BAB II TINJUAN PUSTAKA. Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam
|
|
- Herman Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Penyu hijau (Chelonia mydas) Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam Prihanta (2007), taksonomi penyu hijau adalah: Kerajaan Filum Kelas Bangsa Suku Marga : Animalia : Chordata : Reptilia : Testudinata : Cheloniidae : Chelonia Jenis : Chelonia mydas Linnaeus 1758 Chelonia mydas Linn merupakan nama ilmiah yang paling umum dipergunakan bagi penyu hijau. salah satu anonimnya adalah Testudo mydas linnaeus, dan dalam dunia internasional spesies ini lebih dikenal sebagai green turtle berdasarkan warna lemak pada jaringan tubuhnya (Hirth, 1971) dalam Prihanta (2007).
2 7 2.2 Morfologi Penyu Penyu adalah satu-satunya spesies reptile laut yang terbesar dan berumur panjang yang dapat ditemukan di peraian dunia beriklim tropis, subtropis dan bertemperatur sedang lainnya (Bowen and avise,1996). Tujuh spesies penyu di dunia terdiri dari dua keluarga, yaitu chelonidae dan demochelydae yang merupakan satu-satunya anggota keluarga penyu dengan ukuran tubuh terbesar. Tujuh spesies tersebut adalah Penyu hijau atau Green Sea Turtle (Chelonia mydas), Penyu sisik atau Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata), Penyu belimbing atau Leatherback Turtle (Dermochelys cariacea), Penyu lekang atau Olive Ridley Turtle, (Lepidochelys olivacea), dan Penyu tempayan atau Loggerhead Turtle (Caretta caretta), Penyu pipih atau flatback turtle (Natator depressa). (Eckert et al., 1999). Penyu hijau memiliki tempurung punggung (karapas) yang terdiri dari sisiksisik yang tidak saling tumpang tindih. Warna karapas pada bagian dorsal tukik penyu hijau berwarna hitam, pada saat remaja warnanya menjadi coklat dengan radiating streak (bercak kekuningan yang menyebar) dan warnanya menjadi sangat bervariasi ketika sudah dewasa (Pritchard dan Mortimer, 1999). Warna pada bagian centralnya (plastron) pada tukik adalah putih dan menjadi kekuningan pada saat dewasa. Morfologi diagnostik yang membedakan Penyu hijau dengan penyu jenis lainnya adalah terdapatnya sepasang sisik prefrontal dan empat
3 8 buah sisik postorbital pada area kepalanya (Adnyana dkk., 2003). Penyu hijau memiliki panjang lebih dari 0,9 m sampai 1,5 m dengan berat mencapai 391,95 kg, dan memiliki cakar yang tajam pada kaki depannya (Prihanta, 2007). Pada masingmasing flipper penyu terdapat satu kuku dan flipper bagian depan lebih panjang dari pada bagian belakang (Pritchard dan Mortimer, 1999). Tukik penyu hijau tergolong pemakan segalnya (omnivora) dengan memakan kepiting kecil, ubur-ubur, dan sejenis karang lunak (sponge), selain mengkonsumsi alga hijau dan lamun. Temapat Pemasangan tag Pre frontal Flipper depan Coastal Karapas Vertebral Post orbital Plastron Flipper belakang Gambar 2.1. Morfologi Penyu hijau (sumber: Miller, 1997)
4 9 2.3 Siklus Hidup Seluruh spesies penyu memiliki siklus hidup yang sama dengan penyu lainnya. Secara umum siklus hidup penyu terbagi atas pantai peneluran, ruaya pakan dan ruaya kawin. Dalam mencapai dewasa kelamin penyu mempunyai pertumbuhan yang sangat lambat dan memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun untuk mencapai usia produktifnya. Penyu dewasa hidup bertahun-tahun di satu tempat sebelum bermigrasi untuk kawin dengan menempuh jarak yang jauh, yaitu bisa mencapai hingga 3000 km dari ruaya pakan ke pantai peneluran. Pada umur sekitar tahun, penyu jantan dan betina bermigrasi ke daerah peneluran di sekitar daerah kelahirannya. Perkawinan penyu dewasa terjadi di lepas pantai satu atau dua bulan sebelum peneluran pertama di musim tersebut (Pedoman Teknis Konservasi Penyu, 2009). Moll (1979) dalam Nuitja (1985) menjelaskan bahwa, oviposisi berlangsung mulai dari sekali hingga beberapa kali dalam periode setahun. Hal ini bergantung pada beberapa faktor seperti letak lintang (latitude), jenis umur (besar) dan sumber serta kualitas makanan yang dimakannya. Pada umumnya penyu hijau bertelur lebih dari satu kali dalam satu musim bertelur (3-4 kali), dengan interval internesting kirakira 2 minggu. Setelah selesai bertelur, penyu dewasa akan meninggalkan sarang dan telur-telurnya untuk kembali beruaya mencari makanan untuk kemudian melangsungkan kembali siklus hidupnya di laut
5 10 Tukik yang baru menetas dan keluar dari sarangnya akan langsung bergerak menuju kelaut, karena proses alaminya yang ada berkaitan dengan medan magnet cahaya. Setelah mencapai laut, tukik-tukik itu menuju ke laut lepas hingga mencapai arus samudra dengan cadangan makanan kuning telur yang ada ditubuhnya. Fase awal berkelana ini sering disebut sebagai tahun yang hilang, yang lamanya bervariasi sesuai dengan jenis dan populasinya (Pedoman tekhnis Konservasi Penyu,2009). Gambar 2.2. Siklus Reproduksi Penyu Laut (sumber: Miller, 1997)
6 Habitat Peneluran Penyu Hijau Habitat merupakan suatu daerah atau lokasi tempat tinggal yang dihuni oleh mahluk hidup, dimana didalamnya memiliki komponen biotik dan abiotik, yakni berupa ruang, lahan, makanan, lingkungan dan mahluk hidup lainnya. Menurut Nuitja (1985) unsur unsur utama daerah peneluran penyu terdiri dari makro dan mikro habitat. Makro habitat itu sendiri terdiri dari berbagai komposisi pasir, tanah dan formasi hutan pantai. Biasanya hutan pantai yang belum terjamah, kondisinya masih alami dengan pepohonan yang masih lebat. Penyu banyak memilih pantai berpasir tebal sebagai tempat bertelurnya, pemilihan ini dilakukan atas dasar naluri (Natih, 1989). Bustard (1972) menyebutkan bahwa penyu hijau memiliki kecenderungan untuk memilih tempat bertelur di daerah pantai yang banyak ditumbuhi vegetasi pohon pandan (Pandanus tectorius) yang lebat, seperti yang terdapat di Pantai Pulau Berhala dan Kepulauan Heron di Australia. Daerah peneluran bagi penyu hijau mempunyai karakteristik tertentu. Umumnya penyu memilh tempat daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30 0 serta di atas pasang surut antara 30 sampai 80 meter. Tekstur tanah daerah peneluran berupa pasir ( 90%) dan sisanya debu maupun liat dengan diameter butiran berbentuk halus dan sedang. Komponen utama yang menjadi penentu adalah pasir kuarsa atau konkresi kapur, terutama dalam
7 12 ukuran halus dan sedang. Terbentuknya komponen tersebut mungkin berasal dari sumber sekitarnya yang terbawa oleh sungai atau gelombang (Nuitja, 1985). 2.5 Mitokondria DNA Mithokondrial DNA atau DNA mitokondria (mtdna) merupakan materi genetik yang diturunkan secara maternal. MtDNA dapat digunakan sebagai penanda genetik dan dalam studi genetika populasi penyu laut, mtdna dapat digunakan untuk menentukan asal dari perkembangan penyu muda yang ditemukan pada habitat pakan, habitat perkembangan dan sepanjang jalur migrasinya (Bowen and avise., 1996; Lahanas et al. 1998; Bass and witzell., 2000; Luke et al., 2004). Analisis ini sangat berguna untuk menelusuri penurunan genetik yang diperoleh dari analilis mtdna dan sangat cocok diterapkan dalam kegiatan konservasi dikarenakan indukan betina bertanggung jawab akan terjadinya kolonisasi dari suatu habitat peneluran,dalam (Supartha, 2010). Kesimpulan sementara adalah bahwa penyu betina umumnya kembali bertelur ke tempat dimana mereka dilihatkan (prilaku natal hoaming), yang mencakup beberapa habitat peneluran yang berada disekitar jarak km (FitzSimmons et al., 1999). Mitokondria memiliki genetik sendiri yaitu DNA Mitokondria, berbentuk tertutup yang terdiri atas untai H (Heavy), yang memiliki basa G lebih banyak dan untai L (Light) yang memiliki basa C lebih banyak (Wallace, 1997). Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan pirimidin. Basa purin terdiri atas adenine (A) dan guanine (G) sedangkan basa pirimidin memiliki cytosine (C)
8 13 dan tymin (T) (Suryo,1992). DNA berfungsi sebagai marker untuk mengukur kekerabatan kelompok, identifikasi populasi, studi evolusi dan penanda untuk peta gen (Suwarminiwati,2008). Penggunaan DNA sebagai marker dikarenakan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor pertumbuhan, lebih sensitif serta hampir semua jaringan organisme dapat digunakan sebagai sumber material genetik (Thorgaard, 1992). Beberapa kelebihan mtdna yang menjadikan banyak digunakan untuk mengidentifikasi genetik dan dinamika populasi, diantaranya : (1) mtdna memiliki ukuran yang kompak dan relative kecil ( pasangan basa), tidak sekomplek DNA inti sehingga dapat dipelajari secara satu kesatuan ; (2) mtdna berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan DNA inti sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara populasi dan hubungan kekerabatannya ; (3) hanya sel telur yang menyumbangkan materi mitokondria sehingga mtdna hanya diturunkan dari induk betina ; (4) bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan laju yang berbeda, sehingga dapat berguna untuk studi sistematika dan penelursuran kesamaan asal-muasal (Iguchi et al.,1999). Penentuan urutan nukleotida daerah d-loop mtdna merupakan nukleotida non-penyandi yang berbeda pada setiap individunya. Untuk menentukan urutan nukleotida, maka dilakukan serangkaian kegiatan yaitu sebagai beriku : 1). Isolasi DNA Mitokondria sampel, 2). Amplifikasi daerah d-loop mtdna melalui tekhnik PCR, 3). Sekuensing dan analisa urutan nukleotida hasil sekuensing (Ratnayani et al.,
9 ). Hasil penelitian ini kedepan, diharapkan dapat menyediakan informasi akurat mengenai komposisi genetik penyu hijau di apantai peneluran Paloh Kalimantan Barat sebagai dasar mengestimasi jejaring pengelolaan konservasi penyu laut yang meliputi habitat pakan dan lokasi peneluran serta penentuan jejaring daerah perlindungan laut (Marine Protected Area). 2.6 Polymerase chain reaction (PCR) Polymerase chain reaction (PCR) merupakan fasilitas dalam mempelajari genetik tanaman maupun hewan. Sidik DNA, analisis forensik, pemetaan genetik dan filogenetik dapat dipelajari dengan PCR. Beberapa teknik analisis keanekaragaman genetik, membutuhkan amplifikasi daerah genom tertentu dari suatu organisme (Demeke dan Adams. 1994). Primer biasanya terdiri dari nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif dalam genom tersebut. Makin panjang primer, makin spesifik daerah yang diamplifikasi. Jika suatu kelompok organisme memang berkerabat dekat, maka primer dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah tertentu yang sama dalam genom kelompok tersebut. Beberapa faktor seperti konsentrasi DNA, ukuran panjang primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion Mg, dan suhu hibridisasi primer harus dikontrol dengan hatihati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik (Suryanto, 2003). Keberhasilan teknik ini lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan efisiensi dan optimasi proses PCR. Reaksi berantai polymerase (Polymerase
10 15 Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipat gandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik baik berupa molekul DNA maupun RNA (Yuwono, 2006). Pada PCR, posisi awal dan akhir sintesis DNA dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti. Inilah keunggulan PCR yang pertama: polimerase-dna dapat diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu (Mahardika, 2003). Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan; yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. (2) oligonukleotida primer; yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesa rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat (dntp), terdiri atas datp, dctp, dgtp, dttp dan (4) enzim DNA pilomerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).
11 Kerangka pemikiran Struktur genetik Penyu hijau pada penelitian ini diperoleh melalui pelacakan DNA pada ekstra kromosom pada mitokondria. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui perubahan struktur genetik pada populasi penyu hijau di Indonesia yang mana perubahan dapat dipengaruhi oleh mutasi gen, migrasi, dan seleksi alam. Oleh karena itu, dalam penelitian ini sangat diperlukan jenis dan jumlah haplotipe, perbedaan nukleotida antar haplotipe, diversitas haplotipe dan diversitas nukleotida sebagai data penunjang yang nantinya akan digunakan sebagai proporsi berapa besar genetik yang ada di pantai peneluran Paloh dari pantai peneluran lainnya.
12 17 Struktur Genetik Penyu Hijau Protein DNA Ekstra kromosom Kromosom Mitokondria Autosom Kromoson Sex Runutan DNA Mikrosatelit Situ pemotongan Pengaruh : - Mutasi -Migrasi -Seleksi Alam Jenis Dan Jumlah haplotype Perbedaan nukleotida antar haplotype Diversitas (keragaman) haplotype Diversitas Nukleotida Proporsi Genetik dari stok populasi Penyu hijau di beberapa habitat peneluran utama Australasia terhadap pantai peneluran di Paloh Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Penyu Hijau Perairan Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyu Hijau Perairan Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia, yang berasal dari dua famili yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae. Salah satu spesies dari
Lebih terperinciBAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI
BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul
Lebih terperinciTeknik-teknik Dasar Bioteknologi
Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau
PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jenis-jenis Penyu Laut di Dunia
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis dan Penyebaran Penyu Laut Penyu laut hidup di lautan sejak 100 juta tahun lalu. Pritchard dan Mortimer (1999) menyatakan bahwa di dunia terdapat delapan jenis penyu laut yang
Lebih terperinciGambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni
TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang
Lebih terperinciSaintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf
Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciHAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan
Lebih terperinciPEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU
BAB II PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU II.1. Penyu II.1.1. Pengertian Penyu Penyu adalah kura-kura laut, termasuk hewan reptil besar dan berdarah dingin. Menurut Mikrodo (2007) seekor
Lebih terperinciMengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap
Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai
Lebih terperinciPEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN
PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciIdentifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )
Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciSTUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut
Lebih terperinciJournal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:
Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 67-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Pemberian Udang Ebi Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan
Lebih terperinciREPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
REPLIKASI DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Debbie S. Retnoningrum Sekolah Farmasi, ITB Pustaka: 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, hal. 27-28; 110-120 2. Groves MJ, 2006, hal. 40 44 3. Brown TA, 2006,
Lebih terperinciKERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi
KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT (Skripsi) Oleh Brina Wanda Pratiwi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hewan Babi Hewan babi berasal dari Genus Sus, Linnaeus 1758 mempunyai bentuk hidung yang rata sangat khas, hewan ini merupakan jenis hewan omnivora atau hewan pemakan segala.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sub kingdom : Metazoa. Sub phylum : Vertebrata Super kelas : Tetrapoda. : Testudinata. Super famili : Chelonioidea
16 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Penyu Hijau Morfologi dan Klasifikasi Penyu hijau mempunyai ciri-ciri: karapaks sebagai penutup tubuh merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang coastal, 5 vertebral
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 311-320 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP HABITAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PANGUMBAHAN UJUNG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciKATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis
KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan
Lebih terperincireplikasi akan bergerak melebar dari ori menuju dua arah yang berlawanan hingga tercapai suatu ujung (terminus).
Secara sederhana: Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Geografi R. Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala muka bumi dan peristiwa
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,
Lebih terperinciSELAMA MASA INKUBASI DI PANTAI PANGUMBAHAN KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
IDENTIFIKASI PANAS METABOLISME PADA PENETASAN TELUR PENYU HIJAU Chelonia mydas L., SELAMA MASA INKUBASI DI PANTAI PANGUMBAHAN KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT Oleh Dr. Ir. H. M. Yahya Ahmad, MM.,MA.,ED*
Lebih terperinciBIO306. Prinsip Bioteknologi
BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari
Lebih terperinciPelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali
ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciby: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract
The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...
Lebih terperinciKeywords : Mukomuko, biophysical, turtles
STUDI KONDISI BIOFISIK PENYU DI KELURAHAN KOTO JAYA, KECAMATAN KOTA MUKOMUKO, KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU Arik Arianto, Suparno, Harfiandri Damanhuri Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai Pantai merupakan suatu kawasan pesisir beserta perairanya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut. Garis pantai merupakan suatu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,
Lebih terperinciPRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas
PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok
Lebih terperinciMaulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :
Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif
Lebih terperinciPERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG
77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys
Lebih terperinciPOLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio:
16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Hsuang Keng (1978) dalam Wijaya (1999) menyatakan bahwa sistematika tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio :
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20
Lebih terperinciURAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan
URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis
Lebih terperinciTUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA
TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM
Lebih terperinciASPEK MORFOLOGI, REPRODUKSI, DAN PERILAKU PENYU HIJAU (Chelonia mydas) Di PANTAI PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT
Aspek Morfologi, Reproduksi, dan... Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Krismono, A.S.N., et al.) ASPEK MORFOLOGI, REPRODUKSI, DAN PERILAKU PENYU HIJAU (Chelonia mydas) Di PANTAI PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciPRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29 PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) [General Principles and Implementation of Polymerase Chain Reaction] Darmo Handoyo
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) memiliki ukuran sedang (11 cm) dan berwarna gelap. Perbedaan dengan bondol lain adalah seluruh bulunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperincimenggunakan program MEGA versi
DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...
Lebih terperinciPenangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan kebutuhan gizi. Bahan pangan asal hewan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu
Lebih terperinciA. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup
A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menginventarisasi karakter morfologi individu-individu penyusun populasi 2. Melakukan observasi ataupun pengukuran terhadap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.
Lebih terperinciBAB II ANALISIS SIKLUS REPRODUKSI PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA
BAB II ANALISIS SIKLUS REPRODUKSI PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA A. Definisi Reproduksi Reproduksi sebagai perkawinan antara laki-laki dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT
59 ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN Arief Pratomo, Dony Apdillah, dan Soeharmoko 1) 1) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang ABSTRACT The research
Lebih terperinciPenyu dan Usaha Pelestariannya
Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Penyu dan Usaha Pelestariannya Juliono, M. Ridhwan Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah Email: juliono@gmail.com ABSTRAK Penyu (Sea
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai 4.1.1 Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat
I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia
Lebih terperinciPenetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman
Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka A. Lamun Lamun (sea grass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal.
Lebih terperinciPOTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA
POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA (Potential of Green Turtle (Chelonia mydas L.) and its Use as
Lebih terperinciPengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:
Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kebab Kata kabab ( اب ) berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti daging yang digoreng dan bukanlah daging yang dipanggang. Kata kabab dari bahasa Arab tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan
Lebih terperinci