FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI APLIKASI Duddingtonia flagransdi DALAM MEREDUKSI LARVA Haemonchus contortus DI LAPANG RUMPUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI APLIKASI Duddingtonia flagransdi DALAM MEREDUKSI LARVA Haemonchus contortus DI LAPANG RUMPUT"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI APLIKASI Duddingtonia flagransdi DALAM MEREDUKSI LARVA Haemonchus contortus DI LAPANG RUMPUT (The Influence of Factors for Duddingtonia flagrans Application in Reduction Haemonchus contortus Larvae in Pasture Plot) R.Z. AHMAD 1, BERIAJAYA 1, M SUATMOJO 2 dan E. PURWANINGSIH 2 1 Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 3, Bogor Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat, Jl. Ir. H. Juanda 265, Bandung ABSTRACT Duddingtonia flagrans have been used as biological control for Haemonchus contortus larvae. The aim this research was to seek these factors for application in pasture plot influenced the reduction power against larvae nematodes. The research were done in Sheep and Goat at UPTD Nanggung in Bogor from 25 to goats divided to 5 groups for treatment, then the feces were collected and spread every day on pasture plot. The egg and larvae are inspected every week for 12 weeks. The change of natural factors (rain fall, humidity, temperature) was recorded every day. The results showed that the three natural factors and location did influence the application of D. flagrans towards the reduction power of H. contortus larvae reduction. Key Words: Duddingtonia Flagrans, Haemonchus Contortus, Natural Factor, Grass Plot, Reduction ABSTRAK Duddingtonia flagrans dapat digunakan sebagai pengendali hayati terhadap larva cacing Haemonchus contortus. Penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi daya reduksi terhadap larva cacing nematoda. Penelitian ini dilakukan di lapangan rumput UPTD kambing dan Domba Nanggung Bogor pada tahun 25 sampai 26. Sejumlah 42 ekor domba dewasa dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan, kemudian tinja-tinja dikumpulkan dan disebarkan setiap hari pada padang rumput yang telah diplotkan. Telur dan larva pergram tinja diamati setiap minggunya selama 12 minggu. Perubahan faktor faktor alam (curah hujan, kelembaban, suhu) di catat setiap hari. Hasil akhir yang diperoleh dari ketiga faktor tersebut dan lokasi berpengaruh terhadap aplikasi D. flagrans terhadap pengurangan larva H. contortus. Kata Kunci: Duddingtonia Flagrans, Haemonchus Contortus, Reduksi, Faktor Alam, Lapangan Rumput PENDAHULUAN Penyakit cacing nematoda yang umum menyerang dan mengakibat kerugian ekonomi cukup tinggi pada ternak domba dan kambing adalah Haemonchosis. Penyakit ini disebabkan cacing H. contortus. Kerugiannya akibat parasit nematoda pada kambing ditaksir mencapai 7 miliar/tahun (RACHMAT et al., 1998). Beberapa cara pengendalian terhadap parasit cacing H. contortus pada ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) yang umum telah dilakukan di Indonesia. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan antelmintika komersial (Ivomex, Albendazol, Levamisol) dan tradisional (biji pinang, pepaya), manajemen dan tata laksana kandang,namun pemakaian antelmintika lebih populer dipakai dan umumnya tanpa memperhatikan aturan pemakaian dengan berakibat dampak negatif yaitu kekebalan terhadap antelmintika tersebut, contohnya golongan Albendazol (HARYUNINGTYAS et al., 21) Sebenarnya salah satu pilihan lain yang bisa dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan kapang nematofagus seperti Duddingtonia flagrans. Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan D. flagrans dan 979

2 kapang nematofagus lain dapat menanggulangi Haemonchosis pada ruminansia (AHMAD, 25). Namun sebelum diaplikasikan terlebih dahulu perlu melalui uji-uji tertentu, dan uji yang paling akhir sebelum penerapan adalah uji lapang. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh faktor-faktor alam (curah hujan, kelembaban, suhu, dan kemiringan tempat aplikasi) terhadap aplikasi kapang D. flagrans untuk mereduksi cacing H. contortus di plot lapang rumput gembalaan. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di UPTD Kambing dan Domba, Nanggung Kabupaten Bogor dan Laboratorium Mikologi dan Parasitologi Balai Penelitian Veteriner mulai September 25 sampai dengan Februari 26. Lokasi aplikasi penelitian turun naik/kemiringan tidak datar, di lereng bukit seluas kurang lebih 4 m 2 dengan ketinggian 3 m dari permukaan laut. Domba lokal yang digunakan berjumlah 42 ekor dengan berat rata-rata 12 kg dan berumur di atas 1 tahun. Domba tersebut dibagi menjadi 6 kelompok (masing-masing 7 ekor). Ternak tersebut dipelihara dikandang, diberi makan rumput ad libitum dan diberi perlakuan. Tinja dari domba-domba tersebut ditampung dengan karung dan esoknya ditebar di plot rumput yang sesuai dengan kelompoknya. Antelmintika yang dipakai adalah Levamisol dan isolat D. flagrans yang digunakan adalah isolat lokal hasil karakterisasi AHMAD (23) serta Saccharomyces cerevisiae yang dipakai sebagai probiotik adalah buatan komersial berbentuk bolus. Perlakuan Kelompok I tidak diberi perlakuan hanya diberi rumput saja; Kelompok II diberi konidia D. flagrans; Kelompok III diberi Levamisol; Kelompok IV diberi Levamisol dan D. flagrans; Kelompok V diberi D. flagrans, Levamisol, dan konsentrat; dan Kelompok VI diberi D. flagrans, Levamisol, konsentrat, dan S. cerevisiae. Adapun cara pemberiannya sebagai berikut: Dosis Levamisol: 1 kaplet/ 5 kg bobot badan/dosis tunggal/ekor, Dosis konsentrat: 1 g/1 kg BB/hari selama 3 bulan. Dosis konidia D. flagrans: 1 x 1 6 konidia/hari/ekor selama 6 minggu. Pemberian pada semua perlakuan mulai minggu awal ke- sampai dengan akhir minggu ke-2, lalu istirahat awal minggu ke-3 sampai dengan akhir minggu ke-4, diberikan lagi awal minggu ke-5 sampai dengan akhir minggu ke-6 lalu awal minggu ke-7 istirahat sampai dengan akhir minggu ke-8, dan diberikan lagi mulai awal minggu ke-9 sampai dengan akhir minggu ke-1, lalu istirahat sampai dengan akhir minggu ke-12. Dosis S. cerevisiae (Sac 126 tm): 1 bolus/ ekor/bulan. Plot rumput setelah dibersihkan dan disiapkan kemudian dibagi menjadi 6 kelompok (Kelompok I sampai dengan VI), masing-masing areal 6 m per kelompok. Setiap kelompok dipisahkan dengan pagar bambu. Setiap hari sehabis ditampung feses dari kandang domba-domba disebarkan di plot tersebut sesuai dengan kelompoknya masingmasing selama 3 bulan. Pemeriksaan dan pengamatan Pengambilan sampel rumput diambil 6,6% dari luasan setiap petak (ada 21 petak berasal dari 6 kelompok yang masing-masing kelompok akan diambil 5 sampel selama 7 kali pengambilan), setiap pagi jam 9. wib, rumput diarit sampai dengan permukaan. Pemeriksaan larva dari sampel rumput dilakukan dengan cara, rumput direndam semalam dalam air yang telah ditambahkan 3 tetes deterjen per liter (teepool) lalu dicuci, diambil filtratnya melalui sedimentasi. Jumlah larva yang terdapat pada sampel tersebut dihitung (LANCASTER, 197). Sementara itu, telur pergram tinja dari domba dihitung dengan metode WHITLOCK (1948) dilakukan setiap minggu sekali selama 12 minggu. Curah hujan diukur dengan Ombrometer, temperatur dengan Termometer dan kelembaban dengan Higrometer dicatat setiap hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian sebelumnya kapang D. flagrans efektif mengurangi larva H. contortus (AHMAD, 21). Siklus hidup H. contortus terdapat di dalam tubuh dan di luar tubuh domba. Cacing dewasa terdapat dalam tubuh sedang mulai dari telur sampai 98

3 larva 3 terdapat di luar tubuh domba. Faktorfaktor alam (eksternal) sangat berpengaruh terhadap siklus hidup di luar tubuh domba, dan D. flagrans juga bekerja membunuh H. contortus di luar tubuh domba. Sehingga untuk uji di lapangan dengan skala terbatas harus melibatkan, memperhitungkan faktorfaktor alam yang sangat besar pengaruhnya seperti permukaan aplikasi yang datar, curah hujan, kelembaban dan suhu. Hasil pengukuran suhu adalah berkisar antara C. Gambar 1 adalah jumlah telur dan Gambar 2 jumlah larva selama pengamatan 12 minggu. Pada Gambar 1 dan 2. Terlihat dengan jelas di dalam pengaplikasian D. flagrans di plot lapang rumput faktor curah hujan dengan catatan mm dan kelembaban dengan catatan 84 91% mmhg mendukung kehidupan larva dan cendawan. Kedataran/kemiringan pada lokasi aplikasi plot merumput Seharusnya pada curah hujan sedang (1 15mm/hari) dan kelembaban tinggi, akan banyak ditemukan larva pada semua perlakuan secara umum, namun hasil yang didapat adalah sebaliknya yaitu ketika curah hujan rendah, hal ini terjadi karena jumlah larva yang menetas menjadi semakin tinggi, kemudian larva-larva yang telah menetas hanyut terbawa air ke tempat dataran yang lebih rendah, misalnya yaitu di luar plot perlakuan atau kontrol. Lokasi di dataran tinggi lereng gunung dengan permukaan plot percobaan yang tidak datar/ miringnya tidak sama untuk perlakuan akan mengakibatkan larva dan spora terbawa air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, selain itu didukung dengan kemampuan larva yang dapat berenang (CROLL, 197). Akibatnya di lokasi daerah plot kontrol yang terletak paling bawah yang seharusnya larva banyak ditemukan sebaliknya jumlah cacing hampir sama dengan plot perlakuan yang lain yang letak kemiringan lokasi di atas, selain itu ditemukan pula spora D. flagrans. Jadi seharusnya kemiringan dan kedataran tempat aplikasi harus sama tidak boleh ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Temperatur pada lokasi aplikasi plot merumput Kisaran suhu antara C dapat merupakan suhu ideal untuk pertumbuhan, berkembang biak untuk kapang D. flagrans dan telur menetas menjadi larva bagi cacing H. contortus. Hal ini di tunjukkan dengan ditemukannya telur H. contortus dan spora D. flagrans pada setiap plot pengambilan sampel. Pada kisaran suhu yang sama tersebut itulah yang menyebabkan kapang D. flagrans dapat dipakai secara ideal untuk kontrol biologis terhadap larva H. contortus, karena keduanya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu yang sama. Sebenarnya suhu ideal D. flagrans tumbuh pada temperatur antara 2 3 C, dan dengan penambahan 2 larva nematoda/cm 2 akan menginduksi cendawan untuk membentuk perangkap, optimal pada suhu 3 C yang kemudian akan menghasilkan 7 8/cm 2 /2 hari. (GRONVOLD et al., 1996). Sementara itu temperatur yang diperlukan untuk perkembangan telur menjadi larva H. contortus berkisar 22 3 C (CROLL, 197). Kelembaban pada lokasi plot merumput Kelembaban yang berkisar 8 sampai dengan 9 mm Hg juga merupakan kelembaban yang ideal bagai perkembangan spora D. flagrans dan menetasnya telur menjadi larva H. contortus, seperti pada Gambar 1 dan 2. Nilai kelembaban ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya curah hujan dan fluktuasi dari temperatur. Semakin tinggi curah hujan dan semakin rendah temperatur menyebabkan akan semakin lembab (nilai kelembaban tinggi) Sebaliknya semakin rendah curah hujan maka nilai kelembaban menjadi rendah. 981

4 Pengamatan pada perlakuan terhadap curah hujan, kelembaban dan jumlah telur 25 KTL 2343 DF LEV DF+LEV DF+LEV+SC 23 2 DF+LEV+SC+KONS CURAH HUJAN KELEMBABAN satuan(i); (II); (III) Minggu ke- Gambar 1. Pengamatan perlakuan D. flagrans terhadap curah hujan, kelembaban dan telur pergram tinja pada di plot lapangan rumput Satuan (I) jumlah telur pergram tinja.(warna selain biru) Satuan (II) volume (mm) curah hujan. (warna biru) nilai dibagi 1 Satuan (III) mm Hg / kelembaban (warna biru) nilai dibagi 1 Ktl: Kontrol; Kons: Konsentrat; DF: Duddingtonia flagrans; LEV: Levamisol; SC: Saccharomyces cerevisiae Pengamatan pada perlakuan terhadap curah hujan, kelembaban dan jumlah larva KTL DF LEV 3 DF+LEV DF+LEV+SC 272 DF+LV+SC+KONS CURAH HUJAN KELEMBABAN Minggu kesatuan(i); (I); (I) Gambar 2. Pengamatan perlakuan D. flagrans terhadap curah hujan, kelembaban dan larva pergram tinja pada di plot lapangan rumput Satuan (I) jumlah larva pergram tinja.(warna selain biru) Satuan (II) volume (mm) curah hujan. (warna biru) Satuan (III) mm Hg / kelembaban (warna biru) Ktl: Kontrol; Kons: Konsentrat; DF: Duddingtonia flagrans; LEV: Levamisol; SC: Saccharomyces cerevisiae 982

5 Curah hujan pada lokasi plot merumput Curah hujan tinggi sangat berpengaruh terhadap penyebaran larva H. contortus dan spora D. flagrans seperti pada Gambar 1 dan 2, hal ini terlihat pada pengamatan semua plot perlakuan dan kontrol, sehingga baik cacing dan cendawan dapat ditemukan. Hal ini terjadi karena air akan menyebabkan spora dan larva terbawa dari tempat yang permukaan tinggi dan ke permukaan rendah, sehingga pada plot kontrol yang lokasinya paling bawah dapat ditemukan baik telur cacing atau spora cendawan yang seharusnya tidak ditemukan. Sebaliknya pada plot yang diberi perlakuan D flagrans, ternyata ditemukan jumlah larva dan telur yang tidak jauh berbeda dari plot kontrol. Bila curah hujan rendah yaitu kisaran 5 sampai dengan 1 mm/hari tentunya hal itu tak terjadi. Dari keempat faktor yang diamati tersebut ternyata lokasi aplikasi dan curah hujan, suhu dan kelembaban harus diperhatikan benar agar hasil aplikasi menjadi maksimal. Dari data curah hujan dan kelembaban di beberapa tempat di daerah Jawa Barat (RIDWAN el al., 1998), data tersebut sesuai dengan kelembaban dan suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cendawan dan reproduksi cacing yaitu kelembaban 7 9 mmhg/hari, dan curah Faktor-faktor dalam (kelaparan, kemampuan reproduksi, dan lain-lain) hujan kisaran 15 2 mm/hari sehingga dapat mendukung pelaksanaan aplikasi D. flagrans di dalam mereduksi larva H. Contortus khususnya di daerah Jawa Barat. Penambahan probiotik Penambahan probiotik S. cerevisiae tidak terlalu berpengaruh pada pengamatan reduksi larva H. contortus (Gambar 2), kemungkinan tidak terlalu terlihat, karena banyak faktorfaktor lain yang lebih berperan mempengaruhi daya reduksi cacing. Kemungkinan efek yang paling jelas adalah terhadap pertambahan bobot badan domba, dan respon kebal tubuh yang meningkat. Hal ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi ketahanan tubuh domba terhadap infeksi cacing secara tak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku hidup nematoda Faktor-faktor di dalam mekanisme dan pengendalian dari respon tingkah laku cacing, stimulasi/rangsangan dapat berasal dari eksternal dan internal (Gambar 3) (CROLL, 197). Faktor-faktor luar (cahaya, kimiawi, suhu, dan lain-lain) Interaksi dari rangsangan Tidak bergerak Rangsangan keadaan physiologi (Umur, nutrisi, tidak bergerak, dan lain-lain) Pelepasan energi. Perpindahan/bergerak Faktor-faktor luar (suhu, oksigen, media alamiah) Berkumpul, pengumpulan Oreantasi Aklimatisasi, penginderaan yang cocok, Penginderaan penglihatan/perasa Condong untuk menggerakan otot tidak simetris Gambar 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku nematoda Sumber: CROLL (197) 983

6 Adapun secara langsung rangsangan eksternal hasil dari aksi langsung tanpa sensor penglihatan dapat bertindak pada sistem otot dan koordinasi pergerakan tubuh nematoda sehingga tubuhnya bergerak, atau yang secara tidak langsung melalui penerimaan penginderaan, respon cahaya pada kulit, reaksi suhu dan gaya gravitasi dapat secara keseluruhan akan menyebabkan nematoda dapat bergerak. Hal ini karena saat sensor penglihatan meliput, penyesuaian iklim, kebiasaan dan interaksi dari rangsangan dapat mempengaruhi semua respon. Ketika menerima rangsang sebenarnya di dalam tubuh nematoda terjadi proses yang kemudian akan dideterminasi dengan berbagai respon alamiah, pelepasan energi dan inisiasi pergerakan. Faktor-faktor eksternal lingkungan seperti suhu, tekanan O 2 dan viskositas dari medium, curah hujan, kelembaban, lokasi yang datar dapat mempengaruhi proses-proses ini. Kemudian 1 faktor internal (dalam) nutrisi berupa probiotik mempengaruhi tingkah laku dari H. contortus secara fisiologis, dengan cara merangsang nematoda bergerak mencari nutrisi dalam keadaan lapar, hal ini sesuai dengan yang diteliti CROLL (197) seperti pada Gambar 3, dimana faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh di dalam tingkah laku nematoda, sehingga untuk pengaplikasian D. flagrans di lapang rumput perlu diperhatikan, ditambah dengan kemiringan lokasi. KESIMPULAN Di dalam mengaplikasikan secara maksimal D. flagrans di padang rumput untuk mereduksi larva H. contortus haruslah diperhatikan faktor-faktor alam yaitu: 1. Lokasi kedataran/kemiringan tanah harus sama. 2. Curah hujan ringan sampai sedang; 1 1 mm/hari. 3. Suhu C, kelembaban 8 sampai dengan 9 mmhg. 4. Domba yang merumput dan sumber rumput tidak boleh berpindah-pindah dan yang paling dominan adalah kedataran/ kemiringan tanah dan curah hujan. DAFTAR PUSTAKA AHMAD R Z. 21. Isolasi dan Seleksi Cendawan Nematofagus untuk Pengendalian Haemonchosis pada Domba. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Program Magister. Institut Pertanian Bogor. AHMAD. R. Z. 23. Potensi Duddingtonia flagrans sebagai cendawan nematofagus. J. mikol Ked Indon 23 (4): 14 2; 24 5(1 2): AHMAD, R.Z. 25. Pemanfaatan cendawan Arthrobotrys oligospora dan Duddingtonia flagrans untuk pengendalian Haemonchosis pada ruminansia kecil di Indonesia. J. Litbang Pertanian. 24 (4): CROLL NEIL, A Behavior of nematode, their activities, sesnse and respons.endward Arnold Ltd. London. 97. GRONVOLD, J., P. NANSEN, S.A. HENRIKSEN, M. LARSEN, J. WOLSTRUP, J. BRESCIANI, H. RAWAT and L. FRIBERT Induction of traps by Ostertagia ostertagi larvae, chlamydospore production and growth rate in the nematode-trapping fungus Duddingtonia flagrans. J. Helminthol 7: HARYUNINGTYAS, D., BERIAJAYA dan G.D. GRAY. 21. Resistensi antelmintik golongan benzimidazole pada domba dan kambing di Indonesia. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, September 21. Puslitbang Peternakan, Bogor. LANCASTER, M.B The recovery of infective nematode larvae from herbage samples. J. Helminthol. 44: RACHMAT, R., A. RAUF dan M.Z. KANRO Kontribusi getah pepaya dalam pengendalian penyakit cacing pada kambing. Pros. Seminar Hortikultura. Kerjasama Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin dengan Instalasi Penelitian dan pengkajian Pertanian Jeneponto. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kendari. hlm RIDWAN, Y., S. KUSUMAMIHARDJA, P. DORNY and J. VERCRUYSSE The Epidemiology of Gastro-intestinal nematodes of sheep in West Java Indonesia. Hemerazoa 78: 8 18 WHITLOCK HV Some modification of the McMaster helminth egg counting technique and apparants. J. the Council for scientific and Industrial Reseach 21:

7 DISKUSI Pertanyaan: Berapa persen tingkat efektivitas kapang Nematofagus untuk mereduksi larva Haemonchus contortus? Jawaban: Tingkat efektivitas kapang Nematofagus untuk mereduksi larva Haemonchus contortus, 7 sampai 9% dengan syarat: a. Kemiringan lokasi sama b. Curah hujan ringan c. Suhu 22 sampai 33 C d. Kelembaban 8 9 mmhg 985

PENYEBARAN DAN JENIS KAPANG NEMATOFAGUS SEBAGAI PENGENDALI PARASIT CACING TERNAK DI JAWA BARAT, JAWA TENGAH DAN SUMATERA UTARA

PENYEBARAN DAN JENIS KAPANG NEMATOFAGUS SEBAGAI PENGENDALI PARASIT CACING TERNAK DI JAWA BARAT, JAWA TENGAH DAN SUMATERA UTARA Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner PENYEBARAN DAN JENIS KAPANG NEMATOFAGUS SEBAGAI PENGENDALI PARASIT CACING TERNAK DI JAWA BARAT, JAWA TENGAH DAN SUMATERA UTARA RIZA ZAINUDDIN AHMAD dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan ternak ruminansia kecil membutuhkan pengendalian nematoda gastrointestinal secara efektif. Kegagalan pengendalian akan mengakibatkan penyakit, gangguan pertumbuhan,

Lebih terperinci

Pemakaian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae dalam Mereduksi Larva Infektif Haemonchus contortus

Pemakaian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae dalam Mereduksi Larva Infektif Haemonchus contortus ISSN : 1411-8327 Pemakaian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae dalam Mereduksi Larva Infektif Haemonchus contortus (THE STUDY OF DUDDINGTONIA FLAGRANS AND SACCHAROMYCES CEREVISIAE USE ON

Lebih terperinci

DAYA REDUKSI KAPANG A. Oligospora DAN Verticillium Spp. TERHADAP LARVA 3 H. contortus: STUDI PENDAHULUAN

DAYA REDUKSI KAPANG A. Oligospora DAN Verticillium Spp. TERHADAP LARVA 3 H. contortus: STUDI PENDAHULUAN DAYA REDUKSI KAPANG A. Oligospora DAN Verticillium Spp. TERHADAP LARVA 3 H. contortus: STUDI PENDAHULUAN (The Reduction Capacity of A. Oligospora and Verticillium spp. Molds Against to H. Contortus Larvae

Lebih terperinci

Pemberian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae Meningkatkan Produksi Susu dan Menurunkan Populasi Cacing pada Sapi

Pemberian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae Meningkatkan Produksi Susu dan Menurunkan Populasi Cacing pada Sapi ISSN : 1411-8327 Pemberian Duddingtonia flagrans dan Saccharomyces cerevisiae Meningkatkan Produksi Susu dan Menurunkan Populasi Cacing pada Sapi (THE TREATMENT OF DUDDINGTONIA FLAGRANS AND SACCHAROMYCES

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG NEMATOFAGUS

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG NEMATOFAGUS BERIAJAYA et al. : Isolasi dan Identifrkasi Kapang Nematofagus ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG NEMATOFAGUS BERIMAYA, AHMAD R.Z., dam E. KUSUMANINGTYAS Balai Penelitian Veteriner Jalan R. E. Martadinata

Lebih terperinci

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL ZAENAL KOSASIH Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN Parasit cacing

Lebih terperinci

POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR

POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR Lili Zalizar 1, Wehandaka Pancapalaga 2, Dian Indratmi 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang,

Lebih terperinci

Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor ABSTRACT

Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor ABSTRACT EFIKASI PEMBERIAN ANTELMINTIK GOLONGAN LEVAMISOLE DAN IVERMECTIN PADA DOMBA YANG TERINFEKSI CACING YANG RESISTEN TERHADAP ANTELMINTIK GOLONGAN BENZIMIDAZOLE BERIAJAYA dan AMIR HUSEIN Balai Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

SeminarNasional Peternakan don Veteriner BERIAJAYA dan R.Z.

SeminarNasional Peternakan don Veteriner BERIAJAYA dan R.Z. SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998 KAPANG ARTHROBOTRYS OLIGOSPORA UNTUK PENGENDALIAN CACING HAEMONCHUS CONTORTUS PADA DOMBA BERIAJAYA dan R.Z. AI-mAD Balai Penelitian Veteriner Jalan R.E. Msrtadinata

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING NEMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA RUMINANSIA KECIL DENGAN KAPANG NEMATOFAGUS

PENGENDALIAN INFEKSI CACING NEMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA RUMINANSIA KECIL DENGAN KAPANG NEMATOFAGUS WARTAZOA Vol. 12 No. 3 Th. 2002 PENGENDALIAN INFEKSI CACING NEMATODA SALURAN PENCERNAAN PADA RUMINANSIA KECIL DENGAN KAPANG NEMATOFAGUS RIZA ZAINUDDIN AHMAD, BERIAJAYA, dan S. HASTIONO Balai Penelitian

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN PENYAKIT CACINGPADA TERNAK DOMBAMELALUI PENDEKATAN PARTISIPATIF DI KABUPATENPURWAKARTA

STRATEGI PENANGGULANGAN PENYAKIT CACINGPADA TERNAK DOMBAMELALUI PENDEKATAN PARTISIPATIF DI KABUPATENPURWAKARTA STRATEGI PENANGGULANGAN PENYAKIT CACINGPADA TERNAK DOMBAMELALUI PENDEKATAN PARTISIPATIF DI KABUPATENPURWAKARTA Siti Aminah Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Infestasi cacing dalam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae TERHADAP MORFOPATOLOGI ALAT REPRODUKSI CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA

PENGARUH PEMBERIAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae TERHADAP MORFOPATOLOGI ALAT REPRODUKSI CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA PENGARUH PEMBERIAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae TERHADAP MORFOPATOLOGI ALAT REPRODUKSI CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA (Effect of Administration of Duddingtonia flagrans and

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD

EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di 15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di Varia Agung Jaya Farm Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN

AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 03 September 2010, ISSN 213 INVESTASI CACING DAN PERTAMBAHAN BOBOT TERNAK DOMBA MELALUI PEMBERIAN Effective Microorganisms (EM 4) DI PADANG PENGGEMBALAAN Oleh: La Malesi 1) ABSTRACT The main problems of tropical pasture for grazing

Lebih terperinci

EFIKASI CAIRAN SERBUK KULIT BUAH NANAS UNTUK PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA

EFIKASI CAIRAN SERBUK KULIT BUAH NANAS UNTUK PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA EFIKASI CAIRAN SERBUK KULIT BUAH NANAS UNTUK PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA (Efficacy of Pineaaple Skin Extract to control Haemonchus contortus on Sheep) BERIAJAYA, J. MANURUNG dan

Lebih terperinci

PELUANG PEMANFAATAN JAMUR NEMATOFAGUS UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN DAN TERNAK

PELUANG PEMANFAATAN JAMUR NEMATOFAGUS UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN DAN TERNAK PELUANG PEMANFAATAN JAMUR NEMATOFAGUS UNTUK MENGENDALIKAN NEMATODA PARASIT PADA TANAMAN DAN TERNAK Ika Mustika 1 dan Riza Zainuddin Ahmad 2 1 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA BERBAGAI JENIS MEDIUM, INTENSITAS CAHAYA, TEMPERATUR, RUMEN DAN LAMA PENYIMPANAN

PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA BERBAGAI JENIS MEDIUM, INTENSITAS CAHAYA, TEMPERATUR, RUMEN DAN LAMA PENYIMPANAN PERTUMBUHAN Saccharomyces cerevisiae PADA BERBAGAI JENIS MEDIUM, INTENSITAS CAHAYA, TEMPERATUR, RUMEN DAN LAMA PENYIMPANAN Abstract Saccharomyces cerevisiae yeast has been used for various purposes in

Lebih terperinci

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL SKRIPSI NURLAELA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NWUAELA. D24101054.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN GAMBARAN ANATOMIS LARVA INFEKTIF (L3) Haemonchus contortus YANG DIBIAKKAN DENGAN VERMICULLITE

PERKEMBANGAN DAN GAMBARAN ANATOMIS LARVA INFEKTIF (L3) Haemonchus contortus YANG DIBIAKKAN DENGAN VERMICULLITE ISSN : 0853-1943 PERKEMBANGAN DAN GAMBARAN ANATOMIS LARVA INFEKTIF (L3) Haemonchus contortus YANG DIBIAKKAN DENGAN VERMICULLITE Development and Anatomical Description of Infektive Larvae (L3) Haemonchus

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU ROTASI GEMBALA PADA RUMPUT Brachiaria brizantha TERHADAP TINGKAT INFESTASI CACING Haemonchus contortus PADA TERNAK DOMBA

PENGARUH WAKTU ROTASI GEMBALA PADA RUMPUT Brachiaria brizantha TERHADAP TINGKAT INFESTASI CACING Haemonchus contortus PADA TERNAK DOMBA PENGARUH WAKTU ROTASI GEMBALA PADA RUMPUT Brachiaria brizantha TERHADAP TINGKAT INFESTASI CACING Haemonchus contortus PADA TERNAK DOMBA (The Effect of Grazing Period on Brachiaria brizantha against the

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA S BK

TINJAUAN PUSTAKA S BK 4 TINJAUAN PUSTAKA Cacing H. contortus Klasifikasi dan Morfologi Haemonchus contortus adalah cacing dari Kelas Nematoda, Ordo Strongylida dan Super famili Trichostrongyloidea. Cacing dewasa hidup di dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati 18 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati Baru, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

PROSPEK PENGENDALIAN PENYAKIT PARASITIK DENGAN AGEN HAYATI

PROSPEK PENGENDALIAN PENYAKIT PARASITIK DENGAN AGEN HAYATI PROSPEK PENGENDALIAN PENYAKIT PARASITIK DENGAN AGEN HAYATI MANGARAJA P. TAMPUBOLON BagianrParasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Rewan, Institut Pertanian Bogor Penyakit parasitik pada hewan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ENZIM KITINASE DAN PROTEASE PADA CENDAWAN NEMATOFAGUS (Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae)

AKTIVITAS ENZIM KITINASE DAN PROTEASE PADA CENDAWAN NEMATOFAGUS (Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae) AKTIVITAS ENZIM KITINASE DAN PROTEASE PADA CENDAWAN NEMATOFAGUS (Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae) (Kitikase and Protease Enzym Activity on Nemotophagus Fungi (Duddingtonia Flagrans and

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi PENDAHULUAN Infeksi cacing hati (fasciolosis) pada ternak ruminansia (sapi dan kerbau) di Indonesia merupakan penyakit parasiter yang disebabkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD

EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD EFEKTIVITAS CENDAWAN Duddingtonia flagrans DAN Saccharomyces cerevisiae DALAM PENGENDALIAN CACING Haemonchus contortus PADA DOMBA RIZA ZAINUDDIN AHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

contortus Larvae) PENGURANGAN LARVA CACING HAEMONCHUS CONTORTUS OLEH KONIDIA KAPANG TRICHODERMA SP. SECARA IN VITRO

contortus Larvae) PENGURANGAN LARVA CACING HAEMONCHUS CONTORTUS OLEH KONIDIA KAPANG TRICHODERMA SP. SECARA IN VITRO PENGURANGAN LARVA CACING HAEMONCHUS CONTORTUS OLEH KONIDIA KAPANG TRICHODERMA SP. SECARA IN VITRO (The Effect of Trichoderma Sp. Against the Development of Haemonchus contortus Larvae) BERJAJAYA dan RIZA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DALAM PENGGEMUKAN DOMBA DI TINGKAT PETANI HAM BUDIMAN Pusal Penelitian dan Pengeinbangan Peternakan RINGKASAN Usaha penggernukan domba dengan perhaikan penambahan pakan konsentrat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 minggu dari 12 Februari 29 Maret 2012, di kandang ayam milik PT Rama Jaya Lampung, Dusun Sidorejo, Desa Krawang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola

Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kotoran Ternak (Sapi, Ayam, dan Kambing) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Brachiaria Humidicola The Effect of Three Kind Manure (Cow, chicken, and goat) to The Vegetative

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di Indonesia, merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L 3 ) Haemoncus contortus PIKA SATI SURYANI

GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L 3 ) Haemoncus contortus PIKA SATI SURYANI GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L 3 ) Haemoncus contortus PIKA SATI SURYANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA

ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA ADOPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA DI DESA TEGALSARI KABUPATEN PURWAKARTA HADI BUDIMAN 1), DAN SITI AMINAH 2) 1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan 2) Balai

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Revenue Analysis Of Cattle Farmer In Sub District Patebon Kendal Regency

Revenue Analysis Of Cattle Farmer In Sub District Patebon Kendal Regency Revenue Analysis Of Cattle Farmer In Sub District Patebon Kendal Regency M. Handayani, Mukson dan R. Yulianingsih Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Abstract The purpose of this study to determine

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 di CV. Varia Agung Jaya, Desa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 di CV. Varia Agung Jaya, Desa 19 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 di CV. Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung Tengah. Pembuatan

Lebih terperinci

TELAAH KONDISI ANEMIA YANG DISEBABKAN OLEH CACING Haemonchus contortus PADA KAMBING DAN DOMBA DI BOGOR, JAWA BARAT ADITYA RIZKI PRATAMA

TELAAH KONDISI ANEMIA YANG DISEBABKAN OLEH CACING Haemonchus contortus PADA KAMBING DAN DOMBA DI BOGOR, JAWA BARAT ADITYA RIZKI PRATAMA TELAAH KONDISI ANEMIA YANG DISEBABKAN OLEH CACING Haemonchus contortus PADA KAMBING DAN DOMBA DI BOGOR, JAWA BARAT ADITYA RIZKI PRATAMA DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN (The Growth Performance of Kosta Kids During Preweaning

Lebih terperinci

EFIKASI SERBUK DAUN NANAS TERHADAP INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA DOMBA DI STASIUN PEMBIBITAN DOMBA NANGGUNG BOGOR

EFIKASI SERBUK DAUN NANAS TERHADAP INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA DOMBA DI STASIUN PEMBIBITAN DOMBA NANGGUNG BOGOR EFIKASI SERBUK DAUN NANAS TERHADAP INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA DOMBA DI STASIUN PEMBIBITAN DOMBA NANGGUNG BOGOR (Efficacy of Pineapple Leaf Exract Against Gastrointestinal Nematode Infection

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING

PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING PEMANFAATAN MONOLAURIN UNTUK MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH KAMBING (Utilization of Monolaurin for Response Immunity in Goats) SIMON ELIESER 1, MERUWALD DOLOKSARIBU 1, FERA MAHMILIA 1, ANDI TARIGAN 1, ENDANG

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats) On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats) R.

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli

EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli EVALUASI PENGGUNAAN BUBUK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KANDUNGAN LEMAK DARAH AYAM KAMPUNG YANG DIINFEKSI CACING Ascaridia galli SKRIPSI PUTRI MULYA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum)

PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) PENAMPILAN DOMBA EKOR TIPIS ( Ovis aries) JANTAN YANG DIGEMUKKAN DENGAN BEBERAPA IMBANGAN KONSENTRAT DAN RUMPUT GAJAH ( Pennisetum purpureum) SKRIPSI TRI MULYANINGSIH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

Lebih terperinci

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Effectiveness of Various Probiotics Product on the Growth and Production of Quail (Coturnix

Lebih terperinci

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 839 844 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN PERILAKU DENGAN MOTIVASI PARA PETERNAK DI PAGUYUBAN KAMBING PERAH PERANAKAN

Lebih terperinci

METODE DAYA TETAS TELUR UNTUK MENENTUKAN TINGKAT RESISTENSI CACING NEMATODA PADA DOMBA DAN KAMBING

METODE DAYA TETAS TELUR UNTUK MENENTUKAN TINGKAT RESISTENSI CACING NEMATODA PADA DOMBA DAN KAMBING METODE DAYA TETAS TELUR UNTUK MENENTUKAN TINGKAT RESISTENSI CACING NEMATODA PADA DOMBA DAN KAMBING (Hatching Method to Detect Resistancy Level of Nematoda in Sheep and Goat) BERIAJAYA, DYAH HARYUNINGTYAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember Januari 2015 di kandang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember Januari 2015 di kandang 19 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 20 Desember 2014 18 Januari 2015 di kandang ayam petelur milik CV. Varia Agung Jaya, Desa Varia Agung, Kecamatan

Lebih terperinci

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Pengaruh Penggunaan Talas (Colocasia esculenta) Terhadap Kualitas Telur Itik Talang Benih The Effect of Taro (Colocasia esculenta) in Feed on Talang Benih Duck Egg Quality Kususiyah, Urip Santoso, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit 39 BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT INFEKSI PARASIT SALURAN PENCERNAAN PADA KAMBING KOSTA, GEMBRONG DAN KACANG

PERBANDINGAN TINGKAT INFEKSI PARASIT SALURAN PENCERNAAN PADA KAMBING KOSTA, GEMBRONG DAN KACANG PERBANDINGAN TINGKAT INFEKSI PARASIT SALURAN PENCERNAAN PADA KAMBING KOSTA, GEMBRONG DAN KACANG (Comparison of Gastrointestional Infection among Kosta, Gembrong and Kacang Goats) ARON BATUBARA Loka Penelitian

Lebih terperinci

Oleh Imas Sri Nurhayati B

Oleh Imas Sri Nurhayati B _.,_(,...,,.,...,,.,, '."', PENGARUH ~ E M B E ~ $ Q ~ ~ ~ ' ~ ~ ~, M E N G (Mon'nda citn'filia Linn.) TERHAD'AP: 'CAGING ~,. ~,, ~aemonchus Oleh Imas Sri Nurhayati B01496080 FARULTAS REDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

Varla Dhewiyanty 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1. Protobiont (2015) Vol. 4 (1) :

Varla Dhewiyanty 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1 1. Protobiont (2015) Vol. 4 (1) : Prevalensi dan Intensitas Larva Infektif Nematoda Gastrointestinal Strongylida dan Rhabditida pada Kultur Feses kambing (Capra sp.) di Tempat Pemotongan Hewan Kambing Pontianak Varla Dhewiyanty 1, Tri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA (Eating Behaviour of Kacang Goat Fed Diets with Different

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Pemeriksaan cacing parasit dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan kualitatif

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci