BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi dan"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TAKSONOMI DAN IDENTIFIKASI KHAMIR 1. Taksonomi khamir Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang klasifikasi dan identifikasi (Barnett dkk. 2000: 15). Khamir merupakan organisme eukariota uniselular yang secara taksonomi termasuk dalam kingdom Eumycota. Spesies-spesies khamir dapat ditemukan dalam filum Ascomycota maupun Basidiomycota (Boekhout & Phaff 2003: 7--11). Khamir yang tersebar dalam filum Ascomycota dan Basidiomycota terdiri atas khamir teleomorfik dan anamorfik (Querol dkk. 2003: 201). Satu individu khamir dapat ditemukan berada pada fase reproduksi seksual maupun pada fase reproduksi aseksual (Alexopoulous dkk. 1996: 49). Khamir yang ditemukan berada pada fase reproduksi seksualnya disebut khamir teleomorfik sedangkan khamir yang berada pada fase reproduksi aseksualnya disebut khamir anamorfik. Pemberian nama genus dalam taksonomi khamir berdasarkan pada fase reproduksi yang ditemukan, yaitu teleomorfik atau anamorfik (Yarrow 1998: 84). Contoh khamir anamorfik adalah Candida, yang apabila ditemukan fase seksualnya diberi nama teleomorfik Pichia atau Metschnikowia (Boekhout dkk. 1998: 609; Kurtzman 1998: 111).

2 6 Berdasarkan analisis sequence daerah gen rrna filum Ascomycota terdiri atas tiga kelas yaitu Archiascomycetes, Euascomycetes dan Hemiascomycetes (Kurtzman & Sugiyama 2001: 188). Kelas Archiascomycetes terdiri atas ordo Pneumocystidales, Neolectales, Schizosaccharomycetales, Protomycetales, Taphrinales dan khamir-khamir anamorfik anggota genus Saitoella. Khamir yang terdapat dalam kelas Euascomycetes terdiri atas anggota genus Endomyces dan Oosporidium (Boekhout & Phaff 2003: 7). Kelas Hemiascomycetes terdiri atas ordo Saccharomycetales yang memiliki 11 famili, antara lain adalah Candidaceae, Metschnikowiaceae, dan Saccharomycetaceae (Kurtzman 1998: ). Analisis filogenetik berdasarkan sequence daerah D1/D2 gen LSU rrna menunjukkan bahwa filum Basidiomycota terdiri atas tiga kelas yaitu Hymenomycetes, Urediniomycetes, dan Ustilaginomycetes (Fell dkk. 2001: 18). Fell dkk. (2000: 1360, 1362, & 1364) membuat rekonstruksi pohon filogeni khamir-khamir anggota Basidiomycota dan memperlihatkan bahwa beberapa genus terpisah secara filogenetik, sehingga tidak dapat diklasifikasikan ke dalam famili-famili yang sudah ada, contohnya genus Rhodotorula. Anggota genus Rhodotorula berdasarkan analisis sequence daerah D1/D2 gen LSU rrna, tersebar pada kelas Urediniomycetes dan Ustilaginomycetes. Berdasarkan pohon filogeni, anggota genus yang tersebar pada beberapa kelas dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang disebut clade.

3 7 Kelas Hymenomycetes terdiri atas empat clade yaitu Tremellales, Trichosporonales, Filobasidiales dan Cystofilobasidiales. Kelas Ustilaginomycetes terdiri atas tiga clade yaitu Exobasidiomycetidae, Ustilaginomycetidae dan clade Malasseziales. Adapun kelas Urediniomycetes terdiri atas empat clade yaitu Agaricostilbum, Microbotryum, Sporidiobolous dan Erythrobasidium (Fell dkk. 2000: 1360, 1362, & 1364). 2. Identifikasi khamir Identifikasi adalah membandingkan isolat yang belum diketahui dengan taksa yang sudah ada untuk menetapkan identitasnya (Barnett dkk. 2000: 15). Beberapa manfaat identifikasi khamir antara lain adalah mengetahui keanekaragaman spesies di alam (Lachance & Starmer 1998: ), mempelajari hubungan kekerabatan, membantu diagnosis medis, mengetahui khamir yang terlibat dalam industri makanan dan minuman serta mendeteksi kontaminan (Kurtzman 1990: 1; Barnett dkk. 2000: 5; Ciardo dkk. 2006: 77). Menurut Kirsop dkk. (1984: 1), identifikasi khamir sangat dibutuhkan dalam taksonomi.

4 8 a. Identifikasi konvensional Sebagian besar spesies fungi (termasuk khamir) dideskripsikan secara konvensional berdasarkan morfologi. Namun demikian, metode tersebut memiliki kelemahan karena morfologi khamir yang sederhana, sehingga hanya sedikit karakter morfologi yang dapat digunakan untuk identifikasi (Geiser 2004: 89). Salah satu karakter morfologi yang dapat digunakan untuk identifikasi khamir adalah penampakan makroskopik koloni (Kurtzman dkk. 2003: ). Penampakan makroskopik yang umumnya diamati adalah warna, profil, serta tepi koloni pada medium padat dan keberadaan endapan (sediment), pelikel (pellicle), cincin (ring), dan pulau-pulau (islets) pada medium cair (Kirsop dkk. 1984: 97; Yarrow 1998: ). Selain penampakan makroskopik, penampakan mikroskopik juga dapat digunakan untuk identifikasi khamir. Penampakan mikroskopik yang umumnya diamati adalah bentuk sel, kisaran ukuran sel, tipe pertunasan, keberadaan miselium palsu atau sejati, dan tipe reproduksi seksual atau aseksual (Yarrow 1998: ). Karakter morfologi tidak dapat digunakan untuk membedakan khamir hingga tingkat spesies (Price dkk. 1978: 187). Identifikasi khamir secara konvensional juga dapat menggunakan berbagai uji fisiologi dan biokimia, karena umumnya spesies khamir dapat dibedakan berdasarkan karakter fisiologi dan biokimia (Ciardo dkk. 2006: 82). Uji fisiologi dan biokimia yang digunakan untuk identifikasi khamir antara lain

5 9 adalah: kemampuan memfermentasi berbagai jenis gula, kemampuan mengasimilasi berbagai jenis karbon dan nitrogen, kebutuhan akan vitamin, pertumbuhan pada suhu tertentu, ketahanan terhadap antibiotik sikloheksimida, uji urease (Barnett dkk. 2000: 18), dan uji diazonium blue B (Kurtzman dkk. 2003: ). Identifikasi konvensional berdasarkan morfologi, fisiologi maupun biokomia memerlukan waktu pengerjaan yang lama dan dapat menimbulkan kesalahan identifikasi terutama pada spesies yang berkerabat dekat (Geiser 2004: 89). Seiring dengan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi khamir dengan mudah, cepat, dan akurat maka dikembangkan metode identifikasi secara molekular untuk mengatasi kelemahan identifikasi konvensional (Fell dkk. 2000: 1351). b. Identifikasi molekular Teknik molekular dapat digunakan dalam ilmu taksonomi untuk mengidentifikasi suatu spesies. Pengembangan metode PCR dan analisis sequence DNA turut mendukung penggunaan teknik molekular dalam identifikasi fungi (Guarro dkk. 1999: 459). Identifikasi berdasarkan karakter molekular dapat digunakan untuk mengidentifikasi khamir hingga tingkat spesies (Van der Vossen dkk. 2003: 124). Metode identifikasi khamir secara molekular yang umum digunakan dan terbukti akurat untuk mengidentifikasi hingga tingkat spesies adalah metode sequencing DNA (Kurtzman & Fell 2006: 12). Fell dkk. (2000: 1369)

6 10 melaporkan penggunaan analisis sequence DNA untuk identifikasi khamirkhamir anggota Basidiomycota hingga tingkat spesies. B. DAERAH GEN RIBOSOMAL RNA (rrna) Perbandingan sequence pada daerah gen penyandi ribosomal RNA (rrna), atau ribosomal DNA (rdna), dapat digunakan sebagai karakter untuk identifikasi molekular suatu organisme karena memiliki daerah sequence yang terkonservasi maupun variabel (Kurtzman & Fell 2006: ). Daerah small sub unit (SSU) (18S), internal transcribed spacer (ITS), 5,8S, large sub unit (LSU) (28S), 5S, dan intergenic spacer (IGS) tersusun sebagai satu unit gen penyandi ribosomal RNA pada genom eukariota (Gambar 1). Keseluruhan wilayah tersebut terdapat sebagai unit-unit yang berulang (tandem repeat) sebanyak kopi (multiple copy) dalam genom organisme (Kurtzman & Blanz 1998: 69). Daerah LSU, 5S, 5,8S, dan SSU merupakan daerah coding, sedangkan daerah ITS dan IGS merupakan daerah non coding (Katsu dkk. 2003: 7--8). Menurut James dan Stratford (2003: 182), umumnya daerah yang digunakan untuk identifikasi khamir hingga tingkat spesies adalah daerah ITS dan D1/D2 gen LSU (Kurtzman & Blanz 1998: 69). Daerah D1/D2 adalah daerah sepanjang 600 nukleotida dari ujung 5 gen LSU rrna (James & Stratford 2003: ). Menurut Daniel dan Meyer (2003: ), analisis sequence daerah D1/D2 gen LSU rrna dapat digunakan untuk mengidentifikasi khamir hingga tingkat spesies karena umumnya pada

7 11 spesies khamir yang berbeda, sequence daerah tersebut bervariasi. Namun demikian, sequence D1/D2 LSU yang identik ditemukan pada beberapa spesies yang berkerabat dekat sehingga analisis daerah D1/D2 LSU tidak dapat digunakan untuk membedakan spesies-spesies tersebut (Fell dkk. 2000: 1368). Sebagai contoh adalah C. fukuyamaensis dan C. guilliermondii yang memiliki sequence daerah D1/D2 LSU yang identik (Bai dkk. 2000: 418) Daerah ITS terdiri atas ITS1 dan ITS2 yang mengapit gen 5,8S. Daerah tersebut pada khamir umumnya berukuran pb (Fujita dkk. 2001: 3619). Variasi sequence yang lebih tinggi dari daerah D1/D2 LSU dimiliki oleh daerah ITS karena daerah tersebut merupakan daerah noncoding yang memiliki laju mutasi lebih tinggi dari daerah coding (SSU dan LSU) (James dkk. 1996: 189). Oleh karena itu, analisis sequence daerah ITS dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies-spesies yang berkerabat dekat (Ciardo dkk. 2006: 77; Esteve-Zarzoso dkk. 1999: 330). Sebagai contoh, Tavanti dkk. (2005:290) melaporkan dua spesies baru yaitu C. orthopsilosis dan C. metapsilosis yang dibedakan dari C. parapsilosis berdasarkan analisis sequence daerah ITS. Kedua spesies tersebut sebelumnya diidentifikasi sebagai C. parapsilosis kelompok I dan II karena memiliki sequence D1/D2 LSU yang identik dengan C. parapsilosis. Konsep spesies khamir berdasarkan sequence DNA dilaporkan oleh Price dkk (1978). Dua isolat merupakan satu spesies yang sama apabila memiliki persentase DNA relatedness berdasarkan hibridisasi DNA genom sebesar % (Price dkk. 1978: 186).

8 12 Sugita dkk. (1999: 1990) melaporkan bahwa isolat-isolat khamir yang memiliki persentase DNA relatedness sebesar %, ternyata memiliki homologi sequence daerah ITS yang tinggi ( %). Oleh karena itu, analisis sequence ITS dapat digunakan untuk mengidentifikasi spesies khamir. Menurut Sugita dkk. (1999: 1990), dua isolat khamir merupakan satu spesies yang sama apabila memiliki persentasi atau tingkat homologi sequence daerah ITS sebesar %. Sequence daerah ITS khamir dapat diakses dengan mudah pada database DNA internasional. Sebagai contoh adalah national center for biotechnology information (NCBI), DNA data bank of Japan (DDBJ), dan yeast genome project (YPG) (Boundy-Mills 2006: 87). C. IDENTIFIKASI KHAMIR SECARA MOLEKULAR DENGAN METODE SEQUENCING DNA Identifikasi khamir secara molekular dapat dilakukan dengan metode sequencing DNA. Metode tersebut terbukti akurat untuk mengidentifikasi berbagai spesies khamir (Kurtzman & Fell 2006: 12). Sequence DNA yang dihasilkan dapat digunakan untuk identifikasi dengan pencarian homologi sequence pada database nukleotida internasional (Hall 2004: 11). Tahapan kerja dalam metode tersebut adalah sebagai berikut.

9 13 1. Isolasi DNA Identifikasi molekular memerlukan tahapan awal yaitu isolasi DNA genom. Prinsip isolasi DNA adalah mendapatkan DNA murni yang tidak tercampur dengan komponen sel lainnya seperti protein dan karbohidrat. Tahapan utama pada isolasi DNA khamir adalah penghancuran dinding sel khamir (Lohr 1998: 125). Proses tersebut dapat dilakukan dengan metode mekanik dan lisis (Kurtzman 1998: 64). Metode isolasi yang digunakan mempengaruhi kualitas dan kuantitas DNA yang dihasilkan (Catley 1998:164; Yamada dkk. 2002: 122). Contoh metode mekanik untuk menghancurkan dinding sel khamir antara lain adalah penggunaan sonikasi, mortar (grinding), dan boiling (Kurtzman 1998: 64; Sjamsuridzal & Oetari 2003: 122). Metode isolasi DNA khamir secara mekanik dapat dilakukan dengan cepat namun kualitas DNA yang dihasilkan tidak terlalu baik (Kurtzman 1998: 64). Metode lisis yang umum digunakan antara lain adalah penggunaan bahan-bahan kimia dan beberapa enzim yang dapat menyebabkan lisis dinding sel khamir. Contoh bahan-bahan kimia tersebut adalah nitrogen cair dan sodium dodecylsulfate (SDS) (Kurtzman 1998: 64), sedangkan contoh enzim yang dapat digunakan dalam proses isolasi DNA khamir adalah zymolyase maupun litikase (Lohr 1998: 129). Isolasi DNA juga dapat menggunakan kit komersial yang merupakan penggabungan antara metode

10 14 lisis dan mekanik, contohnya adalah Wizard Genomic DNA Purification kit (Promega 2005: 1). 2. Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA Pengukuran kuantitas dan kualitas DNA dapat dilakukan menggunakan spektrofotometer. Prinsip dasar spektrofotometri adalah menentukan konsentrasi suatu molekul dalam sampel dengan menghitung perbandingan jumlah sinar ultra violet (UV) yang diabsorbsi dan diteruskan oleh sampel pada gelombang tertentu. Sampel yang mengandung DNA dan RNA memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan sampel yang mengandung protein memiliki absorbansi maksimal pada panjang gelombang 280 nm. Kuantitas DNA dalam suatu sampel dapat dihitung berdasarkan nilai absorbansi pada panjang gelombang tersebut. Sebuah sampel yang memiliki nilai absorbansi 1 pada panjang gelombang 260 nm diperkirakan mengandung konsentrasi DNA sebanyak 50 µg/ml (Seidman & Moore 2000: ). Kualitas DNA atau tingkat kemurnian DNA dalam suatu sampel juga dapat diukur berdasarkan perbandingan nilai absorbansi antara DNA dan protein. Nilai perbandingan antara absorbansi DNA dan protein dalam suatu sampel yang menunjukkan kualitas DNA yang baik adalah 1,8--2,0. Kisaran nilai tersebut menunjukkan bahwa jumlah DNA dalam sampel lebih banyak daripada jumlah protein (Seidman & Moore 2000: & 423).

11 15 3. Amplifikasi daerah ITS dengan metode polymerase chain reaction (PCR) Prinsip dasar metode PCR adalah amplifikasi suatu fragmen DNA spesifik menggunakan enzim DNA polimerase serta dua macam fragmen nukleotida sintetik (primer) yang telah diketahui urutannya (Palumbi 1996: 207). Satu siklus dalam metode PCR terdiri atas tiga tahap utama yaitu denaturation, annealing dan extension. Tiap tahapan proses PCR memiliki suhu spesifik yang berbeda (Palumbi 1996: & 210). Optimasi kondisi dan reaksi PCR perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil amplifikasi fragmen DNA yang maksimal (Palumbi 1996: ). Komponen-komponen yang digunakan dalam reaksi PCR antara lain adalah DNA cetakan (template), deoksiribonukleotida trifosfat (dntps), larutan buffer, enzim Taq polimerase, MgCl 2 dan primer. Primer yang dapat digunakan untuk mengamplifikasi keseluruhan daerah ITS ( ITS1; 5,8S dan ITS2) adalah primer ITS 4 dan ITS 5 (Vylgalys 2006: 5). Konsentrasi DNA cetakan untuk proses amplifikasi DNA khamir minimal adalah 10 ng (Sambrook & Russell 2001: 8.21). 4. Visualisasi hasil amplifikasi daerah ITS Panjang fragmen hasil amplifikasi daerah ITS khamir umumnya adalah bp (Fujita dkk. 2001: 3619). Menurut Sambrook dan Russell (2001: 5.6), fragmen DNA berukuran 100 bp--3 kb dapat divisualisasikan dengan baik menggunakan elektroforesis gel agarosa 2%. Molekul DNA yang

12 16 bermuatan negatif akan bermigrasi ke arah elektroda positif pada proses elektroforesis (Klug & Cummings 1994: 124). Komponen-komponen elektroforesis selain gel agarosa adalah buffer, pewarna etidium bromida (EtBr), sampel DNA, loading dye dan DNA ladder untuk membandingkan ukuran panjang basa pada fragmen DNA sampel. Pemendaran yang dihasilkan oleh pewarna EtBr dapat dilihat menggunakan sinar UV (Sambrook & Russell 2001: 5.16). 5. Sequencing DNA Sequencing DNA adalah proses pembacaan urutan nukleotida dari suatu fragmen DNA tertentu (Starr & Taggart 2004: 58). Proses sequencing diawali oleh proses cycle sequencing. Cycle sequencing adalah proses amplifikasi dengan metode PCR untuk mendapatkan DNA untai tunggal yang akan digunakan sebagai cetakan (template) untuk proses sequencing (Sambrook & Russell 2001: 12.51). Dua macam metode sequencing yang awalnya dikembangkan adalah metode Maxam Gilbert dan metode Sanger. Metode automated DNA sequencing merupakan pengembangan dari metode Sanger. Metode tersebut berdasarkan pada penggunaan dideoksinukleotida trifosfat (ddntps). ddntps akan menghentikan proses polimerisasi apabila melekat pada ujung 3 untai DNA. Pewarna yang terdapat pada ddntp dapat dideteksi oleh sensor pada mesin sequencer. Penggunaan metode tersebut

13 17 memungkinkan pembacaan urutan DNA dengan mesin dan akan terdokumentasikan secara otomatis pada komputer (Hillis dkk. 1996: 330; Klug & Cummings 2003: A-5--A-7). 6. Analisis data sequence untuk memperoleh identitas isolat Data sequence dapat berupa elektroferogram (grafik yang menunjukkan basa-basa yang terrekam pada hasil sequencing) dan text file (urutan basa-basa hasil sequencing). Urutan basa DNA pada hasil sequencing dapat dilakukan editing secara manual dengan program bioedit. Basa yang dilambangkan dengan huruf N dalam data sequence dapat diubah dengan basa-basa lain (A, T, G atau C) berdasarkan hasil yang terlihat pada elektroferogram (Oliphant 2006: 1). Data sequence berupa text file dapat digunakan untuk mencari identitas suatu isolat dengan cara mencari homologi sequence spesies terdekatnya pada data sequence dalam database (Hall 2004: 11). Selain itu, data sequence juga dapat digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan berdasarkan rekonstruksi pohon filogeni (Li & Graur 1991: ). Pencarian homologi sequence dapat menggunakan program BLASTn (Altschul dkk. 1990: 403). Data sequence untuk proses pencarian homologi sequence melalui database terlebih dahulu diubah ke dalam format FASTA, yaitu format text file yang dapat dikenali oleh program BLAST (Hall 2004: 11 & 193). Salah satu alamat situs database sequence DNA yang dapat diakses

14 18 untuk pencarian homologi sequence dengan program BLAST adalah ncbi.nlm.nih.gov/ (Hall 2004: ) (Gambar 2). Text file data sequence yang didaftarkan pada database untuk pencarian sequence yang homolog disebut query, sedangkan sequence yang terdapat pada database disebut subject. Hasil pencarian pada database akan menampilkan identitas beberapa organisme yang memiliki tingkat homologi sequence yang bervariasi dengan sequence yang didaftarkan. Hasil pencarian homologi sequence pada program BLAST juga akan menampilkan nilai-nilai dari beberapa istilah berikut: bit score, E value, gaps, dan % identities. Bit score adalah nilai keseluruhan dari basa-basa yang sama antara query dan subject setelah dikurangi gap yang ada. Gaps adalah jumlah basa yang kosong pada sequences yang dibandingkan. Tingkat kesamaan homologi sequence query dengan subject ditunjukkan dengan nilai % identities, sedangkan jumlah sequence yang memiliki bit score lebih tinggi atau sama dengan bit score antara query dan subject yang mungkin terjadi secara kebetulan dalam sequence database ditunjukkan oleh nilai E value (Hall 2004: ). D. BIODIVERSITAS KHAMIR DI PERAIRAN Khamir-khamir pada perairan laut umumnya merupakan spesies pendatang (allochtonous) dari habitat terestrial (Lachance & Starmer 1998: 32). Oleh karena itu, jumlah khamir umumnya meningkat pada perairan

15 19 estuari dan makin berkurang seiring dengan bertambahnya jarak perairan dari terestrial (Spencer & Spencer 1997: 55). Perairan mangrove dan perairan laut merupakan habitat khamir yang unik karena memiliki salinitas yang tinggi (Fell dkk. 2004: 359). Khamirkhamir pada habitat tersebut umumnya memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada konsentrasi garam yang tinggi (halofilik) (Deak 2006: 159). Pada tahun 1976 Fell (lihat Nagahama 2006: 245) melaporkan bahwa jumlah khamir di perairan laut biasanya meningkat seiring dengan meningkatnya polusi limbah organik sebagai sumber karbon organik untuk pertumbuhannya dan konsentrasi invertebrata sebagai salah satu substrat khamir di perairan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah dan keanekaragaman khamir pada habitat perairan dapat dipengaruhi oleh tingkat polusi dan jumlah substrat (Hagler & Mendonća-Hagler 1981: 173; Nagahama 2006: 245). Biodiversitas khamir pada perairan laut dan mangrove belum banyak dilaporkan. Hagler dan Mendonća-Hagler (1981: 173 & 176) melaporkan studi mengenai biodiversitas khamir pada perairan laut dan mangrove di Eropa dan Amerika Utara. Debaryomyces hansenii (Zopf) Lodder & Kregervan Rij dan Metschnikowia Kamienski merupakan contoh khamir Ascomycota yang banyak ditemukan di perairan laut dan mangrove, sedangkan contoh khamir Basidiomycota yang banyak ditemukan adalah Cryptococcus Vuillemin, Rhodotorula F. C. Harrison, dan Sporobolomyces Kluyver & van Niel (Hagler & Mendonća-Hagler 1981: 173 & 176; Nagahama 2006: 251).

16 20 Penelitian mengenai biodiversitas khamir di perairan mangrove dan laut Cagar Alam Pulau Rambut, Indonesia dilaporkan pertama kali oleh Sjamsuridzal dan Oetari (2003), kemudian oleh Patricia (2007). Spesiesspesies khamir yang pernah ditemukan pada habitat tersebut antara lain adalah Aureobasidium pullulans (de Bary) Arnaud, Candida saitoana Nakase & M. Suzuki, Candida parapsilosis (Ashford) Langeron & Talice, Rhodotorula minuta (Saito) F. C. Harrison, Clavispora lusitaniae Rodrigues de Miranda, Cryptococcus sp. Vuillemin, Cryptococcus curvatus (Diddens & Lodder) Golubev, Mycosphaerella parkii Crous, Wingfield, Ferreira & Alfenas, Pichia farinosa (Lindner) E.C. Hansen, Trichosporon mucoides Gueho & M. Th. Smith, Rhodotorula mucilaginosa (Jorgensen) F. C. Harrison dan Ustilago (Pers) Roussel (Sjamsuridzal 2004: 175; Patricia 2007: 59).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL AMPLIFIKASI DAERAH ITS DENGAN METODE PCR. Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA dilakukan menggunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL AMPLIFIKASI DAERAH ITS DENGAN METODE PCR. Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA dilakukan menggunakan 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL AMPLIFIKASI DAERAH ITS DENGAN METODE PCR Pengukuran kualitas dan kuantitas DNA dilakukan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang

BAB I PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Melon termasuk familia Cucurbitaceae yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium 21 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, FMIPA-UI, Depok. Lama penelitian dari awal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI ISOLAT-ISOLAT KHAMIR DARI SALURAN PENCERNAAN Apis cerana (FABRICIUS, 1793) DI APIARI BERDASARKAN DATA SEQUENCE DAERAH ITS rdna SKRIPSI IRVAN MAULANA 0305040412 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

Arfa Dewi*, Fajar Restuhadi dan Titania T. Nugroho

Arfa Dewi*, Fajar Restuhadi dan Titania T. Nugroho OPTIMASI PCR DAN AMPLIFIKASI ITS DNA RIBOSOMAL Penicillium sp.lbkurcc29 DAN LBKURCC30 PENGHASIL SELULOSA ISOLAT HUTAN PRIMER GAMBUT CAGAR BIOSFER BUKIT BATU RIAU Arfa Dewi*, Fajar Restuhadi dan Titania

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati memberikan harapan baru untuk pengendalian hama pertanian terutama fungi yang bersifat patogen. Secara

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 2. Struktur organisasi promoter pada organisme eukariot [Sumber: Gilbert 1997: 1.] Gambar 3.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat terdiri dari 13 genera bakteri gram positif meliputi Carnobacterium, Enterococcus, Lactoccoccus, Lactobacillus, Lactosphaera, Leuconostoc,

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! ABSTRACT... Error! KATA PENGANTAR... Error! DAFTAR ISI... i DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... Error! BAB I PENDAHULUAN... Error! 1.1 Latar Belakang... Error! 1.2 Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DATABASE MIKROORGANISME INDIGENOS INDONESIA

PENGEMBANGAN DATABASE MIKROORGANISME INDIGENOS INDONESIA PENGEMBANGAN DATABASE MIKROORGANISME INDIGENOS INDONESIA Wellyzar Sjamsuridzal 1, Ariyanti Oetari 1, Gatot F. Hertono 2, dan Sitaresmi 1 1. Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and 23 BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology of the University of Indonesia (IHVCB-UI), Jl. Salemba

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ISOLASI DNA PLASMID PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER Oleh: Ixora Sartika M ixomerc@uny.ac.id ISOLASI DNA PLASMID Plasmid adalah DNA ekstrakromosom yang berbentuk sirkuler dan berukuran kecil (1 200 kb). Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gambaran yang sistematis dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA kromosomal diiakukan dengan metode kit Wizard Genomic yang menggunakan enzim litikase sebagai pemecah dinding sel. Isolasi DNA

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini.

Metodologi Penelitian. Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. Bab III Metodologi Penelitian Metode, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini akan dipaparkan pada bab ini. III.1 Rancangan Penelitian Secara garis besar tahapan penelitian dijelaskan pada diagram

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA DAN AMPLIFIKASI ITS rdna ISOLAT FUNGI ENDOFIT LBKURCC67 UMBI TANAMAN DAHLIA (DAHLIA VARIABILIS)

EKSTRAKSI DNA DAN AMPLIFIKASI ITS rdna ISOLAT FUNGI ENDOFIT LBKURCC67 UMBI TANAMAN DAHLIA (DAHLIA VARIABILIS) EKSTRAKSI DNA DAN AMPLIFIKASI ITS rdna ISOLAT FUNGI ENDOFIT LBKURCC67 UMBI TANAMAN DAHLIA (DAHLIA VARIABILIS) Senjavi Rakhmana 1, Saryono 2, Titania T. Nugroho 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu tanaman sayuran yang umbinya menjadi menu pokok pada hampir semua jenis masakan dengan fungsi sebagai

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti morfologi, fisiologi, dan genetik. Setiap habitat yang berbeda memberikan keragaman yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci