4 HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Shinta Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi pupa dan nyamuk dewasa (imago) yang dapat terbang bebas dan menggigit (Service 1986). Stadium L1 - L4 teramati dengan struktur tubuh yang sangat kecil, tetapi cukup jelas apabila dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Rata - rata hasil pengukuran terhadap masing - masing instar larva (n = 15 ekor) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata - rata (± standar deviasi) hasil pengukuran larva Ae. aegypti dari L1 - L4 yang dipelihara dengan makanan pelet pada kisaran suhu C Parameter Pertumbuhan Larva Instar Panjang tubuh (mm) Panjang sifon (mm) Diameter kepala (mm) Instar 1 1,88 ± 0,12 0,37 ± 0,14 0,33 ± 0,15 Instar 2 2,51 ± 0,12 0,43 ± 0,08 0,50 ± 0,07 Instar 3 3,74 ± 0,10 0,51 ± 0,08 0,74 ± 0,13 Instar 4 4,48 ± 0,12 0,56 ± 0,10 0,65 ± 0,09 Menurut Christopher (1960) panjang tubuh instar 1, 2, 3 dan 4 masing- masing secara berurutan adalah 1,50-1,63 mm, 2,60-2,68 mm, 3,77-4,15 mm dan 4,49-7,05 mm. Panjang sifon adalah 0,11-0,32 mm, 0,38-0,43mm, 0,53-0,56 mm, 0,69-0,82 mm, dan diameter kepala adalah 0,22-0,47 mm, 0,54-0,58 mm, 0,74-0,76 mm, 0,89-0,97 mm. Hasil pengukuran parameter pertumbuhan dalam penelitian ini secara umum tidak menunjukkan perbedaan secara nyata dengan Christopher (1960) (P 0,05), (Lampiran 5). Demikian pula ukuran diameter kepala dan panjang sifon. Pengukuran terhadap panjang tubuh (toraks - segmen delapan), panjang sifon (ujung sifon - segmen delapan) dan dimeter kepala (garis tengah kepala) hanya dilakukan dengan media pelet karena secara teknis mudah dilakukan dan akan terlihat pola pertumbuhan yang baik dan tidak terlalu cepat (Tabel 2).
2 Ukuran larva (mm) Pengukuran pada stadium larva instar 1 dan instar 4, bila dibandingkan dengan Christopher (1960), panjang kepala dan diameter kepala tidak terdapat perbedaan yang nyata (P 0,05), tetapi dengan ukuran parameter pertumbuhan yang terbesar. Kemungkinan karena adanya pola adaptasi dari stadium larva Instar 1 yang baik, selain itu dapat pula dipengaruhi oleh suhu, sifat kimia (ph), kelembaban dan bahan makanan yang berada dalam air yang cukup untuk pertumbuhan larva. Kandungan zat organik pada makanan berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan larva Ae. aegypti (Christopher 1960). Pertumbuhan nyamuk Ae. aegypti pada stadium larva instar 2 untuk ukuran panjang tubuh dan panjang sifon tidak perbedaan secara nyata (P 0.05), tetapi ukuran diameter kepala lebih pendek. Pada stadium larva instar 3, ukuran dari parameter sama dengan Christopher (1960), tetapi terdapat perbedaan yang nyata (P 0,05), yaitu pada ukuran panjang sifon (Tabel 2). Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kandungan zat makanan, suhu, kebiasaan, perilaku makan larva dan formulasi (khususnya tingkat pengendapan atau sedimentasi) serta adanya predator di daerah makan larva (larval feeding zone) (Reiter 1980). Panjang tubuh Panjang sifon Diameter kepala L1 L2 L3 L4 Larva Instar Gambar 5. Histogram pertumbuhan tiap stadium larva dengan perlakuan makanan pelet Pertumbuhan nyamuk pada stadium larva pada suhu rata - rata C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0,05) dengan Christopher (1960), (Gambar 5). Berdasarkan grafik diatas, perlakuan dengan pakan pelet untuk parameter panjang tubuh lebih cepat dibandingkan dengan parameter yang lain. Hal ini dapat digunakan untuk membedakan antara L1, L2, L3 dan L4 secara langsung tanpa menggunakan mikroskop atau loop (kaca pembesar), akan tetapi
3 membutuhkan ketelitian. Zat - zat organik maupun nonorganik yang terdapat pada makanan pelet mempunyai tingkat energi yang sedang. 4.2 Panjang Periode Setiap Stadium Pengaruh Makanan Larva Terhadap Panjang Periode Setiap Stadium Periode panjang waktu yang diperlukan mulai telur menetas hingga menjadi dewasa dengan makanan yang berbeda disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Panjang periode (median) masing-masing stadium Ae. aegypti yang dipelihara pada berbagai media pada suhu dalam insektarium (ruangan) Media Media Stadium/ Media Pelet Hati ayam direbus Tanpa makanan Instar (hari) (hari) (hari) Telur 0,50 0, L1 1,50 1,50 3,25 L2 1,00 1,00 5,00 L3 1,00 1,00 4,15 L4 1,50 1,50 5,10 Pupa (Pupa - Emergence) 1,50 1,00 6,25 Total 7 ± 0,40 a 6,5 ± 0,37 a 20,25 ± 1,77 b Dewasa (Emergence Mati) 12,50 12,25 16,25 Keterangan : Huruf dengan superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0,05) Tabel 4. Panjang periode (median) masing-masing stadium Ae. aegypti yang dipelihara pada berbagai media pada suhu luar insektarium (lingkungan) Media Media Stadium/ Media Pelet Hati ayam direbus Tanpa makanan Instar (hari) (hari) (hari) Telur 1,00 1,00 1,00 L1 1,50 1,50 2,75 L2 1,00 1,00 5,75 L3 1,25 1,25 6,00 L4 1,75 1,75 5,00 Pupa (Pupa - Emergence) 2,50 2,00 6,00 Total 9 ± 2,88 a 8,5 ± 2,70 a 26,5 ± 8,55 b Dewasa (Emergence Mati) 11,50 11,50 16,50 Keterangan : Huruf dengan superscript berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P 0,05)
4 Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa panjang periode pradewasa Ae. aegypti pada media makanan pelet dan hati ayam dengan media tanpa makanan berbeda secara nyata (P 0,05). Tetapi antara media makanan pelet dengan hati ayam tidak berbeda secara nyata (P 0,05). Panjang periode dari stadium telur hingga muncul menjadi dewasa (emergence) di dalam insektarium dengan media pelet adalah 7 ± 0,40 hari, hati ayam 6,5 ± 0,37 hari dan tanpa makanan 20,25 ± 1,77 hari. Sedangkan di luar insektarium dengan media pelet adalah 9 ± 2,88 hari, hati ayam 8,5 ± 2,70 hari dan tanpa makanan 26,5 ± 8,55 hari. Tingkat pertumbuhan larva dengan diberikan perlakuan dengan hati ayam lebih cepat dibandingan dengan perlakuan yang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya kandungan nutrisi dan energi pada tiap - tiap makanan berbeda. Hati ayam yang direbus mempunyai tingkat energi yang tertinggi, karena mempunyai kandungan utama protein yang tinggi dan merupakan faktor terpenting untuk pertumbuhan, selain itu juga tempat penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen (Winarno 1997). Oleh karena itu diberikan pada stadium larva, maka akan sangat berpengaruh terhadap panjang periode pada setiap stadium, sedangkan larva yang diberikan makanan pelet ikan (tingkat energi sedang) dan tanpa makanan (tingkat energi terendah). Pelet ikan sendiri mengandung banyak karbohidrat dan rendah kandungan proteinnya (Gambar 6). Perlakuan tanpa makanan menunjukkan tingkat pertumbuhan yang paling lambat dibandingkan dengan perlakuan makanan hati ayam yang direbus dan makanan pelet ikan. Hal ini disebabkan karena perlakuan tanpa makanan mempunyai kandungan nutrisi dan energi yang terendah. Sehingga panjang periode hidup dari satu stadium ke stadium berikutnya berlangsung lebih lama.
5 (A) (B) (C) (D) (E) (F) Gambar 6 (A) : Perlakuan tanpa makanan, (B) : Perlakuan makanan hati ayam, (C) : Perlakuan makanan pelet ikan, (D) : Perlakuan larva di luar ruangan, (E) : Penangkaran di dalam ruangan, (F) : Penangkaran di luar ruangan Pengaruh Lokasi (suhu) Terhadap Panjang Periode Setiap Stadium Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perubahan dari stadium telur menjadi dewasa (imago) membutuhkan waktu tercepat 5,5 hari (pada lokasi di dalam ruang insektarium dengan suhu antara 26 0 C sampai 28,7 0 C) dan waktu
6 terlama 121 hari (di dalam suhu lemari berpendingin dengan suhu 18 0 C). Panjang periode waktu yang diperlukan dari telur menetas hingga menjadi nyamuk dewasa pada lokasi yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Median periode perkembangan (hari) Ae. aegypti dari telur - dewasa pada suhu dan makanan yang berbeda Lokasi Median periode (range) (suhu) A (28,7) B (27,8) Hati ayam Pelet Tanpa makanan 6,5 7,0 20,3 (5,5-7,5) (5,5-8,5) (18,5-22,0) 8,5 9,0 26,5 (7,5-9,5) (7,5-10,5) (23,0-30,0) C (26,6) - - D (18,0) ,0 (13,0-18,0) 74,0 (28,0-121,0) Keterangan : - tidak diberikan perlakuan, A. Di dalam ruangan Darmaga, suhu rataan 28,7 0 C (27,2 hingga 30,1 0 C), B. Di luar ruangan Darmaga, suhu rataan 27,8 0 C (26,1 hingga 28,5 0 C), C. Di ruangan Muara suhu rataan 26,6 0 C (25,5 hingga 29,0 0 C), D. Di dalam lemari berpendingin suhu rataan 18,0 0 C (14,5 0 C hingga 20,5 0 C) Tabel 5 menunjukkan panjang periode dari satu stadium ke stadium berikutnya di dalam insektarium (ruangan) lebih cepat apabila dibandingkan dengan di luar insektarium. Suhu rata - rata di dalam insektarium lebih stabil, karena tidak secara langsung kontak dengan lingkungan sekitar. Sedangkan suhu di luar (insektarium) banyak dipengaruhi oleh kondisi cuaca setempat antara lain kelembaban, suhu, arah angin, curah hujan dan intensitas cahaya (Reiter 1980). Tetapi pada kedua lokasi mempunyai suhu hampir sama dengan intensitas cahaya di luar insektarium lebih besar. Hal ini disebabkan karena perilaku dari nyamuk Ae. aegypti yang tidak menyukai cahaya dan telah beradaptasi di dalam insektarium. Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai pancaran sinar matahari sehingga lebih suka bersembunyi di tempat gelap di dalam rumah ataupun di sela - sela pakaian manusia (Service 1986). Sehingga dengan adanya suhu dan kondisi cuaca yang berbeda terutama cahaya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari
7 Hari Hari Ae. aegypti. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kandungan zat organik yang terdapat dalam makanan (Tabel 3 dan 4) L1 L2 L3 Expon. (L1) Expon. (L2) Expon. (L3) y = 23926e x R 2 = y = e x R 2 = y = e x R 2 = Suhu Gambar 7 Pengaruh suhu (temperatur) terhadap lamanya waktu perubahan dari stadium L1, L2 dan L3 nyamuk Ae. aegypti pada berbagai suhu media 80 L4 Pupa Dewasa Expon. (L4) Expon. (Pupa) Expon. (Dewasa) y = e x R 2 = y = e x R 2 = y = e x R 2 = Suhu Gambar 8 Pengaruh suhu (temperatur) terhadap lamanya waktu perubahan dari stadium L4, pupa dan dewasa (imago) Ae. aegypti pada berbagai suhu media Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya suhu maka periode hidup nyamuk Ae. aegypti semakin pendek, terlihat dari persamaan garis exponensial (Y = a.exp bx ) yang menunjukkan pengaruh positif suhu (temperature) terhadap waktu periode pada tiap stadium kehidupan. Suhu menentukan kecepatan tumbuh kembang nyamuk, yaitu daya tahan nyamuk dewasa, lamanya siklus
8 gonotropik, periode Inkubasi Ekstrinsik dan ukuran vektor yang mempengaruhi laju menggigit (Cheng et al. 1999); serta kecepatan replikasi virus (Sehgal 1997). Peningkatan suhu akan mempercepat proses pendewasaan dan siklus gonotropik, sehingga meningkatkan frekuensi nyamuk untuk menginfeksi (Reiter 1980). Tabel 6. Perhitungan panjang periode (hari) pada stadium pradewasa hingga dewasa berdasarkan rumus persamaan garis exponensial Stadium Suhu 17 0 C 29 0 C L1 (y = 23926exp -0,3585x ) 59,75 hari 0,87 hari L2 (y = 5060,8exp -0,2562x ) 64,52 hari 2,97 hari L3 (y = 2430,5exp -0,2066x ) 72,50 hari 6,08 hari L4 (y = 1640,7exp -0,1803x ) 75,22 hari 8,54 hari Pupa (y = 998,05exp -0,1456x ) 70,37 hari 10,82 hari Dewasa (y = 1164,4exp -0,1581x ) 79,20 hari 11,88 hari Keterangan : y : Panjang periode (hari) x : Suhu ( 0 C) Tabel 6 menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap panjang periode dari tiap stadium nyamuk. Dengan suhu yang ditingkatkan, maka panjang periode dari stadium nyamuk Ae. aegypti semakin pendek. Sebagai contohnya pada persamaan garis exponensial L1 (y = 23926exp -0,3585x ) dengan suhu 17 0 C, panjang periodenya adalah 59,75 hari, sedangkan apabila dengan peningkatan suhu, yaitu pada suhu 29 0 C, maka panjang periode hidupnya menjadi 0,87 hari. Kenaikan suhu meningkatkan proporsi nyamuk untuk menginfeksi, ukuran nyamuk lebih kecil menyebabkan nyamuk tersebut dapat terbang lebih jauh dan siklus gonotropik lebih cepat, sehingga dalam periode hidupnya lebih sering bertelur,
9 serta periode inkubasi ekstrinsik menjadi lebih pendek sehingga peluang virus menyelesaikan inkubasi ekstrinsik di dalam tubuh nyamuk lebih besar. Curah hujan juga merupakan faktor penentu out break penyakit DBD, karena tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk vektor. Curah hujan yang besar menyebabkan genangan air ini melimpah sehingga larva atau pupa nyamuk tersebar ke tempat-tempat lain yang sesuai atau tidak sesuai untuk menyelesaikan siklus kejadian timbulnya atau menularnya penyakit. Oleh karena itu penyakit demam berdarah dengue di Indonesia setiap tahun terjadi pada buan september - februari dengan puncak pada bulan desember atau januari yang bertepatan dengan waktu musim hujan. Akan tetapi untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya musim penularan terjadi pada bulan maret - agustus dengan puncak terjadi pada bulan juni atau juli (Depkes 2003). Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap transmisi penyakit yang ditularkan nyamuk yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan sosial ekonomi, budaya, serta sistem pelayanan kesehatan. Lingkungan fisik antara lain keadaan geografi termasuk keadaan iklim. Lingkungan biologi antara lain status kekebalan penduduk, jenis parasit, biologi vektor, adanya predator dan populasi hewan inang selain manusia. Lingkungan sosial budaya termasuk pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan vektor (Sukowati 2004). Dari berbagai pengamatan disekitar pemukiman penduduk, dapat ditemukan Ae. aegypti, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan dan juga pada sumur yang mempunyai kedalaman 15 meter yang ditutup (Womack 1993). Dengan adanya hujan dengan intensitas yang cukup akan menimbulkan genangan air di kontainer - kontainer sekitar rumah maupun di cekungancekungan yang mengandung zat organik, yang merupakan tempat nyamuk bertelur dan menetas hingga menjadi pupa yang selanjutnya akan menjadi nyamuk dewasa. Pada kondisi ini dapat digunakan untuk asumsi dalam menghitung periode larva yang dipergunakan untuk menghitung satuan panas dan suhu dasar, dengan diasumsikan kandungan bahan organik air media tumbuh nyamuk adalah setara dengan keadaan (2*keadaan media tanpa makanan + 1*keadaan media makanan pelet) dibagi 3 (Hidayati 2007).
10 4.3 Heat Unit dan Suhu Dasar Pada Setiap Stadium Hasil perhitungan heat unit dan suhu dasar dari setiap stadium dengan menggunakan persamaan DH atau derajat hari (WMO 1981), disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Hasil perhitungan heat unit dan suhu dasar Larva Instar 1 hingga dewasa (Imago) Heat Unit Tahap Tb Rataan HU Simpangan baku L1 (L1 - L2) ,49 L2 (L2 - L3) ,53 L3 (L3 - L4) ,02 L4 (L4 - Pupa) ,86 Pupa (Pupa - Emergence) ,86 Dewasa (Emergence - Mati) ,45 Keterangan : Tb : Suhu dasar ( 0 C), Rataan HU : Heat unit (derajat hari atau degree days) Waktu yang dibutuhkan telur nyamuk untuk berubah menjadi nyamuk dewasa berkurang dengan bertambahnya suhu udara. Walaupun pengaruh suhu tidak linier (Focks 1993), konsep satuan panas dianggap dapat diterapkan pada kisaran suhu tropika Indonesia. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 7, didapatkan suhu dasar stadium pradewasa (mulai dari L1 - Pupa) adalah 17 0 C dengan rataan satuan panas sebesar 155 derajat hari. Sedangkan pada stadium dewasa (emergence - mati) suhu dasar 15 0 C dan satuan panas 224 derajat hari. Perbedaan suhu dasar antara stadium pradewasa dan dewasa, dikarenakan secara fisiologis kebutuhan akan sejumlah energi dari kedua stadium yang berbeda. Pada stadium dewasa (imago) Ae. aegypti lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan (Reiter 1980). Hasil perhitungan dengan memakai suhu dasar 17 0 C mendapatkan nilai satuan panas dengan simpangan terkecil 22 derajat hari (larva instar 1). Sebagai contohnya untuk cara penghitungan heat unit pada stadium dewasa dengan iterasi suhu dasar, disajikan pada Tabel 8.
11 Tabel 8. Perhitungan heat unit dengan iterasi suhu dasar pada stadium dewasa nyamuk Ae. aegypti Tb Media Ta n 10 0 C 15 0 C 17 0 C 19 0 C Lemari berpendingin 18,03 74,50 598,24 225,74 76,74-72,26 Muara Ciapus Bogor 26,79 16,00 268,70 188,70 156,70 124,70 Dalam insektarium 29,00 15,80 300,82 221,66 189,99 158,32 Luar insektarium 27,50 20,70 361,60 258,27 216,93 175,60 Standart deviasi 149,00 28,45 60,79 114,54 Rataan Heat unit 224 Keterangan : Ta : Suhu rata-rata pengamatan ( 0 C), Tb : Suhu dasar ( 0 C), n : Jumlah hari untuk menyelesaikan tahap pertumbuhan (hari) Dari Tabel 8 nilai heat unit (satuan panas) diperoleh dari pengurangan antara suhu pengamatan (Ta) dengan suhu dasar (Tb), kemudian dikalikan dengan jumlah hari yang diperlukan nyamuk Ae. aegypti untuk menyelesaikan satu tahap pertumbuhannya [HU : n(ta-tb)]. Sehingga didapatkan nilai standar deviasi atau simpangan baku satuan panas yang terkecil. Suhu dasar (Tb) diperoleh dari proses iterasi perhitungan dengan berbagai nilai suhu dasar yang dicobakan dan suhu lingkungan (Ta) diperoleh dari suhu pengamatan pada berbagai media. Hasil perhitungan dari berbagai suhu dari diperoleh nilai simpangan baku satuan panas terkecil pada suhu dasar 15 0 C dengan rata - rata satuan panas sebesar 224 derajat hari. Hal ini berarti apabila suhu lingkungan di bawah dari suhu dasar, maka tingkat pertumbuhan nyamuk akan berkurang atau terhenti. Menurut teori satuan panas, diperlukan sejumlah energi (yang umum dinyatakan dalam derajat hari) untuk mencapai tahap kehidupan tertentu bagi setiap mahluk hidup (Wang 1960), termasuk nyamuk (Christopher 1960). Jumlah energi tersebut antara lain dapat diketahui dari penjumlahan selisih antara suhu lingkungan dengan suhu dasar selama periode tahapan kehidupan. Menurut Chadee (2006) dengan suhu dasar 19 0 C yaitu pada ketinggian ± 1600 diatas permukaan air laut (daerah hipotetik), panjang periode akan diperpanjang 4-8 minggu pada air yang stabil. Dalam skala besar, panjang periode kehidupan nyamuk, sebagaimana makhluk hidup yang lain, juga dapat dianggap mengikuti konsep satuan panas, semakin tinggi suhu udara tempat
12 tumbuhnya semakin cepat nyamuk menyelesaikan seluruh tahapan hidupnya (Wang 1960). Dengan kata lain, semakin tinggi suhu semakin pendek umurnya. Perubahan fisiologis ini merupakan pengaruh dari suhu. Kombinasi antara jangka hidup dan kecepatan berkembangbiak menentukan jumlah populasi nyamuk yang potensial untuk menularkan virus dengue. Akibat yang ditimbulkan oleh meningkatnya suhu sampai dalam batas tertentu adalah akan meningkatkan resiko transmisi dengue. Transmisi akan terjadi jika lama hidup nyamuk lebih panjang dari waktu perkembangan virus patogen (Reiter 1980). Di Indonesia, kasus DBD akan meningkat jika suhu rata - rata 26,0-28,5 o C, maksimum terjadi pada suhu 27,8 o C, dan pada suhu udara lebih dari 28,5 o C kasus akan berkurang (Sukowati 2004). Informasi satuan panas dapat dipakai untuk memperhitungkan panjang periode sebelum nyamuk siap menularkan virus, yaitu periode larva dan untuk memperhitungkan jangka hidup nyamuk (jika suhu udara diketahui). Data iklim yang diperlukan untuk mendapatkan panjang masing -masing periode tersebut hanya data suhu udara dari lokasi studi. Perhitungan panjang periode didapatkan dengan membagi satuan panas sesuai dengan periode yang dipelajari, dengan selisih antara suhu udara rata-rata dengan suhu dasar. Panjang periode yang didapatkan bukan merupakan nilai yang tetap, tetapi merupakan nilai rata rata dan kisaran.
6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE
6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6.1. PENDAHULUAN Sebelum menularkan virus Dengue, nyamuk Aedes
Lebih terperinci3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian
3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinci4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM
4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi
Lebih terperinciII MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD
8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk
16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciBAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA
BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode semi-parametrik, pada bab ini akan membahas contoh
Lebih terperinci7. MODEL PREDIKSI ANGKA KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH BERDASARKAN INFORMASI IKLIM
7. MODEL PREDIKSI ANGKA KEJADIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH BERDASARKAN INFORMASI IKLIM 7.1. PENDAHULUAN Pada masa pertengahan abad XX, seperti dikutip oleh Christopher (196), hingga awal abad XXI saat ini
Lebih terperinciGlobal Warming. Kelompok 10
Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan
Lebih terperinciIR n = 0, ,157*CH3 n-2 0,052*CH3 n-4 + 0,066*CH3 n-5 + 0,826*TR2 n-2-0,387*tx2 n-2 0,492* n-2.
9. PEMBAHASAN UMUM Iklim merupakan komponen lingkungan yang berfluktuasi besar baik dalam dimensi ruang maupun waktu. Pengamatan, pencatatan dan pengarsipan hasil pencatatan, serta prediksi unsur-unsurnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara
Lebih terperinciPenyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti
14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan, yaitu pada bulan Februari sampai bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya,
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk termasuk kedalam ordo Diptera. Ordo Diptera terdiri dari 80 spesies yang tergolong kedalam 140 famili. Ordo ini termasuk juga dalam fillum Arthropoda.
Lebih terperinci1. Tempat Waktu Penelitian C. Subjek Penelitian D. Identifikasi Variabel Penelitian E. Definisi Operasional Variabel...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAN LEMBAR PERSETUJUAN... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii SURAT PERNYATAAN... ix KATA PENGANTAR... x ABSTRAK... xii BAB I PENDAHULUAN...
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Tahun
IR per 100000 pddk Kab/Kota Terjangkit 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit deman berdarah (DBD) berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, terutama di Indonesia. Di Indonesia dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B
IDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B04104100 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Lebih terperinci5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu)
5. TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD (Studi Kasus Kabupaten Indramayu) 5.1. PENDAHULUAN Sebagian besar perkotaan di Indonesia merupakan wilayah endemik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah
Lebih terperinci3.3.4 Pengelompokkan Nilai TP Berdasarkan Musim
9 Dimana : VC : Kapasitas vektor m : kepadatan nyamuk hinggap (ekor / orang / jam), a : rata-rata jumlah gigitan nyamuk (perhari), p : nilai harapan hidup nyamuk (perhari), dan n : periode inkubasi ekstrinsik
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1.1 Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dari waktu ke waktu terus bertambah, namun demikian jumlah korban jiwa akibat serangan penyakit berbahaya ini cenderung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus
Lebih terperinciTotal rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x. tertinggi didapatkan pada media air rendaman kangkung.
32 Total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air sumur sebesar 3,557 x 10 5 ekor/liter dan total rata-rata kemelimpahan plankton pada media air rendaman kangkung sebesar 3,946 x 10 5 ekor/liter.
Lebih terperinciPasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang
Lebih terperinciDemam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak
Lebih terperinciSummery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )
Summery ABSTRAK Nianastiti Modeong. 2012. Deskripsi Lingkungan Fisik Daerah Endemik Malaria di Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan
6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan Pantai Batu Kalang terletak di pinggir pantai selatan Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan. Daerah Sumatera
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan
Lebih terperinciUniversitas Diponegoro Koresponden :
PAP Prevent Aedes Pump Sebagai Alat Untuk Memutus Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Dan Meningkatkan Efisiensi Pembersihan Air Di Bak Mandi Skala Rumahan Yulhaimi Febriantoro *), Lidya Alvira *), Abdul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di
Lebih terperinci3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian
17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN
BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Menurut Koentjaraningrat (1994:7) bahwa Metode adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut cara kerja untuk dapat memahami
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei
10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena nyamuk ini merupakan salah satu vektor penyebar penyakit Demam Berdarah Dengue
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)
II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi
15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Secara umum RW 3 dan RW 4 Kelurahan Pasir Kuda memiliki pemukiman yang padat dan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Jumlah sampel rumah yang diambil
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel
BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel Nyamuk untuk bahan uji dalam penelitian ini berasal dari telur Aedes aegypti yang diperoleh dari wilayah Jakarta Timur yang memiliki kasus demam berdarah tertinggi.
Lebih terperinciBagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?
Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciProses Penularan Penyakit
Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan
Lebih terperinciIII. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD
III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi
Lebih terperinciBAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Angka kejadian DBD cenderung meningkat, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki
Lebih terperinciNyamuk merupakan salah satu jenis
ARTIKEL SITUASI mamuk AEDES AEGYPTI DAN PENGENDALIANNYA DI DAERAH ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA SALATIGA Hasan Boesri, Damar Tri Boewono* Abstrak Di Kota Salatiga Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KAJIAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Aedes DI GAMPOENG ULEE TUY KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR Elita Agustina 1) dan Kartini 2) 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelas tahun terakhir merupakan tahun-tahun terhangat dalam temperatur permukaan global sejak 1850. Tingkat pemanasan rata-rata selama lima puluh tahun terakhir hampir
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan
Lebih terperinciProject Status Report. Presenter Name Presentation Date
Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson
HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini
Lebih terperinci3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan
9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, berlokasi di Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen
Lebih terperincisarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. BAB I. PENDAHULUAN
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes sp. yang dapat menimbulkan kematian (Siregar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,
5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia (Achmadi, 2010). melakukan kegiatannya, oleh karena itu perlu dikelola demi kelangsungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga. Apabila berbagai komponen lingkungan mengandung bahan berbahaya seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor pembawanya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinci