SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMIK PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMIK PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR"

Transkripsi

1 SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMIK PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR Oleh: Bambang Irawan, Victor T. Manurung dan Mat Syukur" Abstrak Model fungsi keuntungan Cobb-Douglas digunakan dalam tulisan ini untuk menduga skala usaha dan efisiensi ekonomik pengolahan ikan asin di Muncar. Hasil analisa menunjukkan bahwa industri pengolahan ikan asin di Muncar berada pada kondisi skala usaha dengan kenaikan hasil berkurang yang berarti perluasan usaha hanya akan menyebabkan naiknya biaya produksi. Ini terjadi karena kurang tersedianya bahan baku ikan segar bagi industri pengolahan ikan tersebut terutama bagi pengolah dengan skala besar. Karena itu dalam rangka menekan biaya produksi, industri pengolahan ikan tersebut sebaiknya dilayani oleh pengolah dengan skala yang tidak terlalu besar. Dalam hal ini pengolah dengan skala sedang (rata-rata kapasitas pengolahan 27,5 kuintal/proses pengolahan) tampaknya merupakan alternatip yang perlu dipertimbangkan. Secara ekonomik pengolah dengan skala tersebut ternyata lebih efisien dibandingkan pengolah skala kecil maupun skala besar. Pendahuluan Ikan merupakan sumber protein hewani yang penting bagi penduduk di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi rumahtangga yang tinggi dalam mengkonsumsi ikan. Dengan menggunakan data SUSENAS 1981, Sumaryanto dan Manurung (1986) mendapatkan bahwa tingkat partisipasi rumah tangga dalam mengkonsumsi ikan sebesar 91 persen. Sementara untuk konsumsi daging dan kombinasi telur dan susu tingkat partisipasinya masing-masing hanya sebesar 27 persen dan 4 persen. Konsumsi ikan, pada umumnya dilakukan dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan. Karena sifatnya yang mudah rusak maka konsumsi ikan segar biasanya paling banyak disekitar daerah produksi. Sebaliknya ikan yang telah diolah lebih tahan lama sehingga daerah penyebarannya dapat lebih luas dibandingkan ikan segar. Faktor inilah kiranya yang merupakan salah satu penyebab tingkat partisipasi rumahtangga dalam mengkonsumsi ikan olahan cenderung lebih tinggi dibandingkan ikan segar. Empat bentuk ikan olahan yang umumnya dikonsumsi di Indonesia adalah ikan asin, ikan pindang, ikan kaleng dan ikan asap. Karena harga ikan kaleng dan ikan asap cukup mahal, maka konsumsi kedua bentuk ikan tersebut relatip kecil dan biasanya hanya terkonsentrasi di daerah kota. Sebaliknya ikan asin dan ikan pindang yang memiliki harga relatif murah paling banyak dikonsumsi diantara bentuk konsumsi ikan lainnya terutama bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah. Di daerah Jawa Timur dengan Zone A, B dan C konsumsi ikan asin, ikan pindang dan ikan segar masing-masing berkisar antara 0,14 kg - 0,42 kg; 0,11 kg - 0,41 k g dan 0,07 kg - 0,09 kg per kapita perbulan (Hermanto dan Andriati, 1985). Sementara data Susenas 1981 menunjukkan bahwa di daerah Jawa dan luar Jawa partisipasi konsumsi ikan asin masing-masing 84,4 persen dan 77,5 persen sedangkan untuk ikan segar hanya sebesar 8,5 persen dan 62,6 persen (Sumaryanto dan Manurung, 1986). Gambaran tersebut diatas memperlihatkan bahwa ikan asin merupakan ikan olahan yang berperanan penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani asal ikan. Dan keempat bentuk ikan olahan yang telah disebutkan, ikan asin merupakan bentuk ikan olahan yang paling banyak diproduksi. Pada tahun 1984 sekitar 60 persen dari total produksi ikan olahan berupa ikan asin. Sedangkan pada periode ) Staf Peneliti, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. 1

2 sekitar 5 persen produksi perikanan laut diolah menjadi ikan asin. Data tersebut memperlihatkan bahwa pengolahan ikan asin juga memiliki peranan yang cukup penting dalam menyerap produksi perikanan laut. Melihat pentingnya peranan ikan asin dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani maka industri pengolahan ikan tersebut perlu dikembangkan. Dalam hal ini diperlukan adanya gambaran tentang sistem produksi ikan olahan tersebut. Tulisan ini mencoba mengungkapkannya, khususnya dalam hal pendugaan faktorfaktor yang mempengaruhi keuntungan pengolah, skala usaha dan efisiensi ekonomik. Metodologi Lokasi dan Data Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah kecamatan Muncar propinsi Jawa Timur. Kecamatan Muncar dipilih karena merupakan salah satu daerah produsen ikan asin yang penting untuk daerah-daerah pantai utara pulau Jawa. Di kecamatan ini pengolah ikan asin dengan skala besar telah didirikan sejak tahun Data yang digunakan merupakan hasil sensus dari seluruh pengolah di Kecamatan Muncar yang dilakukan pada tahun Walaupun tercatat 80 pengolah yang terdapat di kecamatan ini namun pada saat penelitian dilakukan hanya 61 pengolah yang berproduksi. Pengolah yang dijadikan responden terdiri atas : pengolah dengan kapasitas pengolahan 1-6 kuintal ikan segar per proses pengolahan (skala kecil), 11 pengolah dengan kapasitas pengolahan kuintal (skala sedang) dan 17 pengolah dengan kapasitas pengolahan diatas 80 kuintal (skala besar). Metoda Analisa Pendekatan fungsi keuntungan Cobb-Douglas digunakan dalam analisa ini. Secara luas penurunan fungsi keuntunganw-dari fungsi produksi Cobb- Douglas, pengujian skala usaha dan efisiensi ekonomik telah dikembangkan oleh Lau dan Yotopoulus seperti yang dikutip oleh Saragih (1980). Dalam analisa ini model fungsi keuntungan yang dikaji adalah sebagai berikut : 2 4 n r = RnA + E cri QnWi + E1j i = 1 j=1 4 n Zj +k1 KDK (1) = r = keuntungan jangka pendek per unit harga ikan asin A = konstanta W1 = harga ikan segar per unit harga ikan asin W2 = harga garam per unit harga ikan asin W = upah tenaga kerja per unit harga ikan asin W4 = biaya pengangkutan per unit harga ikan asin Z1 = nilai bak perendaman (Rp/th) Z2 = nilai tempat penjemuran (Rp/th) Z = nilai peralatan para-para, sekop, keranjang, pisau, alat timbang (Rp/th) Di = persentase produksi lemuru D2 = persentase produksi lemuru kualitas terbaik D = pengalaman pengolah (tahun) D4 = persentase produksi pada musim ikan Analisa ini dilakukan untuk periode waktu Januari hingga Desember Penggunaan masukan tetap (Z1, Z2, Z) diukur dalam nilai sewa per tahun yang dihitung dari hasil bagi antara nilai jual sekarang dengan sisa umur pakai. Karena : (1) harga-harga garam, ikan segar, ikan asin, dan upah tenaga kerja berfluktuasi dalam satu tahun dan (2) setiap pengolah memproduksi lebih dari satu jenis ikan asin dan juga dengan kualitas yang berbeda maka harga rata-rata per tahun masukan untuk setiap pengolah dihitung secara tertimbang. Ini dilakukan dengan membagi total pengeluaran per tahun masing-masing masukan variabel dengan jumlah fisiknya. Hal yang sama juga dilakukan dalam menghitung rata-rata harga luaran per tahun. Dalam pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan pengolah seperti tertulis dalam persamaan (1) akan dikaji untuk dua kelompok pengolah yaitu pengolah skala kecil (skala A) dan pengolah skala gabungan (sedang dan besar) yang selanjutnya disebut skala B. Pengolah skala sedang digabungkan dengan pengolah skala besar semata-mata karena jumlah pengolah untuk masing-masing skala tersebut terlampau kecil sehingga tidak memenuhi derajat bebas untuk model yang dikaji. Untuk pengujian skala usaha, pengkajian fungsi keuntungan dilakukan secara agregat (tan-

3 pa pengelompokkan berdasarkan skala pengolahan). Fungsi keuntungan agregat ini juga digunakan untuk mengkaji efisiensi ekonomik antar skala pengolahan dengan memasukkan peubah dummy skala pengolahan sebagai berikut : 4 Rn r = 2 n A + E ociwi' +,E fj 1=1 n Zj + E SKDK + 6 sdss + 8 bdsb (2) DSs = peubah dummy untuk skala kecil DSb = peubah dummyontuk skala besar Hasil Dan Pembahasan Fungsi Keuntungan Pengolahan Ikan Asin di Muncar Dugaan fungsi keuntungan pengolahan ikan asin untuk pengolah skala kecil (skala A) dan skala gabungan skala sedang dan besar (skala B) diperlihatkan dalam Tabel 1. Kedua fungsi keuntungan yang dihasilkan terlihat memberikan Tabel I. Dugaan fungsi keuntungan pengolahan Ikan Asin di Muncar untuk skala usaha kecil dan besar, tahun Peubah bebas Parameter Nilai parameter dugaan A Skalal) Intersep A -,172 5,257** Harga ikan segar (W1) do t -,66*** -1,218* Harga garam (W2) -0,504-0,491 Upah tenaga kerja (W) cx, -0,58-0,89 Biaya pengangkutan (14-0,147-0,050 Nilai bak perendaman (Z1) ( 1 0,425 0,22** Nilai tempat penjemuran 1 2-0,157 0,15** (Z2) Nilai peralatan (Z) M -0,128-0,059 Persentase prod. lemuru -0,08** 0,06 (DI) Persentase prod. lemurtfkualitas terbaik (D2) 72-0,001-0,01 Pengalaman usaha (D) 7 0,229* -0,29 Persentase produksi pada musim ikan (D4) 74 1,665** 0,96** R2 (sistem) 0,779 0,881 *** Nyata pada taraf 1 persen Nyata pada taraf 5 persen * Nyata pada taraf 10 persen I) Skala A adalah skala kecil dan skala B adalah gabungan skala sedang dan besar. nilai koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi masing-masing sekitar 0,78 untuk pengolah skala A dan 0,88 untuk pengolah skala B. Ini merupakan suatu indikasi bahwa model analisa yang digunakan cukup mampu menerangkan keragaman keuntungan pengolah ikan asin di Muncar. Variasi keuntungan kedua kelompok pengolah masingmasing dapat diterangkan sekitar 78 persen dan 88 persen oleh peubah-peubah bebas yang dimasukan di dalam model. Seluruh parameter peubah masukan variabel yang diperoleh memperlihatkan adanya hubungan negatif antara tingkat keuntungan pengolah dengan harga-harga masukan variabel. Hal ini sesuai dengan hipotesa semula bahwa kenaikan harga masukan variabel akan menurunkan keuntungan pengolah. Namun pengujian statistik menunjukkan bahwa hanya perubahan harga ikan segar yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat keuntungan. Untuk pengolah skala A peubah bebas ini nyata pada taraf 5 persen sedangkan pada pengolah skala B nyata pada taraf 10 persen. Peubah harga ikan segar ternyata juga memiliki parameter dugaan yang paling besar diantara ketiga peubah harga masukan variabel lainnya. Pola demikian terjadi baik pada pengolah skala kecil maupun skala B. Pada pengolah skala kecil parameter dugaan untuk harga ikan segar adalah -,66 yang artinya setiap kenaikan harga ikan per unit harga ikan asin sebesar 1 persen akan menurunkan keuntungan pengolah sekitar,6 persen. Sedangkan bagi pengolah skala B kenaikan harga ikan segar tersebut akan menyebabkan turunnya keuntungan sekitar 1,2 persen. Tingginya pengaruh harga ikan segar terhadap keuntungan pengolah dibandingkan pengaruh harga masukan variabel lainnya dapat diterangkan karena pengeluaran untuk ikan segar merupakan komponen biaya paling tinggi dalam pengolahan ikan asin. Hal ini menyebabkan perubahan harga ikan segar juga akan memberikan pengaruh yang tinggi terhadap keuntungan pengolah. Lebih dari 82 persen biaya pengolahan ikan asin merupakan biaya ikan segar. Sedangkan sisanya merupakan biaya tenaga kerja, garam dan pemasaran (Tabel 2). Walaupun pengujian statistik menunjukkan bahwa peubah eksogen yang dimasukan didalam model (peubah D1,... D4) tidak seluruhnya berpengaruh nyata namun arah parameter-parameter yang dihasilkan untuk peubah-peubah tersebut

4 Tabel 2. Struktur biaya per unit pengolahan Ikan Asin skala kecil, sedang dan besar, di Muncar tahun Komponen biaya (Rp/kg) Kecil Skala usaha Sedang a. Biaya produksi - ikan segar 262, ( 84,1) 258,4 ( 86,1) 294, ( 82,2) - garam 2,0 ( 7,4) 2,0 ( 7,7) 24,0 ( 6,7) - tenaga kerja 22,2 ( 7,1) 1,2 ( 4,4) 10,2 ( 2,9) b. Biaya pemasaran (pengangkutan) 4,5 ( 1,4) 5,4 ( 1,8) 29,5 ( 8,2) Total biaya 12,0 (100,0) 00,0 (100,0) 58,0 (100,0) ( ) Angka dalam kurung menunjukkan persentase terhadap total biaya. sesuai dengan hipotesa semula. Peubah persentase produksi lemuru (D1) terlihat bertanda negatif dan berpengaruh nyata untuk pengolah skala kecil pada taraf 5 persen. Hal ini berarti bahwa makin banyak jenis lemuru yang diolah pengolah skala kecil, semakin rendah keuntungan per unit harga ikan asin yang dihasilkan. Hubungan demikian dapat terjadi karena proses pengeringan jenis ikan lemuru cenderung lebih lama dibandingkan jenisjenis ikan lainnya akibat kandungan lemak yang tinggi sehingga penggunaan tenaga kerja meningkat. Peubah proporsi produksi lemuru kualitas terbaik (D2) terlihat tidak berpengaruh nyata. Ini dapat diartikan bahwa pembuatan ikan asin lemuru kualitas terbaik tidak selamanya meningkatkan keuntungan pengolah walaupun perbedaan harga ikan asin menurut kualitasnya cukup tinggi. Kondisi demikian terjadi karena untuk menghasilkan ikan asin berkualitas terbaik diperlukan bahan Baku ikan segar yang baik pula yang memiliki harga lebih tinggi. Pengalaman pengolah (D) hanya berpengaruh pada pengolah skala kecil untuk taraf nyata 10 persen. Pada pengolah skala sedang + besar faktor pengalaman usaha tidak lagi berpengaruh terhadap keuntungan.clan hal ini mungkin karena pengolah dengan skala tersebut pada umumnya sudah lama berpengalaman sehingga kesempurnaan pengetahuan tentang manajemen produksi relatif homogen antar pengolah. Namun pada pengolah skala kecil yang umumnya dilakukan oleh rumahtangga nelayan, tampaknya masih ada perbedaan kemampuan manajemen produksi berdasarkan pengalaman usaha. Pengolah yang lebih berpengalaman cenderung akan memperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi seperti ditunjuk- kan oleh parameter dugaan D yang bertanda positif. Faktor musim (D4), terlihat merupakan salah satu faktor yang menentukan terhadap keuntungan pengolah. Peubah faktor ini berpengaruh nyata pada taraf 5 persen untuk kedua kelompok pengolah dan memiliki parameter dugaan yang cukup besar. Semakin banyak kegiatan pengolahan dilakukan selama musim ikan semakin besar keuntungan pengolah karena pada musim ikan, pengolah dapat bekerja lebih efisien akibat volume pengolahan yang semakin tinggi. Pada musim ikan yang terjadi pada bulan April-September seluruh pengolah rata-rata dapat berproduksi sekitar 6 persen dari kapasitas pengolahan yang dimiliki sedangkan pada bulan-bulan lain hanya sekitar 7 persen. Pengujian Skala Usaha dengan Kenaikan Hasil Tetap (Constant Return to Scale) Skala usaha (return to scale) menggambarkan respon dari luaran terhadap perubahan seluruh masukan secara proporsional. Dalam ruang biaya jangka panjang, skala usaha menunjukkan hubungan antara biaya produksi rata-rata per unit luaran dengan perubahan dalam ukuran usaha. Dalam hubungan ini ada kemungkinan yang terjadi yaitu : (1) Skala usaha dengan kenaikan hasil bertambah atau Increasing Return to Scale (IRS). (2) Skala usaha dengan kenaikan hasil tetap atau Constant Return to Scale (CRS) yang menunjukkan bahwa perluasan usaha tidak lagi merubah biaya produksi rata-rata. () Skala usaha dengan kenaikan hasil berkurang atau Decreasing Return to Scale (DRS) yang berarti bahwa perluasan usaha justru akan menyebabkan naiknya biaya produksi rata-rata 4

5 Pada fungsi keuntungan Cobb-Douglass, ketiga kondisi skala usaha tersebut dapat dikaji dengan menguji besarnya nilai jumlah parameterk parameter peubah masukan tetap ( E p j) j = 1 (Saragih, 1980). Kondisi CRS ditunjukkan oleh k nilai p j yang besarnya = 1. Apabila nilai j = 1 yang diperoleh lebih besar atau lebih kecil dari 1 menunjukkan kondisi IRS atau DRS. Hasil pengujian skala usaha pengolahan ikan asiri di Muncar disajikan dalam Tabel. Pengujian tersebut dilakukan untuk kondisi aktual dan kondisi keuntungan maksimum jangka pendek. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan basil pendugaan fungsi keuntungan yang dianalisa secara keseluruhan (lampiran 1). Tabel menyimpulkan bahwa industri pengolahan ikan asin di Muncar tidak berada pada kondisi skala usaha dengan kenaikan hasil tetap. Hal ini terjadi baik pada kondisi aktual maupun kondisi keuntungan maksimum jangka pendek. Dan parameter fungsi keuntungan secara kese- luruhan (lampiran 1) didapatkan nilai E 1 i= 1 masing-masing 0,2022 untuk kondisi aktual dan 0,2504 untuk kondisi keuntungan maksimum jangka pendek. Ini berarti bahwa industri peng- olahan ikan asin di Muncar sedang mengalami skala usaha dengan kenaikan hasil berkurang. Setiap kenaikan penggunaan seluruh masukan sebesar 10 persen hanya akan menyebabkan kenaikan luaran sebesar 2.02 persen untuk kondisi aktual dan 2.5 persen untuk kondisi keuntungan maksimum. Kesimpulan diatas merupakan indikasi bahwa perluasan usaha pengolahan ikan asin di Muncar tidak lagi menguntungkan, karena hanya akan menyebabkan kenaikan biaya pengolahan. Pada rata-rata kapasitas pengolahan 74,6 kuintal skala usaha pengolahan ikan asin di Muncar justru perlu diturunkan untuk menekan biaya produksi. Atau dengan kata lain industri tersebut sebaiknya dilakukan oleh pengolah dengan skala yang relatif kecil. Diperolehnya kesimpulan diatas karena akhir-akhir ini pengolah ikan asin di Muncar dihadapkan pada masalah kekurangan bahan baku ikan segar terutama pada pengolah dengan skala relatif besar. Tabel 4 memperlihatkan adanya indikasi tersebut. Pengolah dengan skala yang lebih besar memiliki kontinuitas pengolahan maupun indeks kapasitas yang lebih rendah. Ratarata per bulan pengolah skala besar hanya mampu berproduksi sekitar 7 persen dari kapasitas pengolahan yang dimiliki sementara pada pengolah skala sedang dan kecil masing-masing sekitar 51 persen dan 81 persen. Tabel. Hasil pengujian skala usaha dengan kenaikan hasil tetap pengolahan Ikan Asin di Muncar tahun Hipotesis Fhitung Ftabel 0,01 0,05 0,10 Kesimpulan 1. Kondisi aktual Ho : j = 1 j = 1 Ha: = 1 Pji 1g 41,74 6,6,84 2,71 Tolak Ho 2. Kondisi keuntungan maksimum Z Q j = 1 j = 1 Ha : 0; 11 50,694 6,6,84 2,71 Tolak Ho 5

6 Tabel 4. Kontinuitas pengolahan ikan Asin dan indeks kapasitas pengolahan menurut skala usaha di Muncar tahun Kontinuitas Indeks kapasitas Skala usaha pengolahan (oh produksi per (bulati/tahun) kapasitas per bulan) Kecil 9, 81,4 Sedang 8,4 51, Besar 6,8 7,2 Pemasokan bahan baku ikan segar yang menurun bagi pengolah ikan asin di Muncar disebabkan oleh tiga faktor : (1) Menurunnya hasil tangkapan nelayan rata-rata persen per tahun pada periode Diperoleh informasi bahwa akhir-akhir ini nelayan di Muncar mulai menggunakan jaring dengan "mesh size" yang lebih kecil yang merupakan suatu indikasi bahwa sumber daya perikanan di daerah tersebut telah semakin berkurang. (2) Adanya persaingan dengan pabrik pengalengan ikan skala besar yang didirikan di Selat Bali. Hal ini menyebabkan nelayan Muncar lebih suka mendaratkan hasil tangkapannya di pantai Bali. () Adanya persaingan dengan industri pengolahan ikan lainnya yang terdapat di Muncar. Pada periode bagian produksi ikan asin terhadap total produksi ikan olahan rata-rata mengalami pertumbuhan -9,22 persen per tahun sedangkan untuk ikan pindang, tepung ikan dan ikan kaleng masing-masing + 8,29 persen; + 7,61 persen; dan -8,81 persen. Data tersebut merupakan indikasi bahwa industri pengolahan ikan asin di Muncar semakin terdesak oleh industri pengolahan ikan lainnya. Pengkajian Efisiensi Ekonomik Konsep efisiensi ekonomik dibangkitkan oleh adanya : (1) perbedaan kemampuan setiap produsen dalam menghasilkan luaran pada penggunaan masukan yang sama (efisiensi teknis) dan (2) perbedaan kemampuan setiap produsen dalam menyamakan nilai proehik marjinal setiap masukan variabel dengan harga masing-masing masukan tersebut (efisiensi harga). Konsep efisiensi ekonomik mencakup kedua fenomena tersebut (Saragih, 1980). Perusahaan yang relatif inefisien secara ekonomik menunjukkan bahwa pengorganisasian masukan pada perusahaan tersebut kurang efisien dilihat dari segi teknis atau segi biaya atau mungkin pula dari kedua segi tersebut. Seperti yang disebutkan dalam metoda analisa, pengkajian efisiensi ekonomik antar skala perusahaan dapat dilakukan dengan memasukkan peubali dummy intersep untuk skala perusahaan yang diperbandingkan kedalam fungsi keuntungan. Untuk industri pengolahan ikan asin di Muncar dugaan fungsi keuntungan yang juga memasukkan peubah dummy skala pengolahan kecil (DSs) dan skala pengolahan besar (DSb) diperlihatkan dalam lampiran 1. Dalam hal ini pengolah dengan skala sedang digunakan sebagai pembanding. Pengujian statistik menunjukkan bahwa parameter 7 s nyata pada taraf 1 persen sedangkan parameter 7 b tidak nyata. Ini dapat diartikan bahwa pengolah skala kecil memiliki efisiensi ekonomik yang berbeda dengan pengolah skala sedang pada taraf nyata tersebut. Bila diperhatikan parameter 7 s yang bertanda negatif (-1.97) maka dapat disimpulkan bahwa pengolah skala kecil memiliki efisiensi ekonomik yang lebih rendah dibandingkan pengolah skala sedang. Hal yang sama juga cenderung terjadi pada pengolah skala besar ( 7 b = ) walaupun secara statistik keabsahan kesimpulan ini belum dapat di terima. Berdasarkan besaran parameterparameter 7 s dan 7 b yang diperoleh, dapat dikatakan secara ekonomik, pengolah skala sedang paling efisien. Kesimpulan diatas, agaknya senada dengan hasil perhitungan profitabilitas usaha pada ketiga kelompok pengolah. Rasio penerimaan terhadap biaya total pada pengolah skala kecil dan besar masing-masing 1.18 dan 1.19 sedangkan pada pengolah skala sedang sebesar 1.28 (Manurung, et al. 1986). Kesimpulan 1. Betapa pentingnya peranan ketersediaan bahan baku ikan segar terhadap eksistensi pengolahan ikan asin di Muncar telah diperlihatkan dari hasil-hasil analisa yang telah dilakukan. Ikan segar merupakan input utama sehingga masalah ketersediaannya tidak hanya memberikan dampak terhadap eksistensi pengolah dalam jangka pendek tetapi juga jangka panjang. Untuk jangka pendek, pengaruhnya dapat, dikaji dari pengaruh harga ikan segar yang nyata terhadap keuntungan pengoiah baik untuk pengolah skala kecil, sedang maupun besar. Kenyataan ini cukup beralasan 6

7 kareiia lebih dan 82 persen biaya pengolahan ikan asin merupakan biaya untuk pengadaan ikan segar Pengujitin skala usaha menunjukkan bahwa industri, pengolahan ikan asin di Muncar berada pada kondisi "decreasing return of scale". Ini merupakan indikasi bahwa perluasan usaha dalam jangka panjang tidak lagi menguntungkan bagi pengolah karena hanya akan memperbesar biaya produksi. Untuk menekan biaya produksi, industri 'pengolahan ikan ini mungkin lebih baik dilakukan oleh pengolah dengan skala relatif kecil. Dalam hal ini, pengolah skala sedang tampaknya merupakan alternatif yang perlu diperhitungkan karena pengolah dengan skala tersebut ternyata lebih efisien dibandingkan pengolah skala kecil maupun skala besar. Artinya, pengolah skala sedang relatip lebih mampu mengalokasikan sumber-sumber ekonomi dengan baik dilihat dari segi teknis maupun harga.. Faktor utama yang menyebabkan adanya gejala "decreasing return to scale" adalah kurangnya bahan baku ikan segar yang tersedia. Hal ini karena : (1) menurunnya hasil tangkapan nelayan dan (2) persaingan dengan industri pengolahan ikan lainnya yang menggunakan bahan baku yang sama. Langkanya bahan baku menyebabkan pengolah ikan asin di Muncar tidak dapat bekerja pada kapasitas pengolahan yang dimiliki terutama pada pengolah dengan skala yang relatip besar. Pengolah skala kecil, sedang dan besar rata-rata hanya mampu berproduksi sekitar 81 persen, 51 persen dan 7 persen dari kapasitas pengolahan yang dimiliki. 4. Melihat besarnya peranan ikan segar terhadap eksistensi pengolahan ikan asin maka dalam rangka pengembangan industri pengolahan ikan tersebut masalah ketersediaan bahan baku ikan segar perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Dalam pengembangan industri pengolahan ikan di suatu daerah, perencanaan yang matang yang memperhitungkan potensi sumber daya perikanan yang tersedia kiranya perlu dilakukan dengan cermat baik dalam komposisi jenis industri maupun kapasitas pengolahannya. Untuk kasus ikan asin di Muncar, kapasitas pengolahan yang tidak terlalu besar tampaknya merupakan suatu alternatif terbaik. Hal ini karena terbukti bahwa pengolah dengan skala pengolahan tersebut relatip lebih efisien dibandingkan pengolah skala kecil maupun skala besar. Daftar Pustaka Hermanto dan Andriati Pola Konsumsi Di Daerah Pedesaan Jawa Timur. Proceeding Hasil Seminar Patanas ke II. Puslit Agro Ekonomi, Bogor. Kasryno, F Supply of Rice and Demand for Fertilizer for Rice Farming in Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, 5 (2): Bogor. Manurung, V.T. el al Processing Profitability and Supply Estimation of Salted Fish in Muncar, East Java. Puslit Agro Ekonomi, Bogor. Saragih, B Economic Organization, Size and Relative Efficiency. The Case of Oil Palm in Northern Sumatera, Indonesia. Ph.D. Disenssion. North Carolina State University Sumaryanto dan V.T. Manurung Keragaan Konsumsi ikan di Indonesia. Staff Paper Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Bogor. 7

8 Lampiran 1. Dugaan Fungsi Keuntungan Agregat Pengolahan ikan Asin di Muncar Pada Kondisi Aktual dan Kondisi Keuntungan Maksimum. Tahun Variabel Parameter Nilai parameter Kondisi Kondisi aktual keuntungan maksimum R2 (sistem) lntersep Harga ikan segar (X1) Harga garam (X2) Upah tenaga kerja (X) Biaya angkut (X4) Nilai bak perendaman (Z1) Nilai bak penjemuran (Z2) Nilai peralatan (Z) 1 Persen lemuru (D1) 71 Persen kualitas I (D2) 72 Pengalaman (D) 7 Persen musim (D4) 74 Skala usaha kecil (DSs) 7s Skala usaha besar (DSb) 7b ***) Nyata pada taraf 1 persen **) Nyata pada taraf 5 persen *) Nyata pada taraf 10 persen. 0,740 0,72-0,72 0,72-2,885*** -4,257*** -0,122-0,419*** -0,508-0,17*** -0,049-0,129*** 0,110 0,079 0,062 0,07 0,078 0,050-0,026-0,026 0,018 0,011 0,201 0,168 1,479*** 1,214*** 497*** -1,68*** 086 0,10 8

ASPEK SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR, JAWA TIMUR

ASPEK SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR, JAWA TIMUR ASPEK SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN IKAN ASIN DI MUNCAR, JAWA TIMUR Oleh: Victor T. Manurung, Mat Syukur dan Bambang Irawano Abstrak Skala pengolahan ikan asin bervariasi. Hingga akhir tahun 1985 terdapat

Lebih terperinci

SKALA USAHA P ADA PERKEBUNAN KELAPA SA WIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN PERKEBUNAN RAKYAT 1 > Oleh: Bungaran Saragih 2 >

SKALA USAHA P ADA PERKEBUNAN KELAPA SA WIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN PERKEBUNAN RAKYAT 1 > Oleh: Bungaran Saragih 2 > SKALA USAHA P ADA PERKEBUNAN KELAPA SA WIT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN PERKEBUNAN RAKYAT 1 > Oleh: Bungaran Saragih 2 > Abstrak Informasi mengenai keadaan skala usaha penting untuk pengambilan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SKALA USAHA USAHAT ANI P ADI SAW AH DENGAN FUNGSI KEUNTUNGAN Handewi Purwati S. Rachman*) Abstract. Abstrak

PENDUGAAN SKALA USAHA USAHAT ANI P ADI SAW AH DENGAN FUNGSI KEUNTUNGAN Handewi Purwati S. Rachman*) Abstract. Abstrak PENDUGAAN SKALA USAHA USAHAT ANI P ADI SAW AH DENGAN FUNGSI KEUNTUNGAN Handewi Purwati S. Rachman*) Abstract This research estimates the short run rice farming returns to scale condition by using Cobb

Lebih terperinci

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH KOMBINASI TINGKAT PENGGUNAAN MASUKAN YANG MEMAKSIMUMKAN KEUNTUNGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Oleh: Adreng Purwoto dan Muchjidin Rachmato Abstrak Tulisan ini melihat tingkat

Lebih terperinci

DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA

DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA Oleh : Victor T. Manurung dan Mat Syukuro ABSTRAK Pemasaran ikan pada tingkat produsen merupakan masalah yang

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

ANALISA BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN SKALA KECIL DI LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISA BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN SKALA KECIL DI LANGKAT, SUMATERA UTARA ANALISA BIAYA DAN KEUNTUNGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN SKALA KECIL DI LANGKAT, SUMATERA UTARA Oleh : Mat Syukur, Sahat M. Pasaribu, Bambang Irawan dan Achmad Suryana" Abstrak Tulisan ini menyajikan analisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional terutama adalah menghasilkan bahan pangan protein hewani,

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian

Lebih terperinci

SISTEM BAGI HASIL DAN DAMPAK MOTORISASI PENANGKAPAN IKAN TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI LANGKAT SUMATERA UTARA

SISTEM BAGI HASIL DAN DAMPAK MOTORISASI PENANGKAPAN IKAN TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI LANGKAT SUMATERA UTARA SISTEM BAGI HASIL DAN DAMPAK MOTORISASI PENANGKAPAN IKAN TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN DI LANGKAT SUMATERA UTARA Oleh : Bambang Irawan, Achmad Suryana, Sahat M. Pasaribu dan Mat Syukur1) Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya yang tergolong miskin secara garis besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal di pesisir pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com ABSTRAK Komoditas jagung (Zea mays)

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK

WAHYUNING K. SEJATI ABSTRAK PERUBAHAN TINGKAT KONSUMSI DAN PARTISIPASI RUMAHTANGGA TERHADAP TELUR ITIK WAHYUNING K. SEJATI Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kehyakan Pertanian Jln. A. Yani 70, Bogor ABSTRAK Telur itik merupakan sumber

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah)

PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) PENGARUH SKALA USAHA TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN (Kasus: Desa Hajoran, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah) Line O. R Hutabarat, Kelin Tarigan dan Sri Fajar Ayu Program Studi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei 2009. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK

ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA. Hendrik 1) ABSTRAK ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KECAMATAN PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA Hendrik 1) 1) Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru Diterima : 25

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan

1. PENDAHULUAN. digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan nila merah Oreochromis niloticus merupakan ikan konsumsi yang digemari masyarakat Indonesia dan luar negeri. Rasa daging yang enak dan pertumbuhan yang relatif cepat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia yang secara geografis adalah negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang panjang, serta sebagian besar terdiri dari lautan. Koreksi panjang garis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Usaha Pengolahan Ikan Asin Karakteristik responden usaha pengolahan ikan asin memberikan gambaran mengenai responden atau pemilih usaha ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan batas, sekaligus pintu gerbang yang berbatasan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF USAHA TERNAK AYAM PETELUR 1 > Oleh: Yusmichad Yusdja 2 > dan Bungaran Saragih 3 >

SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF USAHA TERNAK AYAM PETELUR 1 > Oleh: Yusmichad Yusdja 2 > dan Bungaran Saragih 3 > SKALA USAHA DAN EFISIENSI EKONOMI RELATIF USAHA TERNAK AYAM PETELUR 1 > Oleh: Yusmichad Yusdja 2 > dan Bungaran Saragih 3 > Rlngkasan Skala usaha dalam usaha ternak ayam merupakan topik dari penelitian

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi komoditas perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh keadaan musim. Jumlah produksi di suatu saat tinggi, di saat lain rendah atau tidak ada sama sekali. Saat produksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor

Lebih terperinci

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON

6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 103 6 ESTIMASI SUPPLY DAN DEMAND IKAN DI KOTA AMBON 6.1 Pendahuluan Penyediaan pangan masih merupakan masalah penting di Indonesia. Sumber daya manusia Indonesia perlu dibangun agar tangguh dan kuat, dari

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN SUMBER JAYA KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU

KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN SUMBER JAYA KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN SUMBER JAYA KECAMATAN KAMPUNG MELAYU KOTA BENGKULU BUSINESS FEASIBILITY OF SALTED FISH PROCESSING IN SUMBER JAYA VILLAGE KAMPUNG MELAYU BENGKULU CITY Reswita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH

ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH ANALISIS PENGARUH LUAS LAHAN DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUKSI KAKAO PERKEBUNAN RAKYAT DI PROVINSI ACEH 56 Intan Alkamalia 1, Mawardati 2, dan Setia Budi 2 email: kamallia91@gmail.com ABSTRAK Perkebunan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan.  [10 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi tinjauan komoditas kedelai, khususnya peranan kedelai sebagai sumber protein nabati bagi masyarakat. Tidak hanya itu, kedelai juga ditinjau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km serta terdiri atas 17.500 pulau, perhatian pemerintah Republik Indonesia terhadap sektor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KEUNTUNGAN DAN PENGUKURAN SKALA USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI KABUPATEN PESAWARAN, LAMPUNG

FAKTOR PENENTU KEUNTUNGAN DAN PENGUKURAN SKALA USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI KABUPATEN PESAWARAN, LAMPUNG ABSTRAK FAKTOR PENENTU KEUNTUNGAN DAN PENGUKURAN SKALA USAHA BUDIDAYA IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI KABUPATEN PESAWARAN, LAMPUNG Tajerin 1 dan Asep Agus Handaka Suryana 2 Dewasa ini usaha

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan data Susenas Modul Konsumsi tahun 2005 yang dikumpulkan dengan desain cross sectional. Data Susenas Modul Konsumsi terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis

BAB I PENDAHULUAN. berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berdekatan dengan kota Bandung, sehingga mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMINTAAN MINYAK GORENG PADA BERBAGAI GOLONGAN PENDAPATAN DAN SEGMEN PASAR DI INDONESIA ')

KAJIAN PERMINTAAN MINYAK GORENG PADA BERBAGAI GOLONGAN PENDAPATAN DAN SEGMEN PASAR DI INDONESIA ') KAJIAN PERMINTAAN MINYAK GORENG PADA BERBAGAI GOLONGAN PENDAPATAN DAN SEGMEN PASAR DI INDONESIA ') Oleh : Delima H. Azahari Darmawan 2), I Wayan Rusastra 2) dan Nizwar Sjafa'at Abstrak Masalah kekurangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi merupakan suatu proses transformasi atau perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) I. Gunarto, B. de Rosari dan Joko Triastono BPTP NTT ABSTRAK Hasil penelitian menunjukan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

PROFIL DAN MASALAH PENGEMBANGAN PERIKANAN LAUT SKALA KECIL DI JAWA TIMUR DAN MALUKU

PROFIL DAN MASALAH PENGEMBANGAN PERIKANAN LAUT SKALA KECIL DI JAWA TIMUR DAN MALUKU FAE. Vol. 13, No. 1, 1995 : 71 83 PROFIL DAN MASALAH PENGEMBANGAN PERIKANAN LAUT SKALA KECIL DI JAWA TIMUR DAN MALUKU Victor T. Manurung dan Kurnia Suci Indraningsih ABSTRAK Jawa Timur dan Maluku merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai 95.181 km dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Menurut Arikunto (2010: 161) objek penelitian adalah variabel atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Hal ini karena objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi barang setengah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah petani garam yang memproduksi garam di Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. Penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 75 petani

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru. 3 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli 009 di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar - Perairan Selat Bali, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Perairan Selat Bali terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG Renie Oelviani 1, Indah Susilowati 2,3, Bambang Suryanto 3 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI GARAM RAKYAT

EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI GARAM RAKYAT EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI GARAM RAKYAT Dafid Amami 1) dan ihsannudin Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura e-mail: adafid45@gmail.com 1) ABSTRACT This research

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

JURNAL ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN PONDOK BATU KECAMATAN SARUDIK KOTA SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH

JURNAL ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN PONDOK BATU KECAMATAN SARUDIK KOTA SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH JURNAL ANALISIS USAHA PENGOLAHAN IKAN ASIN DI KELURAHAN PONDOK BATU KECAMATAN SARUDIK KOTA SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH ROLF GEFFKEN SITUMEANG 1204114133 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. bentuk, yaitu segar dan olahan; yang meliputi olahan tradisional dan olahan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. bentuk, yaitu segar dan olahan; yang meliputi olahan tradisional dan olahan TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Hasil perikanan di Indonesia pada umumnya disajikan dalam dua bentuk, yaitu segar dan olahan; yang meliputi olahan tradisional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Standar hidup suatu bangsa dalam jangka panjang tergantung pada kemampuan bangsa dalam menggapai tingkat produktivitas yang tinggi dan berkesinambungan,

Lebih terperinci

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG

CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG CARA PEMINDANGAN DAN KADAR PROTEIN IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI KABUPATEN REMBANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Oleh:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

KONSUMSI DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA KURANG ENERGI DAN PROTEIN DI NUSA TENGGARA

KONSUMSI DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA KURANG ENERGI DAN PROTEIN DI NUSA TENGGARA KONSUMSI DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA KURANG ENERGI DAN PROTEIN DI NUSA TENGGARA Oleh: Mewa Arifin, Achmad Suryana, Delima H.A. Darmawan dan Handewi P. S. Rachman" Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PRODUKSI USAHATANI CABAI (Kasus Kelurahan Tiga Runggu Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun) Monika M.S.Hutagalung 1), Luhut Sihombing 2) dan Thomson Sebayang 3) 1) Alumni Fakultas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung

Lebih terperinci