SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)"

Transkripsi

1 SKRIPSI OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Oleh ARDI RAMDHANI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ARDI RAMDHANI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) ARDI RAMDHANI F Menyetujui: Dosen Pembimbing, (Dr. Ir. Sukarno, M.Sc) NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP: Tanggal Lulus : 6 Januari 2010

4 ARDI RAMDHANI. F Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Di bawah bimbingan: Sukarno. RINGKASAN Tahu merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan mahalnya harga sumber protein hewani. Proses pembuatan tahu didasarkan pada koagulasi protein susu kedelai. Produksi kedelai dalam negeri yang merupakan bahan baku pembuatan tahu pada tahun 2006 sebesar 0.8 juta ton jauh di bawah kebutuhan dalam negeri yang mencapai 2 juta ton, sehingga diperlukan upaya untuk mencari alternatif kedelai, salah satunya adalah dengan biji kecipir. Kecipir berpotensi karena produktivitasnya tinggi yaitu 2380 kg per hektar per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai yang hanya sekitar 900 kg per hektar per tahun serta harganya yang lebih terjangkau (Haryoto, 1995). Selain itu kandungan zat gizi kecipir tidak jauh berbeda dengan kedelai. Pembuatan tahu kecipir telah dilakukan sebelumnya namun teksturnya lunak, tidak kenyal, dan rasanya pahit, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaikinya, salah satunya adalah dengan penambahan kedelai. Penelitian ini bertujuan menghasilkan metode pembuatan tahu biji kecipirkedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, serta rasa seperti tahu kedelai pada umumnya. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian tahap pertama dan tahap kedua. Pada penelitian tahap pertama dilakukan penentuan perbandingan kecipir dan kedelai (70:30, 60:40, dan 50:50) serta jenis koagulan (CaSO 4 dan CaCl 2 ). Penelitian tahap kedua dilakukan dengan perlakuan perbandingan antara biji kecipir-kedelai dengan air pengekstrak (1:3 dan 1:4) dan konsentrasi koagulan terpilih. Produk tahu yang telah dibuat akan dianalisis secara obyektif meliputi rendemen, intensitas warna, dan tekstur, serta secara subyektif yaitu uji organoleptik rating hedonik. Analisis proksimat kemudian dilakukan terhadap produk tahu terbaik. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan semakin besar persentase kedelai yang digunakan akan memberikan karakteristik organoleptik yang lebih baik. Pembuatan tahu biji kecipir-kedelai yang paling baik yaitu pada perbandingan kecipir dan kedelai 50:50 dengan jenis koagulan kalsium sulfat. Karakteristik tahu yang dihasilkan yaitu warna putih keabuan, tekstur padat dan kompak, dan rasa yang dapat diterima. Penelitian tahap kedua menunjukkan perlakuan perbandingan antara biji kecipir-kedelai dengan air pengekstrak 1:4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% adalah yang paling baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai atribut aroma, warna, dan tekstur yaitu 5.43, 5.70, dan 6.27 yang mempunyai nilai agak suka - suka. Pembuatan tahu biji kecipir-kedelai yang dapat menghasilkan karakteristik paling baik dilakukan dengan menggunakan perbandingan biji kecipir dan kedelai 50:50, jenis koagulan kalsium sulfat dengan konsentrasi 2.0%, dan penggunaan perbandingan air pengekstrak sebesar 1:4. Tahu yang dihasilkan memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dibandingkan tahu kedelai pada umumnya baik tekstur, warna, aroma, maupun kandungan gizinya. Tahu yang dihasilkan memiliki kadar air 80.00% (bb), kadar abu 1.68% (bb), kadar lemak 6.71% (bb), kadar protein 9.30% (bb), dan kadar karbohidrat 2.32% (bb).

5 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 4 Mei Penulis merupakan anak kedua dari keluarga Bapak Tomi Tamzid dan Ibu Madiah Amalia. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK Siti Khodijah Bandung pada tahun , dan menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Anjasmoro 02 Semarang pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun dan melanjutkan sekolah lanjutan di SMA Negeri 1 Bogor pada tahun Penulis lulus seleksi penerimaan mahasiswa IPB pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta, IPB). Selama perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan non akademik dan organisasi. Dalam kegiatan non akademik, penulis merupakan salah satu administrator laboratorium komputer di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan aktif dalam kegiatan alam bebas. Dalam bidang organisasi, penulis menjadi anggota HIMITEPA divisi departemen peduli pangan Indonesia periode , mengikuti kepanitiaan IFOODEX 2007, BAUR 2007, Bina Desa Galuga, Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah, dan Penyuluhan Keamanan Pangan Anak Sekolah. Penulis menyelesaikan tugas akhir berupa penelitian yang berjudul Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan di bawah bimbingan Dr. Ir. Sukarno, MSc.

6 KATA PENGANTAR Rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata`ala karena atas limpahan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimasi Pembuatan Tahu Berbahan Dasar Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) dan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Tulisan ini merupakan laporan penelitian yang telah dilakukan penulis di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua Orangtua (Bapak Tomi dan Ibu Lia) atas semua doa, kasih sayang, serta dukungan moril. Kepada kakak dan adik (Teguh Yudakusumah dan Aji Ardana) atas supportnya. 2. Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan, bantuan, diskusi, serta nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir. 3. Dr. Eko Hari Purnomo, STP, M.Sc dan Dian Herawati, STP, M.Si atas kesedian menjadi dosen penguji, serta atas kritik, masukan, dan sarannya sebagai bahan evaluasi diri. 4. Nina Nurmayanti yang telah memberi dukungan dan dorongan yang tak henti kepada penulis. 5. Teman-teman satu bimbingan Dita dan Ola, terima kasih telah menjadi tim yang saling mendukung. 6. Sahabat-sahabat selama di ITP 42 : Aji, Nanda, Haris, Umam, Beqi, Midun, Ikhwan, Hestiana, Wiwi, Caca, Ferawati, Wahyu, Tyu. Terima kasih atas semua ukiran pengalaman dan kebersamaannya. 7. Seluruh teman-teman ITP 42 tercinta yang telah melangkah bersama dalam menjalani kuliah dan praktikum di departemen ITP. 8. Seluruh laboran ITP: Ibu Antin, Ibu Rub, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Edi, terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penulis melakukan penelitian. i

7 9. Rekan-rekan di Himitepa yang selalu mendukung penulis selama kuliah dan penelitian di Departemen ITP. 10. Keluarga besar ITP angkatan 41, 43, 44 atas kebersamaannya selama ini. 11. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadi amal bagi penulis serta menjadi awal sebuah perjalanan menuju kesuksesan penulis di kemudian hari. Bogor, Januari 2010 Penulis ii

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR. i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 A. KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) Protein Lemak Karbohidrat Vitamin dan Mineral Zat Antinutrisi. 10 B. KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.). 11 C. TAHU Pembuatan Tahu Kedelai Pembuatan Tahu Kecipir D. KOAGULAN TAHU III. METODOLOGI PENELITIAN.. 20 A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian Tahap Kedua C. PENGAMATAN ph iii

9 2. Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Rendemen Tahu Tekstur Warna Analisis Organoleptik. 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA Proses Pembuatan Tahu. 30 a. Pencucian dan Perendaman.. 30 b. Penggilingan dan Pemasakan 31 c. Ekstraksi dan Koagulasi 32 d. Pencetakan dan Pengepresan Hasil Pengamatan a. ph. 34 b. Warna 35 c. Aroma 36 d. Tekstur. 37 e. Rasa Penentuan Perbandingan Biji Kecipir-Kedelai dan Jenis Koagulan B. PENELITIAN TAHAP KEDUA Rendemen tahu Tekstur Warna Analisis Organoleptik. 45 a. Aroma.. 46 b. Warna.. 47 c. Tekstur.. 49 iv

10 5. Penentuan Perlakuan Terbaik. 50 a. Kadar Air. 51 b. Kadar Abu. 51 c. Kadar Lemak. 52 d. Kadar Protein. 52 e. Kadar Karbohidrat. 53 V. KESIMPULAN DAN SARAN. 54 A. KESIMPULAN 54 B. SARAN. 55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbandingan produktivitas biji kecipir, kedelai, dan kacang tanah per hektar Tabel 2. Komposisi kimia bagian-bagian dari tanaman kecipir... 6 Tabel 3. Komposisi asam amino esensial pada biji kecipir... 7 Tabel 4. Nilai PER dan NPU biji kecipir, susu skim, dan beberapa jenis kacang-kacangan... 7 Tabel 5. Komposisi asam lemak biji kecipir dan kedelai... 9 Tabel 6. Komposisi vitamin dan mineral dari biji kecipir Tabel 7. Komposisi kimia kedelai dan biji kecipir Tabel 8. Komposisi kimia tahu Tabel 9. Syarat mutu tahu menurut SNI Tabel 10. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu Tabel 11. Persentase berat beberapa jenis koagulan yang digunakan untuk memproduksi beberapa macam tahu Tabel 12. Hasil analisis proksimat biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian Tabel 13. Penilaian subyektif warna tahu biji kecipir-kedelai Tabel 14. Penilaian subyektif aroma tahu biji kecipir-kedelai Tabel 15. Penilaian subyektif tekstur tahu biji kecipir-kedelai Tabel 16. Penilaian subyektif rasa tahu biji kecipir-kedelai Tabel 17. Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik vi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman kecipir... 4 Gambar 2. Biji kecipir... 5 Gambar 3. Kedelai Gambar 4. Diagram alir perlakuan awal kacang kedelai Gambar 5. Diagram alir perlakuan awal biji kecipir Gambar 6. Diagram alir pembuatan tahu biji kecipir-kedelai pada penelitian tahap pertama Gambar 7. Grafik hubungan antara nilai ph dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai Gambar 8. Grafik hasil rendemen tahu pada berbagai perlakuan Gambar 9. Grafik nilai kekerasan tahu pada berbagai perlakuan Gambar 10. Grafik nilai kecerahan (L) tahu pada berbagai perlakuan 44 Gambar 11. Grafik intensitas warna merah (a) tahu pada berbagai perlakuan Gambar 12. Grafik intensitas warna kuning (b) tahu pada berbagai perlakuan Gambar 13. Nilai sensori aroma rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai.. 46 Gambar 14. Nilai sensori warna rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai.. 48 Gambar 15. Nilai sensori tekstur rating hedonik pada tahu biji kecipirkedelai.. 49 Gambar 16. Grafik spider web nilai sensori tahu biji kecipir-kedelai. 50 Gambar 17. Produk tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan terbaik. 51 vii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil analisis kadar air biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Lampiran 2. Hasil analisis kadar abu biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Lampiran 3. Hasil analisis kadar lemak biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Lampiran 4. Hasil analisis kadar protein biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Lampiran 5. Hasil analisis kadar karbohidrat biji kecipir, kedelai, dan tahu kecipir-kedelai Lampiran 6. Rendemen tahu kecipir-kedelai 62 Lampiran 7. Hasil pengukuran tekstur tahu kecipir-kedelai Lampiran 8. Hasil pengukuran kecerahan (L) warna tahu kecipir-kedelai 64 Lampiran 9. Hasil pengukuran intensitas warna merah (a) tahu kecipirkedelai Lampiran 10. Hasil pengukuran intensitas warna kuning (b) tahu kecipirkedelai Lampiran 11. Lembar kuesioner rating hedonik tahu kecipir-kedelai Lampiran 12. Nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipir-kedelai.. 68 Lampiran 13. Nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipir-kedelai.. 69 Lampiran 14. Nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai Lampiran 15. Hasil analisis keragaman rendemen tahu kecipir-kedelai. 71 Lampiran 16. Hasil analisis keragaman kekerasan tahu kecipir-kedelai Lampiran 17. Hasil analisis keragaman kecerahan (l) warna tahu kecipirkedelai Lampiran 18. Hasil analisis keragaman intensitas warna merah (a) warna tahu kecipir-kedelai viii

14 Lampiran 19. Hasil analisis keragaman intensitas warna kuning (b) warna tahu kecipir-kedelai Lampiran 20. Hasil analisis keragaman nilai sensori aroma rating hedonik tahu kecipir-kedelai Lampiran 21. Hasil analisis keragaman nilai sensori warna rating hedonik tahu kecipir-kedelai Lampiran 22. Hasil analisis keragaman nilai sensori tekstur rating hedonik tahu kecipir-kedelai. 78 ix

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Protein adalah zat gizi makro yang berfungsi sebagai blok-blok pembangun utama untuk perkembangan atau pertumbuhan, perawatan, dan pemulihan jaringan yang rusak (Soerawidjaja, 2005). Protein dapat bersumber dari protein hewani dan protein nabati. Namun masyarakat lebih memilih sumber protein yang berasal dari bahan nabati, karena sumber protein hewani harganya relatif mahal. Salah satu bahan pangan yang kaya akan kandungan protein nabati adalah tahu. Tahu umumnya diproduksi dari koagulasi protein susu kedelai. Kedelai sebagai bahan baku utama dalam produksi tahu adalah tanaman subtropik. Pada daerah tropik seperti Indonesia, kedelai memiliki produktivitas hanya sekitar 900 kg/hektar/tahun (Haryoto, 1995). Produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2006 sebesar 0,8 juta ton, jauh di bawah kebutuhan dalam negeri yang mencapai 2 juta ton, sehingga demi memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia melakukan impor kedelai. Oleh sebab itu, diperlukan upaya mencari alternatif kedelai dengan bahan lain yang dapat dibudidayakan secara produktif di Indonesia dan dapat terjangkau oleh masyarakat Indonesia, salah satunya adalah biji kecipir. Biji Kecipir (Psophocarpus tetranogobulus L.) sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai karena merupakan tanaman asli daerah tropik yang produktivitasnya tinggi yaitu 2380 kg/hektar/tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai (Haryoto, 1995). Biji kecipir juga memiliki kandungan zat gizi yang tidak jauh berbeda dibandingkan kedelai. Selain kandungan protein yang tinggi, biji kecipir juga memiliki skor asam amino pembatas sebesar 100, artinya pada biji kecipir terdapat asam amino esensial yang lengkap dengan jumlah yang cukup sama halnya dengan kedelai (Young dan Pellet, 1994). Namun, kecipir memiliki beberapa kekurangan dibandingkan kedelai, yaitu bijinya berwarna hitam dan berkulit keras. Kekurangan tersebut

16 menimbulkan kendala pada upaya penggunaan kecipir sebagai alternatif pengganti kedelai. Pada dasarnya, pembuatan tahu dengan berbahan baku biji kecipir menggunakan metode yang sama dengan proses pembuatan tahu kedelai. Usaha pembuatan tahu dari kecipir telah dilakukan oleh Felinia dan Murni (2008). Namun, tahu kecipir yang dihasilkan masih memiliki kekurangan dibandingkan dengan tahu kedelai karena teksturnya yang lunak, tidak kenyal, dan rasa pahit, sehingga diperlukan suatu upaya untuk memperbaikinya, salah satunya dengan menyampurkan biji kecipir dan kacang kedelai. Biji kecipir sebagai bahan alternatif pensubstitusi kedelai diharapkan dapat menjadi alternatif sumber kedelai sehingga diperlukan suatu optimasi proses pembuatan tahu berbahan dasar biji kecipir dan kedelai mulai dari perbandingan biji kecipir dan kedelai, jumlah air yang ditambahkan pada proses penggilingan dan perebusan, serta jenis koagulan dan konsentrasi koagulan yang dipakai. Optimasi ini akan menghasilkan metode pembuatan tahu kecipir-kedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, berwarna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. B. TUJUAN 1. Mengetahui perbandingan biji kecipir dan kedelai yang dapat menghasilkan tahu dengan mutu yang baik. 2. Mempelajari pengaruh perbedaan jenis dan konsentrasi koagulan terhadap curd yang dihasilkan. 3. Mempelajari pengaruh jumlah penambahan air pada proses penggilingan dan perebusan terhadap mutu tahu yang dihasilkan. 4. Menghasilkan metode pembuatan tahu biji kecipir-kedelai dengan karakteristik tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, berwarna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. 2

17 C. MANFAAT Memberikan alternatif bahan baku pembuatan tahu yang lebih terjangkau serta dapat diaplikasikan untuk industri pangan khususnya UKM (Usaha Kecil Menengah). 3

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) atau yang dikenal dengan nama jaat (Jawa Barat), biraro (Manado), dan kacang embing (Palembang) adalah jenis kacang-kacangan yang tumbuh merambat pada ajir atau pada batang tanaman lain. Tanaman kecipir adalah tanaman setahun, berbentuk perdu, berakar tunggang, dan dari akar ini sering terjadi penjelmaan menjadi umbi akar. Tingginya dapat mencapai 2-3 meter atau lebih (Gambar 1). Tanaman kecipir dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah mulai dari tanah berpasir, tanah lempung, tanah berat sampai pada tanah-tanah gambut, tetapi agak peka terhadap tanah yang drainasenya kurang baik, terutama tanah tergenang. Kecipir juga dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang tidak subur karena adanya kemampuan tanaman tersebut di dalam pengikatan nitrogen udara (Soedarsono, 1979). Kecipir mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai dan kacang tanah. Perbandingan produktivitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 1. Tanaman kecipir

19 Tabel 1. Perbandingan produktivitas biji kecipir, kedelai, dan kacang tanah per hektar Jenis Produksi (kg per hektar) Biji kecipir Kedelai 900 Kacang tanah Sumber : Haryoto (1995) Terdapat dua tahap dalam perkembangan polong, yakni pada tahap pertama, berlangsung 20 hari sejak terbentuknya buah yakni ukuran maksimal untuk sebuah polong tercapai, sedangkan pada tahap kedua dibutuhkan waktu 44 hari yakni biji sudah mulai matang, kulit pinggir dari polong berkerut siap untuk mengeluarkan biji jika kulitnya merekah. Bentuk biji kecipir bulat dan keras dengan berat tiap biji sekitar gram (National Academy of Science, 1981). Gambar 2. Biji kecipir Tanaman kecipir dapat menghasilkan daun, buah muda, biji, dan umbi yang mengandung nilai gizi yang baik, tetapi kandungan gizi yang terbaik terdapat pada bijinya. Kadar protein, lemak, dan jumlah energi yang terkandung dalam biji kecipir lebih tinggi dibanding dengan daun, buah maupun umbinya, seperti kadar proteinnya sekitar % dan kadar lemaknya sekitar %. Tabel 2 menunjukkan komposisi kimia dari bagian-bagian tanaman kecipir. 5

20 Tabel 2. Komposisi kimia bagian-bagian dari tanaman kecipir Daun Polong muda Biji muda Biji tua Umbi Air b Energi (Kkal) c d Protein b Lemak b Karbohidrat b (total) Serat b Abu b Keterangan : b Nilai dinyatakan dalam gram per 100 gram berat segar c Kkal = Kilo kalori/100 gram berat segar d Nilai rata-rata Sumber : National Academy of Science (1981) 1. Protein Penilaian gizi protein biji kecipir tidak hanya terletak pada kandungan proteinnya, tetapi juga tergantung dari komposisi asam amino yang terkandung di dalam protein tersebut. Kandungan asam amino biji kecipir hampir sama dengan kedelai dan lebih tinggi dari jenis kacangkacangan lainnya (Claydon, 1978). Protein kacang-kacangan pada umumnya kekurangan asam-asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein, metionin, dan triptofan, tetapi kaya akan asam amino lisin (Winarno dan Rahman, 1974). Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi asam amino pada protein biji kecipir. Melihat kandungan asam amino biji kecipir, maka biji kecipir dapat digunakan sebagai sumber makanan berprotein atau dapat dipakai sebagai suplementasi bahan sereal yang kekurangan asam amino lisin. Mutu suatu protein kacang-kacangan umumnya dinyatakan dalam Protein Efficiency Ratio (PER) dan Net Protein Utilization (NPU) yang diuji pada beberapa hewan percobaan (National Academy of Science, 1981). Tabel 4 menunjukkan nilai PER dan NPU dari beberapa bahan pangan. Terlihat bahwa biji kecipir dan kacang kedelai memiliki nilai nutrisi protein yang hampir sama. 6

21 Tabel 3. Komposisi asam amino esensial pada biji kecipir Asam amino Jumlah (mg per g N) Isoleusin Leusin Lisin Metionin Sistein Phenilalanin Tirosin Treonin Tryptophan Valin Arginin Histidin Sumber : National Academy of Science (1981) Tabel 4. Nilai PER dan NPU biji kecipir, susu skim, dan beberapa jenis kacang-kacangan Komponen Protein dalam Makanan 10 % protein PER NPU Biji kecipir Kacang tanah Susu skim Kecipir + jagung (campuran) Kacang tanah + jagung (campuran) Kedelai Sumber : National Academy of Science (1981) Kualitas dari protein juga dapat dianalisis menggunakan metode Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS). Metode ini diperkenalkan oleh FAO untuk membandingkan kualitas protein berdasarkan pada kebutuhan asam amino dalam tubuh. Protein yang ideal adalah protein yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan akan asam amino esensial. PDCAAS dihitung dengan mengalikan daya cerna protein dengan skor asam amino pembatas. Skor asam amino dihitung dengan membandingkan konsentrasi asam amino pada bahan pangan dengan konsentrasi asam amino berdasarkan pola kebutuhan asam amino yang 7

22 direkomendasikan oleh FAO (1973). Nilai PDCAAS tidak dapat lebih dari 100%. Isolat protein kedelai, gandum, dan putih telur merupakan beberapa sumber protein yang memiliki nilai PDCAAS sebesar 100% (Schaafsma, 2000). Menurut Young dan Pellet (1994), biji kecipir dan kedelai memiliki skor asam amino pembatas sebesar 100, artinya baik pada biji kecipir maupun kedelai sama-sama memiliki asam amino esensial yang lengkap dengan jumlah yang cukup. Gillespie et al. (1981) telah menyelidiki protein biji kecipir dengan ultra centrifuge, dan didapatkan bahwa protein biji kecipir mempunyai dua sub unit yang penting yaitu 2S dan 7S. Pada proses elektroforesis dengan membran selulosa asetat diperoleh tiga komponen protein yang dinamakan psophocarpin A, psophocarpin B, dan psophocarpin C serta masingmasing mempunyai sifat yang berbeda-beda. Psophocarpin A mempunyai sub unit 8S pada buffer chloride asetat ph 4.5 dan merupakan protein tunggal yang kaya akan asam amino yang mengandung sulfur. Fraksi protein ini menyerupai conglupin yaitu protein yang kaya belerang yang terdapat pada lupin. Psophocarpin A mempunyai BM , bentuk polimer S kemungkinan tetramer yang tersusun atas dua ikatan disulfide polipeptida dengan BM dan Psophocarpin B mempunyai sub unit 2S dengan BM fraksi tersebut menyerupai conglucinin pada kedelai (Gillespie et al., 1981). 2. Lemak Kandungan lemak biji kecipir relatif tinggi yaitu sekitar %. Dalam jumlah tesebut, 71 % merupakan asam lemak tidak jenuh terutama asam linoleat (National Academy of Science, 1981). Komposisi asam lemak biji kecipir dapat dilihat pada Tabel 5. Dibandingkan dengan kedelai, asam lemak linoleat biji kecipir lebih rendah, sehingga mempunyai kestabilan yang lebih tinggi (Claydon, 1978). Asam parinarat yang terdapat dalam minyak biji kecipir sukar diisolasi, meskipun dapat diidentifikasi dengan spektrum ultra violet. Di 8

23 samping asam parinarat, ada pula asam lemak yang kurang penting dan banyak terdapat di dalam minyak biji kecipir yaitu asam lemak behenat. Asam lemak ini merupakan asam lemak yang tidak mengandung racun dan terdapat dalam fraksi tak tersabunkan, yang hilang selama pemurnian minyak kasar (Claydon, 1978). Tabel 5. Komposisi asam lemak biji kecipir dan kedelai Asam lemak Biji kecipir (%) Kedelai (%) Miristat Palmitat Palmitoleat Stearat Oleat Linoleat Linolenat Arachidat Behenat Sumber : National Academy of Science (1981) 3. Karbohidrat Sebagai sumber karbohidrat, kacang-kacangan kurang penting artinya karena hampir tidak mengandung pati. Sebagian besar terdiri dari polisakarida tinggi yang sukar dicerna oleh tubuh menusia, yaitu selulosa, dan hemiselulosa, sedangkan bagian yang dapat dicerna yaitu gula heksosa berupa sukrosa, stachyosa, rafinosa, arabinosa, dan glukosa terdapat dalam jumlah kecil pada kedelai (Smith dan Circle, 1972). Norman (1937) di dalam Praptiningsih (1979), menyebutkan bahwa di dalam biji kulit kecipir terdapat hemiselulosa dan selulosa yang menyebabkan kulit biji kecipir keras dan sukar dilepaskan. 4. Vitamin dan Mineral Biji kecipir kaya akan tokoferol (vitamin E), yang dapat berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengkatalisis penggunaan vitamin A dalam tubuh. Hal ini sangat penting untuk mencegah defisiensi vitamin A 9

24 yang dapat menyebabkan kebutaan pada anak-anak. Komposisinya dapat dilihat pada pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi vitamin dan mineral dari biji kecipir Komposisi Biji (mg per 100 g) Vitamin Tokoferol 22.8 Thiamin Riboflavin Niacin Asam folat Mineral Calsium Magnesium Kalium Natrium Phosphor Besi 2 18 Sumber : National Academy of Science (1981) Kecipir mengandung beberapa jenis mineral antara lain Ca, Mg, K, Na, P, dan Fe. Pada kacang-kacangan, mineral yang terpenting adalah Fe karena terdapat dalam bentuk yang langsung dapat digunakan untuk pembentukan hemoglobin darah. Unsur K dan P kurang dapat digunakan sebagai sumber mineral bagi manusia, karena sebagian besar terdapat dalam jumlah ikatan asam phitat dan membentuk garam yang sukar dicerna dan diserap oleh usus (Smith dan Circle, 1972). 5. Zat Antinutrisi Pada umumnya jenis kacang-kacangan mengandung senyawasenyawa antinutrisi yang menyebabkan jenis kacang-kacangan mentah mempunyai nilai gizi rendah bila dibandingkan dengan kacang-kacangan yang telah mengalami pengolahan. Senyawa-senyawa antinutrisi yang ditemukan pada biji kecipir antara lain tripsin inhibitor, hemaglutinin atau phytohemaglutinin serta khemotripsin inhibitor (National Academy of 10

25 Science, 1981). Senyawa-senyawa antinutrisi tersebut diketahui dapat menurunkan aktivitas protein dalam tubuh. Gillepsie et al. (1981) menemukan tripsin inhibitor masing-masing sebesar 3.0 dan 1.5 % dari protein biji kecipir, sedangkan hemaglutinin mencapai % dari protein biji kecipir. Biji kecipir mengandung tannin sebesar mg per g. Senyawa ini diketahui dapat bersifat sebagai antinutrisi. Penghilangan kulit biji setelah biji kecipir direndam dalam air selama 24 jam dapat mengurangi kandungan tannin sebanyak %. Biji kecipir mengandung tripsin inhibitor yang bersifat labil terhadap panas dan dapat dihilangkan dengan panas (Narayana dan Rao, 1982). Bau langu pada kacang-kacangan disebabkan aktivitas lipoksigenase yang terdapat secara alamiah. Enzim lipoksigenase akan memecah mata rantai asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya terutama senyawa-senyawa aldehid, keton, atau alkohol. Perlakuan perendaman di dalam air selama 4 jam diikuti dengan pemanasan uap air pada suhu C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan memperbaiki aroma atau flavor-flavor hasil olahannya (Narayana dan Rao, 1982). B. KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) telah lama dikenal masyarakat Asia, yang secara tradisional mengonsumsinya dalam berbagai bentuk olahan. Kedelai dapat langsung dikonsumsi (tanpa olahan), misalnya maotou dan toufen di Cina. Kedelai dapat juga diolah, baik dengan fermentasi, misalnya natto dan miso di Jepang, serta tempe di Indonesia, atau tanpa fermentasi, misalnya touchang dan toufu di Cina, serta tahu di Indonesia. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. 11

26 Gambar 3. Kedelai Adapun komposisi kimia kacang kedelai yaitu protein, energi, karbohidrat, lemak, serat, abu dan air dapat dilihat pada Tabel 7 dengan perbandingan komposisi kimia pada kecipir. Lemak yang terkandung dalam kedelai, sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh dan mengandung 15% asam lemak jenuh. Kedelai merupakan sumber asam amino esensial kecuali metionin dan triptofan. Berdasarkan analisis ultra sentrifuge, protein kedelai diklasifikasikan menjadi empat fraksi dengan laju sedimentasi 2S, 7S, 11S, dan 15S. Angka-angka tersebut menggambarkan koefisien sedimentasi protein, semakin besar angka koefisien maka kecenderungan protein untuk bersedimentasi semakin besar. Pada protein kedelai fraksi yang paling banyak terdapat adalah fraksi 7S dan 11S. Fraksi 7S merupakan glikoprotein trimerik, tersusun atas enam kombinasi dari tiga subunit yang berasosiasi melalui interaksi hidrofobik. Sedangkan Fraksi 11S mengandung subunit basa dan dua cincin heksagonal yang saling berhadapan, masing masing mengandung tiga bagian dari mata rantai asam disulfida yang berasosiasi secara hidrofobik. Sebagian besar dari faksi 11S adalah globulin (Wolf dan Cowan, 1971). Protein kedelai yang sebagian besar adalah globulin, mempunyai titik isoelektrik 6.4 (Wijaya dan Rohman, 2001). Protein lainnya seperti proteosa, prolamin dan albumin bersifat larut dalam air sehingga diperkirakan penurunan kadar protein dalam perebusan disebabkan terlepasnya ikatan 12

27 struktur protein karena panas yang menyebabkan terlarutnya komponen protein dalam air. Tabel 7. Komposisi kimia kedelai dan biji kecipir Nutrien Biji kecipir Kedelai Protein (gr) 29,8 37,4 35,1 Energi (kal) Karbohidrat (gr) 25,2 38,4 32 Lemak (gr) 15 18,3 17,7 Serat (gr) 3,7 9,4 4,2 Abu (gr) 3,3 4,3 5 Air (gr) 8,7 24,6 4 Sumber : Haryoto (1995) C. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, tauco, dan kecap. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan cina. Menurut SNI (1990) tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tidak ditambahakan bahan lain yang diizinkan, sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984) tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan. Tahu terdiri dari berbagai jenis yaitu firm tofu, soft tofu, dan silken tofu. Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut terletak pada proses pengolahan dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi tahu yaitu kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya dinyatakan sebagai NPU sebesar 65%. Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95% tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua kalangan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). 13

28 Rendemen dan kualitas pada pembuatan tahu dipengaruhi oleh varietas kedelai, kualitas kedelai, kondisi selama proses, dan koagulan yang dipakai. Koagulasi susu kedelai dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara tipe kedelai, suhu pemasakan susu kedelai, volume, kandungan padatan, ph, tipe koagulan, serta waktu koagulasi (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Komposisi kimia tahu dapat dilihat pada Tabel 8. Sementara itu, syarat mutu tahu berdasarkan Stándar Nasional Indonesia No dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 8. Komposisi kimia tahu Komposisi (%) Tahu Jepang Tahu Cina Protein Lemak Karbohidrat Abu Kadar Air Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Tabel 9. Syarat mutu tahu menurut SNI No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1. Kedaan Bau Normal Rasa Normal Warna Putih normal atau kuning Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak berjamur 2. Abu % (b/b) Maks Protein % (b/b) Min Lemak % (b/b) Min Serat Kasar % (b/b) Maks Bahan Tambahan Pangan % (b/b) Sesuai SNI M 7. Cemaran Mikroba Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1.0 x 10 6 E.Coli APM/25 g Negatif/ 25 g Sumber : Standar Nasional Indonesia (1990) 14

29 1. Pembuatan Tahu Kedelai Pembuatan tahu dibagi menjadi dua bagian utama yaitu (1) pembuatan susu kedelai dan (2) koagulasi atau penggumpalan protein susu kedelai sehingga dihasilkan curd yang kemudian dipres dan dicetak menjadi tahu (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Tahapan pertama kedelai dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan debu dan kotoran. Selanjutnya dilakukan perendaman yang bertujuan untuk melunakkan struktur selulernya sehingga mempermudah dan mempercepat penggilingan. Perendaman dalam air dilakukan dengan perbandingan kedelai : air yaitu 1:3 selama 8-10 jam (Koswara, 1992). Kedelai yang telah bersih ditiriskan kemudian digiling dengan penambahan air kali berat kedelai basah. Tujuan penggilingan adalah untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat mengurangi waktu pemasakan dan memberikan fasilitas untuk melakukan ekstraksi susu kedelai (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Kedelai yang telah digiling kemudian dimasak. Tujuan dari pemasakan ini adalah untuk menginaktivasi tripsin inhibitor, meningkatkan nilai gizi, mengurangi rasa mentah dan beany flavor pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir, dan mengubah sifat protein kedelai sehingga mudah dikoagulasikan (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Pemasakan dilakukan pada suhu C selama menit. Pada saat pemasakan bubur kedelai ditambahkan sejumlah air untuk mendapatkan rendemen yang baik. Penggunaan air ini perlu diperhatikan yakni jika jumlah air terlalu sedikit akan mengakibatkan sari kedelai yang terekstrak terlalu sedikit sedangkan jika air yang ditambahkan terlalu banyak maka akan memerlukan lebih banyak waktu dan energi untuk mengekstrak kedelai. Perbandingan yang baik antara kedelai dan air adalah 1:10 (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Selama pemasakan untuk mencegah proses gosong maka perlu dilakukan pengadukan. Tahap selanjutnya adalah penyaringan bubur kedelai dengan menggunakan kain blacu bersih berwarna putih yang sering digunakan oleh para produsen tahu. Hasil penyaringannya merupakan ekstrak susu 15

30 kedelai sedangkan ampas akan tertinggal dalam kain saring. Untuk mendapatkan sari kedelai lebih lanjut maka ampas dicuci kemudian disaring kembali. Susu kedelai kemudian memasuki tahap pengendapan yaitu tahapan yang paling penting dalam pembuatan tahu. Hal ini dikarenakan pengendapan menentukan sifat fisik dan organoleptik tahu yaitu jenis dan jumlah penggumpal serta suhu pada saat penggumpalan (Shurleff dan Aoyagi, 1984). Penggumpalan dilakukan pada saat suhu susu kedelai sekitar C. Berbagai jenis penggumpal sering digunakan, dan masing-masing penggumpal ini akan menghasilkan tahu dengan karakteristik yang berbeda. Penggumpalan yang telah terjadi akan menghasilkan whey (cairan) yang harus dipisahkan dari endapan agar proses pencetakan dapat dilakukan dengan mudah dan tahu yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang lebih baik. Gumpalan yang terbentuk kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan yang dialasi oleh kain blacu begitu pula dengan bagian atasnya. Pada bagian atas juga diberi papan agar air menetes sehingga terbentuk tahu cetak. 2. Pembuatan Tahu Kecipir Pada dasarnya, pembuatan tahu dengan berbahan baku biji kecipir menggunakan metode yang sama dengan proses pembuatan tahu kedelai. Akan tetapi, modifikasi metode tersebut perlu dilakukan karena adanya perbedaan sifat biji kecipir dan kedelai. Agar biji kecipir dapat diolah, diperlukan perlakuan awal terlebih dahulu. Usaha pembuatan tahu dari kecipir telah dilakukan oleh Felinia dan Murni (2008) dengan melakukan metode perlakuan awal pada biji kecipir yaitu perebusan dalam larutan 1 % NaHCO 3 selama 3 menit, dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan bekas perebusan awal selama 7 jam dan perendaman dalam air mendidih selama beberapa detik. Perlakuan awal seperti ini mempermudah pengupasan biji kecipir dengan warna tetap kekuningan setelah dikupas. 16

31 Selain perlakuan awal yang berbeda dari pembuatan tahu kedelai, perbedaan pada pembuatan tahu kecipir juga terletak pada pembuatan susu. Kantha (1983) melaporkan bahwa pembuatan susu biji kecipir dengan perbandingan air dan biji kecipir sebesar 3 : 1 dan perebusan selama 7 menit dapat menghasilkan tahu kecipir yang dapat dikoagulasikan dan dicetak. Namun, tahu kecipir yang dihasilkan memiliki tekstur lunak, tidak kenyal, dan rasa pahit (Felinia dan Murni, 2008). D. KOAGULAN TAHU Salah satu tahapan penting dalam pembuatan produk tahu adalah tahap koagulasi atau penggumpalan protein. Pada tahap ini terjadi perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan yang berbentuk gel. Koagulasi protein dilakukan dengan bantuan koagulan atau bahan penggumpal protein. Koagulasi protein akan mempengaruhi struktur curd yang dihasilkan, sehingga secara tidak langsung proses ini akan menentukan mutu tekstur produk akhir. Proses penggumpalan merupakan tahapan proses paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dalam pembuatan tahu. Koagulasi susu kedelai merupakan tahap paling penting dalam pembuatan tahu, dan paling sulit untuk distandarisasi karena tergantung pada hubungan kompleks dari sekitar 13 macam variabel yaitu: jenis dan persentase protein, suhu pemasakan susu, volume susu, konsentrasi padatan, suhu koagulasi, ph susu, jenis koagulan, konsentrasi koagulan, kesegaran susu, cara penambahan dan pencampuran koagulan, serta waktu koagulasi. Pengaturan yang tepat dari faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi baik rendemen maupun mutu tahu yang dihasilkan (Muchtadi, 1989). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), koagulan tahu dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu: golongan garam klorida atau nigari, golongan garam sulfat, golongan lakton, dan golongan asam. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu yang umum digunakan terdapat pada Tabel

32 Tabel 10. Beberapa golongan bahan penggumpal tahu Golongan Jenis yang umum digunakan Garam klorida nigari alami, MgCl 2.6H 2 O, air laut, CaCl 2, (nigari) CaCl 2.2H 2 O Garam sulfat CaSO 4 dan MgSO 4.7H 2 O Lakton C 6 H 10 O 6 (glukono-δ-lakton)/gdl Asam Asam laktat, sari buah jeruk, asam asetat, cuka Larutan asam asetat 4% Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Koagulasi protein susu kedelai berlangsung pada ph Melalui koagulasi tersebut, akan diperoleh curd yang mengandung protein yang sebagian besar terdiri dari globulin. Whey ekstrak kedelai yang merupakan hasil samping dari koagulasi mengandung albumin, protease, pepton, nitrogen non protein, gula, antitripsin, urease, lipoksidase, serta enzim-enzim lain dan bahan lain yang larut dalam air (Smith, 1958). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), penambahan bahan penggumpal sebaiknya dilakukan setelah susu kedelai mencapai suhu o C tergantung dari jenis bahan penggumpal yang digunakan. Jenis, jumlah koagulan, dan suhu koagulasi pada pembuatan tahu berbahan baku kedelai dapat dilihat pada Tabel 11. Pada koagulan golongan garam, kation logam yang terdapat dalam garam seperti Mg 2+ atau Ca 2+, akan bereaksi dengan protein susu kedelai dan mengendapkannya bersama dengan lemak untuk menghasilkan curd. Menurut Muchtadi (1989), penggunaan koagulan garam menyebabkan terjadinya koagulasi pada ph di atas titik isoelektrik protein globulin kedelai, sedangkan pada penggunaan asam, pengendapan protein terjadi karena tercapainya titik isoelektrik. Nigari alami diekstrak dari air laut dengan menghilangkan sebagian besar (NaCl) dan air. Koagulan jenis ini mengandung komponen mineral air laut alami terutama magnesium klorida. Penggunaan koagulan nigari akan menghasilkan tahu dengan tekstur yang cenderung kurang lembut. Garam 18

33 sulfat merupakan golongan koagulan yang paling umum digunakan dalam pembuatan tahu terutama jenis kalsium sulfat (garam gypsum). Koagulan ini akan terdispersi perlahan di dalam susu kedelai sehingga memberikan waktu koagulasi yang lambat (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Tabel 11. Persentase berat beberapa jenis koagulan yang digunakan untuk memproduksi beberapa macam tahu Jenis tahu Koagulan % berat kedelai % berat susu Suhu koagulasi kering kedelai 1 ( o C) Tahu biasa Nigari type (keras) Ca-sulfat Lakton (GDL) Saribuah jeruk Asam cuka Silken tofu Nigari type (lunak) Ca-sulfat Packaged Lakton (GDL) silken Ca-sulfat Keterangan : 1 Susu kedelai untuk tahu biasa mengandung 6% padatan, sedangkan untuk silken tofu 11% padatan. 2 Termasuk nigari alami, Mg-khlorida dan Ca-khlorida 3 Koagulan ditambahkan ke dalam susu kedelai dingin yang kemudian dipanaskan pada suhu 85 o C atau 90 o C Sumber : Shurtleff dan Aoyagi (1984) Koagulan golongan lakton berbeda dengan nigari maupun garam sulfat. Lakton atau lebih dikenal sebagai glukono delta-lakton (GDL), merupakan koagulan yang digunakan untuk memperoleh tahu dengan tekstur sangat lembut seperti tahu sutra (silken tofu). Ketika koagulan dicampur dengan susu kedelai dan dipanaskan, lakton akan menghasilkan asam glukonat yang mengkoagulasikan protein susu kedelai menjadi curd tahu sutra. Koagulan asam yang dapat digunakan untuk mengkoagulasikan protein kedelai antara lain asam laktat, asam asetat dan sari buah jeruk. Asam laktat akan menurunkan ph susu kedelai menjadi yang merupakan titik isoelektrik bagi protein globulin susu kedelai sehingga terjadi koagulasi protein kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Di Indonesia, koagulan asam diperoleh melalui fermentasi whey hasil pengolahan tahu sebelumnya. 19

34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kecipir yang berasal dari daerah Purbalingga dan kacang kedelai yang berasal dari Pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah CaCl 2, CaSO 4, dan NaHCO 3. Serta bahan kimia lainnya yang digunakan dalam analisis kadar protein dan kadar lemak. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca, baskom plastik, blender, panci, kompor gas, kain penyaring, gelas kimia, alat cetak tahu, gelas ukur, pipet tetes, neraca analitik, chromameter, termometer, texture analyzer, refraktometer, ph meter, peralatan analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Tahap pertama bertujuan untuk mencari perbandingan terbaik antara biji kecipir dan kedelai, serta penentuan jenis koagulan yang digunakan dalam proses pembuatan tahu. Sedangkan tahap kedua bertujuan untuk mengetahui jumlah air pengekstrak dan konsentrasi koagulan terpilih untuk membentuk tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, warna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. 1. Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mengetahui perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan yang dapat menghasilkan tahu dengan karakteristik paling baik. Selain itu, dilakukan juga analisis proksimat terhadap bahan baku yang digunakan yaitu biji kecipir dan kedelai. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Pada tahap awal dilakukan percobaan pembuatan tahu menggunakan 100% biji kecipir dan perbandingan biji kecipir dan kedelai 80:20, namun tahu yang dihasilkan

35 memiliki tekstur lembek dan aroma kecipir yang kuat, sehingga pada penelitian ini dilakukan pembuatan tahu dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai 70:30, 60:40, dan 50:50. Tahap awal pembuatan tahu adalah pembuatan susu. Namun sebelum dilakukan pembuatan susu, diperlukan perlakuan awal pada kacang kedelai dan biji kecipir yang dibutuhkan untuk melunakkan struktur seluler dan mempermudah proses pengupasan kulit seperti terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kedelai dibersihkan dan dicuci Perendaman dalam air dengan rasio kedelai : air = 1 : 3 selama 10 jam Gambar 4. Diagram alir perlakuan awal kacang kedelai Biji kecipir dibersihkan dan dicuci Perebusan dalam larutan NaHCO 3 1 % selama 3 menit dengan rasio biji kecipir : larutan = 1 : 5 Perendaman dalam larutan bekas perebusan selama 7 jam Pencucian Perendaman dalam air mendidih selama 20 detik dengan rasio biji kecipir : air = 1 : 3 Pengupasan Gambar 5. Diagram alir perlakuan awal biji kecipir (Felinia dan Murni, 2008) 21

36 Perbandingan kecipir dan kedelai yang digunakan dalam pembuatan tahu biji kecipir-kedelai ini adalah 70:30, 60:40, dan 50:50. Koagulan yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu kalsium sulfat (CaSO 4 ) dan kalsium klorida (CaCl 2 ). Koagulan yang akan ditambahkan sebesar 1.5 % dari berat kering bahan untuk CaSO 4 dan 1.0 % dari berat kering bahan untuk CaCl 2. Persentase koagulan ditentukan dengan melihat pembentukan curd yang paling optimum. Penggunaan perlakuan dua jenis koagulan adalah untuk mengetahui jenis koagulan mana yang menyebabkan pembentukan curd biji kecipir-kedelai paling baik. Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 6. Biji kecipir dan kedelai dengan perbandingan 70 : 30, 60 : 40, dan 50 : 50 Penggilingan menggunakan air panas (90 o C) dengan perbandingan biji kecipir-kedelai dan air = 1 : 4 selama 5 menit Perebusan hingga mendidih selama 10 menit Penyaringan Pemanasan (70 o C untuk koagulan CaSO 4 ; 80 o C untuk koagulan CaCl 2 ) Penambahan koagulan (CaSO %; CaCl %) Pemisahan whey Pengepresan pada cetakan (7cm x 7cm x 4 cm) Tahu biji kecipir-kedelai Gambar 6. Diagram alir pembuatan tahu biji kecipir-kedelai pada penelitian tahap pertama 22

37 Selanjutnya penilaian subyektif dilakukan untuk mengetahui perbandingan biji kecipir-kedelai dan jenis koagulan yang dapat menghasilkan tahu dengan mutu paling baik. 2. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengetahui jumlah air pengekstrak dan konsentrasi koagulan terpilih untuk membentuk tahu yang memiliki tekstur kompak dan kenyal, warna putih, rasa seperti tahu kedelai pada umumnya, dan tidak berbau langu. Pada tahapan ini pembuatan tahu menggunakan perbandingan biji kecipir-kedelai dan koagulan terpilih dari penelitian tahap pertama. Perlakuan pada tahap kedua terdiri dari perbandingan jumlah pengekstrak pada pembuatan susu dan konsentrasi koagulan terpilih. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : A1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % A2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % A3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % B1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % B2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % B3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % Produk tahu yang dihasilkan akan dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Secara obyektif akan dilakukan pengamatan yaitu analisis kimia, meliputi nilai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat; serta analisis fisik meliputi rendemen, intensitas warna, dan tekstur. Penilaian subyektif akan dilakukan dengan uji organoleptik yaitu uji rating hedonik. 23

38 C. PENGAMATAN 1. ph (Apriyantono et al., 1989) Nilai ph pada saat penggumpalan curd ditentukan dengan menggunakan ph-meter. Sebelum dilakukan pengukuran, ph-meter perlu dikalibrasi terlebih dahulu dengan mencelupkan elektroda ph-meter ke dalam buffer ph 4 dan ph 7. Kemudian nilai ph yang ditunjukkan pada ph-meter disamakan dengan nilai ph buffer. Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap larutan sampel dengan mencelupkan elektrodanya ke dalam larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. 2. Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Kadar air diukur dengan menggunakan metode oven biasa. Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan, kemudian cawan serta sampel ditimbang dengan neraca analitik. Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 6 jam. Selanjutnya cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Setelah itu, cawan berisi sampel dikeringkan kembali dalam oven selama menit, lalu ditimbang kembali. Pengeringan diulangi hingga diperoleh bobot konstan (selisih bobot gram). Perhitungan : 3. Kadar Abu (Apriyantono et al., 1989) Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapatkan abu berwarna abu-abu atau sampai bobotnya konstan. 24

39 Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 o C dan kedua pada suhu C. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Sebelum dimasukkan ke dalam tanur, sampel pada cawan dibakar terlebih dahulu pada pembakar hingga tidak keluar asap. Perhitungan : 4. Kadar Protein (Apriyantono et al., 1989) Kadar protein diukur dengan metode Kjeldahl. Sejumlah kecil sampel (kira-kira akan dibutuhkan 3-10 ml HCl 0.01 N atau 0.02 N) ditimbang, dipindahkan ke dalam labu Kjedahl 30 ml. Setelah itu, ditambahkan 1.9 ± 0.1 gram K 2 SO 4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H 2 SO 4 ke dalam labu Kjedahl yang berisi sampel. Jika sampel lebih dari 150 mg, ditambahkan 0.1 ml H 2 SO 4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Setelah itu, beberapa butir batu didih dimasukkan labu Kjedahl yang berisi sampel kemudian labu Kjedahl yang berisi sampel dan telah dimasukkan batu didih didihkan selama jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah cairan jernih, labu Kjedahl yang berisi sampel didinginkan dan ditambahkan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan ke dalamnya, kemudian didinginkan kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjedahl yang isinya sudah dipindahkan ke dalam alat destilasi dicuci dan bilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian dipindahkan ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan satu bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol) diletakan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H 3 BO 3 kemudian di tambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 dan dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Setelah itu, tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Selanjutnya isi erlenmeyer diencerkan 25

40 sampai kira-kira 50 ml dan kemudian ditritasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penentuan protein pun dilakukan untuk blanko. Perhitungan : 5. Kadar Lemak (Apriyantono et al., 1989) Kadar lemak diukur dengan metode soxhlet. Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang. Ditimbang 2 g sampel di dalam gelas piala, ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa batu didih. Ditutup gelas piala yang dengan gelas arloji dan dididihkan selama 15 menit (larutan sampel). Disaring larutan sampel dengan kertas saring dalam keadaan panas dan didicuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam lagi. Kertas saring yang digunakan untuk menyaring larutan sampel dikeringkan berikut isinya pada suhu o C (kertas saring sampel). Kertas saring sampel dimasukkan ke dalam kertas pembungkus sampel yang telah dilengkapi kapas dibagian ujungnya kemudian dibentuk menjadi bentuk tabung (timbel). Timbel tersebut diekstrak dengan heksana selama 2-3 jam pada suhu kurang lebih 80 o C. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Perhitungan : 26

41 6. Kadar Karbohidrat (by difference) Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference, yaitu dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (% protein + % lemak + % air + % abu) 7. Rendemen Tahu Pengukuran rendemen tahu dilakukan dengan menimbang berat tahu yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan berat kering bahan yang digunakan. Rendemen tahu (yield) dinyatakan dalam persen (%) terhadap bahan kering bahan yang digunakan. Adapun perhitungan dari rendemen tahu adalah sebagai berikut : Rendemen (%) = berat basah tahu x 100 % berat bahan 8. Tekstur Tekstur diukur dengan Rheoner untuk mengetahui bagaimana karakteristik produk tahu putih dari segi gaya maksimal untuk memecah tahu. Tahu disimpan pada bidang pengukuran tepat di tengah probe. Jarak probe diatur hingga probe menyentuh permukaan tahu. Probe menekan tahu sedalam 1 cm hingga tahu pecah. Grafik yang dihasilkan akan menunjukkan tingkat kekerasan tahu. Pengukuran pada tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali. 9. Warna (Pomeranz et al., 1978) Warna tahu diukur dengan menggunakan chromameter CR-200 merek Minolta. Pada chromameter ini digunakan sistem pengukuran warna Y, x, dan y yang disebut sebagai notasi warna CIE xyy. Sebelum dilakukan pengukuran terhadap sampel tahu, chromameter CR-200 dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan Calibration Plate warna putih dengan nilai Y = 94.10, x = , dan y = Penggunaan 27

42 Calibration Plate berwarna putih dikarenakan sampel berwarna putih. Pengukuran tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali. Nilai Yxy yang diperoleh dari pengukuran, kemudian dikonversi menjadi nilai L, a, dan b. Namun, sebelumnya harus dikenversi terlebih dahulu menjadi nilai XYZ. Rumus untuk memperoleh nilai L, a, dan b adalah sebagai berikut: Y = Y (Luminan) L = 10 (Y 0.5 ) X = Y (x/y) a = 17.5 (1.02X - Y)/Y 0.5 Z = Y (I1-(x+y)I/y) b = 7.0 (Y Z)/Y Analisis Organoleptik (Soekarto, 1985) Pengujian organoleptik terhadap tahu mentah terdiri 3 parameter, yaitu pengujian terhadap aroma, tekstur, dan warna. Uji yang dilakukan adalah uji rating hedonik. Pengujian ini dilakukan terhadap 30 orang panelis. Skala hedonik yang digunakan terdiri dari 7 titik dengan urutan menaik menurut tingkat kesukaan sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak tidak suka 4 = netral 5 = agak suka 6 = suka 7 = sangat suka Data yang diperoleh berupa skala hedonik yang diolah menjadi skala numerik menggunakan program komputer SPSS 13.0, untuk uji keragaman (ANOVA/ Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil uji menunjukkan sampel yang disukai atau tidak disukai panelis. Sampel yang paling disukai adalah yang mempunyai nilai skor tertinggi dan begitu pula sebaliknya skor terendah menunjukkan sampel yang paling tidak disukai. 28

43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN TAHAP PERTAMA Penelitian tahap pertama dilakukan terlebih dahulu dengan analisis proksimat terhadap bahan baku pembuatan tahu yaitu biji kecipir dan kedelai. Analisis ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian. Tabel 12. Hasil analisis proksimat biji kecipir dan kedelai yang digunakan dalam penelitian Jenis analisis Biji kecipir Kedelai Kadar air (%bb) Kadar abu (%bb) Kadar protein (%bb) Kadar lemak (%bb) Kadar karbohidrat (%bb) Berdasarkan tabel terlihat bahwa kandungan gizi biji kecipir tidak jauh berbeda dengan kandungan gizi kedelai, terutama pada kandungan protein biji kecipir yang cukup tinggi. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai sesudah dipisahkan dari air tahu (whey) dengan cara pengepresan. Sehingga protein merupakan komponen yang sangat penting dalam pembuatan tahu. Tingginya kandungan protein inilah yang mendasari dijadikannya biji kecipir sebagai bahan pengganti kedelai dalam pembuatan tahu. Penelitian tahap pertama juga dilakukan untuk penentuan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta penentuan jenis koagulan yang digunakan. Pada penelitian ini perbandingan biji kecipir dan kedelai yang dilakukan adalah 70 : 30, 60 : 40, dan 50 : 50, dengan dua jenis koagulan yaitu kalsium sulfat

44 (CaSO 4 ) dan kalsium klorida (CaCl 2 ). Menurut Kantha (1983), kalsium sulfat dapat membentuk tekstur tahu kecipir yang cukup baik. Sedangkan menurut Felinia dan Murni (2008), kalsium klorida merupakan koagulan terbaik dalam pembuatan tahu kecipir, karena dapat menghilangkan rasa pahit. Sehingga penelitian ini menggunakan kedua jenis koagulan tesebut untuk mengetahui koagulan mana yang dapat menghasilkan karakteristik tahu biji kecipir-kedelai paling baik. Pembuatan tahu pada awalnya dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan 100% biji kecipir, namun hasil yang diperoleh memiliki karakteristik yang kurang baik seperti aroma kecipir yang kuat serta tekstur tidak kompak. Oleh karena itu, untuk memperbaiki karakteristik tahu dilakukan penambahan kedelai dengan perbandingan yang telah ditentukan. 1. Proses Pembuatan Tahu Pada prinsipnya, cara pembuatan tahu adalah mengekstrak protein dari biji kecipir dan kedelai kemudian menggumpalkannya menggunakan garam tertentu. Proses pembuatan tahu dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu pencucian dan perendaman, penggilingan dan pemasakan, ekstraksi dan koagulasi, serta pencetakan dan pengepresan tahu. a. Pencucian dan perendaman biji kecipir dan kedelai Sebelum dilakukan perendaman, biji kecipir dan kedelai dicuci terlebih dahulu sampai benar-benar bersih. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang terdapat pada bahan mentah. Selain itu, kedelai yang kurang bersih akan menghasilkan tahu yang berasa pahit, warnanya gelap, dan daya tahan simpan yang rendah (Muchtadi, 1989). Perendaman kemudian dilakukan terhadap biji kecipir dan kedelai bersih. Kedelai direndam dalam air bersih dengan perbandingan kedelai dan air sebesar 1 : 3 selama 10 jam pada suhu ruang. Berbeda dengan kedelai, pada biji kecipir sebelum perendaman dilakukan perebusan dalam larutan NaHCO 3 1 % selama 3 menit 30

45 dengan rasio biji kecipir dan larutan sebesar 1 : 5, baru kemudian direndam dalam larutan perebusan selama 7 jam pada suhu ruang. Biji kecipir yang telah direndam kemudian direndam kembali dalam air mendidih selama 20 detik dengan rasio biji kecipir dan air sebesar 1 : 3 untuk menghilangkan larutan yang menempel pada permukaan biji sehingga mempermudah proses pengupasan (Felinia dan Murni, 2008). Perendaman ini dilakukan untuk melunakkan struktur seluler, mengurangi jumlah energi yang diperlukan untuk menggiling, dan meningkatkan kecepatan ekstraksi. Lamanya perendaman juga dipengaruhi oleh suhu air dan varietas yang digunakan. Setelah direndam, berat kedelai akan meningkat sebesar 2.2 kali dari berat keringnya (Muchtadi, 1989). Perebusan dan penggunaan NaHCO 3 pada biji kecipir dilakukan untuk dapat lebih membantu dalam melunakkan tekstur dan kulit sehingga mempermudah proses pengupasan, karena biji kecipir memiliki kulit dan tekstur yang sangat keras (National Academy of Science, 1981). Pengupasan kulit pada biji kecipir perlu dilakukan karena kulit biji kecipir banyak mengandung zat antinutrisi tannin, dapat mengubah warna tahu yang dihasilkan menjadi kecoklatan. b. Penggilingan dan pemasakan bubur biji kecipir-kedelai Proses penggilingan menggunakan air panas 90 o C dengan tujuan menginaktivasi enzim lipoksigenase yang dapat menghasilkan bau langu pada tahu yang dihasilkan. Menurut Kantha (1983), pembuatan tahu kecipir dengan tekstur yang paling baik dihasilkan dengan menggunakan perbandingan biji kecipir dan air sebesar 1 : 3 1 : 5. Oleh karena itu, pada penelitian tahap pertama ini digunakan perbandingan biji kecipir-kedelai dan air sebesar 1 : 4 dengan harapan tahu yang dihasilkan memiliki tekstur yang baik. Pada penilitian ini digunakan tiga perbandingan biji kecipir dan kedelai yaitu 70 : 30, 60 : 40, 50 :

46 Setelah penggilingan, bubur yang dihasilkan segera dimasak hingga mendidih (95 o C 105 o C) selama 10 menit. Pemasakan dilakukan sambil terus menerus mengaduk bubur secara merata untuk menghindari bagian bawah bubur menjadi gosong dan mengerak. Tujuan dari pemasakan ini adalah untuk menginaktivasi tripsin inhibitor yang terkandung dalam biji kecipir dan kedelai serta mendenaturasi protein sehingga meningkatkan nilai gizi protein tahu; mengurangi bau langu, meningkatkan daya tahan simpan dengan cara inaktivasi bakteri, mempermudah ekstraksi protein, dan mengubah sifat kimia protein sehingga pada saat dikoagulasikan menghasilkan tahu yang kompak (Muchtadi, 1989). c. Ekstraksi dan koagulasi susu biji kecipir-kedelai Pemisahan susu biji kecipir-kedelai dilakukan dengan menggunakan kain saring (kain blacu). Bubur biji kecipir-kedelai disaring semaksimal mungkin agar susu biji kecipir-kedelai benarbenar terekstrak dengan maksimal. Bagian yang tidak terekstrak merupakan ampas tahu yang umumnya digunakan untuk campuran makan ternak atau bahan baku dalam pembuatan oncom. Susu yang dihasilkan kemudian dipanaskan kembali untuk selanjutnya ditambahkan koagulan. Koagulan pada penelitian tahap pertama ini menggunakan dua jenis yaitu CaSO 4 dan CaCl 2. Pada penggunaan CaSO 4 sebagai koagulan, susu dipanaskan kembali hingga suhu mencapai 70 o C yang merupakan suhu koagulasi untuk koagulan tersebut. Jumlah yang ditambahkan sebesar 1.5 % dari berat kering bahan baku. Sedangkan pada penggunaan CaCl 2 sebagai koagulan, susu dipanaskan kembali hingga suhu mencapai 80 o C yang merupakan suhu koagulasi untuk koagulan tersebut. Jumlah yang ditambahkan sebesar 1.0 % dari berat kering bahan baku. Jenis koagulan kalsium sulfat merupakan koagulan yang paling populer di Indonesia. Penggunaan asam sebagai koagulan tidak dilakukan dalam penelitian 32

47 ini, karena menurut Kantha (1983), asam tidak dapat membentuk tekstur kompak pada pembuatan tahu kecipir. Sebelum ditambahkan, kedua kogulan tersebut dilarutkan terlebih dahulu dalam air bersih sebanyak 100 ml. Larutan koagulan ditambahkan secara perlahan sambil dilakukan pengadukan secara merata. Kemudian susu didiamkan selama 15 menit untuk menyempurnakan proses penggumpalan protein. Koagulan kalsium sulfat mengkoagulasi susu lebih lambat daripada kalsium klorida. Selain itu, kalsium sulfat mampu menyerap air lebih banyak sehingga rendemen dapat lebih tinggi. Mekanisme yang terjadi pada penggumpalan protein oleh penggunaan garam kalsium sulfat dan kalsium klorida sama yaitu ion-ion Ca 2+ akan bereaksi dengan protein biji kecipir dan kedelai dan kemudian mengendap bersama-sama dengan lemak yang terkandung membentuk endapan (curd) (Muchtadi, 1989). Setelah pengendapan sempurna, bagian atas yang berupa air bening (whey) dipisahkan sebelum dimasukkan dalam cetakan. d. Pencetakan dan pengepresan tahu biji kecipir-kedelai Cetakan tahu terbuat dari bahan kayu dengan ukuran 7 cm x 7 cm x 4 cm dan pada bagian bawahnya terdapat lubang-lubang kecil sebagai tempat keluarnya air yang tersaring (whey). Sebelum endapan protein (curd) dimasukkan, cetakan terlebih dahulu diberi alas kain saring agar tahu tidak ikut larut terbawa air saat ditekan dan mempermudah saat dilepas dari cetakan. Kemudian curd dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam cetakan. Setelah curd dimasukkan dalam cetakan, kemudian dilakukan pengepresan menggunakan kayu yang diberi tekanan sebesar 5 g/cm 2. Pengepresan tahu ini berlangsung selama 20 menit. Selama proses ini air yang tersisa dalam curd akan keluar melalui lubang-lubang kecil di bawah cetakan. Setelah itu tahu yang telah terbentuk ditiriskan terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa-sisa air yang masih terdapat pada tahu. 33

48 2. Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan untuk menentukan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan yang dapat menghasilkan karakteristik tahu paling baik. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian tahap pertama terdiri dari pengamatan nilai ph saat terjadi koagulasi serta pengamatan organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. a. ph Pengukuran nilai ph ini dilakukan untuk mengetahui nilai ph pada saat terjadi koagulasi dalam pembuatan tahu biji kecipir-kedelai dan kaitannya dengan perbedaan perbandingan biji kecipir dan kedelai. Nilai ph tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. 7,20 Nilai ph 6,80 6,40 6,00 6,15 6,00 6,62 6,26 6,47 6,17 6,75 6,35 CaSO4 CaCl2 5, : 0 70 : : : 50 Perbandingan biji kecipir dan kedelai Gambar 7. Grafik hubungan antara nilai ph dengan perbandingan biji kecipir dan kedelai dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai Koagulasi protein pada proses pembuatan tahu dapat terjadi karena tercapainya ph isoelektrik yakni ph saat kelarutan protein paling rendah. Berdasarkan grafik, dapat diketahui bahwa secara umum penambahan persentase kedelai akan meningkatkan nilai ph. 34

49 Menurut Saio et al. (1969), berdasarkan koefisien sedimentasinya, terdapat empat jenis fraksi protein yang disebut 2s, 7s, 11s, dan 15s. Protein pada kedelai lebih banyak mengandung fraksi 11s, yaitu sekitar % yang memiliki ph isoelektrik berkisar 6.40 (Wijaya dan Rohman, 2001). Sedangkan dua komponen mayor dari protein biji kecipir adalah fraksi protein 2s dan 7s dengan ph isoelektrik berkisar 4.80 (Gillespie et al.1981). Semakin banyak persentase kedelai yang ditambahkan maka ph saat terjadi koagulasi akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya fraksi protein 11s yang terkandung. Nilai ph saat koagulasi juga berbeda terhadap kedua jenis koagulan yang digunakan. Penggunaan koagulan kalsium klorida memberikan nilai ph koagulasi yang lebih rendah dibandingkan koagulan kalsium sulfat. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses pengendapan protein. Penggunaan koagulan kalsium klorida akan menyebabkan proses pengendapan berjalan lebih cepat karena ph koagulasi lebih mendekati ph isoelektrik, sedangkan pada penggunaan kalsium klorida proses pengendapan protein berlangsung lebih lambat karena ph koagulasi lebih tinggi. b. Warna Biji kecipir yang telah dikupas memiliki warna coklat muda. Warna ini disebabkan oleh adanya kandungan tannin pada kulit bagian dalam biji kecipir, sehingga dapat mempengaruhi warna dari produk akhir tahu yang dihsilkan. Warna sendiri merupakan salah satu parameter penting pada produk tahu. Oleh karena itu, diperlukan penilaian subyektif terhadap tingkat warna akhir tahu. Penilaian subyektif tersebut dapat dilihat pada Tabel 13. Tahu yang dihasilkan dari seratus persen kecipir memiliki warna yang paling gelap, sehingga secara organoleptik kurang dapat diterima karena warna tahu yang beredar di pasaran umumnya berwarna putih. Penambahan persentase kedelai pada tahu substitusi dapat menurunkan 35

50 intensitas warna gelap dari kecipir. Perbedaaan jenis koagulan memberikan perbedaan warna yang secara visual dapat dibedakan. Pada perbandingan yang sama antara biji kecipir dan kedelai sebesar 70 : 30, koagulan kalsium klorida memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan kalsium sulfat, dengan demikian koagulan kalsium sulfat dapat memberikan warna yang lebih diterima konsumen. Tabel 13. Penilaian subyektif warna tahu biji kecipir-kedelai K e K Koagulan CaSO 4 CaCl 2 Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : : : 50 putih putih putih putih keabuan keabuan keabuan keabuan putih putih putih putih keabuan keabuan keabuan keabuan et. : (+++) gelap, (++) sedikit gelap, (+) agak gelap c. Aroma Kecipir memiliki aroma khas yang cukup kuat. Menurut Nelson et al. 1971, pemanasan pada suhu 100 o C selama 10 menit cukup memadai untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan mengurangi bau langu pada hasil olahan kacang-kacangan. Pada penelitian ini, penghilangan aroma kecipir dilakukan saat proses penggilingan dengan air panas dan pemasakan bubur biji kecipir dan kedelai, tetapi aroma kecipir tetap ada. Penilaian subyektif aroma tahu dapat dilihat pada Tabel 14. Aroma ini dapat diminimalisasi dengan adanya penambahan kedelai. Pada perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 60 : 40 dan 50 : 50 aroma kecipir hanya sedikit atau hampir tidak ada. Sedangkan perbedaan koagulan tidak memberikan perbedaan terhadap aroma tahu yang dihasilkan. 36

51 Tabel 14. Penilaian subyektif aroma tahu biji kecipir-kedelai Koagulan Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : : : 50 aroma sedikit aroma sedikit aroma sedikit aroma CaSO 4 kecipir kuat kecipir kecipir kecipir aroma sedikit aroma sedikit aroma sedikit aroma CaCl 2 kecipir kuat kecipir kecipir kecipir K Ket. : (+++) aroma kecipir sangat kuat, (++) aroma kecipir kuat, (+) sedikit aroma kecipir d. Tekstur Parameter tekstur tahu yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh perbedaan jenis koagulan dan perbandingan biji kecipir dan kedelai yang digunakan. Penilaian subyektif terhadap tekstur tahu biji kecipirkedelai dapat dilihat pada Tabel 15. Koagulan CaSO 4 CaCl 2 Tabel 15. Penilaian subyektif tekstur tahu biji kecipir-kedelai Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : : : 50 padat, tidak padat, sedikit padat, sedikit padat, kompak kompak,lunak kompak,lunak kompak,lunak padat, tidak padat, padat, padat, kompak kompak,keras kompak,keras kompak,keras Ket. : (++) kompak, (+) sedikit kompak, (-) tidak kompak Jenis koagulan secara visual sangat berpengaruh terhadap tekstur tahu yang dihasilkan. Koagulan kalsium sulfat memberikan tekstur yang lebih lembut, lunak, dan dapat memerangkap air lebih banyak. Sedangkan koagulan kalsium klorida memberikan tekstur yang lebih keras, berpasir, dan sedikit memerangkap air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shurtleff dan Aoyagi (1984), yang menyatakan bahwa 37

52 penggunaan kalsium sulfat menghasilkan tahu yang memiliki tekstur yang lembut, halus, dan lunak, sedangkan koagulan kalsium klorida menghasilkan tahu dengan tekstur lebih keras dan padat. Perbedaan tekstur yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan proses pengendapan protein pada kedua jenis koagulan. Koagulan kalsium sulfat menyebabkan proses pengendapan berlangsung lambat, sehingga fraksi protein yang mengendap lebih halus dan penumpukan protein bertahap. Sedangkan koagulan kalsium klorida menyebabkan proses pengendapan berlangsung cepat, sehingga fraksi protein yang terbentuk lebih besar dan kasar. Namun demikian, penggunaan kalsium sulfat dapat memberikan karakteristik tekstur yang lebih baik dibandingkan dengan kalsium klorida. Sama halnya dengan jenis koagulan, perbedaan perbandingan biji kecipir dan kedelai juga dapat mempengaruhi tekstur tahu yang dihasilkan. Menurut Saio et al. (1969), fraksi protein 11s dapat menghasilkan tekstur curd bersifat keras (kompak) sedangkan fraksi protein 7s menghasilkan tekstur curd yang bersifat lunak, sehingga semakin besar persentase kedelai yang digunakan maka tekstur tahu yang dihasilkan akan semakin padat dan kompak. e. Rasa Selain memiliki aroma khas yang kuat, biji kecipir juga memiliki rasa khas yang cukup kuat. Rasa kecipir ini tidak dapat dengan mudah dihilangkan dengan proses pengolahan yang dilakukan. Dengan penambahan kedelai diharapkan dapat mengurangi rasa khas dari biji kecipir. Penilaian subyektif terhadap rasa tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Tabel 16. Produk tahu dengan penambahan koagulan kalsium klorida memberikan efek rasa pahit pada setiap perbandingan biji kecipir dan kedelai. Sedangkan koagulan kalsium sulfat dapat menghasilkan produk tahu dengan rasa yang lebih dapat diterima. Penambahan persentase kedelai terbukti dapat mengurangi rasa khas yang kuat dari 38

53 biji kecipir. Pada perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 50 : 50 dan penggunaan kalsium sulfat sebagai koagulan rasa khas dari kecipir sudah dapat dikurangi. Koagulan CaSO 4 CaCl 2 Tabel 16. Penilaian subyektif rasa tahu biji kecipir-kedelai Perbandingan biji kecipir dan kedelai 100 : 0 70 : : : 50 tidak pahit, tidak pahit, tidak pahit, kecipir tidak rasa kecipir sedikit rasa sedikit rasa terasa kuat kecipir kecipir pahit, rasa kecipir kuat pahit, sedikit rasa kecipir sedikit pahit, sedikit rasa kecipir sedikit pahit, kecipir tidak terasa Ket. : (+++) sangat terasa, (++) sedikit terasa, (+) agak terasa, (-) netral 3. Penentuan Perbandingan Biji Kecipir-Kedelai dan Jenis Koagulan Penentuan perbandingan biji kecipir dan kedelai serta jenis koagulan dilakukan berdasarkan pada perbandingan dan jenis koagulan mana yang dapat menghasilkan produk tahu dengan karakteristik sensori warna, aroma, tekstur, dan rasa paling baik. Rekapitulasi hasil ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rekapitulasi perlakuan yang dapat menghasilkan karakterisik tahu paling baik Koagulan dan Perbandingan biji kecipir-kedelai Parameter CaSO 4 CaCl 2 70 : : : : : : 50 Warna Aroma Tekstur Rasa Ket. : ( ) karakteristik paling baik 39

54 Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan perbandingan biji kecipir dan kedelai sebesar 50 : 50 dengan koagulan kalsium sulfat dapat memberikan karakteristik produk tahu paling baik dari semua parameter. Untuk itu, hasil inilah yang kemudian akan digunakan dalam penelitian tahap kedua. B. PENELITIAN TAHAP KEDUA Penelitian tahap kedua menggunakan dua perlakuan pada proses pembuatan tahu. Perlakuan pertama adalah perbedaan jumlah pengekstrak air yang digunakan yaitu perbandingan air pengekstrak sebesar 1 : 3 dan 1 : 4. Perlakuan kedua berupa konsentrasi koagulan kalsium sulfat yaitu 1.5 %, 2.0 %, dan 2.5 %. Penggunaan bahan baku biji kecipir-kedelai 50 : 50 dan jenis koagulan kalsium sulfat didasarkan pada hasil penelitian tahap pertama. Untuk mempermudah pemahaman, setiap perlakuan diberi kode sebagai berikut : A1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % A2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % A3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 4, konsentrasi koagulan CaSO % B1 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % B2 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % B3 : Perbandingan air dan biji kecipir-kedelai = 1 : 3, konsentrasi koagulan CaSO % 40

55 1. Rendemen Tahu Rendemen tahu dihitung dengan membandingkan bobot tahu (dalam g) dengan bobot bahan mentah yaitu biji kecipir-kedelai (dalam g). Rendemen tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 A1, A2, dan A3 adalah sebesar %, %, dan %. Sedangkan pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 B1, B2, dan B3 adalah sebesar 78.40%, 94.30%, dan % (Lampiran 6). Perbandingan rendemen tahu antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. Rendemen (%) 160,00 120,00 80,00 40,00 109,15 125,10 144,15 78,40 94,30 111,30 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 8. Grafik hasil rendemen tahu pada berbagai perlakuan Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa penggunaan perbandingan air pengekstrak sebesar 1 : 4 secara umum terlihat dapat menghasilkan tahu dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan perbandingan 1 : 3. Hal ini dikarenakan pada perbandingan 1 : 4 proses pengekstrakan lebih maksimal, sehingga jumlah protein yang terekstrak lebih banyak. Dengan banyaknya protein yang terekstrak maka jumlah protein yang diendapkan dapat lebih banyak. Selain itu, pada perbandingan 1 : 4 jumlah air yang dapat diperangkap lebih banyak dibandingkan pada perbandingan air pengekstrak 1 : 3 sehingga rendemennya lebih tinggi. Bourne et al. (1976) menyatakan bahwa komposisi kandungan susu hasil pengekstrakan sangat 41

56 bervariasi bergantung pada jumlah air yang digunakan pada proses ekstraksi. Hal ini mempengaruhi rendemen tahu yang dihasilkan pada perbedaan jumlah air pengekstrak. Secara umum rendemen basah tahu biji kecipir-kedelai ini lebih besar dibandingkan rendemen basah tahu kecipir yaitu sebesar 80.56% (Felinia dan Murni, 2008), akan tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan rendemen basah tahu kedelai yaitu sekitar 180%. Perbedaan konsentrasi koagulan juga mempengaruhi rendemen tahu yang dihasilkan secara signifikan pada taraf nyata 5% (Lampiran 15). Pada grafik terlihat bahwa peningkatan konsentrasi kalsium sulfat menyebabkan peningkatan rendemen tahu baik pada perbandingan air pengekstrak 1 : 4 maupun pada perbandingan air pengekstrak 1 : 3. Hal ini dipengaruhi oleh sifat koagulan kalsium sulfat yang dapat menyebabkan protein lebih mudah memerangkap air pada proses koagulasi sehingga dapat meningkatkan rendemen tahu. Penggunaan konsentrasi koagulan kalsium sulfat yang lebih tinggi lagi justru akan menurunkan rendemen tahu karena curd yang terbentuk lebih padat (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). 2. Tekstur Penerimaan konsumen terhadap bahan pangan berbasis curd sangat bergantung pada sifat fisik produk tersebut. Tekstur merupakan salah satu sifat fisik penting dalam menilai suatu bahan pangan terutama untuk pangan semi padat seperti tahu. Parameter tekstur yang akan diukur dalam penelitian ini adalah gaya maksimal untuk memecah tahu. Nilai tekstur dinyatakan sebagai gram gaya yang diperlukan untuk memecah tahu. Pengujian terhadap tekstur tahu dilakukan menggunakan Rheoner dengan tiga kali pengukuran (Lampiran 7). Adapun hasil pengukuran tekstur tahu dapat dilihat pada Gambar 9. 42

57 6,00 5,22 Kekerasan (g/cm) 4,50 3,00 1,50 2,88 4,01 3,08 3,55 3,75 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 9. Grafik nilai kekerasan tahu pada berbagai perlakuan Peningkatan konsentrasi koagulan akan meningkatkan gaya maksimal dalam memecah tahu yang dihasilkan. Nilai gaya maksimal untuk memecah tahu tertinggi terdapat pada tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (A3) yaitu sebesar 5.22 g/cm. Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), semakin tinggi konsentrasi koagulan yang digunakan maka tahu yang dihasilkan akan semakin keras. Sifat-sifat struktural dari curd protein cukup bervariasi yang dipengaruhi oleh kondisi koagulasi antara lain suhu, ph, jenis dan konsentrasi koagulan, serta derajat denaturasi protein. Analisis keragaman pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 (A1, A2, dan A3) menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi koagulan akan berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% terhadap gaya maksimal untuk memecah tahu. Sedangkan pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 (B1, B2, dan B3) tidak terdapat perbedaan signifikan (Lampiran 16). 3. Warna Warna merupakan parameter penting dalam penilaian visual terhadap produk sehingga dapat diterima oleh konsumen. Intensitas warna diukur 43

58 dengan menggunakan Chromameter sehingga dapat diketahui tingkat kecerahan (L), intensitas warna merah (a), dan intensitas warna kuning (b). Adapun nilai dari kecerahan tahu, intensitas warna merah, dan intensitas warna kuning dapa dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar ,00 Kecerahan (L) 75,00 50,00 25,00 75,39 75,92 75,73 75,18 75,29 75,32 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 10. Grafik nilai kecerahan (L) tahu pada berbagai perlakuan Intensitas warna merah (a) 1,60 1,20 0,80 0,40 0,00 1,48 1,30 1,34 1,06 1,11 1,13 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 11. Grafik intensitas warna merah (a) tahu pada berbagai perlakuan 44

59 Intensitas warna kuning (b) 11,00 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 9,87 9,67 9,58 9,72 9,79 9,88 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 12. Grafik intensitas warna kuning (b) tahu pada berbagai perlakuan Nilai kecerahan (L), intensitas warna merah (a), dan intensitas warna kuning (b) paling tinggi berturut-turut yaitu pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) sebesar 75.92, perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (B3) sebesar 1.48, dan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.5% (B3) sebesar 9.88 (Lampiran 8, Lampiran 9, dan lampiran 10). Meskipun demikian, analisis keragaman menunjukkan bahwa kedua perlakuan tidak berpengaruh secara nyata baik terhadap nilai kecerahan (L), intensitas warna merah (a), maupun intensitas warna kuning (b) (Lampiran 17, Lampiran 18, dan lampiran 19). 4. Analisis Organoleptik Uji organoleptik merupakan salah satu metode untuk mengukur kualitas dari suatu produk. Pengukuran kualitas ini didasarkan pada indera manusia yang secara langsung menilai satu atau beberapa atribut dari bahan pengan sesuai dengan karakteristik yang diminta. Pada penelitian ini, digunakan uji rating hedonik dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang. Uji rating hedonik ini merupakan alat untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Sehingga pada 45

60 penelitian ini dapat diketahui daya terima konsumen terhadap produk tahu biji kecipir-kedelai. Skala yang digunakan dalam uji ini terdiri dari tujuh skala yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), netral (4), agak suka (5), suka (6), dan sangat suka (7). Beberapa atribut yang dinilai pada uji rating hedonik ini adalah aroma, warna, dan tekstur. Pemilihan atribut ini didasarkan pada atribut penting yang biasa dinilai konsumen terhadap produk tahu mentah. Terdapat enam jenis sampel yang akan dinilai oleh panelis yaitu perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (A1), 2.0% (A2),dan 2.5% (A3), serta perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (B1), 2.0% (B2),dan 2.5% (B3). a. Aroma Peranan aroma dalam suatu produk pangan sangat penting karena turut menentukan daya terima konsumen terhadap produk tersebut. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan ratarata panelis terhadap nilai aroma tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara netral sampai agak suka ( ). Adapun respon panelis terhadap aroma tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai sensori aroma 6,00 4,00 2,00 5,13 5,43 5,37 4,53 4,63 4,47 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 13. Nilai sensori aroma rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai 46

61 Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tahu biji kecipir-kedelai yang paling disukai yaitu tahu dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2) dengan nilai sensori aroma rata-rata sebesar 5.43 (agak suka suka). Sedangkan nilai sensori aroma terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 1.5% (B1) dengan nilai rata-rata 4.53 (netral agak suka). Selain itu, dapat diketahui juga bahwa perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 memiliki aroma yang lebih tidak disukai dibandingkan dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis keragaman (Lampiran 20), yang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan perbandingan air pengekstrak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5% terhadap nilai sensori aroma. Sedangkan perlakuan konsentrasi koagulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai sensori aroma. Secara umum hasil uji rating hedonik pada atribut aroma menunjukkan bahwa aroma tahu biji kecipir-kedelai dapat diterima oleh panelis. b. Warna Suatu bahan pangan yang bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997). Oleh karena itu, warna merupakan salah satu sifat penting yang perlu dipertimbangkan. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai aroma tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara agak tidak suka sampai agak suka ( ). Adapun respon panelis terhadap warna tahu biji kecipir-kedelai dapat dilihat pada Gambar

62 6,00 5,70 Nilai sensori warna 4,00 2,00 4,77 4,70 3,30 3,53 4,30 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 14. Nilai sensori warna rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai Berdasarkan grafik, dapat diketahui bahwa perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) dengan nilai sensori warna rata-rata sebesar 5.70 (agak suka suka) dapat menghasilkan nilai sensori warna yang paling disukai. Sedangkan nilai sensori warna dengan rata-rata terendah yaitu perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat 1.5% (B1) dengan nilai 3.30 (agak tidak suka netral). Hal ini diperkuat oleh analisis keragaman (Lampiran 21), yang menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2) memiliki nilai sensori warna tertinggi dan berbeda secara signifikan pada taraf nyata 5% dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 secara umum memiliki nilai sensori warna yang kurang disukai dibandingkan perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4. Perlakuan konsentrasi tidak berpengaruh nyata pada nilai sensori warna. 48

63 c. Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat menentukan dalam produk tahu. Tekstur tahu yang baik yaitu tahu yang memiliki struktur kompak, halus, dan tidak rapuh. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa tingkat penerimaan rata-rata panelis terhadap nilai tekstur tahu biji kecipir-kedelai berkisar antara sangat tidak suka sampai suka ( ). Adapun respon panelis terhadap tekstur tahu biji kecipirkedelai dapat dilihat pada Gambar 15. 8,00 Nilai sensori tekstur 6,00 4,00 2,00 5,73 6,27 5,50 1,67 2,20 2,03 0,00 A1 A2 A3 B1 B2 B3 Perlakuan Gambar 15. Nilai sensori tekstur rating hedonik pada tahu biji kecipir-kedelai Berdasarkan grafik, diketahui bahwa nilai sensori tekstur tertinggi atau paling disukai dengan rata-rata sebesar 6.27 (suka sangat suka) yaitu pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 2.0% (A2). Nilai sensori tekstur perlakuan tersebut berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya (Lampiran 22). Sedangkan nilai sensori tekstur terendah terdapat pada perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 dan konsentrasi kalsium sulfat sebesar 1.5% (B1) dengan nilai rata-rata 1.67 (sangat tidak suka agak tidak suka). Perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 3 memiliki tekstur yang lebih tidak disukai dibandingkan dengan perlakuan perbandingan 49

64 air pengekstrak 1 : 4. Hal ini diperkuat oleh hasil analisis keragaman (Lampiran 22), yang menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan perbandingan air pengekstrak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai sensori aroma, dimana perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 memberikan hasil tekstur yang jauh lebih baik. Sedangkan perlakuan konsentrasi koagulan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai sensori tekstur. 5. Penentuan Perlakuan Terbaik Penentuan perlakuan terbaik pada penelitian tahap kedua didasarkan pada hasil uji organoleptik. Hasil uji organoleptik ini menunjukkan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk tahu biji kecipir-kedelai yang dihasilkan. Untuk mempermudah dalam menyimpulkan, profil uji organoleptik disajikan dalam bentuk spider web seperti ditunjukkan pada Gambar 16. Terlihat bahwa dari semua atribut yang diujikan, perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) mempunyai nilai sensori yang paling tinggi yaitu 5.43 (aroma), 5.70 (warna), dan 6.27 (tekstur). Hal ini menunjukkan tahu biji kecipir-kedelai hasil perlakuan tersebut paling disukai oleh panelis dengan tingkat penerimaan yang tinggi (agak suka sangat suka). Tekstur A1 A2 A3 B1 B2 B3 Warna Aroma Gambar 16. Grafik spider web nilai sensori tahu biji kecipir-kedelai 50

65 Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian tahap kedua ini perlakuan perbandingan air pengekstrak 1 : 4 dan konsentrasi kalsium sulfat 2.0% (A2) merupakan metode terbaik dalam pembuatan tahu biji kecipirkedelai. Selanjutnya, terhadap tahu biji kecipir-kedelai ini akan dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat untuk dapat diketahui kandungan gizinya. Gambar 17. Produk tahu biji kecipir-kedelai dengan perlakuan terbaik a. Kadar air Kadar air pada tahu biji kecipir-kedelai yang dihasilkan dengan metode terbaik adalah sebesar 80.00% (bb). Nilai ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar air pada tahu kedelai umumnya yaitu 84.49% (bb) pada tahu Jepang dan 79.30% (bb) pada tahu Cina (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kandungan air yang sangat tinggi ini merupakan air yang terperangkap pada saat pembentukan curd. Tingginya kadar air pada tahu juga menyebabkan tahu menjadi tidak tahan lama dan cepat busuk (high perishable food). b. Kadar abu Kadar abu tahu biji kecipir-kedelai dengan menggunakan metode pembuatan terbaik adalah sebesar 1.68% (bb). Kadar abu ini lebih 51

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max Merr)

Lebih terperinci

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI II. TINJAUAN PUSTAKA A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI Salah satu bentuk protein kedelai yang banyak digunakan di industri adalah isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu produk makanan yang sudah popular di masyarakat Indonesia. Sejak dulu, masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi tahu sebagai lauk pauk pendamping

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI MAKALAH PENELITIAN PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI Oleh : Arnoldus Yunanta Wisnu Nugraha L2C 005 237

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu sebagai salah satu produk olahan kedelai yang merupakan sumber penyedian protein yang sangat baik tubuh karena jumlah protein yang dikandungnya serta daya cernanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI Salmyah *) ABSTRAK Ie kuloh sira merupakan larutan yang diperoleh dari limbah industri garam rakyat. Ie kuloh sira dapat dipakai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang 1.1 Kacang kedelai Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang penting dan secara tradisional telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diberbagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT Oleh NANDA HADITTAMA F24050806 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil olahan fermentasi sudah banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain. Salah satu yang populer

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi

TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi TEKNOLOGI PEMBUATAN TAHU SKALA RUMAH TANGGA Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara BPP Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahu bukan asli dari Indonesia, tetapi masyarakat Indonesia sudah sejak zaman

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman anggota kacang-kacangan yang memiliki kandungan protein nabati yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tahu merupakan makanan tradisional bagi masyarakat Indonesia sebagai makanan sumber protein yang bermutu tinggi karena banyak terdapat asam amino esensial

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENGOLAHAN HASIL JAGUNG (MEMBUAT SUSU JAGUNG DAN MIE JAGUNG) Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki nutrisi yang lebih komplek dibandingkan dengan beras. Jagung sangat

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG

PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG PENGARUH PERBANDINGAN GULA MERAH DENGAN SUKROSA DAN PERBANDINGAN TEPUNG JAGUNG, UBI JALAR DENGAN KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK JENANG Devy Nur Afiah 123020120 Pembimbing Utama :Dr. Tantan Widiantara,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU Emi Erawati 1, Malik Musthofa 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA ABSTRAK

PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA ABSTRAK PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA Lisa Nanda E-mail: nandananda12@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan volume ie kuloh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan pola pangan harapan ideal seperti yang tertuang dalam PPH. Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan rumusan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SUSU SAPI MENJADI TAHU

PENGOLAHAN SUSU SAPI MENJADI TAHU PENGOLAHAN SUSU SAPI MENJADI TAHU Paper Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Pangan yang diampu oleh : 1. Mustika Nuramalia Handayani S.TP., M.Pd 2. Dewi Nur Azizah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tak jenuh. Protein dibutuhkan tubuh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang koro pedang mempunyai kandungan karbohidrat (66,1%) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kacang koro pedang mempunyai kandungan karbohidrat (66,1%) dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) Kacang koro pedang mempunyai kandungan karbohidrat (66,1%) dan protein yang tinggi (27,4%) serta lemak yang lebih rendah (2,9%).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010).

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel- sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es krim. Tanpa adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci