalur strata banyak 4 Jalur hijau Pinus 10,54 1,44 20 Jalur strata banyak 5 Hutan Kota 2 9,58 2,23 29 Gerombol strata banyak 6 Tegakan Pinus 9,94 1,85 22 Menyebar strata 2 7 Jalur hijau Mahoni 8,60 1,25 4 Jalur strata 2 Keterangan: N RV = nilai reduksi kebisingan (db) LAI = Leaf area index K = Kerapatan tanaman (individu/plot) Kerapatan tanaman dalam plot sampel (0,04 Ha) digunakan untuk melihat hubungannya dengan reduksi kebisingan, meski demikian nilai kerapatan tidak selalu berbanding lurus dengan nilai reduksi kebisingan (Tabel 4). Karakteristik tanaman yang berbeda-beda dalam suatu plot (misal: Hutan Kota 1) akan menghasilkan nilai reduksi yang berbeda dengan karakteristik tanaman tegakan sejenis (misal: Tegakan Akasia). Reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (JB). Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis tanaman yang ditanam cukup rapat, dengan pinus (konifer) sebagai vegetasi utama (2 lapis) semak dan palem sebagai vegetasi pendukung. Hasil penelitian Kim et al. (1989) yang diacu dalam Widagdo (1998), menunjukkan bahwa tanaman Thuja orientalis (konifer) mereduksi kebisingan lebih efektif daripada tanaman Eunymus japonicus (berdaun lebar). Nilai kerapatan jenis tanaman pada setiap lokasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai LAI yang dapat menggambarkan kerindangan (kerapatan daun) suatu jenis tanaman merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi besar-kecilnya nilai reduksi kebisingan. Dari Tabel 4 dapat dilihat hubungan antara kemampuan reduksi kebisingan pada jenis hutan kota Jalur Hijau Trembesi dengan nilai LAI-nya. Nilai LAI yang digunakan merupakan hasil kalkulasi Hemiview 2.1 Canopy Analysis Software. Dapat dilihat bahwa Jalur Hijau Trembesi yang termasuk dalam kelas tidak rindang juga memiliki kemampuan reduksi yang rendah. Namun, kemampuan tertinggi yaitu pada hutan kota jenis Jalur Hijau Pinus tidak diimbangi dengan besarnya nilai LAI. Nilai LAI tertinggi justru pada Hutan Kota 2, bentuk hutan kota yang bergerombol dan memiliki

7 29 strata yang banyak mendukung besarnya nilai LAI tersebut. Hal tersebut memperlihatkan bahwa nilai LAI tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya reduksi kebisingan. Kemampuan reduksi kebisingan tertinggi dimiliki oleh jenis hutan kota Jalur Hijau Pinus (lokasi sektor I.3), merupakan hutan kota berbentuk jalur hijau dan berstrata banyak. Jalur hijau pinus ini terdiri dari empat lapis/baris tanaman yang ditanam cukup rapat. Melihat hasil analisis parameter vegetasi pada hutan kota tersebut, dapat diketahui bahwa faktor yang paling mendukung reduksi kebisingan yaitu kerapatan pada daerah dekat sumber kebisingan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cook dan Haverbeke (1971) diacu dalam Irwan (2008) yang menyebutkan bahwa untuk mendapatkan hasil yang optimum, jajaran semak dan pohon sebaiknya ditanam dekat pusat kebisingan. Artinya, kerapatan tanaman yang tinggi akan sangat berpengaruh pada reduksi kebisingan jika ditanam dekat dengan sumber kebisingan, seperti pada jalur hijau pinus. Fang dan Ling (2003) yang mengutip penjelasan Cook dan Haverbeke (1974) menyebutkan bahwa kerapatan, tinggi, panjang dan lebar (ketebalan) jalur/sabuk hijau merupakan faktor paling efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan dengan ukuran daun dan karakteristik percabangan. Kerapatan, tinggi, panjang dan lebar sabuk hijau mendifusi kebisingan, sedangkan ukuran daun dan karakteristik percabangan mengabsorpsi resonansi (Aylor 1972 diacu dalam Fang & Ling 2003). Kerapatan tanaman tertinggi dimiliki oleh Hutan Kota 1, merupakan jenis hutan kota dengan bentuk mengelompok atau gerombol dan berstrata banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor kerapatan tanaman berpengaruh terhadap reduksi kebisingan. Kemampuan hutan kota dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas lalu lintas, akan lebih berpengaruh pada jenis hutan kota yang memiliki jarak dekat dengan sumber kebisingan tersebut, seperti halnya jalur hijau. Berdasarkan hasil penelitian ini, jalur hijau sebagai barrier kebisingan akan efektif bila memiliki kerapatan yang tinggi dan memiliki banyak strata. Sesuai dengan yang dikemukakan Irwan (1994) bahwa kerapatan tanaman lebih penting daripada spesies tanaman dalam mereduksi kebisingan. Keberadaan semak yang merupakan bagian dari struktur hutan kota juga sangat penting dalam membantu

8 30 vegetasi utama hutan kota mereduksi kebisingan. Meski hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil penelitian Irwan (1994) yang menyatakan bahwa hutan kota bentuk mengelompok strata banyak lebih efektif mereduksi kebisingan, Namun ada pernyataan yang mendukung hasil penelitian ini, yaitu tentang besarnya pengaruh strata. Hutan kota berstrata banyak lebih efektif menurunkan kebisingan dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua (Irwan 1994). Bentuk hutan kota yang memiliki reduksi kebisingan tertinggi pada penelitian ini yaitu bentuk jalur hijau, diimbangi dengan struktur hutan kota berstrata banyak. Namun tidak selalu dapat dikatakan lebih baik mereduksi kebisingan dibandingkan lokasi lainnya. Hal tersebut dikarenakan setiap jenis hutan kota yang diteliti memiliki karakteristik berbeda satu sama lain. Hubungan antara LAI dan kerapatan tanaman dengan nilai reduksi kebisingan yang tidak selalu berbanding lurus juga mengindikasikan bahwa adanya faktor lain di luar pengukuran yang lebih mempengaruhi reduksi kebisingan. Faktor lain yang diduga mempengaruhi reduksi kebisingan yaitu umur tanaman. Misalnya, kerapatan tanaman yang tinggi namun umur tanaman yang masih muda, maka LAI vegetasi rendah. Tanaman yang umurnya cukup tua (tinggi dan diameter besar) memiliki tajuk yang juga cukup lebar dan berdaun lebat (terkecuali tanaman sakit/rusak) sehingga memungkinkan meredam kesisingan lebih baik. Meilani (2002) mengemukakan bahwa kemampuan suatu jenis tanaman dalam mereduksi kebisingan juga dipengaruhi oleh tinggi, ketebalan, bentuk kanopi, dan model arsitekturnya. Tegakan pinus yang memiliki tinggi, ketebalan, bentuk tajuk dan model arsitektur seragam pada Jalur Hijau Pinus diduga mempengaruhi besarnya reduksi kebisingan dibanding tegakan tidak seragam pada Hutan Kota 1 dan 2. Tinggi pohon dan ketebalan jalur hijau memiliki hubungan positif dengan redaman relatif (Fang & Ling 2005). Tinggi tanaman rata-rata pada tegakan utama Jalur Hijau Pinus yaitu sekitar 10 meter dengan tinggi bebas cabang sekitar 2 meter memungkinkan mereduksi kebisingan lebih tinggi pada tegakan seragam ini, terlebih dengan adanya semak yang ditanam rapat sejajar dengan tegakan utama. Kepadatan, tinggi tanaman, panjang dan lebar jalur hijau merupakan faktor yang lebih efektif dalam mereduksi kebisingan dibandingkan ukuran daun dan karakteristik percabangan (Cook & Haverbeke

9 diacu dalam Fang & Ling 2003). Menurut Grey dan Deneke (1986), secara umum lebar jalur hijau dengan pohon yang tinggi akan lebih efektif dibandingkan dengan jenis tanaman dalam mereduksi tingkat kebisingan. Keefektifan barrrier kebisingan semakin meningkat dengan meningkatnya ketebalan, tinggi dan kerapatan tanaman (Grey & Deneke 1986). Tinggi tanaman pada Hutan Kota 1 yang cukup tinggi memungkinkan reduksi pada perambatan suara dengan tinggi daerah bayang-bayang bising yang juga tinggi, tetapi tidak dapat mereduksi suara yang lewat pada daerah bayangbayang bising yang rendah karena tidak terhalang oleh semak yang tidak ditanam rapat dan tinggi bebas cabang yang cukup tinggi pula. Suara yang merambat melauli udara dan melewati celah antara batang-batang pohon akan terus lewat tanpa redaman dari ranting dan daun sampai kekuatan suara melemah karena faktor jarak. Begitu pula halnya dengan tegakan pada Hutan Kota 2 dimana beberapa tanaman yang cukup tinggi tersebar tidak merata dengan tanaman muda (tinggi cukup rendah) dan semak yang juga tidak ditanam rapat dan sejajar dengan jalan raya (sumber kebisingan) Pengaruh jarak pegukuran dan faktor lingkungan Lokasi sampel hutan kota yang diteliti memiliki jarak dari sumber kebisingan dengan daerah depan vegetasi yang berbeda-beda. Hutan kota bentuk jalur hijau memiliki jarak terdekat antara daerah depan vegetasi dengan sumber kebisingan dibandingkan hutan kota bentuk menyebar dan mengelompok. Jarak antara sumber kebisingan dengan daerah depan vegetasi (titik pengukuran A) merupakan lahan terbuka tanpa vegetasi. Jarak terdekat yang tercatat pada penelitian ini yaitu 0,5 meter (bahu jalan) yaitu di Jalur hijau pinus dan yang terjauh adalah 20 meter yaitu di tegakan mangium. Penurunan tingkat kebisingan terjadi pada jarak yang semakin jauh dari sumber kebisingan, tetapi tidak seefektif menggunakan barrier vegetasi. Seperti yang terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 5, nilai reduksi kebisingan oleh hutan kota tegakan mangium lebih kecil dibandingkan reduksi kebisingan oleh jalur hijau pinus. Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi dengan kerapatan tinggi akan efektif mereduksi kebisingan pada jarak yang dekat dengan sumber kebisingannya. Serupa dengan yang dikemukakan Cook dan Haverbeke (1971) diacu dalam Irwan (2008), bahwa

10 32 untuk mendapatkan hasil yang optimum dalam mereduksi kebisingan, jajaran semak dan pohon seharusnya ditanam dekat pusat kebisingan. Faktor lingkungan yang diduga dapat mempengaruhi besarnya nilai reduksi kebisingan juga diukur bersamaan dengan pengukuran tingkat kebisingan di masing-masing lokasi sampel. Faktor lingkungan yang diukur bersamaan pada saat pengukuran tingkat kebisingan antara lain suhu udara, kelembaban udara, dan arah angin. Beberapa nilai tersebut diukur untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor lingkungan dengan kemampuan reduksi kebisingan dan sebagai penunjang hasil hubungan antara bentuk dan struktur hutan kota dengan reduksi kebisingan. Jenis hutan kota yang memiliki suhu udara tertinggi yaitu Jalur Hijau Trembesi (T = 29 o C) dengan kelembaban udara sebesar 70%. Jenis hutan kota yang memiliki suhu udara terendah (27 o C) yaitu Hutan Kota 1 dan Hutan Kota 2. Hutan Kota 1 memiliki kelembaban udara sebesar 62% dan merupakan yang terendah dari ketujuh lokasi, sedangkan Hutan Kota 2 memiliki kelembaban udara tertinggi (83%) diantara ketujuh lokasi sampel. Berikut adalah data faktor lingkungan yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Data faktor lingkungan pada lokasi sampel No. Lokasi Sampel Suhu udara ( o C) Kelembaban udara (%) Arah angin 1. Tegakan A. mangium / Area komersial Damai Indah Golf 28,5 63 Barat laut 2. Hutan Kota 1 27,0 62 Barat laut 3. Jalur Hijau Trembesi depan Greencove 29,0 70 Timur laut 4. Jalur Hijau Pinus Kolam Renang Sektor I.3 28,0 69 Selatan 5. Hutan Kota 2 27,0 83 Barat daya 6. Tegakan Pinus depan Eka Hospital / Halte BSD Feeder Busway 27,5 69 Utara 7. Jalur Hijau Mahoni Setor I.2 28,0 70 Tenggara Faktor-faktor lingkungan di atas tidak dapat secara langsung berpengaruh terhadap besar-kecilnya nilai reduksi kebisingan. Faktor tersebut erat kaitannya dengan perambatan bunyi atau dengan parameter vegetasi yang membangun hutan kota tersebut. Kerapatan tanaman misalnya, semakin rapat tanaman dalam suatu plot akan memberikan penurunan suhu dibanding lahan terbuka (Irwan 1994). Ketiga lokasi sampel yang memiliki kerapatan tanaman yang cukup rapat (hutan

11 33 kota 1, hutan kota 2, tegakan pinus) juga menunjukkan temperatur yang hampir sama, yaitu lebih rendah dari lokasi sampel lainnya. Suhu udara yang tinggi menyebabkan pemuaian suara dan mempengaruhi cepat rambat suara di udara (Doelle 1985). Namun, nilai reduksi tertinggi di lokasi Jalur Hijau Pinus tidak terpengaruh nyata oleh temperatur udara di sekitarnya. Begitu pula dengan nilai kelembaban udara relatif di masing-masing lokasi sampel. Pengukuran pada hutan kota Jalur Hijau Pinus ditemukan faktor lain yang memungkinkan mempengaruhi besarnya kemampuan reduksi kebisingan di lokasi tersebut, yaitu topografi. Kondisi yang dijumpai di keenam lokasi terkecuali Jalur Hijau Pinus di sektor I.3, memiliki topografi lahan yang datar sejajar dengan jalan raya (Gambar 6). Berbeda di Jalur Hijau Pinus yang topografi lahan dibelakang vegetasinya menurun dengan kemiringan tertentu ke arah dalam permukiman sektor I.3, seperti membentuk barrier gundukan. Ketika melakukan pengukuran tingkat kebisingan, titik B (area belakang vegetasi) berada lebih rendah dibanding titik A (daerah depan vegetasi) yang sejajar dengan jalan raya (Gambar 6). (a) (b) Gambar 6 Perbedaan bentuk permukaan lahan hutan kota. (a) Hutan Kota 1, (b) Jalur Hijau Pinus. Topografi lahan bervegetasi seperti pada Jalur Hijau Pinus yang membentuk barrier berupa gundukan tanah, sangat efektif dalam membantu mereduksi kebisingan lalu lintas jalan raya. Hal tersebut sesuai dengan kaidah dinding penghalang kebisingan, yang dapat dibentuk dari material dinding keras, gundukan tanah, maupun vegetasi jalur hijau. Senada dengan pernyataan Hakim (2006) bahwa dinding penghalang kebisingan akan lebih efektif bila dikombinasikan antara material buatan, gundukan tanah dan vegetasi penghalang.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administratif Kawasan permukiman skala besar Bumi Serpong Damai (BSD City) secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Serpong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Kota Pengertian hutan kota menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon

Lebih terperinci

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif

ke tiga dan seterusnya kurang efektif dalam mereduksi konsentrasi partikel timbal di udara. Halangan yang berupa vegetasi akan semakin efektif PEMBAHASAN UMUM Dalam studi ini salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara konsentrasi partikel Pb yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dengan besarnya penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

REKOMENDASI Peredam Kebisingan

REKOMENDASI Peredam Kebisingan 83 REKOMENDASI Dari hasil analisis dan evaluasi berdasarkan penilaian, maka telah disimpulkan bahwa keragaman vegetasi di cluster BGH memiliki fungsi ekologis yang berbeda-beda berdasarkan keragaman kriteria

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

KEMAMPUAN HUTAN KOTA DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS DI BUMI SERPONG DAMAI CITY KOTA TANGERANG SELATAN ASIH RATNASIH

KEMAMPUAN HUTAN KOTA DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS DI BUMI SERPONG DAMAI CITY KOTA TANGERANG SELATAN ASIH RATNASIH KEMAMPUAN HUTAN KOTA DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS DI BUMI SERPONG DAMAI CITY KOTA TANGERANG SELATAN ASIH RATNASIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor (http://students.ukdw.ac.id, 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009) 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di cluster Bukit Golf Hijau yang berada di dalam Sentul. Sentul terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan

Pengertian Kebisingan. Alat Ukur Kebisingan. Sumber Kebisingan Pengertian Kebisingan Kebisingan merupakan suara yang tidak dikehendaki, kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh. Kelompok 9. Dwitantian H Brillianti

BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh. Kelompok 9. Dwitantian H Brillianti BENTUK HUTAN KOTA DALAM MEREDAM KEBISINGAN (STUDI KASUS: PT JAKARTA INDUSTRI ESTATE PULOGADUNG) Oleh Kelompok 9 Andi Handoko Saputro Rizki Kurnia Tohir Yanuar Sutrisno Dwitantian H Brillianti Dita Tryfani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:

BAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB VI R E K O M E N D A S I

BAB VI R E K O M E N D A S I BAB VI R E K O M E N D A S I 6.1. Rekomendasi Umum Kerangka pemikiran rekomendasi dalam perencanaan untuk mengoptimalkan fungsi jalur hijau jalan Tol Jagorawi sebagai pereduksi polusi, peredam kebisingan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi.

Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Kajian Tingkat Kebisingan Komplek Permukiman di Ruang Peruntukan Perdagangan Dan Jasa Di Kota Jambi. Guntar Marolop S. Abstract Merujuk pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Jambi Tahun 2013-2033, salah

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalan bebas hambatan Tol Jagorawi dengan mengambil beberapa segmen jalan yang mewakili karakteristik lanskap jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan perwujudan aktivitas manusia yang berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, pemerintahan, politik, dan pendidikan, serta penyedia fasilitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki oleh manusia dan merupakan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan. [1-2] Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor yang dilakukan di dua lokasi yaitu dilakukan di Rukun

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro 5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon Terhadap Iklim Mikro Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh cukup besar

Lebih terperinci

PENGARUH VEGETASI DALAM MEREDAM TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN RAYA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) PUNTI KAYU PALEMBANG

PENGARUH VEGETASI DALAM MEREDAM TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN RAYA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) PUNTI KAYU PALEMBANG PENGARUH VEGETASI DALAM MEREDAM TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN RAYA DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM (TWA) PUNTI KAYU PALEMBANG Yosieguspa Sriwijaya Program Studi Pengelolaan Lingkungan Fakultas Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi (07.00) secara keseluruhan dalam kondisi nyaman.

Lebih terperinci

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi

masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis dan lingkungannya dalam arti karakteristrik. Lansekap ditinjau dari segi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lansekap (Landscape Planning) Lansekap merupakan refleksi dari dinamika sistem alamiah dan sistem sosial masyarakat dan dipandang sebagai kesatuan antara fisik geografis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso

Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan. Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso EnviroScieniteae 1 (1), 29-35, 2005 EnviroScienteae Peran Hutan Kota dalam Menurunkan Tingkat Kebisingan Riaharti Zulfahani, Gt.M.Hatta, Rusmayadi, Maharso Program Studi Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengambilan Plot Contoh di Lapangan Berdasarkan jumlah pohon yang ditemukan di lapangan, jumlah pohon yang diperoleh dari 38 plot lokasi BKPH Dagangan ada sebanyak 372

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE

PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE 2011 PENGANTAR VEGETASI LANDSCAPE PENGELOMPOKAN VEGETASI BERDASAR PEMBENTU DAN ORNAMENTAL SPACE JURUSAN ARSITEKTUR ITATS Ririn Dina Mutfianti, ST.,MT 10/30/2011 Materi 1 Pengelompokan Berdasarkan Pembentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema Tema yang diusung dalam pengerjaan proyek Resort Dengan Fasilitas Meditasi ini adalah Arsitektur Tropis yang ramah lingkungan. Beberapa alasan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/

Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/ Cut Nuraini/Institut Teknologi Medan/16-09-2014 APA ITU ARSITEKTUR TROPIS? TROPIS tropikos artinya : Garis Balik Garis lintang utara 23 0 27 adalah garis balik cancer dan matahari pada tanggal 27 Juni

Lebih terperinci

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh :

ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR BERVENTILASI ALAMI DI TEPI JALAN RAYA. Oleh : ATENUASI BISING LINGKUNGAN DAN BUKAAN PADA RUANG KELAS SEKOLAH DASAR Oleh : Irma Subagio (Lab. Fisika Bangunan, Prodi Arsitektur, Universitas Katolik Parahyangan, trptune@yahoo.com) Abstrak Pada daerah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di jalur hijau jalan yang terdapat di Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Analisis konsentrasi partikel timbal udara dilaksanakan di

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 25 3.1 Eksplorasi Data Lapangan III HASIL DAN PEMBAHASAN Data lapangan yang dikumpulkan merupakan peubah-peubah tegakan yang terdiri dari peubah kerapatan pancang, kerapatan tiang, kerapatan pohon, diameter

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 1 Juli 2010 hingga tanggal 20 Agustus 2010. Lokasi penelitian terletak di Padang Golf Sukarame. JL. H. Endro Suratmin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat pada segala aspek kehidupan. Sektor ekonomi, sosial, budaya, politik, dan pertahanan keamanan tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota

IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) IV. Pemilihan Tanaman Lanskap Kota Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan,S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami kriteria tanaman Lanskap Kota Mengetahui berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter yang menyatu

Lebih terperinci

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA ZONIFIKASI Dasar pertimbngan Potensi site Kemungkinan pengelohan Tuntutan kegiatan UTILITAS Konsep utilitas pada kawasan perencanaan meliputi : 1. Terjadinya

Lebih terperinci

Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan

Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan TOLERANSI POHON Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan Air, keasaman, salinitas, dingin, panas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bagi warga kota. Selain sebagai sarana tersebut, kehadiran lapangan golf

II. TINJAUAN PUSTAKA. bagi warga kota. Selain sebagai sarana tersebut, kehadiran lapangan golf 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lapangan golf merupakan salah satu fasilitas umum kota yang dapat digunakan sebagai sarana olah raga dan rekreasi melalui permainan golf yang

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada

PENDAHULUAN. didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada PENDAHULUAN Latar Belakang Kota adalah suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas.dalam kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT.

Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan. Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Pokok Bahasan Analisis Program, Tapak dan Lingkungan Subject Matter Expert Ir. Irina Mildawani, MT. Agus Suparman, ST., MT. Instructional Designer Rehulina Apriyanti, ST., MT. Lia Rosmala S., ST.,MT. Multimedia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan Pembangunan perkotaan membawa perubahan pada lingkungan fisikdan atmosfer kota. Pada lingukungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan

Lebih terperinci

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1) Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao Fakhrusy Zakariyya 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118 Daun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian tentang Lingkungan Hidup dan Lingkungan Perkotaan Soemarwoto (1985) mengemukakan bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG

DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG DAMPAK KEBISINGAN AKIBAT PEMBANGUNAN JALAN LAYANG Keberadaan jalan layang dapat menimbulkan beberapa dampak diantaranya penurunan kualitas lingkungan yaitu tingginya tingkat kebisingan yang mengurangi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Perencanaan adalah suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci