SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD"

Transkripsi

1 SKRIPSI MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI KOAGULAN TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD KEDELAI (Glycine max) YANG DIHASILKAN Oleh : RIZAL FAHMI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 MEMPELAJARI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI KOAGULAN TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP TEKSTUR CURD KEDELAI (Glycine max) YANG DIHASILKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : RIZAL FAHMI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 Judul Skripsi : Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan Nama : Rizal Fahmi NIM : F Menyetujui, Pembimbing 1 Pembimbing 2 (Dr. Ir. Dahrul Syah) (Ir. Dadang Supriatna, MP) NIP : NIP : Mengetahui, Ketua Departemen (Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP : Tanggal Lulus : 17 Februari 2010

4 Rizal Fahmi. F Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan. Di bawah bimbingan Dahrul Syah dan Dadang Supriatna. RINGKASAN Curd merupakan produk hasil koagulasi (penggumpalan) protein menggunakan bahan penggumpal (koagulan). Pembentukan struktur curd menjadi tahapan kritis dalam menentukan preferensi konsumen terhadap produk akhir. Perbedaan dalam penggunaan koagulan pada taraf konsentrasi tertentu akan memberikan hasil koagulasi yang berbeda dan mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap tekstur curd yang dihasilkannya. Perbedaan dalam pembentukan tekstur curd ini dapat pula disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah mutu kedelai, kondisi proses yang dilakukan dan komposisi protein penyusun curd. Pengetahuan mengenai pengaruh koagulan, baik dari segi jenis maupun konsentrasi yang digunakan, terhadap tekstur curd yang diperoleh akan membantu pelaku produksi pangan dalam menciptakan produk yang konsisten secara organoleptik dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya. Melalui penelitian ini, dipelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap komposisi protein yang difraksinasi dengan metode Osborne, pola elektroforesis masing-masing protein fraksi Osborne, dan pengaruhnya terhadap tekstur produk curd yang diperoleh, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan produk berbasis curd. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama berupa persiapan, penentuan proses standar, serta pembuatan curd, sedangkan tahap kedua berupa tahap analisis curd. Curd diperoleh melalui proses koagulasi menggunakan koagulan CaSO 4.2H 2 O dan CH 3 COOH pada tiga konsentrasi, yaitu N, N, dan N. Analisis yang dilakukan meliputi analisis tekstur curd secara subjektif dan objektif, analisis kadar protein Kjeldahl, analisis kadar air, analisis ph whey curd, analisis transmittan whey curd, fraksinasi protein metode Osborne, analisis kadar protein Bradford, dan analisis SDS-PAGE. Jenis dan konsentrasi koagulan yang digunakan memberikan variasi profil koagulasi protein yang diperoleh dan dapat diamati melalui pengukuran parameterparameter kimia seperti ph, kadar protein whey dan curd, nilai transmittan whey, serta kadar air curd. Penggunaan koagulan CaSO 4.2H 2 O akan menghasilkan curd dengan ph yang lebih tinggi ( ) dibandingkan koagulan CH 3 COOH ( ). Selain itu curd yang dihasilkan melalui penggunaan koagulan CaSO 4.2H 2 O memiliki kandungan protein (bb) yang lebih rendah (6.91%-10.81%) dan kadar air (bb) yang lebih tinggi (79.30%-87.83%) dibandingkan koagulan CH 3 COOH (kadar protein (bb) = 10.75% %; kadar air (bb) = 76.44%-80.14%). Kandungan protein curd yang rendah menyebabkan whey hasil pengepressan curd memiliki kandungan protein yang tinggi dan berbanding terbalik dengan nilai transmittannya. Parameter tekstur curd yang diamati secara objektif menggunakan instrumen TA-XT2i menunjukkan bahwa nilai hardness sampel curd koagulan CaSO 4.2H 2 O lebih rendah daripada curd dari koagulan CH 3 COOH dengan nilai kisaran masing-masing (pada konsentrasi 0.015N-0.045N) adalah g g dan g g. Kisaran nilai untuk parameter cohesiveness dan gumminess sampel curd koagulan

5 CaSO 4.2H 2 O dan curd koagulan CH 3 COOH masing-masing adalah 74.36%-76.03% dan 69.44%-71.24% serta g g dan g g. Hasil analisis tekstur subjektif dengan metode penekanan menunjukkan bahwa koagulasi dengan CaSO 4.2H 2 O memberikan nilai kekerasan terendah, selain itu peningkatan konsentrasi cenderung meningkatkan kekerasan. Urutan sampel dari yang terlunak hingga yang terkeras menurut metode penggigitan adalah CaSO 4.2H 2 O N, CaSO 4.2H 2 O N, CH 3 COOH N, CH 3 COOH N, CaSO 4.2H 2 O N dan CH 3 COOH N. Sementara itu, urutan sampel dari yang terlunak hingga yang terkeras menurut metode penggigitan adalah CaSO 4.2H 2 O N, CH 3 COOH N, CaSO 4.2H 2 O N, CaSO 4.2H 2 O N, CH 3 COOH N dan CH 3 COOH N. Hasil pengukuran kerapuhan sampel curd dengan penggigitan memberikan urutan sampel (dari yang paling rapuh hingga yang paling tidak rapuh) CH 3 COOH N, CaSO 4.2H 2 O N, CH 3 COOH N, CaSO 4.2H 2 O N, CaSO 4.2H 2 O N, CH 3 COOH N. Kesukaan panelis secara umum menunjukkan bahwa sampel curd CaSO 4.2H 2 O lebih disukai. Nilai korelasi antara kekerasan objektif dengan kekerasan subjektif menggunakan metode penekanan menunjukkan nilai yang lebih tinggi (0.757 untuk CaSO 4.2H 2 O dan untuk CH 3 COOH) dibandingkan dengan metode penggigitan ( untuk CaSO 4.2H 2 O dan untuk CH 3 COOH). Proporsi masing-masing fraksi protein albumin, globulin, prolamin dan glutelin dalam sampel curd untuk masing-masing sampel adalah 2.29%, 0.41%, 0.13%, 64.01% (curd CaSO 4.2H 2 O konsentrasi N), 1.68%, 1.07%, 0.07%, 55.75% (curd CaSO 4.2H 2 O konsentrasi N), 1.48%, 1.37%, 0.27%, 56.74% (curd CaSO 4.2H 2 O konsentrasi N), 1.19%, 0.96%, 0.10%, 66.48% (curd CH 3 COOH konsentrasi N), 0.74%, 1.15%, 0.30%, 69.17% (curd CH 3 COOH konsentrasi N), 0.70%, 1.27%, 0.96%, 63.05% (CH 3 COOH konsentrasi N). Melalui analisis regresi linear berganda, hubungan antara porsi protein fraksi Osborne dengan parameter kekerasan objektif dapat dijelaskan dengan persamaan Y = X X X X 4, dimana Y adalah kekerasan curd terhadap porsi protein fraksi Osborne, X 1 adalah porsi fraksi albumin, X 2 adalah porsi fraksi globulin, X 3 adalah porsi fraksi prolamin, dan X 4 adalah porsi fraksi glutelin. Globulin menjadi fraksi protein Osborne yang berkorelasi positif terhadap kekerasan curd, dimana berat molekul protein dominan untuk koagulan CaSO 4.2H 2 O dan CH 3 COOH masing-masing adalah 40 kda dan 15 kda. Secara umum, pembentukan kekerasan tekstur curd dipengaruhi oleh profil koagulasi protein, terutama kandungan air yang terdapat di dalam sampel curd. Proporsi protein fraksi Osborne diduga juga berpengaruh terhadap kekerasan yang ditimbulkan curd, dimana porsi fraksi albumin dan prolamin bersifat menurunkan kekerasan sampel curd, sedangkan fraksi protein globulin berkorelasi positif terhadap kekerasan curd yang ditimbulkan.

6 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Lampung pada tanggal 17 Oktober Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Hari Nugraha dan Puspita Dewi. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Regina Pacis Bogor pada tahun 1999, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Regina Pacis Bogor pada tahun 2002, dan sekolah lanjutan tingkat atas di SMA Regina Pacis Bogor pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi koordinator divisi beverages (Food Proscessing Club, HIMITEPA IPB) serta kepanitian di berbagai kegiatan seperti BAUR 2007, HACCP ke-5 (Hazard Analysis and Critical Control Point), Penyuluhan Makanan Tambahan Anak Sekolah 2008 (PMTAS), dll. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan seminar dan pelatihan seperti Seminar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) with ISO 22000, pelatihan Sistem Manajemen Halal, pelatihan PMTAS (Penyuluhan Makanan Tambahan Anak Sekolah), dan pelatihan Auditor Sistem HACCP. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian dengan judul Bubur Sorgum (Sorghum bicolor) Instan sebagai Pangan Alternatif Berindeks Glisemik Rendah bagi Penderita Diabetes serta menjadi asisten praktikum Evaluasi Sensori di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2009). Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Mempelajari Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan terhadap Pola Elektroforesis Protein Terkoagulasi serta Korelasinya terhadap Tekstur Curd Kedelai (Glycine max) yang Dihasilkan di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah dan Ir. Dadang Supriatna, MP.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-nya saya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini. Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan tahap Sarjana di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Laporan tugas akhir ini mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap pola elektroforesis protein terkoagulasi serta korelasinya terhadap tekstur curd kedelai (Glycine max) yang dihasilkan. Laporan ini juga mencakup pembahasan mengenai profil koagulasi protein dan pengenalan fraksinasi protein dengan menggunakan metode Osborne. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini, yaitu: 1. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku dosen pembimbing akademik atas waktu, pengertian, kritik, saran, dan seluruh bentuk bimbingan yang diberikan. 2. Ir. Dadang Supriatna, MP selaku pembimbing lapang atas waktu, arahan, kritik, dan saran yang mendukung terselesaikannya laporan akhir ini. 3. Ir. Sutrisno Koswara, MSi selaku dosen penguji atas waktu, kritik, dan saran yang diberikan. 4. Keluarga tercinta (Bapak Hari Nugraha, Ibu Puspita Dewi, Farah Dina, Ariansyah, Ervin Farhan dan Fahri Rasyadhan) atas segala bentuk dukungan, semangat dan doa yang diberikan hingga penulis mampu menuntaskan tugas akhir ini. 5. Teman-teman pondok sahabat: Mas Stefanus, Dolly, Janji, Aris, Agung, Bembeng, Apid, Kemal, Mas Daud, Ade, Gunawan, Acuy, Eldi, Joger atas semua persahabatan serta canda dan tawa yang selalu memberikan semangat. 6. Tuti, Nanda, Haris, Zaqaw, Aji, Juju, Umam, Adi Woko, Beqi, Wiwi, Hesti, Fera, Indri, Cha2, Eping, Beli, Dion, Wahyu, Nina, dan Venty atas persahabatannya selama ini, semoga tidak akan pernah berakhir.

8 7. Teman-teman lab biokim dan SEAFAST: Siyam, Arya, Dina, Esther, Dewi, Tere, Ceu2, Riza, Veni, Bombay, Adi Leo, Marcel, Mba Ria, Mba Desty, Mas Arif, Mba Maya dll. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 8. Sahabat-sahabatku ITP 42, The Golden Generation!!!! 9. Teman satu bimbingan, Septi, Dita, Yogi, Yua, Victor, Jessica. 10. Laboran yang sangat saya hormati, Mba Ari, Abah, Pak Jun, Pak Deni, Bu Rub, Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Sidiq, Pak Rojak untuk semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang diberikan. 11. ITP 40, 41, 43 dan keluarga besar ITP. 12. Semua pihak yang sudah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan baik dalam penyampaian maupun dalam kajian masalah. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga laporan tugas akhir ini dapat memberi manfaat bagi semua yang menggunakannya. Bogor, Februari 2010 Penulis ii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. KEDELAI Komposisi Kimia Kedelai Protein Kedelai Gelasi Protein Kedelai Curd Kedelai... 9 B. KOAGULASI C. TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN D. TEKSTUR III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT B. TAHAPAN PENELITIAN Tahap Persiapan Tahap Penelitian Utama C. PROSEDUR ANALISIS Analisis Kadar Air Metode Oven Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl Analisis ph dan Transmittan Whey Curd Fraksinasi Protein Metode Osborne Analisis Kadar Protein Metode Bradford Analisis SDS-Polyacrylamide Gel Electrophoresis... 25

10 7. Analisis Tekstur Curd secara Objektif Analisis Tekstur Curd secara Subjektif D. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TAHAP PERSIAPAN Penguasaan Teknik Pembuatan Curd Penentuan Proses Standar Pembuatan Curd B. PENELITIAN UTAMA Profil Koagulasi Fraksinasi Osborne Analisis Tekstur Objektif Analisis Tekstur Subjektif Korelasi Tekstur Subjektif dan Objektif Korelasi Fraksi Protein dengan Tekstur Analisis Elektroforesis V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Komposisi kimia kedelai dan bagian-bagiannya... 5 Tabel 2 Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai Tabel 3 Definisi parameter tekstur dari grafik TPA Tabel 4 Setting TA-XT2i untuk pengukuran TPA curd Tabel 5 Kadar protein whey dan transmittan whey Tabel 6 Kadar protein dan kadar air curd Tabel 7 Kadar protein sampel untuk masing-masing fraksi Osborne Tabel 8 Analisis sensori curd dengan metode penggigitan Tabel 9 Proporsi fraksi protein masing-masing sampel curd v

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur biji kedelai... 4 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL Diagram skematik dari persepsi indera manusia terhadap produk pangan Grafik TPA untuk produk pangan secara umum beserta parameter analisis dan perhitungannya Gambar 5 Contoh grafik TPA pada pengukuran tahu Gambar 6 Skema penelitian tahap 2: Analisis Gambar 7 Skema fraksinasi protein metode Osborne Gambar 8 Gambar 9 Diagram alir pembuatan tahu Sumedang di pabrik Diazara Tresna Proses standar pembuatan curd yang meliputi: (a) persiapan susu kedelai, (b) koagulasi, (c) persiapan koagulan Gambar 10 Grafik hubungan ph whey dengan jenis dan konsentrasi koagulan Gambar 11 Grafik hubungan antara konsentrasi koagulan dengan transmittan dan kadar protein Bradford whey pada penggunaan koagulan: (a) CaSO 4.2H 2 O dan (b) CH 3 COOH Gambar 12 Persentase fraksi protein Osborne per total protein yang terekstrak Gambar 13 Perbandingan komposisi tiga protein fraksi Osborne pada enam sampel curd yang diekstrak Gambar 14 Perbandingan fraksi protein glutelin pada ketujuh sampel Gambar 15 Hasil pengukuran tekstur curd untuk parameter: (a) hardness, gumminess dan (b) cohesiveness Gambar 16 Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis koagulan Gambar 17 Grafik tekstur penekanan untuk variabel konsentrasi koagulan Gambar 18 Grafik tekstur penekanan untuk variabel jenis dan konsentrasi koagulan Gambar 19 Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CaSO 4.2H 2 O Gambar 20 Plot grafik evaluasi kekerasan objektif dan subjektif sampel CH 3 COOH vi

13 Gambar 21 Perbandingan porsi fraksi albumin, globulin dan prolamin curd Gambar 22 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne tepung kedelai Gambar 23 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CaSO 4.2H 2 O konsentrasi: (a) N, (b) N, (c) N Gambar 24 Profil SDS-PAGE protein fraksi Osborne curd dari CH 3 COOH konsentrasi: (a) N, (b) N, (c) N vii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Larutan-larutan untuk SDS-PAGE Lampiran 2 Kuesioner uji penekanan sampel curd Lampiran 3 Kuesioner uji rating sensori curd kukus Lampiran 4 Hasil pengukuran tekanan penekan cetakan curd di Diazara Tresna Lampiran 5 Data analisis ph whey hasil penekanan curd Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap ph whey Data analisis kadar protein metode Bradford untuk whey hasil penekanan curd Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein whey dengan metode Bradford Lampiran 9 Data analisis transmittan whey hasil penekanan curd Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap transmittan whey Hasil analisis korelasi antara kadar protein metode Bradford dan transmittan whey Data analisis kadar protein curd metode Kjeldahl (%basis basah) Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar protein Kjeldahl curd (%basis basah) Lampiran 14 Data analisis kadar air curd (%basis basah) Lampiran 15 Lampiran 16 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap kadar air curd (%basis basah) Data analisis kadar protein fraksi Osborne dengan metode Bradford Lampiran 16a Sampel tepung kedelai Lampiran 16b Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.015N Lampiran 16c Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.030N Lampiran 16d Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.045N Lampiran 16e Sampel curd CH 3 COOH-0.015N viii

15 Lampiran 16f Sampel curd CH 3 COOH-0.030N Lampiran 16g Sampel curd CH 3 COOH-0.045N Lampiran 17 Data analisis protein fraksinasi Osborne Lampiran 18 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk fraksinasi protein metode Osborne Lampiran 18a Fraksi protein albumin Lampiran 18b Fraksi protein globulin Lampiran 18c Fraksi protein prolamin Lampiran 18d Fraksi protein glutelin Lampiran 18e Total protein ekstraksi fraksi Osborne Lampiran 18f Kadar protein Kjeldahl sampel fraksinasi Osborne Lampiran 18g Persentase recovery protein fraksinasi Osborne Lampiran 19 Data analisis tekstur objektif Lampiran 19a Sampel Curd CaSO 4.2H 2 O Lampiran 19b Sampel Curd CH 3 COOH Lampiran 20 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk parameter tekstur curd Lampiran 20a Hardness curd Lampiran 20b Cohesiveness curd Lampiran 20c Gumminess curd Lampiran 21 Data skor analisis tekstur subjektif: penekanan curd Lampiran 22 Lampiran 23 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penekanan curd Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk respon panelis terhadap skor Lampiran 24 Data analisis tekstur subjektif: penggigitan curd Lampiran 25 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk tekstur subjektif: penggigitan curd Lampiran 25a Kekerasan penggigitan sampel curd Lampiran 25b Mouthfeel rapuh sampel curd Lampiran 25c Kesukaan tekstur secara umum selama berada di dalam mulut Lampiran 26 Hasil analisis korelasi kekerasan objektif dan subjektif Lampiran 26a Sampel Curd CaSO 4.2H 2 O ix

16 Lampiran 26b Sampel Curd CH 3 COOH Lampiran 27 Data analisis proporsi protein fraksi Osborne Lampiran 28 Hasil analisis ragam (ANOVA) untuk proporsi fraksi protein pada fraksinasi protein metode Osborne Lampiran 28a Persen fraksi albumin Lampiran 28b Persen fraksi globulin Lampiran 28c Persen fraksi prolamin Lampiran 28b Persen fraksi glutelin Lampiran 29 Lampiran 30 Data analisis multiple linear regression kekerasan terhadap proporsi fraksi protein Hasil analisis multiple linear regression kekerasan terhadap proporsi fraksi protein Lampiran 30a Sampel curd CaSO 4.2H 2 O Lampiran 30b Sampel curd CH 3 COOH Lampiran 30c Sampel curd keseluruhan Lampiran 31 Hubungan Rf dengan log BM Lampiran 31a Sampel tepung kedelai Lampiran 31b Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.015N Lampiran 31c Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.030N Lampiran 31d Sampel curd CaSO 4.2H 2 O-0.045N Lampiran 31e Sampel curd CH 3 COOH-0.015N Lampiran 31f Sampel curd CH 3 COOH-0.030N Lampiran 31g Sampel curd CH 3 COOH-0.045N x

17 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Preferensi konsumen terhadap suatu produk pangan tidak hanya ditentukan melalui kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Bentuk, rasa dan mouthfeel yang baik seringkali menjadi faktor utama yang berperan dalam penerimaan konsumen, sehingga yang terjadi saat ini adalah upaya peningkatkan kualitas produk pangan dari segi organoleptiknya tanpa melupakan kandungan gizi produk tersebut. Hal inilah yang mendorong dilakukannya berbagai penelitian ilmiah dalam bidang rekayasa pangan. Upaya peningkatan mutu organoleptik produk pangan juga terjadi pada berbagai produk yang menggunakan kacang-kacangan sebagai bahan baku maupun bahan penyusunnya. Melalui pemanfaatan kacang-kacangan, seringkali diperoleh produk akhir dengan karakteristik yang unik. Hal ini didukung oleh fakta bahwa kacang-kacangan mengandung protein yang tinggi sehingga mampu memberikan sifat fungsional yang dapat memperbaiki karakteristik produk pangan yang diinginkan secara organoleptik. Salah satu sifat fungsional protein kacang-kacangan yang sering dimanfaatkan untuk menghasilkan karakteristik organoleptik tertentu adalah sifat gelasi protein melalui penambahan koagulan, yang prosesnya dikenal sebagai koagulasi protein. Di Indonesia, produk yang paling umum memanfaatkan koagulasi protein kacang-kacangan adalah tahu. Pada dasarnya, produk ini memanfaatkan kemampuan koagulasi protein kacang-kacangan untuk membentuk struktur curd-nya, yaitu matriks yang komponennya terdiri atas protein yang terekstrak disamping komponen air, mineral, dan vitamin. Fenomena koagulasi protein kacang-kacangan menjadi gumpalan yang disebut curd menjadi bagian penting dalam proses pengolahan produk seperti tahu. Curd yang terbentuk akan menentukan mutu akhir dari produk yang dihasilkan, dan secara tidak langsung akan mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk tersebut. Pada produk tahu sendiri, dikenal berbagai jenis tahu dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda mulai dari tahu sangat keras (extra firm tofu) hingga yang paling lembut (silken tofu).

18 Koagulan dalam hal ini, memberikan peran yang dominan terhadap karakteristik curd yang dihasilkan. Perbedaan dalam penggunaan jenis koagulan dengan konsentrasi tertentu akan memberikan variasi pembentukan curd, baik dalam hal kekerasan, mouthfeel maupun komponen proteinnya. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk dengan karakteristik organoleptik yang seragam diperlukan pengetahuan mengenai penggunaan koagulan serta sifat-sifat organoleptik yang dihasilkan, khususnya tekstur. Pada tingkat molekuler, perubahan tekstur dapat diduga karena adanya perubahan komposisi protein dalam curd. Penggunaan koagulan yang berbeda dalam hal jenis dan konsentrasinya akan mengendapkan fraksi protein tertentu, sehingga mampu mengikat komponen lain pembentuk tekstur curd. Akibat fraksi protein yang berbeda-beda ini akan dihasilkan sensasi tekstur produk yang berbeda pula selama berada di dalam mulut (mouthfeel). Mekanisme koagulasi protein dalam menghasilkan sensasi tekstur tertentu melalui koagulasi fraksi protein belum banyak diteliti, meskipun hal ini penting dalam upaya memperoleh produk pangan yang konsisten secara organoleptik. Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh korelasi yang spesifik antara pengaruh penggunaan koagulan dengan koagulasi fraksi protein. Selain itu diharapkan akan diperoleh pula hubungan antara fraksi endapan protein yang terbentuk dengan pengaruhnya terhadap tekstur yang dihasilkan secara objektif dan subjektif, sehingga akan bermanfaat bagi proses pembuatan produk-produk berbasis curd. B. TUJUAN Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik koagulasi protein dan hubungannya dengan tekstur curd yang dihasilkan. Secara khusus, tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Memperoleh standar operasional prosedur untuk proses produksi curd pada skala laboratorium. 2. Mempelajari pengaruh jenis dan konsentrasi koagulan terhadap profil koagulasi protein serta pola elektroforesis protein terkoagulasi yang muncul. 2

19 3. Mempelajari tekstur curd yang dihasilkan secara objektif serta sensasi subjektif yang timbul melalui penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan. 4. Mempelajari korelasi antara fraksi protein yang terkoagulasi dengan tekstur curd, khususnya kekerasan, yang dihasilkan. C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah memberikan dasar ilmiah dalam proses rekayasa pangan, khususnya dalam teknik pembuatan produk pangan berbasis curd. 3

20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI Kedelai merupakan tanaman kacang-kacangan yang termasuk dalam famili Leguminosa, sub famili Papillionaceae dan genus Glycine L. Struktur biji kedelai terdiri atas 3 bagian utama, yaitu kulit biji, keping biji (kotiledon) dan hipokotil (Wolf dan Cowan, 1971). Struktur biji kedelai secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur biji kedelai (Anonim a, 2009) Penampakan fisik kedelai memiliki keragaman yang cukup luas. Warna, ukuran, bentuk biji, sifat fisik maupun sifat kimia kacang kedelai sangat bervariasi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor varietas dan keadaan lingkungan tanamnya (Smith dan Circle, 1977). Menurut Saidu (2005), seluruh bagian kedelai termasuk daun, batang dan bijinya dapat dimanfaatkan untuk pangan, obat dan pakan. Bagian keping biji (kotiledon) merupakan bagian yang paling umum untuk diolah menjadi berbagai produk olahan pangan. Hal ini disebabkan oleh komposisi yang tinggi pada kandungan protein dan lemaknya (Wolf dan Cowan, 1971).

21 1. Komposisi Kimia Kedelai Kedelai mengandung jumlah protein yang bervariasi antara 38% hingga 49% (Saidu, 2005). Menurut Liu (1997), protein kedelai mengandung asam amino essensial yang lengkap dengan methionin sebagai asam amino pembatas. Leusin, isoleusin, lisin dan valin merupakan asam amino yang paling tinggi yang terkandung di dalam kedelai. Kadar protein kedelai yang tinggi menjadikan tanaman ini memiliki kualitas yang sama dengan protein hewani. Kandungan lemak dalam kedelai adalah sekitar 18% dan sebanyak 85% bagian lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh yang tinggi akan kandungan asam linoleat dan asam linolenat (Saidu, 2005). Kandungan asam lemak lainnya dalam kedelai antara lain asam oleat (23%), asam palmitat (16%) serta asam stearat dan arachidat (2%) (Saidu, 2005; Syarief dan Irawati, 1988). Sebagian besar asam lemak dalam kedelai beserta turunannya merupakan asam lemak tak jenuh, sehingga mudah sekali teroksidasi (Penalvo et al.,2004 yang dikutip oleh Saidu, 2005) Kandungan karbohidrat dalam kedelai sekitar 30% yang terdiri dari 15% karbohidrat tak dapat larut (insoluble carbohydrate) dan 15% karbohidrat yang dapat larut (soluble carbohydrate). Selain itu kedelai juga memiliki kandungan isoflavone dan zat anti-nutrisi seperti saponin, fosfolipid, protease inhibitor, fitat dan tripsin inhibitor (Saidu, 2005). Komposisi kimia bagian bji kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kedelai dan bagian-bagiannya. Bagian Kedelai Porsi Keseluruhan (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Keseluruhan Kotiledon Kulit Hipokotil Sumber: Wolf dan Cowan (1971) 5

22 Vitamin-vitamin yang terdapat dalam kacang kedelai antara lain vitamin A, vitamin B, terutama niacin, ribovlafin, dan thiamin, vitamin D,E dan K. Sedangkan mineral yang dikandungnya antara lain Ca, P, Fe, Na, K dan yang terdapat dalam jumlah kecil Mg, Mn, Zn, Co, Cu, Se, dan F (Smith dan Circle, 1977) 2. Protein Kedelai Protein merupakan komponen kimia tertinggi yang terkandung dalam kacang kedelai. Kandungan protein kacang kedelai didominasi oleh 85% sampai 95% globulin serta sisanya adalah albumin, proteosa, prolamin, dan glutelin (Wolf, 1977). Kandungan protein yang tinggi menyebabkan protein memiliki peran yang penting dalam memberikan sifat-sifat fungsional yang khas. Menurut Wolf dan Cowan (1971), protein kedelai terdiri dari campuran komponen-komponen yang mempunyai berat molekul 8 sampai 600 kilo Dalton. Melalui ultrasentrifugasi, protein kedelai dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yaitu protein 2S, 7S, 11S, dan 15S. Protein kedelai juga dapat digolongkan ke dalam 4 fraksi berdasarkan kelarutannya, yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin (larut dalam alkohol 70%) dan glutelin (larut dalam basa encer) (Belitz dan Grosch, 1999). Globulin merupakan protein terpenting pada kedelai. Protein ini tidak larut dalam air di sekitar titik isoelektriknya, tetapi akan segera larut dengan penambahan garam seperti natrium klorida atau kalsium klorida. Globulin larut dalam larutan garam encer pada ph di atas atau di bawah titik isoelektriknya (Pearson, 1983). Protein 7S dan 11S merupakan dua protein utama yang menyusun globulin dengan jumlah masing-masing sekitar 18.5% dan 31% dari total protein kedelai (Wolf dan Cowan, 1971). Baik globulin 7S maupun globulin 11S terdiri atas subunit-subunit protein. Glycinin atau protein 11 S tersusun atas polipeptida asam dan basa yang saling dihubungkan oleh ikatan 6

23 disulfida. -conglycinin atau protein 7S, merupakan protein dengan struktur trimer yang terdiri atas 3 tipe subunit (, dan ) (Liu et al., 2008) Glycinin merupakan protein heksamer (AB) 6 dengan berat molekul berkisar kd. Subunit-subunit glycinin terdiri atas polipeptida asam (A) dan polipeptida basa (B) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida (Blazek, 2008). Polipeptida asam glycinin memiliki berat molekul sekitar 35 kd, sedangkan polipetida basanya memiliki berat molekul sekitar 20 kd (Mujoo et al., 2003). -conglycinin merupakan protein trimer yang tersusun atas 3 subunit, yaitu, dan. Subunit memiliki berat molekul sekitar 72 kd, sedangkan dan memiliki berat molekul masing-masing sekitar 68 dan 52 kd (Mujoo et al., 2003). Kombinasi subunit-subunit tersebut memberikan berat molekul sekitar 180 kd tergantung dari subunit penyusunnya (Blazek, 2008). Menurut Lewis dan Chen (1978) -conglycinin merupakan glikoprotein yang mengandung % karbohidrat. Jenis gula yang terdapat dalam protein ini adalah manosa dan glukosamin. 3. Gelasi Protein Kedelai Menurut Liu et al. (2008), protein kedelai memiliki banyak sifat fungsional yang telah dipelajari dengan sangat luas. Sifat fungsional itu diantaranya adalah kemampuan larut, kemudahan terdenaturasi oleh panas, kemampuan membentuk gel, emulsifier, kemampuan membentuk busa, kemampuan mengikat air (water holding capacity), pembentuk karakteristik struktur, sifat reologi, dan kemampuan membentuk tekstur. Karakteristik mutu suatu produk pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness, ditentukan melalui kapasitas gelasi protein. Gel dapat bervariasi dalam hal sifat reologinya yaitu kekerasan, kelengketan, kohesivitas, dan adhesivitas. Dalam hal ini, protein sering digunakan untuk menghasilkan sifat tekstur tertentu melalui fenomena gelasi protein. Sifat unik dari gel protein adalah bentuknya yang padat tetapi memiliki karakteristik seperti cairan (Zayas, 1997). 7

24 Sifat gelasi protein berhubungan dengan agregasi protein. Gelasi protein terjadi ketika protein beragregasi membentuk jaringan (Tay et al., 2005). Menurut Schmidt (1981) yang dikutip oleh Zayas (1997), gelasi protein adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven setimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Agregasi protein sendiri menurut Tay et al. (2005) dapat terjadi melalui proses pemanasan, pengaturan ph atau pengaturan kekuatan ionik dalam larutan protein. Gel terbentuk ketika protein yang strukturnya terbuka sebagian (unfold) terurai menjadi segmen-segmen polipeptida yang kemudian berinteraksi pada titik tertentu untuk membentuk jaringan ikatan silang tiga dimensi. Protein dengan struktur unfold, dimana struktur sekundernya mengalami perubahan, diperlukan pada proses gelasi protein. Perubahan ini dapat terjadi melalui perlakuan panas, asam, alkali dan urea (Zayas, 1997). Menurut Zayas (1997), pada proses pembentukan gel, transisi dari bentuk alami menjadi bentuk terdenaturasi merupakan prekursor penting dalam interaksi protein-protein. Jaringan gel baru akan terbentuk setelah sebagian protein mengalami denaturasi. Pembentukan gel protein merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ionik dan hidrofobik, ikatan Van der Waals, dan ikatan kovalen disulfida. Sifat gelasi protein kedelai sering dihubungkan dengan keberadaan protein 7S dan 11S yang merupakan penyusun utama protein globulin kedelai. Kandungan protein 11S dan rasio 11S/7S dilaporkan memberikan korelasi positif terhadap kekerasan gel dari protein kedelai (Mujoo, 2003). Menurut Corredig (2006), gel yang diperoleh dari isolasi glycinin (11S) memberikan karakter gel yang lebih keras dibandingkan gel yang diperoleh dari -conglycinin, dan struktur jaringan yang terbentuk memiliki perbedaan antar keduanya, tergantung dari komposisi protein. Blazek (2008) melaporkan bahwa rasio 11S/7S mempengaruhi karakter kekerasan dan elastisitas gel. Glycinin berkontribusi terhadap peningkatan kekerasan dan kekokohan gel, sedangkan -conglycinin memberikan pengaruh terhadap elastisitas gel yang dihasilkan. 8

25 4. Curd Kedelai Curd adalah produk hasil penggumpalan protein dalam larutan susu. Curd kedelai diperoleh dengan terlebih dahulu mengekstrak protein kacang kedelai, kemudian mengendapkannya dengan menggunakan koagulan. Pembentukan curd merupakan fenomena yang memanfaatkan sifat fungsional protein kedelai, yaitu sifat gelasi protein. Gel dari protein kedelai ini, atau yang dikenal sebagai curd, memiliki kemampuan untuk membentuk matriks yang mampu menahan air, lemak, polisakarida, flavor dan komponen lainnya (Zayas, 1997). Secara komersial, produk curd kedelai dikenal sebagai tahu. Tahapan pembuatan tahu terdiri atas dua tahap utama, yaitu pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi (penggumpalan) susu kedelai, sehingga terbentuk curd yang selanjutnya dipress membentuk tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kedelai yang akan dibuat susu terlebih dahulu direndam dalam air bersih dengan tujuan untuk melunakkan struktur seluler kedelai sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan serta menghasilkan ekstrak optimum. Lamanya perendaman perlu diperhatikan, karena perendaman yang terlalu singkat akan membuat biji kedelai sulit pecah ketika penggilingan, sedangkan bila terlalu lama akan terjadi pembentukan busa pada permukaan air rendaman akibat fermentasi kedelai (Subardjo et al., 1987). Kedelai yang telah direndam kemudian digiling hingga menghasilkan bubur kedelai. Penggilingan kedelai ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas ekstraksi kedelai selama pemasakan. Selanjutnya, bubur kedelai disaring dan dimasak pada suhu mendidih. Literatur lain (Supriatna, 2005) menyebutkan bahwa untuk menghasilkan sari kedelai yang optimal dari segi kualitas dan kuantitasnya, bubur kedelai terlebih dahulu dimasak sebelum akhirnya disaring. Menurut Liu et al.(2004), pemanasan optimal dalam pembuatan susu kedelai dilakukan selama 3-10 menit setelah mendidih yang tujuannya untuk mengekstrak protein kedelai dan mendenaturasi protein serta memudahkan proses koagulasi. Fungsi lain dari pemanasan dalam pembuatan susu kedelai menurut Koswara (1992) adalah mengurangi bau langu, 9

26 menginaktifasi antitripsin, meningkatkan daya cerna dan menambah daya awet produk. Proses selanjutnya adalah penggumpalan protein susu kedelai dengan bantuan bahan penggumpal. Proses penggumpalan dilakukan pada suhu tertentu, tergantung pada jenis koagulan yang dipakai. Gumpalan protein kedelai ini selanjutnya dipress dan dicetak. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), untuk mendapatkan hasil yang baik pengepressan dilakukan pada tekanan sebesar psi selama menit. Menurut Obatolu (2007), kualitas pembentukan tahu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu mutu kedelai, kondisi pengadukan, koagulan serta penekanan yang diberikan pada curd. Perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70 hingga 90% dan kandungan protein 5 hingga 16% berdasarkan berat basah (Blazek, 2008). Obatolu (2007) melaporkan bahwa perbedaan karakteristik tekstur, khususnya kekerasan, dapat dihubungkan dengan kandungan air di dalam tahu. Tahu dengan kekerasan tinggi memiliki kemampuan menahan air (WHC) yang rendah. Hal ini disebabkan oleh pembentukan matriks curd yang lebih rapat sehingga menurunkan kemampuannya dalam menahan air. Sebaliknya tahu yang lunak memiliki matriks yang renggang sehingga air dapat terperangkap dalam jumlah yang lebih banyak. Tahu yang lunak memiliki kandungan air yang tinggi yaitu antara 84 hingga 90%. Tahu dengan kandungan air yang tinggi secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar. B. KOAGULASI Koagulasi dan gelasi merupakan sifat fungsional protein pangan yang penting yang memberikan kontribusi terhadap mouthfeel dan tekstur dari berbagai sistem pangan. Koagulasi didefinisikan sebagai interaksi acak molekul-molekul protein yang menyebabkan pembentukan agregat-agregat protein baik bersifat 10

27 larut ataupun tidak larut (Meng et al., 2002). Koagulasi dapat terjadi melalui penambahan bahan penggumpal protein (koagulan). Koagulasi susu kedelai merupakan langkah yang paling penting dalam proses pembuatan curd sekaligus menjadi tahapan paling sulit untuk dikendalikan karena merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai variabel (Prabhakaran et al., 2006; Blazek, 2008). Penggunaan jenis maupun konsentrasi koagulan yang berbeda akan mempengaruhi rendemen, sifat tekstur dan flavor curd yang berbeda pula (Blazek, 2008; Mujoo, 2003). Menurut Obatolu (2007), proses koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara jenis kedelai, suhu pemasakan susu kedelai, volume, kandungan padatan, ph, jenis dan jumlah koagulan serta waktu koagulasi. Menurut Blazek (2008), kurangnya jumlah koagulan yang digunakan untuk koagulasi akan menyebabkan pengendapan protein menjadi tidak sempurna serta menyulitkan proses pemisahan whey dan curd. Jumlah koagulan yang kurang juga akan menghasilkan pembentukan struktur matriks curd yang renggang karena tidak sempurnanya pengendapan, akibatnya curd yang terbentuk terlalu lunak (Obatolu, 2007). Sebaliknya, kelebihan jumlah koagulan akan membuat tekstur curd kedelai menjadi keras dan mengurangi palatabilitas. Perbedaan jenis koagulan yang digunakan akan menghasilkan perbedaan kandungan air di dalam curd. Hal ini disebabkan karena pembentukan struktur jaringan gel oleh koagulan dipengaruhi oleh perbedaan kekuatan anion dan kation terhadap kemampuan pengikatan air (WHC) dalam gel protein kedelai. Oleh karena itu, konsentrasi koagulan dan jenis anion ini mempengaruhi kekerasan curd yang dihasilkan (Prabhakaran, 2006). Rendemen pembentukan curd juga dipengaruhi oleh penggunaan koagulan. Semakin lambat kemampuan koagulan dalam mengkoagulasi susu akan memberikan rendemen curd yang lebih baik karena agregat protein akan memerangkap air lebih banyak di dalam curd. Sebaliknya, koagulan yang mengkoagulasikan protein lebih cepat, kurang memerangkap air sehingga curd yang dihasilkan lebih sedikit (Obatolu, 2007). Peningkatan temperatur koagulasi dan kecepatan pengadukan sesaat setelah penambahan koagulan juga akan 11

28 menurunkan rendemen curd dan mempengaruhi kekerasan curd yang terbentuk (Blazek, 2008). Menurut Shurtleff dan Aoyogi (1984), bahan penggumpal protein kedelai dalam pembuatan tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1) golongan garam klorida atau nigari; 2) golongan garam sulfat; 3) golongan lakton; dan 4) golongan asam. Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa contoh koagulan penggumpal protein kedelai Golongan Garam klorida (nigari) Garam sulfat Lakton Asam Contoh yang umum dipakai MgCl 2.6H 2 O, air laut, CaCl 2, CaCl 2.2H 2 O CaSO 4. 2H 2 O dan MgSO 4.7H 2 O C 6 H 10 O 6 (glukono--lakton) Asam laktat, asam asetat, sari buah jeruk Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Garam sulfat merupakan golongan koagulan yang paling umum digunakan dalam pembuatan curd protein kedelai. Koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam susu kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff dan Aoyogi, 1984). Koagulan sulfat mengkoagulasi protein kedelai dengan cara membentuk jembatan antar molekul protein dan meningkatkan ikatan silang polimer sehingga terjadi agregasi protein (Obatolu, 2007). Ilustrasi mekanisme koagulasi dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL dapat dilihat pada Gambar 2. Pengendapan menggunakan koagulan asam akan menurunkan ph sistem dan memungkinkan agregasi protein terjadi (Obatolu, 2007). Melalui proses pemanasan susu kedelai, sebagai prasyarat terbentuknya gel, struktur molekul protein kedelai akan terbuka (unfold), akibatnya ikatan hidrogen (-SH), ikatan disulfida (S-S), dan sisi rantai asam amino hidrofobik akan terekspos. Selanjutnya, dengan penambahan koagulan, misalnya koagulan asam, muatan negatif molekul protein akan berkurang akibat protonasi COO - pada residu asam amino. Sebagai akibatnya, molekul-molekul protein akan cenderung saling mendekat karena memiliki muatan yang sama. Keadaan ini membuat ikatan 12

29 hidrogen (-SH), ikatan disulfida (S-S) serta interaksi hidrofobik terjadi secara intermolekul. Reaksi ini memfasilitasi terjadinya agregasi protein membentuk struktur jaringan tiga dimensi gel curd (Liu et al., 2004). Gambar 2. Mekanisme gelasi protein dengan koagulan kalsium sulfat dan GDL (Kohyama et al., 1995) C. TEKNIK ELEKTROFORESIS DALAM ANALISIS PROTEIN Elektroforesis didefinisikan sebagai migrasi molekul atau partikel bermuatan di dalam larutan atau medium melalui pengaruh medan listrik (Nielsen, 2003). Migrasi partikel bermuatan tersebut dapat terjadi karena perbedaan muatan total, ukuran dan bentuk partikel (Pomeranz dan Meloan, 1994). Metode analisis elektroforesis protein merupakan metode analisis yang memisahkan molekul protein berdasarkan berat molekulnya (Bolag dan Edelstein, 1991). Teknik elektroforesis telah banyak digunakan dalam analisis protein untuk menentukan tingkat kemurnian sampel, berat molekul, maupun titik isoelektrik (Copeland, 1994). Selain itu, teknik elektroforesis juga sering digunakan untuk menentukan komposisi protein dari suatu produk pangan (Nielsen, 2003). Pemisahan protein berdasarkan muatannya tergantung pada karakter asam dan basa protein. Hal ini ditentukan oleh jumlah dan jenis rantai samping (gugus R) yang dapat terionisasi dalam rantai polipeptida serta ph lingkungan. Pada ph lingkungan yang lebih besar daripada ph isoelektriknya (pi), protein akan memiliki muatan negatif sehingga migrasi protein akan menuju anoda yang bermuatan positif. Sebaliknya, bila ph lingkungan di bawah pi, muatan protein 13

30 menjadi positif yang membuatnya akan bermigrasi menuju katoda yang bermuatan negatif (Autran, 1996). Hal inilah yang menjadi dasar pemisahan protein dengan elektroforesis. Metode elektroforesis protein yang paling umum dan banyak dilakukan adalah SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis). SDS-PAGE merupakan teknik elektroforesis dalam sistem buffer diskontinyu yang menggunakan dua tipe gel sebagai medianya, yaitu stacking gel dan separating gel. Sistem buffer yang diskontinyu membuat sampel terkonsentrasi dalam stacking gel sehingga menghasilkan resolusi yang lebih baik ketika pemisahan protein terjadi di separating gel (Garfin, 1990). Gel poliakrilamid dibentuk dari hasil ko-polimerisasi monomer akrilamid (CH 2 =CH-CO-NH 2 ) dengan bantuan senyawa yang bertindak sebagai crosslinking agent yaitu N,N -metilen-bisakrilamid (CH2=CH-CO-NH-CH2-NH-CO- CH=CH2). Mekanisme polimerisasi akrilamid tersebut dikatalisis oleh TEMED (tetrametietilendiamin) dan APS (amonium persulfat). TEMED akan menyebabkan pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat yang mengakibatkan reaksi pembentukan akrilamid aktif. Akrilamid aktif ini akan bereaksi dengan akrilamid lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. Hasil dari polimerisasi ini adalah terbentuknya gel dengan struktur jala dari rantai akrilamid. Ukuran pori dan jala gel tersebut ditentukan oleh jumlah akrilamid yang digunakan per unit volumenya dan derajat ikatan silangnya (Garfin, 1990; Autran, 1996). Sodium dodecyl sulfate (SDS) adalah detergen anionik yang paling umum digunakan dalam elektroforesis. SDS memiliki dua fungsi, yaitu : (1) untuk memisahkan protein-protein yang beragregasi, hidrofobik, atau memiliki kelarutan yang rendah, seperti membran protein; dan (2) memisahkan protein berdasarkan bentuk, ukuran dan berat molekulnya. SDS menyelimuti protein dengan muatan negatif serta mengikat protein dengan rasio yang konstan, yaitu 1.4 g SDS per gram polipeptida (Garfin, 1990; Autran, 1996). Interaksi SDS dengan protein akan merusak seluruh ikatan non-kovalen protein sehingga struktur protein akan terbuka. Selanjutnya, penggunaan reducing agent seperti 2-merkaptoetanol atau ditiothreitol akan membantu mendenaturasi 14

31 protein melalui pemutusan ikatan disulfida pada protein sehingga memecahnya menjadi subunit-subunit protein. Akibatnya, mobilitas elektroforetik dari kompleks detergen-polipeptida hanya merupakan fungsi dari berat molekul protein (Garfin, 1990). D. TEKSTUR Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan oleh konsumen selain flavor dan penampakan. Menurut Smith (2004), tekstur menjadi faktor kunci penerimaan konsumen atas produk pangan. Bourne (2002), yang dikutip oleh Smith (2004), mendefinisikan sifat tekstur produk pangan sebagai sekelompok karakteristik fisik yang: (1) diperoleh dari elemen struktural produk pangan, (2) dipersepsikan oleh indera peraba, (3) berhubungan dengan deformasi, disintegrasi, dan gaya yang diberikan serta (4) diukur secara objektif sebagai fungsi dari massa, waktu dan jarak. Persepsi manusia terhadap tekstur tidak hanya ditentukan ketika produk pangan berada di dalam mulut. Faktor lain seperti penampakan dan pengaruh indera pendengaran juga memberikan persepsi tentang tekstur suatu produk (Kilcast, 2004). Skema persepsi manusia terhadap kualitas suatu produk pangan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Diagram skematik dari persepsi indera manusia terhadap produk pangan (Kilcast, 2004) 15

32 Persepsi tekstur yang diterima oleh manusia melalui indera peraba dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: somesthesis (secara taktil) yang merupakan respon yang diperoleh manusia melalui sentuhan dari kulit, dan kinesthesis yaitu respon yang diterima melalui aktivitas otot dan tendon. Stimulus sentuhan dapat dilakukan melalui pengujian produk pangan menggunakan tangan dan jari sedangkan kontak oral (kinesthesis) diperoleh melalui pengujian di dalam mulut akibat aktivitas bibir, lidah, langit-langit mulut dan gigi (Kilcast, 1999). Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik menggunakan indera manusia ataupun secara instrumen menggunakan alat. Analisis tekstur secara organoleptik memberikan hasil yang subjektif dan beragam, tergantung pada penilaian yang diberikan oleh panelis dalam pengujian. Sebaliknya, analisis secara instrumen akan memberikan hasil yang lebih akurat karena bersifat objektif (Peleg, 1983). Menurut Smewing (1999), analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro System TA-XT2i Texture Analyser. Menurut Scott-Blair (1958) yang dikutip Rosenthal (1999) teknik instrumental untuk pengukuran tekstur pangan dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu : (1) pengukuran empiris, yaitu metode yang mengukur atribut mekanik produk dengan mengkombinasikan beberapa tipe prinsip pengujian seperti penetrasi, kompresi, pemotongan, dan sebagainya; (2) pengukuran imitatif, yaitu metode pengukuran yang didesain dengan mengimitasi proses pengunyahan makanan di dalam mulut manusia. Dalam hal ini Texture Profile Analysis (TPA) merupakan metode yang paling umum dipakai; (3) pengukuran fundamental, yaitu metode yang mengukur atribut reologi atau fisik seperti viskositas atau modulus elastis. Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian objektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah atau menggigit makanan (Larmond, 1976). Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai two-bite test. Larmond (1976), menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA merupakan analisis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis akan 16

33 diperoleh nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat diukur menggunakan TPA meliputi hardness, fracturability, springiness, cohesiveness, adhesiveness, gumminess dan chewiness. Definisi parameterparameter dari grafik TPA tersebut beserta cara perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 4. Tabel 3. Definisi parameter tekstur dari grafik TPA Parameter Hardness/ firmness Fracturability/ brittleness Adhesiveness Springiness/ elasticity Cohesiveness Gumminess Chewiness Definisi Gaya yang diberikan hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek menjadi patah (break/fracture). Fracturability sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness. Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang timbul diantara permukaan objek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara objek dengan benda tersebut Laju suatu objek untuk kembali kebentuk semula setelah terjadi perubahan bentuk (deformasi) Kekuatan dari ikatan-ikatan yang berada di dalam objek yang menyusun bentuk objek Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Gumminess berhubungan dengan hardness dan cohesiveness Tenaga yang dibutuhkan untuk mengunyah (menghancurkan) pangan padat menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Chewiness berhubungan dengan hardness, cohesiveness dan elasticity Sumber : DeMan (1985) Nilai dari beberapa parameter tekstur TPA dapat langsung ditentukan dari grafik yang dihasilkan. Namun terdapat pula beberapa parameter yang nilainya bergantung pada parameter lain. Parameter tersebut yaitu gumminess dan chewiness. Gumminess merupakan hasil perkalian antara hardness dan 17

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI. 1. Komposisi Kimia Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI. 1. Komposisi Kimia Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI Kedelai merupakan tanaman kacang-kacangan yang termasuk dalam famili Leguminosa, subfamili Papilionidae, genus Glycine dan spesies max, sehingga nama latinnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penentuan Kondisi Optimum Koagulasi Glucono δ Lactone (GDL) merupakan jenis koagulan yang biasanya digunakan pada pembuatan tahu sutera (silken tofu),

Lebih terperinci

SKRIPSI YOGI KARSONO F

SKRIPSI YOGI KARSONO F PENGARUH UMUR KOAGULAN WHEY TAHU DAN SUHU AWAL PROSES KOAGULASI TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI DAN MUTU TEKSTUR CURD KEDELAI (Glycine max) SKRIPSI YOGI KARSONO F 24060109 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROTEIN DALAM SISTEM PANGAN Protein merupakan polimer yang disusun oleh asam amino, dengan jumlah yang lebih banyak dari peptida (2-50 asam amino), bahkan mencapai ratusan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 CURD DAN TAHU Gelasi Protein

II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 CURD DAN TAHU Gelasi Protein II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 CURD DAN TAHU Curd adalah hasil penggumpalan protein melalui penambahan bahan penggumpal (koagulan). Proses pembentukan curd dibutuhkan dalam proses pembuatan beberapa produk pangan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max Merr)

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN GDL

PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN GDL PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN GDL (Glucono δ Lactone) DAN SUHU AWAL KOAGULASI TERHADAP POLA ELEKTROFORESIS PROTEIN TERKOAGULASI SERTA KORELASINYA TERHADAP MUTU TEKSTUR CURD KEDELAI (Glycine max) SKRIPSI

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT Oleh NANDA HADITTAMA F24050806 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 UJI KELARUTAN PROTEIN DALAM LARUTAN BASA Uji kelarutan protein dalam larutan basa mengikuti metode uji KOH Protein Solubility (KOH PS). Kelarutan protein dalam larutan 0,2%

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN CaSO SUHU TERHADAP PROSES KOAGULASI PROTEIN DAN TEKSTUR CURD SKRIPSI DITA ADI SEPTIANITA F

PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN CaSO SUHU TERHADAP PROSES KOAGULASI PROTEIN DAN TEKSTUR CURD SKRIPSI DITA ADI SEPTIANITA F PENGARUH KONSENTRASI KOAGULAN CaSO 4.2H 2 O DAN SUHU TERHADAP PROSES KOAGULASI PROTEIN DAN TEKSTUR CURD SKRIPSI DITA ADI SEPTIANITA F 24053053 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI II. TINJAUAN PUSTAKA A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI Salah satu bentuk protein kedelai yang banyak digunakan di industri adalah isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

PEMBUATAN TAUWA KACANG HIJAU DENGAN PENGGUMPAL GLUCONO DELTA LACTONE (GDL)

PEMBUATAN TAUWA KACANG HIJAU DENGAN PENGGUMPAL GLUCONO DELTA LACTONE (GDL) PEMBUATAN TAUWA KACANG HIJAU DENGAN PENGGUMPAL GLUCONO DELTA LACTONE (GDL) SKRIPSI Oleh : IWAN FERDIANA NPM : 0333010054 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KEDELAI 1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 EKSTRAKSI DAN KOAGULASI PROTEIN KEDELAI Bahan baku curd tahu adalah sari kedelai hasil ekstraksi kedelai kering yang telah direndam selama 6 jam. Setiap batch pembuatan

Lebih terperinci

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting

merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh pembangun, dan zat pengatur dalam tubuh (Diana, 2009). Protein sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Protein merupakan zat yang sangat penting bagi setiap organisme serta merupakan komponen terbesar dari semua sel hidup. Protein dalam tubuh berfungsi sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK NAMA NIM KEL.PRAKTIKUM/KELAS JUDUL ASISTEN DOSEN PEMBIMBING : : : : : : HASTI RIZKY WAHYUNI 08121006019 VII / A (GANJIL) UJI PROTEIN DINDA FARRAH DIBA 1. Dr. rer.nat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa

STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU. Ria Mariana Mustafa STUDI EFEKTIVITAS BAHAN PENGAWET ALAMI DALAM PENGAWETAN TAHU Ria Mariana Mustafa PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN RIA MARIANA

Lebih terperinci

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea)

ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) ldentlflkasl ENZIM EIPOKSIGENASE DARl BEBERAPW VARlETAS KACANG TANAW (Arachis hypogaea) Oleh ASWATI ELIANA 1989 FAKULTAS TEKWOLOOI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.

4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan. 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Jelly drink rosela-sirsak dibuat dari beberapa bahan, yaitu ekstrak rosela, ekstrak sirsak, gula pasir, karagenan, dan air. Tekstur yang diinginkan pada jelly drink adalah mantap

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) SKRIPSI OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Oleh ARDI RAMDHANI F24050572 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan Penelitian, Kerangka pemikiran, Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI KAJIAN PENAMBAHAN NaCl DAN TEPUNG TAPIOKA PADA PEMBUATAN KAMABOKO IKAN MUJAIR SKRIPSI Oleh : Indah Asriningrum 0333010052 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Bahan baku yang digunakan yaitu kacang kedelai (Glycine max) dari koperasi produsen tahu PT. Diazara Tresna, Bogor (Koperasi Produsen Tahu Tempe

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kedelai impor yang diperoleh dari KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) dan koagulan GDL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. Protein adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangsungan hidup manusia sangat dipengaruhi oleh unsur atau keadaan gizi yang seimbang. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 41 tahun

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim

Fraksinasi merupakan langkah awal untuk melakukan proses purifikasi. Prinsip fraksinasi menggunakan liquid IEF BioRad Rotofor yakni memisahkan enzim PEMBAHASAN Abomasum merupakan bagian dari lambung ruminansia yang memiliki kemampuan metabolisme enzimatis. Abomasum dijadikan sebagai bahan baku utama penghasil rennet karena didasarkan pada sel-sel penghasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan

PROTEIN. Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan PROTEIN Yosfi Rahmi Ilmu Bahan Makanan 2-2015 Contents Definition Struktur Protein Asam amino Ikatan Peptida Klasifikasi protein Sifat fisikokimia Denaturasi protein Definition Protein adalah sumber asam-asam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mempelajari karakter protein IgG dari kolostrum sapi yang divaksin dengan vaksin AI H5N1. Standar yang digunakan sebagai pembanding pada penghitungan ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cake beras ketan hitam merupakan salah satu produk bakery dan tergolong sponge cake jika ditinjau dari proses pengolahannya. Cake beras ketan hitam memiliki karakteristik

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA

RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA RANCANGAN PROSES PENGOLAHAN TAHU DENGAN ClTA RASA SEBAGAI DASAR DALAM PERENCANAAN RANCANGAN PABRIK TAHU ClTA RASA Ole h IMAM ROSYADI F 24. 1455 1991 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

PEMBUATAN YOGHURT SUSU KECAMBAH KACANG HIJAU

PEMBUATAN YOGHURT SUSU KECAMBAH KACANG HIJAU PEMBUATAN YOGHURT SUSU KECAMBAH KACANG HIJAU Skripsi Oleh : BERNANDA YULIASANJAYA NPM : 0333010049 PROGDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Bakteri Acetobacter xylinum Kedudukan taksonomi bakteri Acetobacter xylinum menurut Holt & Hendrick (1994) adalah sebagai berikut : Divisio Klass Ordo Subordo Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056

KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM. Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 KARAKTERISASI MUTU FISIKA KIMIA GELATIN KULIT IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.) HASIL PROSES PERLAKUAN ASAM Oleh : Ima Hani Setiawati C34104056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE. Skripsi PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG UDANG SEBAGAI MATRIKS PENYANGGA PADA IMOBILISASI ENZIM PROTEASE Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Setting Texture Analyser Texture analyser yang digunakan adalah texture analyser Stable microsistem TA-XT Plus. Plunger/probe yang digunakan adalah silinder plat berdiameter

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT DAN LAMA PERENDAMAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP MUTU TAHU

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT DAN LAMA PERENDAMAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP MUTU TAHU PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT DAN LAMA PERENDAMAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP MUTU TAHU Sanggam Dera Rosa Tampubolon Staf Pengajar Kopertis Wil.I dpk Fak Pertanian UNIKA St. Thomas ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK. Oleh : VERAWATY F

SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK. Oleh : VERAWATY F SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK Oleh : VERAWATY F24104109 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Verawaty. F24104109. Pemetaan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci