HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KEDELAI 1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang diamati berupa komposisi proksimat kedelai. Rekapitulasi data analisis proksimat keempat jenis kedelai terdapat pada Lampiran 1a-1e. Hasil analisis proksimat kedelai dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi proksimat empat varietas kedelai Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai H Kedelai Kadar Air (%bb) 9.03 a 8.81 a 8.94 a 8.82 a Kadar Abu (%bk) 5.52 b 5.07 a 5.46 b 5.68 c Kadar Protein (%bk) a a a a Kadar Lemak (%bk) c b a a Kadar Karbohidrat (%bk) a ab c bc Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). G2 Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan. Bahan makanan yang kering seperti buah kering, tepung, dan biji-bijian juga mengandung air dalam jumlah tertentu. Kedelai termasuk bahan makanan kering dengan kadar air tertentu yang terkandung di dalamnya. Pengolahan data hasil analisis kadar air pada Lampiran 1f menunjukkan kadar air keempat varietas kedelai yang tidak berbeda nyata pada taraf Nilai kadar air keempat varietas kedelai berkisar antara (%bb). Kedelai varietas A memiliki kadar air sebesar 9.03 (%bb), varietas B 8.81 (%bb), varietas H 8.94 (%bb), dan varietas G (%bb). Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Hasil pengolahan data pada Lampiran 1g menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel (p<0.01). Kadar abu kedelai varietas A sebesar 5.52 (%bk) dan tidak berbeda dengan kadar abu varietas H, 5.46 (%bk). Kedelai varietas B memiliki kadar abu paling rendah, yaitu 5.07 (%bk) dan varietas G2 mempunyai kadar abu paling besar, 5.68 (%bk). Kedelai banyak mengandung kalsium dan fosfor, sedangkan besi terdapat dalam jumlah relatif sedikit. Mineral-mineral lain terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang dari 0.003%) yaitu, boron, magnesium, berilium, dan seng (Uransyah dan Madya 2011). Kedelai mengandung protein rata-rata 35%, bahkan dalam varietas unggul kandungan proteinnya dapat mencapai 40-44%. Protein kedelai sebagian besar (85-95%) terdiri dari globulin dan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Hasil pengolahan data kadar protein keempat varietas kedelai pada Lampiran 1h menunjukkan bahwa keempat sampel tidak berbeda nyata pada taraf Kadar protein kedelai

2 varietas A sebesar (%bk), varietas B (%bk), varietas H (%bk), dan varietas G (%bk). Kedelai mengandung sekitar 18-20% lemak dan 25% dari jumlah tersebut terdiri dari asamasam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol. Di samping itu di dalam lemak kedelai terkandung beberapa posfolipida penting yaitu lesitin, sepalin, dan lipositol. Hasil pengolahan data kadar lemak pada Lampiran 1i menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel (p<0.01). Kadar lemak kedelai tertinggi dimiliki oleh kedelai varietas A, (%bk). Kadar lemak lemak paling rendah adalah kedelai varietas G2 dengan (%bk) dan tidak berbeda dengan kadar lemak kedelai varietas H, (%bk). Sedangkan kadar lemak kedelai varietas B sebesar (%bk). Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan rafinosa yang larut dalam air. Pengolahan data kadar karbohidrat keempat varietas kedelai pada Lampiran 1j menunjukkan perbedaan nyata diantara sampel pada taraf Kadar karbohidrat keempat kedelai berkisar antara (%bk) dengan perhitungan secara by difference. Kadar karbohidrat kedelai varietas H, (%bk) merupakan kadar karbohidrat tertinggi dan kedelai varietas A memiliki nilai kadar karbohidrat terendah sebesar (%bk) yang tidak berbeda nyata dengan varietas B, (%bk). Kadar karbohidrat kedelai varietas G2 sebesar (%bk). Perbedaan komposisi proksimat masingmasing varietas kedelai dan perubahannya dari kondisi awal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas (genotype), kondisi lahan pertanian, proses pengolahan, kondisi penyimpanan (Lee et al. 2003, Riedl et al. 2007), pengemasan, dan kondisi saat mengalami proses distribusi dari produsen ke konsumen. 2. Karakteristik Fisik Kedelai Karakter fisik yang diamati meliputi ukuran (diameter terpanjang) dan massa bulir kedelai yang digunakan sebagai bahan baku. Rekapitulasi hasil pengamatan data karakter fisik keempat varietas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 2a-2b. Hasil ukuran dan massa bulir keempat varietas dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil pengolahan data ukuran bulir keempat varietas kedelai pada Lampiran 2c menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel dengan p<0.01. Kedelai varietas B memiliki ukuran (diameter terpanjang) bulir kedelai yang paling besar dibandingkan dengan dengan kedelai lain yaitu 6.53 mm. Kedelai varietas A memiliki ukuran 4.75 mm. Kedelai varietas H memiliki ukuran 5.43 mm dan kedelai varietas G mm. Penelitian Kocabiyik et al. (2004) menyebutkan bahwa kedelai memiliki ukuran berkisar antara 5-8 mm. Kedelai B, H, dan G2 memiliki ukuran lebih dari 5 mm kecuali kedelai A yang memiliki ukuran rata-rata kurang dari 5 mm. Tabel 5. Ukuran dan massa bulir empat varietas kedelai Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai H Kedelai G2 Ukuran bulir kedelai (mm) 4.75 a 6.53 c 5.43 b 5.12 ab Massa bulir kedelai (mg) a d b c Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan 20

3 Massa bulir keempat varietas kedelai juga menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata (p<0.01) yang dapat dilihat dari hasil pengolahan data pada Lampiran 2d. Selain memiliki ukuran bulir kedelai yang paling besar, kedelai varietas B juga memiliki massa bulir kedelai yang paling besar yaitu mg. Ukuran bulir kedelai yang paling besar dimiliki oleh kedelai varietas A yaitu mg. Varietas H memiliki massa kedelai sebesar mg dan varietas G2 sebesar mg. Secara fisik kedelai varietas B memiliki ukuran dan massa yang lebih besar dibandingkan dengan karakter fisik kedelai varietas lain. Penampakan fisik keempat kedelai dapat dilihat pada Gambar 6. Biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6-30 g/100 biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g/100 biji), biji sedang (11-12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100 biji) (Harjoko 2003). Berdasarkan klasifikasi di atas keempat kedelai yang digunakan termasuk ke dalam klasifikasi biji besar dengan ukuran lebih dari 13 g/100 biji. B. KARAKTERISTIK TEMPE Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, B, H, G2, dan A. Analisis yang dilakukan meliputi karakter kimia (komposisi proksimat), karakter fisik (ukuran bulir kedelai dan kekerasan), rendemen, dan karakter sensori. Tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7. A B G2 H A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan. Gambar 6. Penampakan fisik empat varietas kedelai A, B, H, dan G2 21

4 B A H G2 (b) (a) Gambar 7. Tempe sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b) 1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Tempe Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari keempat varietas kedelai B, H, G2, dan A yang digunakan. Keempat tempe yang dihasilkan dianalisis komposisi proksimatnya. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3a-3e. Tabel 6 menunjukkan komposisi proksimat pada tempe yang dihasilkan. Tabel 6. Komposisi proksimat empat varietas tempe Tempe Tempe Tempe Tempe Tempe Parameter A B H G2 Kedelai a) Kadar Air (%bb) a a a a Kadar Abu (%bk) 2.53 a 2.30 a 2.45 a 3.02 b 4.29 Kadar Protein (%bk) a a a a Lemak (%bk) a a a a Karbohidrat (%bk) a a a a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A:varietas kedelai komersial; B, H, G2:varietas kedelai yang sedang dikembangkan; a) SNI Tempe Kedelai. Hasil pengolahan data pada Lampiran 3f menunjukkan keempat produk tempe memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata pada taraf Kadar air keempat produk tempe berkisar antara (%bb). Kadar air tempe A (%bb), tempe B sebesar (%bb), tempe H (%bb), dan tempe G (%bb). Kadar air tempe A, B, dan G2 memenuhi prasyarat kadar air produk tempe menurut SNI Tempe Kedelai, sedangkan kadar air tempe H melebihi syarat yang ditetapkan. Selama proses pengolahan kedelai menjadi tempe terjadi proses perendaman dan perebusan kedelai yang menyebabkan ukuran bulir kedelai semakin membesar dan terjadi penyerapan air ke dalam bahan sehingga kadar air tempe lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar air kedelai. Kadar air 22

5 dalam kedelai dan kelembaban relatif sangat penting pada proses pembuatan tempe, terutama untuk pertumbuhan miselia kapang. Hasil pengolahan data kadar abu tempe dapat dilihat pada Lampiran 3g. Kadar abu tempe A, B, dan H berkisar antara (%bk) serta berbeda nyata pada taraf Tempe G2 memiliki kadar abu paling besar yaitu 3.02 (%bk) dan berbeda nyata dengan ketiga tempe yang lain. Kadar abu keempat tempe yang dihasilkan memenuhi prasyarat yang ditentukan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein dan karbohidrat pada keempat produk tempe yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3h dan 3i. Kadar protein tempe berkisar antara (%bk). Kadar protein keempat tempe memenuhi syarat kadar protein yang ditetapkan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan kedelai dikarenakan perbedaan faktor konversi protein dan bertambahnya nitrogen yang terukur berkat adanya miselia kapang R. Oligosporus. Kadar karbohidrat produk tempe yang dihasilkan berkisar antara (%bk). Fung dan Crozier-Dodson (2008) menyatakan bahwa selama perendaman kedelai terjadi penurunan konsentrasi sukrosa, stakiosa, dan rafinosa. Glukosa, fruktosa, dan galaktosa terdapat pada air rendaman dengan glukosa menjadi substrat utama untuk pertumbuhan mikrobial. Selama fermentasi juga terdapat penurunan kadar pati dan oligosakarida, yaitu stakiosa dan rafinosa. Pada SNI Tempe Kedelai tidak diatur standar kadar karbohidrat yang harus terdapat pada tempe. Kadar lemak produk tempe yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata antara keempat produk tempe berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 3j. Tempe A memiliki kadar lemak (%bk), tempe B (%bk), tempe H (%bk), dan tempe G2 memiliki kadar lemak (%bk). Kadar lemak keempat tempe yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kadar lemak pada SNI Tempe Kedelai. Penelitian de Reu et al. (1994) menunjukkan bahwa terjadi penurunan level gliserida dan asam lemak bebas pada tempe. Hal tersebut terjadi karena adanya asimilasi oleh R. oligosporus yang menggunakannya sebagai sumber karbon. Komposisi proksimat tempe diantaranya dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku kedelai yang digunakan dan proses pengolahan dari kedelai menjadi tempe seperti dijelaskan di atas. 2. Karakteristik Fisik dan Rendemen Tempe Karakteristik fisik tempe kedelai yang diamati meliputi ukuran bulir kedelai pada tempe dan kekerasan tempe menggunakan penetrometer. Rekapitulasi hasil pengukuran bulir kedelai dan kekerasan tempe dapat dilihat pada Lampiran 4a-4c. Karakter fisik dari tempe dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik fisik empat varietas tempe Parameter Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2 Ukuran bulir kedelai (mm) 8.01 a c 9.67 b 8.31 a Kekerasan (mm) 8.70 a 8.09 a 8.20 a 8.11 a Rendemen (%) a a a a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0.05). Ukuran bulir kedelai diamati pada produk tempe yang dihasilkan. Pengukuran bulir kedelai pada tempe menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0.01) (Lampiran 4c). Ukuran bulir kedelai pada tempe dipengaruhi oleh karateristik fisik bahan baku kedelai yang digunakan. Selama 23

6 proses pembuatan kedelai menjadi tempe, terdapat beberapa proses yang mengakibatkan ukuran bulir tempe kedelai berubah, diantaranya proses perendaman dan perebusan. Pada perendaman dan perebusan, kedelai akan menyerap air sehingga ukurannya akan berubah menjadi lebih besar. Hasil pengukuran menunjukkan pola yang sama dengan pengukuran ukuran bulir kedelai mentah dimana kedelai pada tempe B memiliki ukuran bulir kedelai paling besar, yaitu mm dan kedelai pada tempe A memiliki ukuran bulir kedelai terkecil, 8.01 mm. Kedelai B yang memiliki ukuran bulir paling besar pada keadaan mentah juga memiliki ukuran bulir paling besar pada produk tempe yang dihasilkan. Begitu pula kedelai A memiliki ukuran paling kecil pada saat mentah dan pada produk tempe yang dihasilkan. Selain ukuran bulir masa, diamati pula kekerasan tempe menggunakan penetrometer. Semakin besar angka yang dihasilkan oleh penetrometer mengindikasikan semakin dalam probe penetrometer mempenetrasi ke dalam makanan dan mengindikasikan semakin lembek (soft) makanan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kekerasan tempe A sebesar 8.7 mm, tempe B 8.09 mm, tempe H 8.20 mm, dan tempe G2 sebesar 8.11 mm. Kekerasan tempe varietas satu dengan yang lain tidak berbeda nyata satu dengan yang lain pada taraf 0.05 (Lampiran 4d). Produk tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8. Perhitungan rendemen dilakukan terhadap produk tempe yang dihasilkan. Hasil perhitungan rendemen menunjukan bahwa perbedaan yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 5). Tempe dengan verietas kedelai G2 memiliki angka rendemen %. Tempe B memiliki rendemen sebesar %, rendemen tempe H sebesar %, dan tempe A memiliki nilai rendemen %. Penelitian yang dilakukan olah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menunjukkan rendemen pembuatan tempe meggunakan varietas Burangrang sebesar 152.5%, Bromo sebesar 148.4%, dan 138.4% untuk kedelai impor. Nilai rendemen tempe yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008). 3. Karakteristik Sensori Tempe Rekapitulasi dan pengolahan data hasil analisis sensori tempe dapat dilihat pada Lampiran 6a-6b. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa dari atribut warna, flavor, tekstur, dan penerimaan umum, tempe B memiliki skor penerimaan paling besar walau tidak berbeda dengan tempe A dan H. Tempe G2 memiliki skor penerimaan pada rentang skor antara agak suka dan netral. Dengan demikian dapat dikatakan tempe B merupakan tempe yang memiliki nilai rata-rata penerimaan tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaruh penampakan fisik kedelai varietas B yang memiliki ukuran bulir lebih besar dibandingkan varietas lain. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Skor penerimaan tempe berdasarkan uji rating hedonik Sampel Warna Aroma Tekstur Rasa Overall Tempe A 2.60 a 3.00 a 2.80 a 3.55 a 3.08 a Tempe B 2.48 a 2.70 a 2.73 a 3.25 a 2.92 a Tempe H 3.00 a 2.73 a 3.05 a 3.12 a 3.15 a Tempe G b 4.87 b 3.85 b 4.73 b 4.60 b Nilai pada satu kolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05) A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan Skala 1 (paling disuka) sampai 7 (paling tidak disuka). 24

7 A B A B G2 H H G2 (a) (b) Gambar 8. Tempe empat varietas kedelai, dalam kemasan plastik (a) dalam bentuk potongan (b) C. FORMULA NUGET TEMPE TERPILIH Hasil respon penerimaan panelis terhadap nuget tempe secara umum menunjukkan nilai ratarata sebesar Hal ini menunjukkan penerimaan konsumen terhadap produk nuget tempe berkisar antara suka dan agak suka. Rekapitulasi dan pengolahan data formula nuget tempe dapat dilihat pada Lampiran 7a-7b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik Sampel Warna Aroma Juiciness Kekenyalan Tekstur Rasa Overall Formula I Formula II Formula III Formula IV Skala 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka). Dari hasil uji ranking, dengan 36 orang panelis, formula I mendapat peringkat tertinggi, mengarah ke paling disukai dalam setiap parameter. Dengan demikian yang dipilih adalah formula I. Formula I digunakan untuk membuat nuget tempe dengan menggunakan empat varietas kedelai yang berbeda yaitu B, H, G2, dan A yang diolah menjadi tempe. Keempat produk nuget tempe tersebut kemudian diamati karakteristik fisikokimia, biokimia (daya cerna), dan sensorinya. 25

8 D. KARAKTERISTIK NUGET TEMPE Karakteristik yang diamati dalam produk nuget yang dihasilkan adalah karakter fisik berupa texture profile analysis dengan parameter yang diamati berupa kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kelengketan, dan daya kunyah. Selain karakter fisik juga diamati karakter kimianya berupa analisis proksimat dan daya cerna protein in vitro serta analisis sensori terhadap produk nuget tempe yang dihasilkan. 1. Karakteristik Kimia Tempe Hasil rekapitulasi dan pengolahan data analisis proksimat keempat produk nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 8a-8e dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 10. Secara umum produk nuget yang dihasilkan memiliki kandungan protein yang hampir sama nilainya. Tidak ada perbedaan nyata pada kadar air dan protein pada taraf Nilai kadar air nuget tempe berkisar (%bb) dan kadar proteinnya berkisar % (%bk) atau (%bb). Bila dibandingkan dengan syarat mutu kadar air yang ada pada SNI Ayam (BSN 2002) yang mensyaratkan kadar air maksimal 60 (%bb) maka keempat sampel nuget tempe memenuhi persyaratan. Kadar protein nuget tempe yang dihasilkan juga memenuhi syarat SNI Ayam yaitu minimal kadar protein 12 (%bb). Hasil pengolahan data pada Lampiran 8f menunjukkan adanya perbedaan nyata kadar abu nuget tempe pada taraf Kadar abu paling tinggi dimiliki oleh nuget tempe G (%bk) dan paling rendah nuget tempe H 3.40 (%bk). Parameter Tabel 10. Komposisi proksimat nuget tempe Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2 Kadar Air (%bb) a a a a Kadar Abu (%bk) 3.73 ab 3.64 ab 3.40 a 4.01 b Kadar Protein (%bk) a a a a Kadar Lemak (%bk) a b ab a Kadar Karbohidrat (%bk) a a a a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). Kadar lemak nuget tempe juga berbeda nyata antar sampel pada taraf 0.05 (Lampiran 8g). Kadar lemak paling rendah dimiliki oleh nuget G (%bk) dan yang paling tinggi nuget B (%bk). Kadar lemak keempat nuget tempe yang berkisar (%bb) juga memenuhi kriteria syarat kadar lemak pada SNI Ayam yang mensyaratkan kadar lemak maksimal 20 (%bb). Kadar karbohidrat keempat nuget tempe tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 seperti terlihat pada Lampiran 8h. Kadar karbohidrat keempat nuget tempe yang berkisar (%bb) juga memenuhi syarat mutu kadar karbohidrat pada SNI Ayam yaitu maksimal 25 (%bb). Komposisi proksimat nuget tempe dipengaruhi oleh bahan baku tempe dan bahan-bahan yang digunakan serta proses selama pengolahan menjadi nuget. Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak antara kedelai, tempe, dan nuget tempe dapat dilihat pada Tabel 11. Perubahan kadar air, protein, dan lemak dengan empat jenis varietas kedelai menunjukkan pola yang sama. Kadar air dan protein kedelai mengalami peningkatan setelah diolah 26

9 menjadi tempe dan mengalami penurunan kembali setelah diolah menjadi nuget tempe. Sedangkan kadar lemak kedelai mengalami penurunan setelah diolah menjadi tempe dan mengalami peningkatan saat diolah menjadi nuget tempe. Pengolahan kedelai menjadi tempe melalui proses perebusan dan perendaman kedelai dalam air sehingga kadar air pada tempe meningkat. Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan tempe terutama untuk pertumbuhan miselia kapang. Tempe merupakan produk pangan yang mudah rusak atau tidak tahan lama dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu maksimal sekitar 65% menurut standar SNI Tempe Kedelai. Kadar air kedelai A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata begitu pada kadar air tempe A, B, H, dan G2 kadar airnya tidak berbeda pada taraf Pada pengolahan tempe menjadi nuget terdapat proses penggorengan yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kadar air. Ketika pangan dicelupkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan meningkat dengan cepat dan air dalam bahan pangan menguap menjadi uap panas. Kadar air pada nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf Selain terjadi pada kadar air, perubahan juga terjadi pada kadar protein. Tabel 11. Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak kedelai, tempe, dan nuget tempe varietas kedelai A, B, H, dan G2 Bahan Kedelai Kadar Air (%bb) Kadar Protein (%bk) Kadar Lemak (%bk) A B H G Tempe A B H G Tempe yang sudah digoreng A B H G Perubahan kadar protein pada kedelai menjadi tempe diakibatkan oleh proses yang terjadi selama pembuatan tempe terutama selama fermentasi. Selama proses fermentasi banyak komponen dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi senyawa yang lebih kecil dan larut dalam air seperti asam amino dan peptida (Baumann dan Bisping 1995). Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai salah satunya akibat bertambahnya kadar nitrogen yang terukur berkat adanya miselium kapang R. Oligosporus. Kadar protein kedelai dan tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada Kadar protein pada nuget tempe mengalami penurunan kadar diantaranya disebabkan karena jumlah bahan baku sumber protein yang digunakan juga berkurang. Tempe yang 27

10 digunakan pada pembuatan nuget tempe sebanyak 73%. Pada pembuatan nuget tempe digunakan bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi pengukuran kadar protein. Seperti penambahan tepung yang dapat meningkatkan karbohidrat dan proses penggorengan yang menyebabkan adanya penyerapan minyak. Penurunan kadar protein pada nuget tempe diiringi dengan terjadinya peningkatan kadar karbohidrat dan lemak. Kadar Protein nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf Kadar lemak juga mengalami perubahan pada kedelai, tempe, dan nuget tempe. Selama fermentasi lemak akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas (de Reu et al. 1994) sehingga kadar lemak pada kedelai berbeda dengan kadar lemak pada tempe. Kadar lemak pada nuget tempe mengalami peningkatan. Pada pengolahan menjadi nuget tempe terjadi proses penggorengan secara deep fat frying yang mengakibatkan penyerapan minyak ke dalam bahan pangan sehingga kadar lemak bahan pangan meningkat. Pada proses menggoreng, minyak yang terserap dapat mencapai 5-40% (Fennema 1996). Protein merupakan zat yang penting bagi tubuh karena memiliki fungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan zat pengatur. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah mutu cerna (digestibility). Nilai suatu protein sangat bergantung pada komposisi kandungan asam amino. Salah satu mutu gizi protein ditentukan oleh daya cerna protein dan kelengkapan asam aminonya. Daya cerna merupakan fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Daya cerna menyatakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino yang dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh. Selain komposisi proksimat, dilakukan juga uji daya cerna protein in vitro untuk mengetahui kualitas protein pada nuget tempe yang dihasilkan. Hasil uji daya cerna protein in vitro dapat dilihat pada Gambar 9. Daya cerna protein menjadi salah satu indikator kualitas protein yang ada dalam makanan. Pada penelitian ini dilakukan analisis daya cerna protein in vitro dengan metode Hsu et al Dari hasil analisis diketahui keempat nuget memiliki daya cerna protein yang hampir sama. H memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 83.70% dan yang paling rendah adalah nuget G2 yaitu sebesar 82.11%. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sangat berpengaruh terhadap daya cerna protein yang dihasilkan A B H G2 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan Gambar 9. Diagram daya cerna protein in vitro nuget tempe (%) 28

11 2. Karakteristik Fisik Tempe Rekapitulasi hasil dan pengolahan data pengukuran TPA pada produk nuget tempe dapat dilihat pada Lampiran 9a-9e dan hasil TPA produk nuget tempe dapat dilihat dalam Tabel 13. Parameter yang diamati berupa kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), daya kohesif (cohesiveness), kelengketan (gumminess), dan daya kunyah (chewiness). Hasil pengolahan data kekerasan nuget tempe (Lampiran 9f) menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar sampel pada taraf Kekerasan nuget tempe berkisar (gf). Kekerasan suatu produk diantaranya dipengaruhi oleh kadar air. Kekerasan produk berkurang dengan meningkatnya kadar air pada bahan (Chin et al. 2004). Teori tersebut sejalan dengan hasil yang ditunjukkan oleh hasil TPA nuget tempe. Kekerasan nuget tempe B, G2, dan A menunjukkan pola yang sesuai teori, kadar air yang meningkat menunjukkan menurunnya kekerasan nuget tempe. Pada parameter elastisitas dan daya kohesif nilai keempat produk tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 9g-9h). Parameter Tabel 12. Profil tekstur nuget tempe berdasarkan TPA Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2 Hardness (gf) a a a a Springiness (ratio) 0.74 a 0.77 a 0.68 a 0.76 a Cohesiveness (ratio) 0.36 a 0.41 a 0.36 a 0.39 a Gumminess (gf) a a a a Chewiness (gf) a a a a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). Elastisitas nuget tempe berkisar dan daya kohesifnya berkisar Hasil pengolahan data pada Lampiran 9i dan 9j menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter kelengketan dan daya kunyah nuget tempe pada taraf Kelengketan nuget tempe berkisar (gf) dan daya kunyahnya berkisar (gf) Kelengketan dan daya kunyah produk merupakan parameter yang dipengaruhi oleh kekerasan produk. Penelitian Szczesniak (2002) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara pengukuran instrumental dengan penilaian secara sensori. Hasil analisis sensori bila dikaitkan dengan data TPA menunjukkan bahwa nuget tempe yang disukai panelis adalah yang nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka walaupun secara statistik nilainya tidak berbeda pada taraf Parameter fisik yang juga diamati adalah pick up batter dan breader, susut masak, dan rendemen nuget tempe. Rekapitulasi data dapat dilihat pada Lampiran 10a-10c. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil pengolahan data pada Lampiran 10d dan 10e menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter pick up batter dan breader pada taraf Pick up batter nuget tempe berkisar % dan pick up breader %. Pick up batter dan breader menunjukkan seberapa besar adonan dapat merekat pada batter dan breader. Karakteristik dari bahan-bahan yang digunakan dalam adonan mempengaruhi pick up dalam produk nuget. Produk nuget memiliki pick up antara 14-30%. Batter yang memiliki viskositas lebih tinggi menghasilkan pick up breading yang lebih besar daripada batter yang memiliki viskositas rendah. 29

12 Menurut Sasiela (2004) penggunaan batter dan breader memiliki efek yang signifikan dalam mengurangi biaya sebesar 20-30%. Batters dan breader juga dapat diformulasikan untuk mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan, mengontrol migrasi kelembaban dalam bahan makanan, mencegah oksidasi dari minyak goreng, dan memperbaiki profil nutrisi (Ballard 2003). Hal ini menarik bagi konsumen yang semakin perhatian terhadap masalah kesehatan antara mengkonsumsi makanan yang digoreng (fried food) dan mengurangi asupan lemak. Formulasi baru berkenaan dengan batter dan breader sedang dikembangkan sebagai carrier antioksidan, mikronutrien, dan fat soluble vitamin tanpa mengurangi kualitas produk. Tabel 13. Parameter fisik (pick up, susut masak, dan rendemen) nuget tempe Parameter Tempe Nugget A Tempe Nugget B Tempe Nugget H Tempe Nugget G2 Pick up batter (%) a a a a Pick up breader (%) 6.38 a 4.74 a 7.35 a 6.57 a Susut masak (%) a a a a Rendemen (%) a a a a Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). Susut masak keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10f). Susut masak keempat nuget tempe berkisar antara %. Sala satu faktor yang dapat mempengaruhi susut masak adalah viskositas batter. Semakin tinggi viskositas batter semakin rendah angka susut masak. (Mallikarjunan et al. 2010). Walaupun memiliki nilai pick up batter dan breader yang tinggi ternyata nuget H memiliki nilai yang tinggi pula pada parameter susut masak. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh adanya pengaruh temperatur. Mukprasirt et al. (2000) dan Baixauli et al. (2003) menemukan adanya pengaruh temperatur terhadap viskositas batter, dimana semakin tinggi temperatur maka viskositas batter akan menurun. Penurunan viskositas dapat berpengaruh terhadap pick up dan susut masak. Rendemen nuget tempe keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10g). Rendemen keempat nuget tempe berkisar %. Rendemen nuget dipengaruhi oleh temperatur dan waktu penggorengan, menyusutnya kadar air, dan penyerapan minyak dalam produk (Mallikarjunan et al. 2010). Pada parameter temperatur dan waktu penggorengan dapat diabaikan karena termasuk ke dalam variabel yang terkontrol dalam penelitian kali ini. Bila ditinjau dari komposisi proksimat nuget tempe dan dikaitkan dengan hasil rendemen nuget tempe. tempe dengan kadar dan kadar lemak tinggi cenderung memiliki rendemen tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nuget tempe B yang memiliki kadar lemak paling tinggi memiliki nilai rendemen paling besar secara angka, dan nuget tempe A dan G2 yang memiliki kadar lemak paling kecil memiliki nilai rendemen kecil pula secara angka. 3. Karakteristik Sensori Tempe Produk nuget tempe yang dihasilkan kemudian diuji secara sensori dengan uji ranking hedonik untuk mengetahui preferensi panelis terhadap keempat jenis nuget yang dihasilkan. Rekapitulasi dan pengolahan data uji ranking hedonik dapat dilihat pada Lampiran 11a-11b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel

13 Hasil uji ranking hedonik menunjukkan bahwa dari parameter warna, kekenyalan, tekstur, rasa, dan penerimaan secara overall menunjukkan bahwa nuget tempe B memiliki nilai rata-rata preferensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki preferensi yang lebih terhadap nuget tempe B dibanding yang lain. Hal ini sejalan dengan hasil uji penerimaan pada karakteristik sensori tempe dimana tempe B memiliki nilai rata-rata penerimaan yang tinggi. Keempat nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Salah satu faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih (preferensi) nuget adalah karakteristik produk makanan yang dihasilkan disamping faktor-faktor lain (Rahmawati 2004). Warna nuget dipengaruhi oleh proses penggorengan yang menghasilkan warna kecoklatan karena reaksi Maillard. Kandungan protein dan karbohidrat dalam bahan yang digunakan dalam pembuatan nuget akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Dalam hal ini komposisi proksimat tempe dan tepung yang digunakan berpengaruh terhadap warna nuget yang dihasilkan. Juiciness nuget dipengaruhi oleh kandungan air dalam produk setelah digoreng. Keempat nuget memiliki kandungan kadar air cukup tinggi sehingga memiliki tekstur juicy. tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan juiciness yang cukup tinggi memiliki kadar air yang cukup tinggi pula. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan kaitan antara kadar air dengan tekstur juicy pada produk. tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan yang cukup tinggi pada parameter kekenyalan tekstur produk. Hal tersebut berkaitan dengan hasil analisis TPA yang dihasilkan yaitu nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka. Tabel 14. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik Sample Warna Aroma Juiciness Kekenyalan Tekstur Rasa Overall Tempe Nugget A 2.49 ab 3.23 c 2.36 a 2.70 a 2.77 a 3.11 c 2.96 b Tempe Nugget B 1.98 a 2.23 ab 2.40 a 2.26 a 2.23 a 2.02 a 2.00 a Tempe Nugget H 2.72 b 1.96 a 2.72 a 2.49 a 2.47 a 2.34 ab 2.45 ab Tempe Nugget G b 2.57 b 2.51 a 2.55 a 2.53 a 2.53 ab 2.60 b Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 0.05 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan Skala 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka). A B H G2 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan Gambar 10. tempe A, B, H, dan G2 31

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedelai dengan empat varietas yaitu: Kedelai A, kedelai komersial yang diperoleh dari Koperasi Pengrajin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, karena pangan merupakan salah satu faktor utama yang dibutuhkan mahluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1)

4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) (2:1) 28 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisa Kuantitatif spora Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus oligosporus serta Rhizopus oryzae (2:1) Hasil analisa kuantitatif spora Rhizopus oligosporus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai 244. Evaluation on Tempeh Nugget Quality Madefrom Different

Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai 244. Evaluation on Tempeh Nugget Quality Madefrom Different ARTIKEL Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai Varietas Kedelai Evaluation on Tempeh Nugget Quality Madefrom Different Soybean Varieties Made Astawan, Nurina Rachma Adiningsih, Nurheni Sri Palupi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4 Gambar 2. Biskuit B1 dengan penambahan brokoli dan jambu biji fresh, dan konsentrasi tepung bekatul 3,5%; B2 dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Penepungan Kacang Tunggak Kacang tunggak yang akan digunakan dalam pembuatan cookies harus terlebih dahulu ditepungkan. Kacang tunggak ditepungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

ISSN : Vol. 23 No.3 September Vol. September PANGAN

ISSN : Vol. 23 No.3 September Vol. September PANGAN ISSN : 085-0607 Vol. No. September 014 PANGAN Vol. No. Hal. 08-95 Jakarta ISSN September 01 4 085-0607 Terakreditasi LIPI Nomor : 515/AUlIPMI-LIPI/04101 ARTIKEL Evaluasi Kualitas Nuget Tempe dari Berbagai

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI SKRIPSI NURINA RACHMA ADININGSIH F

EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI SKRIPSI NURINA RACHMA ADININGSIH F EVALUASI KUALITAS NUGET TEMPE DARI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI SKRIPSI NURINA RACHMA ADININGSIH F24070061 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 EVALUATION ON TEMPE NUGGET QUALITY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia berbahan kedelai yang diolah melalui fermentasi kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sangat familiar dikalangan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air 4. PEMBAHASAN Produk snack bar dikategorikan sebagai produk food bar, dan tidak dapat dikategorikan sama seperti produk lain. Standart mutu snack bar di Indonesia masih belum beredar sehingga pada pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Purata Kadar Protein Tempe ( mg / ml ± SE) pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Protein Tempe pada Perlakuan Variasi Penambahan Inokulum Tempe dan Tepung Belut Kadar protein pada tempe dengan berbagai perbandingan diukur dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pola hidup, masyarakat Indonesia dituntut untuk beraktivitas serba cepat. Pola hidup demikian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst)

KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) KUALITAS MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG BIJI KLUWIH (Artocarpus communis G.Forst) Quality of Noodle with Substitution of Kluwih (Artocarpus communis G. Forst) Seed Flour Agustina Arsiawati Alfa Putri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Fase perkembangan fisik dan fungsi fisiologis bayi sangat didukung oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama, kebutuhan gizi bayi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU

PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU PEMANFAATAN KARAGENAN DAN ASAM SITRAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TAHU SKRIPSI Oleh : Windi Novitasari NPM. 0333010002 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max) Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM

PENGARUH KONSENTRASI XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM PENGARUH KONSENTRASI XANTHAN GUM TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NUGGET JAMUR TIRAM SKRIPSI OLEH: IVONNY YULINA 6103013117 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEDELAI Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang menurut para ahli botani berasal dari daerah Asia Timur yaitu Manchuria dan sebagian Cina. Kedelai merupakan sumber utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan

Gambar 12.(a) Persentase Responden yang Memilih Makanan Ringan dan Makanan Berat, (b) Persentase Produk Makanan Ringan 3. HASIL PENGAMATAN 3.1. Survei Berdasarkan survei pemetaan produk yang dilakukan didapatkan hasil bahwa jumlah responden yang memilih makanan ringan sebagai jenis makanan yang akan diaplikasikan beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali ditemukan tempe, makanan yang terbuat dari kedelai dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan kecap melalui 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan moromi. Pada tahap fermentasi koji, koji dengan variasi inokulum ragi tempe dan usar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan berbagai macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci