BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan baik. Bagian luar tubuh penyu, diantaranya: 1. Karapas, yaitu bagian tubuh yang dilapisi zat tanduk, terdapat di bagian punggung dan berfungsi sebagai pelindung. 2. Plastron, yaitu penutup pada bagian dada dan perut. 3. Infra Marginal, yaitu keping penghubung antara bagian pinggir karapas dengan plastron. Bagian ini dapat digunakan sebagai alat identifikasi. 4. Tungkai depan, yaitu kaki berenang di dalam air yang berfungsi sebagai dayung. 5. Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang (pore fliffer), berfungsi sebagai alat penggali Gambar 1. Bagian-Bagian Tubuh Penyu(Sumber: Yayasan Alam Lestari 2000) Menurut Carr (1972) dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (2009), penyu termasuk kedalam phylum Chordata yang memiliki dua famili, yaitu: 5

2 6 1. Famili : Cheloniidae, meliputi: Species : 1. Chelonia mydas (penyu hijau) 2. Natator depressus (penyu pipih) 3.Lepidochelys olivacea (penyu lekang/penyu abu) 4.Lepidochelys kempi (penyu kempi) 5.Eretmochelys imbricate (penyu sisik) 6.Caretta caretta (penyu tempayan) 2. Famili : Dermochelydae, meliputi : Spesies : Dermochelys coriacea (penyu belimbing) Indonesia merupakan jalur migrasi dan habitat 6 jenis penyu dari 7 jenis penyu yang ada di dunia. Pantai Pangumbahan merupakan tempat peneluran penyu hijau (Chelonia mydas) sedangkan Pantai Sindangkerta merupakan tempat peneluran penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea) namun tetap di dominasi oleh penyu hijau. Dalam membedakan kedua jenis penyu tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri morfologinya Penyu Hijau (Chelonia mydas) Penyu hijau memiliki ciri-ciri karapas berbentuk oval dengan 5 buah neural, 4 buah coastal, 10 buah marginal dan bentuk karapasnya tidak meruncing di punggung serta memiliki kepala yang bundar. Memiliki sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang, kuku pada kaki depannya hanya satu, warna karapasnya coklat atau kehitam-hitaman. Ukuran panjang penyu hijau antara cm dengan berat dapat mencapai 132 kg (Safrizal 2009). Penyu hijau sangat jarang ditemui di perairan beriklim sedang, tetapi sangat banyak tersebar di wilayah tropis dekat dengan pesisir benua dan sekitar kepulauan. Penyu hijau dewasa merupakan herbivora dengan makanan utamanya adalah lamun dan alga, sedangkan tukik penyu hijau merupakan omnivora. Penyu hijau terdapat di kawasan pesisir Afrika, India dan Asia Tenggara serta sepanjang garis pantai Australia dan Kepulauan Pasifik Selatan (Safrizal 2009).

3 7 Gambar 2. Penyu Hijau (Chelonia mydas) (Sumber: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009) Klasifikasi penyu hijau (Chelonia mydas) menurut Linnaeus, 1758 (dalam Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Reptilia Sub Kelas : Anapsida Ordo : Testudinata Sub Ordo : Cryptodira Family : Cheloniidae Genus : Chelonia Spesies : Chelonia mydas Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) Penyu lekang memiliki karapas berbentuk kubah tinggi, terdiri dari 5 pasang coastal scutes dimana setiap sisinya terdiri dari 6-9 bagian, bagian pinggir karapasnya lembut. Penyu lekang ini serupa dengan penyu hijau namun kepalanya lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan bersudut. Penyu lekang merupakan penyu karnivor, makannya berupa kepiting, kerang, udang dan kerang remis (Safrizal 2009).

4 8 Gambar 3. Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) (Sumber: Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009) Klasifikasi penyu lekang (Lepidochelys olivacea) menurut Eschscholtz, 1829 (dalam Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Reptilia Ordo : Testudines Family : Cheloniidae Genus : Lepidochelys Spesies : Lepidochelys olivacea 2.2 Habitat Penyu Habitat adalah suatu daerah yang ditempati makhluk hidup, memiliki komponen biotik dan abiotik, berupa ruang, lahan, makanan, lingkungan dan makhluk hidup lainnya (Herdiawan 2003). Penyu hidup di dua habitat yang bebeda yaitu habitat darat sebagai tempat peneluran (nesting ground) yang memiliki beberapa karekteristik dan habitat laut sebagai habitat utama bagi keseluruhan hidupnya. Habitat darat merupakan tempat peneluran (nesting ground) bagi penyu betina. Dalam satu kali musim peneluran penyu akan bertelur tiga kali dengan rata-rata jumlah telur 110 telur (Spotila 2007). Penyu memiliki kecenderungan memilih tempat tertentu sebagai pantai penelurannya. Umumnya pantai penelurannya adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas pantai dengan rata-rata kemiringan 30 serta diatas pasang surut antara 30 sampai 80 meter,

5 9 memiliki butiran pasir tertentu yang mudah digali dan secara naluriah dianggap aman untuk bertelur. Selain itu pantai yang didominasi oleh vegetasi pandan laut memberikan rasa aman tersendiri bagi penyu yang bertelur (Nuitja 1992). Idealnya dalam proses peneluran penyu ada beberapa faktor yang dapat mendukung aktivitas tersebut seperti suasana yang sunyi, tidak terdapat penyinaran dan tidak ada aktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyu menuju pantai (Dharmadi dan Wiadnyana 2008). Habitat laut merupakan tempat yang utama bagi kehidupan penyu. Perairan tempat hidup penyu adalah laut dalam terutama samudera di perairan tropis, sedangkan tempat kediaman penyu adalah daerah yang relatif agak dangkal, tidak lebih dari 200 meter dimana kehidupan lamun dan rumput laut masih terdapat (Spotila 2004). Daerah yang lebih disukai penyu adalah daerah yang mempunyai batu-batu sebagai tempat menempel berbagai jenis makanan penyu dan berbagai tempat berlindung. Chelonia mydas tergolong herbivora yang mencari makan pada daerah-daerah yang dangkal dimana alga laut seperti Zostera, Chymodocea, Thallasia dan Hallophila masih dapat tumbuh dengan baik (Rebel 1974). Penyu hijau adalah jenis penyu yang tahan terhadap kisaran suhu yang lebar (eurythermal), meskipun demikian penyu hijau ditemukan lebih aktif bergerak di laut sub tropis bersuhu 18 C - 22 C dan di laut tropis bersuhu 26 C- 30 C. Penyu hijau pernah ditemukan di Laut Izu (Jepang) pada musim dingin ketika suhu mencapai 13 C. Pada suhu seperti ini, gerakan penyu hijau menjadi lemah (Takeuchi 1983). 2.3 Periode Peneluran Penyu di Wilayah Indonesia Musim di Indonesia berada dalam pengaruh angin muson. Angin muson timur bertiup mulai bulan Mei sampai September sepanjang tahun dan angin muson barat bertiup mulai bulan Desember sampai Maret. Pada bulan April - Mei dan Oktober - November arah angin sudah tidak menentu, periode ini dikenal sebagai Musim Peralihan I dan Musim Peralihan II atau pancaroba awal dan pancaroba akhir tahun.

6 10 Aktivitas peneluran penyu hijau sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat, seperti musim dan tersedianya makanan di laut (Segara 2008). Kondisi lingkungan dalam hal ini musim, berpengaruh pada saat induk betina akan bertelur. Pada periode musim barat, angin bertiup kencang, disertai ombak besar, bahkan badai. Angin kencang akan menerbangkan butir pasir dan kondisi pasir lebih sulit digali. Demikian pula bila saat musim penghujan berlangsung yang menyebabkan pasir pantai jenuh air. Kondisi-kondisi yang tidak biasa ini akan menunda penyu untuk bertelur (Nuitja 1992). 2.4 Karakteristik Biofisik Tempat Peneluran Penyu Kemiringan Pantai Kemiringan pantai sangat berpengaruh pada jumlah penyu yang akan mendarat dan membuat sarang, karena kondisi pantai yang landai dan memiliki pasir yang halus dapat memudahkan penyu menuju daratan untuk mencari lokasi dan membuat lubang sebagai tempat peneluran. Habitat untuk bertelur penyu adalah daratan luas dan landai dengan rata-rata kemiringan 30, karena semakin curam pantai akan semakin menyulitkan bagi penyu untuk melihat obyek yang lebih jauh di depan karena mata penyu hanya mampu melihat dengan baik pada sudut 150 ke bawah (Dharmadi dan Wiadnyana 2008). Selain itu penyu biasa meletakkan sarangnya berjarak 30 sampai 80 meter diatas pasang terjauh (Nuitja 1992). Menurut Dharmadi dan Wiadnyana (2008) penyu menyukai daerah dengan kemiringan 30º untuk bertelur. Kemiringan Pantai Pangumbahan dalam Segara (2008) pada Musim Timur dan Musim Barat masih berada pada kisaran normal, sesuai dengan kesesuaian tempat peneluran penyu pada umumnya. Kemiringan pantai sangat berpengaruh pada aksesbilitas penyu untuk mencapai daerah yang sesuai untuk bertelur. Semakin curam pantai maka akan semakin besar pula energi penyu yang diperlukan untuk naik dan bertelur.

7 Besar Butir Pasir Pasir merupakan tempat yang mutlak diperlukan untuk penyu bertelur. Semua jenis penyu, termasuk yang hidup di perairan Indonesia, akan memilih daerah tempat bertelur yang khas. Tekstur pasir berhubungan dengan tingkat kemudahan dalam menggali sarang. Pasir, liat dan debu merupakan hasil dari proses pecahan secara alami terhadap batu-batu karang. Penyu hijau pada umumnya memilih pantai yang landai untuk tempat penelurannya dengan susunan sedimen tidak kurang dari 90% berupa pasir dan sisanya adalah debu maupun liat, dengan diameter butiran pasir halus dan sedang (Nuitja 1992). Umumnya tempat pilihan bertelur merupakan pantai yang luas dan landai serta terletak di bagian atas pantai atau di atas garis pasang tertinggi. Menurut Bustard (1972), pantai berpasir tebal dan berhutan pandan lebat memberikan naluri pada penyu hijau untuk bertelur. Keberadaan vegetasi naungan akan melindungi sarang dari sinar matahari langsung sehingga mengurangi penguapan. Klasifikasi diameter butir pasir menurut Bustard 1997 (Tabel 1). Tabel 1. Klasifikasi Pasir Berdasarkan Diameter No Klasifikasi Diameter Pasir (mm) 1 Sangat halus 0,053-0,10 2 Halus 0, Sedang 0,21-0,50 4 Kasar 0,50-1,00 5 Sangat Kasar 1,00-2, Suhu Pasir Suhu pasir sangat berpengaruh terhadap proses peneluran dan penetasan penyu, suhu pasir yang terlalu tinggi (>35 C) akan menyulitkan penyu untuk membuat sarang, sedangkan apabila suhu terlalu rendah (<25 C) akan berpengaruh terhadap masa inkubasi dan tingkat keberhasilan penyu menetas (Dharmadi dan Wiadnyana 2008). Pertumbuhan embrio penyu sangat dipengaruhi oleh suhu. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu C dan akan mati

8 12 apabila diluar kisaran suhu tersebut (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009). Semakin tinggi suhu pasir, maka telur akan cepat menetas. Penelitian terhadap telur penyu hijau yang ditempatkan pada suhu pasir yang berbeda menunjukan bahwa telur yang terdapat pada suhu pasir 32 C menetas dalam waktu 50 hari, sedangkan telur pada suhu pasir 24 C menetas dalam waktu lebih dari 80 hari (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut 2009) Vegetasi Penyu hijau memiliki kecenderungan untuk memilih tempat bertelur daerah pantai yang berlatar belakang vegetasi pohon pandan (Pandanus tectorius) yang lebat, seperti terdapat di Pulau Berhala dan kepulauan Heron di Australia (Bustard 1972). Penyu hijau cenderung membuat sarang di bawah naungan pohon pandan laut, karena sistem perakaran pandan laut meningkatkan kelembaban pasir, memberikan kestabilan pada pasir dan memberi rasa aman pada penyu saat melakukan penggalian sarang. Tekstur pasir yang relatif halus, vegetasi pantai yang didominasi oleh jenis tanaman kangkung laut (Ipomea pescaprae) yang merambat, pandan laut (Pandanus tectorius), serta waru (Thespesia populnea) merupakan habitat yang disukai oleh penyu hijau (Chelonia mydas) sebagai lokasi peneluran (Nuitja 1992). Selain itu menurut Nuitja 1992 kehadiran hutan-hutan yang lebat memberikan pengaruh yang baik terhadap kestabilan populasi penyu yang bertelur. Jika pohon-pohon tumbuh dengan lebat, maka daun-daun yang jatuh lama-kelamaan mengalami proses dekomposisi menjadi partikel-partikel mineral dan langsung hanyut terbawa air ke laut. Proses tersebut berlangsung secara terusmenerus sehingga kesuburan perairan dapat tetap terjamin. Kesuburan perairan menjadi kebutuhan biota yang hidup di daerah tersebut, seperti tumbuhnya rumput laut dan tersediaanya invertebrata laut berupa zooplankton, dimana invertebrata laut merupakan makanan yang dibutuhkan oleh populasi penyu hijau yang masih juvenile (tukik).

9 Pasang Surut Pasang surut laut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara laut, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal range). Kisaran pasang surut adalah perbedaan tinggi air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m (Nontji 1987). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Nilai periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit (Musrifin 2011). Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera (Musrifin 2011). Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan pengkajian kehidupan hewan dan tumbuhan. Pasang surut merniliki hubungan yang erat dengan aktivitas peneluran penyu hijau. Penyu hijau menghemat energi pada malam hari dengan cara memanfaatkan air pasang untuk mencapai area yang kering (supratidal) baru kemudian membuat sarang dan bertelur (Segara 2008) Cuaca Cuaca adalah keadaan udara pada suatu daerah yang sempit dalam waktu yang relatif singkat. Unsur-unsur dari cuaca meliputi suhu udara, radiasi, tekanan udara, kelembapan udara, keadaan awan, dan curah hujan. Cuaca dan laut memiliki interaksi yang erat karena perubahan cuaca dapat mempengaruhi kondisi laut. Angin sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus di perrnukaan laut, sedangkan curah hujan dapat menentukan salinitas air laut. Sebaliknya proses fisis

10 14 di laut seperti terjadinya air naik (upwelling) dapat mempengaruhi keadaan cuaca setempat (Nontji 1987). Tingkah laku bertelur penyu sangat berkaitan dengan faktor cuaca. Menurut Nuitja, di Pangumbahan penyu hijau akan muncul tidak dari hempasan ombak jika angin bertiup kencang, terutama pada bulan punama dan bulan mati. Pada musim barat angin bertiup kencang dan kadang kala disertai dengan badai yang sangat besar. Angin yang kencang menyebabkan ombak menjadi besar dan menerbangkan butiran-butiran pasir dan benda-benda ringan lainnya di sepanjang pantai. Dalam periode itu daerah peneluran akan lebih keras dan lebih sulit untuk digali akibat curah hujan yang tinggi. Kesulitan penggalian dan hujan yang jatuh terus-menerus memberikan pengalaman bagi penyu untuk menunda proses bertelurnya. Dapat disimpulkan bahwa unsur cuaca yang paling berpengaruh terhadap pendaratan penyu adalah curah hujan yang turun di sekitar pantai peneluran penyu (Nuitja 1992). 2.5 Kesesuaian Biofisik Pantai Peneluran Penyu Pantai peneluran penyu merupakan habitat yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup populasi penyu. Penyu mempunyai kecenderungan untuk memilih habitat bertelurnya. Pantai peneluran yang ideal bagi penyu mempunyai segi karakteristik tertentu sesuai dengan jenis penyu yang melakukan peneluran di pantai tersebut. Kesesuaian pantai peneluran penyu (Tabel 2) berdasarkan kesesuaian biofisik pantai peneluran penyu hijau (Chelonia mydas).

11 15 Tabel 2. Kesesuaian Biofisik Pantai Peneluran Penyu No Biofisik Kesesuaian Sesuai Tidak Sesuai Sumber 1 Kemiringan Pantai <30 >30 Dharmadi dan Wiadnyana Lebar Pantai >30-80 m dari pasang <30 m dari pasang Nuitja 1992 terjauh terjauh 3 Pasir 90% pasir <90% pasir Nuitja Besar Butir Pasir 0,10-0,5 mm (halus-sedang) < 0,10 mm Bustard 1972 >0,5 mm 5 Suhu substrat C >35 C atau <28 C Dharmadi dan Wiadnyana Vegetasi didominasi oleh vegetasi: kangkung laut (Ipomea pescaprae)/ pandan laut (Pandanus tectorius)/ waru laut (Thespesia populnea) Tidak terdapat vegetasi: kangkung laut (Ipomea pescaprae)/ pandan laut (Pandanus tectorius)/ waru laut (Thespesia populnea) Nuitja Cuaca cerah-curah hujan rendah curah hujan tinggi Nuitja Suasana pantai suasana sunyi suasana ramai Dharmadi dan tidak terdapat penyinaran pencahayaan yang Wiadnyana berlebihan 2008 tidak ada aktivitas pergerakan yang dapat mengganggu penyu terdapat aktivitas yang menggangu penyu bertelur bertelur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai 4.1.1 Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta

Lebih terperinci

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jenis-jenis Penyu Laut di Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jenis-jenis Penyu Laut di Dunia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis dan Penyebaran Penyu Laut Penyu laut hidup di lautan sejak 100 juta tahun lalu. Pritchard dan Mortimer (1999) menyatakan bahwa di dunia terdapat delapan jenis penyu laut yang

Lebih terperinci

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA (Potential of Green Turtle (Chelonia mydas L.) and its Use as

Lebih terperinci

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1.  korespondensi : Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi

KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT. (Skripsi) Oleh. Brina Wanda Pratiwi KERAGAMAN PENYU DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENELURANNYA DI PEKON MUARA TEMBULIH, NGAMBUR, PESISIR BARAT (Skripsi) Oleh Brina Wanda Pratiwi FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT

Lebih terperinci

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract The effects of nest cover types on incubation period and hatching rate of Olive Ridley turtle Lepidochelys olivacea in the Turtle Conservation Unit, Pariaman by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni

Lebih terperinci

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles

Keywords : Mukomuko, biophysical, turtles STUDI KONDISI BIOFISIK PENYU DI KELURAHAN KOTO JAYA, KECAMATAN KOTA MUKOMUKO, KABUPATEN MUKOMUKO PROPINSI BENGKULU Arik Arianto, Suparno, Harfiandri Damanhuri Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast

Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast Bioecology and Natural Habitat Characteristics of Sea Turtles in Pariaman Coast By Yuyam Leni 1), Siregar Y. I 2), Siregar S.H 2) 1) Mahasiswa Fakultas Prikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai.

Lebih terperinci

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman

Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Penetasan Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829) pada Lokasi Berbeda di Kawasan Konservasi Penyu Kota Pariaman Eggs Hatching of Olive Ridley Turtles (Lepidochelys olivacea Eschscholtz,1829)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sub kingdom : Metazoa. Sub phylum : Vertebrata Super kelas : Tetrapoda. : Testudinata. Super famili : Chelonioidea

TINJAUAN PUSTAKA. Sub kingdom : Metazoa. Sub phylum : Vertebrata Super kelas : Tetrapoda. : Testudinata. Super famili : Chelonioidea 16 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Penyu Hijau Morfologi dan Klasifikasi Penyu hijau mempunyai ciri-ciri: karapaks sebagai penutup tubuh merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang coastal, 5 vertebral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 311-320 ISSN : 2088-3137 HUBUNGAN PERUBAHAN GARIS PANTAI TERHADAP HABITAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI PANGUMBAHAN UJUNG

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU

PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU BAB II PEMELIHARAAN PENYU SISIK DI KAWASAN PANTAI BATU HIU II.1. Penyu II.1.1. Pengertian Penyu Penyu adalah kura-kura laut, termasuk hewan reptil besar dan berdarah dingin. Menurut Mikrodo (2007) seekor

Lebih terperinci

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Pantai Pantai merupakan suatu kawasan pesisir beserta perairanya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktivitas darat maupun laut. Garis pantai merupakan suatu

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak

Hairul Rohim, Slamet Rifanjani, Erianto Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jl. Daya Nasional, Pontianak STUDI HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMBLING WILDLIFE NATURE CONSERVATION (TWNC) TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) TANGGAMUS PESISIR BARAT Habitat Study The

Lebih terperinci

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT Mukti Ageng Wicaksono 1, Dewi Elfidasari 1, Ahman Kurniawan 2 1 Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami proses terjadinya angin dan memahami jenis-jenis angin tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Penyu hijau (Chelonia mydas) Penyu hijau tergolong dalam famili Cheloniidae. Menurut Hirth (1971) dalam Prihanta (2007), taksonomi penyu hijau adalah: Kerajaan Filum

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

STUDI FAKTOR-FAKTOR FISIK OSEANOGRAFI PADA HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI BATU HIU KABUPATEN PANGANDARAN

STUDI FAKTOR-FAKTOR FISIK OSEANOGRAFI PADA HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI BATU HIU KABUPATEN PANGANDARAN LAPORAN KERJA PRAKTEK STUDI FAKTOR-FAKTOR FISIK OSEANOGRAFI PADA HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PANTAI BATU HIU KABUPATEN PANGANDARAN Dilaksanakan dan disusun sebagai salah satu Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK GEOMORFIK HABITAT PENELURAN PENYU DI WILAYAH PESISIR GOA CEMARA, KABUPATEN BANTUL DAN PANGUMBAHAN, KABUPATEN SUKABUMI Intan Puji Nasiti Nastitintan20@gmail.com Sunarto sunartogeo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penyu Hijau Perairan Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penyu Hijau Perairan Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyu Hijau Perairan Indonesia memiliki enam dari tujuh jenis penyu laut di dunia, yang berasal dari dua famili yaitu Cheloniidae dan Dermochelyidae. Salah satu spesies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Geografi R. Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan kausal gejala muka bumi dan peristiwa

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan...

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan... EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Lanjutan... Ekosistem Perairan / Akuatik Ekosistem air tawar Ekosistem air tawar dibedakan mjd 2, yi : 1. Ekosistem air tenang (lentik), misalnya: danau,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI 2.1. Ekosistem 2.2. Proses Produksi dan Dekomposisi 2.3. Konsep Homeostatis 2.4. Energi dalam Ekosistem 2.4.1. Rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN

ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN ANALISIS DISTRIBUSI SARANG PENYU BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK PANTAI PULAU WIE KECAMATAN TAMBELAN KABUPATEN BINTAN TURTLES NEST DISTRIBUTION ANALYSIS ON WIE ISLANDS OF TAMBELAN DISTRICT BINTAN REGENCY

Lebih terperinci

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO Agroklimatologi Gambar : Pembagian daerah iklim matahari A. Iklim Matahari Iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagiannya

Lebih terperinci

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini II. TINJAIJAN PliSTAKA Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di: Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 67-72 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr Pengaruh Pemberian Udang Ebi Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar 1.1.1 Latar Belakang Kepulauan Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia ditemukannya penyu dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

AssAlAmu AlAyku m wr.wb

AssAlAmu AlAyku m wr.wb AssAlAmu AlAyku m wr.wb BIOMA Bioma adalah wilayah yang memiliki kondisi iklim tertentu dan batas-batas yang sebagian besar dikendalikan di daratan oleh iklim dan yang dibedakan oleh dominasi tertentu,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT ASPEK EKOLOGI HABITAT PENELURAN PENYU DI PULAU PENYU KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT Iwan Kurniawan, Harfiandri Damanhuri, Suparno Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Sumatera Utara, 2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Sumatera Utara,   2 Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas KARAKTERISTIK BIO-FISIK HABITAT PANTAI PENELURAN TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI PULAU PENYU PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Bio-Physical Characteristics

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT Martono Divisi Pemodelan Iklim, Pusat Penerapan Ilmu Atmosfir dan Iklim LAPAN-Bandung, Jl. DR. Junjunan 133 Bandung Abstract: The continuously

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013 Apakah Erosi Tanah? Erosi tanah adalah proses geologis dimana partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin Umum Perairan Indonesia memiliki keadaan alam yang unik, yaitu topografinya yang beragam. Karena merupakan penghubung dua system samudera

Lebih terperinci

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR Riza Rahman Hakim, S.Pi Ciri-ciri daerah perairan yang subur 1. Daerah konvergensi - Daerah perairan tempat pertemuan dua masa air berupa pertemuan dua arus yang kuat. - Perbedaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU KARAKTERISTIK KONDISI BIO-FISIK PANTAI TEMPAT PENELURAN PENYU DI PULAU MANGKAI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Ferty Marshellyna Lubis Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, fertymarshellyna93@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS SIKLUS REPRODUKSI PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA

BAB II ANALISIS SIKLUS REPRODUKSI PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB II ANALISIS SIKLUS REPRODUKSI PENYU HIJAU (CHELONIA MYDAS) DI PANTAI SINDANGKERTA KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA A. Definisi Reproduksi Reproduksi sebagai perkawinan antara laki-laki dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT

KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT HABITAT TEMPAT BERTELUR PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT Habitat of Spawning Green Turtle (Chelonia mydas) in the Amusement Park River

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU SISIK (Eretmachelys imbricata) di PULAU GELEANG, KARIMUNJAWA

KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU SISIK (Eretmachelys imbricata) di PULAU GELEANG, KARIMUNJAWA KARAKTERISTIK HABITAT PENELURAN PENYU SISIK (Eretmachelys imbricata) di PULAU GELEANG, KARIMUNJAWA skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sain biologi Oleh Angga Richayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU

SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU SKRIPSI HABITAT BERTELUR DAN TINGKAT KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU ABU-ABU (Lepidochelys olivacea Eschsholtz 1829 ) DI PANTAI SAMAS DAN PANTAI TRISIK YOGYAKARTA Disusun oleh : Agatha Eka Agustina

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tahun 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Penyu Hijau (Chelonia mydas) Penyu merupakan satwa khas di daerah Pantai Selatan Kabupaten Tasikmalaya khususnya Pantai Desa Sindangkerta. Jenis penyu yang sering ditemukan

Lebih terperinci

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II K-13 Geografi K e l a s XI POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami batas wilayah. 2. Memahami laut dangkal,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD

TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD TEMPAT BERTELUR PENYU DI PULAU SALIBABU KABUPATEN TALAUD (Turtle s Nesting Sites on Salibabu Island Talaud Regency) Enos M. Balaira 1*, Farnis B. Boneka 1, Billy T. Wagey 1. 1. Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci