A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. ISOLAT PROTEIN KEDELAI Salah satu bentuk protein kedelai yang banyak digunakan di industri adalah isolat protein kedelai. Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar proteinnya minimum 95% dari berat kering. Menurut Koswara (1992), produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai. Menurut Nguyen dan Hicks (1996), pada proses pembuatan isolat protein kedelai diterapkan teknologi proses penyaringan membran sehingga komponenkomponen yang tidak dikehendaki dapat dipisahkan dengan selektif dari produk kedelai. Menurut Seguro dan Motoki (1994) dan Nakajima et al. (1996), pada prinsipnya isolasi protein terdiri dari tahap-tahap : ekstrasi protein dari tepung kedelai bebas lemak dan air, pemisahan serat kasar, pengendapan dengan asam, pemisahan dari fraksi yang larut (whey), netralisasi dan pengeringan dengan spray drier. Tahap-tahap pembuatan isolat protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut Koswara (1995), isolat protein kedelai dibuat dari tepung kedelai bebas lemak maupun biji kedelai utuh. Proses pembuatannya hampir sama, hanya cara ekstrasi proteinnya saja yang berbeda. Jika dibuat dari tepung kedelai, maka mula-mula tepung harus dicampur dengan air (perbandingan tepung : air = 1:8), kemudian ph-nya ditingkatkan menjadi dan diaduk pada suhu 50-55ºC selama 30 menit, sehingga proteinnya terekstrak. Sedangkan ekstraksi protein dari biji utuh dilakukan dengan perendaman 5-8 jam, diikuti pembuatan bubur kedelai (kedelai kupas kulit dihancurkan seperti pada pembuatan susu kedelai), lalu diencerkan hingga perbandingan kedelai kering : air = 1:8, setelah itu dilakukan pengaturan ph hingga dan diaduk 30 menit. Setelah proses tersebut, dilakukan pengaturan ph untuk kedua kalinya dengan melakukan penambahan larutan NaOH 2 N, sambil dipanaskan hingga suhu 50-55ºC untuk mengefisiensi ekstraksi protein. Setelah protein terekstrak, maka residu non protein harus dipisahkan dengan sentrifugase. Tahap ini penting, karena menentukan kemurnian 3

2 isolat protein kedelai yang dihasilkan. Pada umumnya makin cepat sentrifugal yang dilakukan, isolat yang dihasilkan makin murni, sehingga kandungan proteinnya semakin tinggi begitupun dengan sifat fungsionalnya. Komposisi asam amino isolat protein kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Filtrat yang diperoleh dari tahap pemisahan, kemudian diturunkan ph nya sampai 4.5 sehingga protein mengendap. Penurunan ph ini dapat dilakukan dengan penambahan larutan HCL. Endapan protein yang diperoleh kemudian dipisahkan dengan sentrifugase untuk selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan pengering beku atau dapat juga endapan dibuat suspensi kental dengan air (1:2) dan dikeringkan dengan pengering semprot. Kacang kedelai Pemasakan, Pengupasan Hexane Ekstraksi, Evaporasi Minyak kedelai kasar Kedelai bebas lemak Ekstraksi dan Sentrifugasi Ampas Pengendapan isoelektrik Whey Netralisasi dan Pengeringan Isolat protein kedelai Gambar 1. Diagram alir pembuatan isolat protein kedelai (Nakajima et al, 1996) 4

3 Tabel 1.Komposisi asam amino isolat protein kedelai Asam amino Gram AA dalam 16 gram N Asam glutamate Asam aspartat Arginin 7.55 Leusin 6.66 Lisin 6.01 Prolin 5.30 Serin 4.61 Valin 4.55 Phenilalanin 4.46 Isoleusin 4.40 Threonin 3.66 Alanin 3.60 Tirosin 3.51 Glisin 3.44 Histidin 2.25 Metionin 1.37 Sistein 1.34 Triptofan 1.17 Sistin Sedikit Sumber : Wolf, 1977 Menurut Kinsella (1979), kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas pendahuluan, rasio pelarutan, dan suhu, ph, serta kekuatan ion dari medium pengekstrak. Menurut Lawton dan Carter (1971), metode isolasi yang digunakan sangat mempengaruhi sifat-sifat fungsional isolat protein yang dihasilkan. Proses isolasi yang menggunakan panas selama pengeringan dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein yang akan mengurangi kelarutan protein (Winarno, 1995). Menurut Pablo et al. (1981), penggunaan pengering beku memberikan efek 5

4 denaturasi yang relatif lebih kecil dibanding dengan penggunaan oven atau sinar matahari. B. SUSU KEDELAI BUBUK Menurut SNI , susu kedelai adalah produk yang berasal dari ekstrak biji kacang kedelai dengan air atau larutan tepung kedelai dalam air, dengan atau tanpa penambahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Sedangkan susu kedelai bubuk adalah produk yang diperoleh melalui penghilangan air dari susu kedelai cair atau pencampuran antara protein kedelai dan minyak kedelai bubuk. Terdapat beberapa metode dalam pembuatan susu kedelai bubuk. Menurut Koswara (1995), bentuk susu kedelai bubuk yang umumnya dilakukan dengan cara pengeringan semprot (spray drying). Untuk membuat susu kedelai bubuk, mula-mula kacang kedelai yang telah disortasi dan dicuci, direndam dalam larutan NaOH 0.05% selama 8 jam dengan jumlah larutan 3 kali berat kedelai kering. Setelah dikupas dan dicuci, kedelai direndam dalam larutan NaHCO % selama 30 menit pada suhu 100 o C. Kemudian dilakukan penggilingan dengan air panas, perbandingan air dan kedelai kering 8 : 1. Untuk menambah total padatan dalam susu kedelai, pada saat penggilingan ditambahkan santan kelapa sebanyak 10-20%. Setelah disaring, campuran kemudian dihomogenisasi pada tekanan psi. Kemudian dialirkan ke dalam pengering semprot yang telah diset dengan kondisi: tekanan bar, suhu udara o C dan suhu udara keluar o C. Proses pembuatan susu kedelai dengan metode spray drying pada susu kedelai bubuk Melilea dapat dilihat pada Gambar 2. 6

5 Kedelai Penyortiran dan Pembuangan Kulit Kedelai Perendaman dan Perebusan Penggilingan dengan air panas Penyaringan bubur kedelai Pasteurisasi Evaporasi/Pemekatan Spray drying Susu Kedelai Bubuk Gambar 2. Proses pembuatan susu kedelai bubuk Melilea 7

6 C. KOAGULAN TAHU Pada proses pembuatan tahu ditambahkan koagulan yang berfungsi sebagai penggumpal protein susu kedelai. Proses penggumpalan merupakan tahap yang paling menentukan sifat-sifat fisik dan organoleptik dari tahu yang akan dihasilkan (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), bahan penggumpal dapat digolongkan kedalam beberapa golongan, yaitu golongan garam sulfat, garam klorida atau nigari, golongan asam dan golongan lakton. Tabel 2 menunjukkan beberapa jenis bahan penggumpal tahu yang umum digunakan. Tabel 2. Beberapa jenis bahan penggumpal tahu yang umum digunakan. Golongan Jenis yang umum digunakan Garam Sulfat Kalsium sulfat (CaSO 4 ), dan MgSO 4.7H 2 O Garam Khlorida Nigari alami, air laut, MgCl 2.6H2O, CaCl 2, CaCl 2.2H 2 O Lakton C 6 H 10 O 6 (Glukono Delta Lakton, GDL) Asam Asam laktat, asam asetat, cuka (larutan 4% asam asetat), sari buah jeruk Sumber : Shurtleff dan Aoyagi, 1984 Dari beberapa jenis bahan penggumpal yang telah disebutkan diatas, kalsium sulfat dan lakton (GDL) adalah jenis bahan penggumpal yang paling banyak digunakan. Karena menghasilkan rendemen tahu yang tinggi, tekstur tahu yang lembut dan lunak dan mempunyai konsistensi elastis dan berair. Hal ini dikarenakan kemampuannya dalam mengikat air dalam jumlah banyak (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Glukono Delta Lakton (GDL) adalah bahan penggumpal yang umum digunakan untuk pembuatan tahu sutera. Pada umummnya penggunaan GDL akan menghasilkan tahu yang mempunyai rasa lembut dengan tekstur lermbut dan lunak yang tentunya lebih disukai konsumen. Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL sebagai koagulan akan menurunkan ph susu kedelai dan menyebabkan agregasi dari protein terdenaturasi dengan meningkatkan sifat 8

7 hidrofobik dan ketidaklarutan. Koagulan ini bila dicampur dengan susu kedelai dan kemudian dipanaskan akan menghasilkan asam glukonat yang menggumpalkan protein kedelai menjadi tahu. Keistimewaan GDL dalam pembuatan tahu adalah dalam jumlah tertentu dapat dicampurkan pada susu kedelai dingin, kemudian dimasukkan dalam wadah dan ditutup rapat. Selanjutnya dengan dicelupkan dalam air panas (85ºC-95ºC) selama menit akan terbentuk tahu. Panas tersebut akan mengaktifkan lakton yang menghasilkan tahu dalam wadah tanpa pemisahan whey dan curd dengan pengepresan (Kohyama et al., 1995). Penambahan koagulan pada pembuatan tahu harus sesuai, tidak boleh kurang ataupun berlebihan. Bila penambahannya kurang akan menyebabkan kadar protein tahu menjadi lebih rendah dikarenakan koagulasi protein yang tidak sempurna (Lu et al., 1980). Sedangkan bila penambahannya berlebihan menyebabkan tahu akan terasa pahit, tekstur yang keras, permukaan yang kurang halus dan berwarna suram, serta memiliki pori-pori yang kecil (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Menurut Kohyama et al. (1995), penggunaan GDL dapat mencapai 1.4% dan dibatasi oleh rasa asam yang dihasilkannya. Tiap jenis bahan penggumpal memiliki jumlah yang harus ditambahkan dan suhu optimum penggumpalan yang berbeda-beda. D. FOSFAT Terdapat dua jenis fosfat yang dikenal yaitu ortho phosphate yang mengandung anion fosfat tunggal dan poly phosphate yang mengandung dua atau lebih anion fosfat. Umumnya pemakaian fosfat banyak ditemukan pada produk olahan daging. Penggunaan fosfat pada produk olahan daging ini terkait dengan fungsi fosfat yang dapat mengekstrak protein dari serabut otot daging dan memberikan efek kenyal (gel) pada produk olahannya seperti baso. Fungsi penambahan alkali fosfat secara umum, antara lain : meningkatkan daya ikat air, meningkatkan rendemen, meningkatkan keempukan, menstabilkan warna dan keseragaman, serta meningkatkan tekstur. Menurut Trout dan Schmidt (1986), efektifitas fosfat menurun secara linear dengan semakin panjangnya rantai molekul atau dengan kata lain berubahnya tipe atau jenis fosfat yang digunakan. 9

8 Diantara beberapa tipe fosfat, yang paling efektif adalah pirofosfat, kemudian berturut-turut adalah tripolifosfat, tetrapolifosfat, heksametafosfat, dan ortofosfat. Sodium tripolifosfat (STPP) merupakan tipe fosfat yang umum digunakan karena cukup aktif dan harganya relatif murah (Ranken, 1976). Tripolifosfat akan terhidrolisa terlebih dahulu di dalam produk menjadi bentuk aktifnya, yaitu pirofosfat. Penggunaan polifosfat yang berlebihan akan menyebabkan rasa yang pahit sehingga pada penggunaannya memiliki self limiting (pembatas). Penngunaan polifosfat pada umumnya berkisar sekitar 0.3% dan tidak melebihi 0.5% (Ranken, 1976). E. TAHU Menurut SNI , tahu adalah suatu jenis makanan padat yang terbuat dari sari kedelai yang dicetak dengan menggunakan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, dengan atau penambahan bahan tambahan pangan lainnya. Tahu adalah gel protein kedelai yang dibuat dengan pengekstrakan oleh air dan penggumpalan oleh garam atau asam, dengan air, lemak, kedelai, dan bahan lainnya yang terperangkap dalam jaringan tersebut (Liu, 1997). Tekstur tahu dibentuk oleh jaringan tiga dimensi partikel-partikel yang mengurung sejumlah besar air dan didalamnya terdapat tetes-tetes minyak. Minyak di dalam tahu diduga ikut pula membentuk kerangka tiga dimensi, karena lipida polar dapat mengadakan interaksi dengan protein dan membentuk lipoprotein (Schrode dan Jackson, 1972). Berdasarkan kadar air dan teksturnya, tahu diklasifikasikan menjadi dua yaitu tahu sutera dan tahu biasa. Tahu sutera adalah tahu yang dibuat dengan tidak menghilangkan whey tahu pada proses pencetakan sehingga teksturnya halus dan lembut sedangkan tahu biasa dibuat dengan menghilangkan sebagian besar whey pada saat pencetakan sehingga teksturnya lebih kuat dan keras. Kedua tahu ini dibuat dengan proses yang sama, kecuali variasi perbandingan air dan kedelai, jenis dan konsentrasi koagulan, dan jumlah whey yang terbuang ketika proses pencetakan (Liu, 1997). Proses pembuatan tahu secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pembuatan susu kedelai dan tahap koagulasi susu kedelai dengan 10

9 peggumpal sehingga dihasilkan curd yang akan dicetak menjadi tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984). Kelemahan proses pembuatan tahu seperti diatas adalah dihasilkannya banyak limbah (whey dan ampas tahu) dan menghilangkan komponen gizi. Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 3. Kerusakan tahu yang cepat dapat diminimalisir dengan cara melakukan pengolahan dengan baik sehingga menghasilkan mutu tahu yang baik. Menurut Lu et al. (1980), mutu tahu yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu waktu dan suhu perendaman, suhu grinding, laju pemanasan susu kedelai, kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi koagulan, metode penambahan koagulan dan berat serta waktu pengepresan. Ditinjau dari nilai gizinya, jelas tahu merupakan produk kaya protein karena merupakan hasil dari penggumpalan protein. Mutu protein tahu lebih tinggi dari mutu protein kacang kedelai bila ditinjau dari nilai gizinya (Murdiyati, 1985). Hal ini disebabkan pada tahu, enzim inhibitor tripsin telah diinaktivasi, protein terrdenaturasi, rasa dan flavor juga sudah diperbaiki. Menurut Shurttleff dan Aoyagi (1984), lemak pada tahu mengandung asam lemak jenuh yang rendah yaitu sekitar 15% dan tidak mengandung kolestrol. Selain itu, daya cerna tahu sangat tinggi yaitu 85-95%. Hal ini dikarenakan dengan diubahnya kacang kedelai menjadi tahu, maka enzim pencernaan tidak bekerja berat untuk memecah tahu menjadi komponen yang dapat diserap. Kondisi ini disebabkan oleh serat kasar dan karbohidrat yang bersifat tidak larut dalam air sebagian besar telah terbuang pada saat proses pembuatannya (Shurttleff dan Aoyagi, 1975). 11

10 Kedelai bersih Perendaman selama 8-12 jam Penirisan dan pengupasan Penggilingan Air panas/dingin (10:1) Pemanasan o C, selama 10 menit Penyaringan Susu Ampas tahu Koagulan, 2-3% Penggumpalan pada o C Penyaringan Whey tahu Curds Pengepresan, psi Whey tahu Pencetakan dan pendinginan dengan air dingin 5 o C Tahu Gambar 3. Proses pembuatan tahu (Shurtleff dan Aoyagi, 1984) 12

11 F. PANGAN INSTAN Instanisasi pangan bertujuan untuk menghasilkan produk pangan yang mudah dalam penyimpanan, mudah dalam penyajian dan memiliki umur simpan yang lama. Produk pangan instan semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman dimana konsumen menuntut tersedianya produk pangan yang mudah dikonsumsi, bergizi, dan mudah dalam penyajian. Johnson dan Peterson (1971) menyebutkan bahwa, istilah instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia maupun fisik yang akan memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993), pangan instan adalah pangan yang memudahkan dalam masalah penyimpanan serta efisien dalam hal transportasi. Pangan instan didefinisikan sebagai pangan yang kadar airnya dihilangkan, terjaga mutunya, tidak mudah terkontaminasi sumber-sumber penyakit, dan mudah ditangani sehingga praktis dalam penyajian. Salah satu cara penginstanan pangan yang umum dilakukan adalah dengan menghilangkan kadar airnya melalui proses pengeringan. Pangan instan adalah produk pangan yang dalam penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses pemasakan. Pangan instan dapat berwujud kering atau konsentrat namun harus bersifat larut air sehingga mudah untuk disajikan yaitu hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin. Pada instanisasi, luas permukaan total tampak berkurang tetapi permukaan yang dapat digapai berlipat. Untuk memperbesar permukaan yang tercapai maka dapat dilakukan aglomerasi. Tahapannya adalah pemampatan, pembasahan, dan pengeringan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Terdapat beberapa kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk menjadi produk pangan instan antara lain : a. Memiliki sifat hidrofilik b. Tidak memiliki lapisan gel yang non permeable sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan c. Rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (Hartomo dan Widiatmoko, 1993) 13

12 Instanisasi produk pangan dengan pengeringan dapat mengakibatkan perubahan tekstur sehingga dapat merusak mutu produk. Proses instanisasi dikatakan sempurna jika tampak terjadi kejadian berikut antara lain : bubuk yang terkena media basah akan menjadi basah dan kemudian tenggelam, lalu bubuk akan segera larut atau terdispersi merata dalam mediumnya. Agar bubuk dapat terdispersi merata, umumnya dibantu dengan pengadukan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). G. METODE RESPON PERMUKAAN (RESPONSE SURFACE METHODOLOGY) Metode respon permukaan (response surface methodology (RSM)) adalah suatu kumpulan teknik matematika dan statistik untuk mengembangkan, meningkatkan, dan mengoptimasi proses (Montgomery, 1991). Keuntungan utama metode RSM adalah mengurangi jumlah percobaan yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terbaik (Myers dan Montgomery, 2002). Penggunaan RSM untuk optimasi produk dan pengembangan pengolahan pangan telah banyak dilaporkan (Lee et al., 2000; Yusof dan Ahmad, 1996). Metodologi respon permukaan adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respons, serta bertujuan mengoptimumkan respons itu. Dengan demikian, metodologi permukaan respon dapat dipergunakan oleh peneliti untuk : (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respons yang akan datang, serta (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam membahas tentang metodologi respon permukaan, kita akan mendefinisikan variabel-variabel bebas sebagai X 1, X 2,.X k, dimana variabel-variabel bebas itu diasumsikan merupakan variabel kontinu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan, sedangkan respons yang didefinisikan sebagai variabel tak bebas Y diasumsikan merupakan variabel acak (random variable). Menurut Montgomery (2005), pada dasarnya analisis respon permukaan adalah serupa dengan analisis regresi yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respons berdasarkan metode kuadrat terkecil, hanya saja dalam 14

13 analisis permukaan respons diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respons yang optimum (maksimum atau minimum). Penerapan metode respon permukaan banyak dilakukan di industri, khususnya yang berkaitan dengan biologi dan ilmu klinik, ilmu sosial, ilmu pangan, fisika dan ilmu teknik (Bradley, 2007). 15

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging, unggas,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial

KEGUNAAN. Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino : esensial dan non esensial PROTEIN KEGUNAAN 1. Zat pembangun dan pengatur 2. Sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N 3. Sumber energi Merupakan polimer dari sekitar 21 jenis asam amino melalui ikatan peptida Asam amino

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI

PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI PENGARUH LAMA PERENDAMAN KEDELAI DAN JENIS ZAT PENGGUMPAL TERHADAP MUTU TAHU ISMED SUHAIDI Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max Merr)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai ton, beras ketan diimpor dari Thailand dan Vietnam, sedangkan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK

PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI. Salmyah *) ABSTRAK PENGGUNAAN IE KULOH SIRA SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL DAN PENGENDAP SUSU KEDELAI Salmyah *) ABSTRAK Ie kuloh sira merupakan larutan yang diperoleh dari limbah industri garam rakyat. Ie kuloh sira dapat dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahu, merupakan salah satu makanan yang digemari oleh hampir semua kalangan masyarakat di Indonesia, selain rasanya yang enak, harganya pun terjangkau oleh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia pangan terdapat banyak sekali bahan tambahan pangan (BTP). Salah satu BTP yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah bumbu penyedap rasa berbentuk blok.

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU

PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU PENGARUH LAMA PENGOVENAN, PERENDAMAN, dan KONSENTRASI ASAM ASETAT TERHADAP MUTU PRODUK dan LIMBAH CAIR PRODUKSI TAHU Emi Erawati 1, Malik Musthofa 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013. 2. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU Bambang Kusmartono 1, Merita Ika Wijayati 2 1,2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta e-mail : bkusmartono@ymail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang. Berbagai produk olahan pangan baik pangan nabati maupun hewani beredar luas

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tahu merupakan makanan tradisional bagi masyarakat Indonesia sebagai makanan sumber protein yang bermutu tinggi karena banyak terdapat asam amino esensial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana. kriteria tertentu yang diharapkan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang perbandingan gizi tahu dari kedelai dan tahu biji cempedak ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, dimana jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. TAHU Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI

KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.net KOMPOSISI DAN NUTRISI PADA SUSU KEDELAI Oleh: C. Budimarwanti Staf Pengajar Jurdik Kimia FMIPA UNY Pendahuluan Susu adalah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang adalah subtansi hidup yang dapat diperbaharui yang memiliki pembuluh darah, limpa dan syaraf. Tulang terdiri atas bagian tulang yang kompak atau padat dan bagian

Lebih terperinci

PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA ABSTRAK

PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA ABSTRAK PEMBUATAN TAHU DARI KACANG KEDELAI DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN PENGGUMPAL IE KULOH SIRA Lisa Nanda E-mail: nandananda12@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan volume ie kuloh

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu

PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu PEMBAHASAN Pengujian Aktivitas Rennet dalam Mengkoagulasikan Susu Uji aktivitas rennet menggunakan susu yang telah dipasteurisasi. Pasteurisasi susu digunakan untuk menstandardisasikan kualitas biologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)

SKRIPSI. OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) SKRIPSI OPTIMASI PEMBUATAN TAHU BERBAHAN DASAR BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetranogobulus L.) DAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) Oleh ARDI RAMDHANI F24050572 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu Sargassum polycystum, akuades KOH 2%, KOH 10%, NaOH 0,5%, HCl 0,5%, HCl 5%,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dangke adalah sebutan keju dari daerah Enrekang, Sulawesi selatan. Merupakan makanan tradisional yang rasanya mirip dengan keju, namun tampilan dan teksturnya mirip

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010).

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel- sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es krim. Tanpa adanya

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah santan segar. Sedangkan sumber papain diambil dari perasan daun pepaya yang mengandung getah pepaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pemanfaatan enzim protease dalam berbagai industri semakin meningkat. Beberapa industri yang memanfaatkan enzim protease diantaranya industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai

I. PENDAHULUAN. lemak dan kolesterol tinggi (Astiti dkk., 2008). Bahan pangan hewani sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan produk pangan olahan yang disukai oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, baik anak-anak, dewasa maupun orang tua. Dengan demikian, pembuatan bakso dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen di Bidang Teknologi Pangan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen di Bidang Teknologi Pangan BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen di Bidang Teknologi Pangan B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat penelitian dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO) SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Disusun oleh : NAFRI FIRMANSYAH 0731010036 SEFRIAN SUKMA NURSIERA 0731010038 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci