KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN XRD ( X-RAY DIFFRACTION),

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN XRD ( X-RAY DIFFRACTION),"

Transkripsi

1 KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATITKITOSAN DENGAN XRD (XRAY DIFFRACTION),FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRARED), SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) DAN UJI MEKANIK ROBIATUH SAMSIAH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 ABSTRAK ROBIATUH SAMSIAH. Karakterisasi Biokomposit ApatitKitosan Dengan XRD (XRay Diffraction), FTIR (Fourier Transform Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy) Dan Uji Mekanik. Dibimbing oleh Dr. KIAGUS DAHLAN dan Dr. AKHIRUDDIN MADDU. Material komposit adalah kombinasi dua atau lebih fasa material, baik secara makro atau mikro yang berbeda bentuk atau komposisi kimianya untuk memperoleh kesetimbangan sifat yang digunakan dalam aplikasi yang luas. Penggunaan cangkang telur sebagai starting material pembuatan kalsium fosfat dan kitosan sebagai bahan biopolimer, diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. Modifikasi dilakukan dengan presipitasi secara insitu yakni penambahan kitosan dilakukan sebelum presipitasi dan eksitu yakni penambahan kitosan dilakukan setelah presipitasi selesai. Karakterisasi XRD memberikan pola bahwa pada semua sampel telah terbentuk apatit dengan puncak yang muncul didominasi oleh puncak HAp, penambahan kitosan memunculkan puncak kitosan dibeberapa sudut dengan intensitas rendah dan menurunkan derajat kristalinitas sampel. FTIR memberikan hasil bahwa dengan penambahan kitosan muncul gugus fungsi milik amina dan amida yang overlapping dengan gugus fungsi OH dan CO 3 milik apatit. Secara morfologi yang terlihat dari hasil SEM, penambahan kitosan menjadikan sampel yang awalnya berpori kecil halus dan datar menjadi berbentuk granula kasar. Hasil EDXA menunjukkan rasio Ca/P sampel menjadi lebih besar daripada Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan kitosan pada sampel meningkatkan nilai kekerasan sampel. Artinya sifat apatit yang getas dan mudah patah berubah menjadi lebih ulet tidak rapuh lagi, sehingga memudahkan dalam proses desain. Massa biokomposit apatitkitosan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan massa apatit (kontrol), hal ini karena adanya penambahan dari massa kitosan. Kata kunci: komposit, apatit, kitosan, XRD, FTIR, SEM, uji mekanik, massa

3 KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATITKITOSAN DENGAN XRD (XRAY DIFFRACTION), FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRARED), SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) DAN UJI MEKANIK Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor ROBIATUH SAMSIAH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul : Karakterisasi Biokomposit ApatitKitosan dengan XRD (XRay Diffraction), FTIR (Fourier Transform Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan Uji Mekanik Nama : Robiatuh Samsiah NRP : G Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Kiagus Dahlan NIP Dr. Akhirudin Maddu NIP Mengetahui : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr.Drh.Hasim, DEA NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 11 April 1986 di Kuningan, Jawa Barat sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Jasmat dan Darni. Penulis mengenyam pendidikan mulai dari TK. Bougenvill XI ( ), yang dilanjutkan ke SDN Cikaduwetan 1 ( ), selanjutnya ke SLTPN 1 Luragung ( ), dan dilanjutkan ke SMAN 1 Kuningan ( ). Pada tahun 2005 penulis lulus SMU dan ditahun yang sama diterima masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tingkat 2 masuk mayor Fisika FMIPA IPB untuk pendidikan sarjana strata satu (S1). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis sempat aktif di BEM TPB 42 Bendahara Departemen Kewirausahaan ( ), staf Departemen Sosial BEM FMIPA ( ), Sekertaris Departemen Kastrad BEM FMIPA ( ), serta pernah menjadi panitia di beberapa kegiatan seperti Bendahara Danus SHOOT 43, PJK ANGKASA (2006), Bendahara GALAKSI (2007), staf Acara GForce 43 dan Welcome Ceremony Physics 43 (2007), Co. Acara Kompetisi Fisika PESTA SAINS (2007), PJK GForce 44 dan PJK Welcome Ceremony Physics (2008), staf acara Seminar Nasional Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam dan Bedah Buku AyatAyat Semesta (2008), Co. Konsumsi GLG (Great Leadership Generation) FMIPA (2008), Sekertaris TRICOMA KASTRAD BEM G (2008) dan yang terakhir SG GForce 45 (2009)

6 KATA PENGANTAR Tiada lagi untaian kata yang paling bermakna selain puji syukur kehadirat Allah SWT yang atas ridhanya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakterisasi Biokomposit Apatit Kitosan dengan XRD (XRay Diffraction), FTIR (Fourier Transform Infrared), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan Uji Mekanik ini. Tak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada kekasih Allah Muhammad SAW pahlawan revolusioner Islam. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada mayor Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tidak luput dari bantuan banyak pihak. Penulis hanya mampu menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Kiagus Dahlan sebagai pembimbing 1 yang telah meluangkan waktu untuk mendengarkan konsultasi, memberikan masukan dan ilmunya serta semangat dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu M.Si sebagai pembimbing 2 yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingannya 3. Dosen penguji Bapak Dr. Irmansyah dan Bapak Dr. Agus Kartono, terima kasih atas segala masukkanya 4. Bapak dan Mimi yang telah memberikan banyak kepercayaan untuk menyelesaikan studi ini, D Leni dan Fadil yang memberikan banyak inspirasi, terima kasih atas semua kasih sayang semua keluarga di Kuningan. 5. Dosendosen Fisika yang telah mengantarkan sekian banyak ilmu hingga saat terakhir di departemen. Staf dan pegawai di departemen Fisika terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama ini. 6. Bapak Sulis, Bapak Dadang, Bapak Didik, Bapak Wawan, Bapak Eko, Ibu Titis terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama karakterisasi sampel 7. Ibu Yessi dan Teh Tia yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan serta motivasi selama pengerjaan penelitian ini 8. Astri dan Cucu yang telah menjadi tumpahan segala keluhan selama di departemen, Ais yang banyak memberikan masukan selama penelitian 9. Temanteman Fisika 42 dengan segala keunikkannya, terima kasih atas kebersamaan, canda tawa selama 3 tahun perjuangan kita di Mayor Fisika. Adikadik Fisika 43 dan 44 terima kasih atas kebersamaan dan doanya. 10. Temanteman Himarika 42 dan Pondok Mimosa : M Shanti, Lela,Titi dan Tiwi. Terima kasih atas kebersamaan selama 4 tahun di IPB. 11. Adikadikku tersayang di Kastrad Mania : Deni, Dedi, Izzan, Joni, Mita, Vandra dan Hani 12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu disini. Penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga saran dan masukkan dari berbagai pihak semoga dapat memyempurnakan kekurangan yang ada, sehingga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca. Bogor, Juli 2009 ROBIATUH SAMSIAH i

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Cangkang Telur Mineral Tulang Mineral Apatit Hidroksiapatit Kitosan Biopolimer ApatitKitosan XRD FTIR SEM Uji Mekanik BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Metode Penelitian Kontrol Insitu Eksitu Karakterisasi dengan XRD Karakterisasi dengan FTIR Karakterisasi dengan SEM Karakterisasi dengan Uji Mekanik HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Difraksi SinarX Sampel FTIR sampel Morfologi dan EDXA sampel Kekerasan sampel Massa biokomposit Pembahasan ii

8 Analisis hasil XRD Analisis hasil FTIR Analisis morfologi dan EDXA Analisis uji kekerasan Vickers Analisis massa biokomposit KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

9 DAFTAR GAMBAR 1. Skema struktur kristal hidroksiapatit Formasi Kitosan dari Kitin Struktur Kitin dan Kitosan Skema kerja difraksi sinarx Skema Difraksi SinarX berdasarkan hukum Bragg Skema kerja Fourier Transform Infrared Spectrometry (FTIR) Skema kerja dari SEM (Scanning Electron Microscopy) Skema Uji Vickers Pola XRD Kitosan Murni Pola XRD A1 (Kontrol 1) Pola XRD A2 (Kontrol 2) Pola XRD B1 (Insitu 1) Pola XRD B2 (Insitu 2) Pola XRD C1 (Eksitu 1) Pola XRD C2 (Eksitu 2) Pola FTIR Kitosan murni Pola FTIR Kontrol 1 (A1) Pola FTIR Kontrol 2 (A2) Pola FTIR Insitu 1 (B1) Pola FTIR Insitu 2 (B2) Pola FTIR Eksitu 1 (C1) Pola FTIR Eksitu 2 (C2) Morfologi Sampel Kontrol Morfologi Kitosan murni Morfologi Sampel Insitu Morfologi Sampel Eksitu iv

10 DAFTAR TABEL 1. Kandungan unsur mineral dalam tulang Kode Sampel Derajat kristalinitas sampel Ukuran kristal sampel Parameter kisi sampel Pola pita absorpsi sampel hasil FTIR Derajat belah spektra FTIR Rasio Molaritas Ca/P Sampel Nilai kekerasan sampel v

11 DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram Alir Penelitian Komposisi Bahan yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel Proses Pembuatan Sampel Metode Presipitasi Sampel Data JCPDS (a) HAp, (b) AKA, (c) AKB, (d) OKF Probabilitas Fasa Sampel Perhitungan Parameter Kisi Sampel Perhitungan Ukuran Kristal Sampel Komposisi UnsurUnsur dalam Sampel Hasil Karakterisasi EDXA vi

12 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Biomaterial didefinisikan sebagai bahan inert yang diimplantasikan ke dalam sistem hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan hidup dan organ [1]. Perkembangan teknologi biomaterial telah diperkenalkan sejak awal tahun 1900an yakni dalam implantasi plat tulang untuk menstabilkan tulang dan mempercepat penyembuhan. Biomaterial diartikan juga sebagai suatu material baik bersifat alami maupun buatan (sintetis) yang digunakan dalam sistem biologi dengan tujuan untuk memperbaiki (repair), memulihkan (restore) atau mengganti (replace) jaringan yang rusak atau sebagai interface dengan lingkungan fisiologis [2]. Di Indonesia, kebutuhan akan biomaterial dalam bidang medis untuk berbagai keperluan terus meningkat. Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya berbagai kasus penyakit yang memerlukan adanya graft tulang seperti penyakit kanker tulang, penyakit periodontitis, trauma pada mata, patah tulang, dan lainlain. Selain itu, berbagai bencana alam, kecelakaan kerja serta meningkatnya kasus ledakan bom menimbulkan luka bakar yang serius pada korban, semua ini memerlukan penanganan yang komprehensif serta memerlukan pembalut luka dalam jumlah cukup. Selain itu produk biomaterial yang ada di Indonesia merupakan produk impor dengan harga yang sangat mahal. Menurut laporan yang diterbitkan pada tahun 1995 oleh Institut Material London mengasumsikan pasar dunia untuk biomaterial sekitar $12 miliar per tahun [3] Untuk menangani kerusakan pada tulang, maka dibutuhkan suatu material yang tepat untuk implantasi tulang. Pemilihan biomaterial yang tepat sangat diperlukan dalam proses implantasi. Tentunya biomaterial yang dipilih adalah yang mudah diperoleh, biokompatibel atau sesuai dengan jaringan keras dalam komposisi dan morfologi, bioaktif dan tidak toksik [4]. Adanya keterbatasan dalam setiap material, memicu perkembangan riset di bidang biomaterial. Hingga saat ini studi mengenai biomaterial terus berkembang, terutama material hidroksiapatit (HAp) yang merupakan senyawa mineral dan anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 sebagai tulang sintesis. HAp memiliki beberapa sifat yang menonjol yakni berpori, terserap ulang (reasorpsi), bioaktif, tidak korosi, inert dan tahan aus, namun HAp juga memiliki beberapa sifat yang kurang baik yakni getas dan mudah patah. Sifat tersebut memberikan kendala dalam proses desain. HAp sintetik yang akan diaplikasikan dalam bidang medis harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh penerima (biokompatibel) dan mempunyai karakter yang dapat menyatu dengan tulang manusia atau matriksnya (bioaktif). Studi yang dilakukan tidak hanya upaya untuk memperbaiki kekurangan dari sifat HAp sendiri namun dilakukan juga pemilihan starting material dalam pembuatan kalsium fosfat yang paling ekonomis. Cangkang telur mengandung sebagian besar kalsium karbonat. Kalsium dari cangkang telur dapat digunakan sebagai starting material dalam pembuatan kalsium fosfat. Maka limbah cangkang telur menjadi pilihan yang paling ekonomis saat ini. Pendekatan terhadap karakter alamiah tulang membutuhkan adanya modifikasi mineral apatit sehingga membentuk suatu komposit. Modifikasi ini untuk mengoptimalkan sifat mekanik dan proses remodeling tulang. Lebih lanjut lagi penggunaan matriks diharapkan mampu mempercepat proses mineralisasi apatit dalam tubuh. Sebagai pendekatan pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan matriks polimer. Matriks polimer yang digunakan dalam pembuatan komposit harus bersifat bioaktif, biodegradabel, biokompatibel dan tidak toksik. Matriks polimer dari bahan alami yakni kitosan diharapkan mampu meningkatkan bioaktivitas, biokompatibel dan sifat mekanik komposit. Sifat getas dan mudah patah dari HAp diharapkan dapat dihilangkan dengan penggunaan kitosan sebagai biopolimer. Modifikasi dilakukan dengan presipitasi prekursor secara insitu dan eksitu. Penggunaan metode presipitasi diharapkan dapat menghasilkan biokompoit apatitkitosan dalam fasa campuran amorf kristal sehingga memberikan kesempatan adanya konversi menjadi kristal secara alami Kitosan adalah biopolimer alam, berpotensi dalam rekayasa jaringan. Kitosan banyak terdapat di alam salah satunya dari kepiting atau udang. Penggunaan limbah cangkang telur dan kitosan memiliki nilai yang sangat ekonomis, karena kedua bahan ini merupakan limbah yang tidak digunakan namun masih dapat dimanfaatkan dan jumlahnya pun sangat melimpah. Dalam penelitian berbasis bahan alam yakni limbah cangkang telur dan kitosan ini

13 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan biokomposit apatitkitosan yang memiliki karakteristik sifat mekanik yang lebih baik dalam hal ini sifat getas dan mudah patah dari apatit dapat dihilangkan dengan penambahan biopolimer kitosan. Sifat getas yang hilang memperlihatkan nilai kristalinitasnya yang lebih rendah. Karakterisasi yang dilakukan pada sampel biokomposit apatitkitosan yaitu XRay Diffraction (XRD), Fourier Transforn Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Uji Mekanik (Vickers Test) Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai guna limbah cangkang telur dan limbah kulit udang/kepiting. Pemanfaatan limbah ini diharapkan pula dapat menekan biaya produksi dan nantinya memberikan kemudahan bagi masyarakat melalui penyediaan biomaterial dengan harga yang relatif terjangkau Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2008 Mei 2009 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB. Karakterisasi sampel dilakukan di PTBIN BATAN Serpong, Litbang Kehutanan Bogor, Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB dan PPGL Bandung. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur Kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesa mineral apatit banyak terdapat pada kulit telur ayam berupa kalsium karbonat (CaCO 3 ) sebesar 90.9%.[5] Komposisi utama cangkang telur adalah kalsit, yaitu bentuk kristalin dari kalsium karbonat (CaCO 3 ). Bobot ratarata sebuah cangkang telur sekitar 5 g dan 40 persennya adalah kalsium. Sebagian besar kalsium dalam cangkang telur mengendap dalam kurun waktu 16 jam. Tidak ada ayam yang dapat mengkonsumsi kalsium begitu cepat untuk memenuhi tuntutan ini. Sebagai gantinya, kalsium dipasok oleh massamassa tulang khusus yang terdapat pada tulang ayam, yang mengumpulkan cadangan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan cangkang. [6] Telur berada di dalam uterus (kelenjar cangkang) dalam periode waktu yang paling lama. Cangkang telur dibentuk di sini. Ini merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu sekitar 20 jam. Cangkang tersusun hampir seluruhnya oleh timbunan kalsium karbonat dalam suatu matriks protein dan mukopolisakarida. Lapisan terakhir atau penutup cangkang dikenal sebagai kutikel (cuticle), suatu material organik yang melindungi telur dari serangan bakteri yang berbahaya dan berperan sebagai pelindung telur untuk mengurangi penguapan air. Sumber utama kalsium karbonat pada pembentukan cangkang adalah ion karbonat dalam darah. Bikarbonat dibentuk dari percampuran karbon dioksida dan air dengan bantuan enzim karbonikanhidrase. Saat ayam betina terengahengah karena udara yang panas, ayam itu sebenarnya meningkatkan penguapan air melalui saluran pernapasan. Hal ini menyebabkan berkurangnya karbon dioksida dan ion bikarbonat dalam darah. Keadaan inilah yang diduga menjadi alasan mengapa muncul telurtelur yang bercangkang tipis yang dihasilkan pada cuaca yang sangat panas.[7] Penelitian sebelumnya melakukan analisis cangkang telur dengan FTIR dan AAS. Hasil identifikasi dengan menggunakan FTIR menunjukkan kalsinasi cangkang telur pada C dengan penahanan 5 jam memiliki transmitansi gugus CO 3 yang lebih tinggi yang menandakan rendahnya kandungan CO 3. Kadar Ca dari cangkang telur dari hasil kalsinasi diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer (AAS) Mineral Tulang Tulang memiliki struktur yang terdiri dari substansi organik sebesar 30% anorganik (55%) dan air (15%) [8]. Kombinasi ini mendukung dua fungsi utama tulang yakni memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang sebagai penyangga tubuh dan pendukung gerakan serta merupakan tempat cadangan mineral dan berkaitan dengan metabolisme tubuh yang disimpan atau dikeluarkan setiap kali diperlukan tubuh.

14 3 Tabel 1 Kandungan unsur mineral dalam tulang [8]. Unsur Kadungan (%berat) Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0,2 C 1,6 Unsur lain 47, Mineral Apatit Mineral apatit memiliki rumus kimia M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur pada bagian M,Z,dan X dapat digantikan dengan unsurunsur lain, yakni sebagai berikut : M = Ca, Se, Ba, Cd, Pb, dll; Z = P, V, As, S, Si, Ge, dll; X = F, Cl, OH, O, Br, CO 3, dll Kristal apatit mengandung banyak karbon dalam bentuk karbonat Karbonat dalam tubuh dapat mensubtitusi formula hidroksiapatit dengan menempati dua posisi yakni menggantikan posisi OH yang disebut sebagai apatit karbonat tipe A yang terbentuk pada suhu tinggi. Karbonat menggantikan 3 posisi PO 4 disebut apatit karbonat tipe B yang dapat dibentuk pada suhu rendah Hidroksiapatit Hidroksiapatit merupakan senyawa mineral dari anggota kelompok mineral apatit dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 dan mempunyai struktur heksagonal dengan parameter kisi a= 9.443, dan c = serta rasio Ca/P sekitar 1.67 [8]. o o 2.5. Kitosan Kitosan merupakan salah satu polimer alami yang digunakan secara luas dalam penelitian rekayasa jaringan. Kitosan dapat diperoleh dengan deacetylating secara parsial dari kitin yang dapat diekstrak dari binatang berkulit keras. Kitosan merupakan polisakarida yang terdiri dari glucosamine dan Nacetyl glucosamine yang dihubungkan dengan sebuah ikatan 14 glucosidic. Kitosan bersifat biokompatibel dan dapat didegradasi oleh enzim dalam tubuh manusia dan hasil degradasinya tidak beracun [10]. Kitosan telah banyak dipelajari dalam berbagai bidang biomedis seperti rekayasa jaringan untuk tulang, pembuluh darah, dan syaraf. Akan tetapi kitosan bukan material ideal untuk rekayasa jaringan, sifat bioaktif kitosan perlu dimanfaatkan untuk teknik khusus seperti halnya polimer. Untuk meningkatkan sifat bioaktif dalam kitosan biasanya dikombinasikan dengan material bioaktif lainnya. Sebagai sebuah komponen inorganik utama dari tulang alami hidroksiapatit adalah material biomimetic yang memiliki sifat biokompatibel dan bioaktif yang baik dalam teknik jaringan. Namun kerapuhannya membuat sulit untuk dibentuk atau didesain[11]. Kombinasi kedua material ini yakni HAp dan kitosan diharapkan mampu menghasilkan material dengan sifat gabungan yang lebih baik. Gambar 2 Formasi Kitosan dari Kitin [9] Gambar 1 Skema struktur kristal hidroksiapatit Gambar 3 Struktur Kitin dan Kitosan [9]

15 Biokomposit HAp Kitosan Material komposit adalah kombinasi dua atau lebih fasa material, baik secara makro atau mikro yang berbeda bentuk atau komposisi kimianya untuk memperoleh kesetimbangan sifat yang digunakan dalam aplikasi yang luas. Secara umum pengembangan teknologi komposit adalah untuk meningkatkan efisiensi struktur dan karakteristik sifat material yang signifikan, seperti untuk aplikasi material yang ringan tetapi sangat kuat. [12]. Keramik, polimer, metal dan material komposit, dengan semua keuntungan dan kekurangan yang dimilikinya, dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tulang. Polimer memiliki kekuatan mekanik yang rendah dibandingkan dengan tulang, logam memiliki kekuatan mekanik yang besar namun sangat korosif, keramik rapuh dan kekarasannya rendah jadi mudah patah. Pendekatan yang paling baik adalah ketika memproduksi kesemua sifat dari polimer, keramik dan logam membentuk material komposit.[9] Komposit alam yang dibentuk dari sebagian besar keramik (HAp) dan polimer (kolagen), dengan tingkat mikrostruktur yang kompleks memungkinkan untuk ditiru sehingga memberikan sifat mekanik pada tulang yang tinggi. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mensubstitusi tulang dari material komposit yang dibentuk dari HAp dan polimer. HAp memiliki sifat yang sangat baik seperti bioaktif, biokompatibel, tidak beracun (nontoxic) dan osteokonduktif namun memiliki kekerasan rendah (rapuh). Kitosan yang merupakan bentuk deacetil dari kitin adalah polimer alam yang melimpah dan banyak ditemukan dalam crustacea. Kitosan memiliki sifat bikompatibel dan bioresorbabel, tidak beracun (nontoxic) dan sangat mudah larut dalam cairan asam. Beberapa studi pada komposit HApKitosan yang secara parsial biodegradabel menjadi sebuah keuntungan. Ketika matrik polimer diserap kembali, tulang baru dapat tumbuh disekitar partikel HAp. [9] 2.7. XRay Diffraction (XRD) XRay diffraction (XRD) merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas. Difraksi sinarx oleh atomatom yang tersusun di dalam kristal akan menghasilkan pola yang berbeda tergantung pada konfigurasi yang di bentuk oleh atomatom dalam kristal. Elektron yang dipancarkan dengan tegangan tinggi menumbuk target (Cu, Cr, Fe, Co, Mo, dan W). Energi kinetik elektron yang menumbuk target berubah menjadi panas dan sinarx. Dalam peristiwa ini, sinarx yang dipancarkan terdistribusi secara tidak kontinu dengan yang berbeda Tumbukan yang terjadi antara elektron yang dipercepat dengan atom target bersifat inelastik. Jika energi elektron yang datang memiliki energi yang cukup maka akan memantulkan elektron pada kulit K, sehingga atom dalam keadaan tereksitasi dan diisi oleh elektron dari kulit L atau M. Proses transisi ini diikuti pelepasan energi berupa radiasi sinarx dengan panjang gelombang tertentu yang dikenal sebagai berkas sinarx karakterisasi K dan K. SinarX ditumbukkan pada material sehingga terjadi interaksi dengan elektron dalam atom. Ketika foton sinarx bertumbukan dengan elektron, beberapa foton hasil tumbukan akan mengalami pembelokkan dari arah datang awal. Jika panjang gelombang hamburan sinarx tidak berubah dinamakan hamburan elastik (hamburan Thompson) dan terjadi transfer momentum dalam proses hamburan. SinarX ini yang digunakan untuk pengukuran sebagai hamburan sinarx yang membawa informasi distribusi elektron dalam material. Gelombang yang terdifraksi dari atomatom berbeda dapat saling mengganggu dan distribusi intensitas resultannya termodalasi kuat oleh interaksi ini. Syarat terjadinya difraksi harus memenuhi hukum Bragg 2dsin n. Jika atomatom tersusun periodik dalam kristal, gelombang terdifraksi akan terdiri dari interferensi maksimum tajam (peak) yang simetri, peak yang terjadi berhubungan dengan jarak antar atom. Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinarx yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang saat melewati kisi kristal dengan sudut melewati kisi kristal dengan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperleh dari metode karakterisasi XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) versus intensitas. Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi tergantung pada lebar celah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi, sedangkan intensitas cahaya difraksi bergantung pada berapa banyak kisi kristal yang memiliki orientasi yang sama. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas dan fasa yang terdapat dalam suatu sampel [13].

16 5 Gambar 4 Skema kerja dari difraksi sinar x [ er/java/interference/index.html(14 Maret 2009)] Gambar 5 Skema Difraksi Sinar x berdasarkan hukum Bragg [ edu/projectjava/bragg/(14 Maret 2009)] XRD dapat memberikan informasi secara umum baik secara kuantitatif maupun kualitatif tentang komposisi fasafasa dalam kristal. Ada tiga informasi yang perlu diperhatikan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi fasafasa dalam suatu bahan yakni posisi sudut difraksi maksimum, intensitas puncak dan distribusi intensitas sebagai fungsi dari sudut difraksi. Setiap bahan memiliki pola difraksi yang khas seperti sidik jari manusia Fourier Transform Infra Red (FTIR) Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks dalam senyawa kalsium fosfat, namun tidak dapat mengidentifikasi unsurunsur penyusunnya. Spektroskopi inframerah memanfaatkan energi vibrasi dari gugus penyusun senyawa hidroksiapatit yakni gugus PO 3 4, gugus CO 2 3, gugus OH. Ada dua jenis energi vibrasi yaitu vibrasi bending dan vibrasi stretching. Vibrasi bending yaitu pergerakan atom yang menyebabkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan atom atau pergerakan dari seluruh atom terhadap atom lainnya.. Sedangkan vibrasi stretching adalah pergerakan atom yang teratur sepanjang sumbu ikatan antara dua atom sehingga jarak antara dua atom 3 dapat bertambah atau berkurang. Gugus PO 4 memiliki 4 modus vibrasi yaitu : 1. Vibrasi stretching simetri (ν 1 ) dengan bilangan gelombang sekitar 956cm 1 2. Vibrasi bending simetri (ν 2 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm 1 3. Vibrasi stretching asimetri (ν 3 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm 1 4. Vibrasi bending asimetri (ν 4 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm 1 Analisis FTIR memberikan informasi tentang struktur kimia pada komposit, kehadiran fase kitosan dan keramik memberikan informasi ikatan polimer pada struktur komposit serta kemungkinan ikatan yang disebabkan larutan. Spektra infra merah berada pada range cm 1 Puncak milik fosfat dapat dilihat pada bilangan gelombang 474, 572, 601, 972, 1040 dan 1100 cm 1 [14,15] Puncak fosfat pada 572 dan 601 berkaitan dengan fosfat bending, puncak pada 972,1040 dan 1100 cm 1 merupakan fosfat stretching[16]. Puncak pada 633 dan 3570 cm 1 menunjukkan vibrasi dari OH. Luas puncak pada 3500 cm 1 dan puncak pada 1660 cm 1 menunjukkan penyerapan air [15,17]. Ikatan karbonat teramati pada 870 dan 1430 cm 1 [17] Kitosan murni ditunjukkan pada puncak 1255 dan 1040 cm 1 menunjukkan amino primer yang bebas (NH 2 ) pada posisi C 2 dari glucoseamine, kelompok utama pada kitosan [18,16] Puncak pada 1380, 1420, 2870 dan 2920 cm _1 berkaitan dengan CH [16,19]. Ikatan pada 280 dan 2920 adalah aliphatic CH stretching [18]. Ada sebuah penyerapan ikatan amida pada 1565 cm 1 [20] cm 1 berkaitan dengan C=O [16] Puncak pada 3420 cm 1 menunjukkan OH stretching [18]. Ada sebuah amino asetil pada puncak 1650 cm 1 yang diindikasikan sebagai kitosan tidak mengalami deacetylated secara penuh.[18] Spektra inframerah kitosan murni menginformasikan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3433,45 cm 1. Pita serapan yang lebar dan kuat pada

17 6 Gambar 6. Skema kerja Fourier Transform Infrared Spectrometry (FTIR) [21] daerah cm 1 tersebut tumpang tindih dengan gugus NH amina. Pita serapan utama lainnya antara cm 1 menunjukkan gugus amino bebas primer (NH 2 ), suatu gugus utama dalam kitosan [18] serta mengindikasikan vibrasi regang CO dari gugus alkohol. Serapan pada bilangan gelombang 2921,18 cm 1 mengindikasikan vibrasi regang CH 2 dari gugus CH. Pita serapan antara cm 1 menunjukkan vibrasi bending NH dari gugus amina yang merupakan serapan khas kitosan. Selain itu, serapan dengan intensitas medium pada bilangan gelombang 1379,61 dan 1454,37cm 1 merupakan vibrasi bending CH 3 dari gugus CH Scanning Electron Microscopy (SEM) SEM digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsipnya adalah sifat gelombang dari elektron yakni difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan (karena sifat listriknya). Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, namun memiliki perangkat yang berbeda. Pertama berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh magnet yang didesain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi elektron biasanya 100 kev yang menghasilkan panjang gelombang kirakira 0.04 nm. Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau dihamburkan terlalu banyak. Bayangan akhir diproyeksikan ke dalam layar pendar atau film. Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lensa magnetik membatasi resolusi hingga sepersepuluh nanometer. Gambar 7 Skema kerja dari SEM (Scanning Electron Microscopy) Uji Mekanik (Vickers Test) Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu benda sebagai alat uji). Uji kekerasan (Vickers Test) telah dibangun di Inggris sejak tahun 1925 dan secara umum dikenal sebagai Diamond Pyramid Hardness (DPH). Uji Vickers memiliki dua range gaya beban yang berbeda yakni mikro (10g 1000g) dan makro (1kg 100kg) untuk menyelesaikan semua persyaratan uji. [ test (18 Februari 2009)] Vickers test ini digunakan untuk uji kekerasan mikro yaitu daerah kecil dari spesimen dan uji bahan getas (keramik) Uji kekerasan (Vickers Test) menggunakan sebuah squarebased pyramid diamond indenter (piramid intan) dengan sudut diantara permukaan yang berlawanan pada puncak, yang mendapatkan tekanan pada bagian permukaan dari bagian yang di uji menggunakan gaya (F) yang telah ditentukan. Waktu untuk penggunaan gaya awal adalah 2 8 detik dan gaya untuk pengujian dilakukan selama 1015 detik. Setelah gaya dilepaskan, panjang diagonal dari lekukan diukur dan

18 7 Tahap kedua dilakukan sintesa biokomposit dengan melakukan presipitasi biokomposit apatitkitosan dengan metode insitu dan eksitu. Untuk pembanding maka dibuat apatit tanpa kitosan (kontrol). Masingmasing sampel dibuat sebanyak dua kali ulangan. Masingmasing sampel diberi kode seperti terdapat pada Tabel 2. Gambar 8 Skema dari uji vickers [ test (18 Februari 2009)] dihitung rataratanya secara aritmatik, luas daerah hasil jejak dari uji ini adalah d. Hasil tes berupa lekukan dapat diperiksa dengan mikroskop. Nomor kekerasan Vickers diberikan dengan persamaan : VHN 1854,4 P 2 d Keterangan : VHN : Vckers Hardness Number (HV) P : Beban yang diterapkan (gf) d : Diagonal ratarata bidang piramida hasil dari jejak indentor ( m ) III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu cangkang telur ayam (CaO), (NH 4 ) 2 HPO 4, aquades, aquabides, gas nitrogen, kitosan dan CH 3 COOH 2%, sedangkan alat yang digunakan adalah crusible (cawan keramik), statip, buret, pipet, gelas piala, labu takar, corong, kertas saring, furnace, inkubator, magnetic stirer, hot plate, termometer, sudip dan neraca analitik. Karakterisasi menggunakan XRay Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Uji Mekanik (Vickers) 3.2. Metode Penelitian Sintesis biokomposit apatitkitosan dilakukan dengan dua tahapan yakni : Tahap pertama kalsinasi cangkang telur sebagai prekursor kalsium pada suhu C selama 5 jam [22]. Sebelumnya cangkang telur dibersihkan dari kotoran makro, eliminasi membran cangkang dan pengeringan di udara terbuka Kontrol (A) Apatit diperoleh dengan melarutkan CaO dari cangkang telur yang telah dikalsinasi dalam 50 ml aquabides di dalam gelas piala dilanjutkan dengan penambahan (NH 4 ) 2 HPO 4 yang dilarutkan dalam 50 ml aquabides dilakukan dengan penetesan dari buret. Perhitungan jumlah cangkang telur dan (NH 4 ) 2 HPO 4 berdasarkan hasil dari rasio konsentrasi Ca/P sebesar Kandungan Ca dari cangkang telur mengikuti hasil AAS penelitian sebelumnya sebesar 71.68%. Presipitasi dilakukan pada suasana fisiologis (atmosfer nitrogen dan suhu 37 0 C). Aging sampel selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37 0 C. Presipitat kemudian disaring menggunakan kertas saring. Pengeringan presipitat dilakukan dengan menggunakan inkubator pada suhu 50 0 C selama 45 jam Insitu (B) Seperti dalam pembuatan kontrol namun pada pembuatan sampel insitu CaO yang telah dilarutkan dalam 50 ml aquabides ditambahkan kitosan yang telah dilarutkan menggunakan CH 3 COOH 2%. Banyaknya kitosan yang digunakan melalui perbandingan dengan hasil kontrol yang telah diperoleh sebelumnya sebesar 55:35 (55 hasil apatit dari kontrol, 35 banyaknya kitosan yang digunakan). CH 3 COOH 2% yang di tambahkan sesuai dengan banyaknya kitosan yang akan dilarutkan (Lampiran 2). Selanjutnya dilakukan penambahan (NH 4 ) 2 HPO 4 yang dilarutkan dalam 50 ml aquabides dilakukan dengan penetesan dari buret. Presipitasi dilakukan pada suasana fisiologis (atmosfer nitrogen dan suhu 37 0 C). Aging sampel selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37 0 C. Presipitat kemudian disaring menggunakan sentrifuge karena jika menggunakan kertas saring membutuhkan waktu yang sangat lama. Pengeringan presipitat dilakukan dengan menggunakan inkubator pada suhu 50 0 C selama 45 jam.

19 Eksitu (C) Perlakuan eksitu sama seperti kontrol, yakni melarutkan CaO yang telah dikalsinasi dalam 50 ml aquabides di dalam gelas piala dilanjutkan dengan penambahan (NH 4 ) 2 HPO 4 yang dilarutkan dalam 50 ml aquabides dilakukan dengan penetesan dari buret. Penambahan kitosan yang telah dilarutkan menggunakan CH 3 COOH 2% dilakukan setelah presipitasi selesai sebelum presipitat mengalami proses aging, penetesan kitosan dilakukan dengan menggunakan pipet. Banyaknya kitosan yang digunakan melalui perbandingan dengan hasil kontrol yang telah diperoleh sebelumnya sebesar 55:35 (55 hasil apatit dari kontrol, 35 banyaknya kitosan yang digunakan). CH 3 COOH 2% yang di tambahkan sesuai dengan banyaknya kitosan yang akan dilarutkan (Lampiran 2). Presipitasi dilakukan pada suasana fisiologis (atmosfer nitrogen dan suhu 37 0 C). Aging sampel selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37 0 C. Presipitat kemudian disaring menggunakan sentrifuge karena jika menggunakan kertas saring membutuhkan waktu yang sangat lama. Pengeringan presipitat dilakukan dengan menggunakan inkubator pada suhu 50 0 C selama 45 jam Karakterisasi dengan XRD Alat XRD yang digunakan adalah Shimidzu XRD 7000, sumber target CuKα (λ= Angstrom). Sampel yang akan dikarakterisasi sebelumnya ditumbuk hingga menjadi serbuk, kemudian sekitar 1 gram dimasukkan ke dalam holder yang berukuran 2x2 cm 2 pada difraktometer Karakterisasi dengan FTIR Presipitat yang telah dikeringkan dan ditumbuk menjadi serbuk dikarakterisasi menggunakan spektroskopi FTIR. Dua milligram presipitat dicampur dengan 100 mg KBr, dibuat pellet inframerah (IR) kemudian diuji dengan jangkauan bilangan gelombang cm 1, KBr selalu disertakan pada setiap pengukuran untuk menghilangkan serapan latar belakang Karakterisasi dengan SEM/EDXA sampel Sampel diletakkan plat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapisi dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi diamati menggunakan SEM dengan tegangan 22 kv dan perbesaran 5000x, x dan x. Karakterisasi dengan Energy Dispersive XRay Analysis (EDXA) merupakan seperangkat dengan SEM Karakterisasi dengan Uji Mekanik Pengukuran tingkat kekerasan sampel dengan menggunakan perangkat uji Vickers. Alat yang digunakan Shimadzu Micro hardness Tester tipe M, Shimadzu Corporation KytoJepang. Sampel yang telah dikeringkan dimolding dengan menggunakan epoxy resin dan hardener Setelah sampel keras kemudian dilakukan pemolesan dengan menggunakan ampelas ukuran 200 hingga permukaan sampel rata. Sampel siap dikarakterisasi. Tabel 2 Kode Sampel Kode Sampel Keterangan Komposisi Penambahan Kitosan A1 Kontrol 1 Cangkang telur + (NH 4 ) 2 HPO 4 A2 Kontrol 2 Cangkang telur + (NH 4 ) 2 HPO 4 B1 Insitu 1 Cangkang Sebelum telur + presipitasi (NH 4 ) 2 HPO 4 B2 Insitu 2 Cangkang telur + (NH 4 ) 2 HPO 4 C1 Eksitu 1 Cangkang telur + (NH 4 ) 2 HPO 4 C2 Eksitu 2 Cangkang telur + (NH 4 ) 2 HPO 4 Sebelum presipitasi Setelah presipitasi Setelah presipitasi

20 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL Difraksi SinarX Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter kisi kristal dan ukuran kristal sampel. Pola yang didapat dibandingkan dengan data JCPDS 9432 (HAp), JCPDS (AKA), JCPDS (AKB) dan JCPDS (OKF). Berikut adalah pola hasil analisa XRD masingmasing sampel Gambar 12 Pola XRD Insitu 1 (B1) Gambar 9 Pola XRD Kitosan Murni Gambar 13 Pola XRD Insitu 2 (B2) Gambar 10 Pola XRD Kontrol 1 (A1) Gambar 14 Pola XRD Eksitu 1 (C1) Gambar 11 Pola XRD Kontrol 2 (A2) Gambar 15 Pola XRD Eksitu 2 (C2)

21 10 Gambar 9 memperlihatkan pola XRD kitosan murni yang menunjukkan adanya beberapa sudut dengan intensitas cukup tinggi yaitu pada 2θ = dan Gambar 10 memperlihatkan pola XRD dari kontrol ulangan pertama (A1), puncak tertinggi dimiliki oleh HAp yakni pada sudut 2θ = Sampel A2 pada sudut 2θ = (Gambar 11), B1 pada sudut 2θ = (Gambar 12), B2 pada sudut 2θ = (Gambar 13), C1 pada sudut 2θ = (Gambar 14) dan sampel C2 pada sudut 2θ = (Gambar 15). Mayoritas puncak yang teridentifikasi dari keenam sampel adalah milik HAp, meskipun mineral apatit masih muncul pada puncakpuncak tertentu, seperti pada sampel C1 puncak tertinggi tidak hanya dimiliki oleh HAp tapi juga milik AKB (Gambar 14). Sampel apatitkitosan yang diperoleh dengan metode insitu dan eksitu, pola XRD yang dihasilkan memperlihatkan bahwa telah muncul puncak milik kitosan di beberapa sudut, namun intensitasnya lebih rendah dibandingkan pada kitosan murni. Sampel B1 pada sudut 2θ = dan , B2 pada sudut 2θ = , C1 pada sudut 2θ = yang merupakan puncak bersama dengan OKF dan pada merupakan puncak bersama dengan HAp. Sampel C2 pada sudut 2θ = merupakan puncak bersama dengan OKF dan pada sudut Tabel 3 memperlihatkan derajat kristalinitas sampel yang diperoleh langsung dengan program dari alat karakterisasi XRD. Derajat kristalinitas kontrol dengan 2 kali ulangan (A1 dan A2) memiliki nilai 85.20% dan 80.15%. Kedua sampel ini memiliki derajat krisatinitas yang paling tinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Sampel insitu memiliki derajat kritalinitas sebesar B1 = 55.28% dan B2 = 56.87%. Sedangkan untuk sampel eksitu memiliki derajat krisalinitas sebesar C1 = 75.49% dan C2 = 77.58%. Sampel B1 dan B2 memiliki derajat yang paling rendah dibandingkan sampel kontrol dan eksitu. Tabel 4 memperlihatkan hasil perhitungan ukuran kristal. Ukuran kristal dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer pada bidang 002 k D Cos dengan β merupakan FWHM (Full width at half maximum) dari garis difraksi skala 2θ pada bidang 002, λ merupakan panjang gelombang yang digunakan pada alat XRD (nilainya adalah nm) dan k adalah konstanta untuk material biologi (nilainya sebesar 0.94)[23]. Ukuran kristal sampel dengan dua kali pengulangan berkisar sekitar 2529 nm. Perhitungan ukuran kristal dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 5 memperlihatkan hasil perhitungan parameter kisi. Perhitungan parameter kisi dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai parameter kisi keenam sampel menunjukkan bahwa keenam sampel tersebut adalah HAp dengan tingkat akurasi nilai a dan c rata rata mencapai 99 %. Tabel 3 Derajat kristalinitas sampel Kode Sampel Kristalinitas (%) A A B B C C Tabel 4 Ukuran kristal sampel Kode Sampel β/2 (deg) β/2 (rad) D 002 (nm) A A B B C C Tabel 5 Parameter kisi sampel Kode Parameter Kisi Sampel a (Å) Akurasi % c (Å) Akurasi % A A B B C C

22 FTIR (Fourier Transform Infrared ) Sampel Analisis FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam sampel. Spektrum transmitansi IR keenam sampel diperlihatkan pada Gambar Tabel 6 memperlihatkan bilangan gelombang gugusgugus fungsi yang dimiliki oleh keenam sampel. Sampel A1 memiliki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3434 cm 1 dan 1641 cm 1, gugus PO 4 stretching pada bilangan gelombang sekitar cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus CO 3 (ν 2 ) pada bilangan gelombang 874 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada cm 1. Sampel A2 memiliki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3431 cm 1 dan 1637 cm 1. gugus PO 4 stretching pada bilangan gelombang sekitar 1035 cm 1, 962 cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus CO 3 (ν 2) pada bilangan gelombang 875 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada cm 1. Sampel B1memilki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3420 cm 1 dan 3171 cm 1 yang bertumpukan dengan gugus fungsi NH milik kitosan sehingga nilai transmitansinya terlihat lebih lebar dan pada bilangan gelombang 1648 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida I milik kitosan, gugus PO 4 stretching pada bilangan gelombang sekitar 1097cm 1 dan 1031 cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus COH pada bilangan gelombang 896 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada 1564 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida II milik kitosan, 1403 dan 1343 cm 1. Sampel B2 memilki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang cm 1 yang bertumpukan dengan gugus fungsi NH milik Tabel 6. Pola pita absorbsi sample hasil FTIR kitosan sehingga nilai transmitansinya terlihat lebih lebar, gugus PO 4 stretching pada bilangan gelombang sekitar 1033 cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus COH pada bilangan gelombang 894 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada 1574 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida II milik kitosan, pada 1424 cm 1, selain itu pada bilangan gelombang 1300 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi miliki CO, gugus fungsi CH muncul pada bilangan gelombang 2930 cm 1. Sampel C1 memilki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang cm 1 yang bertumpukan dengan gugus fungsi NH milik kitosan sehingga nilai transmitansinya terlihat lebih lebar dan pada bilangan gelombang 1640 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida I milik kitosan, gugus PO 4 stretching pada bilangan gelombang 1031 cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus COH pada bilangan gelombang 897 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada 1567 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida II milik kitosan, dan pada cm 1. Sampel C2 memilki gugus fungsi OH pada bilangan gelombang cm 1 yang bertumpukan dengan gugus fungsi NH milik kitosan sehingga nilai transmitansinya terlihat lebih lebar PO 4 stretching pada bilangan gelombang sekitar 1033 cm 1 dan PO 4 bending pada cm 1, gugus COH pada bilangan gelombang 894 cm 1 dan CO 3 (ν 3 ) pada 1574 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida II milik kitosan, 1403 cm 1 selain itu pada bilangan gelombang 1300 cm 1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi miliki CO, gugus fungsi CH muncul pada bilangan gelombang 2929 cm 1. Kode sampel PO 4 stretching A1 1098;1087; 1075;1051; 1023;963 PO 4 bending 604;566; 471 A2 1035; ;565; 471 B1 1097; ;564; 475 B ;564; 471 C ;563; 475 Pola absorbsi (cm 1 ) CO 3 (υ 2) CO 3 (υ 3) OH COH NH CH Amida I Amida II ;1453; ;1454; ;1403; ;1424; ;1403; 1342; ; ; ;3171; ;3182;3 268; ;3165; ; ; 3182; 3268; ; C ;564; ;1403; ;3308; ; 3308;

23 12 Gambar 16 Pola FTIR Kitosan Murni Gambar 19 Pola FTIR Insitu 1 (B1) Gambar 17 Pola FTIR Kontrol 1 (A1) Gambar 20 Pola FTIR Insitu 2 (B2) Gambar 18 Pola FTIR Kontrol 2 (A2) Gambar 21 Pola FTIR Eksitu 1 (C1)

24 13 Gambar 22 Pola FTIR Eksitu 2 (C2) Gambar 24 Morfologi kitosan murni Tabel 7 Derajat Belah Spektra FTIR pada pita vibrasi PO 4 (ν 4 ) Sampel Sampel Derajat belah A B C A B C Morfologi dan EDXA (EnergyDispersive XRay Analysis ) Sampel Analisis morfologi dilakukan dengan karakterisasi SEM dan untuk melihat kandungan Ca dan P pada sampel dilakukan analisis EDXA. Berikut hasil dari karakterisasi SEM pada sampel (Gambar 23.26) dengan perbesaran 10000x. Tabel 7 memperlihatkan rasio Ca/P dari sampel dengan melihat kandungan Ca dan P dari hasil EDXA. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10. Gambar 25 Morfologi Sampel Insitu (B) Gambar 26 Morfologi Sampel Eksitu (C) Gambar 23 Morfologi Sampel Kontrol (A)

25 14 Tabel 8 Rasio Molaritas Ca/P Sampel Kode Sampel Ca/P Kontrol Insitu Eksitu Kekerasan Sampel Analisis tingkat kekerasan sampel dilakukan dengan uji Vickers. Berikut hasil dari uji tingkat kekerasan sampel. Tabel 8 memperlihatkan hasil dari uji kekerasan sampel. Sampel memiliki tingkat kekerasan masingmasing untuk A1= HV, A2 = HV, B1 = HV, B2 = HV, C1 = HV dan sampel C2 sebesar HV. Hasilnya menunjukkan sampel biokomposit apatit kitosan dengan metode eksitu memilki tingkat kekerasan yang paling besar dibandingkan dengan metode insitu. Secara umum sampel apatit yang telah dikompositkan dengan kitosan memiliki tingkat kekerasasan yang lebih besar dibandingkan dengan sampel tanpa penambahan kitosan (kontrol) Tabel 9 Nilai kekerasan sampel. Kode Sampel Jarak ratarata VHN (HV) A A B B C C VHN ratarata (HV) Massa Biokomposit Lampiran 2 memperlihatkan massa biokomposit apatitkitosan merupakan massa gabungan bahan yakni CaO, (NH 4 ) 2 HPO 4 dan kitosan. Hasilnya memperlihatkan bahwa massa gabungan yang diperoleh dari hasil perhitungan lebih besar dibandingkan massa hasil eksperimennya. Begitupun pada sampel kontrol massa eksperimen lebih kecil hingga separuhnya dibandingkan massa gabungan antara CaO dan (NH 4 ) 2 HPO PEMBAHASAN Analisis XRD Hasil dari pola XRD sampel dengan dua kali pengulangan tidak berbeda nyata, peak tertinggi dari semua sampel merupakan milik HAp, walaupun masih muncul peak peak milik mineral apatit yang lainnya namun mayoritas peak sampel merupakan milik dari HAp. Artinya dalam semua sampel telah terbentuk apatit. Peak kitosan yang muncul pada sampel biokomposit apatitkitosan intensitasnya sangat rendah. Intensitas peak kitosan yang rendah pada sampel setelah dikompositkan dengan apatiti disebabkan struktur kitosan yang lebih amorf dibandingkan kristal apatit. Apatit telah mengisi matrik kitosan, apatitkitosan telah menyebar seragam pada sampel sehingga intensitas kitosan yang terdeteksi menjadi lebih rendah. Munclnya puncak kitosan menunjukan bahwa penambahan kitosan sebagai matrik untuk kalsium fosfat telah berhasil Derajat kristalinitas adalah besaran yang menyatakan banyaknya kandungan kristal dalam suatu material dengan membandingkan luasan kurva kristal dengan penjumlahan luasan kristal dan amorf. Pola XRD yang terbentuk pada sampel B dan C memperlihatkan intensitas sampel secara keseluruhan naik dibandingkan sampel A, yang menunjukan sampel semakin amorf, hal ini dikarenakan kitosan menyebar seragam di dalam biokomposit. Tingkat kristalinitas yang diperoleh dari pola XRD tersebut pun menunjukan bahwa penambahan kitosan sebagai matriks mengakibatkan tingkat kristalinitas biokomposit apatitkitosan menurun dibandingkan dengan dalam bentuk apatit saja. Sampel insitu memiliki tingkat kristalinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan metode eksitu. Hal ini bisa terjadi karena kitosan yang menyebar pada

26 15 permukaan biokomposit lebih banyak jadi sampel bersifat lebih amorf. Penurunan tingkat kristalinitas biokomposit dibandingkan tingkat kristalinitas apatitnya mengindikasikan bahwa penambahan kitosan pada apatit sudah membentuk ikatan antara apatit dengan kitosan sebagai matriknya Ukuran kristal dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer (Lampiran 9). Ukuran kristal berbanding terbalik dengan harga FWHM. Semakin kecil nilai FWHM menunjukkan ukuran kristal yang semakin besar. Ukuran kristal dihitung pada bidang 002 karena karakteristik kehadiran HAp pada sampel ditandai dengan munculnya bidang 002 [24] Tabel 4 memperlihatkan bahwa ukuran kristal pada sampel ukuran kristalnya tidak berbeda secara signifikan ketika kitosan dikompositkan dengan apatit. Karena kitosan tidak mempengaruhi ukuran sampel apatit, kitosan berguna untuk mengikat apatit terlihat dari karakterisasi SEM biokomposit telah berbentuk granula. Parameter kisi dapat dihitung dengan menggunakan jarak antar bidang pada geometri kristal heksagonal. Perhitungan parameter kisi dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil perhitungan parameter kisi a dan c dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa parameter kisi berada pada kisaran nilai parameter HAp, sehingga dapat dikatakan bahwa fasa yang terbentuk adalah hidroksiapatit. Penambahan kitosan mempengaruhi nilai a dan c dari sampel. Hal ini akibat pengaruh gugus CO milik kitosan yang akan mengubah posisi HAp karena menggantikan gugus CO 3 dan atau OH, sehingga nilai c maupun a bisa bertambah atau berkurang Analisis FTIR Data hasil XRD didukung oleh data spektroskopi FTIR. Spektroskopi FTIR mengidentifikasikan gugus fungsi dalam sampel. Gugus gugus fungsi yang teridentifikasi dari sampel dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis hasil FTIR memperlihatkan telah terbentuknya apatit pada sampel A,B dan C dengan munculnya gugus fungsi PO 4, OH dan CO 3. Gugus fungsi NH, CH dan amida I dan amida II yang merupakan karakteritik dari kitosan, ternyata muncul pada sampel B dan C, artinya pada sampel B dan C telah terbentuk biokomposit apatitkitosan. Sampel dengan dua kali ulangan ternyata menghasilkan perbedaan gugus fungsi karakteristik kitosan yang muncul, pada sampel B1 dan C1 (ulangan pertama) muncul gugus fungsi amida II tapi tidak muncul gugus fungsi CH, sedangkan pada sampel B2 dan C2 muncul gugus fungsi CH namun gugus fungsi amida I tidak lagi muncul. Pada sampel ini pun terlihat terjadi tumpang tindih (overlapping) dibeberapa panjang gelombang seperti gugus fungsi N H yang tumpang tindih dengan gugus fungsi OH. Terjadi overlapping pada beberapa bilangan panjang gelombang yang dimiliki kitosan dan apatit menunjukkan telah terjadi ikatan antara biopolimer kitosan dengan keramiknya yakni HAp. Teridentifikasinya gugus fungsi NH dan CH, amida I dan amida II pada sampel B1, B2, C1 dan C2, membuktikan bahwa telah berikatannya kitosan dengan kalsium fosfat. Artinya biokomposit apatitkitosan telah berhasil terbentuk. Metode insitu dan eksitu yang dilakukan tidak memperlihatkan hasil yang berbeda secara signifikan, gugus fungsi yang muncul di kedua metode yang digunakan sama, hanya yang berbeda nilai transmitansi dan bilangan gelombangnya. Penurunan derajat kristalinitas pada spektra FTIR dapat diidentifikasi dari derajat belah pada pita vibrasi ν 4 PO 4 (Tabel 7). Semakin tinggi derajat belah pada pita tersebut menunjukkan bahwa kristalinitas meningkat. Derajat belah sampel mengalami penurunan setelah dilakukan penambahan kitosan yang paling banyak penurunnya pada sampel insitu (B1 dan B2). Hal ini menguatkan hasil derajat kristalinitas yang ditunjukkan dari karakterisasi XRD. Sampel biokomposit apatitkitosan dengan menggunakan metode insitu memiliki nilai derajat kristalinitas yang paling rendah. Faktanya menunjukkkan bahwa penambahan kitosan menurunkan derajat kristalinitas biokomposit Analisis SEM dan EDXA Permukaan halus pada kitosan murni berangsurangsur mulai terganggu dengan bergabungnya apatit (HAp) sehingga menghasilkan permukaan yang lebih kasar dari sebelumnya. Partikel HAp telah tumbuh dengan baik dalam matriks kitosan [9]. Partikel HAp dalam komposit menyebar seragam, dapat terlihat melalui matriks kitosan yang telah saling berhubungan antar sel. Bentuk poripori terlihat berubah dibandingkan sampel HAp sendiri, dalam

27 16 sampel kitosan murni poripori lebih datar dan ketika HAp bergabung poripori terlihat lebih banyak membulat dibanding datar [9]. Analisis dari hasil SEM dengan perbesaran x dalam sampel kitosan murni memperlihatkan (Gambar 24) poriporinya tampak lebih kecil.dan datar serta pemukaannya terlihat halus. Sedangkan pada sampel A1 yang merupakan sampel apatit tanpa penambahan kitosan (Gambar 23) morfologi permukaan sampelnya terlihat teratur, berbentuk butiranbutiran halus, butiran pada sampel yang paling besar sekitar 0.74 μm. Setelah terbentuk komposit aptitkitosan (Gambar 25 dan 26) morfologi sampel terlihat membentuk bongkahan atau granula granula, poripori menjadi lebih besar dan permukaan terlihat kasar. Sampel B1 yakni sampel apatitkitosan dengan penambahan kitosan sebelum proses presipitasi (insitu), bongkahan yang terbentuk memiliki diameter sekitar 2.14 μm dan untuk sampel C1 yakni sampel apatitkitosan dengan penambahan kitosan setelah proses presipitasi (eksitu), bongkahan yang terbentuk berdiameter sekitar μm. Bongkahan pada sampel B1 terlihat lebih kecil dibandingkan pada sampel C1 Bentuk bongkahan atau granula pada sampel B1 dan C1 menunjukan bahwa sudah terbentuk suatu komposit yakni ikatan antara kalsium fosfat dengan kitosan sebagai matriknya. Sehingga morfologi yang terlihat jauh berbeda dengan sampel A1 maupun sampel kitosan murni. Komposit apatit kitosan secara insitu dan eksitu tidak berbeda secara signifikan pada bentuk morfologinya, namun hasil analisis SEM ini menunjukkan bahwa komposit apatitkitosan terbentuk dari jaringan atau ikatan berongga kecil yang dibentuk oleh matriks kitosan yang tertanam partikel apatit didalamnya Pengukuran EDXA dilakukan bersamaan dengan observasi SEM. Rasio molaritas Ca/P dapat dilihat pada Tabel 8. Rasio Ca/P pada Hap murni adalah 1.67[8]. Rasio pada sampel relatif lebih besar daripada rasio HAp. Hal ini dikarenakan starting material yang digunakan sebagai sumber CaO adalah cangkang telur yang masih mengandung CaCO 3, sehinggga setelah terjadi reaksi antara CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4 masih ada CaCO 3 yang tidak ikut berreaksi sehingga mempengaruhi jumlah Ca pada sampel. Selain itu kehadiran ionion tubuh akan memperbesar nilai rasio Ca/P terlihat dari hasil analisis FTIR munculnya gugus karbonat dan pada hasil analisis XRD pun muncul fasa milik AKA dan AKB maupun OKF, artinya ada ionion lain yang masuk ke dalam sampel pada saat proses presipitasi sehinggga nilai Ca/P jadi lebih besar dari 1.67 Nilai Ca/P didapatkan dengan menghitung mol Ca dan P dari persentase massa hasil EDXA dibagi dengan bobot atom Ca dan P, kemudian mol Ca dibagi mol P. Rasio molaritas Ca/P pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa molaritas sampel C1 memiliki nilai paling besar dibandingkan sampel lainnya. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan penambahan kitosan presipitat dibiarkan terbuka sehinggga dimungkinkan terjadi reaksi dengan udara dari luar sehingga nilai rasio Ca/P sampel menjadi lebih besar. Namun secara keseluruhan nilai rasio Ca/P sampel memang tidak tepat 1.67 namun masih mendekati nilai tersebut Analisis Uji Kekerasan Vickers Senyawa apatit biologi membentuk material tulang dalam bentuk padatan. Sehingga padatan yang dihasilkan dapat diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan Micro Hardnes Tester, alat yang digunakan adalah perangkat uji Vickers. Nilai kekerasan pada sampel terdapat pada Tabel 9. Nilai kekerasan tulang dalam satuan HV (Hardness Vickers). Nilai kekerasan sampel diukur pada tiga titik yang berbeda pada permukaan sampel, setiap titik memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Hasil uji kekerasan pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa penambahan kitosan pada sampel mengakibatkan nilai kekerasan sampel meningkat. Sampel C1 dan C2 memiliki nilai kekerasan paling besar diikuti sampel B1 dan B2. Sampel yang tidak diberikan tambahan kitosan memiliki kekerasan yang paling kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan kitosan menjadikan biokomposit memiliki sifat ulet, tidak seperti apatit yang bersifat getas dan rapuh Analisis Massa Biokomposit Massa sampel setelah ditambahkan kitosan ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan massa kontrol, walaupun lebih kecil daripada massa perhitungan gabungan dari bahan yang digunakan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada massa biokomposit memang terdapat

28 17 massa kitosan yang menyebabkan massa biokomposit lebih besar dibandingkan massa pada apatit saja. V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Pembuatan biokomposit apatit kitosan telah dapat dilakukan baik dengan metode insitu maupun eksitu. Karakterisasi XRD menunjukkan adanya puncak kitosan yang muncul pada sampel dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan kitosan murni, derajat kristalinitas semakin rendah setelah kitosan dikompositkan dengan apatit, hal ini terjadi karena kitosan menyebar seragam dipermukaan pada biokomposit sehingga lebih bersifat amorf. Fourier Transform Infrared (FTIR) mengidentifikasi adanya gugus fungsi NH, CH, amida I dan amida II yang muncul pada sampel insitu dan eksitu memperlihatkan bahwa kitosan telah berikatan dengan apatit sebagai biokomposit. Hasil Scanning Electron Microscopy (SEM) pun memperlihatkan bahwa morfologi dari sampel insitu dan eksitu yang berbentuk bongkahan, menunjukkan bahwa partikel apatit telah tertanam dengan baik pada kitosan sebagai matriksnya, artinya apatitkitosan telah saling berikatan. Hasil uji Vickers menunjukkan bahwa setelah kitosan dikompositkan dengan apatit nilai kekerasan biokomposit menjadi lebih besar, artinya biokomposit apatitkitosan ini tidak lagi memiliki sifat getas tapi lebih ulet. Karakter sampel yang dihasilkan dengan metode insitu dan eksitu tidak terlalu berbeda secara signifikan, karena dari hasil XRay Diffraction (XRD), Fourier Transform Infrared (FTIR) maupun Scanning Electron Microscopy (SEM) tidak terlalu jauh berbeda. Namun untuk tingkat kekerasan sampel diperoleh yang paling besar pada sampel eksitu Saran Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memvarisaikan konsentrasi kitosan maupun konsentrasi kalsium dan fosfat yang digunakan sehingga dapat diketahui pada konsentrasi berapa diperoleh biokomposit yang paling optimal. DAFTAR PUSTAKA 1 Baht, Sujata V Biomaterials. Pangbone England: Alpha Science International Ltd. 2 Darwin. D Aplikasi Teknik Isotop dan Radiasi pada Pembuatan Biomaterial untuk Keperluan Klinis. [3 April 2009: 09.20] 3 Ramakrishna, S., Mayer, J., Wintermantel, E., Leong, K.W., Biomedical applications of polymercomposite materials:a review, pp ,Vol.61, Composites Science and Technology, Riyani.E.2005.Karakterisasi Senyawa Kalsium fosfat Karbonat HAsil Presipitasi Menggunakan XRD,SEM,dan EDXA Pengaruh Perubahan Ion F dan Mg + [Skripsi] Departemen Fisika.Fakultas Matematika dan IPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 5 Hincke.M.T, Tsang.C.P,Courtney. M, Hill.V, Narbaitz.R.Purification and Immunochenistry of a Soluble Matrix Protein of The Chicken Eggshell (Ovocleidin 17).Calsiff Tissue 1995;56(6):57883.[Cited:1]. File://F:\ancs\meid54349.htm 6 Chang.R..Kimia Dasar Jilid 2 Konsep Konsep Inti. PT.Erlangga: Jakarta 7 [Anonim].2007.Sistem Reproduksi Betina.Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN: Suska Riau. 8 Aoki.H Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Tokyo: Institute for Medical and Dental Engineering. Medical and Dental University 9 Yildirim,Oktay Preparation and Characterization of Chitosan/Calsium Phosphate Based Composite Biomaterials.[disertasi]. Turki: Departement Materials Science and Engineering, Mayor Materials Science and Engineering. Izmir Institute of Technology. 10 Kumar.MN, Muzzarelli RA,Muzzareli C, Sashiwa H, Domb Aj Chitosan chemistry and Pharmacentical

29 18 Perspective. Chem Kev.104(12): Di Martino A, Sitinger M, Risbud MV, Chitosan: A versatile biopolymer for orthopaedic tissueengineering. Biomater 2005;26(30): Khaerudini, D. S, 2008, Microstructur and Mechanichal Behaviour of Powder Metallurgy AA2124/SiCp Metal Matrix Composites, Proceeding of Seminar Material and Metallurgy, December 18th, 2008, DRNPUSPIPTEK, Serpong, Tangerang. 13 Cullity.BD,Stock.SR.2001.Element of XRay Diffraction.Prentice Hall: New Jersey 14 Sivakumar.M,Panduranga.RK. Preparation and Characterization and In Vitro Release of Gentamicin from Coralline HydroxyapatiteGelatin Composite Microspheres. Biomaterials.in press. 15 Paul, W., Sharma, C.P., Development of porous spherical hydroxyapatite granules: application towards protein delivery, pp , Vol.10, Journal of Materials Science, Materials in Medicine, Chen. F, Wang.Z.C, Lin C.J. Preparation and characterization of nanosized hydroxyapatite particles and hydroxyapatite/chitosan, nanocomposite for use in biomedical materials, pp Vol.57,Materials letters, Yamaguchi,I. Tokuchi. K, Fukuzaki, H, Koyama, Y, Takakuda K, Monma J, Tanaka, H, Preparation and microstructure analysis of chitosan/ha nanocomposite, pp2027,vol55,journal of BiomedicalMaterial Research, Saraswathy,.G, Pal.S.C, Rose.T.P.A novel bioinorganic bone implant containing deglued bone,chitosan and gelatin.pp vol.24. Buletin of Material Science Zhang.Y, Zhang.M. Microstructural and mechanical characterization of chitosan scaffolds reinforced by calsium phosphates. pp Vol.282,.Journal of NonCrystalline Solids Varma.HK, Yokogawa.Y, Espinosa FF,Kawamoto.Y,Nishizawa.K,Nagata.F, Kameyama.T. Porous calcium phosphate coating over phosphorylated chitosannfilm by a biomimetic method.pp Vol.20. Biomaterials (.2001.Introduction of Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo Nicolet Corporation.worldwide)[14 Maret 2009) 22 Amrina.H.Q. Sintesa Hidroksiapatit dengan Memanfaatkan Limbah Cangkang Telur karakterisasi Difraksi SinarX dan Scanning Electron microscopy (SEM). Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Nurmawanty,M. Analisis derajat Kristalinitas, Ukuran Kristal dan Bentuk Partikel Mineral Tulang Manusia Berdasarkan Variasi umur dan Jenis Tulang.[Skripsi]. Bogor; Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor Kieswetter K, TW Baurer,SA Brown, F Van Lette, K Merrit.Chaearacterization of calcium phosphate powders by ESCA and EDXA.Biomaterials.Vol.15 No.3;1994

30 19 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Penelusuran literatur dan penyiapan alat dan bahan Kalsinasi Cangkang Telur Ayam pada suhu C selama 5 jam Presipitasi HAp untuk menghasilakan kontrol Perhitungan jumlah kitosan yang akan digunakan dengan perbandingan Hap kontrol dengan kitosan sebesar 55:35 Presipitasi biokomposit HAp/kitosan dengan metode insitu dan eksitu Aging selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 37 0 C. Pengeringan sampel pada suhu 50 0 C selama 45 jam Karakterisasi XRD,FTIR, SEM,EDXA, dan Uji Mekanik Analisis Data

31 20 Lampiran 2 Komposisi Bahan yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel Massa Cangkang Telur (gram) Massa (NH 4 ) 2 HPO 4 (gram) Massa Kitosan (gram) Jumlah Massa Gabungan Bahan (gram) Massa Hasil (gram) A A B B C C Perhitungan komposisi bahan yang digunakan : Ca: P = 0.5:0.299 Massa Kalsium : Gram Ca =0.5x39.962x10 1 = g CaCO 3 CaO + CO 2 Gram CaO (cangkang telur) = 100/71.68 = x\ x = g Massa Fosfat : Gram P = 0.299x132.05x10 1 = g Massa cangkang telur (CaO) + massa (NH 4 ) 2 HPO 4 = massa apatit Perhitungan Massa Kitosan yang Digunakan Massa hasil dari kontrol (massa apatit) 55% Kitosan 35% 35 x , x = massa kitosan x gram

32 21 Lampiran 3 Proses Pembuatan Sampel Kalsinasi Cangkang Telur

33 22 Presipitasi Sampel FTIR XRD SEM Uji Mekanik

34 23 Lampiran 4 Metode Presipitasi Sampel (NH 4) 2HPO 4 (NH 4) 2HPO 4 Ca cangkang telur Ca cangkang telur + Kitosan HOT PLATE SUHU 37 0 C HOT PLATE SUHU 37 0 C Kontrol Insitu KITOSAN Ca cangkang telur+ (NH 4) 2HPO4 => (apatit) HOT PLATE SUHU 37 0 C Eksitu

35 24 Lampiran 6 Data JCPDS (a) HAp, (b) AKA, (c) AKB, (d) OKF a b

36 25 c d

37 26 Lampiran 6 Probabilitas Fasa Sampel Ulangan 1 Kontrol HAp AKA AKB OKF 2 θ int intf Fase % int % int % int % int AKA AKA OKF AKA OKF AKA AKA HAp AKA OKF OKF HAp < OKF < HAp < HAp OKF OKF OKF HAp HAp HAp OKF OKF HAp

38 HAp b AKA b AKA b HAp b HAp b HAp b HAp HAp HAp OKF HAp AKB HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp Insitu HAp AKA AKB OKF Kitosan 2 θ int intf Fase % int % int % int % int % int AKA HAp

39 AKA AKA AKA Kitosan OKF Kitosan < HAp AKB HAp HAp OKF HAp AKA b HAp HAp b HAp b OKF HAp AKB b HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp 28

40 29 Eksitu HAp AKA AKB OKF Kitosan 2 θ int intf Fase % int % int % int % int % int OKF AKA HAp AKA AKA OKF AKA OKF HAP OKF,Kitosan AKA HAp,Kitosan HAp HAp HAp OKF < < OKF < HAp < AKA < HAp AKB AKA OKF HAp AKB,Hap HAp HAp

41 OKF HAp AKB < OKF b AKA b OKF b AKA b HAp b HAp b HAp HAp HAp OKF OKF HAp b HAp b HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp 30

42 31 Ulangan 2 Kontrol HAp AKA AKB OKF 2 θ int intf Fase % int % int % int % int AKA AKA HAp HAp < HAp HAp HAp HAp HAp b OKF b OKF b HAp b HAp HAp HAp AKB HAp b HAp b HAp b HAp HAp HAp HAp HAp

43 32 Insitu HAp AKA AKB OKF Kitosan 2 θ int intf Fase % int % int % int % int % int AKA AKA HAp OKF OKF Kitosan AKA HAp < HAp HAp HAp AKA AKA < b AKA b OKF HAp b AKB b HAp HAp OKF HAp AKB b HAp b HAp

44 HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp Eksitu HAp AKA AKB OKF Kitosan 2 θ int intf Fase % int % int % int % int % int AKA HAp HAp AKA OKF OKF,Kitosan Kitosan OKF < HAp < AKA HAp HAp HAp AKA b HAp

45 b OKF b HAp b HAp HAp HAp OKF HAp HAp b AKB b HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp HAp 34

46 35 Lampiran 7 Perhitungan Parameter Kisi Sampel h l sin Ulangan 1 Kontrol hk k sin C B A 2 2 sin C B A 2 sin C B A 2 2 C 2 3a 2 B 2 4c D A 10 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy

47 Σ Insitu 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy

48 Σ Eksitu 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy

49 Σ Ulangan 2 Kontrol 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy

50 Σ Insitu 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy Σ

51 40 Eksitu 2θ h k l α γ 2θ (rad) θ δ sin²θ αsin²θ γsin²θ δsin²θ α² γ² δ² αγ γδ αδ a (Å) accuracy c (Å) accuracy Σ

52 41 Lampiran 8 Perhitungan Ukuran Kristal Sampel k D Cos, k = 0.94, λ = nm Ulangan 1 Kode Sampael 2θ (deg) θ (deg) Cos θ β/2 (deg) β/2 (rad) β Cos θ D 002 (nm) Kontrol Insitu Eksitu Ulangan 2 Kode Sampael 2θ (deg) θ (deg) Cos θ β/2 (deg) β/2 (rad) β Cos θ D 002 (nm) Kontrol Insitu Eksitu

53 42 Lampiran 9 Komposisi UnsurUnsur dalam Sampel Hasil Karakterisasi EDXA Ca P mol Ca mol P % Massa Ca Mr Ca % Massa P Mr P Unsur % Massa Kontrol Insitu Eksitu a b a b a b O P Ca Ca/P

54 Kontrol 43

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 IDENTIFIKASI PENGARUH VARIASI UKURAN BUTIRAN TERHADAP UNSUR DAN STRUKTUR KRISTAL CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN MENGGUNAKAN X-RAY FLUORESCENCE

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI i OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

PELAPISAN HIDROKSIAPATIT BERBASIS CANGKANG TELUR PADA LOGAM STAINLESS STEEL 316 DENGAN METODE DEPOSISI ELEKTROFORETIK CARYONO

PELAPISAN HIDROKSIAPATIT BERBASIS CANGKANG TELUR PADA LOGAM STAINLESS STEEL 316 DENGAN METODE DEPOSISI ELEKTROFORETIK CARYONO PELAPISAN HIDROKSIAPATIT BERBASIS CANGKANG TELUR PADA LOGAM STAINLESS STEEL 316 DENGAN METODE DEPOSISI ELEKTROFORETIK CARYONO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATITKITOSAN DENGAN METODE INSITU DAN EXSITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan agustus tahun 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS KRISTAL

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis BCP dan ACP Sintesis BCP dan ACP dilakukan dengan metode yang berbeda, dengan bahan dasar yang sama yaitu CaO dan (NH 4 ) 2 HPO 4. CaO bersumber dari cangkang telur

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhitung sejak bulan Maret 2015 sampai dengan Mei 2015. Tempat penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat yang berbeda

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK BALGIES. Sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 asil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Sintesis polistiren dilakukan dalam reaktor polimerisasi dengan suasana vakum. al ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara karena stiren

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit

Uji Mikrostruktur dengan SEM HASIL DAN PEMBAHASAN Cangkang Telur Hidroksiapatit 3 Uji Mikrostruktur dengan SEM Sampel ditempelkan pada cell holder kemudian disalut emas dalam keadaan vakum selama waktu dan kuat arus tertentu dengan ion coater. Sampel dimasukkan pada tempat sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan jumlah limbah, baik itu limbah padat, cair maupun gas. Salah satunya adalah pencemaran

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH CANGKANG TELUR: KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR-X DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH CANGKANG TELUR: KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR-X DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) 1 SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH CANGKANG TELUR: KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR-X DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) QORI HELLY AMRINA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci