HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik (Gambar 10) menunjukkan kurva absorbsi kurang mulus yang mengindikasikan tingginya noise, serta terlihat adanya beberapa pencilan data, dengan demikian sebelum diolah lebih lanjut memerlukan pre-treatment data. Pre-treatment data yang dilakukan adalah pemulusan dan eliminasi pencilan data. Perlakuan pemulusan menggunakan metode running mean setiap lima titik data, sehingga menyebabkan panjang gelombang yang dapat digunakan adalah 915 sampai 1990 nm. Eliminasi dilakukan terhadap data yang berada diluar kisaran tiga kali standar deviasi (SD) di bawah dan di atas rata-rata. Setelah proses eliminasi tersebut ternyata hanya 45 sampel yang dapat digunakan untuk kalibrasi dan validasi kandungan air, lemak dan protein, sedangkan untuk lisin dan metionin hanya 43 dan 40 sampel. Nilai absorbsi dari 45 sampel setelah pre-treatment data memperlihatkan kurva yang lebih mulus (Gambar 11) Absorbance Panjang Gelombang (nm) sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9 sampel 10 sampel 11 sampel 12 sampel 13 sampel 14 sampel 15 sampel 16 sampel 17 sampel 18 sampel 19 sampel 20 sampel 21 sampel 22 sampel 23 sampel 24 sampel 25 sampel 26 sampel 27 sampel 28 sampel 29 sampel 30 sampel 31 sampel 32 sampel 33 sampel 34 sampel 35 sampel 36 sampel 37 sampel 38 sampel 39 sampel 40 sampel 41 sampel 42 sampel 43 sampel 44 sampel 45 sampel 46 sampel 47 sampel 48 sampel 49 sampel 50 Gambar 10 Grafik absorbsi near infrared oleh tepung ikan pada panjang gelombang 905 sampai 2000 nm.

2 Pada Gambar 11 terlihat bahwa puncak-puncak penyerapan near infrared terjadi pada panjang gelombang 915 nm, 1215 nm, 1465 nm 1535 nm, 1725 nm-1735 nm dan 1965 nm-1980nm. Osborne et al (1993) menyatakan bahwa absorbsi pada panjang gelombang 913 nm berkorelasi dengan CH 2 ; 1195 nm dan 1215 nm berkorelasi dengan CH 3 dan CH 2 ; 1510 nm dan 1530 nm dengan protein dan RNH 2 ; 1725nm dengan CH 2 ; 1980 nm dengan protein. Secara umum terlihat bahwa penyerapan tersebut menunjukkan banyaknya ikatan kimia yang melibatkan kerangka karbon dan gugus nitrogen yang merupakan komponen utama penyusun protein. Namun secara spesifik, puncak-puncak penyerapan tersebut belum dapat menjelaskan kandungan kimia secara langsung. Absorbance nm 1215 nm nm nm 1725 nm-1735 nm 1365 Panjang Gelombang (nm) 1965 nm-1980nm sampel 1 sampel 2 sampel 3 sampel 4 sampel 5 sampel 6 sampel 7 sampel 8 sampel 9 sampel 10 sampel 11 sampel 12 sampel 13 sampel 14 sampel 15 sampel 16 sampel 17 sampel 18 sampel 19 sampel 20 sampel 21 sampel 22 sampel 23 sampel 24 sampel 25 sampel 26 sampel 27 sampel 28 sampel 29 sampel 30 sampel 31 sampel 32 sampel 33 sampel 34 sampel 35 sampel 36 sampel 37 sampel 38 sampel 39 sampel 40 sampel 41 sampel 42 sampel 43 sampel 44 sampel 45 Gambar 11 Grafik absorbsi near infrared oleh tepung ikan pada panjang gelombang 915 sampai 1990 nm setelah pre-treatment data. Variasi Kandungan Nutrien Sampel Tepung Ikan Bahan baku dan teknologi pengolahan tepung ikan sangat beragam. Umumnya pabrik tepung ikan di Muncar dan Bali menggunakan ikan lemuru,

3 namun ada beberapa pabrik yang menggunakan limbah pengalengan ikan berupa kepala, sirip dan isi perut ikan sebagai bahan bakunya. Sukirno dan Srihati (2003) menyatakan bahwa untuk menurunkan biaya produksi sebagian pengusaha tepung ikan di Muncar mencampurkan sisik ikan sekitar 10% ke dalam bahan bakunya. Tepung ikan yang diolah secara tradisional di Tuban dan Muncar umumnya menggunakan ikan-ikan kecil seperti selar, tembang, petek dan kuniran, walaupun kadang-kadang juga menggunakan ikan lemuru. Tepung ikan yang diperoleh dari beberapa pedagang makanan ternak di Parung Bogor dan di Padang berasal dari produsen yang mengolah secara tradisional dimana sumber bahan bakunya berasal dari ikan kering afkiran yang dagingnya sudah mulai rusak sehingga tulang dan sisik merupakan komponen yang dominan di dalamnya. Teknologi pengolahan tepung ikan juga bervariasi mulai dari yang tradisional sampai yang lebih maju. Pengolahan tepung ikan secara tradisional umumnya terbatas pada proses perebusan, pengeringan dan penggilingan. Pengeringan dilakuan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari (Gambar 12). Pengolahan tepung ikan dengan cara yang lebih maju melakukan pengempaan (pressing) setelah proses perebusan, setelah itu baru dilakukan pengeringan dengan dryer menggunakan energi listrik. Gambar 12. Pengeringan ikan secara tradisional

4 Beragamnya bahan baku dan pengolahan pada pabrik tepung ikan menyebabkan kandungan nutriennya bervariasi cukup lebar. Statistik komposisi nutrien sampel tepung ikan tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Statistik komposisi nutrien sampel tepung ikan Jenis Tahap Jumlah Kandungan nutrien (%) Nutrien penelitian sampel rata-rata SD minimum maksimum Air kalibrasi validasi total Lemak kalibrasi validasi total Protein kalibrasi validasi total Lisin kalibrasi validasi total Metionin kalibrasi validasi total Pada Tabel 3 terlihat bahwa kandungan air berkisar antara 7.25 %-21.56% dengan standar deviasi (SD) 3.91%. Rata-rata kandungan air (12.43%) lebih tinggi dibandingkan dengan persyaratan DSN (1996) dimana kandungan air maksimal 10% untuk mutu I dan 12% untuk mutu II dan III. Kandungan air yang tinggi umumnya terdapat pada tepung ikan yang diproduksi secara tradisional dimana setelah perebusan tidak dilakukan pengempaan dan pengeringannya dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Sebaliknya kandungan air yang rendah terdapat pada tepung ikan yang mengalami proses pengempaan dan pengeringan dengan dryer menggunakan energi listrik. Kandungan lemak sampel tepung ikan berkisar antara 1.81%-11.68%, dengan rata-rata 5.01% dan standar deviasi 2.71%. Kisaran tersebut cukup lebar, namun masih termasuk di dalam standar kualitas yang ditetapkan DSN (1996) dimana kandungan lemak maksimal untuk standar mutu I, II dan III berturut-turut 8%, 10% dan 12%. Variasi kandungan lemak sampel tepung ikan tersebut terutama dipengaruhi oleh proses pengempaan setelah perebusan. Lemak yang terkandung di dalam ikan akan keluar bersama air pada saat dikempa.

5 Kandungan protein sampel tepung ikan juga mempunyai variasi yang sangat lebar yakni berkisar antara 20.99% sampai 61.68%, dengan rata-rata 47.14% dan standar deviasi 10.18%. Rata-rata sampel tepung ikan berdasarkan kandungan proteinnya tergolong kepada mutu III dimana menurut DSN (1999) standar mutu I, II dan III mengandung protein minimal berturut-turut 65%, 55% dan 45 %. Kandungan lisin berkisar antara 0.51% sampai 2.18% dengan standar deviasi 0.43%. Rata-rata kandungan metionin adalah 0.68 % dengan standar deviasi 0.19% yang berkisar antara 0.39 % sampai 1.03 %. Variasi kandungan protein, lisin dan metionin terutama dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Bahan baku dari limbah pengalengan ikan dan ikan kering afkir mengandung proporsi daging yang sedikit dan proporsi tulang dan sisik meningkat sehingga kandungan protein dan asam aminonya rendah. Melihat besarnya variasi kandungan nutrien tepung ikan dengan beragamnya bahan baku dan proses produksi maka penentuan kandungan nutriennya sebelum digunakan sebagai salah satu bahan pakan perlu dilakukan. Penentuan kandungan nutrien tersebut sebaiknya dilakukan sesering mungkin, karena kemungkinan variasi setiap lot sangat besar. Berdasarkan kondisi tersebut perlu dikembangkan metode analisis yang cepat, murah dan akurat. Korelasi Absorbsi Near Infrared dengan Komposisi Nutrien Tepung Ikan Penggunaan semua nilai absorbsi near infrared untuk pendugaan kandungan nutrien dapat menyebabkan overfitting pada saat kalibrasi, dengan demikian sebelumnya perlu dilakukan pengurangan jumlah variabel input. Salah satu metode pengurangan variabel adalah dengan menseleksi panjang gelombang yang berkorelasi dengan kandungan nutrien yang sedang dievaluasi. Model yang digunakan untuk pemilihan tersebut adalah analisis stepwise multiple linear regression (SMLR). Panjang gelombang yang memenuhi kriteria akan terpilih sebagai input JST. Hasil analisis SMLR terhadap kandungan air disajikan pada Tabel 4. Pada tabel terlihat bahwa analisis SMLR untuk penentuan kandungan air tepung ikan menghasilkan 6 kombinasi panjang gelombang. Koefisien korelasi (r) tertinggi sebesar 0.86 diperoleh pada step ke 6 yang menggunakan nilai-nilai absorbsi

6 pada panjang gelombang 1915 nm, 1215 nm, 1285 nm, 1320 nm, 1340 nm dan 1210 nm. Menurut Williams dan Norris (1990) air menyerap near infrared pada panjang gelombang antara 1910 nm sampai 1950 nm dan 1030 sampai 1330 nm. Tabel 4 Korelasi kandungan air dengan absorbsi near infrared pada tepung ikan hasil analisis SMLR Koefisien Step Panjang gelombang (nm) korelasi (r) Analisis SMLR untuk mempelajari hubungan kandungan lemak tepung ikan dengan absorsi near infrared menghasilkan 4 alternatif kombinasi panjang gelombang (Tabel 5). Kombinasi yang diperoleh pada step ke empat memberikan koefisien korelasi tertinggi yakni Osborne et al (1993) menyatakan bahwa pada panjang gelombang 913 nm (berdekatan dengan 915 nm), 1705 nm dan 1725 nm (berdekatan dengan 1735 nm) berhubungan dengan CH 2 dan CH 3 yang merupakan senyawa pembentuk semua bahan organik termasuk lemak, sedangkan pada panjang gelombang 1470 nm berhubungan dengan ikatan N-H pada bahan organik yang mengandung nitrogen. Meskipun ikatan N-H tidak berhubungan secara langsung dengan kandungan lemak, namun ikatan tersebut umumnya berhubungan dengan ikatan C-H yang bukan saja penyusun lemak tetapi juga penyusun protein. Kenyataan tersebut menyebabkan panjang gelombang 1470 nm juga terpilih sebagai variabel penduga. Tabel 5 Korelasi kandungan lemak dengan absorbsi near infrared pada tepung ikan hasil analisis SMLR Koefisien Step Panjang gelombang (nm) korelasi (r)

7 Hubungan protein dengan absorbsi near infrared dijelaskan oleh delapan macam kombinasi panjang gelombang (Tabel 6) yang melibatkan panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1915 nm, 1130 nm, 1530 nm, 1495 nm dan 1920 nm. Persamaan regresi yang menghasilkan koefisien korelasi tertinggi (0.86) diperoleh dengan menggunakan panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1130 nm, 1530 nm, 1495 nm dan 1920 nm. Absorbsi pada panjang gelombang 1725 nm berhubungan erat dengan ikatan C-H pada CH 2, pada panjang gelombang 1530 nm berhubungan dengan ikatan N-H pada RNH 2 dan pada 1920 nm berkaitan dengan ikatan C=O pada CONH (Osborne et al, 1993). Struktur-struktur kimia tersebut merupakan komponen pembentuk protein, dengan demikian pada panjang gelombang tersebut terjadi absorbsi dengan intensitas yang tinggi (Gambar 11) karena protein merupakan nutrien yang dominan pada tepung ikan. Tabel 6 Korelasi kandungan protein dengan absorbsi near infrared pada tepung ikan hasil analisis SMLR Step Panjang gelombang (nm) Koefisien korelasi (r) Berdasarkan hasil analisis regresi hubungan kandungan protein dengan absorbsi pada panjang gelombang 1785 nm, 1130 nm dan 1495 nm berkorelasi negatif. Tidak diperoleh informasi secara persis hubungan panjang gelombang tersebut dengan kandungan nutrien, namun Osborne et al (1993) menjelaskan bahwa pada panjang gelombang 1780 nm dan 1490 nm, spektrum near infrared diabsorbsi oleh selulosa. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa kandungan protein berbanding terbalik dengan kandungan selulosa. Kombinasi panjang gelombang yang berpengaruh pada kandungan lisin diperoleh dengan 11 step pada analisis SMLR (Tabel 7). Koefisien korelasi tertinggi diperoleh pada step ke 11 yang menghasilkan kombinasi panjang

8 gelombang 1020 nm, 1325 nm, 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm, 1650 nm dan 965 nm. Absorbsi pada panjang gelombang gelombang 1020 nm dan 1325 nm berkorelasi negatif dengan kandungan lisin, sedangkan pada panjang gelombang 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm, 1650 nm dan 965 nm berkorelasi positif. Williams dan Norris (1990) menyatakan bahwa panjang gelombang 1020 nm, 1745 nm, 1025 nm, 1100 nm dan 1650 nm berkorelasi dengan ikatan N-H, pada 1325 nm berhubungan dengan ikatan O-H. Selanjutnya dinyatakan bahwa pada panjang gelombang antara 900 nm sampai 1000 nm berhubungan dengan ikatan C-N dan O-H. Tabel 7 Korelasi kandungan lisin dengan absorbsi near infrared pada tepung ikan hasil analisis SMLR Step Panjang gelombang (nm) Koefisien korelasi (r) Analisis SMLR pada metionin menghasilkan lima kombinasi panjang gelombang yang memberikan koefisien korelasi tertinggi pada model ke lima (Tabel 8). Kombinasi tersebut melibatkan panjang gelombang 1415 nm, 1325 nm, 1920 nm, 1645 nm dan 1405 nm. Absorbsi pada panjang gelombang 1415 dan 1325 nm berhubungan dengan ikatan O-H dan panjang gelombang 1920 nm dan 1405 nm berhubungan dengan ikatan C=O (Williams dan Norris, 1990). Osborne et al (1993) menyatakan bahwa absorbsi pada panjang gelombang 1645 nm berhubungan dengan ikatan C-H. Berdasarkan panjang-panjang gelombang terpilih terlihat bahwa ikatan kimia yang berhubungan dengannya merupakan komponen-komponen penyusun asam amino metionin, namun kuantifikasi hubungan tersebut perlu dilakukan melalui kalibrasi.

9 Tabel 8 Korelasi kandungan metionin dengan absorbsi near infrared pada tepung ikan hasil analisis SMLR Step Panjang gelombang (nm) Koefisien korelasi (r) Hasil Principal Component Analysis (PCA) Metode lain untuk untuk mengurangi jumlah variabel absorbsi near infrared untuk menghindari terjadinya overfitting pada kalibrasi adalah PCA. Prinsip kerja model ini adalah mengekstrak semua data ke dalam beberapa komponen utama, namun tidak membuang informasi yang berguna. Pada penelitian ini telah diekstrak data absorbsi near infrared dari 216 variabel menjadi 10 variabel. Kontribusi masing-masing variabel terhadap variasi data semakin menurun sesuai dengan urutan principal component (PC) atau komponen utama (Tabel 9). Tabel 9 memperlihatkan bahwa PC pertama memberikan pengaruh yang sangat besar yakni % dari semua variasi, sedangkan komponen selanjutnya memberikan variasi yang semakin menurun hingga pada PC ke 10 hanya berkontribusi 0.02 % dari total variasi. Hampir semua variasi (99.88 %) telah direpresentasikan oleh 10 PC tersebut. Everitt dan Dunn (1991) menyatakan bahwa berapa jumlah PC yang dibutuhkan untuk dijadikan variabel penduga tidak dapat ditentukan secara mutlak, karena berbeda pada setiap kasus. Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dilakukan percobaan penggunaan berbagai jumlah PC mulai dari 2 sampai 10 PC.

10 Tabel 9 Variasi komponen utama nilai absorbsi near infrared Jumlah PC Variasi (%) Variasi Kumulatif (%) Hasil Pendugaan Kandungan Air Menggunakan JST Pendugaan Kandungan Air dengan Input Hasil Analisis SMLR Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa penambahan jumlah input dan jumlah iterasi cenderung menurunkan standard error of calibration (SEC), sedangkan penambahan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi tidak selalu menurunkan SEC (Tabel 10). Jumlah variabel 2, 3, 4, 5 dan 6 panjang gelombang menghasilkan rata-rata SEC berturut-turut 2.50%, 2.37%, 2.37%, 2.36% dan 2.36%. Kecendrungan penurunan SEC dengan penambahan jumlah variabel menyebabkan dimensi yang diperhitungkan semakin banyak sehingga angka yang diperoleh lebih mendekati nilai aktual. Penurunan SEC dengan peningkatan jumlah iterasi disebabkan terjadinya penyesuaian nilai pembobot yang didasarkan atas selisih antara nilai dugaan dengan nilai aktual pada setiap iterasi, dengan demikian terjadi perbaikan nilai dugaan pada iterasi selanjutnya sehingga semakin banyak iterasi maka error semakin rendah. Penambahan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi model JST tidak menurunkan nilai SEC. Jumlah simpul yang optimal dipengaruhi oleh linieritas hubungan antara nilai input dan output JST. Semakin linier hubungan input dan output, maka jumlah simpul pada lapisan tersembunyi yang dibutuhkan semakin kecil (Horimoto et al, 1997; Patterson, 1996). Berdasarkan hal tersebut perbedaan SEC pada hasil pelatihan pada penelitian ini bukanlah disebabkan faktor linieritas, tetapi lebih disebabkan nilai random pada pembobot awal.

11 Tabel 10 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi air Variabel Jumlah Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST rata-rata input iterasi (000) 3 simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul (%) Step 2: nm nm rata-rata (%) Step 3: nm nm nm rata-rata (%) Step 4: nm nm nm nm rata-rata (%) Step 5: nm nm nm nm nm rata-rata (%) Step 6: nm nm nm nm nm nm rata-rata (%) Rendahnya nilai SEC pada pelatihan belum menjamin hasil pendugaan pada saat validasi, karena adanya overfitting. Hal ini terlihat pada hasil validasi (Gambar 13) dimana SEP terendah diperoleh dengan input 3 variabel absorbsi near infrared yakni pada panjang gelombang 1915 nm, 1215 nm dan 1285 nm menggunakan JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi. Penambahan jumlah input dapat menurunkan SEC pada saat pelatihan, tetapi

12 penerapannya untuk sampel validasi menyebabkan SEP meningkat, karena dengan jumlah sampel yang terbatas penggunaan input yang banyak dapat menyebabkan overfitting. Hasil pendugaan ini dilakukan menggunakan pembobot (Lampiran 1) yang diperoleh melalui pelatihan sebanyak kali (Gambar 14). Pelatihan dengan iterasi yang lebih banyak menghasilkan pembobot yang hanya cocok untuk sampel yang digunakan untuk pelatihan, tetapi untuk pendugaan pada sampel validasi, pembobot tersebut menyebabkan terjadi deviasi yang lebih besar SEP (%) Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi 2 variabel 3 variabel 4 variabel 5 variabel 6 variabel Gambar 13 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah input pada validasi kandungan air.

13 SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 14 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan air dengan JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 3 variabel. Hasil pendugaan menggunakan input 3 variabel dengan model JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan pelatihan iterasi dihubungkan dengan kandungan air aktual (Lampiran 2) secara grafik diilustrasikan pada Gambar 15. Hasil pendugaan mestinya berada pada garis y=x, namun karena adanya error sebagian titik berada di luar garis tersebut. SEP, CV dan rasio SD/SEP hasil pendugaan ini berturut-turut sebesar 0.62%, 4.92% dan Hasil ini jauh lebih baik dibandingkan dengan pendugaan menggunakan multiple linear regression (MLR) yang menghasilkan SEP, CV dan rasio SD/SEP berturut-turut sebesar 0.97%, 8.08% dan 4.32 (Lampiran 21), namun bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Fontaine et al (2001) SEP dan CV tersebut masih tinggi. Fontaine et al (2001) dalam menentukan kandungan bahan kering tepung ikan menggunakan MPLS mampu menduga dengan SEP dan CV berturut-turut sebesar 0.63% dan 0.68%. Rendahnya SEP dan CV yang diperoleh Fontaine et al (2001) tersebut ditunjang oleh jumlah sampel untuk kalibrasi yang banyak (204 sampel) dengan kisaran data yang lebih sempit (87.70%-97.00%), serta SD yang rendah (1.82%). Sebaliknya tingginya SEP pada penelitian ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah sampel yang digunakan untuk kalibrasi (35

14 sampel), sedangkan variasi data sangat lebar (7.25%-21.56%) dengan SD yang besar (3.89%). Efektifitas model pendugaan tidak dapat ditentukan oleh SEP dan CV saja, karena sangat bergantung kepada variasi data dan jumlah sampel yang digunakan. Pendugaan JST (%) SEP = 0.62% CV = 4.92% SD/SEP = 6.73 y = x Kandungan Air Aktual (%) Gambar 15 Hubungan kandungan air aktual dengan hasil pendugaan menggunakan JST yang mempunyai 7 simpul lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi Rasio antara variasi data yang disebabkan oleh perbedaan sampel yang ditunjukkan oleh SD dengan variasi yang disebabkan oleh error pada pendugaan yang dipresentasikan dengan SEP merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menilai sejauh mana kemampuan model untuk memprediksi. Fontaine et al (2001) menyatakan bahwa model pendugaan yang layak diterapkan adalah yang menghasilkan rasio SD/SEP lebih dari 3. Rasio SD/SEP pada penelitian ini mencapai 6.73, sedangkan hasil yang diperoleh Fontaine et al (2001) hanya Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa model JST ini dapat diterapkan untuk pendugaan kandungan air. Hasil pendugaan ini akan lebih baik lagi, jika jumlah unit sampel ditingkatkan. Pendugaan Kandungan Air dengan Input Hasil PCA Hasil kalibrasi JST untuk pendugaan kandungan air menunjukkan penurunan SEC dengan semakin bertambahnya komponen utama (PC) sebagai input JST. Pada Tabel 11 diperlihatkan bahwa dengan input 2 PC, 4 PC, 6 PC, 8

15 PC dan 10 PC diperoleh rata-rata SEC berturut-turut sebesar 2.84%, 2.52%, 2.42%, 2.26% dan 1.94%. Dengan semakin banyaknya jumlah PC, maka jumlah variasi absorbsi near infrared yang terwakili semakin banyak sehingga pola hasil perhitungan semakin mendekati nilai aktual. Tabel 11 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi air Jumlah Jumlah Jumlah simpul lapisan tersembunyi JST PC iterasi (000) 3 simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata Sama halnya dengan kalibrasi sebelumnya, pada tabel juga terlihat kecendrungan penurunan SEC dengan semakin banyaknya jumlah iterasi. Pada

16 setiap iterasi terjadi penyesuaian nilai pembobot yang didasarkan atas selisih antara nilai pendugaan dengan nilai aktual, sehingga laju penurunan dari jumlah iterasi ke jumlah iterasi lebih besar dari pada penambahan iterasi selanjutnya. Pada hasil ini tidak terlihat adanya pola penurunan atau kenaikan SEC dengan peningkatan jumlah lapisan tersembunyi. Perbedaan nilai rata-rata SEC pada setiap JST diduga disebabkan oleh nilai random pada pembobot awal bukan disebabkan pengaruh linieritas hubungan antara PC dengan kandungan air. Pembobot yang diperoleh pada saat pelatihan digunakan untuk melakukan pendugaan pada saat validasi. Hasil validasi menunjukkan penambahan jumlah variabel input hanya mampu menurunkan SEP sampai 4 PC, selanjutnya SEP meningkat (Gambar 16). Hasil terbaik diperoleh dengan variabel input 4 PC dengan JST yang mempunyai 3 simpul pada lapisan tersembunyi. Hasil tersebut diperoleh dengan pendugaan menggunakan pembobot (Lampiran 3) yang dihasilkan melalui pelatihan dengan iterasi kali (Gambar 17). Pelatihan dengan iterasi yang lebih banyak menyebabkan meningkatnya SEP, hal ini menandakan terjadinya overtraining SEP (%) simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi 2 PC 4 PC 6 PC 8 PC 10 PC Gambar 16 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah PC pada validasi kandungan air.

17 SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 17 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan air menggunakan JST dengan 3 simpul pada lapisan tersembunyi dan input 4 PC. Pendugaan terbaik menghasilkan SEP, CV dan rasio SD/SEP berturutturut 0.72 %, 5.71% dan 5.80 (Lampiran 4). Plot hubungan antara kandungan air aktual dengan hasil pendugaan disajikan pada Gambar 18. Pada gambar terlihat bahwa umumnya hasil pendugaan hampir sama dengan nilai aktual, kecuali satu sampel. Hasil pendugaan JST tersebut jauh lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan principal components regression (PCR) dengan input data yang sama. Pendugaan dengan PCR menghasilkan SEP, CV dan rasio SD/SEP berturutturut sebesar 1.28%, 10.16% dan 3.26 (Lampiran 21). Hasil pendugaan JST berdasarkan komponen utama sudah layak diterapkan, tetapi masih kurang akurat jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh bila input berasal dari hasil analisis SMLR. Tingginya error dengan menggunakan input PC menunjukkan bahwa kandungan air lebih tepat diduga dengan absorbsi near infrared pada panjang gelombang tertentu saja yakni 1915 nm, 1215 nm dan 1285 nm dibandingkan dengan merepresentasikan semua panjang gelombang ke dalam 4 komponen utama.

18 Pendugaan JST (%) SEP = 0.72% CV = 5.71% SD/SEP = 5.80 y = x Kandungan Air aktual (%) Gambar 18 Hubungan kandungan air aktual dengan hasil pendugaan menggunakan JST yang mempunyai 3 simpul lapisan tersembunyi, input 4 PC dan iterasi Hasil Pendugaan Kandungan Lemak menggunakan JST Pendugaan Kandungan Lemak dengan Input Hasil SMLR Hasil kalibrasi kandungan lemak dengan input hasil SMLR melalui pelatihan JST disajikan pada Tabel 12. Penambahan variabel input dengan panjang gelombang 1735 nm dari awalnya hanya menggunakan 2 panjang gelombang yakni 915 nm dan 1470 nm dengan iterasi sampai terlihat menurunkan rata-rata SEC, tetapi penambahan dengan panjang gelombang 1700 nm justru sedikit meningkatkan rata-rata SEC. Peningkatan jumlah iterasi cenderung menurunkan SEC, tetapi dengan input hanya 2 variabel, pada iterasi ke dan selanjutnya SEC relatif tidak menurun lagi. Pelatihan dengan variabel input yang lebih banyak, dengan iterasi sampai masih dapat menurunkan SEC. Hal ini menunjukkan bahwa dengan jaringan yang mempunyai simpul yang lebih banyak mempunyai peluang yang lebih besar untuk dilatih lebih intensif, sehingga mampu menghitung dengan hasil yang lebih mendekati nilai aktual.

19 Tabel 12 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lemak Variabel Jumlah Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST rata-rata input iterasi (000) 3 simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul step nm nm rata-rata step nm nm nm rata-rata step nm nm nm nm rata-rata Hasil pendugaan menggunakan pembobot yang diperoleh pada saat pelatihan menunjukkan bahwa jumlah variabel yang optimal untuk pendugaan kandungan lemak adalah absorbsi near infrared pada 3 panjang gelombang yakni 915 nm, 1470 nm, 1735 nm. Model JST yang digunakan adalah yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi (Gambar 19). Hasil terbaik tersebut diperoleh dengan pendugaan menggunakan pembobot (Lampiran 5) yang diperoleh pada pelatihan dengan iterasi kali (Gambar 20).

20 SEP (%) simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi 2 variabel 3 variabel 4 variabel Gambar 19 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP dengan berbagai jumlah variabel input untuk pendugaan lemak SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 20 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lemak menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 3 variabel. Validasi memberikan hasil pendugaan terbaik dengan SEP sebesar 0.81% dan CV sebesar 15.21% (Lampiran 6). Plot hubungan antara kandungan lemak aktual dengan hasil pendugaan disajikan pada Gambar 21. Pada gambar terlihat ada 3 hasil pendugaan yang nilainya agak jauh dari kandungan lemak aktual.

21 Hasil ini lebih baik dibandingkan pendugaan menggunakan MLR yang menghasilkan SEP lebih besar yakni 1.35% dan CV sebesar 25.39% (Lampiran 21), namun demikian model JST ini belum dapat diterapkan karena rasio SD/SEP masih rendah (2.90) yakni di bawah 3.00 sesuai dengan yang disyaratkan Fontaine et al (2001). Xiccato et al (2002) dapat memprediksi kandungan lemak makanan kelinci dengan hasil yang lebih baik yakni SEP sebesar 0.24%, CV sebesar 12.35% dan rasio SD/SEP sebesar Masih tingginya error pada penelitian ini disebabkan jumlah sampel yang sedikit dimana untuk kalibrasi hanya 35 sampel dan untuk validasi hanya 15 sampel, sedangkan Xiccato et al (2002) menggunakan 111 sampel untuk kalibrasi dan 55 sampel untuk validasi. Berdasarkan hasil tersebut, untuk meningkatkan akurasi sebaiknya jumlah unit sampel ditingkatkan. Pendugaan JST (%) SEP = 0.81% CV = 15.21% SD/SEP = 2.90 y = x Kandungan Lemak aktual (%) Gambar 21 Hubungan kandungan lemak aktual dengan hasil pendugaan dengan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi, input 3 variabel dan iterasi Pendugaan Kandungan Lemak dengan Input Hasil PCA Pelatihan JST dengan menggunakan input data berupa komponen utama yang terdiri dari 2 PC, 4 PC, 6 PC dan 10 PC disajikan pada Tabel 13. Pada tabel terlihat bahwa penambahan input sampai 6 PC dapat menurunkan rata-rata SEC, tetapi penambahan input selanjutnya dengan iterasi sampai tidak dapat menurunkan SEC. Peningkatan jumlah iterasi pada setiap pelatihan JST cenderung menurunkan SEC. Peningkatan jumlah iterasi dapat menyebabkan nilai

22 pembobot semakin cocok untuk menghitung nilai kandungan lemak pada sampel pelatihan, sehingga hasil perhitungan lebih mendekati nilai aktual. Peningkatan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST tidak menurunkan nilai rata-rata SEC. Perbedaan nilai rata-rata SEC pada setiap JST diduga disebabkan oleh nilai random pada pembobot awal. Tabel 13 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi lemak Jumlah Jumlah Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST PC iterasi (000) rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata rata-rata

23 Pembobot yang diperoleh pada saat pelatihan digunakan untuk melakukan pendugaan pada sampel validasi. Hasil terbaik diperoleh dengan variabel input 10 PC dengan JST yang mempunyai 9 simpul pada lapisan tersembunyi (Gambar 22). Hasil tersebut diperoleh dengan pendugaan menggunakan pembobot (Lampiran 7) yang dihasilkan melalui pelatihan dengan iterasi kali (Gambar 23). Pelatihan dengan iterasi yang lebih banyak menyebabkan meningkatnya SEP karena terjadinya overtraining SEP (%) simpul 7 simpul 9 simpul 11 simpul Jumlah simpul 2 PC 4 PC 6 PC 8 PC 10 PC Gambar 22 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP pendugaan kandungan lemak dengan input berbagai jumlah PC SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 23 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan lemak menggunakan JST dengan 9 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 10 PC.

24 Hasil pendugaan terbaik menghasilkan SEP, CV dan rasio SD/SEP berturut-turut 0.90%, 16.90% dan 2.61 (Lampiran 8 dan Gambar 24). Hasil ini lebih buruk dibandingkan dengan pendugaan sebelumnya yakni menggunakan input hasil analisis SMLR. Tingginya error dengan menggunakan input PC menunujukkan bahwa pengurangan jumlah variabel dengan cara mengekstraksi semua data absorbsi tidak cocok dijadikan dasar untuk menduga kadar lemak, karena absorbsi near infrared yang dominan mempengaruhi kandungan lemak hanya terjadi pada tiga panjang gelombang saja. Hasil pendugaan dengan input komponen utama ini lebih buruk lagi jika dilakukan dengan metode PCR. Pendugaan dengan PCR menghasilkan SEP, CV dan rasio SD/SEP berturut-turut sebesar 1.31%, 24.54% dan 1.80 (Lampiran 21). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara PC dan kandungan lemak bersifat tidak linier. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa pendugaan kandungan lemak dengan JST lebih baik dibandingkan dengan dengan regresi linier, tetapi input data sebaiknya menggunakan panjang gelombang 915 nm, 1470 nm daqn 1735 nm. Pendugaan JST (%) SEP = 0.90% CV = 16.90% SD/SEP = 2.61 y = x Kandungan Lemak aktual (%) Gambar 24 Hubungan kandungan lemak aktual dan hasil pendugaan menggunakan JST dengan 9 simpul pada lapisan tersembunyi, input 10 PC dan iterasi

25 Hasil Pendugaan Kandungan Protein Menggunakan JST Pendugaan Kandungan Protein dengan Input Hasil SMLR Hasil pelatihan JST dengan berbagai jumlah simpul, variabel input dan iterasi disajikan pada Tabel 14. Peningkatan jumlah variabel input cenderung menurunkan SEC, kecuali penambahan dari 4 variabel menjadi 5 variabel pada step ke 7 dimana nilai SEC tidak mengalami penurunan. Peningkatan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST tidak menurunkan SEC. Perbedaan nilai rata-rata SEC diduga disebabkan nilai random pada pembobot awal. Pendugaan menggunakan nilai pembobot yang diperoleh pada saat pelatihan JST, menghasilkan SEP yang terendah dengan input hasil SMLR step ke 7 (Gambar 25). Hasil tersebut menunjukkan bahwa input JST yang terbaik untuk menduga kandungan protein adalah absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1915 nm, 1530 nm dan 1495 nm. Penambahan input dengan absorbsi pada panjang gelombang 1920 nm dapat menurunkan error pada saat kalibrasi, namun sebaliknya pada saat validasi terjadi peningkatan error. Hal ini disebabkan terjadinya overfitting dengan semakin banyaknya jumlah variabel input, dimana input tersebut hanya cocok untuk sampel kalibrasi, tetapi tidak sesuai lagi untuk sampel validasi. Model JST untuk menduga kandungan protein dengan input absorbsi near infrared pada 5 panjang gelombang tersebut memberikan SEP yang paling rendah pada model JST yang mempunyai 5 simpul pada lapisan tersembunyi. Pembobot-pembobot yang diperoleh pada pelatihan model JST yang mempunyai 5 simpul pada lapisan tersembunyi dengan berbagai jumlah iterasi (Lampiran 9) menghasilkan pendugaan dengan SEP seperti yang disajikan pada Gambar 26. SEP menurun sampai iterasi kali, selanjutnya SEP meningkat dengan penambahan jumlah iterasi. Peningkatan SEP pada iterasi yang lebih besar disebabkan terjadinya overtraining.

26 Tabel 14 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi protein Variabel Jumlah Jumlah simpul lapisan tersembunyi JST input iterasi (000) rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm nm rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm nm nm rata-rata

27 Tabel 14 Pengaruh variabel input, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi protein (lanjutan) Variabel Jumlah Jumlah simpul lapisan tersembunyi JST input iterasi (000) rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm nm rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm nm nm rata-rata Step Absorbsi pada : nm nm nm nm nm nm rata-rata Pendugaan terbaik yakni dengan model JST yang mempunyai 5 simpul lapisan tersembunyi dengan input absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1915 nm, 1530 nm dan 1495 nm, serta pembobot yang diperoleh dengan pelatihan iterasi memberikan hasil dugaan seperti yang disajikan pada Lampiran 10 dan secara grafik disajikan pada Gambar 27. Pada gambar terlihat bahwa SEP sebesar 2.99% dengan CV sebesar 6.42% dan rasio SD/SEP sebesar Berdasarkan rasio SD/SEP yang dihasilkan, model JST ini layak diterapkan karena nilainya di atas 3.00 sesuai dengan persyaratan yang disampaikan Fontaine et al (2001). Hasil pendugaan JST ini lebih baik dibandingkan dengan yang diperoleh Fontaine et al (2001) yang hanya memperoleh rasio SD/SEP sebesar 2.86 dalam mempredikasi kandungan protein

28 tepung ikan. Xiccato et al (2002) memprediksi kandungan protein pakan kelinci dengan rasio SD/SEP yang lebih rendah lagi yakni SEP (%) simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi step 2 step 3 step 4 step 5 step 6 step 7 step 8 Gambar 25 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP pendugaan protein dengan berbagai variabel input SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 26 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan protein menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi dan input hasil SMLR pada step ke 7.

29 Hasil pendugaan dengan metoda MLR dengan input data yang sama menghasilkan error yang lebih besar yakni SEP sebesar 3.70% dan CV sebesar 7.95% (Lampiran 21). Ditinjau dari rasio SD/SEP pendugaan dengan MLR tidak layak diterapkan karena nilainya di bawah 3.00 yakni 2.7. Berdasarkan hasil tersebut terbukti bahwa penggunaan model JST dapat diterapkan untuk pendugaan kandungan protein dengan ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan MLR. Pendugaan JST (%) SEP = 2.99% CV = 6.42% SD/SEP = Kandungan Protein Aktual (%) Gambar 27 Hubungan kandungan protein aktual dan hasil pendugaan menggunakan JST dengan 5 simpul pada lapisan tersembunyi, input step ke 7 dan iterasi Pendugaan Kandungan Protein dengan Input Hasil PCA Kalibrasi antara nilai-nilai komponen utama dengan kandungan protein dilakukan dengan pelatihan model JST. Model-model JST yang diuji adalah yang mempunyai 3, 5, 7 dan 9 simpul pada lapisan tersembunyi. Input data yang disimulasi adalah 2 PC, 4 PC, 6 PC, 8 PC dan 10 PC. Pelatihan dilakukan dengan iterasi sampai kali, nilai pembobot dan hasil perhitungan disimpan pada iterasi sampai dengan interval Hasil pelatihan memperlihatkan kecenderungan penurunan SEC dengan bertambahnya jumlah input dan jumlah iterasi, sedangkan perubahan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi bersifat acak (Tabel 15). Penurunan SEC akibat bertambahnya input disebabkan banyaknya dimensi pembentuk pola hubungan antara input dan output JST, sehingga hasil perhitungan hanya sesuai untuk sampel kalibrasi. Pola ini akan semakin spesifik lagi jika pelatihan dilakukan

30 dengan iterasi yang banyak sekali, karena setiap kali iterasi terjadi penyesuaian nilai pembobot. Nilai pembobot yang baru ini akan menghasilkan pendugaan dengan error yang semakin rendah, demikianlah terjadi terus menerus sehingga kalau iterasi tidak dibatasi maka nilai pembobot akan sangat spesifik dan hanya sesuai untuk sampel kalibrasi saja. Tabel 15 Pengaruh jumlah PC, jumlah iterasi dan jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEC (%) kalibrasi protein Jumlah Jumlah Jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST PC iterasi (000) rata-rata 2 PC rata-rata PC rata-rata PC rata-rata PC rata-rata PC rata-rata

31 Hasil validasi menunjukkan bahwa SEP terkecil diperoleh dengan input 8 PC (Gambar 28). Pada gambar terlihat bahwa input 2 PC, 4 PC dan 6 PC belum memberikan hasil pendugaan yang optimal, yang terlihat dari SEP yang masih tinggi dibandingkan input 8 PC. Penggunaan input 10 PC telah menyebabkan overfitting. Hal ini disebabkan dimensi penduga lebih spesifik untuk sampel kalibrasi saja, sehingga bila digunakan untuk sampel lain terjadi penyimpangan. Pada gambar juga terlihat bahwa model terbaik adalah JST yang mempunyai 7 simpul pada lapisan tersembunyi. SEP (%) simpul 5 simpul 7 simpul 9 simpul Jumlah simpul 2 PC 4 PC 6 PC 8 PC 10 PC Gambar 28 Pengaruh jumlah simpul pada lapisan tersembunyi JST terhadap SEP pendugaan protein pada berbagai jumlah PC sebagai input. Pengaruh jumlah iterasi pada saat pelatihan, terlihat pada Gambar 24 dimana terjadi penurunan SEP sampai iterasi , selanjutnya terjadi peningkatan. Penurunan SEP sampai iterasi terjadi karena sampai jumlah iterasi tersebut terjadi penyesuaian pembobot (Lampiran 11) sehingga cocok untuk sampel kalibrasi dan validasi. Pelatihan dengan iterasi yang lebih banyak menghasilkan pembobot yang sesuai untuk sampel kalibrasi, tetapi tidak sesuai untuk sampel validasi. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa hasil pendugaan terbaik diperoleh dengan iterasi kali.

32 SEP (%) Jumlah iterasi (000) Gambar 29 Pengaruh jumlah iterasi terhadap SEP pendugaan protein menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi dengan input 8 PC. Hasil pendugaan terbaik di atas memberikan SEP sebesar 2.12 % dengan CV sebesar 4.56 % dan rasio SD/SEP sebesar 4.72 (Lampiran 12 dan Gambar 30). Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan pendugaan sebelumnya yakni berdasarkan input absorbsi near infrared pada panjang gelombang 1725 nm, 1785 nm, 1915 nm, 1530 nm dan 1495 nm. Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa absorbsi near infrared pada panjang gelombang 900 nm sampai 2000 nm yang diekstraksi menjadi 8 PC lebih erat hubungannya dengan kandungan protein tepung ikan dibandingkan dengan absorbsi pada 5 panjang gelombang yang terpilih melalui analisis SMLR. Bila dibandingkan dengan metode PCR, hasil pendugaan menggunakan JST ini juga lebih baik. Dengan input data yang sama, PCR menghasilkan SEP sebesar 2.99 % dan CV sebesar 6.43 % (Lampiran 21). Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara PC dengan kandungan protein bersifat tidak linier. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa pendugaan protein menggunakan model JST lebih baik dibandingkan dengan regresi linier, terutama dengan input hasil PCA.

33 Pendugaan JST (%) SEP = 2.12% CV = 4.56% SD/SEP = 4.72 y = x Kandungan Protein Aktual (%) Gambar 30 Hubungan kandungan protein aktual dan hasil pendugaan menggunakan JST dengan 7 simpul pada lapisan tersembunyi, input 8 PC dan iterasi Hasil Pendugaan Kandungan Lisin Menggunakan JST Pendugaan Kandungan Lisin dengan Input Hasil SMLR Ada 11 alternatif kombinasi panjang gelombang hasil analisis SMLR sebagai variabel input JST untuk pendugaan kandungan lisin. Pada penelitian ini hanya 10 alternatif yang diuji, yakni hasil SMLR step ke 2 sampai ke 11. Berbeda dengan pendugaan kandungan nutrien sebelumnya yang menggunakan nilai absorbsi, pendugaan kandungan lisin menggunakan turunan ke 3 dari absorbsi near infrared. Sama dengan pelatihan JST sebelumnya, terjadi kecenderungan penurunan SEC dengan meningkatnya jumlah variabel yang digunakan. Pada Tabel 16 menunjukkan penambahan input dari 2 variabel menjadi 3 variabel tidak menurunkan SEC, namun penambahan selanjutnya sampai step ke 6 memperlihatkan penurunan. Pengurangan jumlah variabel dengan input step ke 7 dan 8, memperlihatkan peningkatan SEC. Sebaliknya penambahan jumlah variabel mulai masukan step ke 8 sampai 11 menurunkan SEC. Berdasarkan kenyataan ini semakin nyata bahwa peningkatan dimensi input JST dapat menghasilkan pembobot yang spesifik untuk sampel kalibrasi, sedangkan untuk sampel lain tidak sesuai lagi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalibrasi NIR Spektra Kalibrasi NIR dapat dilakukan apabila telah terkumpul data uji minimal 60 sampel yang telah diubah menjadi spektrum. Pada penelitian ini telah terkumpul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Reflektan Near Infrared Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Perangkat NIRFlex Solids Petri N-500 yang digunakan dalam penelitian ini, menghasilkan data pengukuran berupa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN tersembunyi berkisar dari sampai dengan 4 neuron. 5. Pemilihan laju pembelajaran dan momentum Pemilihan laju pembelajaran dan momentum mempunyai peranan yang penting untuk struktur jaringan yang akan dibangun.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler

TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak sumber pangan bagi manusia yang banyak mengandung gizi. Budidaya ayam broiler agar dapat berlangsung cepat dan aman untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Data spektra campuran senyawa dianalisis menggunakan beberapa metode statistika, yaitu Plot Korelasi, Plot Jarak Euclid, Analisis Komponen Utama (AKU), dan Metode Kemungkinan Maksimum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Spektra Buah Belimbing IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Spektra Buah Belimbing Buah belimbing yang dikenai radiasi NIR dengan panjang gelombang 1000-2500 nm menghasilkan spektra pantulan (reflektan). Secara umum, spektra pantulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F

PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN Oleh : RINI SUSILOWATI F14103074 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi

Lebih terperinci

MBAHASA DAN PEM AF) our (MOCA. penelitian ( nm c ur (MOCAF. ditunjukkan OCAF. substansi A k. komposisi. cak gelomban. ktan.

MBAHASA DAN PEM AF) our (MOCA. penelitian ( nm c ur (MOCAF. ditunjukkan OCAF. substansi A k. komposisi. cak gelomban. ktan. IV. HASIL D DAN PEM MBAHASA AN A. Reflektan R N Near Infrareed Modified Cassava Flo our (MOCA AF) Peranngkat NIRF Flex Fiber Optic Solid ds N-500 yang digunakkan dalam p penelitian in ni, akan mennghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi lemak ikan (%) Kandungan zat aktif (absorban) HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, akan dilakukan pengidentifikasian multikolinieritas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Spektra NIR Buah Mangga Varietas Gedong Selama Penyimpanan Pengukuran spektra menggunakan perangkat NIRFlex Fiber Optic Solids N-500 menghasilkan data pengukuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Koreksi Pencaran Multiplikatif Data persen transmitan diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan FTIR pada 1866 bilangan gelombang yang berkisar antara 4000 400 cm -1. Grafik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak Ransum merupakan campuran berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Penggunaan masing-masing bahan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dibandingkan sesaat setelah panen. Salah satu tahapan proses pascapanen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanganan pascapanen komoditas pertanian mejadi hal yang tidak kalah pentingnya dengan penanganan sebelum panen. Dengan penanganan yang tepat, bahan hasil pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN : Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

4 Notepad dan Microsoft Excel sebagai editor data.

4 Notepad dan Microsoft Excel sebagai editor data. dengan menggunakan perangkat lunak ENVI disimpan dalam file.txt (Lampiran 1). File ini berisi informasi mengenai panjang gelombang dan nilai pantulan (reflectance) objek di permukaan bumi. Objek yang diperlukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Gelombang NIR Benih Padi Panjang gelombang NIR yang digunakan pada penelitian ini berada pada kisaran 1000-2500 nm dengan resolusi 1 nm. Gelombang NIR yang ditembakkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Konsentrasi gas CO 2 a. Persentase input CO 2 Selain CO 2, gas buang pabrik juga mengandung CH 4, uap air, SO 3, SO 2, dan lain-lain (Lampiran 4). Gas buang karbondoksida

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1

OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 OPTIMASI PROSES PENGGILINGAN GABAH DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN ALGORITMA GENETIKA 1 Suroso 2 dan Gunawan Kiswoyo 3 ABSTRAK Keberhasilan proses penggilingan gabah dapat dilihat nilai efisiensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Algoritma Cepat Penduga GS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Algoritma Cepat Penduga GS HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma Cepat Penduga GS Sebagaimana halnya dengan algoritma cepat penduga S, algoritma cepat penduga GS dikembangkan dengan mengkombinasikan algoritma resampling dan algoritma I-step.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED 6 Nilai XYZ diperoleh dari pengukuran menggunakan fotometer dengan cara yang sama seperti pengukuran sinar reflektans standar warna. Nilai XYZ ditransformasikan ke dalam rumus a*b*. Untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Tteknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI 4.1 TINJAUAN UMUM Tahapan simulasi pada pengembangan solusi numerik dari model adveksidispersi dilakukan untuk tujuan mempelajari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Simulasi Plot pencaran titik data antara peubah respon dengan peubah penjelas dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar tersebut mengungkapkan bahwa secara keseluruhan pola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii v DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda Pengantar Pada sesi sebelumnya kita hanya menggunakan satu buah X, dengan model Y = b 0 + b 1 X 0 1 Dalam banyak hal, yang mempengaruhi X bisa lebih dari satu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya

TINJAUAN PUSTAKA. Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prediksi Prediksi pada dasarnya merupakan dugaan atau prediksi mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu yang akan datang. Prediksi bisa bersifat kualitatif (tidak

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII/II/2006

ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII/II/2006 PERTANIAN ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING XIII/II/2006 SISTEM PENENTUAN KANDUNGAN GIZI BAHAN PAKAN DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN YANG TERINTEGRASI DENGAN FORMULASI RANSUM UNGGAS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation 4.1. Pengumpulan data Data trafik jaringan yang diunduh dari http://www.cacti.mipa.uns.ac.id:90 dapat diklasifikasikan berdasar download rata-rata, download maksimum, download minimum, upload rata-rata,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lingkungan Mengetahui kondisi lingkungan tempat percobaan sangat penting diketahui karena diharapkan faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap percobaan dapat diketahui.

Lebih terperinci

PERILAKU AKTIVITAS BIAYA

PERILAKU AKTIVITAS BIAYA PERILAKU AKTIVITAS BIAYA 1 A. Konsep Perilaku Akuntan manajemen harus mampu untuk mengevaluasi setiap jenis biaya untuk bisa menentukan fungsi biaya (cost function) yang menjelaskan perilaku biaya. Perilaku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI MODEL

BAB III APLIKASI MODEL BAB III APLIKASI MODEL 3.1 Data Data yang akan digunakan untuk membangun yield curve adalah data yang diterbitkan secara mingguan oleh Danareksa Research Institute di situs Danareksa di bagian Debt Research

Lebih terperinci

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) Analisis Komponen Utama (Principal component analysis) A. LANDASAN TEORI Misalkan χ merupakan matriks berukuran nxp, dengan baris-baris yang berisi observasi sebanyak n dari p-variat variabel acak X. Analisis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser

BAB III. Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai. Perancangan Sensor. Pengujian Kesetabilan Laser BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Tahapan Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Mulai Perancangan Sensor Pengujian Kesetabilan Laser Pengujian variasi diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Pola Spektrum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Eksplorasi Pola Spektrum konsentrasi. Konsentrasi kafein terbagi menjadi 6 konsentrasi, sehingga dari masing-masing komponen diperoleh 24 kombinasi konsentrasi. c. Campuran senyawa tiga komponen, yaitu Vitamin B1, Vitamin B6,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Simulasi Distribusi Suhu Kolektor Surya 1. Domain 3 Dimensi Kolektor Surya Bentuk geometri 3 dimensi kolektor surya diperoleh dari proses pembentukan ruang kolektor menggunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan harga daging ayam selalu fluktuatif. Menurut Prayugo

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Suara sah calon nomor urut 4 Jumlah Rata-Rata Ragam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Suara sah calon nomor urut 4 Jumlah Rata-Rata Ragam HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Tabel 4 menunjukkan deskripsi dari data suara sah calon nomor urut 2, 3, dan 4. Jumlah suara tertinggi diperoleh calon nomor urut 2. Sedangkan suara sah calon nomor

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan kadar lemak adalah mie instan Indomie (dengan berat bersih 61 gram, 63 gram, dan 66 gram), petroleum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember tahun 2010 di rumah tanaman (greenhouse) Balai Penelitian Agroklimatologi dan Hidrologi (Balitklimat),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian Berdasarkan pengambilan data selama penelitian yang berlangsung mulai pukul 06.00 sampai pukul 16.00 WIB, data yang diperoleh menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Prediksi Tinggi Signifikan Gelombang Laut Di Sebagian Wilayah Perairan Indonesia Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Metode Propagasi Balik Abraham Isahk Bekalani, Yudha Arman, Muhammad Ishak Jumarang Program

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi STK 511 Analisis statistika Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi 1 Pendahuluan Kita umumnya ingin mengetahui hubungan antar peubah Analisis Korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan linier antar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci