BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Djaja Gunardi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Babi merupakan salah satu hewan komersil yang dapat diternakkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dikalangan masyarakat. Babi dipelihara oleh masyarakat dengan keadaan kandang yang masih sangat tradisional atau bahkan sebagian diantaranya dibiarkan berkeliaran, begitu pula dengan pakan yang diberikan. Babi yang dipelihara biasanya diberikan pakan berupa sisa-sisa makanan dapur, sehingga pemeliharaan dengan cara seperti ini memungkinkan babi memakan pakan yang telah terkontaminasi oleh parasit (Widodo, 2006). Parasit yang menyerang babi akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, menurunkan produksi bahkan dapat mengakibatkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi. Parasit yang dapat menginfeksi saluran pencernaan babi diantaranya cacing nematoda seperti Ascaris suum, Strongyloides ransomi, Globocephalus urosubulatus, Trichuris suis, Oesophangostomum dentatum, Hyostrongylus rubidus, Macracanthorhyncus hirudinaceus dan Gnathostoma hispidum (Kaufman, 1996). Salah satu penyakit babi yang sangat umum menginfeksi babi terutama babi yang tidak dikandangkan adalah ascariosis. Ascariosis disebabkan oleh cacing Ascaris suum. Dampak infeksi cacing Ascaris suum, terutama pada saat migrasi cacing muda dapat mengakibatkan fibrosis pada hati dan di dalam paru-paru dapat menyebabkan pneumonia verminosa, disertai batuk asmatik, sulit bernapas, edema, dan emfisema. Cacing Ascaris suum dewasa mampu bertahan hidup dalam tubuh hospes dengan cara menghisap nutrisi dari makanan yang dimakan oleh hospes di dalam usus halus, sehingga dapat mengakibatkan kekurusan pada babi (Levine, 1994). Menurut Yasa dan Guntoro (2004), prevalensi infeksi cacing Ascaris suum pada babi di desa Sulahan, Bali sebesar 39% dan di desa Sanggalangit Buleleng Bali sebesar 30%, dengan rataan jumlah telur per gram tinja (EPG) 387,50 butir. Sedangkan prevalensi infeksi cacing Ascaris suum di Kebun Binatang Surabaya pada babi kutil (Sus verrucosus) sebesar 14,28% (Dewi dan Nugraha, 2007). 1
2 2 Ascaris suum merupakan cacing gelang besar yang sangat patogen pada babi. Cara penularan cacing Ascaris suum adalah melalui telur yang dikeluarkan bersama tinja induk semang yang terinfeksi, kemudian berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 18 hari atau hari pada suhu C. Stadium infektif merupakan larva stadium kedua yang masih di dalam kulit telur. Babi terinfeksi Ascaris suum apabila menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi telur infektif (Levine, 1994). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyebaran cacing Ascaris suum sehingga dapat menekan jumlah kerugian yang dapat ditimbulkan. Albendazol merupakan jenis antelmintik modern yang bersifat vermisidal, ovisidal, dan larvasidal. Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat terhadap cacing A. suum dengan cara merusak struktur telur cacing (deformasi). Namun demikian harga albendazol relatif mahal, sehingga tidak terjangkau oleh peternak di pedesaan. Di samping itu, obat modern dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, mudah mengalami resistensi, dan berdampak negatif bagi kesehatan manusia terutama yang memakan daging ternak yang diberi obat modern tersebut. Karena itu, perlu dicari bahan anthelmintik dari bahan alam (tanaman obat) yang bersifat vermisidal dan ovisidal dan mudah didapat, sehingga terjangkau oleh peternak di pedesaan (Ardana, 2007). Di Indonesia telah lama dikenal adanya beberapa jenis tanaman yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat cacing, namun pemanfaatannya belum banyak dapat dibuktikan secara pasti dengan penelitian ilmiah. Berbagai jenis buahbuahan, biji-bijian, seperti biji buah labu, biji lamtoro, buah pinang dan lain-lain dinyatakan mengandung zat bioaktif yang berguna sebagai obat cacing (Padmawinata, 1987). Salah satu jenis tanaman yang sudah digunakan masyarakat sebagai obat cacing tradisional adalah Pepaya. Pepaya merupakan salah satu tanaman obat yang berpotensi sebagai anthelmintik dan belum banyak dikembangkan. Bagian dari tanaman tersebut seperti akar, daun, getah, buah dan biji dapat digunakan untuk kesehatan hewan salah satunya sebagai obat cacing (Susanto, 2002). Daun pepaya memiliki potensi sebagai anthelmintik yang lebih baik dibandingkan dengan bagian lainnya. Dalam penelitian Putri (2007), didapatkan hasil bahwa infus daun pepaya
3 3 memiliki LC 100 (Lethal concentration) dengan angka 18,38%, lebih kecil dibandingkan infus biji yaitu 24,96% dan akar 25,74% terhadap cacing Ascaridia galli, yang merupakan satu ordo dengan Ascaris suum secara in vitro. Penelitian vermisidal dan ovisidal ekstrak daun pepaya (Carica Papaya L) terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro sudah dilakukan oleh Bora (2012). Penelitian Bora sebelumnya menggunakan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5%, 3%, 4,5% dan 6%. Hasil penelitian didapatkan bahwa pada setiap konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum dan daya berembrio telur cacing Ascaris suum. Hasil uji vermisidal didapatkan LC 100 3,362 % dan LT ,822 jam serta hasil uji ovisidal langsung tidak ditemukan adanya perkembangan embrio telur Ascaris suum pada semua konsentrasi ekstrak daun pepaya. Sehingga, dapat disimpulkan keuntungan dari penelitian yang dilakukan Bora yaitu, dengan konsentrasi di atas 1,5% akan lebih efektif pada uji vermisidal dan ovisidial bila dibandingkan dengan konsentrasi dibawah 1,5%. Tetapi dengan konsentrasi di atas 1,5%, berpotensi menimbulkan efek toksisitas apabila diaplikasikan kepada hewan terinfeksi Ascaris suum, akibat kandungan ekstrak yang terlalu tinggi. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda, karena hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5% sampai 6% efektif sebagai vermisidal dan ovisidal terhadap cacing Ascaris suum secara in-vitro. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi di bawah 1,5% efektif bersifat vermisidal dan ovisidal, atau dapat berpengaruh nyata terhadap kematian cacing Ascaris suum dan menghambat daya berembrio A. suum, dengan kata lain ekstrak metanol daun pepaya yang paling berdaya guna dan berhasil guna belum diketahui. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi manakah yang paling efektif terhadap mortalitas cacing dan telur Ascaris suum, tetapi dengan konsentrasi dibawah 1,5%. Penelitian ini menggunakan ekstrak metanol daun pepaya, untuk mengetahui kemampuannya dalam membunuh cacing (vermisidal) dan menghambat perkembangan telur (ovisidal) Ascaris suum secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan bentuk ekstrak dari daun pepaya, agar hanya kandungan kimianya saja
4 4 yang berperan dalam pengujian, tanpa adanya partikel lain yang mengecilkan potensi bahan tersebut sebagai vermisidal dan ovisidal. Pengujian ovisidal daun pepaya, akan dilakukan secara kontak langsung dan tidak langsung. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ovisidal dari bahan tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap telur yang dilepaskan oleh cacing, tetapi juga berpengaruh terhadap telur yang masih berada di dalam tubuh cacing yang menjadi sumber penularan cacing A. suum. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat vermisidal terhadap cacing A. suum? 2. Apakah ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap cacing A. suum? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui vermisidal ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 2. Mengetahui ovisidal ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 3. Mengetahui efektivitas vermisidal dan ovisidal beberapa konsentrasi ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. 1.4 Manfaat Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang pengaruh ekstrak daun pepaya sebagai vermisidal dan ovisidal terhadap cacing A. suum secara in-vitro. 2. Diharapkan bermanfaat kepada masyarakat khususnya para peternak dalam upaya pengendalian Ascariosis pada ternak, khususnya ternak babi.
5 5 1.5 Kerangka Konsep Pengendalian infeksi cacing Ascaris suum selama ini bertumpu pada pemberian obat cacing (anthelmintik) yang dikombinasikan dengan sanitasi lingkungan sekitar ternak babi. Adanya kejadian resistensi cacing A. suum memacu para ahli untuk menemukan beberapa preparat anthelmintik baru, tidak terkecuali pemanfaatan obat-obat tradisional. Di samping itu harga obat sintetik bagi peternak relatif mahal, sehingga dapat menjadi peluang dalam memanfaatkan obat tradisional sebagai anthelmintik (Pranowo, 2000). Banyak tanaman yang telah digunakan sebagai obat cacing secara turun temurun. Tanaman pepaya merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai anthelmintik. Pengujian secara praklinik tentang manfaat tanaman pepaya (Carica papaya L) sebagai anthelmintik telah dilakukan. Putri (2007) menyatakan bahwa infus biji dan daun (konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%), serta akar (konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 25%) dapat membunuh cacing Ascaridia galli secara in vitro. Hasil penelitian didapatkan LC 100 (konsentrasi yang dapat membunuh 100% cacing) tertinggi oleh daun pepaya dengan angka 18,38%, biji pepaya 24,96%, dan akar pepaya 25,74%. Untuk hasil LT 100 (waktu yang diperlukan untuk membunuh 100% cacing) pada biji pepaya sebesar 17,72 jam, daun pepaya 18,86 jam, dan akar pepaya 30,96 jam. Pengujian lain yang menyatakan efek anthelmintik daun pepaya terhadap Ascaris suum dilakukan oleh Peter dan Deogracious (2005), dengan menggunakan ekstrak daun pepaya konsentrasi 0,5%, 1% dan 2% mencapai ED 50 (dosis yang dapat membunuh 50% cacing) dalam waktu berturut - turut 48 jam, 36 jam dan 12 jam terhadap cacing Ascaris suum secara in vitro. Pada penelitian Bora (2012) sebelumnya, menggunakan Ascaris suum sebanyak 54 ekor dan dibuat 6 perlakuan untuk mengetahui vermisidal ekstrak daun pepaya. Perlakuan I diberi NaCl fisiologis sebagai kontrol, perlakuan II diberi albendazole 0,12%, perlakuan III, IV, V dan VI diberi ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 1,5%, 3%, 4,5%, dan 6% dan diamati selama 40 jam. Hasil penelitian didapatkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kematian cacing Ascaris suum dan daya berembrio telur cacing Ascaris suum. Jumlah kematian Ascaris suum mencapai 100% paling cepat terjadi pada larutan ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 4,5% dan 6% pada jam ke- 30 sampai jam ke- 35. Sedangkan pada
6 6 perlakuan ekstrak daun pepaya konsentrai 1,5% dan 3% tidak mencapai 100% pada jam ke-40. Untuk hasil ovisidal secara langsung didapatkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dan tidak terjadi perkembangan telur cacing Ascaris suum dari konsentrasi ekstrak daun pepaya 1,5% sampai 6%. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan, untuk mengetahui konsentrasi yang paling efektif sebagai vermisidal dan ovisidal cacing Ascaris suum dengan menggunakan konsentrasi ekstrak daun pepaya dibawah 1,5%. Ekstrak daun pepaya yang akan digunakan dibagi menjadi empat macam konsentrasi yaitu 0,25%, 0,5%, 0,75,%, dan 1%. Untuk kontrol negatif menggunakan NaCl fisiologis dan kontrol positif menggunakan Albendazole (Kalbazen dosis 0,04 ml/kg berat badan). Pengujian vermisidal dilakukan dengan tujuan mengetahui LC 100 (Lethal concentration 100) dan LT 100 (Lethal time 100) dari ekstrak daun pepaya terhadap cacing A. suum. Sedangkan pengujian ovisidal dilakukan secara kontak langsung dan tidak langsung, untuk mengetahui apakah ovisidal dari bahan tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap telur yang dilepaskan, tetapi juga berpengaruh terhadap telur dalam tubuh cacing A.suum yang menjadi sumber penularan cacing A. suum.
7 7 Di bawah ini merupakan gambar kerangka konsep dari penelitian yang akan dilakukan : Konsentrasi ekstrak metanol daun pepaya Variabel Bebas Cacing Ascaris suum & Telur Ascaris suum Umur dan jenis Kelamin cacing Ascaris suum Variabel Kendali Pengaruh Vermisidal dan Ovisidal terhadap Cacing Ascaris suum pada masing - masing konsentrasi ekstrak Variabel Tergantung Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian 1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dirumuskan hipotesis : 1. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat vermisidal terhadap cacing A. suum secara in-vitro. 2. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap telur cacing A. suum pada kontak langsung secara invitro. 3. Ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 0,25% - 1% efektif bersifat ovisidal terhadap telur cacing A. suum pada kontak tidak langsung secara in-vitro.
BAB I PENDAHULUAN. menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing gelang Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang umum menyerang hewan jenis unggas. Ascaridia galli merupakan cacing parasit yang dalam kehidupannya mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait meningkatnya konsumsi masyarakat akan daging babi. Khusus di Bali, ternak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak babi merupakan salah satu bagian penting dalam menunjang perekonomian banyak negara. Populasi babi terus meningkat dari tahun ke tahun terkait meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cacing Ascaris suum Goeze yang menyerang ternak, terutama pada babi muda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis merupakan salah satu infeksi parasit usus yang paling sering terjadi serta ditemukan di seluruh dunia.penyakit askariasis disebabkan oleh cacing Ascaris
Lebih terperinciVermisidal dan Ovisidal Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Cacing Ascaris suum Secara In Vitro
Vermisidal dan Ovisidal Ekstrak Daun Pepaya Terhadap Cacing Ascaris suum Secara In Vitro (VERMICIDAL AND OVICIDAL OF PAPAYA LEAVES EXTRACT AGAINST ASCARIS SUUM WITH IN VITRO TEST) Agung Mourizd Adventus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang. termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang yang termasuk ke dalam golongan Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing yang menginfeksi manusia dengan cara penularannya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Askaridiosis merupakan salah satu penyakit cacing yang sering menyerang unggas, termasuk ayam (Suripta, 2011). Penyakit ini disebabkan oleh cacing Ascaridia galli. Cacing
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askariasis adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides. Parasit ini bersifat kosmopolitan karena tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Soil-transmitted helminthiasis merupakan. kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Soil-transmitted helminthiasis merupakan kejadian infeksi satu atau lebih dari 4 spesies cacing parasit usus, antara lain Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR
Lebih terperinciAstuti dkk. Korespondensi: Ni Putu Erikarnita Sari
UJI DAYA ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG LAMTORO (Leucaena leucocephala (LAM.) de wit) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze) SECARA IN VITRO Astuti, K. W 1., Samirana, P. O 2., Sari, N.
Lebih terperinciCacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro. Ariani, N. K. M. 1, Astuti, K.W. 1, Yadnya-Putra, A.A. G. R. 1
Uji Aktivitas Vermisidal Ekstrak Etanol Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) Pada Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro Ariani, N. K. M. 1, Astuti, K.W. 1, Yadnya-Putra,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi adalah salah satu ruminansia yang paling banyak di ternakkan di Indonesia, merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciIdentifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali
Identifikasi dan Prevalensi Cacing Nematoda Saluran Pencernaan pada Anak Babi di Bali (IDETIFICATION AND PREVALENCE OF GASTROINTESTINAL NEMATHODES PIGLETS IN BALI) Ady Fendriyanto 1, I Made Dwinata 2,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pada tahun 2007, infeksi cacing di seluruh dunia mencapai 650 juta sampai 1 milyar orang, dengan prevalensi paling tinggi di daerah tropis. Populasi di daerah pedesaan
Lebih terperinciUJI VERMISIDAL DAN OVISIDAL EKSTRAK METANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN KONSENTRASI 0,25% - 1% TERHADAP CACING ASCARIS SUUM SECARA IN VITRO
UJI VERMISIDAL DAN OVISIDAL EKSTRAK METANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN KONSENTRASI 0,25% - 1% TERHADAP CACING ASCARIS SUUM SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Lebih terperinciDAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO
DAYA VERMISIDAL DAN OVISIDAL BIJI PINANG (Areca catechu L) PADA CACING DEWASA DAN TELUR Ascaris suum SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciUJI IN VITRO EKSTRAK ETANOL BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr) TERHADAP DAYA MORTALITAS CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze)
UJI IN VITRO EKSTRAK ETANOL BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr) TERHADAP DAYA MORTALITAS CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze) Putra, B.P.A. 1, Astuti, K.W. 1, Dwinata, I.M. 2 1 Jurusan Farmasi Fakultas
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS
Lebih terperinciUJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS BIJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO
UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUS IJI DAN INFUS DAUN PETAI CINA (Leucanea leucocephala) TERHADAP CACING GELANG AYAM (Ascaridia galli) SECARA IN VITRO ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi tugas
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Trichuris trichiura Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. pengendalian berbasis pada penggunaan obat antelmintik sering gagal untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan ternak ruminansia kecil membutuhkan pengendalian nematoda gastrointestinal secara efektif. Kegagalan pengendalian akan mengakibatkan penyakit, gangguan pertumbuhan,
Lebih terperinciDAYA MEMBUNUH CACING EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA AYAM BURAS
Marlin R. K. Yowi dkk, Daya Membunuh Cacing 11 DAYA MEMBUNUH CACING EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA) PADA AYAM BURAS Marlin R. K. Yowi, Devi Y. J. A. Moenek 1) dan Tri A. Y. Foenay 2) 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Babi Babi merupakan hewan monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang memadai. Ditinjau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta : Magnolipsida :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lumbricoides) yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang (Rasmaliah, 2001). Jenis cacing yang sering
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 6 UJI EFEKTIVITAS ANTELMINTIK Dosen Pembimbing Praktikum: Fadli, S.Farm, Apt Hari/tanggal praktikum : Senin, 29 Desember 2014 Disusun oleh: KELOMPOK 5 / GOLONGAN
Lebih terperinciAKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI
AKURASI METODE RITCHIE DALAM MENDETEKSI INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA BABI Kadek Ayu Dwi Suryastini 1, I Made Dwinata 2, I Made Damriyasa 1 1 Lab Patologi Klinik Veteriner, 2 Lab Parasitologi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ton), dan itik/itik manila ( ton). ayam untuk berkeliaran di sekitar kandang membuat asupan makanan ayam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Unggas merupakan salah satu komoditas ternak utama di Indonesia yang memegang peranan penting sebagai sumber protein hewani. Badan Pusat Statistik Indonesia (2014) mencatat
Lebih terperinciUJI AKTIVITAS ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA PADA CACING GELANG BABI
UJI AKTIVITAS ANTHELMINTIK EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA PADA CACING GELANG BABI Ni Nyoman Mahatriny 1, Ni Putu Sanggra Payani 1, Pande Ketut Suwanti Devi 1, Santri Yulita 1, Ketut Widyani Astuti 1, dan Ida
Lebih terperinciUJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO
UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL DAUN LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze) SECARA IN VITRO Skripsi PANDE KETUT SUWANTI DEVI 1108505014 JURUSAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ternak babi merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan ternak lain, yaitu laju pertumbuhan yang cepat, mudah dikembangbiakkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Askaris lumbricoides menyebabkan Askariasis yang merupakan salah satu infestasi cacing yang paling sering ditemukan di dunia. Kasus askariasis diperkirakan lebih dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) 2.1.1 Klasifikasi tanaman Kingdom Divisio : Plantae : Magnoliophyta Sub division: Spermatophyta Kelas Ordo Famili Genus Species
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trichuris trichiura Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang hidup di sekum dan kolon ascending manusia. Pejamu utama T.trichiura adalah
Lebih terperinciHASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.)
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan 1. Uji Larvasida Penelitian dengan pemberian ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap larva Aedes aegypti instar III yang dilakukan selama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni ,07 sedangkan tahun 2013
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan nasional per kapita tahun 2012 yakni 9.665.117,07 sedangkan tahun 2013 yakni 9.798.899,43 (BPS, 2014 a ). Konsumsi protein hewani asal daging tahun 2011 2,75
Lebih terperinciABSTRACT. THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PAPAYA SEEDS (Caricae semen) ON Ascaris suum IN VITRO
ABSTRACT THE ANTHELMINTIC EFFECT OF PAPAYA SEEDS (Caricae semen) ON Ascaris suum IN VITRO Dewi Sylvia Kartika, 2005 1 st Tutor: Budi Widyarto.L,dr 2 nd Tutor:MeilinahHidayat,dr.Mkes Worm infection happen
Lebih terperinciPrevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung
Prevalensi Nematoda Gastrointestinal pada Sapi Bali di Sentra Pembibitan Desa Sobangan, Mengwi, Badung PREVALENSI NEMATODA GASTROINTESTINAL AT SAPI BALI IN SENTRA PEMBIBITAN DESA SOBANGAN, MENGWI, BADUNG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya
Lebih terperinciCONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan
BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun teh (Camellia sinensis, Linn. var. Assamica) terhadap mortalitas cacing Ascaris suum, Goeze dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan
Lebih terperinciUji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro
67 Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Ekstrak Biji Mentimun (Cucumis sativum, L) Terhadap Cacing Ascaridia galli secara In Vitro Leonov Rianto 1, Indri Astuti 2, &Ika Prihatiningrum 2 1,2 Akademi Farmasi
Lebih terperinciAktivitas Anthelmintik Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica l) Terhadap Cacing Gelang Babi (ascaris suum. L)
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Aktivitas Anthelmintik Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa Pudica l) Terhadap Cacing Gelang Babi (ascaris suum. L) Devi ratnawati 1, Rochmah Supriyati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,
Lebih terperinciUJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaridia galli Schrank SECARA IN VITRO
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN PEPAYA (Carica papaya) TERHADAP WAKTU KEMATIAN CACING Ascaridia galli Schrank SECARA IN VITRO Rina Widiastuti 1), Ana Mardiyaningsih 2), Yunisa Djayanti Putri 3) Program
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *
i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau disebut dengan askariasis merupakan salah satu penyakit yang banyak ditemui di masyarakat. Infeksi cacing nematoda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi
Lebih terperinciPENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id
PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas
PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas ternak unggas memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan protein hewani di Indonesia. Pada tahun 2004 produksi daging unggas diperkirakan mencapai 1.164,40
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN 2. JENIS PENYAKIT CACINGAN
I. JEMS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK BALITA DAN ORANG YANG PROFESINYA BERHUBTJNGAN DENGAN TANAH Oleh: Dr. Bambang Heru Budianto, MS.*) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Januari
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah
Lebih terperinciUJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO ABSTRAK
UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTELMINTIK INFUS DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) TERHADAP CACING GELANG (Ascaris lumbricoides) SECARA IN VITRO Virginia N. Lasut 1), Paulina V. Y. Yamlean 2), Hamidah Sri Supriati
Lebih terperinciPENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan
PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan produk perikanan untuk kebutuhan domestik maupun ekspor semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan budidaya perikanan dengan intensif (Gardenia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi penting seperti juga penyakit infeksi lainnya. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini
Lebih terperinciUJI EFEKTIFITAS DAYA ANTHELMINTIK Carica papaya (INFUS AKAR, INFUS BIJI, INFUS DAUN) TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO
UJI EFEKTIFITAS DAYA ANTHELMINTIK Carica papaya (INFUS AKAR, INFUS BIJI, INFUS DAUN) TERHADAP CACING Ascaridia galli SECARA IN VITRO ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi
Lebih terperinciPOTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR
POTENSI EKONOMI PEMAKAIAN ANTELMINTIKA PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR Lili Zalizar 1, Wehandaka Pancapalaga 2, Dian Indratmi 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang, Malang Jl. Raya Tlogomas No.246 Malang,
Lebih terperinciPrevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan
Lebih terperinciMAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI
MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Insiden periodontitis dilaporkan cukup tinggi di Indonesia, penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun ke atas. Hasil dari berbagai
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro,
BAB V PEMBAHASAN Penelitian tentang uji antihelmintik esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, dilakukan dalam dua tahap penelitian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth
Lebih terperinciUji Daya Antihelmintik Dekok Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Ascaris suum secara In Vitro
Uji Daya Antihelmintik Dekok Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Ascaris suum secara In Vitro Vanji Budi Himawan*, Agustina Tri Endharti **, Indriati Dwi Rahayu*** ABSTRAK Askariasis merupakan salah
Lebih terperinciBAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING
BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah kesehatan kurang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi potong dipelihara oleh peternak hanya sebagai sambilan. Tatalaksana pemeliharaan sapi pada umumnya belum baik, diantaranya dalam hal pemeliharaan. Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Helminthiasis merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita penyakit tersebut. Di Indonesia,
Lebih terperinciUJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO
ISSN CETAK. 2443-115X ISSN ELEKTRONIK. 2477-1821 UJI EFEKTIVITAS DAYA ANTHELMINTIK JUS BIJI MENTIMUN (Cucumis Sativum, L) TERHADAP CACING ASCARIDIA GALLI SECARA IN VITRO Submitted : 2 Mei 2016 Edited :
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb) FERMENTASI TERHADAP INFESTASI CACING NEMATODA PADA BABI LOKAL (Sus scrofa) LEPAS SAPIH
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb) FERMENTASI TERHADAP INFESTASI CACING NEMATODA PADA BABI LOKAL (Sus scrofa) LEPAS SAPIH Disajikan Oleh : Eva Rosalina Silaban (E10013249) dibawah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.
Lebih terperinciPREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI
PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh: KHOIRUN NISA NIM. 031610101084 FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas disertai bintik-bintik merah pada kulit. Demam Berdarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal
Lebih terperinciDaya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro
Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. No. : 0, Oktober 00 Daya Antihelmintik Nanas (Ananas comocus) terhadap Ascaris lumbricoides secara In Vitro Antihelmintic Effect of Pineapple (Ananas comocus) for Ascaris
Lebih terperinciDistribusi Geografik. Etiologi. Cara infeksi
Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survey yang dilakukan beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi A. lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Etiologi Cara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Lebih terperinciUJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG LAMTORO
UJI AKTIVITAS VERMISIDAL EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) PADA CACING GELANG BABI (Ascaris suum Goeze) SECARA IN VITRO Skripsi NI PUTU ERIKARNITA SARI 0908505028
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi
Lebih terperinciMATERI DAN METODA. Materi
MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan maupun daerah perkotaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia
Lebih terperinciGambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada
Lebih terperinciPada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Proses ekstraksi
30 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). B. Waktu dan Tempat
Lebih terperinci