Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :"

Transkripsi

1 Volume: 3 (2): Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak korespondensi : aidilelvenskin@gmail.com Abstract The frequency of green turtle (Chelonia mydas) landing is largely determined by the environmental conditions and human activities in a coastal area. This research aims to determine the frequency of landings, the number of C. mydas at every landing time and the landing periods of the highest frequency of C. mydas occurring in Tanjung Kemuning beach, Tanjung Api beach, and Belacan beach. The research was conducted by using direct observation in the field. The survey revealed that the frequency of C. mydas in beach landings in Belacan beach, Tanjung Kemuning beach, and Tanjung Api beach during the period from July to 2013, is between 35.88% and 100 %. The numbers of C. mydas landed in Belacan beach, Tanjung Kemuning beach, and Tanjung Api beach are individuals, individuals and individuals res pectively. Landing highest reached at 19:00 pm - 22:00 pm and 23:00 pm - 2:00 am. The environmental conditions in Tanjung Kemuning beach, Tanjung Api beach, and Belacan beach is able to support the landing activities of C. mydas. Kata kunci: green turtle (C. mydas), frequency of landings, district of Paloh beach PENDAHULUAN Penyu merupakan hewan reptil yang dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Wilayah pesisir pantai di Indonesia merupakan salah satu habitat bagi enam jenis penyu, yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu abu - abu (Lepidochelys olivaceae ) dan penyu pipih (Natator depressus) (Sumolang et al., 2008). Habitat penyu tersebut tersebar di wilayah perairan Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Irian Jaya dan Kalimantan Barat. Kawasan Kalimantan Barat yang menjadi habitat C. mydas berada di sepanjang Pantai Paloh, diantaranya tersebar di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Keberadaan C. mydas di pantai tersebut disebabkan kawasan pantai mudah dijangkau dari laut dan keberadaan sarang penyu tidak tergenang saat air laut pasang, sehingga kondisi pantai tersebut berpotensi sebagai lokasi peneluran penyu (Mortimer, 1990 dalam WWF, 2012). Saat ini populasi C. mydas di Pantai Paloh mulai terancam keberadaanya. Aktivitas perburuan teluripenyu di sekitar pantai peneluran merupakan ancaman utama bagi populasi penyu di wilayah pesisir Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan (WWF, 2012). International Union for Conservation Nature and Natural Resources (IUCN) tahun 2004 menetapkan C. mydas sebagai salah satu spesies yang terancam punah atau endangered species. Secara nasional, spesies ini dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Melalui PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pangawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, dinyatakan bahwa C. mydas dan bagiannya dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi oleh negara (COREMAP, 2009). Pendaratan C. mydas di pesisir pantai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor lingkungan, aktivitas masyarakat sekitar pantai, pasang surut air laut, kemiringan pantai dan kebersihan pantai (Rukmi et al., 2011). Umumnya aktivitas pendaratan C. mydas sering terjadi saat malam hari pada periode waktu WIB (WWF, 2012). Sampai saat ini, belum ada penelitian terkait frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Olehcsebab itu, penelitian ini perlu dilakukan sebagai sumber informasi ilmiah dalam upaya konservasi C. mydas yang ada di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas. 232

2 BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Juli Lokasi penelitian di pesisir Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas (Gambar 1). Tabel 1. Deskripsi Masing-masing Lokasi Penelitian dan Rona Lingkungan I II III Nama Pantai Belacan Pantai Tj. Api Pantai Tj. Kemuning Metode Penelitian Titik Koordinat N E N E N E Rona Lingkungan Keadaan pantai landai, terdapat banyak batuan di zona supratidal, vegetasi didominasi Pandanus tectorius dan berada di sekitar batuan karang. Panjang pantai 3,6 km. Keadaan pantai landai, vegetasi didominasi Casuarina sp., Pandanus tectorius. Warna pasir dominan kecoklatan, Panjang Pantai 2,6 km. Keadaan pantai landai, vegetasi didominasi Casuarina sp., Pandanus tectorius. Warna pasir dominan kecoklatan, Panjang Pantai 2,6 km. Penelitian ini menggunakan metode observasi secara langsung di lapangan. Cara kerja yang dilakukan terbagi menjadi beberapa tahap yaitu penentuan stasiun, pengamatan frekuensi pendaratan penyu hijau (C. mydas), pengamatan karakteristik pantai dan pengukuran parameter lingkungan. Penentuan Pengamatan pengamatan dibagi menjadi tiga stasiun (Gambar 1). Pembagian stasiun ini berdasarkan rona lingkungan yang berbeda. Deskripsi stasiun penelitian disajikan pada Tabel 1. Pengamatan Frekuensi Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) Pengamatan penyu yang mendarat ke pantai dilakukan selama dua minggu per bulan. Waktu pengamatan dimulai dari pukul WIB WIB. Pengamatan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali yakni pukul WIB WIB; pukul WIB WIB dan pukul WIB WIB (WWF, 2012). Penyu yang terlihat mendarat di setiap stasiun dihitung. Data yang diambil adalah kehadiran dan jumlah penyu yang mendarat ke pantai untuk bertelur pada interval waktu yang berbeda. Pengamatan pendaratan dan jumlah penyu yang mendarat dilakukan untuk mengetahui rentang waktu ke berapa jumlah penyu yang paling banyak mendarat ke pantai untuk membuat sarang. Frekuensi pendaratan dihitung dengan rumus: Keterangan : FK = n i n 100% FK = frekuensi kehadiran n i = jumlah waktu pengamatan penyu ditemukan n = jumlah seluruh waktu pengamatan (Modifikasi dari Irwani et al, 2012). Kategori nilai frekuensi kehadiran (FK) C. mydas yang diamati dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kategori Nilai Frekuensi Kehadiran (Irwani et al, 2012) Persentase Kehadiran (100 %) Kategori 0 25 Sangat Jarang Jarang Sering 76 Sangat Sering Pengukuran Parameter Lingkungan dan Karakteristik Pantai Pengukuran karakteristik pantai dan parameter lingkungan dilakukan pada saat pengamatan frekuensi pendaratan C. mydas di lapangan. Parameter lingkungan yang diukur meliputi kelembaban pasir, suhu udara dan kondisi biologi yaitu jenis - jenis vegetasi serta kondisi fisika yang diukur yaitu kemiringan pantai. 233

3 Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Penyu Hijau, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas Kelembaban Pasir dan Suhu Udara Pengukuran kelembaban pasir dan suhu udara dilakukan secara bersamaan di tiga lokasi pantai yang berbeda yaitu Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan. Kelembaban pasir diukur dengan menggunakan soil tester. Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggantungkan termometer pada kayu atau tongkat berukuran 1 meter dari atas pasir dan dibiarkan selama 5 menit. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan rentang waktu pukul WIB; WIB dan WIB (Segara, 2007). Kondisi Biologi (Jenis Vegetasi) Pengamatan jenis vegetasi dilakukan dengan mencatat jenis - jenis tumbuhan yang ada di tiga lokasi pantai yang berbeda yaitu Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan (Segara, 2007). Kondisi Fisika (Kemiringan Pantai) Panjang total kemiringan pantai diukur menggunakan meteran gunung berukuran 100 m. Ketinggian diukur dengan menggunakan tongkat berskala yang diletakkan di atas pasir dan water pass digunakan untuk mempertahankan kelurusan tali (meteran gunung). Pengukuran dimulai dari vegetasi terluar hingga ke garis pantai yang pertama kali basah oleh gelombang. Nilai kemiringan pantai dihitung dengan persamaan berikut: tgα = H D tgα = a + b + c + d α = arctg ( a + b + c + d ) H = D = a + b + c + d (Segara, 2007) Keterangan: α = sudut kemiringan pantai ( o ) H = jarak datar total pantai (m) D = tinggi total pantai (m) 234

4 Analisis Data Hasil keseluruhan pengamatan frekuensi pendaratan C. mydas di lapangan dianalisis dengan cara analisis statistik deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penyu hijau (C. mydas) mempunyai karakteristik tersendiri dalam menentukan habitat penelurannya. Karakteristik spesifik pantai yang berpengaruh terhadap pendaratan penyu diantaranya kemiringan dan vegetasi pantai. Hasil pengukuran kemiringan dan pengamatan vegetasi pantai terlihat pada Tabel 3. Karakteristik pantai mempengaruhi pendaratan C. mydas menuju pantai, karakteristik pantai yang berpengaruh diantaranya kemiringan dan vegetasi pantai. Kemiringan di tiga pantai berbeda-beda, kemiringan terendah yaitu 1,15 0 dan tertinggi yaitu 4,00 0. Vegetasi pantai di stasiun 1 didominasi oleh tumbuhan C. equisetifolia, sedangkan pada stasiun 2 dan 3 didominasi oleh tumbuhan C. equisetifolia dan P. tectorius (Tabel 3). Frekuensi pendaratan C. mydas pada bulan Juli, 2013 di Pantai Belacan lebih rendah dibandingkan dengan di Tj. Api dan Tj. Kemuning. Rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan bulan Juli sebesar 25,61% dan periode bulan sebesar 46,15%. Sedangkan rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api sebesar 100%. Frekuensi pendaratan C. mydas yang diamati di lokasi penelitian terlihat pada Tabel 4. Tabel 3. Karakteristik Pantai Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Tanjung Kemuning, Tanjung Api dan Pantai Belacan Pengamatan (Pantai) Kemiringan Pantai ( 0 ) Vegetasi Pantai Belacan 1,71-3,43 Casuarina equisetifolia Tj. Kemuning 1,15 4,00 Tj. Api 1,15-3,43 C. equisetifolia dan Pandanus tectorius C. equisetifolia dan P. tectorius Tabel 4. Frekuensi Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Belacan, Tj. Kemuning, dan Tj. Api Periode Bulan Juli Pengamatan (Pantai) Belacan Tj. Kemuning Tj. Api Periode Bulan Frekuensi Pendaratan Pada Periode Pengamatan Juli 33,3 33,3 0 33,3 33,3 33,3 33,3 0 33,3 0 33,3 33,3 33,3 25,61 33,3 66,7 66,7 33,3 66,7 33,3 33,3 33,3 33,3 33,3 66,7 66,7 33,3 46,15 Juli Juli Keterangan : 1, 2, 3, dst : Hari Pengamatan Rata -rata (%) Hasil pengamatan pada periode waktu yang berbeda menunjukkan ada perbedaan jumlah C. mydas yang mendarat menuju pantai. Jumlah C. mydas yang tertinggi baik pada bulan Juli maupun Agustus 2013 terjadi di Pantai Tj. Kemuning. Namun demikian berdasarkan periode waktu pengamatan pada bulan Juli 2013 pendaratan C. mydas tertinggi terjadi pada pukul WIB WIB, sedangkan periode bulan 2013 jumlah C. mydas yang mendarat lebih banyak terjadi pada pukul WIB WIB. Jumlah individu C. mydas yang mendarat terlihat pada Tabel 5. Gambar 2. Aktivitas Pendaratan C. mydas di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas 235

5 Pendaratan penyu hijau (C. mydas) berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan ada perbedaan antar stasiun. Pendaratan C. mydas tertinggi terjadi di Pantai Tj. Kemuning dan terendah terjadi di Pantai Belacan. Penyu hijau (C. mydas) yang mendarat di stasiun pengamatan terlihat pada Gambar 2. Faktor lingkungan menentukan bagi aktivitas pendaratan penyu untuk bertelur. Suhu udara dilokasi penelitian berkisar antara 26 0 C C, kelembaban pasir berkisar antara 68% - 70%, kelembaban udara berkisar antara 89% - 92% dan kecepatan angin berkisar antara 1,2 m/s - 2,3 m/s. Beberapa faktor lingkungan yang diukur pada stasiun pengamatan terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kisaran Kondisi lingkungan di Pantai Belacan, Tanjung Kemuning dan Tanjung Api Pada Bulan Juli Parameter Lingkungan Suhu udara ( 0 C) Kelembaban pasir (%) Kelembaban udara (%) cepatan angin (m/s) Waktu Pengamatan ,2-1,8 1,9-2,1 2,1-2,3 Tabel 5. Periode Waktu Puncak Pendaratan Penyu Hijau (C. mydas) di Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api Periode Bulan Juli 2013 Pengamatan (Pantai) Belacan Tj. Kemuning Tj. Api Waktu Pengamatan (WIB) Periode Bulan Jumlah C. mydas yang Mendarat (ekor) Total Ratarata (%) Juli , ,46 Juli , ,15 Juli , ,00 Juli , ,46 Juli , ,46 Juli , ,46 Juli , ,54 Juli , ,31 Juli ,46 Keterangan : 1, 2, 3, dst : Hari Pengamatan ,77 Pembahasan Pantai Paloh merupakan hotspot area pendaratan C. mydas menuju pantai untuk bertelur. Pantai Paloh berada di Kabupaten Sambas, dengan panjang pantai ±63 km (Suprapti, 2012). Wilayah Pantai Paloh yang sering digunakan dalam aktivitas pendaratan C. mydas menuju pantai untuk membuat sarang yaitu di pesisir Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api. Hal tersebut disebabkan karena pantai yang landai, tidak kotor dan sebagian besar vegetasi yang berada di area pantai adalah pandan laut (P. tectorius). 236

6 Berdasarkan hasil pengukuran, Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api memiliki kemiringan pantai yang berbeda-beda (Tabel 3). Perbedaan kemiringan pantai terjadi akibat akumulasi penumpukan pasir yang disebabkan pemindahan massa pasir oleh angin dan ombak pada saat pasang (Yuriadi, 2000). Kemiringan pantai di tiga lokasi penelitian termasuk dalam kategori landai dan disukai penyu untuk mendarat. Kemiringan pantai tersebut berkisar antara 1,15 0-4,00 0 (Tabel 3). Manalu (2010) menyatakan bahwa pantai yang tergolong landai berkisar antara Kemiringan tiga pantai di Paloh ini relatif sama dengan kemiringan di Pantai Perencak Jembaran Bali yang merupakan salah satu tempat peneluran C. mydas, berkisar antara 2,7 0-4,4 0 (Yuriadi, 2000). Kemiringan Pantai Belacan dan Tj. Api relatif sama dengan kisaran antara 1,15 0-3,43 0. Hal ini disebabkan karena kondisi perairan di sekitar Pantai Belacan dan Tj. Api memiliki ombak relatif tenang, sehingga meminimalisir penambahan substrat pantai yang terbawa dari laut menuju daratan. Berbeda dengan kemiringan Pantai Belacan dan Tj. Api, Pantai Tj. Kemuning memiliki kemiringan pantai sedikit lebih curam yaitu 1,15 0-4,00 0 (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena kawasan Pantai Tj. Kemuning memiliki ombak relatif kuat sehingga memungkinkan ada penambahan substrat pantai yang terbawa oleh ombak menuju daratan. Kemiringan pantai sangat berpengaruh terhadap aktivitas penyu untuk mendarat menuju pantai. Semakin curam pantai maka akan semakin sulit penyu untuk melihat obyek yang berada di depannya, sehingga semakin besar pula energi yang diperlukan penyu untuk naik ke pantai. Selain kemiringan pantai yang landai, vegetasi pantai juga mendukung untuk dijadikan sebagai habitat peneluran C. mydas. Vegetasi pantai merupakan salah satu ciri dari pantai peneluran penyu. Setiap jenis penyu menyukai vegetasi yang berbeda-beda. Vegetasi pantai berfungsi sebagai naungan bagi sarang penyu agar tidak terkena sinar matahari yang berlebihan. Sinar matahari yang berlebihan akan meningkatkan suhu substrat sarang sehingga dapat mematikan embrio. Pantai peneluran C. mydas umumnya didominasi oleh jenis tumbuhan pandan laut (P. tectorius). Hasil pengamatan, C. mydas yang mendarat ke pantai lebih sering membuat sarang di bawah vegetasi pandan. Vegetasi pandan mampu memberikan rasa aman terhadap C. mydas untuk membuat sarang dan bertelur (Nuitja, 1992). Hal ini dikarenakan sistem perakaran pandan laut (P. tectorius) mampu meningkatkan kelembaban pasir, menjaga kestabilan suhu pasir dan memudahkan penyu saat melakukan penggalian sarang (Suwelo et al., 1985). Frekuensi pendaratan penyu hijau (C. mydas) menuju pantai berhubungan dengan kondisi sekitar pantai, seperti keberadaan pondok atau rumah warga, aktivitas manusia di sekitar pantai dan vegetasi pantai. Berdasarkan pengamatan di lapangan rata-rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan pada bulan Juli 2013 sebesar 25,61% dan bulan 2013 sebesar 46,15%, sedangkan rata - rata frekuensi pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada bulan 2013 dan bulan Juli 2013 sebesar 100% (Tabel 4). Lokasi pendaratan C. mydas di Pantai Belacan berdekatan dengan pondok nelayan, vegetasi pantai didominasi pohon cemara laut (C. equisetifolia) dan apabila surut, pantai akan dimanfaatkan masyarakat sebagai jalur lalu lintas kendaraan bermotor, sehingga mengganggu C. mydas untuk mendarat. Berbeda dengan Pantai Belacan, pendaratan C. mydas di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada bulan Juli, Agustus dan 2013 sebesar 100%. Hal tersebut disebabkan lokasi pantai jauh dari perumahan penduduk dan jarang ada aktifitas manusia. Selain itu, area Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api lebih didominasi vegetasi pandan laut (P. tectorius) (Tabel 3). Pendaratan penyu hijau (C. mydas) di Pantai Paloh selain dipengaruhi oleh kondisi pantai juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kelembaban pasir dan kelembaban udara. Hasil pengukuran diperoleh kelembaban udara berkisar antara 89% - 92% dan kelembaban pasir berkisar antara 68% - 70%. Kelembaban pasir maupun kelembaban udara di pesisir Pantai Paloh sesuai bagi C. mydas untuk mendarat menuju pantai dan membuat sarang. Kelembaban pasir maupun kelembaban udara tersebut masih dalam rentang yang normal 69% - 95 (Segara, 2008). Pantai Belacan, Tj. Kemuning dan Tj. Api merupakan pantai yang memiliki dua kali pasang dan dua kali surut atau semi diurnal. Pasang surut air laut pantai berpengaruh pada frekuensi pendaratan penyu dan juga berpengaruh pada jumlah penyu hijau (C. mydas) yang mendarat 237

7 menuju pantai. Berdasarkan pengamatan, penyu hijau (C. mydas) di tiga pantai umumnya aktif mendarat menuju pantai pada saat malam hari. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan di Pulau Jawa Pantai Pangumbahan, C. mydas aktif mendarat ketika matahari mulai tenggelam yaitu mulai pukul WIB sampai pukul WIB (Departemen Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009). Hasil pengamatan diketahui bahwa C. mydas yang berhasil mendarat di Pantai Belacan bulan Juli 2013, periode waktu WIB WIB sebanyak 13 ekor, sedangkan pada bulan 2013 sebanyak 6 ekor. (Tabel 5). Bulan Juli 2013 lebih banyak dikarenakan pada saat tersebut air laut dalam keadaan pasang. Bulan 2013, kondisi air laut dalam keadaan surut, sehingga jumlah C. mydas yang mendarat menuju pantai lebih sedikit. Penelitian di Pantai Paloh tersebut relatif sama dengan hasil penelitian Nuitja (1992) di Pantai Sukamade (Banyuwangi) Jawa Timur, C. mydas paling banyak mendarat pada pukul WIB WIB, karena pada pukul tersebut keadaan laut berombak dan permukaan air laut pasang. Hasil penelitian di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api pada periode pukul WIB WIB bulan Juli jumlah C. mydas yang mendarat sebanyak 86 ekor dan 62 ekor sedangkan pada bulan di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api jumlah C. mydas jumlah C. mydas yang mendarat sebanyak 149 ekor dan 121 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa pada periode waktu WIB WIB jumlah penyu yang mendarat pada bulan Juli di Pantai Tj. Kemuning dan Tj. Api lebih sedikit dibandingkan dengan bulan.(tabel 4). Hal tersebut dikarenakan air laut sudah mulai surut, sedangkan bulan permukaan air laut pasang dan kondisi laut berombak. Periode puncak pendaratan C. mydas yang mendarat di pesisir Pantai Paloh bulan 2013 periode waktu WIB WIB sama dengan hasil penelitian Susilowati (2002) yang dilakukan di Pantai Pangumbahan (Sukabumi), Jawa Barat yang menunjukkan bahwa jumlah C. mydas paling banyak mendarat pada pukul WIB WIB. Demikian pula dengan jumlah C. mydas di Pantai Kaironi (Irian Jaya), jumlah C. mydas paling banyak mendarat menuju pantai terjadi pada periode waktu pukul WIB WIB (Warikry, 2009). Faktor lain yang berpengaruh terhadap pendaratan penyu hijau (C. mydas) selain pasang surut air laut adalah suhu udara pantai. Kondisi suhu udara pantai yang sesuai akan banyak jumlah C. mydas yang mendarat. Hasil pengukuran, suhu udara berkisar antara 26 0 C C. Hal ini merupakan suhu ideal bagi penyu untuk mendarat. Suhu udara saat pengamatan penyu di Pantai Paloh hampir sama dengan hasil penelitian Dharmadi dan Wiadnyana (2008) di Pulau Derawan, Berau - Kalimantan Timur yang menunjukkan bahwa, C. mydas banyak mendarat berkisar antara 25 0 C C. Seperti halnya suhu udara, pasang surut permukaan air laut, kecepatan angin juga turut berperan dalam aktivitas pendaratan penyu. Pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa kecepatan angin di Pantai Belacan, Tanjung Kemuning dan Tanjung Api berkisar antara 1,2-2,3 m/s. Kecepatan angin di lokasi penelitian masih dalam kategori angin sepoi - sepoi (Sanger et al., 2012). Namun, kecepatan angin 3 m/s, membuat kondisi laut berombak dan angin bertiup kencang dan kondisi laut berombak cukup besar sehingga membuat penyu hijau (C. mydas) mengalami kesulitan untuk mendarat (Sanger et al., 2012). Periode bulan menentukan keberadaan C. mydas yang mendarat menuju pantai untuk membuat sarang. Periode bulan berhubungan erat dengan kondisi pantai. Setyawatiningsih et al. (2011) menjelaskan bahwa di Pulau Anak Ileuh Kecil, Kepulauan Riau bahwa, pada periode bulan Juni sampai, angin yang bertiup dari Tenggara hingga Selatan tidak kuat sehingga membuat gelombang laut relatif kecil. Oleh sebab itu periode Bulan Juli sampai Pantai Paloh merupakan puncak peneluran bagi penyu. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dwi Suprapti yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama di lapangan, seluruh rekan-rekan WWF - Indonesia Program Kalimantan Barat site Paloh - Sambas, POKMASWAS Kambau Borneo yang telah banyak membantu selama di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Coral Reef Rehabilitation and Management Program LIPI (COREMAP), 2009, Perlindungan Penyu di Kabupaten Bintan, Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang 238

8 Departemen Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009, Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu, Departemen Kelautan Perikanan RI, Jakarta Dharmadi & Wiadnyana, NN, 2008, Kondisi Habitat dan Kaitannya dengan Jumlah Penyu Hijau (Chelonia mydas) yang Bersarang di Pulau Derawan Berau Kalimantan Timur, Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, vol. 14, no. 2, hal Irwani, Suryono, CA & Nugroho, KD., 2012, Struktur Komunitas Gastropoda di Perairan Pesisir Kecamatan Genuk Kota Semarang, Jurnal of Marine Research, vol.1, no.1, hal Manalu, RG, 2010, Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik dan Upaya Pelestarian di Pantai Gili Meno, KIPA Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Jakarta Nuitja, INS, 1992, Biologi dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut, Institut Pertanian Bogor Press, Bogor Rukmi, DS, Sudrajat & Datusahlan, M, 2011, Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (C. mydas) Berdasarkan Karakteristik Pantai di Kepulauan Derawan Kalimantan Timur, Jurnal Mulawarman Scientifie, vol.10, no. 2, hal Sanger, RJ, Fibriani, C & Nataliani, Y, 2012, Perancangan Aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Kecepatan Angin Beserta Pengkategorian Jenis Angin dengan Hardware Inframerah Sebagai Media Kalibrasi, Jurnal Teknologi Informasi, vol. 9, no. 2, hal Suwelo, ISA, Somantri, U & Hasan, M, 1985, Usaha Rehabilitasi Penyu di Pangumbahan dengan Penetasan Telur, Departemen Kehutanan, Bogor Warikry, I, 2009, Aktivitas Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Pantai Kaironi Distrik Sidey Kabupaten Manokwari, Skripsi, Universitas Negeri Papua, Papua World Wild Foundation (WWF), 2012, Status Populasi Penyu di Kecamatan Paloh, Sambas, WWF - Indonesia Marine Program, Jakarta Yuriadi, A, 2000, Pantai Perancak di Kabupaten Jembaran Bali Sebagai Habitat Peneluran Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea E), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Segara, RA, 2007, Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) di Pengumbahan Sukabumi, Jawa Barat, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Setyawatiningsih, SC, Marniasih, D & Wijayanto, 2011, Karakteristik Biofisik Tempat Peneluran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) di Pulau Anak Ileuh Kecil, Kepulauan Riau, Jurnal Teknobiologi, vol. 2, no. 2, hal Sumolang, D, Febriantie, I, Mustika, D & Rahayu, EL, 2008, Tipologi Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Jawa Barat, Karya Ilmiah, Sukabumi Suprapti, D, 2012, Status Populasi Penyu di Kecamatan paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, WWF - Indonesia Marine Program, Jakarta, (Report) Susilowati, T, 2002, Studi Parameter Biofisik Pantai Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.) di Pantai Pangumbahan, Sukabumi Jawa Barat, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor 239

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai 4.1.1 Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta

Lebih terperinci

Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Sebubus, Kabupaten Sambas

Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Sebubus, Kabupaten Sambas Tingkat Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau (Chelonia Mydas, Linnaeus 1758) di Pantai Sebubus, Kabupaten Sambas Sheavtiyan 1, Tri Rima Setyawati 1, Irwan Lovadi 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 311-320 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP HABITAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PANGUMBAHAN UJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Ferty Marshellyna Lubis Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, fertymarshellyna93@gmail.com

Lebih terperinci

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles STUDI KONDISI BIOFISIK PENYU DI KELURAHAN KOTO JAYA, KECAMATAN KOTA MUKOMUKO, KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU Arik Arianto, Suparno, Harfiandri Damanhuri Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI

TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) PULAU DURAI KEPULAUAN ANAMBAS DI LAGOI Muslim Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, muslim1989.ibrahim@gmail.com Henky Irawan Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN

ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN TURTLES NEST DISTRIBUTION ANALYSIS ON WIE ISLANDS OF TAMBELAN DISTRICT BINTAN REGENCY

Lebih terperinci

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan. PENDUGAAN POPULASI PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan. PENDUGAAN POPULASI PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR RIAU BioLink, Vol. 2 (2) Januari 2016 p-issn: 2356-458x e-issn:2597-5269 BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink PENDUGAAN POPULASI PENYU

Lebih terperinci

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 254-262 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA (Potential of Green Turtle (Chelonia mydas L.) and its Use as

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast

Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast By Yuyam Leni 1), Siregar Y. I 2), Siregar S.H 2) 1) Mahasiswa Fakultas Prikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti kehidupan satwa terdapat di lautan. Terdapat berbagai macam mekanisme kehidupan untuk bertahan hidup di

Lebih terperinci

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM:

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM: Fekunditas dan Waktu Peneluran Penyu, Kaitannya dengan Pengelolaan Konservasi di Pantai Warebar, Kampung Yenbekaki, Distrik Waigeo Timur, Kabupaten Raja Ampat Tesis Diajukan kepada Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT Habitat of Spawning Green Turtle (Chelonia mydas) in the Amusement Park River

Lebih terperinci

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak STUDI HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) TANGGAMUS PESISIR BARAT Habitat Study The

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai.

Lebih terperinci

Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, 2. Departemen Reproduksi Veteriner, 3 Departemen Parasitologi Veteriner, 4

Mahasiswa Pendidikan Dokter Hewan, 2. Departemen Reproduksi Veteriner, 3 Departemen Parasitologi Veteriner, 4 pissn: 2615-7497; eissn: 2581-012X April 2018, Vol.1 No.2 : 1-5 online pada http://journal.unair.ac.id PERBEDAAN SARANG ALAMI DENGAN SEMI ALAMI MEMPENGARUHI MASA INKUBASI DAN KEBERHASILAN MENETAS TELUR

Lebih terperinci

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

Sumatera Utara, 2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Sumatera Utara,   2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas KARAKTERISTIK BIO-FISIK HABITAT PANTAI PENELURAN TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU PENYU PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Bio-Physical Characteristics

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

SEBARAN LOKASI PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU SANGALAKI KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU

SEBARAN LOKASI PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU SANGALAKI KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU Jurnal Perikanan UGM (J. Fish. Sci.) XVIII (2): 39-46 ISSN: 0853-6384 eissn: 2502-5066 SEBARAN LOKASI PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU SANGALAKI KEPULAUAN DERAWAN KABUPATEN BERAU DISTRIBUTION

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI Intan Puji Nasiti Nastitintan20@gmail.com Sunarto sunartogeo@gmail.com

Lebih terperinci

Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park

Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park Habitat Characteristics Nesting Environment Of Hawksbill Turtle (Eretmochelys imbricata) in the East Yu Island Of Thousand Islands National Park Abstract By Yulmeirina 1), Thamrin and Syafruddin Nasution

Lebih terperinci

Analisa Persebaran Sarang Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai Sukamade Merubetiri Jawa Timur

Analisa Persebaran Sarang Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai Sukamade Merubetiri Jawa Timur ISSN : 2089-3507 Analisa Persebaran Sarang Penyu Hijau (Chelonia Mydas) Berdasarkan Vegetasi Pantai Di Pantai Sukamade Merubetiri Jawa Timur Argina Dewi. S*, Hadi Endrawati, Sri Redjeki Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PALOH, SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PALOH, SAMBAS, KALIMANTAN BARAT STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PALOH, SAMBAS, KALIMANTAN BARAT Bima Anggara Putra *), Edi Wibowo K., Sri Rejeki Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

KAWASAN EKOWISATA PENANGKARAN PENYU DI DESA SEBUBUS, KABUPATEN SAMBAS

KAWASAN EKOWISATA PENANGKARAN PENYU DI DESA SEBUBUS, KABUPATEN SAMBAS KAWASAN EKOWISATA PENANGKARAN PENYU DI DESA SEBUBUS, KABUPATEN SAMBAS Fany Alfinda Mahasiswa, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Indonesia fanyalanda@gmail.com ABSTRAK Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT Mukti Ageng Wicaksono 1, Dewi Elfidasari 1, Ahman Kurniawan 2 1 Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014

RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014 RINGKASAN LAPORAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA TAHUN 2014 Dalam rangka pelaksanaan kebijakan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dari bussiness As UsuaIl (BAU) pada tahun 2020, Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI PELANGI KABUPATEN BANTUL

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI PELANGI KABUPATEN BANTUL ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK HABITAT BERTELUR PENYU LEKANG (LEPIDOCHELYS OLIVACEA) DI SEBAGIAN PESISIR PANTAI PELANGI KABUPATEN BANTUL Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu

Lebih terperinci

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Iwan Kurniawan, Harfiandri Damanhuri, Suparno Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD

TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD (Turtle s Nesting Sites on Salibabu Island Talaud Regency) Enos M. Balaira 1*, Farnis B. Boneka 1, Billy T. Wagey 1. 1. Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1) PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 1 (215), Hal.21-28 ISSN : 2337-824 Analisis Karakteristik Fisik Sedimen Pesisir Pantai Sebala Kabupaten Natuna Hendromi 1), Muhammad Ishak Jumarang* 1), Yoga Satria Putra 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17.500 pulau dan memiliki garis panjang pantai terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT (Skripsi) Oleh Brina Wanda Pratiwi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

Green Turtle (Chelonia mydas) Habitat Managements on The Sukamade Beach, Meru Betiri National Park, East Java

Green Turtle (Chelonia mydas) Habitat Managements on The Sukamade Beach, Meru Betiri National Park, East Java Green Turtle (Chelonia mydas) Habitat Managements on The Sukamade Beach, Meru Betiri National Park, East Java Pembinaan Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) Di Pantai Sukamade, Taman Nasional

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT

ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN ABSTRACT 59 ASPEK BIOLOGI PENYU DI KABUPATEN BINTAN Arief Pratomo, Dony Apdillah, dan Soeharmoko 1) 1) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang ABSTRACT The research

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA Disusun oleh : Agatha Eka Agustina

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 3 (2014), Hal ISSN : Studi Faktor Penentu Akresi dan Abrasi Pantai Akibat Gelombang Laut di Perairan Pesisir Sungai Duri Ghesta Nuari Wiratama a, Muh. Ishak Jumarang a *, Muliadi a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kebijakan perlindungan penyu hijau diarahkan pada penilaian terhadap: efektivitas perlindungan penyu hijau, kinerja pengelolaan penyu hijau dan kondisi populasi penyu

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyuwangi merupakan kabupaten yang berada di ujung paling timur dari Provinsi Jawa Timur yang memiliki kekayaan seni budaya, keberagaman adat tradisi, serta dianugerahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LOKASI PENELURAN PENYU HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI PANTAI SEBUBUS KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS

KARAKTERISTIK LOKASI PENELURAN PENYU HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI PANTAI SEBUBUS KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS KARAKTERISTIK LOKASI PENELURAN PENYU HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI PANTAI SEBUBUS KECAMATAN PALOH KABUPATEN SAMBAS (Characteristics of turtle nesting sites in relation to the structure

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis Siti Chadidjah Kaniawati pada situs Balai Taman Nasional Kayan Mentarang menjelaskan dalam beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci