BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta Tasikmalaya memiliki panjang pantai ±2,77 km. Lebar dan Kemiringan pantai dapat berpengaruh terhadap penyu yang mendarat dan membuat sarang, karena mata penyu hanya mampu melihat dengan baik pada sudut 150 o ke arah bawah sehingga kemiringan pantai haruslah di bawah 30 o (Dharmadi dan Wiadnyana 2008). Selain itu penyu biasanya meletakkan sarangnya berjarak 30 sampai 80 meter di atas pasang terjauh (Nuitja 1992). Hasil pengukuran lebar (Tabel 4) dan kemiringan pantai (Tabel 5) di pantai Pangumbahan Sukabumi dan Pantai Sindangkerta Tasikmalaya. Tabel 1. Lebar Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Lebar Pantai (m) Stasiun Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta 1 35,7 17, ,57 6, , ,99 3, ,85 3, ,96 2,86 Kisaran 14-35,99 2,86-17,02 Rata-rata 27,85 6,53 Hasil dari pengukuran lebar pantai, Pantai Pangumbahan memiliki ratarata lebar pantai 27,85 m dengan rentang 14-35,99 m sedangkan Pantai Sindangkerta hanya memiliki rata-rata lebar pantai 6,53 m dengan rentang 2,86-17,02 m. Berdasarkan kesesuaian biofisik habitat bertelur penyu menurut Nuitja (1992) lebar pantai yang sesuai yaitu lebih dari 30 m diatas pasang tertinggi 24

2 25 karena penyu memiliki kecenderungan meletakkan sarangnya antara m dari pasang terjauh. Hasil dari pengukuran rata-rata lebar pantai di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta, keduanya tidak sesuai karena memiliki lebar pantai kurang dari 30 m. Dilihat dari kisaran lebar pantai di Pantai Pangumbahan beberapa lokasi seperti pada stasiun 1, 4 dan 6 memiliki lebar pantai yang sesuai, yaitu diatas 30 m. Sedangkan di Pantai Sindangkerta tidak ada lokasi yang sesuai bagi penyu untuk bertelur di daerah ini karena dilihat dari kisaran lebar pantainya semuanya kurang dari 30 m diatas pasang terjauh. Penyu biasa meletakkan sarangnya di daerah supratidal atau daerah yang tidak terkena pasang surut, lebar pantai ini berpengaruh terhadap kenaikan penyu dan peletakan sarang bila lebar pantai kurang sesuai maka akan menyulitkan penyu dalam meletakkan sarangnya. Lebar pantai juga berpengaruh terhadap jenis penyu dimana penyu hijau cenderung untuk memilih pantai yang lebih lebar yaitu berkisar anatara m sedangkan untuk jenis penyu sisik lebih memilih pantai yang lebih sempit yaitu berkisar antara 7-12 m. Tabel 2. Kemiringan Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Kemiringan Pantai (º) Stasiun Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta 1 7,97 6,98 2 6,27 2, ,26 17, ,3 21, ,17 17, ,7 9,09 Kisaran 6,27-18,26 2,29-21,80 Rata-rata 14,11 12,52 Hasil dari pengukuran kemiringan pantai, Pantai Pangumbahan memiliki rata-rata kemiringan pantai 14,11º dengan rentang 6,27º-24,7º dan Pantai Sindangkerta rata-rata kemiringan pantainnya 12,52º dengan rentang 2,29º 21,80º. Dilihat dari kemiringan pantainya kedua pantai tersebut memiliki

3 26 kemiriangan pantai yang hampir sama walaupun terlihat perbedaan yang jauh pada stasiun 4 dan 6. Berdasarkan kesesuaian biofisik habitat bertelur penyu menurut Dharmadi dan Wiadnyana (2008), Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta memiliki kemiringan pantai yang sesuai bagi penyu untuk mendarat dan bertelur karena kedua pantai tersebut memiliki kemiringan pantai kurang dari 30. Pantai yang landai akan membuat penyu lebih mudah untuk mencapai daerah supratidal untuk membuat sarang dan bertelur, selain itu mata penyu yang tidak dapat melihat pada sudut yang 150º kebawah membuat pantai yang memiliki sudut kurang dari 30º sesuai untuk pantai peneluran penyu Besar Butir Pasir Penyu memilih pantai peneluran yang landai dengan butir pasir yang berbentuk halus dan sedang dengan diameter 0,10-0,50 mm. Hasil analisis besar butir pasir (Lampiran 1) di Pantai Pangumbahan memiliki jenis pasir yang halussedang. Sedangkan Pantai Sindangkerta memiliki tipe pasir yang tidak jauh berbeda dari Pantai Pangumbahan yaitu jenis pasir halus-sedang. Namun pada stasiun 6 di Pantai Sindangkerta pasirnya sedikit lebih sedang-kasar hal itu disebabkan oleh banyaknya pecahan karang dan cangkang molusca yang terdapat disana. Hasil dari perhitungan persentase besar butir pasir halus-sedang di kedua tempat (Tabel 6). Tabel 3. Persentase Besar Butir Pasir (Halus-Sedang) Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Besar Butir Pasir (Halus-Sedang) Stasiun Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta 1 92,99% 99,55% 2 98,20% 99,65% 3 99,52% 99,60% 4 97,40% 94,46% 5 98,45% 92,94% 6 95,02% 79,11%

4 27 Kedua pantai tersebut memiliki jenis substrat yang sama yaitu lebih dari 90% terdiri dari pasir (Lampiran 2). Dilihat dari kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta memiliki jenis pasir yang sesuai menurut Nuitja (1992) dimana kedua pantai tersebut memiliki pasir yang halus-sedang dan lebih dari 90% substratnya berupa pasir. Penyu cenderung mendarat pada pasir yang halus-sedang karena pasir yang halus-sedang mempermudah penyu dalam menggali dan membuat sarang. A B Gambar 1. Pasir Pantai Pangumbahan (A) dan Pantai Sindangkerta (B) Perbedaan kedua pantai peneluran penyu terlihat pada warna dimana Pantai Pangumbahan berpasir putih sedangkan Pantai Sindangkerta berpasir gelap (Gambar 8). Pasir di Pantai Sindangkerta berwarna gelap karena mengandung besi. Daerah Pantai Sindangkerta terkenal dengan penambangan pasir besinya. Penambangan pasir ini sudah beroperasi sejak tahun 2009 hingga kini (BKSDA Pantai Sindangkerta). Menurut penduduk sekitar Pantai Sindangkerta penambangan besi ini menyebabkan abrasi di Pantai Sindangkerta dan membuat air tanah mereka menjadi payau karena kegiatan tersebut merubah struktur pasir yang ada disana selain itu kegiatan penambangan pasir ini juga dapat menyebabkan hilangnyabeberapa jenis biota laut di daerah tersebut.

5 Suhu Pasir Suhu pasir berpengaruh terhadap peneluran dan penetasan dimana bila suhu pasir terlalu tinggi (>35 C) akan menyulitkan penyu dalam membuat sarang, sedangkan bila suhu tertalu rendah (<28 C) dapat berpengaruh terhadap masa inkubasi dan keberhasilan tingkat penetasan (Dharmadi dan Wiadnyana 2008). Hasil pengambilan data suhu pasir berdasarkan waktu dan lokasi pengambilan data (Lampiran 3). Hasil perhitungan rata-rata suhu pasir di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta (Tabel 7). Tabel 4.Rata-rata Suhu Pasir Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Suhu Pasir ( C) Stasiun Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta 1 27,08 29, ,42 28, ,36 29, ,99 27, ,29 29, ,04 28,44 Kisaran 26,99-27,42 27,71-29,61 Rata-rata 27,20 28,44 Pantai Pangumbahan memiliki rata-rata suhu pasir dengan kisaran 26,99 C-27,39 C. Sedangkan Pantai Sindangkerta memiliki rata-rata suhu pasir yang lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Pangumbahan yaitu dengan kisaran 27,71 C-29,61 C. Jika dilihat dari kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu, suhu pasir di Pantai Pangumbahan tidak sesuai, karena suhu pasir di Pantai Pangumbahan kurang dari 28 C, sedangkan suhu pasir di Pantai Sindangkerta sesuai dengan kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu menurut Dharmadi dan Wiadnyana (2008) apabila dilihat dari suhu untuk masa inkubasi telur, karena suhu pasir yang kurang dari 28 C tidak mempengaruhi pendaratan penyu tetapi lebih berpengaruh terhadap masa inkubasi telur penyu. Jadi suhu pasir di Pantai Pangumbahan tidak sesuai untuk masa inkubasi telur namun suhu pasir di Pantai Pangumbahan sesuai untuk pendaratan penyu karena memiliki suhu pasir kurang

6 29 dari 35 C sedangkan suhu pasir di Pantai Sindangkerta sesuai untuk masa inkubasi telur penyu dan untuk pendaratan penyu. Suhu pasir pada Pantai Sindangkerta lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Pangumbahan hal ini dipengaruhi dari warna pasir dikedua pantai yang berbeda, dimana pasir Pantai Sindangkerta berwarna lebih gelap dibandingkan pasir di Pantai Pangumbahan. Warna pasir di Pantai Sindangkerta yang lebih gelap lebih mudah menyerap suhu panas matahari maka dari itu suhu pasir di Pantai Sindangkerta lebih tinggi dibandingkan di Pantai Pangumbahan. Suhu pasir selama masa inkubasi telur dapat mempengarui jenis kelamin tukik yang menetas dimana suhu 26-28ºC akan membuat tukik 100% menjadi jantan dan bila suhu ºC akan membuat tukik yang menetas 100% menjadi betina (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009) Vegetasi Penyu memiliki kecenderungan untuk memilih tempat bertelur pada daerah pantai yang berlatar belakang vegetasi pohon pandan laut (Pandanus tectorius) yang lebat (Gambar 9). Sistem perakaran pandan laut dapat meningkatkan kelembaban pasir, memberikan kestabilan pada pasir dan dapat memberikan rasa aman pada penyu saat melakukan penggalian sarang. Gambar 2. Pandan Laut (Pandanus tectorius) Selain itu vegetasi pantai berupa kangkung laut (Ipomea pescaprae) yang merambat dan waru (Hibiscus tiliaceus) merupakan habitat yang disukai oleh penyu sebagai lokasi peneluran (Gambar 10). Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta memang didominasi oleh ketiga tumbuhan tersebut, dan pandan laut

7 30 merupakan tumbuhan yang paling banyak di temukan di kedua pantai. Dilihat dari kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu, vegetasi yang terdapat di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta sesuai dengan kesesuaian pantai peneluran penyu yang di ungkapkan oleh Nuitja (1992). Gambar 3. Kangkung Laut (Ipomea pes-caprae) dan Waru (Hibiscus tiliaceus) Vegetasi lainnya yang terdapat di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta seperti Butun (Baringtonia asiatica), Ketapang (Terminalia cattapa) dan lain-lain (Lampiran 4). Belum pernah ada penanaman tanaman di sekitar pesisir Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta. Semua vegetasi yang terdapat di kedua pantai tersebut merupakan tumbuhan asli yang tumbuh di sekitar pesisir pantai Pasang Surut Pasang surut berpengaruh terhadap pendaratan penyu, tinggi pasang air laut dapat berpengaruh terhadap individu penyu yang mendarat dengan memanfaatkan air pasang akan lebih mudah untuk mencapai pantai peneluran sehingga penyu dapat menghemat energi ketika mencapai daerah supratidal untuk bertelur. Penentuan tipe dan grafik pasang surut di Pantai Pangumbahan, Sukabumi pada bulan April (Gambar 11) dan Mei (Gambar 12) diolah melalui model pasut global TMD (Tide Model Driver). Hasil pengolahan data pasang surut menunjukkan bahwa Pantai Pangumbahan memiliki pasang surut campuran (condong ke harian ganda) dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda-beda.

8 31 Gambar 4. Grafik Pasang Surut Pantai Pangumbahan Bulan April 2013 Gambar 5. Grafik Pasang Surut Pantai Pangumbahan Pada Bulan Mei 2013 Pasang tertinggi selama bulan April-Mei 2013 di pantai Pangumbahan terjadi pada tanggal 28 April pada pukul 01:59 WIB yaitu setinggi 0,839 m. Sedangkan untuk surut terendah terjadi pada tanggal 27 April pukul 07:59 WIB yaitu sebesar 0,7226 m dibawah muka air laut. Hasil pengolahan data pasang surut, Pantai Sindangkerta Tasikmalaya memiliki tipe pasang surut yang sama dengan Pantai Pangumbahan yaitu tipe pasang surut campuran (condong ke harian ganda) dimana dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda-

9 32 beda. Penentuan tipe dan grafik pasang surut diolah dengan menggunakan model pasut global TMD di daerah Pantai Sindangkerta pada bulan April (Gambar 13) dan Mei (Gambar 14). Gambar 6. Grafik Pasang Surut di Pantai Sindangkerta Bulan April 2013 Gambar 7. Grafik Pasang Surut Pantai Sindangkerta Pada Bulan Mei 2013 Pasang tertinggi di Pantai Sindangkerta pada bulan April-Mei 2013 terjadi pada tanggal 27 Mei pukul 01:59 WIB yaitu setinggi 0,9511 m, sedangkan untuk surut terendah di Pantai Sindangkerta terjadi pada tanggal 27 Mei pukul 8:59 WIB yaitu sebesar 0,8659 m dibawah muka air laut.

10 33 Pasang surut mempunyai hubungan yang erat dengan aktivitas peneluran penyu. Penyu menghemat energi pada malam hari dengan cara memanfaatkan air pasang untuk mencapai area yang kering (supratidal) untuk kemudian membuat sarang dan bertelur (Segara 2008). Hal ini ditunjukan dengan banyaknya jumlah penyu yang mendarat di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta pada bulan April-Mei 2013 (Tabel 12). Selain itu pasang surut dapat mempengaruhi penyu dalam menentukan letak sarang, penyu meletakkan telurnya jauh dari batas pasang surut untuk menghidari genangan air pada sarang saat terjadi pasang tinggi (Segara 2008). Kedua pantai peneluran penyu tersebut memiliki tipe pasang surut yang sama yaitu campuran (condong harian ganda), dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan periode dan tinggi yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukan bahwa pasang tertinggi terjadi pada malam hari, hal tersebut yang membantu penyu untuk melakukan pendaratan Cuaca Cuaca dan laut memiliki interaksi yang erat dimana perubahan cuaca dapat mempengaruhi kondisi laut. Tingkah laku bertelur penyu juga berkaitan dengan faktor cuaca, dimana ketika angin bertiup kencang menyebabkan ombak menjadi besar dan menerbangkan butiran-butiran pasir dan benda benda ringan lainnya di sepanjang pantai. Selain itu ketika curah hujan tinggi pasir pada daerah peneluran akan lebih keras dan lebih sulit untuk digali. Kesulitan dalam penggalian dan hujan yang jatuh terus menerus memberikan pengalaman bagi penyu untuk menunda proses penelurannya. Data rata-rata curah hujan perhari di Pantai Pangumbahan sekitar mm/hari. Sedangkan rata-rata curah hujan di Pantai Sindangkerta sekitar 9-11 mm/hari (Gambar 15). Menurut WMO (kriteria hujan standar Internasional) intensitas hujan 5,0-20 mm/hari merupakan intensitas hujan rendah. Dilihat dari kesesuaian pantai peneluran penyu, curah hujan di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta sesuai dengan kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu yang diuangkapkan oleh Nuitja (1992) dimana penyu mendarat jika cuaca sekitar pantai peneluran cerah atau ketika hujan dengan intensitas hujan rendah.

11 34 Sumber: Google earth Gambar 8. Rata-Rata Curah Hujan di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta (Sumber: Data Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission)) Jumlah Penyu yang Mendarat Hasil pengamatan jenis penyu yang mendarat di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta merupakan penyu jenis penyu hijau (Chelonia mydas). Data pendaratan penyu per bulan di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta dari tahun 2009 hingga bulan Mei 2013 (Tabel 8-Tabel 12). Pada tahun 2009 di Pantai Pangumbahan jumlah penyu yang mendarat sebanyak 2851 penyu dengan 1695 penyu yang mendarat dan bertelur dan 1156 penyu yang hanya mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta terdapat 24 penyu yang mendarat dan bertelur. Seluruh penyu yang mendarat di kedua tempat tersebut merupakan penyu hijau (Chelonia mydas). Pada bulan Januari merupakan pendaratan penyu terbanyak di kedua tempat, dimana di Pantai Pangumbahan terdapat 565 penyu yang mendarat dan di Pantai Sindangkerta sebanyak 6 ekor penyu.

12 35 Tabel 5. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Tahun 2009 Bulan Pangumbahan Sindangkerta Bertelur Tidak Bertelur Bertelur Tidak Bertelur Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Pendaratan penyu paling rendah di Pantai Pangumbahan yaitu pada bulan Desember yaitu hanya sebanyak 95 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pada bulan April hingga Juli dan pada bulan Desember tidak terdapat penyu yang mendarat. Peristiwa ini dapat diakibatkan oleh cuaca dimana bulan Desember merupakan musim barat atau musim penghujan. Menurut Nuitja, 1992 ketika curah hujan tinggi pasir di pantai peneluran penyu akan menjadi lebih keras dan lebih sulit untuk digali, kesulitan penggalian dan hujan yang jatuh terus menerus memberikan pengalaman bagi penyu untuk menunda proses bertelur.

13 36 Tabel 6. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Tahun 2010 Bulan Pangumbahan Sindangkerta Bertelur Tidak Bertelur Bertelur Tidak Bertelur Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Pada tahun 2010 di Pantai Pangumbahan jumlah penyu yang mendarat sebanyak 3270 penyu dengan 1733 penyu yang mendarat dan bertelur dan 1537 penyu yang hanya mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta terdapat 34 penyu yang mendarat dan bertelur. Seluruh penyu yang mendarat di kedua tempat tersebut merupakan penyu hijau (Chelonia mydas). Pada tahun 2010 ini mengalami kenaikan jumlah penyu yang mendarat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada bulan September merupakan pendaratan penyu terbanyak di Pantai Pangumbahan dimana terdapat 607 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pendaratan penyu terbanyak terjadi pada bulan Mei sebanyak 6 ekor penyu. Pendaratan penyu paling rendah di Pantai Pangumbahan yaitu pada bulan Februari yaitu hanya sebanyak 58 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pada bulan Januari dan Februari tidak terdapat penyu yang mendarat. Pendaratan penyu berlangsung sepanjang tahun namun untuk puncak peneluran terjadi pada musim timur (Mei-September), selain itu beberapa faktorfisik dan biologi di pantai peneluran penyu dapat mempengaruhi kebiasaan penyu

14 37 dan diduga dapat menentukan pola perjalanan penyu di samudera (Segara 2008). Musim timur atau musim kemarau dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan pada musim barat merupakan faktor yang menyebabkan penyu lebih banyak melakukan pendaratan pada musim timur dibandingkan pada musim barat. Tabel 7. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Tahun 2011 Bulan Pangumbahan Sindangkerta Bertelur Tidak Bertelur Bertelur Tidak Bertelur Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Pada tahun 2011 di Pantai Pangumbahan jumlah penyu yang mendarat sebanyak 2968 penyu dengan 1508 penyu yang mendarat dan bertelur dan 1460 penyu yang hanya mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta terdapat 27 penyu yang mendarat dan bertelur. Seluruh penyu yang mendarat di Pantai Pangumbahan merupakan penyu hijau (Chelonia mydas) sedangkan di Pantai Sindangkerta pada tanggal 19 Juni 2011 terdapat penyu lekang (Lepidochelys olivacea) yang mendarat dan bertelur, dengan jumlah telur sebanyak 106 butir. Pada bulan November merupakan pendaratan penyu terbanyak di Pantai Pangumbahan terdapat yaitu sebanyak 642 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pendaratan penyu terbanyak terjadi pada bulan April dan Mei yaitu masing-masing sebanyak 5 ekor penyu.

15 38 Pendaratan penyu paling rendah di Pantai Pangumbahan yaitu pada bulan Mei yaitu hanya sebanyak 102 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pada bulan Agustus dimana tidak terdapat penyu yang mendarat. Faktor cuaca berpengaruh pada kenaikan penyu dimana musim barat (Desember- Maret) mempengaruhi suhu dan curah hujan dan berpengaruh terhadap jumlah pendaratan penyu, selain faktor cuaca pada saat musim barat penyu akan bermigrasi kearah timur wilayah Indonesia (Segara 2008) namun apabila sumber makanan cukup penyu tidak akan bermigrasi dan hanya mencari makan di dekat perairan dekat pantai penelurannya (Nuitja 1992). Ketersediaan pakan di laut juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pendaratan penyu. Tabel 8. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta Tahun 2012 Bulan Pangumbahan Sindangkerta Bertelur Tidak Bertelur Bertelur Tidak Bertelur Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Pada tahun 2012 di Pantai Pangumbahan jumlah penyu yang mendarat sebanyak 1297 penyu dengan 729 penyu yang mendarat dan bertelur dan 568 penyu yang hanya mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta terdapat 13 penyu yang mendarat dan bertelur. Seluruh penyu yang mendarat di kedua tempat tersebut merupakan penyu hijau (Chelonia mydas). Pada bulan Januari merupakan

16 39 pendaratan penyu terbanyak di Pantai Pangumbahan yaitu sebanyak 219 penyu yang mendarat. Sedangkan pendaratan penyu paling rendah di Pantai Pangumbahan yaitu pada bulan April yaitu hanya sebanyak 40 penyu yang mendarat. Sedangkan di Pantai Sindangkerta pada bulan Maret, April, Oktober dan November tidak terdapat penyu yang mendarat. Tabel 9. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta pada Januari Mei 2013 Bulan Pangumbahan Sindangkerta Bertelur Tidak Bertelur Bertelur Tidak Bertelur Januari Februari Maret April Mei Jumlah Tabel 10. Data Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta per-tahun ( ) Jumlah Penyu yang Mendarat Tahun Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta Jumlah Rata-rata Perbandingan 63 1 Hasil perbandingan menunjukan jumlah pendaratan penyu di Pantai Pangumbahan jauh lebih banyak dibandingkan Pantai Sindangkerta (Tabel 13). Dari tahun 2007 ke 2008 terjadi kenaikan jumlah pendaratan penyu yang sangat tinggi, baik di Pantai Pangumbahan maupun di Pantai Sindangkerta. Namun

17 40 terdapat penurunan jumlah pendaratan penyu di kedua pantai pada tahun Tetapi pada tahun 2010 terjadi kenaikan kembali jumlah pendaratan penyu di kedua pantai, namun setelah tahun 2010 jumlah pendaratan penyu hingga tahun 2010 terus mengalami penurunan. Jumlah pendaratan penyu yang terus menurun di Pantai Pangumbahan diakibatkan oleh banyaknya pengunjung yang ingin menyaksikan penyu yang bertelur dan membuat suasana pantai menjadi ramai, selain itu ada beberapa pengunjung yang tidak menghiraukan beberapa larangan ketika berwisata ke tempat konservasi penyu seperti menyalakan lampu di sekitar pantai peneluran penyu. Sedangkan di Pantai Sindangkerta penurunan jumlah penyu yang mendarat diakibatkan karena suasana pantai yang sangat tidak sesuai dengan kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu diantaranya, pantai yang terletak dekat dengan jalan raya yang selalu dilalui oleh kendaraan dan penyinaran berlebih yang bersumber dari pemukiman penduduk membuat penyu tidak merasa aman untuk melakukan pendaratan di sekitar pantai. Selain itu maraknya penambangan pasir yang beroperasi di sekitar pantai dapat mengancam kerusakan ekosistem sekitar pantai. Penurunan jumlah pendaratan penyu juga dipengaruhi oleh jumlah populasi penyu yang ada di dunia dimana setiap tahunnya terjadi penurunan jumlah penyu sekitar 20-30%. Jumlah populasi penyu hijau (Chelonia mydas) hanya mencapai ekor di Indonesia menurut Adnyana (2009) potensi ancaman kelestarian penyu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pencurian telur penyu, perburuan penyu dan pengambilan sumber daya alam laut yang menjadi makanan penyu. Ancaman penuruan populasi penyu di Indonesia juga disebabkan faktor alam dan predator, namun faktor tersebut lebih kecil dibandingkan faktor prilaku manusia yang merusak ekosistem penyu. Jumlah rata-rata pendaratan penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta sangat jauh berbeda perbandingannya mencapai 63:1 (Tabel 13). Grafik jumlah pendaratan penyu per-tahun di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta (Gambar 16) menunjukkan perbedaan jumlah pendarataan penyu yang jauh berbeda. Hasil perhitungan jumlah pendaratan penyu per-stasiun

18 Jumlah Penyu (ekor) 41 pengamatan pada bulan Mei-April 2013 (Tabel 14 dan Gambar 17) juga menunjukkan perbedaan jumlah pendaraatan penyu di dua tempat peneluran penyu yang per-stasiun pengambilan pengamatan. 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1, Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta Tahun Gambar 9. Grafik Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta per-tahun ( ) Tabel 11. Jumlah Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta pada Bulan April-Mei 2013 Jumlah Pendaratan Penyu Pos Pendaratan Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta Penyu Tidak Tidak Bertelur Bertelur Bertelur Bertelur Jumlah

19 Jumlah Penyu (ekor) Lokasi Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta Gambar 10. Grafik Jumlah Pendaratan Penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta pada Bulan April-Mei 2013 Pada bulan April-Mei 2013 pos 2 di Pantai Pangumbahan merupakan lokasi pendaratan penyu terbanyak karena pos 2 terletak dekat dengan UPTD penyu Pangumbahan, dimana pos 2 lebih terawasi selain itu pos 2 memiliki lebar pantai yang cukup lebar dan landai (Tabel 4 dan 5). Sedangkan di Pantai Sindangkerta lokasi pendaratan penyu terbanyak terdapat di pos 1 (Katapang) karena pos 1 ini memiliki pantai yang lebih lebar bila dibandingkan dengan pos pendaratan penyu lainnya di Pantai Sindangkerta (Tabel 4) oleh karena itu penyu lebih sering mendarat di pos 1. Sedangkan untuk lokasi pendaratan penyu terendah di Pantai Pangumbahan yaitu pada pos 6 dan di Pantai Sindangkerta tidak terdapat pendaratan penyu di pos 4 (Pamoekan), pos 5 (Karang Handap) dan pos 6 (Palawah Butun). Hasil pengamatan kesesuaian pantai peneluran penyu di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta menunjukkan Pantai Pangumbahan sesuai untuk pendaratan penyu dilihat dari kemiringan pantai, lebar pantai, suhu pasir, persentase kandungan pasir, besar butir pasir, vegetasi dan cuaca. Hasil kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu di Pantai Sindangkerta juga menunjukkan hasil yang sesuai untuk kemiringan pantai, persentase kandungan pasir, besar butir pasir, suhu substrat, vegetasi dan cuaca. Jika ditnjau dari faktor

20 43 fisik dan biologi pantainya, kedua pantai tersebut sesuai untuk tempat pendaratan penyu namun perbedaan jumlah pendaratan penyu yang sangat jauh berbada di kedua pantai ini dapat dilihat pula dari faktor suasana pantai, seperti penyinaran atau aktivitas lainnya yang dapat mengganggu penyu bertelur itu juga merupakan faktor penting dalam pendaratan penyu. Pantai Pangumbahan merupakan pantai yang jauh dari keramaian dan tidak terdapat penyinaran karena jauh dari daerah pemukiman warga. Penyinaran hanya bersumber dari kapal-kapal nelayan yang ada di sekitar pantai dan hal itupun seharusnya tidak diperbolehkan karena kawasan tersebut masih merupakan kawasan konservasi. Beberapa gangguan lain bersumber dari kegiatan wisata yang ada di Pantai Pangumbahan, terkadang wisatawan tidak menghiraukan laranganlarangan dari petugas seperti tidak diperbolehkan menggunakan senter di sekitar pantai dan dilarang menggunakan lampu blitz ketika memfoto penyu yang sedang bertelur. Hal yang jauh berbeda dengan suasana di Pantai Sindangkerta adalah maraknya penambangan pasir dan kendaraan yang berlalu-lalang di sekitar jalan raya yang hanya berjarak ±5 m dari pantai menggangu penyu yang akan mendarat di sekitar Pantai Sindangkerta. Selain itu cahaya lampu dari rumah-rumah penduduk yang berjarak sangat dekat dengan Pantai Sindangkerta hal itu juga yang menggangu kenyamanan penyu yang akan mendarat di pantai tersebut. Dilihat dari suasana kedua pantai peneluran penyu tersebut, Pantai Pangumbahan memiliki suasana pantai yang jauh lebih sesuai dibandingkan Pantai Sindangkerta yang memiliki suasana pantai yang ramai dan terdapat penyinaran, itu tidak sesuai bagi pendaratan penyu menurut Dharmadi dan Wiadnyana (2008). Selain berdasarkan suasana di sekitar pantai, faktor yang dapat mempengaruhi jumlah penyu yang mendarat perlu ditinjau dari aspek sejarah tempat tersebut sebagai pantai peneluran penyu, dimana penyu memiliki memori yang kuat untuk mengingat tempat lahirnya, penyu tersebut akan kembali untuk bertelur ke tempat yang sama dengan tempatnya menetas, hal tersebut dapat mempengaruhi jumlah penyu yang mendarat. Selain itu jumlah penyu yang mendarat dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di laut, penyu yang akan

21 44 mendarat bisa saja mencari tempat mendarat yang dekat dengan tempat mencari makan. 4.2 Kesesuaian Pantai Peneluran Penyu Penyu mempunyai kecenderungan untuk memilih pantai penelurannya. Pantai peneluran yang sesuai bagi penyu mempunyai segi karakteristik tertentu sesuai dengan jenis penyu yang melakukan pendaratan di pantai tersebut. Hasil analisis kesesuaian biofisik dari kedua pantai peneluran penyu menunjukan beberapa tempat sesuai namun ada beberapa tempat pula yang tidak sesuai untuk penyu mendarat (Tabel 15). Tabel 12. Hasil Analisis Kesesuaian Pantai Peneluran Penyu No Biofisik Nilai Kesesuaian Pantai Pangumbahan Pantai Sindangkerta 1 Lebar 27,85 m TS 6,53 m TS Pantai 2 Kemiringan 14,11 S 12,52 S Pantai 3 Komposisi > 90% Pasir S >90% Pasir S Pasir 4 Besar Butir 0,1-0,5 mm (halus-sedang) S 0,1-0,5 mm (halus-sedang) S Pasir 5 Suhu Pasir 27,20 C TS 28,44 C S 6 Vegetasi didominasi oleh vegetasi: kangkung laut (Ipomea pescaprae), pandan laut (Pandanus tectorius), waru laut (Thespesia populnea) S didominasi oleh vegetasi: kangkung laut (Ipomea pescaprae), pandan laut (Pandanus tectorius), waru laut (Thespesia populnea) S 7 Cuaca mm/hari (curah hujan rendah) S 8 Suasana Pantai Ket : S = Sesuai Ket : TS = Tidak Sesuai suasana sunyi, tidak ada aktivitas manusia yang dapat menggangu pendaratan penyu S 9-11 mm/hari (curah hujan rendah) S suasana ramai, dekat dengan jalan raya, dekat dengan pemukiman TS Berdasarkan hasil analisis kesesuaian Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta sebagai lokasi pendaratan penyu, perbedaan yang paling menonjol terlihat dari suasana di kedua pantai. Pantai Pangumbahan memiliki suasana yang sunyi, jauh dari kebisingan dan aktivitas manusia yang dapat menggangu penyu

22 45 mendarat di tempat tersebut. Suasana yang berbeda dibandingkan dengan Pantai Sindangkerta yang dekat dengan jalan raya yang sering dilalui kendaraan, selain itu pemukiman penduduk berada disekitar jalan raya yang sangat dekat dengan pantai. Suasana seperti pada Pantai Sindangkerta menggangu pendaratan penyu karena suara bising dari kendaraan dan juga pencahayaan yang berlebihan dari pemukiman penduduk di dekat pantai menggangu kenyamanan penyu. Hal tersebut mengakibatkan perbedaan jumlah pendarataan penyu yang mendarat di Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta. 4.3 Similaritas Kedua Pantai Peneluran Penyu Dalam menentukan kesamaan atau similaritas kedua pantai digunakan analisis cluster dimana semua faktor fisik dan biologi dari kedua lokasi pengambilan data dibandingkan untuk melihat sejauh mana kesamaan dari kedua pantai tersebut. Cluster yang digunakan berdasarkan indeks disimilaritas Bray Curtis (Gambar 18). Gambar 11. Grafik Analisis Cluster Bray Curtis

23 46 Kelompok kelas pertama yaitu 1* dan 4* (grup 1.1) dengan nilai disimilaritas 0,029 (S=0,971). Kemudian hubungan atara grup 1.1 dan 2* (grup 2.1) dengan disimilaritas 0,08 (S=0,92). Kemudian yang terakhir grup 2.1 dan 6* (grup 3.1) dengan nilai disimilaritas 0,102 (S=0,898). Kelompok kelas kedua yaitu 3* dan 5* (grup 4.1) dengan nilai disimilaritas 0,042 (S=0,958), 1** dan 2** (grup 5.2) dengan nilai disimilaritas 0,065 (S=0,935), 4** dan 5** (grup 6.2) dengan nilai disimilaritas 0,025 (S=0,975). Kemudian grup 4.1 dan grup 5.2 (grup 7.2) dengan nilai disimilaritas 0,095 (S=0,905). Lalu grup 6.2 dan 3** (grup 8.2) dengan nilai disimilaritas 0,047 (S=0,953). Selanjutnya yang terakhir grup 7.2 dan grup 8.2 (grup 9.2) dengan nilai disimilaritas 0,101 (S=0,899). Kelompok kelas ketiga yaitu grup 6.2 dan 6** (grup 10.2) dengan nilai disimilaritas 0,14 (S=0.86). Kemudian grup 3.1 dan 6** dengan nilai disimilaritas 0,157 (S=0,843). Kelompok kelas yang terakhir menunjukkan nilai disimilaritas paling jauh antara Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta yaitu hanya sebesar 0,157 (S=0,843). Dilihat dari keseluruhan hasil analisis cluster seluruh stasiun menunjukan nilai similaritas >0,5. Indeks similaritas Bray Curtis berkisar antara 0-1. Nilai S=0 menunjukkan tingkat kesamaan yang paling rendah dan S=1 menunjukkan tingkat kesamaan yang paling tinggi. Hasil dari analisis cluster menunjukan rata-rata similaritas dari Pantai Pangumbahan dan Pantai Sindangkerta tersebut sebesar 0,841 atau mendekati angka satu dimana dapat diartikan kedua tempat tersebut dapat dikatakan sama dilihat dari faktor fisik dan biologi pantainya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan

Lebih terperinci

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA (Potential of Green Turtle (Chelonia mydas L.) and its Use as

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1.  korespondensi : Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu

Lebih terperinci

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai Pangumbahan No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden

Lebih terperinci

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak STUDI HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) TANGGAMUS PESISIR BARAT Habitat Study The

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS Langkah kami setelah mencari tahu dan segala informasi tentang Pulau Nias adalah survey langsung ke lokasi site untuk Tugas Akhir ini. Alangkah

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 311-320 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP HABITAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PANGUMBAHAN UJUNG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahun 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Penyu Hijau (Chelonia mydas) Penyu merupakan satwa khas di daerah Pantai Selatan Kabupaten Tasikmalaya khususnya Pantai Desa Sindangkerta. Jenis penyu yang sering ditemukan

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai.

Lebih terperinci

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles STUDI KONDISI BIOFISIK PENYU DI KELURAHAN KOTO JAYA, KECAMATAN KOTA MUKOMUKO, KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU Arik Arianto, Suparno, Harfiandri Damanhuri Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Sumatera Utara, 2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Sumatera Utara,   2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas KARAKTERISTIK BIO-FISIK HABITAT PANTAI PENELURAN TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU PENYU PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Bio-Physical Characteristics

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT Habitat of Spawning Green Turtle (Chelonia mydas) in the Amusement Park River

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai Pantai merupakan suatu kawasan pesisir beserta perairanya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut. Garis pantai merupakan suatu

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN ISKANDAR MUDA BANDA ACEH Alamat : Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang Aceh Besar Telp : (0651) 24217 Fax : (0651)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sub kingdom : Metazoa. Sub phylum : Vertebrata Super kelas : Tetrapoda. : Testudinata. Super famili : Chelonioidea

TINJAUAN PUSTAKA. Sub kingdom : Metazoa. Sub phylum : Vertebrata Super kelas : Tetrapoda. : Testudinata. Super famili : Chelonioidea 16 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Penyu Hijau Morfologi dan Klasifikasi Penyu hijau mempunyai ciri-ciri: karapaks sebagai penutup tubuh merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang coastal, 5 vertebral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Iwan Kurniawan, Harfiandri Damanhuri, Suparno Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA. Sebagian besar Wilayah Jawa Timur sudah mulai memasuki musim kemarau pada bulan Mei 2014. Termasuk wilayah Sidoarjo dan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT Mukti Ageng Wicaksono 1, Dewi Elfidasari 1, Ahman Kurniawan 2 1 Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengukuran Beda Tinggi Antara Bench Mark Dengan Palem Dari hasil pengukuran beda tinggi dengan metode sipat datar didapatkan beda tinggi antara palem dan benchmark

Lebih terperinci

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH A. Analisis Latar Belakang Perekomendasian Pantai Pancur Alas Purwo Banyuwangi sebagai Tempat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang telah banyak dikenal oleh dunia sebagai negara yang indah. Kekuatan potensi wisata bahari Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SERAM BAGIAN BARAT

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SERAM BAGIAN BARAT BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SERAM BAGIAN BARAT Alamat: Jl. Hutitetu, Kec. Kairatu, Kab. Seram Bagian Barat e-mail: staklim.kairatu@bmkg.go.id Kode Pos 97566 TINJAUAN

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek RINGKASAN MAISNUN ALBAAR. A 3 1.0655. PERENCANAAN LANSKAP PULAU KECIL. BANDA NAIRA - MALUKU SEBAGAI KAWASAN WISATA. (Di bawah bimbiugan Bapak Bambang Sulistyantara). Studi hi bertujuan membuat rencana

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan serta kerusakan infrastruktur dan bangunan (Marfai, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar didunia dengan 17.504 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km. Hal ini semakin memperkuat eksistensi Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, 2. Departemen Reproduksi Veteriner, 3 Departemen Parasitologi Veteriner, 4

Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, 2. Departemen Reproduksi Veteriner, 3 Departemen Parasitologi Veteriner, 4 pissn: 2615-7497; eissn: 2581-012X April 2018, Vol.1 No.2 : 1-5 online pada http://journal.unair.ac.id PERBEDAAN SARANG ALAMI DENGAN SEMI ALAMI MEMPENGARUHI MASA INKUBASI DAN KEBERHASILAN MENETAS TELUR

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI RADIN INTEN II BANDAR LAMPUNG Jl. Alamsyah Ratu Prawira Negara Km.28 Branti 35362 Telp. (0721)7697093 Fax. (0721) 7697242 e-mail : bmglampung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park

Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park Abstract By Yulmeirina 1), Thamrin and Syafruddin Nasution

Lebih terperinci

ANALISIS KEJADIAN BANJIR TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017 DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KEJADIAN BANJIR TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017 DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS KEJADIAN BANJIR TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017 DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, PROVINSI SUMATERA UTARA Oleh: Tim Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Deli Serdang I. INFORMASI KEJADIAN BANJIR LOKASI

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci