HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pewarnaan Gram"

Transkripsi

1 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan Gram Hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus (AS, NU1, NU2, NU3, NU4, NU5, NU6, NU7, NU8, NU9, NU10, NU11, NU13 dan NU14) dan 1 isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) secara morfologi memiliki bentuk bulat bergerombol seperti anggur serta termasuk bakteri Gram positif (Gambar 4). Dengan demikian, keempat belas isolat lokal tersebut dapat digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, karena tidak ada kontaminasi dari bakteri lain, terutama bakteri Bacillus cereus sebagai bakteri Gram positif pembentuk spora. Gambar 4 Morfologi bakteri S. aureus hasil pewarnaan Gram Identifikasi Molekular Isolat Lokal S. aureus Isolasi DNA Genom Bakteri Tahap awal yang perlu dilakukan untuk mendapatkan identifikasi genotipik bakteri adalah mengisolasi atau mengekstraksi DNA genom bakteri tersebut. Pada penelitian ini, DNA kromosomal bakteri S. aureus diekstraksi dengan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990) yang telah dimodifikasi oleh peneliti melalui perlakuan panas berlebih, yaitu 65 o C dan penambahan lisozim, sehingga diharapkan substansi genetika seperti DNA dapat dihasilkan. Chapaval et al., (2008) pernah melakukan isolasi DNA S. aureus dengan perlakuan panas

2 47 65 o C selama 30 menit. Perlakuan pemberian panas dan enzim katalitik ini dilakukan karena sebagai bakteri Gram positif, S. aureus memiliki struktur dinding sel yang relatif lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Tipe karakteristik dinding sel bakteri S. aureus terdiri dari peptidoglikan yang bersifat multilayer dengan ketebalan nm, protein, asam lipoteikoat, asam teikoat, asam teikuronat dan polisakarida (Jay, 2000). Umumnya bakteri Gram positif mampu mengikat kuat protein yang terdapat pada dinding peptidoglikan, baik melalui ikatan kovalen maupun non-kovalen sehingga untuk melakukan ekstraksi DNA genom diperlukan perlakuan khusus (Navarre dan Schneewind, 1999). Penambahan larutan NaCl, bufer TES dan sodium dodecyl sulphate (SDS) di awal prosedur ekstraksi bertujuan untuk melisis dinding sel bakteri. EDTA (ettilendiamin tetraasetat) yang terkandung dalam larutan bufer TES adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel dan mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida, dalam hal ini DNA (Muladno, 2002). Tahap selanjutnya yaitu penambahan lisozim dlakukan untuk menyempurnakan proses lisis dinding sel dari bakteri. Menurut Jay (2000), dinding sel bakteri S. aureus yang relatif tebal sensitif terhadap lisozim. Lisozim merupakan enzim yang umumnya terdapat pada putih telur dengan berat molekul 14.6 kda dan memiliki 129 residu asam amino serta 4 jembatan disulfida internal. Mekanisme aksi dari lisozim terkait dengan kemampuannya untuk menghidrolisis rantai polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri. Enzim ini mampu menghidrolisis ikatan glikosidik β (1-4) dari N-acetylglucoseamine (NAG) dan N- acetylmuramic acid (NAM), sehingga menyebabkan lisisnya dinding sel bakteri (Muladno, 2002). Penambahan enzim proteinase K bertujuan untuk mendegradasi proteinprotein pengotor yang terdapat pada isolat. Residu-residu pengotor seperti protein, oligopeptida dan sisa-sisa dinding sel selanjutnya diekstrak dengan pelarut-pelarut

3 48 organik seperti campuran fenol, kloroform dan isoamil alkohol yang berfungsi membantu denaturasi dan koagulasi protein. Sebagian besar protein akan terdenaturasi dan memasuki fase organik atau akan terpresipitasi pada interfase antara fase organik dan fase aqueous. Fase aqueous yang bening dan mengandung DNA dapat dipindahkan ke tabung Eppendorf yang baru. Penambahan garam, asam, etanol dan perlakuan dingin dapat mengendapkan DNA pada fase aqueous tersebut sehingga membentuk sedikit endapan atau serabut-serabut yang berwarna putih. Penambahan etanol juga dapat mencuci DNA atau memisahkan DNA dari oligonukleotida-oligonukleotida kecil, sisa-sisa deterjen dan sisa-sisa pelarut organik yang digunakan untuk menghilangkan protein. Selanjutnya DNA yang diperoleh harus disimpan pada tempat yang bersuhu -20 o C untuk menghindari dari aktivitas enzim nuclease (Taylor, et al., 1993). Hasil isolasi DNA genom bakteri S. aureus yang diperoleh divisualisasi melalui elektroforesis gel agarosa dan diukur konsentrasi serta kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang (optic density/od) 260 nm dan 280 nm, hasil isolasi DNA genom dari 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus dan 1 isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) menghasilkan larutan DNA dengan konsentrasi berkisar antara 35 1,300 µg/ml (Lampiran 1). Pada panjang gelombang 260 nm yang terdeteksi adalah material genetika DNA, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm yang terdeteksi adalah protein (Sambrook et al., 1989). Kemurnian DNA berkisar antara Kemurnian DNA genom yang dihasilkan belum baik, karena belum masuk dalam cakupan nilai Perbandingan nilai yang kurang dari 1,8 menunjukkan preparasi DNA terkontaminasi oleh protein dan nilai yang lebih dari 2,0 terkontaminasi oleh RNA (Sambrook et al., 1989). Visualisasi total DNA genom isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) hasil isolasi tersebut menunjukkan beberapa pita DNA yang diduga terkontaminasi pada saat tahapan isolasi (Gambar 4).

4 49 M M Total DNA genom Total DNA genom 2,000 bp 2,000 bp 250 bp 250 bp (a) (b) Gambar 5 Visualisasi total DNA genom isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat luar S. aureus ATCC Sampel (a) dan (b) terdiri dari: ATCC (1), AS (2), NU1 (3), NU2 (4), NU3 (5), NU4 (6), NU5 (7), NU6 (8), NU7 (9), NU8 (10), NU9 (11), NU10 (12), NU11 (13), NU13 (14) dan NU14 (15). M adalah DNA ladder 1 kb sebagai penanda DNA. Amplifikasi dan Analisis Sekuen Parsial Gen 16S rrna Primer 63f dan 1387r banyak digunakan untuk mengamplifikasi gen 16S rrna dari bakteri secara umum (Marchesi et al., 1998). Berdasarkan hasil isolasi total DNA genom bakteri S. aureus, meskipun pita-pita DNA yang dihasilkan kurang baik (tidak murni), tetapi hasil isolasi tersebut dapat mengamplifikasi DNA target dengan baik. Produk amplifikasi dari 14 isolat lokal yang diduga sebagai S. aureus dan S. aureus ATCC sebagai isolat pembanding adalah sebesar 1,300 bp (Gambar 5). Hal ini dapat disimpulkan bahwa amplifikasi dengan PCR tidak memerlukan hasil isolasi DNA genom bakteri dengan kualitas dan kuantitas yang baik, karena salah satu keuntungan PCR adalah mampu mendeteksi gen target hanya dalam jumlah yang relatif kecil/sedikit atau PCR memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi (Anonim, 1999). M K bp 750 bp 250 bp (a)

5 50 M K bp 750 bp 250 bp (b) Gambar 6 Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen 16S rrna universal isolat lokal S. aureus. Sampel (a) dan (b) terdiri dari: ATCC (1), AS (2), NU1 (3), NU2 (4), NU3 (5), NU4 (6), NU5 (7), NU6 (8), NU7 (9), NU8 (10), NU9 (11), NU10 (12), NU11 (13), NU13 (14) dan NU14 (15). M adalah DNA ladder 1 kb sebagai penanda DNA dan K- sebagai kontrol negatif. Gen 16S rrna adalah gen ribosomal yang tidak menyandi ekspresi gen dan berfungsi sebagai alat untuk mentranslasi informasi genetika yang dibawa oleh DNA untuk dibuat menjadi protein. Sekuen gen 16S rrna sering digunakan untuk mempelajari filogenetika dan taksonomi bakteri karena gen 16S rrna ditemukan hampir di semua bakteri, fungsinya tidak berubah sepanjang waktu sehingga jika terjadi perubahan sekuen maka dapat diukur waktu evolusi yang lebih akurat, dan ukurannya (1,500 bp) cukup untuk digunakan dalam analisis informatika (Claridge, 2004). Sekuensing DNA dilakukan untuk menentukan persen kemiripan genotipik isolat-isolat lokal S. aureus berdasarkan gen 16S rrna Produk sekuensing dari 15 isolat bakteri berkisar antara 300 bp sampai 750 bp (Tabel 11 dan Lampiran 2). Hasil sekuensing tersebut dibandingkan dengan beberapa sekuen DNA S. aureus yang ada pada Bank Gen. Perbandingan dilakukan menggunakan sekuen-sekuen yang paling mirip (highly similar sequence).

6 51 Tabel 11 Produk sekuensing dari isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) berdasarkan sekuen gen parsial 16S rrna dengan primer 63f, 1387r dan hasil contig Kode Produk Sekuensing (bp) Isolat 63f 1387r * Contig AS NU NU NU NU NU NU NU NU NU NU NU NU NU ATCC * Produk sekuensing yang digunakan untuk analisis BLAST Dari semua isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923), hanya isolat NU1, NU5 dan ATCC yang dapat dilakukan contig. Menggunakan program BioEdit diperoleh 3 sekuen contig (NU1, NU5 dan ATCC 25923) yang merupakan penggabungan hasil sekuensing isolat arah forward dan reverse. Contig merupakan satu set segmen DNA yang berasal dari sumber genetika tunggal dan dapat digunakan untuk menyimpulkan urutan DNA asli dari sumber. Produk sekuen contig tidak dapat diperoleh untuk isolat bakteri lainnya karena hasil sekuensing isolat-isolat S. aureus tersebut kurang bagus. Hal ini terlihat pada electropherogram yang menunjukkan peak (puncak) yang lemah dan saling bertumpuk. Beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan buruknya hasil analisis sekuensing DNA antara lain, yaitu : masalah pada DNA template (tidak ada atau jumlahnya sangat tidak mencukupi) dan masalah pada primer (jumlahnya sangat tidak mencukupi dan primer tidak berinteraksi dengan dengan template secara efisien) (

7 52 Peak yang saling bertumpuk biasanya terjadi akibat dua sekuen berhimpitan dalam satu reaksi. Ada beberapa penyebab yang umum, yaitu : primer sekuensing menempel pada dua atau lebih situs penempelan pada template, ada dua atau lebih template dalam satu tabung, primer yang digunakan ketika PCR tidak dihilangkan dahulu dengan purifikasi untuk sampel produk PCR, sewaktu reaksi PCR salah satu primer menempel di dua situs penempelan dan membentuk produk serta lebih dari satu rekasi amplifikasi terjadi ketika PCR ( Analisis BLAST untuk melihat persen kemiripan semua isolat, baik isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) dilakukan pada hasil sekuen menggunakan primer 1387r yang telah di-reverse complement (Tabel 12). Penetapan galur dilakukan berdasarkan total score tertinggi. Total score merupakan susunan basa-basa nukleotida yang saling homolog (bersesuaian). Berdasarkan hasil analisis BLAST dari sekuen parsial gen 16S rrna, sebanyak 5 isolat lokal (AS, NU1, NU4, NU5 dan NU9) teridentifikasi sebagai spesies S. aureus sementara 9 isolat lokal lainnya tidak teridentifikasi sebagai spesies apapun. Dengan nilai total score tertinggi yang berkisar dari 239 sampai 865 diperoleh persen kemiripan dengan beberapa galur S. aureus yang ada di Bank Gen berkisar 76% sampai 96% (Tabel 12). Beberapa isolat S. aureus pada penelitian ini memiliki kemiripan dengan galur-galur S. aureus yang sama dengan S. aureus subsp. aureus T0131 (CP ), S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 (CP ), S. aureus subsp. aureus TW20 (FN ), S. aureus subsp. aureus ECT-R2 (FR ), S. aureus subsp. aureus ED98 (CP ) dan S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA (AP ).

8 53 Tabel 12 Persen kemiripan isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) yang dianalisis dengan beberapa galur S. aureus pada Bank Gen berdasarkan sekuen gen parsial 16S rrna dengan primer 1387r Kode Isolat Total Score Nama Galur Kemiripan (%) S. aureus subsp. aureus T0131 S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 AS 239 S. aureus subsp. aureus TW20 76% S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516 S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA S. aureus subsp. aureus T0131 S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 S. aureus subsp. aureus TW20 NU1 542 S. aureus subsp. aureus USA300_TCH % S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA S. aureus subsp. aureus NCTC 8325 S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757 S. aureus subsp. aureus clone sabac-1 S. aureus subsp. aureus ECT-R2 S. aureus subsp. aureus ED98 NU4 566 S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA 86% S. aureus subsp. aureus JH1 S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA S. aureus subsp. aureus ECT-R2 S. aureus subsp. aureus ED98 NU5 743 S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA 92% S. aureus subsp. aureus JH1 S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA S. aureus subsp. aureus ECT-R2 S. aureus subsp. aureus ED98 NU9 865 S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA 96% S. aureus subsp. aureus JH1 S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA S. aureus subsp. aureus T0131 S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 S. aureus subsp. aureus TW20 ATCC S. aureus subsp. aureus USA300_TCH % S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA S. aureus subsp. aureus NCTC 8325 S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757

9 54 Tabel 13 Sumber isolat dan asal negara dari masing-masing galur S. aureus yang digunakan dalam analisis BLAST Nama Galur Kode Aksesi Sumber Isolat Negara Asal S. aureus subsp. aureus T0131 CP Klinis China S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 CP Klinis Australia S. aureus subsp. aureus TW20 FN Klinis London S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516 CP Klinis AS S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA AP Klinis Jepang S. aureus subsp. aureus NCTC 8325 CP Klinis AS S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757 CP Klinis AS S. aureus subsp. aureus clone sabac-1 AC AS S. aureus subsp. aureus ECT-R2 FR Manusia Swedia S. aureus subsp. aureus ED98 CP Hewan AS S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA AP Klinis Jepang S. aureus subsp. aureus JH1 CP AS S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA BA Jepang Penelusuran terhadap sumber dan negara asal galur S. aureus pada Bank Gen yang digunakan dalam analisis BLAST menunjukkan bahwa sebagian besar galur-galur tersebut berasal dari sumber klinis yang diperoleh dari beberapa Negara yaitu : S. aureus subsp. aureus T0131 (China); S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 (Australia); S. aureus subsp. aureus TW20 (London); S. aureus subsp. aureus ECT-R2 (Swedia); S. aureus subsp. aureus USA300_TCH1516, S. aureus subsp. aureus NCTC 8325, S. aureus subsp. aureus USA300_FPR3757, S. aureus subsp. aureus ED98 dan S. aureus subsp. aureus JH1 (Amerika Serikat); S. aureus subsp. aureus str. Newman DNA, S. aureus subsp. aureus Mu3 DNA dan S. aureus subsp. aureus Mu50 DNA (Jepang). Kelima isolat lokal yang teridentifikasi sebagai S. aureus secara genotipik berasal dari produk pangan tradisional siap santap Indonesia, yaitu ayam suwir dari bubur ayam (kode isolat AS) dan nasi uduk (kode isolat NU). Hal ini membuktikan bahwa isolat lokal S. aureus yang terdapat pada produk pangan tersebut ditemukan karena terjadi kontaminasi silang dari pekerja maupun peralatan pengolahan yang digunakan serta perlakuan produk pangan setelah diolah. Bakteri ini sendiri ditemukan di dalam saluran pernapasan dan permukaan kulit manusia. Lebih dari 30 50% populasi manusia adalah carrier S. aureus (Le Loir et al., 2003).

10 55 Analisis keragaman terhadap 5 isolat lokal S. aureus dilakukan dengan membandingkan sekuen kelima isolat tersebut dengan beberapa galur S. aureus yang umum (Tabel 14). Tabel 14 Persen kemiripan isolat-isolat lokal S. aureus dan isolat pembanding (S. aureus ATCC 25923) yang dianalisis dengan beberapa galur S. aureus pada Bank Gen berdasarkan sekuen gen parsial 16S rrna Kode Isolat S. aureus subsp. aureus T0131 (CP ) S. aureus subsp. aureus TW20 (FN ) S. aureus subsp. aureus galur JKD6008 (CP ) S. aureus subsp. aureus ECT-R2 (FR ) S. aureus subsp. aureus ED98 (CP ) AS NU NU NU NU ATCC Isolat AS dan ATCC masing-masing memiliki kemiripan sebesar 76% dan 81% dengan galur S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus subsp. aureus str. JKD6008 dan S. aureus subsp. aureus TW20, namun tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan galur S. aureus subsp. aureus ECT-R2 dan S. aureus subsp. aureus ED98. Isolat NU1, NU4, NU5 dan NU9 masing-masing memiliki persen kemiripan yang tinggi, yaitu berturut-turut sebesar 84 85%, 86%, 91 92% dan 95 96% dengan semua galur S. aureus pada Bank Gen yang digunakan sebagai pembanding (S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus subsp. aureus str. JKD6008, S. aureus subsp. aureus TW20, S. aureus subsp. aureus ECT-R2 dan S. aureus subsp. aureus ED98). Analisis keragaman selanjutnya dilakukan antar isolat-isolat lokal S. aureus dan ATCC sebagai isolat pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelima isolat lokal tidak memiliki kemiripan yang tinggi satu dengan lainnya (Tabel 15). Kemiripan hanya ditunjukkan antara isolat AS yang berasal dari ayam suwir dengan isolat NU1 yang berasal dari nasi uduk, yaitu sebesar 76%. Tingkat kemiripan yang tinggi ditunjukkan antara NU4 dengan NU5 dan NU9 masing-masing sebesar 87% serta antara NU5 dengan NU9 sebesar 92%. Hal ini memberikan indikasi kemungkinan isolat NU4, NU5 dan NU9 merupakan spesies S. aureus yang sama. Claverie dan Notredame (2007) menyebutkan bahwa persen kemiripan gen 16S rrna isolat

11 56 yang masuk ke dalam kisaran ambang nilai (threshold value) >80% dapat dinyatakan sebagai satu spesies. Tabel 15 Persen kemiripan antar isolat-isolat lokal S. aureus berdasarkan sekuen parsial gen 16S rrna dengan menggunakan primer 1387r AS NU1 NU4 NU5 NU9 ATCC AS NU NU NU NU ATCC Amplifikasi Gen Penyandi SEA dan SEC1 Amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1 dengan metode PCR dilakukan terhadap 11 isolat lokal, 5 isolat telah teridentifikasi sebagai S. aureus dan 6 isolat tidak teridentifikasi sebagai spesies apapun berdasarkan hasil analisis sekuensing gen 16S rrna. Amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1 bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gen enterotoksin pada isolat-isolat lokal S. aureus yang ada, dimana keberadaan gen enterotoksin tersebut berperan penting dalam menyebabkan kasus keracunan pangan (Pelisser et al., 2009).. Amplifikasi terhadap gen penyandi SEA dan SEC1 ini dilakukan dengan menggunakan pasangan primer SEA-1/SEA-2 untuk gen penyandi SEA dan SEC1-1/SEC1-2 untuk gen penyandi SEC1 seperti yang telah dilakukan oleh Johnson et al., (1991). Masing-masing gen penyandi SE tersebut menghasilkan produk PCR berturut-turut sebesar 120 bp dan 257 bp (Gambar 7 dan 8).

12 57 M K bp 200 bp 100 bp Gambar 7. Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen penyandi enterotoksin stafilokoki A isolat lokal S. aureus. Sampel terdiri dari: ATCC (1), AS (2), NU1 (3), NU3 (4), NU4 (5), NU5 (6), NU6 (7), NU7 (8), NU8 (9), NU9 (10), NU11 (11) dan NU13 (12). M adalah DNA ladder 100 bp sebagai penanda DNA dan K- sebagai kontrol negatif. M K bp 200 bp 100 bp Gambar 8. Visualisasi DNA hasil amplifikasi fragmen gen penyandi enterotoksin stafilokoki C1 isolat lokal S. aureus. Sampel terdiri dari: ATCC (1), AS (2), NU1 (3), NU3 (4), NU4 (5), NU5 (6), NU6 (7), NU7 (8), NU8 (9), NU9 (10), NU11 (11) dan NU13 (12). M adalah DNA ladder 100 bp sebagai penanda DNA dan K- sebagai kontrol negatif. Hasil amplifikasi gen penyandi SE di atas menunjukkan bahwa 5 isolat lokal yang telah teridentifikasi sebagai S. aureus, 1 isolat (NU1) mengandung gen penyandi SEA dan 1 isolat (NU5) mengandung kedua gen penyandi SEA dan SEC1. Enam isolat lokal yang tidak teridentifikasi sebagai spesies apapun, 2 isolat

13 58 (NU3 dan NU8) mengandung kedua gen penyandi SEA dan SEC1 serta 1 isolat hanya mengandung SEC1 (NU6). Enterotoksin stafilokoki A dan C1 merupakan jenis enterotoksin yang paling sering mengontaminasi makanan. Pada produk susu sempat terjadi outbreak, dimana ditemukan sebanyak 16 galur dari 57 galur S. aureus yang mengandung SEA dan 8 galur yang mengandung SEC1. Dari galur-galur S. aureus tersebut juga ditemukan dua atau lebih gen SE yaitu sebanyak 2 galur mengandung positif 3 gen SE (SEA, SEC1 dan SEH) (Rall et al., 2008). Proporsi galur S. aureus yang menghasilkan SEB lebih sedikit dibandingkan dengan SEA, yaitu 1:10 (Bennet dan Amos, 1982). Holeckova et al., (2002) berhasil mendeteksi gen SEC1, SEB, SED dan SEA pada produk susu dan olahan susu yang masing-masing sebesar 24.1%, 13.9%, 10.1% dan 5.1%. Salasi et al., (2009) melakukan deteksi gen penyandi SE pada produk susu segar dan produk pangan olahan asal hewan dengan menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan penelitian tersebut, dari 20 isolat yang ada ditemukan mengandung satu atau bahkan lebih gen penyandi SE, yaitu SEC (6 isolat); SEE (1 isolat); SEH (1 isolat); SEB dan SEI, SEC dan SEG, SEG dan SEI (masing-masing 1 isolat); SEC dan SEE (2 isolat); SEB dan SEC (4 isolat). Kombinasi 3 jenis gen penyandi SE ditemukan masing-masing sebanyak 1 isolat untuk SEB, SEC dan SEI; SEC, SEE dan SEI serta SEC, SEG dan SEI. Jika melihat berdasarkan hasil analisis sekuensing parsial gen 16S rrna dan hasil amplifikasi gen penyandi SEA dan SEC1, maka dapat diketahui bahwa dari 11 isolat lokal S. aureus, hanya 5 isolat yang teridentifikasi sebagai S. aureus, yaitu : AS, NU1, NU4, NU5 dan NU9. Dari kelima isolat S. aureus tersebut, ditemukan 2 isolat yang mengandung 1 jenis atau lebih enterotoksin. Isolat NU1 mengandung gen penyandi SEA dan NU5 mengandung kedua gen penyandi SEA serta SEC1. Isolat lokal NU1 dan NU5 merupakan spesies S. aureus yang berbeda. Isolat lokal NU1 memiliki tingkat kemiripan sebesar 76% dengan isolat lokal AS dan isolat lokal NU5 memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, yaitu berkisar antara 87 92% dengan isolat lokal NU4 serta NU9. Isolat lokal NU1 dan NU5 masing-masing memiliki tingkat kemiripan >80% dan >90% dengan beberapa galur pada Bank Gen, yaitu : S. aureus subsp. aureus T0131, S. aureus

14 59 subsp. aureus str. JKD6008, S. aureus subsp. aureus TW20, S. aureus subsp. aureus ECT-R2 dan S. aureus subsp. aureus ED98. Isolat NU3, NU6 dan NU8 yang positif mengandung enterotoksin stafilokoki, kemungkinan teridentifikasi sebagai spesies selain S. aureus yang juga sama-sama menghasilkan enterotoksin stafilokoki, seperti : S. intermedius, S. hyicus, S. xylosus, S. epidermidis, S. carnosus dan S. saprophyticus (Monday dan Bennet, 2003).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi dan Purifikasi Bakteri Isolasi merupakan proses pemindahan organisme dari habitat asli ke dalam suatu habitat baru untuk dapat dikembangbiakkan. Purifikasi merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Enterobacter sakazakii dari Susu Formula dan Makanan Bayi Isolasi E.sakazakii dilakukan dari beberapa sampel susu formula dan makanan bayi yang ditujukan untuk bayi yang berusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu. Bakteri Uji. Bahan dan Media

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu. Bakteri Uji. Bahan dan Media 39 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Patogen dan Bioteknologi Pangan (Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology) SEAFAST Center, Institut Pertanian

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kuantitas dan Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Gen sitokrom b digunakan sebagai pembawa kode genetik seperti halnya gen yang terdapat dalam nukleus. Primer tikus yang dikembangkan dari gen sitokrom b, terbukti dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DNA GENOM TUJUAN 16s rrna. Praktikum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA dari Daun, Bunga, dan Buah Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA dari Daun, Bunga, dan Buah Kelapa Sawit 8 berukuran kurang dari 400 bp maka harus ditambah isopropanol satu volume. Larutan ditransfer ke kolom Axyprep yang ditempatkan dalam tabung mikro 2 ml kemudian disentrifugasi ±13500 g selama 2 menit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogenik (milkborne

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogenik (milkborne BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan media yang sangat cocok bagi pertumbuhan bakteri sehingga dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogenik (milkborne pathogens) yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Kuantitas DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan Spektrofotometer Pengujian kualitas DNA udang jari (Metapenaeus

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA 6 konsentrasinya. Untuk isolasi kulit buah kakao (outer pod wall dan inner pod wall) metode sama seperti isolasi RNA dari biji kakao. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA Larutan RNA hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan kebutuhan gizi. Bahan pangan asal hewan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL 3.1.1 Isolasi Vibrio harveyi Sebanyak delapan isolat terpilih dikulturkan pada media TCBS yaitu V-U5, V-U7, V-U8, V-U9, V-U24, V-U27, V-U41NL, dan V-V44. (a) (b) Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Preparasi dan Karakteristik Bahan Baku Produk tuna steak dikemas dengan plastik dalam keadaan vakum. Pengemasan dengan bahan pengemas yang cocok sangat bermanfaat untuk mencegah

Lebih terperinci

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri

Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung. Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur. Pemurnian isolat bakteri Lampiran 1. Skema Kerja Penelitian Pengambilan sampel tanah dari lahan tambang timah di Belitung Isolasi bakteri pengoksidasi besi dan sulfur Pemurnian isolat bakteri Karakteriasi isolat bakteri pengoksidasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juli 2012, yang bertempat di Laboratorium Genetika dan Biologi Molekuler Jurusan Biologi

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang harus menjadi perhatian baik pemerintah maupun masyarakat. Pengolahan makanan yang tidak bersih dapat memicu terjadinya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah

LAPORAN PRAKTIKUM. Bagian B Supernatan Pengendapan Jumlah /warna 7 ml / berwarna kuning 1 ml Warna merah LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (SEL EPITHEL MULUT DAN DARAH) PRAKTIKUM ISOLASI PROTEIN DARI DARAH PRAKTIKUM PCR,ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE OLEH : Yuni Rahmayanti Ade Putra Sinaga

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1. Materi Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, cawan petri, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, beaker glass, object

Lebih terperinci

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information)

Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi mikroba secara molekuler dengan metode NCBI (National Center for Biotechnology Information) Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui studi morfologi dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan Penggunaan α-amilase dalam beberapa sektor industri mengalami peningkatan dan sekarang ini banyak diperlukan α-amilase dengan sifat yang khas dan mempunyai kemampuan untuk

Lebih terperinci

Untuk mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan

Untuk mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan ISOLASI DNA Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah: Untuk mengetahui cara/metode yang benar untuk memisahkan (mengisolasi) DNA dari buah-buahan Mengetahui keefektifan deterjen dan buah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI. Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : Kelompok : Selasa Asisten : Nimas Ayu

KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI. Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : Kelompok : Selasa Asisten : Nimas Ayu KUMPULAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI Disusun Oleh: Nama : Anatasia NIM : 125040200111140 Kelompok : Selasa 09.15-11.00 Asisten : Nimas Ayu UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN IV (ISOLASI RNA DARI TANAMAN) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI RNA DARI TANAMAN TUJUAN Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama bulan Januari hingga April 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan salah satu jenis asam nukleat yang membawa ribuan gen yang menentukan sifat tertentu dari satu generasi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (EPITELIAL MULUT DAN DARAH) DAN TEKNIK PCR DAN ISOLASI PROTEIN DARI DRAH, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (EPITELIAL MULUT DAN DARAH) DAN TEKNIK PCR DAN ISOLASI PROTEIN DARI DRAH, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI DNA MANUSIA (EPITELIAL MULUT DAN DARAH) DAN TEKNIK PCR DAN ISOLASI PROTEIN DARI DRAH, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDSPAGE Oleh : Nita Andriani Lubis dan Fery Prawira Gurusinga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik -β- 1,4 pada rantai selulosa. Selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, protozoa, tumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE

LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDS-PAGE LAPORAN PRAKTIKUM Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose Isolasi Protein Darah dan Elektroforesis SDSPAGE Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 07, 14, 21, dan 28 November 2013 Nama Mahasiswa : Maya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 : Sel darah II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Darah Darah disusun oleh dua komponen utama yaitu komponen cairan atau plasma dan komponen seluler. Sel darah terdiri atas eritrosit, trombosit dan leukosit (Gambar 2.1). Komponen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b

TINJAUAN PUSTAKA Tikus ( Rattus norvegicus Gen Sitokrom b TINJAUAN PUSTAKA Tikus (Rattus norvegicus) Tikus termasuk ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, dan famili Muridae. Spesies-spesies utama yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku

BAHAN DAN METODE. Analisis Kekerabatan Rayap Tanah M. gilvus dengan Pendekatan Perilaku BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Sampel rayap diambil dari Cagar Alam Yanlappa-Jasinga dan Kampus IPB- Dramaga, Bogor. Rayap diidentifikasi dan diuji perilaku agonistiknya di Laboratorium Biosistematika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Teknik-teknik Dasar Bioteknologi Oleh: TIM PENGAMPU Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Tujuan Perkuliahan 1. Mahasiswa mengetahui macam-macam teknik dasar yang digunakan

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA

Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Metode-metode dalam biologi molekuler : isolasi DNA, PCR, kloning, dan ELISA Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas

Lebih terperinci