BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH"

Transkripsi

1 BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. KONDISI DAN ANALISA KONDISI DEMOGRAFI Kondisi Demografi Penduduk tidak saja berperan sebagai obyek pembangunan, tetapi lebih jauh lagi harus berperan sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, penduduk akan berfungsi sebagai sasaran yang akan dijadikan target pembangunan, sedangkan sebagai subyek pembangunan, sumber daya penduduk akan berfungsi sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana berbagai program pembangunan yang hasilnya diharapkan mampu meningkatkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan. 1. Jumlah Penduduk, LPP, dan Rasio Ketergantungan Anak Menyadari akan keberadaan penduduk, disalah satu sisi penduduk bisa menjadi potensi manakala SDM dari penduduk tersebut memiliki kualitas tetapi sebaliknya penduduk bisa menjadi masalah tersendiri manakala kurang memiliki kualitas. Adapun karakteristik SDM yang berkualitas adalah diantaranya sehat, memiliki kecerdasan Intelegensi (IQ), memiliki etika, moralitas dan emosi yang baik (EQ), berakhlak mulia (SQ) serta kemampuan bersosialisasi (Sc Q). Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk yang tidak terlalu padat, dimana hasil Sensus tahun 1971, jumlah penduduk Kabupaten Subang adalah 0,90 juta, meningkat menjadi 1,07 juta pada sensus tahun Pada sensus berikutnya (tahun 1990) telah mencapai 1,21 juta sedangkan jumlah penduduk dalam kurun waktu adalah berkisar antara 1,23 Juta 1,44 Juta jiwa. Walaupun demikian, LPP-nya pertahun mengalami penurunan masing-masing periode sebesar 1,72 persen, periode sebesar 1,25 persen, dan sebesar 1,01 persen, sedangkan periode adalah sebesar 1.21 persen. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang demikian dapat diindikasikan bahwa Kabupaten Subang terbukti mampu melaksanakan program-program kependudukan terutama pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang secara faktual selama 3 (tiga) dasawarsa terakhir menunjukan trend pertumbuhan yang semakin menurun, kecuali pada periode yang cenderung mulai meningkat. Salah satu fokus perhatian para ahli kependudukan yang dilakukan terhadap suatu populasi penduduk, adalah struktur umur penduduk. Hal ini berkaitan dengan pola populasi penduduk, apakah termasuk dalam pola penduduk muda ataukah pola penduduk tua. II-1

2 Aspek lain yang diamati dari struktur umur adalah rasio beban ketergantungan, yaitu suatu ukuran untuk mengamati seberapa banyak penduduk yang termasuk usia nonproduktif menjadi beban usia produktif. Dalam kaitan ini, yang dimaksudkan dengan usia produktif adalah penduduk yang berusia pada kelompok [15-64] tahun; sedangkan yang dimaksudkan dengan usia non produktif adalah penduduk dalam kelompok usia [0-14] tahun dan [65+] tahun. Tabel 1. Penduduk Kabupaten Subang Menurut Kelompok Umur, Tahun Tahun Kelompok Umur Rasio Ketergan Jumlah [0-14] [15-64] 65+ tungan Anak (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) , , , , , , , , , , , Sumber : BPS Kab.Subang Besaran rasio beban ketergantungan anak merupakan hasil bagi antara penduduk usia [0-14] dengan penduduk usia produktif, hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar peningkatan jumlah anak yang berusia [0-14) yang pada akhirnya menjadi beban bagi penduduk usia produktif. Angka rasio beban ketergantungan anak secara konseptual digunakan pula sebagai alat ukur monitoring keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di suatu wilayah, semakin kecil angka ini maka dapat ditafsirkan program KB semakin berhasil dan sebaliknya. Pada tabel di atas, rasio beban ketergantungan anak memiliki kecenderungan menurun, dimana pada tahun 1994 memiliki rasio tertinggi hingga mencapai 47,66 % artinya setiap seratus orang penduduk usia produktif akan menanggung beban untuk menghidupi 47,66 orang yang dikategorikan anak usia [0-14] dan pada tahun 2006 besaran angka mencapai angka terendah sebesar 33,80 % dan pada tahun 2007 dan 2008 mulai menaik kembali menjadi 36,32 % dan %. II-2

3 2. Penduduk Miskin Kemiskinan disamping menunjukkan tingkat pendapatan/kesejahteraan, juga menggambarkan kesenjangan yang terjadi antar kelas kesejahteraan penduduk. Berdasarkan batasan yang digunakan, kemiskinan berarti ketidakmampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak, baik kebutuhan makanan maupun kebutuhan non makanan yang sangat mendasar. Dapat dikatakan bahwa kemiskinan merupakan ketertinggalan penduduk untuk menikmati hasil pembangunan yang selama ini telah dicapai. Dalam hal lebih lanjut permasalahan kemiskinan dikaitkan dengan berbagai dimensi lain kehidupan manusia, seperti kesehatan, pendidikan, serta peranan sosial lainnya. Atau dengan kata lain kemiskinan akan menyebabkan permasalahan lainnya seperti : Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan, papan); Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi); Tidak adanya jaminan masa depan (karena tidak adanya investasi untuk pendidikan keluarga); Rendahnya kualitas sumberdaya manusia; Dari paparan serial data BPS Tahun terlihat persentase penduduk miskin cenderung mengalami penurunan masing-masing sebesar 36.75%, 34,72% dan 31,62%. Namun demikian walapun mengalami penurunan akan tetapi kemiskinan di Kabupaten Subang relatif masih tinggi. Hal itu apabila dikaji lebih mendalam bahwa masih tingginya kemiskinan tersebut salah satunya dikarenakan dampak krisis moneter yang menyebabkan rendahnya lapangan kerja dan mata pencaharian secara berkesinambungan. Grafik 1B. Jumlah Rumah Tangga (RMT) Miskin Tahun , , , , , , , ,000 50, , , , % 34.72% 31.62% 147, , , JUMLAH RMT MISKIN JUMLAH RMT Sumber : BPS Kab. Subang II-3

4 Pada tahun 2008, kemiskinan tertinggi terdapat di kecamatan Ciasem (9.218 RMT), Kecamatan Patokbesi (8.748 RMT), Kecamatan Subang (8.583), Kecamatan Blanakan (8.271 RMT) sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 2. Rumah Tangga Miskin Per Kecamatan Tahun 2008 NO Kecamatan RMT Miskin NO Kecamatan RMT Miskin 1 Sagala herang Compreng 4,283 2 Jalan cagak Binong Cisalak Ciasem Tanjungsiang Pamanukan Cijambe Pusakanagara Cibogo Legonkulon 2,796 7 Subang Blanakan 8,271 8 Kalijati Serang Panjang Cipeundeuy 3, Sukasari Pabuaran Tambak dahan Patokbesi 8, Kasomalang Purwadadi Dawuan Cikaum Pagaden Barat Pagaden Ciater Cipungara Pusakajaya SUBANG Sumber data : BPS Untuk mengatasi kemiskinan ini banyak peneliti yang menunjuk pendidikan sebagai investasi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Baik Adelman dan Morris (1973) maupun Galbraith (1979) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan langkah paling strategis di dalam usaha-usaha mengatasi kemiskinan. Namun demikian, Schiller (1973) mengingatkan bahwa peningkatan keterampilan melalui jenjang pendidikan tidak selalu mampu mengatasi masalah kemiskinan. Dalam hal ini perlu diperhatikan kemampuan perekonomian negara untuk menyerap tenaga kerja tersebut. Di satu pihak, peningkatan keterampilan baru merupakan salah satu faktor penawaran, sementara di lain pihak, tidak pula dapat diabaikan faktor permintaan terhadap tenaga kerja itu sendiri. Dengan perkataan lain, pada gilirannya, pendidikan itu berkaitan dengan pendapatan yang memiliki arti penting di dalam kesejahteraan. Schiller (1973) mengemukakan tiga alasan utama mengenai jenjang pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Pertama, tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat produktivitas, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai akibat dari meningkatnya pengetahuan dan keterampilan. Kedua, dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan terbuka kesempatan kerja yang lebih luas. Ketiga, lembaga-lembaga pendidikan, dalam hal-hal tertentu, dapat berfungsi selaku badan penyalur tenaga kerja. Tersirat dari hal ini bahwa mereka yang berpendidikan tinggi akan mendapat perlakuan II-4

5 istimewa dalam pasar kerja. Namun tidak dapat dilupakan bahwa untuk memperoleh pendidikan tersebut diperlukan investasi yang tidak kecil. Namun demikian, Esmara (1986: 378) mengatakan bahwa kenaikan jenjang pendidikan ini tidak hanya berpengaruh kepada tingkat pendapatan melainkan mencakup cakrawala yang jauh lebih luas daripada yang diduga semula. Kenaikan jenjang pendidikan akan mengubah pula tata cara kehidupan, kebiasaan, lapangan kerja, atau dalam hal kebudayaan, sehingga secara keseluruhannya mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kehidupan suatu bangsa. 3. Perkawinan (Nuptialitas) Perkawinan merupakan media untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia dengan membentuk suatu keluarga (suami, istri dan anak). Keluarga adalah merupakan esensi suatu Bangsa, maju mundurnya suatu bangsa sangat tergantung kepada tingkat kesejahteraan masyarakat yang terdiri dari keluarga-keluarga. Secara sosiologis media perkawinan merupakan proses sepasang manusia dalam mencapai kesejahteraan diri. Di lain pihak secara biologis merupakan media untuk mencapai kesejahteraan batin. Suatu faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk usia [0-4] adalah proses perkawinan, di mana faktor umur perkawinan pertama sangat mempengaruhi produktivitas bayi yang lahir di wilayah ini. Prosesi perkawinan [Nuptialitas] merupakan salah satu fenomena sosial dalam kehidupan manusia. Secara sosiologis, media perkawinan merupakan proses sepasang manusia dalam mencari kesejahteraan diri. Di pihak lain secara biologis, media ini merupakan alat kesejahteraan manusia dalam membentuk suatu keluarga besar yang merupakan perbesaran dari keluarga batih [nucleus family]. Pada tabel di bawah ini, disajikan penduduk perempuan usia sepuluh tahun ke atas di Kabupaten Subang yang pernah kawin menurut kelompok umur perkawinan pertama. Jumlah persentase Wanita yang menikah di bawah usia 16 tahun cenderung fluktuatif menurun hingga pada tahun 2004 mencapai angka terendah 26,32 % di tahun 2004, namun di tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 kembali fluktuatif meningkat masing masing sebesar 33,50 %, 32,21%, 49,61% dan 49,47%. Kondisi budaya kawin muda tersebut perlu mendapat perhatian serius, mengingat kondisi ini sangat berpengaruh terhadap Rasio Ketergantungan anak, pertumbuhan penduduk dan permasalahan sosial lainnya. II-5

6 Tabel 3. Persentase Penduduk Perempuan Kabupaten Subang Yang Pernah Kawin Menurut kelompok Umur, Tahun Kelompok Umur Perkawinan Pertama Jumlah Tahun Jumlah < 16 [17-18] [19-24] 25+ Persentase (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,15 29,85 25,95 1,05 100, ,84 30,71 23,40 0,95 100, ,62 28,90 23,49 0,99 100, ,55 30,42 26,97 1,06 100, ,37 29,53 27,74 1,36 100, ,44 33,86 24,67 1,04 100, ,03 31,11 19,84 2,03 100, ,04 34,26 25,81 0,89 100, ,49 31,40 20,44 1,67 100, ,81 36,48 21,63 1,08 100, ,32 37,33 35,16 1,19 100, ,50 30,51 31,41 4,58 100, ,21 31,76 31,66 4,37 100, ,61 24,47 22,79 3,13 100, ,47 25,19 22,39 2,95 100, Sumber : BPS Kab.Subang 4. Ketenagakerjaan Sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan khususnya dalam upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia, karena berkait erat dengan sosial ekonomi. Disisi lain, pertumbuhan penduduk selalu terkait dengan masalah ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Dengan pertambahan penduduk usia kerja akan meningkatkan angkatan kerja, tetapi apabila yang terjadi pertambahan penduduk bukan usia kerja akan meningkatkan beban tanggungan angkatan kerja. Meningkatnya angkatan kerja sebaiknya di imbangi dengan kesempatan kerja. Hanya saja kesempatan kerja formal yang tersedia sangat terbatas, sehingga peranan sektor informal memberikan peluang yang baik dalam menciptakan lapangan kerja yang mandiri. Sektor informal yang bercirikan pekerja dengan pendidikan rendah, jam kerja tak teratur dan pendapatan yang rendah memerlukan pemecahan diantaranya melalui program-program yang dapat meningkatkan keterampilan dan produktifitas sehingga mempu meningkatkan kemampuan dalam berusaha. A. Penduduk Usia Kerja Pada dasarnya aktivitas penduduk berumur 10 tahun ke atas, dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. II-6

7 Penduduk berumur 10 tahun ke atas yang termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja adalah pertama, penduduk yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, termasuk pekerja yang tidak mendapat bayaran dan Kedua, penduduk yang sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini juga disebut sebagai kelompok penduduk yang aktif secara ekonomi (the economically active population). Uraian Tabel 4. Penduduk Usia 10 Tahun keatas menurut Kegiatan Utama Seminggu yang lalu di Kabupaten Subang Tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Angkatan Kerja (54,82) (56,82) (61,03) (58,51) (58,00) (58,34) (53,87) Bekerja (52,97) (53,97) (58,5) (53.93) (54,55) (54,67) (50,95) Mencari Pekerjaan (1,85) (1,95) (2,53) (4,58) (3,45) (3,67) (2,92) Bukan Angkatan Kerja (45,18) (43,18) (38,97) (41,49) (42,00) (41,66) (46,13) Sekolah (12,46) (13,46) (16,04) (14,63) (13,69) (13,90) (14,64) Mengurus Rmt (21.55) (19.55) (15.36) (18.48) (19.52) (20.53) (23,24) Lainnya (11,17) (9,17) (7,57) (8,38) (8,79) (7,23) (8,25) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Tabel 4. L a n j u t a n Uraian (1) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) Angkatan Kerja (54,44) (57,4) (57,99) (53,49) (57,68) (43,70) (40,78) Bekerja (51,48) (51,28) (52,93) (52,93) (50,20) (38,05) (37,71) Mencari Pekerjaan (2,96) (6,12) (5,06) (5,68) (7,48) (5,64) (3,06) Bukan Angkatan Kerja (45,56) (42,60) (42,01) (46,51) (42,32) (56,30) (59,22) Sekolah (13,82) (14,10) (13,64) (14,34) (14,86) (11,81) (12,96) Mengurus Rmt (22,12) (18.60) (20.72) (18.24) (21.18) (30.46) (31.08) Lainnya (9,62) (9,9) (7,65) (13,93) (6,28) (14,02) (15,18) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Sumber : BPS. Kab.Subang II-7

8 Dari Tabel 4 terlihat bahwa sebelum krisis moneter yakni Tahun 1996 jumlah penduduk bekerja menunjukan angka yang paling tinggi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir yakni sebanyak orang (58.5%), dan setelah itu kemudian mengalami penurunan sejak krisis melanda tahun Jumlah anak sekolah mencapai puncaknya pada tahun 1996 sebesar 16 % dan menjelang serta pasca krisis mengalami fluktuatif akan tetapi masih lebih rendah dari tahun 1996 yang masih berada di kisaran % %. Jumlah pencari kerja yang mengalami peningkatan sebelum krisis moneter 1,85 % - 2,5 % dan setelah krisis berada dikisaran 3-7%. Sedangkan mengurus rumah tangga sebelum krisis berkisar antara % % dan pasca krisis cenderung meningkat tajam hingga tahun 2008 mencapai %. Selanjutnya yang patut mendapat kajian lebih mendalam adalah penurunan jumlah penduduk yang bekerja, peningkatan jumlah pencari kerja, peningkatan penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Fenomena peningkatan penduduk yang bersekolah merupakan investasi positif akan tetapi peningkatan mengurus rumah tangga dan lainnya menandakan bahwa pembangunan kesetaraan gender dalam bidang tenaga kerja masih belum optimal. Ada tiga unsur yang sering terkait dengan masalah kesempatan kerja, yaitu pertama, golongan umur penduduk yang akan menuntut kesempatan kerja pada saat sekarang dan waktu yang akan datang; kedua, laju peningkatan golongan umur tertentu dalam pertambahan angkatan kerja di masa yang akan datang; ketiga, pengaruh perkembangan ekonomi yang mampu menyerap angkatan kerja lebih banyak. Oleh karena itu, untuk memberikan kontribusi yang besar pada angkatan kerja, maka upaya yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan akan lebih menguntungkan dibanding upaya lainnya. B. Penduduk Yang Bekerja Salah satu yang menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah seberapa banyak angkatan kerja yang bisa diserap. Yang sering menjadi sorotan masalah angkatan kerja adalah produktivitas. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan penduduk, karena seyogyanya peningkatan ekonomi di berbagai sektor selalu diikuti oleh penciptaan lapangan kerja. Dilihat dari penyerapan tenaga kerja ternyata sektor pertanian dalam kurun waktu ( ) paling banyak menyerap angkatan kerja yaitu berkisar antara 43,20-58,8 persen, tetapi mengalami kecenderungan fluktuatif menurun hingga pada tahun 2007 hanya mencapai 43,23 %. Tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restauran mengalami kecenderungan meningkat sampai krisis ekonomi melanda hingga mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 sebesar 22,77 %, dan selanjutnya cenderung menurun hingga pada tahun 2005 sebesar 19,77 %, kemudian meningkat kembali di tahun mencapai 28,06 % dan 26,09 % serta sisanya tersebar di berbagai sektor seperti jasa, konstruksi dan lain-lain. Namun demikian walaupun Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian menurun tetapi masih tidak sebanding dengan hasilnya dilihat dari tingkat kontribusi sektor ini II-8

9 terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar % dengan tingkat kepemilikan lahan yang hanya 0.3 ha. Sehingga dari kondisi tersebut, tenaga kerja di sektor pertanian cenderung tidak produktif. Tabel 5. Jumlah Penduduk Bekerja berdasarkan Mata Pencaharian Utama Tahun Mata Pencaharian SEBELUM KRISIS KRISIS Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan air bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Jasa-jasa Lanjutan Mata Pencaharian PASCA KRISIS Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan air bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restauran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa 9.Jasa-jasa Sumber Data : BPS Kab.Subang Tabel 6. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas yang bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Tahun Berusaha Berusaha dengan Berusaha Sendiri dibantu dengan Buruh / buruh tidak dibantu Karyawan tetap buruh tetap Status Pekerjaan Utama Pekerja Keluarga , , , ,91 12, ,36 Sumber : BPS Kab.Subang II-9

10 Dan bila dikaji lebih jauh tenaga kerja penduduk Subang dilihat dari status pekerjaan tahun umumnya masih didominasi oleh pekerjaan-pekerjaan sebagai buruh dan karyawan yakni berkisar antara 26,29 44,70 persen, buruh dengan dibantu buruh tidak tetap berkisar sebesar 3,9-33,57 persen dan berusaha sendiri berkisar antara persen. Sedangkan berusaha dengan dibantu pekerja tetap berkisar antara 0,7 12,99 persen dan sebagai pekerja keluarga berkisar antara 8-27 persen. Dari gambaran tabel di atas, ternyata masih banyak pekerja yang berstatus pekerja keluarga, namun hal yang menggembirakan adalah meningkatnya status pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tetap. Artinya bahwa sektor informal menjadi kekuatan dalam perekonomian disamping mulai tumbuhnya investasi di Kabupaten Subang. C. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Secara teoritis, sebetulnya paparan data serial pada grafik di bawah ini juga sekaligus memperlihatkan secara faktual fenomena ketidakmampuan aktivitas perekonomian Kabupaten Subang dalam menyerap pasar kerja. Angka Partisipasi Kerja dalam kurun waktu memperlihatkan bahwa TPAK mencapai angka tertinggi pada saat sebelum krisis moneter Tahun 1996 sebesar 61,03 % dan selanjutnya memiliki kecenderungan fluktuatif menurun dengan angka terendah pada tahun 2006 yang mencapai %, dan naik kembali di tahun 2007 menjadi 49,12%. penurunan tersebut selain disebabkan berkurangnya kesempatan kerja juga disebabkan tingginya perempuan untuk menjadi ibu rumah tangga yang mencapai orang atau sekitar % dari jumlah perempuan di atas 10 tahun. Adapun dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) memperlihatkan pola yang sedikit berbeda, di mana puncak pengangguran dalam kurun waktu terjadi pada tahun 2005 yang mencapai 12,96 % termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan secara aktif. Hal ini disebabkan selain kesempatan kerja yang relatif rendah juga disebabkan bahwa komposisi penduduk di usia pada tahun 2005 mencapai 66.87%. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa pada saat kesempatan kerja rendah sementara permintaan terhadap pasar kerja meningkat, maka cenderung pengangguran akan meningkat. Grafik 2. Perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Pengangguran Tahun % ANGKATAN KERJA (TPAK) % PENGANGGURAN (TPT) Sumber : BPS Kab.Subang II-10

11 Dari data serial yang dipaparkan maka interprestasi yang muncul adalah masalah pengangguran merupakan suatu masalah serius bagi Kabupaten Subang, dimana kalau diperbandingkan antara kondisi sebelum krisis dan pasca krisis, nampak bahwa kisaran pengangguran sebelum krisis moneter mencapai % sedangkan pengangguran pada pasca krisis berada pada kisaran antara 5.36 % % dan pada tahun 2007 ini kembali menurun menjadi 7.51 %. Kondisi tersebut harus menjadi perhatian semua stakeholder, mengingat dampak paling buruk yang akan terjadi adalah dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Di mana effek berantai dari kondisi tersebut adalah munculnya ketidak-mampuan rumahtangga (masyarakat) untuk menyekolahkan anak-anaknya. Yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kemiskinan. Selanjutnya pengamatan dari aspek gender untuk derajat partisipasi penduduk usia kerja dan angka pengangguran terbuka di Kabupaten Subang dapat dilihat pada Grafik 3. di mana bahwa sebelum krisis moneter TPAK baik laki laki maupun perempuan memperlihatkan angka yang paling tinggi di tahun 1996 yakni % dan 42.31%, dan di tahun 2007 yakni % dan %. Sedangkan untuk tingkat pengangguran memperlihatkan pola yang berbeda bagi perempuan sedangkan untuk laki-laki cenderung sama dimana pengangguran terendah terjadi pada tahun 1996 yang mencapai 3.21 % dan pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2007 mencapai 6.59 %. Rendahnya TPAK Wanita di banding Laki-laki disebabkan oleh tingkat pendidikan wanita lebih rendah di banding laki-laki serta masih adanya perlakuan yang kurang menguntungkan terhadap wanita dimana wanita bukanlah pencari nafkah keluarga, padahal diskriminsasi tersebut tidak sepenuhnya benar selama wanita yang bekerja tidak melanggar normanorma agama. Grafik 3. Perbandingan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Jenis Kelamin, TPAK (L) TPAK (P) II-11

12 Grafik 4. Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Jenis Kelamin, TPT (L) TPT (P) Sumber : BPS Kab.Subang No. Tabel.7 Data Pengangguran Berdasarkan Kecamatan Tahun Kecamatan Jumlah Pengangguran Subang Cibogo Kalijati Cipeundeuy Jalancagak Cisalak Sagalaherang Pagaden Cipunagara Binong Pamanukan Pusakanagara Legonkulon Blanakan Ciasem Purwadadi Patokbeusi Tanjungsiang Cijambe Compreng Cikaum Pabuaran Sumber : BPS (Subang Dalam Angka) J U M L A H II-12

13 Sejalan dengan pertumbuhan investasi antara tahun , terjadi peningkatan jumlah perusahaan maupun penggunaan tenaga kerja. Pada tahun 2003 jumlah perusahaan sebanyak 233 perusahaan menjadi 285 perusahaan pada tahun Begitu juga dalam hal penggunaan tenaga kerja terjadi peningkatan dari tahun 2003 jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan sebanyak orang dan pada tahun 2008 meningkat menjadi orang. Implikasi dari hal tersebut, timbul pula persoalan mengenai hubungan industrial, kesejahteraan pekerja, perlindungan tenaga kerja, dan pengeksploitasian pekerja anak dan perempuan serta diskriminasi gender dalam perekrutan tenaga kerja. Untuk mengatasi persoalan di atas, telah dilakukan sosialisasi mengenai berbagai peraturan ketenagakerjaan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja di 120 perusahaan. Kemudian untuk melindungi pekerja anak dari pengeksploitasian digulirkan Program Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka menunjang Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) dimana 150 orang pekerja anak dikumpulkan di beberapa shelter, yaitu di Kecamatan Subang, Ciasem, Pamanukan, Patokbeusi, dan Pusakanagara dengan didampingi oleh 3 orang pendamping dan 3 orang tutor selama satu bulan. Tujuan dari kegiatan ini, agar para pekerja anak memiliki motivasi untuk kembali ke bangku sekolah, baik melalui pendidikan formal maupun informal bagi yang berminat, sedangkan bagi pekerja anak yang tidak ingin bersekolah dan usianya mendekati usia kerja maka diarahkan untuk diberikan pelatihan keterampilan kerja. Sebagai pilot proyek tindak lanjut dari kegiatan di atas, maka telah dilaksanakan pendidikan keterampilan melalui program Pendidikan Layanan Khusus (PLK), yaitu melalui kerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional. Pendidikan dan pelatihan bagi pencari kerja sebanyak orang (38,09 % dari orang ) dalam berbagai bidang kejuruan telah mampu mempekerjakan sebanyak orang sedangkan sisanya melakukan usaha mandiri. Sesuai dengan permintaan pasar kerja akan tenaga terampil dan kompeten, maka untuk menjawab permintaan tersebut telah diujikempetensikan sebanyak 200 orang tenaga kerja dan berhak atas sertifikat yang berstandar nasional. Dengan sertifikasi tersebut, tenaga kerja memiliki daya saing dan daya tawar di pasar kerja sehingga dapat mengisi lowongan kerja yang ada. Disamping itu juga keterbatasan lapangan kerja di dalam negeri mendorong masyarakat untuk bekerja di luar negeri. Selama kurun waktu di atas telah dibantu sebanyak 475 orang CTKI baik dalam bentuk pinjaman, subsidi bunga maupun bantuan penyelesaian administrasi keberangkatan CTKI ke luar negeri seperti pembuatan paspor, medical test, dan sebagainya. Selanjutnya juga telah dilatih sebanyak 27 orang tenaga kerja muda terdidik (TKMT) dan tenaga kerja pembangunan mandiri professional untuk membantu masyarakat desa membangun perekonomian di desa. Melalui peningkatan efektivitas Informasi Pasar Kerja (IPK) telah ditempatkan tenaga kerja didalam negeri sebanyak II-13

14 2.500 orang, sedangkan untuk penempatan tenaga kerja ke luar negeri melalui pola Antar Kerja Antar Negara yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kabupaten Subang sebanyak orang dan penempatanya tersebar di berbagai negara. Penyusunan Upah Minimum Kabupaten (UMK) setiap tahunnya ada kenaikan sebesar 15 % dari UMK tahun sebelumnya. Akan tetapi pada tahun 2007 dan 2008 kenaikan UMK hanya pada kisaran 10 % dan 8,6 % dari UMK tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan selain karena kondisi perekonomian yang belum stabil, juga ditambah dengan terjadinya krisis keuangan global yang melanda dunia pada pertengahan tahun 2008 sehingga berdampak pada kemampuan perusahaan untuk menaikan upah kerja. Perubahan paradigma penempatan transmigrasi seiring dengan bergulirnya otonomi daerah mengubah pola penanganan transmigrasi yang semula sentralistik menjadi desentralistik. Dalam artian, daerah pengirim harus melakukan kerjasama penempatan transmigrasi dengan daerah penerima. Selama kurun waktu telah dilakukan kerjasama penempatan transmigrasi di 19 propinsi di luar pulau Jawa dan telah ditempatkan sebanyak 157 kepala keluarga atau 62,8 % dari target 250 kepala keluarga sampai tahun 2009 dan target ini kemungkinan tidak akan tercapai sampai akhir tahun 2009 mengingat kuota pengiriman transmigran ditentukan oleh daerah penerima Analisa Kondisi Demografi Dari kondisi di atas, maka analisa yang dapat disajikan adalah sebagai berikut : Analisa Kekuatan : 1) Peran KB sangat efektif dalam mengatur kelahiran yang berdampak pada pengaturan komposisi umur penduduk dimana angka ketergantungan masih di bawah 50 % yakni sebesar % dan lebih jauh lagi berperan dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas 2) Rendahnya LPP Kabupaten Subang sebesar 1.21 % dibandingkan dengan ratarata Kabupaten lain di Jawa Barat sebesar 1.81% Analisa kelemahan : 1) Tingkat perkawinan di bawah umur selama kurun waktu 12 tahun terakhir relatif tinggi berkisar antara %, hal ini bila di biarkan akan menimbulkan LPP cenderung tinggi, munculnya KK Miskin baru atau meningkatnya kasus kematian bayi 2) Kemiskinan yang tinggi sebesar % harus mendapat perhatian serius terutama kemiskinan struktural yang disebabkan oleh potensi yang sangat rendah II-14

15 baik SDM, modal maupun sulitnya akses terhadap lapangan kerja secara permanen. 3) Masih tingginya angka pengangguran yang masih mencapai 7,5 % 4) Tidak produktifnya tenaga kerja yang bergerak di sektor pertanian sebagai akibat dari sektor pertanian masih tradisional belum mengarah pada peningkatan nilai tambah produksi 5) Perilaku diskriminatif orang tua/dunia usaha terhadap gender yang tergambar pada TPAK (laki-laki) sebesar 82,03 % jauh lebih besar dari TPAK (Perempuan) sebesar % serta meningkatnya penduduk yang mengurus rumah tangga hingga mencapai % Analisa Peluang : 1) Komitmen yang tinggi baik di tingkat Pemerintah Pusat, Propinsi maupun stakehoder lainnya terhadap pengentasan permasalahan pengangguran dan kemiskinan. 2) Komitmen yang tinggi baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Propinsi dalam menekan ledakan jumlah penduduk Analisa Ancaman : 1) Kesempatan kerja yang dibutuhkan tidak sebanding dengan jumlah pengangguran 2) Tingkat kompetitif tenaga kerja Subang relatif belum mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja sesuai keinginan investor atau pasar kerja. II-15

16 2.2. KONDISI DAN ANALISA KONDISI SOSIAL BUDAYA Kondisi Sosial Budaya 1. Pendidikan Salah satu komponen krusial dalam kompilasi IPM. ialah indeks pendidikan, di mana indeks ini terdiri atas dua komponen krusial, yaitu rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf untuk penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. A. Tingkat Melek Huruf dan Rata-rata Lama sekolah Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan minimum yang harus dimiliki penduduk, karena banyak informasi yang membutuhkan kemampuan tersebut, bahkan untuk supaya berkembang dalam berbagai aspek kehidupan kemampuan membaca dan menulis ini menjadi dasar bagi setiap penduduk. Pengertian melek huruf adalah banyaknya/persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin. Kenyataannya masih banyak penduduk usia 15 tahun ke atas atau lebih yang tidak mampu membaca dan menulis. Hal ini dapat disebabkan karena memang sejak lahir sampai sekarang penduduk tersebut belum atau tidak pernah sekolah, atau pernah sekolah tetapi putus sekolah sebelum mampu membaca dan menulis. Kedua kondisi diatas besar kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua secara ekonomi untuk menyekolahkan anaknya, ataupun karena kurangnya kesadaran orang tua akan arti pentingnya pendidikan. Sedangkan Rata-rata lama sekolah adalah lama pendidikan penduduk Subang yang berusia 15 tahun ke atas. Angka tersebut memberikan gambaran tentang seberapa lama penduduk Kabupaten Subang dalam mengenyam pendidikan. Sehingga semakin lama penduduk memperoleh pendidikan, maka semakin tinggi pula kualitas SDM penduduk tersebut dan lebih jauh lagi penduduk tersebut akan lebih memiliki peluang untuk memperoleh hidup yang lebih layak. Tabel.8 Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah Kabupaten Subang Tahun Tahun AMH (%) RRLS (Tahun) ,20 5, ,00 5, ,80 5, ,53 6, ,78 6, ,85 6, ,34 6, ,03 6, , ,01 Sumber : BPS Kab.Subang II-16

17 Tabel.9 Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah Per Kecamatan Tahun 2007 NO KECAMATAN AMH RANGKING AMH RRLS RANGKING RRLS Sagala herang Jalan cagak Cisalak Tanjungsiang Cijambe Cibogo Subang Kalijati Cipeundeuy Pabuaran Patokbesi Purwadadi Cikaum Pagaden Cipungara Compreng Binong Ciasem Pamanukan Pusakanagara Legonkulon Blanakan KAB SUBANG Sumber : BPS Kab. Subang Tingkat melek huruf di Kabupaten Subang pada tahun 1999 tercatat 86,2 %, tahun 2000 tercatat 85 %, tahun 2001 tercatat 86,80%, tahun 2002 tercatat 87,53 %, Tahun 2003 tercatat 87,78 %, Tahun 2004 tercatat %, Tahun 2005 tercatat 88.34%, Tahun 2006 tercatat 90,03% dan Tahun 2007 tercatat 91,17 %. Dari kenaikan tersebut nampaknya bahwa peningkatannya belum signifikan dari kurun waktu 7 tahun terakhir kenaikannya tidak lebih dari 0.7 % kecuali di tahun 2006 dan 2007 yang meningkat tajam hingga mencapai 90,03% dan 91.17%. Dan kecamatan yang memiliki buta huruf terbanyak adalah kecamatan Compreng (81.18%), kecamatan Pabuaran (86,44%) sebagaimana tabel di atas, sedangkan berdasarkan usia, Buta Huruf terbanyak terdapat pada usia diatas 65 tahun ke atas sebesar %, usia tahun sebesar 23 %, usia tahun sebesar 11.04% sebagaimana tabel di bawah ini. II-17

18 Tabel.10 Angka Melek Huruf Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2007 Kelompok Umur Tidak dapat Baca Tidak dapat Baca (%) JUMLAH Sumber : BPS Kab.Subang Adapun untuk Rata-rata lama sekolah pada tahun 1999 tercatat 5,4 tahun, tahun 2000 tercatat 5,84 tahun, tahun 2001 tercatat 5,99 tahun, tahun 2002 tercatat 6,14 tahun tahun 2003 tercatat 6,51 tahun, tahun 2004 tercatat 6,72 tahun, tahun 2005 tercatat 6,75 tahun, di tahun 2006 tercatat 6,77 tahun dan di tahun 2007 tercatat 6,93 tahun. Ini berarti bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Subang mengalami kecenderungan naik tetapi belum signifikan dan masih jauh dari harapan untuk mencapai tahap Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (dalam pengertian RRLS masih di bawah 9 tahun). Dan kecamatan yang memiliki RRLS terendah adalah kecamatan Cipunagara (5.75 tahun), kecamatan Legonkulon (6,05 tahun) sebagaimana tabel di atas. B. Tingkat Partisipasi Sekolah Segmentasi penduduk yang harus mendapatkan kesempatan sekolah secara demografis ditentukan pada selang usia (7-18) tahun, di mana secara operasional kelompok umur tersebut dipilah menjadi tiga; yaitu usia (7-12) tahun untuk tingkat Sekolah Dasar (SD.), usia (13-15) tahun untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP.) dan umur (16-18) tahun untuk tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Pada dua kelompok umur yang pertama, yaitu usia (7-12) tahun dan (13-15) tahun merupakan umur yang krusial dikaitkan dengan adanya program yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun. Dengan demikian, sudah selayaknya-lah apabila pengamatan yang lebih serius diarahkan pada kelompok usia ini. Angka Partisipasi Murni (APM) memberikan informasi yang lebih baik, di mana indikasi jumlah penduduk umur tertentu yang bersekolah pada tingkatan yang II-18

19 sesuai dengan kelompok umurnya. Terlihat besaran APM pada tingkat sekolah dasar cenderung naik, dimana kenaikan yang sangat tajam terjadi pada periode tahun yang berada dikisaran 94,09 % - 98,19 %, demikian juga untuk APM di tingkat SLTP dan SLTA sebagaimana Grafik 5. Grafik. 5 Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/PLS, SMP /MTs/PLS dan SMA /MA/PLS Tahun APM SD/MI/PLS APM SLTP/MTS/PLS APM SLTA/MA/PLS Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Subang Grafik 6. Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI/PLS, SMP /MTs/PLS dan SMA /MA/PLS Tahun APK SD/MI/PLS APK SLTP/MTS/PLS APK SLTA/MA/PLS Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Subang Suatu indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat kondisi partisipasi penduduk bersekolah pada Tingkat SD/MI /PLS, SMP /MTs/PLS dan SMA /MA/PLS dengan tidak mempertimbangkan usia siswa pada tingkatan tersebut ialah Angka Partisipasi Sekolah (APK). Pada grafik 6 dipaparkan besaran APK Kabupaten Subang pada kurun waktu Suatu interpretasi atas paparan data serial tersebut, bahwa ada peningkatan atas partisipasi segmen usia (7-15) tahun dan hal yang sama bila diamati untuk besaran APK usia (16-18) tahun. Suatu catatan krusial yang dapat dikemukakan, meskipun deteksi dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf yang digunakan dalam kompilasi angka IPM adalah untuk kelompok usia 15 tahun ke atas, akan tetapi tingginya besaran APK pada usia (7-18) tahun akan merupakan data investasi dalam meningkatkan angka ratarata lama sekolah dan angka melek huruf. II-19

20 C. Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk usia 10 tahun ke atas dapat memberikan gambaran akan kondisi dan kualitas sumberdaya manusia secara spesifik. Dari Tabel 11 dapat tergambar bahwa penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Subang secara umum pada tahun yang menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) cenderung fluktuatif berkisar 26,59-38,51 % dan pada tahun 2007 ini meningkat tajam menjadi 35,86 % serta kembali menurun pada tahun 2008 menjadi %. Dan fenomena yang harus mendapat perhatian serius adalah masih tingginya penduduk yang belum menamatkan pendidikan setara SD atau yang belum sekolah hingga mencapai %, sehingga variabel inilah yang menjadikan permasalahan mendasar dalam upaya meingkakan indeks pendidikan, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tingkat Pendidika n Tabel 11. Penduduk 10 Tahun keatas menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Subang Tahun Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) [1] [2] [3] [4] (5) (6) (7) (7) (8) (7) Tdk/Blm Pernah Sekolah & Tidak/Belum Tamat SD SD (40,38) (38,15) (41,01) (38,51) (43,09) (36,41) (38,54) (39,08) (35,36) (36,82) (36,55) (31,69) (45,07) (26,59) (37,36) (35,86) Jumlah (%) (39,89) (32,85) SLTP (12,11) (11,45) (11,65) (12,69) (19,04) (17,94) 193,692 (16,09) 182,114 (15,02) (13,82) SLTA (8,24) (7,79) (7,79) (7,87) (7,90) (11,42) (9,99) (9,53) (9,72) DIATAS SLTA (1,12) (1,24) (1,04) (2,81) (1,41) (2,39) (2,26) (2,24) (3,72) Jumlah (100,00) (100,00) Sumber : BPS Kab.Subang (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) D. Jumlah DO SD, SLTP dan SLTA Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap rata-rata lama sekolah adalah tingginya DO. Apabila kita perhatikan dari data di bawah ini penurunan DO SD terjadi secara signifikan terlebih pada tahun 2005 yang hanya sebanyak 154 orang dan di tahun 2007 kembali menurun menjadi 110 orang. Pada tingkat SLTP jumlah DO di tahun mencapai angka tertinggi di atas 450 siswa dan menurun drastis pada tahun di kisaran siswa. Demikian pula pada tingkat SLTA, jumlah DO menurun drastis di tahun 2006 dan 2007 menjadi 69 dan 86 siswa. Variabel yang mempengaruhi DO disamping alasan ekonomi, sebagian lainnya karena alasan non ekonomi, seperti : kawin muda, pekerja di bawah umur dan budaya kontraproduktif lainnya. II-20

21 Grafik 7. Jumlah DO SD/MI/PLS, SMP /MTs/PLS dan SMA /MA/PLS Tahun Jumlah Anak DO DI SD Jumlah Anak DO DI SLTP Jumlah Anak DO DI SLTA Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Subang E. Jumlah Angka Melanjutkan Sekolah ke SLTP dan SLTA Salah satu indikator lainya yang berpengaruh terhadap rata-rata lama sekolah adalah angka melanjutkan sekolah. Dari data yang ada terlihat bahwa untuk AMS SD ke SLTP mengalami kenaikan signifikan pada periode Tahun berada di kisaran 81.5 % %. Namun untuk AMS SLTP ke SLTA pada tahun mengalami kenaikan yang tidak signifikan berada dikisaran antara % dan di tahun meningkat signifikan menjadi 68% dan 69%. Grafik 8. AMS SD ke SMP dan SMP ke SMA Tahun SD - SLTP SLTP - SLTA Sumber : Dinas Pendidikan Kab. Subang Permasalahan pendidikan di Kabupaten Subang secara umum sangat dipengaruhi oleh : - Faktor ekonomi Permasalahan ekonomi sangat berdampak terhadap dunia pendidikan, dimana layanan pendidikan akan relatif sulit dirasakan bagi keluarga miskin. Kemampuan yang terbatas terhadap akses layanan pendidikan dasar, menjadikan tingkat pendidikan keluarga miskin cenderung rendah. Penyebab utama masalah ini adalah terbatasnya jangkauan fasilitas pendidikan, tingginya biaya pendidikan, II-21

22 (termasuk didalamnya ongkos transport, dan kebutuhan lainnya) serta tingkat pendapatan yang cukup rendah. Terbatasnya akses pendidikan bagi keluarga miskin ditunjukkan oleh banyaknya kepala keluarga yang tidak mempunyai ijazah. Angka Putus Sekolah juga merupakan salah satu indikator mutu pendidikan yang terkait dengan kondisi kemiskinan masyarakat. Berdasarkan Hasil Penelitian BPS Tahun 2005 di daerah pantura, terlihat bahwa sebanyak 64,5 persen kepala keluarga tidak sekolah/tidak tamat sekolah dasar. Hal yang mungkin melatarbelakangi tingginya angka tersebut adalah budaya kawin muda yang masih sering terjadi di daerah tersebut. TABEL 12. PERSENTASE KEPALA KELUARGA MISKIN BERDASARKAN IJAZAH/STTB TERTINGGI YANG DIMILIKI KEPEMILIKAN IJAZAH PEGUNUNGAN PEDATARAN PANTAI [1] [2] [3] [4] TIDAK PUNYA SD/MI/SEDERAJAT SLTP/MTs/SEDERAJAT SLTA/MA/SEDERAJAT DIATAS SLTA JUMLAH Sumber : Hasil Penelitian BPS Tahun 2005 Kondisi di atas berdampak kepada tingginya angka buta huruf di Kabupaten Subang. Disinyalir bahwa besarnya angka buta huruf merupakan produk masa lalu (karena banyak terjadi pada penduduk berusia tua) dan sebagian besar terjadi pada keluarga miskin. Pada tabel berikut terlihat bahwa persentase buta huruf pada keluarga miskin rata-rata sebesar 31 persen. Kondisi ini jelas sangat berpengaruh terhadap kualitas SDM. Dalam hal kemampuan untuk bersaing di dalam pasar lapangan kerja, keluarga miskin yang juga buta huruf akan lebih terpinggirkan dan hanya mampu bekerja pada jenis pekerjaan dengan upah yang sangat rendah. TABEL 13. PERSENTASE KELUARGA MISKIN BERDASARKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS STATUS PENDIDIKAN DAPAT MEMBACA & MENULIS BUTA HURUF JUMLAH [1] [2] [3] [4] PEGUNUNGAN PEDATARAN PANTAI Sumber : Hasil Penelitian BPS Tahun 2005 Kondisi miskin juga seolah ditularkan kepada generasi berikutnya, sebab mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menyekolahkan anaknya. Meskipun persentase keluarga miskin yang mempunyai anak yang tidak sekolah cukup II-22

23 rendah (sekitar 5 persen), namun hal ini tidak boleh diabaikan karena akan berdampak terhadap angka partisipasi sekolah. TABEL 14. PERSENTASE KELUARGA MISKIN BERDASARKAN KEBERADAAN ANAK USIA SEKOLAH (7-15 TAHUN) YANG TIDAK BERSEKOLAH DAERAH ADA TIDAK ADA JUMLAH [1] [2] [3] [4] PEGUNUNGAN PEDATARAN PANTAI Sumber : Hasil Penelitian BPS Tahun 2005 TABEL 15. PERSENTASE KELUARGA MISKIN BERDASARKAN ALASAN TIDAK MENYEKOLAHKAN ANAK ALASAN PEGUNUNGAN PEDATARAN PANTAI [1] [2] [3] [4] a. Tidak Ada Biaya b. Merasa Tidak Perlu c. Lainnya JUMLAH Sumber : Hasil Penelitian BPS Tahun Faktor Budaya Fenomena yang perlu di cermati adalah masalah budaya yang kontradiktif dimana ada anggapan bahwa anak yang paling penting adalah membantu orang tua bekerja sebagai petani atau pekerjaan lainnya. Padahal dengan perilaku tersebut anak akan tertinggal dalam mempersiapkan masa depannya, apalagi bahwa pekerjaan pertanian tersebut hanya sekedar buruh tani yang jelas-jelas sudah kelebihan tenaga kerja tidak produktif (over employment). 2. Kesehatan Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya kesehatan, yakni promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Upaya tersebut tercermin antara lain melalui kegiatan penyuluhan kesehatan, pelayanan kesehatan, pembinaan kesehatan, pemberantasan penyakit menular dan lain-lain. Untuk melihat hasil upaya tersebut, dapat dilihat dari perkembangan derajat kesehatan berupa Angka Harapan Hidup dan indikator lainnya seperti Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu, status gizi masyarakat,, kondisi kesehatan lingkungan, Kondisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kondisi Sarana dan Prasarana Pelayanan serta lainnya. Angka Harapan Hidup (AHH) adalah salah satu indikator kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan tinggi rendahnya Umur Harapan Hidup waktu lahir dan lebih jauhnya indikator ini menggambarkan taraf hidup suatu negara, karena kaitannya yang sangat erat dengan Indeks Mutu Hidup (IMH) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Umur Harapan Hidup waktu lahir menunjukan adanya peningkatan dimana tahun 2000 II-23

Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk dan Tenaga Kerja 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK Kesejahteraan penduduk adalah parameter keberhasilan suatu bangsa, sehingga kesejahteraan penduduk ini selalu menjadi sasaran utama dalam proses pengelolaan negara.

Lebih terperinci

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK. Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan ilmu pengetahun dan teknologi (Iptek) adalah jumlah penduduk atau Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun Figure 2. Trend Of Population Number In Subang,

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun Figure 2. Trend Of Population Number In Subang, 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Dalam pembangunan, SDM yag dibutuhkan adalah yang secara kuantitas mencukupi dan secara

Lebih terperinci

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA

Penduduk dan Tenaga Kerja Subang Dalam Angka Tahun PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3. PENDUDUK DAN TENAGA KERJA 3.1. PENDUDUK. Salah satu modal dasar pembangunan nasional selain sumber daya alam dan ilmu pengetahun dan teknologi (Iptek) adalah jumlah penduduk atau Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN Ketika terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang berorientasi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat dan pengembangan

Lebih terperinci

7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

7.1. PERDAGANGAN NASIONAL 7. PERDAGANGAN 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL Perdagangan mempunyai peran yang cukup penting dalam mendorong perekonomian di Kabupaten Subang. Sektor unggulan kedua setelah pertanian ini dari tahun ketahun

Lebih terperinci

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN Ketika terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang berorientasi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN Undang-Undang Dasar 1945, mengamanatkan kepada pemerintah untuk mewujudkan kemakmuran setiap warga negara tanpa memandang perbedaan etnis, gender, dan wilayah, untuk

Lebih terperinci

7. PERDAGANGAN 7.2. PRASARANA EKONOMI 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL

7. PERDAGANGAN 7.2. PRASARANA EKONOMI 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL 7. PERDAGANGAN 7.1. PERDAGANGAN NASIONAL Salah satu motor penggerak perekonomian di Kabupaten Subang adalah Perdagangan. Jumlah perusahaan perdagangan nasional di Kabupaten Subang pada tahun 2011 tercatat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 164 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan beberapa rekomendasi baik rekomendasi secara

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. xxx/05/21/th. V, 10 Mei 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2010 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI TERENDAH DALAM EMPAT TAHUN

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003),

BAB I PENDAHULUAN. kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang diukur melalui tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI CABANG DINAS DAERAH KABUPATEN SUBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI CABANG DINAS DAERAH KABUPATEN SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI CABANG DINAS DAERAH KABUPATEN SUBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUBANG Menimbang : a. Bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, ada tiga domain utama yang dinilai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 No. 22/5/Th.XVII, 5 Mei 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,75 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 No. 36/05/51/Th. IX, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2015 mencapai 2.458.784 orang, bertambah sebanyak 142.026 orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 No. 06/05/53/Th. XVI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,59% Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Februari 2016 mencapai 3,59

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012

Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2012 merupakan publikasi perdana yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan indikator keuangan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Luas dan Potensi Wilayah Luas fungsional daerah penelitian adalah 171.240 ha, secara administratif meliputi 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Sumedang,

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, ada tiga domain utama yang dinilai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS No. 69/11/76/Th.X, 7 November AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,33 PERSEN Penduduk usia kerja di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2. PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2.1. PEMERINTAHAN DESA Komposisi Kecamatan pada tahun 2010 masih sama dengan tahun 2009 yaitu ada sebanyak 30 Kecamatan. Jumlah ini

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 31/05/32/Th. XVII, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,40 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat

Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Di Provinsi Sulawesi Barat Keadaan Ketenagakerjaan No. 69/11/76/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Di Provinsi Sulawesi Barat : Tingkat Pengangguran Terbuka di Sulawesi Barat

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN q BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.29/05/34/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI D.I. YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2017 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 2,84 PERSEN Pada Februari 2017, Penduduk

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI JAWA TIMUR KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2017 No. 33/05/35/Th.XV, 5 Mei 2017 FEBRUARI 2017: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,10 PERSEN Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 31/05/21/Th. VI, 5 Mei 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN FEBRUARI 2011 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEBESAR 7,04 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 71 /11/76/Th.IX, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN AGUSTUS AGUSTUS : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 3,35 PERSEN Jumlah penduduk usia kerja di Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Provinsi DKI Jakarta No. 55/11/31/Th. XIX, 6 November 2017 PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DKI JAKARTA AGUSTUS 2017 Tingkat P Terbuka (TPT) sebesar 7,14

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang - Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 35/05/21/Th. VIII, 6 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013 FEBRUARI 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,39 PERSEN

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 No. 34/05/51/Th. XI, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2017 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2017 mencapai 2.469.104 orang, bertambah 86.638 orang dibanding

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 28/05/32/Th. XVIII,4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA BARAT FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 8,57 PERSEN Berdasarkan hasil Sakernas bulan

Lebih terperinci

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

Pemerintahan Subang Dalam Angka Tahun PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2. PEMERINTAHAN, HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2.1. PEMERINTAHAN DESA Pada tahun 2009 jumlah Kecamatan yang ada di Kabupaten Subang ada sebanyak 30 Kecamatan. Jumlah ini berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 No. 06/11/53/Th. XIX, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT AGUSTUS 2016 AGUSTUS 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,25 % Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTT Agustus 2016 mencapai

Lebih terperinci

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN

INDUSTRI PENGOLAHAN DAN 6. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN AIR MINUM 6.1. INDUSTRI PENGOLAHAN Industri pengolahan menjadi salah satu roda perekonomian yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menghasilkan nilai tambah barang dan menyerap

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun

6.2. AIR MINUM Selain industri di atas, industri penyediaan air minum merupakan salah satu industri vital bagi. Subang Dalam Angka Tahun 6. INDUSTRI PENGOLAHAN DAN AIR MINUM 6.1. INDUSTRI PENGOLAHAN Industri pengolahan menjadi salah satu roda perekonomian yang mempunyai kemampuan cukup besar dalam menghasilkan nilai tambah barang dan menyerap

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011 BPS PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2011 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2011 SEBESAR 10,83 PERSEN No. 19/05/31/Th XIII, 5 Mei 2011 Jumlah angkatan kerja pada Februari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 67/11/34/Th.XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN Hasil Survei Angkatan Kerja

Lebih terperinci

2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU

2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2. PEMERINTAHAN,HANSIP, PERANGKAT DESA, PERTANAHAN DAN HASIL PEMILU 2.1. PEMERINTAHAN Jumlah kecamatan pada tahun 2012 masih tetap sebanyak 30 kecamatan sesuai Peraturan Daerah Tingkat II (Perda) Nomor

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 23/05/31/Th XIV, 7 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2012 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2012 SEBESAR 10,72 PERSEN Jumlah angkatan kerja pada Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pengindraan Jauh dan Intepretasi Citra, Departemen Ilmu Tanah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 No. 78/11/51/Th. IX, 5 November 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2015 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2015 mencapai 2.372.015 orang, bertambah sebanyak 55.257 orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 No.29/05/63/Th XVII/06 Mei 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2013 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2013 sebesar 1.937.493 jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,65

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI INSPEKTORAT DAERAH KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Inspektorat Daerah Kabupaten Subang telah dibentuk dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 No. 34/05/51/Th. X, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI FEBRUARI 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Februari 2016 mencapai 2.382.466 orang, bertambah sebanyak 10.451 orang dibanding

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 No. 76/11/51/Th. X, 7 November 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2016 Jumlah angkatan kerja di Provinsi Bali pada Agustus 2016 mencapai 2.463.039 orang, bertambah sebanyak 80.573 orang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 76/11/35/Th. XI, 6 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2013 : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk usia 15

Lebih terperinci

VISI PAPUA TAHUN

VISI PAPUA TAHUN ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP

Lebih terperinci

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 39 BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA 3.1. Karakteristik Kemiskinan Propinsi Sumatera Utara Perkembangan persentase penduduk miskin di Sumatera

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 75/12/Th. XII, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN INDONESIA AGUSTUS 2009 Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2009 mencapai 113,83 juta orang, bertambah 90 ribu

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Yogyakarta Agustus 2017 No. 65/11/34/Thn.XIX, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI D.I YOGYAKARTA Keadaan Ketenagakerjaan Yogyakarta Agustus 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Bali Agustus 2017 Berita Resmi Statistik Bulan November Provinsi Bali No. 75/11/51/Th. XI, 6 November BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BALI Keadaan Ketenagakerjaan Bali Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Bali mencapai

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI 2015 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 33 /05/76/Th.IX, 5 Mei KEADAAN KETENAGAKERJAAN FEBRUARI FEBRUARI : TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SULAWESI BARAT SEBESAR 1,81 PERSEN Pada bulan, jumlah angkatan kerja di Sulawesi

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 40/05/21/Th. XI, 4 Mei 2016 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 9,03 PERSEN

Lebih terperinci

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk 86 BAB IV KAJIAN PEMBIAYAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH 4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Proyeksi kebutuhan air bersih pada wilayah pelayanan yang telah ditentukan didapat berdasarkan guna lahan rencana Kabupaten

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 152/12/21/Th.IV, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI KEMBALI NAIK

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang 2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2014 FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 1,97% Angkatan kerja NTT pada Februari 2014 mencapai 2.383.116 orang, bertambah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014 BPS PROVINSI DKI JAKARTA KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DKI JAKARTA FEBRUARI 2014 TPT DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 9,84 PERSEN No. 26/05/31/Th. XVI, 5 Mei 2014 Jumlah angkatan kerja pada Februari

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 No.28/05/63/Th XVI/07 Mei 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN KALIMANTAN SELATAN FEBRUARI 2012 Jumlah penduduk angkatan kerja pada 2012 sebesar 1,887 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,55

Lebih terperinci