1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan pada organ tulang merupakan masalah kesehatan yang serius karena tulang merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia. Betapa pentingnya fungsi tulang sehingga apabila terjadi kerusakan maka fungsi kerja dari tubuh akan terhambat. Untuk menangani kerusakan pada tulang tersebut, maka dibutuhkan suatu material yang tepat untuk implantasi tulang. Material pengganti tulang yang umum digunakan adalah autograf (penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh yang lainnya dalam satu individu), allograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari manusia lain), xenograf (penggantian tulang manusia dengan tulang yang berasal dari hewan), exogemus (penggantian atau implantasi dengan bahan sintetik atau yang biasa disebut dengan biomaterial) dan berbagai macam material sintetik lainnya seperti polimer, material logam, komposit dan biokeramik. Setiap material tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan sebagai material untuk memperbaiki tulang, seperti stabilitas kimia, biokompatibilitas, biodegradasi dengan tubuh dalam waktu yang lama [1]. Adanya keterbatasan dalam setiap material tersebut memicu perkembangan riset di bidang biomaterial. Biomaterial merupakan bahan inert yang diimplantasi ke dalam sistem hidup sebagai pengganti fungsi jaringan hidup atau organ []. Pemilihan biomaterial yang tepat sangat diperlukan dalam proses implantasi. Tentunya biomaterial yang dipilih adalah yang mudah diperoleh, biokompatibel atau sesuai dengan jaringan keras dalam komposisi dan morfologi kandungannya, bioaktif dan tidak toksik [3]. Material komposit kalsium fosfat dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti tulang yang rusak. Senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah hidroksiapatit (HAP) yang memiliki formula Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) dengan rasio Ca/P sekitar 1,67 [4]. HAp memiliki biokompatibilitas yang baik terhadap kontak langsung dengan tulang. Salah satu sifat biokompatibilitas yang diharapkan adalah tidak mudah getas. Untuk mengoptimalisasikan sifat tersebut maka digunakan kitosan sebagai biopolimer yang diharapkan mampu meminimalisir sifat getas pada HAP. Kitosan merupakan polisakarida dengan struktur yang mirip dengan selulosa. Kitosan (-asetamida-deoksi-α-d-glukosa) memiliki gugus amina bebas yang membuat polimer ini bersifat polikationik, sehingga polimer ini potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan dan bioteknologi. Kitosan merupakan salah satu matriks polimer yang dapat digunakan untuk modifikasi komposit [5]. Matriks polimer dari bahan alami ini diharapkan dapat meningkatkan bioaktivitas, biokompatibel dan sifat mekanik komposit. 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Membuat senyawa komposit apatit-kitosan melalui presipitasi dengan metode in-situ dan ex-situ.. Melakukan karakterisasi dan menganalisis komposit apatit-kitosan hasil presipitasi dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction), FTIR (Fourier Transform Infra Red) dan SEM (Scanning Electron Microscopy) 1.3. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 008 Mei 009 di Laboratoium Biofisika Departemen Fisika IPB. Karakterisasi XRD dilakukan di Litbang Kehutanan Bogor dan PTBIN Batan Serpong, SEM dilakukan di PPGL Bandung, dan FTIR dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.. TINJAUAN PUSTAKA.1. Struktur Tulang Tulang sebagai bagian dari kerangka manusia memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai tempat melekatnya otot dan menyokong jaringan halus, memberikan perlindungan kepada organ-organ internal tubuh sehingga mengurangi resiko organorgan tersebut terluka dan sebagai tempat memproduksi sel darah. Interaksi antar otot pada tulang menyebabkan tulang dapat digerakkan. Selain itu, jaringan tulang menyediakan beberapa mineral antara lain kalsium (Ca) dan fosfor (P). Ketika diperlukan, tulang akan melepaskan mineral ke dalam darah sehingga tercipta keseimbangan mineral di dalam tubuh [6]. Komposisi utama jaringan tulang adalah mineral, air, dan matriks kolagen. Masingmasing komponen jumlahnya bergantung pada spesies, umur, jenis kelamin, jenis tulang

2 dan posisi tulang. Tulang terdiri dari dua komponen utama yaitu rangka organik dan garam anorganik. Mineral tulang merupakan komponen anorganik tulang, sedangkan kolagen merupakan komponen organik tulang. Serat kolagen memberikan tulang kemampuan untuk meregang dan memutar. Kombinasi dari serat dan garam menjadikan tulang kuat tanpa menjadi rapuh [7]. Tulang merupakan jaringan hidup dan bersifat dinamis sehingga struktur tulang dapat berubah karena gaya luar yang didapat selama hidup. Tulang juga mengalami rekonstruksi internal atau remodelling. Remodelling adalah proses tulang lama akan dihancurkan dan diganti oleh tulang baru. Proses ini berlangsung selama hidup manusia dan terjadi pada semua tulang. Selain itu tulang juga mengalami perkembangan atau osifikasi. Ada dua tipe osifikasi yaitu osifikasi intramembranus dan osifikasi endokondral [8]. Rangka berkembang dari transformasi jaringan embrionik yang menjadi tulang. Jaringan yang menjadi tulang tersebut berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan mesodermal embrio. Jika jaringan embrionik langsung bertransformasi menjadi tulang disebut osifikasi intramembranus. Jika sel mesodermal bertransformasi menjadi kartilago dahulu sebelum menjadi tulang maka prosesnya disebut osifikasi endokondral... Mineral Tulang Jaringan keras tulang adalah material komposit alami, yang mengandung 60% mineral, 30% matriks, dan 10% air. Kombinasi yang demikian memberikan fungsi mekanik yang dibutuhkan oleh tulang untuk penyangga tubuh dan pendukung gerakan [9]. Komponen utama material anorganik adalah senyawa kalsium fosfat yang berhubungan erat dengan kristal stabil kalsium fosfat yang biasanya disebut dengan hidroksiapatit (HAP)[10]. Kandungan unsur mineral tulang dapat dilihat pada Tabel 1. Apatit biologi yang hadir dalam tulang mempunyai karakteristik kristanilitas rendah dan nonstokiometri. Hal ini disebabkan oleh kehadiran ion asing selain ion kalsium dan fosfat. Sebagian ion ini masuk ke dalam kisi kristal apatit dan sebagian lain hanya diabsorpsi pada permukaan kristal [11]. Tabel 1. Kandungan unsur mineral dalam tulang Unsur % Berat Ca 34 P 15 Mg 0,5 Na 0,8 K 0, C 1,6 Cl 0, F 0,08 Zat Sisa 47,6 Total Mineral Apatit Apatit adalah istilah umum untuk kristal mineral dengan komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X. Elemen-elemen yang menempati M, Z, dan X adalah: M = Ca, Mg, Sr, Ba, Cd, Pb, dst. Z = P<V<As, S, Si, Ge, CO 3, dst. X = F, Cl, OH, O, Br, CO 3, dst. Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar 1,67. Kalsium fosfat memiliki sifat alami yang komplek, seperti dapat hadir dalam berbagai fase, dapat dalam bentuk nonstoikiometri dengan hadirnya impuritas yang mengganti ion kisi dalam kristal, dan dapat pula dalam bentuk larutan padat [1]. Tabel. Formula kimia, struktur dan parameter kisi kristal kalsium fosfat [13]. Nama Ca/P Struktur kristal Parameter kisi HAP 1,67 Heksagonal a = 9,4 Å c = 6,88 Å a = 5,81 Å DKFD 1,00 Monoklinik b = 15,18 Å c = 6,4 Å β = 116,4 o OKF 1,33 Triklinik a = 19,87 Å b = 9,63 Å c = 6,88 Å α = 89,3 o β = 9, o γ = 108,9 o TKF 1,50 Rombohedral a = b = 10,3 Å c = 37,0 Å

3 3 Pada umumnya, kalsium fosfat hadir dalam bentuk campuran amorf maupun berbagai kristal (dapat berada dalam berbagai fase). Formula kimia, struktur dan parameter kisi kristal kalsium fosfat dari tiap fase diperlihatkan pada Tabel. Fase-fase tersebut terdiri dari satu fase amorf dan empat fase kristal, yaitu: 1. Kalsium fosfat amorf (KFA), memiliki rumus kimia yang bervariasi, kaya akan HPO 4 - dan mempunyai harga rasio molar unsur Ca dan P rendah. Selain ion kalsium dan fosfat, ion lain seperti CO 3 -, HCO 3 -, Mg + dan sebagainya juga dapat masuk dan mengganggu struktur KFA.. Dikalsium fosfat dihidrat (DKFD, Ca HPO 4.H O), merupakan tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Kristal DKFD ini memiliki ukuran yang kecil sehingga dalam profil XRD masih tampak seperti amorf. DKFD dapat dihasilkan dari medium dengan ph di bawah 6,6 yang kemudian mengalami hidrolisis dan berubah menjadi OKF. 3. Oktakalsium fosfat (OKF, Ca 8 H (PO 4 ) 5 H O), mempunyai struktur yang mirip dengan hidroksiapatit. 4. Trikalsium fosfat (TKF, Ca 3 (PO 4 ) ), kristal TKF mempunyai kemungkinan kecil dalam salah satu komponen mineral jaringan keras. Hidroksiapatit (HAP, Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) ), merupakan fase kristal yang paling stabil. [13]..4. Struktur Kristal Apatit Struktur hidroksiapatit adalah heksagonal dengan a = b = 9,43 Å dan c = 6,881 Å. Struktur ini dapat dipandang sebagai struktur kristal ideal heksagonal (closed-packed) dari 3- ion PO 4 yang mengalami distorsi akibat kehadiran unsur Ca + dan ion OH - di celah antara ion-ion PO 3-4 [14]. Gambar 1. Struktur Hidroksiapatit [15] Gambar 1. menunjukkan unit sel struktur hidroksiapatit. Unit sel terdiri dari subsel prisma segitiga rombik. Atom Ca ditunjukkan oleh lingkaran hijau, atom O oleh lingkaran biru, dan atom P oleh lingkaran merah. Terdapat dua kaca datar horizontal yaitu pada z = ¼ dan z = ¾ dan sebagai tambahan terdapat bidang tengah inversi tepatnya di setiap tengah muka vertikal dari setiap subsel. Unit sel kristal hidroksiapatit memiliki jenis atom Ca yang disebut Ca 1 dan Ca. Perbedaannya terletak pada lokasi atom Ca. Setiap subsel memiliki 3 pusat. Atom Ca 1 puncak dan dasar masing-masing dihitung sebagai ½ Ca 1, sementara Ca 1 tengah dihitung sebagai satu Ca 1 sehingga masing-masing subsel tersebut memiliki atom Ca dari Ca 1. Setiap unit sel memiliki 6 atom Ca. Total atom Ca setiap unit sel adalah 10 yang terdiri dari 4 atom Ca 1 dan 6 atom Ca. Atom-atom Ca membentuk segitiga normal hingga sumbu c dan berotasi sebesar 60 o [15]..5. Kitosan Kitosan adalah biopolimer natural, berpotensi dalam teknik jaringan. Kitosan banyak terdapat di alam, salah satunya dari kepiting [16]. Sebagai polimer alam keberadaan kitosan di alam kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polisakarida alam yang terdapat di biota laut, dengan strukturnya menyerupai glycosaminoglycansi [17]. Senyawa ini tidak dapat disintesis secara kimia dan tersusun oleh satuan molekul N- asetil-d-glukosamin [18]. Karakteristik fisikokimia kitosan seperti fleksibilitas rantai dalam larutan, sifat reologi, ukuran kristal dan kristalinitas kitosan bergantung pada faktor intrinsik seperti derajat deasetilasi, distribusi grup asetil, bobot molekular, dan distribusinya [19]. Karakteristik fisikokimia kitosan dapat dilihat pada Tabel 3. Derajat deasetilasi merupakan salah satu sifat kimia yang penting, yang dapat mempengaruhi kegunaannya dalam berbagai aplikasi. Derajat deasetilasi menyatakan banyaknya gugus amino bebas dalam polisakarida. Kitosan merupakan kitin dengan derajat deasetilasi lebih dari 70%. Deasetilasi adalah proses pengubahan gugus asetil (- NHCOCH 3 ) dari rantai molekular kitin menjadi gugus amina lengkap (-NH ) pada kitosan dengan penambahan NaOH konsentrasi tinggi. Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya adalah suatu reaksi hidrolisis amida dari α-(1-4)--asetamida--deoksi-dglukosa. Kemampuan kitosan utamanya

4 4 Gambar Struktur kimia kitosan Tabel 3. Spesifikasi kitosan niaga No Parameter Ciri 1 Ukuran partikel Serbuk sampai bubuk Warna Putih kelabu 3 Kelarutan 97% dalam 1% asam asetat 4 Kadar abu (%),0 5 Kadar air (%) 10,0 6 Warna larutan Tak berwarna 7 N-deasetilasi (%) 70,0 8 Ph 6,5 8,0 9 Viskositas (cps) - rendah 00 - medium tinggi sangat tinggi 000 bergantung pada derajat kimia reaktif yang tinggi gugus aminonya [0]. Kitosan memiliki karakter bioresorbabel, biokompatibel, non-toksik, non-antigenik, biofungsional, dan osteokonduktif. Karakter osteokonduktif yang dimiliki kitosan dapat mempercepat pertumbuhan osteoblas sehingga mempercepat pembentukkan sel-sel tulang [1]. Karakter lain yang dimiliki kitosan adalah tidak larut dalam air, alkali dan pelarut organic tetapi larut dalam larutan asam organikdan dapat terdegradasi oleh enzim dala tubuh. Komposit kitosan apatit dapat meningkatkan bioaktivitas..6. X-Ray Diffraction (XRD) Adanya struktur kristal dapat dibuktikan dengan percobaan difraksi sinar-x. Berkas gelombang elektromagnetik yang mengenai kristal mengalami difraksi sesuai dengan hukum fisika []. X-Ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui nilai parameter kisi, struktur kristal dan derajat kekristalan. Derajat kekristalan adalah besaran yang menyatakan banyaknya kandungan kristal dalam suatu materi dengan membandingkan luasan kurva puncak dengan total luasan amorf dan kristal [3]. Gambar 3. Sinar-X Menumbuk Atom Sinar-X berinteraksi dengan elektron di dalam atom. Ketika foton sinar-x menumbuk elektron, beberapa foton akan dihamburkan dengan arah yang berbeda dari arah datangnya seperti halnya bola biliar yang saling bertumbukkan. Gelombang difraksi dari atom yang berbeda-beda dapat saling berinterferensi maksimal yang tajam (puncakpuncak) dengan kesimetrian sama yang menggambarkan distribusi atom-atom. Pengukuran pola difraksi akan menggambarkan distribusi atom di dalam bahan [4]. Puncak-puncak pola difraksi sinar-x berhubungan dengan jarak antar bidang. Jika sinar-x dilewatkan pada atom-atom yang tersusun secara teratur dan periodik seperti diilustrasikan pada gambar secara dua dimensi dimana jarak antar bidang adalah d, maka difraksi dapat dituliskan sebagai d sin θ = n λ (1) Persamaan tersebut dikenal sebagai hukum Bragg. Pada persamaan, λ merupakan panjang gelombang sinar-x, θ adalah sudut hamburan dan n adalah orde difraksi. Parameter kisi HAp telah diketahui memiliki sistem heksagonal, yakni dengan menggunakan persamaan [4]: 1 4 h hk k l () d 3 a c Ukuran kristal dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut: k D (3) Cos dimana β merupakan FWHM (Full width at half maximum) dari garis difraksi skala θ, λ merupakan panjang gelombang yang digunakan pada alat XRD yaitu 0,15406 nm dan k adalah konstanta untuk material biologi yang nilainya adalah 0, Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) FTIR merupakan salah satu teknik spektroskopi inframerah yang dapat mengidentifikasi kandungan gugus kompleks

5 5 dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsurunsur penyusunnya. Pada spektroskopi inframerah, spektrum inframerah terletak pada daerah dengan panjang gelombang 0,78 sampai 1000 μm atau bilangan gelombang dari 1800 sampai 1 cm -1. FTIR termasuk ke dalam kategori radiasi inframerah pertengahan (bilangan gelombang cm -1 ). Plot antara presentase transmitansi dengan bilangan gelombang akan menghasilkan spektrum inframerah dan setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai frekuensi vibrasi yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum inframerah yang sama [5]. FTIR memanfaatkan energi vibrasi gugus fungsi penyusun senyawa hidroksiapatit, yaitu gugus PO 3-4, gugus CO - 3, serta gugus OH Gugus PO 4 mempunyai empat mode vibrasi yaitu: 1. Vibrasi simetri stretching (υ 1 ) dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm -1. Vibrasi simetri bending (υ ) dengan bilangan gelombang sekitar cm Vibrasi asimetri stretching (υ 3 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm Vibrasi asimetri bending (υ 4 ) dengan bilangan gelombang sekitar cm -1 Bentuk pita υ 3 dan υ 4 yang tidak simetri merupakan tanda bahwa senyawa hidroksiapatit tidak seluruhnya dalam bentuk amorf. Spektrum hidroksiapatit dapat diteliti yaitu pada υ 4 dalam bentuk belah dengan maksimum 56 cm -1 dan 60 cm -1. Pita absorpsi υ 3 mempunyai dua puncak maksimum yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm -1 dan 1030 cm -1. Pita absorpsi υ 1 dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm -1 [6]. Puncak pada 633 cm -1 dan 3570 cm -1 menunjukkan vibrasi dari OH. Luas puncak pada 3500 cm -1 dan puncak pada 1660 cm -1 menunjukkan penyerapan air [15,17]. Ikatan karbonat teramati pada 870 dan 1430cm -1 [7]. Kitosan murni ditunjukkan pada puncak 155 cm -1 dan 1040 cm -1 menunjukkan amino primer yang bebas (-NH ) pada posisi C dari glucoseamine, kelompok utama pada kitosan. Puncak pada 1380, 140, 870 dan 90 cm _1 berkaitan dengan C-H. Ikatan pada 80 dan 90 cm -1 adalah aliphatic C-H stretching. Ada sebuah penyerapan ikatan amida pada 1565 cm -1. Bilangan gelombang 1605cm -1 berkaitan dengan C=O. Gambar 4. Skema FTIR Puncak pada 340 cm -1 menunjukkan OH stretching. Ada sebuah amino asetil pada puncak 1650 cm -1 yang diindikasikan sebagai kitosan tidak mengalami deacetylated secara penuh.[8]. Spektra inframerah kitosan murni menginformasikan adanya pita serapan gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3433,45 cm -1. Pita serapan yang lebar dan kuat pada daerah cm -1 tersebut tumpang tindih dengan gugus N-H amina. Pita serapan utama lainnya antara cm -1 menunjukkan gugus amino bebas primer (- NH ), suatu gugus utama dalam kitosan serta mengindikasikan vibrasi regang C-O dari gugus alkohol. Serapan pada bilangan gelombang 91,18 cm -1 mengindikasikan vibrasi regang -CH - dari gugus CH. Pita serapan antara cm -1 menunjukkan vibrasi bending N-H dari gugus amina yang merupakan serapan karakteristik kitosan. Selain itu, serapan dengan intensitas medium pada bilangan gelombang 1379,61 dan 1454,37cm -1 merupakan vibrasi bending -CH 3 dari gugus C-H [9]..8. Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membantu mengatasi permasalahan analisis struktur mikro dan morfologi dalam berbagai bidang. Pemercepat elektron (electron gun) menghasilkan pancaran elektron monokromatis. Lensa pemfokus pertama menghasilkan pancaran dan batas arus, pada celah lensa berfungsi untuk mengurangi pembelokkan sudut. Lensa pemfokus kedua membentuk pelemahan (pancaran sinar koheren), celah lensa dikendalikan untuk mengurangi pembelokkan sudut dari pancaran lensa pertama. Pancaran yang dilewatkan lensa kedua akan mengalami proses scan oleh

6 6 Untuk larutan kitosan, komposisi massa kitosan yang digunakan yaitu menggunakan perbandingan 35:55 (massa kitosan:massa HAP). Massa HAP didapat dari hasil presipitasi sampel kontrol. Kitosan dilarutkan dengan asam asetat %. Pada penelitian ini dilakukan dua metode pada sampel yaitu in-situ dan ex-situ. Perbedaan kedua metode ini terletak pada proses penambahan kitosan saat presipitasi sampel berlangsung. Gambar 5. Skema SEM koil penyearah untuk membentuk gambar dan diteruskan ke lensa akhir untuk difokuskan ke sampel. Interaksi pancaran elektron dengan sampel dan elektron yang dipantulkan diterima oleh detektor. Detektor akan menghitung elektron-elektron yang diterima dan menampilkan intensitasnya. Energy Dispersive X-Ray (EDXA) merupakan satu perangkat dengan dengan SEM. Pengukuran EDXA merupakan perangkat analisa sedara kuantitatif untuk menentukan kadar unsur dalam sampel. 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu CaCl.H O (s) pro analis, Na HPO 4.H O (s) pro analis, kitosan, CH 3 COOH %, aquades, aquabides, dan gas nitrogen (N ). Alat yang digunakan antara lain buret, beaker glass, statip, gelas ukur, labu takar, corong, kertas saring, furnace, incubator, magnetic stirrer, hot plate, termometer digital, sudip, neraca analitik, dan sentrifuse. Karakterisasi menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Uji Mekanik. 3.. Metode Penelitian Preparasi Sampel Senyawa Na HPO 4.H O dan CaCl.H O masing-masing dilarutkan dengan aquabides sebanyak 50ml. Komposisi massa yang digunakan Na HPO 4.H O 1,7801g, CaCl. H O,4554g. Komposisi massa ini diperoleh dengan menggunakan perbandingan molaritas Ca/P sebesar 0,334:0, Kontrol Pada kontrol dibuat HAP murni yang dihasilkan dari proses presipitasi tanpa menggunakan tambahan kitosan. Larutan Na HPO 4.H O 50 ml disiapkan dalam beaker glass yang diletakkan di atas hot plate dalam kondisi atmosfir nitrogen. Ketika suhu larutan Na HPO 4.H O 50 ml mencapai 70 o C, larutan CaCl.H O 50ml diteteskan ke dalamnya dengan kecepatan konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 70 o C dengan kecepatan stirring sekitar 400 rpm. Setelah proses presipitasi selesai, larutan di-agging selama 4 jam kemudian dipanaskan dalam inkubator pada suhu 50 o C selama 48 jam In-situ Pada metode in-situ proses pembentukkan mineral apatit dilakukan dalam matrik kitosan. Larutan Na HPO 4.H O 50 ml dalam beaker glass ditambahkan dengan larutan kitosan kemudian diletakkan di atas hot plate dalam kondisi atmosfir nitrogen. Ketika suhu larutan Na HPO 4.H O 50 ml dan kitosan mencapai 70 o C, larutan CaCl.H O 50 ml diteteskan ke dalamnya dengan kecepatan konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 70 o C dengan kecepatan stirring sekitar 400 rpm. Setelah proses presipitasi selesai, larutan di-agging selama 4 jam kemudian dipanaskan dalam inkubator pada suhu 50 o C selama 48 jam Ex-situ Pada metode ex-situ, penambahan larutan kitosan dilakukan setelah proses presipitasi selesai dilakukan. Larutan Na HPO 4.H O 50 ml disiapkan dalam beaker glass yang diletakkan di atas hot plate dalam kondisi atmosfir nitrogen. Ketika suhu larutan Na HPO 4.H O 50 ml mencapai 70 o C, larutan CaCl.H O 50 ml diteteskan ke dalamnya dengan kecepatan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATITKITOSAN DENGAN METODE INSITU DAN EXSITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI

ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI ANALISIS DERAJAT KRISTALINITAS, UKURAN KRISTAL DAN BENTUK PARTIKEL MINERAL TULANG MANUSIA BERDASARKAN VARIASI UMUR DAN JENIS TULANG MELLY NURMAWATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Kalsium Fosfat Senyawa kalsium fosfat merupakan komponen utama pada mineral tulang. Senyawa kalsium fosfat sintetik diperoleh dengan mencampurkan prekursor kalsium dan fosfat

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN XRD ( X-RAY DIFFRACTION),

KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN XRD ( X-RAY DIFFRACTION), KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT APATITKITOSAN DENGAN XRD (XRAY DIFFRACTION),FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRARED), SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) DAN UJI MEKANIK ROBIATUH SAMSIAH DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Fakultas

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan, yaitu pada bulan Februari 2015 hingga bulan Desember 2015. Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 5 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan bagian substansial pada sistem skeletal manusia. Jaringan tulang mempunyai empat fungsi utama antara lain fungsi mekanik yaitu sebagai penyokong tubuh dan tempat

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT : KARAKTERISASI X-RAY DIFFRACTION (XRD) DAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) PRIYO PUJI WALUYO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA Oleh : Frischa Marcheliana W (1109100002) Pembimbing:Prof. Dr. Darminto, MSc Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Umum Tulang Manusia Tulang merupakan jaringan keras pada vertebrata yang sangat penting. Tulang atau sistem rangka memberikan dukungan dan penopang bagi tubuh. Mereka

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tebu Ampas tebu adalah bahan sisa berserat dari batang tebu yang telah mengalami ekstraksi niranya pada industri pengolahan gula pasir. Ampas tebu juga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR 1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan 27 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Uji

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK BALGIES. Sintesis

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas 39 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fisik Universitas Lampung. Analisis distribusi ukuran partikel dilakukan di UPT. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat-Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex Beaker glass 100 ml pyrex Beaker glass 150 ml pyrex Beaker glass 200 ml pyrex Erlenmeyer

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Tulang atau kerangka merupakan penopang tubuh vertebrata dan juga tubuh manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh manusia mempunyai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan 29 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian terhidung sejak bulan Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu di Laboratorium

Lebih terperinci