KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA"

Transkripsi

1 KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Nurul Yulis Fa ida NIM G * Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

3 ABSTRAK NURUL YULIS FA IDA. Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh Dr. Kiagus Dahlan dan Dr. Ir. Irmansyah, M.Si. Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di seluruh dunia dan rata-rata korban mengalami cedera tulang. Dengan meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses penyembuhan cedera tulang makin lama makin mengalami perbaikan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah penggunaan biomaterial. Biomaterial tulang yang umum digunakan adalah biokeramik. Jenis biokeramik yang digunakan salah satunya adalah hidroksiapatit. Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidroksiapatit. Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan metode hidrotermal pada suhu 150, 200, 250, dan 300 o C selama 3 jam dan sintering pada suhu 900 o C. Pada hasil sintesis hidroksiapatit 200 o C diberikan perlakuan yang lebih lanjut. Pada suhu 200 o C disintesis kembali dengan variasi waktu, yaitu 1 jam dan 5 jam. Hasil dari karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk semua sampel menunjukan fase hidroksiapatit lebih banyak terdapat pada suhu sintesis 200 o C. Hasil dari karakterisasi Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) untuk semua sampel menunjukkan hidroksiapatit yang terbentuk tidaklah murni karena masih terdapat beberapa fasa lain selain hidroksiapatit. Kata kunci: Atomic Absorption Spectroscopy, Fourier Transform Infrared Spectroscopy, Hidroksiapatit, Hidrotermal

4 ABSTRACT NURUL YULIS FA IDA. Study the composition of Hydroxyapatite Synthesized by Hydrothermal Method. Supervised by Dr. Kiagus Dahlan and Dr. Ir. Irmansyah, M.Sc. Accidents are the biggest factors causing injuries all over the world, and generally resulted is the form of stress fracture. The increase in the study on the handling procedures of this issue, the healing processes of bone injury are getting better one of the procedures used by many people s by using biomaterials. Bone biomaterials commonly used are bioceramics. One of the types of bioceramics is hydroxyapatite. In this research, the synthesis of hydroxyapatite is reported. Synthesis of hydroxyapatite was done by hydrothermal method at a temperature of 150, 200, 250, and 300 o C for 3 hours and sintered at a temperature of 900 o C. At 200 o C synthesized hydroxyapatite was given a further treatment. At a temperature of 200 o C synthesizing procedure was back to the time variation, i.e. 1 hour and 5 hours. The results of the characterization of Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) for all the samples showed hydroxyapatite phase at a temperature of 200 o C. The results of the characterization of Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) for all samples showed hydroxyapatite formed is not pure because there are also some other phases. Keywords: Atomic Absorption Spectroscopy, Fourier Transform Infrared Spectroscopy, Hydroxyapatite, Hydrothermal

5 KAJIAN KOMPOSISI YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6 Judul Skripsi : Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal Nama : Nurul Yulis Fa ida NIM : G Disetujui Oleh Dr. Kiagus Dahlan Pembimbing I Dr. Ir. Irmansyah, M.Si Pembimbing II Diketahui Oleh Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si Ketua Departemen Tanggal Lulus :

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan pada allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal. Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Kiagus Dahlan, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si, Ibu Setia Utami Dewi, S.Si, M.Si selaku pembimbing, serta kedua orang tua, kakak, dan semua keluarga besar yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis. selaku pembimbing skripsi I. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff akademik, Saifuddin Cahyo Adhi dan teman-teman Lapak Community yang telah membantu dan selalu memberikan motivasi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2014 Nurul Yulis Fa ida

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Perumusan Masalah 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Mineral Apatit 3 Hidroksiapatit 3 Hidrotermal 3 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 4 Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 5 METODOLOGI PENELITIAN 7 Tempat dan Waktu Penelitian 7 Alat dan Bahan Penelitian 7 Metode Penelitian 7 Persiapan Bahan 7 Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal 7 Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 8 Karakterisasi Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Hasil Kalsinasi Cangkang Telur 9 Hasil Sintesis Hidroksiapatit 9 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 10 Hasil Karakterisasi Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 16 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 22 vi

9 DAFTAR TABEL 1 Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit 4 2 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 5 3 Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Suhu 10 4 Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Waktu 10 5 Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit 15 6 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 15 7 Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi Waktu 16 8 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi Waktu 16 9 Rasio Ca/P Variasi Suhu Rasio Ca/P Variasi Waktu 17 DAFTAR GAMBAR 1 Spektra FTIR pada sampel dengan variasi konsentrasi dan tekanan 5 2 Atomic Absorbtion Spectroscopy 6 3 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 10 HAP pada suhu 150 o C waktu 3 jam tanpa sintering 4 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11 HAP pada suhu 150 o C waktu 3 jam dengan sintering 5 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11 HAP pada suhu 200 o C waktu 3 jam tanpa sintering 6 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11 HAP pada suhu 200 o C waktu 3 jam dengan sintering 7 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12 HAP pada suhu 250 o C waktu 3 jam tanpa sintering 8 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12 HAP pada suhu 250 o C waktu 3 jam dengan sintering 9 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12 HAP pada suhu 300 o C waktu 3 jam tanpa sintering 10 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13 HAP pada suhu 300 o C waktu 3 jam dengan sintering 11 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13 HAP pada suhu 200 o C waktu 2 jam tanpa sintering 12 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14 HAP pada suhu 200 o C waktu 2 jam dengan sintering 13 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14 HAP pada suhu 200 o C waktu 5 jam tanpa sintering 14 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14 HAP pada suhu 200 o C waktu 5 jam dengan sintering 15 Hubungan Kadar Ca terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu Hubungan Kadar P terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu Hubungan Kadar Ca terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu o C 18 Hubungan Kadar P terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu o C vii

10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Metode Penelitian 22 2 Diagram Alir Penelitian 23 3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca) 24 4 Komposisi Gugus Fosfor (P) 25 viii

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di seluruh dunia, baik itu kecelakaan lalu lintas maupun dalam sebuah pekerjaan. Cedera sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan lebih dari dua per tiga dialami oleh Negara berkembang. Sebagian besar cedera yang terjadi dikarenakan kecelakaan lalu lintas, dan rata-rata korban mengalami patah tulang atau fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Pada dasarnya setiap fraktur terdapat proses penyembuhan, akan tetapi lama dari proses penyembuhan tersebut berbeda-beda bergantung dari jenis fraktur dan usia penderita. Dengan meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses penyembuhan cedera tulang dilakukan dengan menggunakan biomaterial. Sumber biomaterial dapat diperoleh secara alami atau sintesis. Biomaterial alami yaitu allograft, xenograft, dan autograft. 1 Penggunaan bahan ini mempunyai kelemahan seperti terjadi infeksi jika tulang donor tidak sehat, memiliki perbedaan karakter mineral tulang dan memberikan beban tambahan pada pasien. Untuk mengurangi efek negatif dari biomaterial alami, dikembangkanlah biomaterial sintetik. Biomaterial tulang yang umum digunakan adalah biokeramik. Biokeramik memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi, antithrombogenic, tidak beracun, tidak beralergi, tidak memiliki sifat karsigonenik dan tahan lama. Jenis biokeramik yang digunakan yaitu senyawa apatit, salah satunya hidroksiapatit. Hidroksiapatit seringkali digunakan karena kristal apatit yang paling stabil, biokompatibel dan osteokonduktif. 2 Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidroksiapatit dengan metode hidrotermal. Dalam sintesis material ini digunakan sumber kalsium dari cangkang telur ayam negeri karena telah diketahui bahwa kandungan kalsiumnya 94 %. 3 Metode yang digunakan untuk sintesis hidroksiapatit yaitu metode hidrotermal. Hidroksiapatit yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang cukup tinggi dan jumlah yang cukup banyak kemudian dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS). Tujuan Penelitian Tujuan dalam Penelitian ini adalah: 1. Mensintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan metode hidrotermal. 2. Memahami pengaruh suhu dan waktu proses hidrotermal terhadap komposisi gugus fungsi dan kandungan unsur kalsium, fosfor, dan unsur lain hidroksiapatit yang dihasilkan dengan menggunakan spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS).

12 Perumusan Masalah 2 Bagaimanakah pengaruh perbedaan suhu (150, 200, 250, dan 300 o C ) proses hidrotermal terhadap komposisi hidroksiapatit? Berapakah waktu paling optimum ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal untuk menghasilkan hidroksiapatit? Hipotesis Semakin tinggi suhu (150, 200, 250, dan 300 o C ) proses hidrotermal, maka akan semakin murni komposisi dari hidroksiapatit yang dihasilkan. Semakin lama waktu ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal, maka akan semakin murni komposisi dari hidroksiapatit.

13 TINJAUAN PUSTAKA Mineral Apatit Apatit adalah istilah umum untuk kristal mineral dengan komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Elemen-elemen yang dapat menempati M antara lain Ca, Mg, Sr, Ba, Cd, Pb, dan lain-lain. Posisi Z dapat ditempati oleh P, V, As, S, Si, Ge, gugus fungsi CO 3, dan lain-lain. Posisi X dapat ditempati oleh F, Cl, OH, O, Br, gugus fungsi CO 3, dan lain-lai. Tipe apatit diantaranya adalah oktakalsium fosfat (OKF), tetrakalsium fosfat (TTKF), dan tipe Ca 10 (PO 4 )X yang terdiri dari hidroksiapatit (X=OH), fluorapatit (X=F), dan cloropatit (X=Cl). 4 Hidroksiapatit Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan tiga fase lainnya. Penggunaan hidroksiapatit sebagai material implan untuk aplikasi medis semakin meningkat saat ini. Beberapa penelitian seperti di India, telah memanfaatkan bahan alam seperti batu koral, ganggang laut, dan cangkang telur ayam sebagai sumber CaCO 3 untuk pembentukkan hidroksiapatit. 5 Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat. Pada struktur hidroksiapatit, karbonat dapat menggantikan ion OH - membentuk kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO 3-4 membentuk kristal apatit karbonat tipe B. 6 Sintesa serbuk hidroksiapatit telah dilakukan dengan berbagai sumber Ca dan P, diantaranya kalsium nitrat (Ca(NO 3 ) 2 ) dengan diammonium hidrogen fosfat ((NH 4 ) 2 HPO 4 ) dan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2 ) dengan asam fosfat (H 3 PO 4 ). 7 Hidrotermal Proses hidrotermal dapat didefinisikan sebagai proses mineralisasi di bawah tekanan tinggi dan temperatur tertentu untuk melarutkan, agar terbentuk kristal yang relatif tidak larut di bawah kondisi normal. Metode hidrotermal memungkinkan proses pembentukan material yang dapat diproses lebih lanjut, sehingga terbentuk padatan kristal tunggal, partikel murni atau nano-partikel. Perkembangan teknik hidrotermal dalam berbagai penelitian telah dibandingkan dengan metode konvensional pada pembuatan material. 8 Metode hidrotermal merupakan metode yang paling tepat untuk mendapatkan sampel dengan kualitas yang baik, kemurnian tinggi, dan reaktivitasnya sangat tinggi. Metode ini berhubungan dengan konsep proses pelarutan yang memerlukan energi rendah. Metode hidrotermal dapat berupa reaksi kimia yang bersifat homogen dan heterogen yang melibatkan pelarut dengan suhu di atas suhu ruang dan tekanan di atas 1 atmosfer pada sistem tertutup. Kelebihan proses ini adalah dapat mempercepat interaksi antara materi padat dan cair, dapat terbentuk fase murni dan material homogen, difusivitas tinggi, viskositas rendah, dan meningkatnya daya larut.. 9

14 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 4 Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) adalah alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia dalam senyawa kalsium fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya. Spektroskopi inframerah ini terdapat radiasi inframerah yang akan dilewatkan oleh sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan oleh sampel. Penyerapan inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika ada kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul pada sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi. 10 Setiap molekul memiliki energi tertentu dalam bervibrasi. Hal ini bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Pada senyawa kalisum fosfat, gugus fungsi yang dapat diamati yaitu gugus PO 4, gugus CO 3, dan gugus OH. Gugus PO 4 memiliki 4 mode vibrasi, yaitu: 1. Vibrasi stretching (ν 1 ), dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm -1. Pita absorpsi ν 1 ini dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm Vibrasi bending (ν 2 ), dengan bilangan gelombang sekitar 363 cm Vibrasi asimetri stretching (ν 3 ), dengan bilangan gelombang sekitar 1040 sampai 1090 cm -1. Pita absorpsi ν 3 ini mempunyai dua puncak maksimum, yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm -1 dan 1030 cm Vibrasi antisimetri bending (ν 4 ), dengan bilangan gelombang sekitar 575 sampai 610 cm -1. Spektrum senyawa kalsium fosfat dapat diteliti pada pita ν 4. Pita absorpsi OH - dapat juga dilihat pada spektrum kalsium fosfat, yaitu sekitar 3576 cm -1 dan 632 cm -1 sedangkan pita absorpsi CO 3 (karbonat) dilihat pada 1545, 1450, dan 890 cm Pada pengujian sampel hidroksiapatit yang dilakukan oleh Rahmi Solihat menggunakan FTIR, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 1. Transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit dan adanya zat pengotor pada sampel dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit 9

15 Tabel 2. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 9 5 Gambar 1. Spektra FTIR pada sampel dengan variasi konsentrasi dan tekanan. 9 Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) berguna untuk menentukan unsurunsur logam dengan menggunakan prinsip penyerapan energi sinar atom. AAS dapat dilihat pada Gambar 2. Fenomena AAS dibagi menjadi dua proses, yaitu produksi atom bebas dari sampel dan serapan radiasi dari sumber luar atom. Serapan radiasi oleh atom bebas terjadi dari keadaan energi dasar. Biasanya transisi terjadi antara keadaan pertama dengan keadaan dasar, dikenal dengan garis resonansi pertama. Garis resonansi pertama memiliki absorptivitas yang paling tinggi. Atom-atom kalsium atau magnesium dalam larutan akan diuapkan dalam api dengan suhu tinggi, yang menyebabkan terurainya ikatan-ikatan kimia di dalam senyawa kalsium fosfat. Atom-atom tersebut akan menyerap sinar dari sumber lampu hollow cathode. Banyaknya sinar yang diserap menunjukkan besarnya konsentrasi logam dalam sampel. 12

16 Gambar 2. Atomic Absorbtion Spectroscopy 6

17 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika dan Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2012 sampai dengan November Alat dan Bahan Alat yang digunakan terdiri dari reaktor hidrotermal, FTIR, AAS, erlenmeyer, pipet, crucible, gelar piala, gelas ukur, labu takar, kertas saring, corong, spatula, alumunium foil, furnace, neraca digital, dan ember. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu cangkang telur ayam, (NH 4 ) 2 HPO 4, dan aquades. Metode Penelitian Persiapan Bahan Sumber kalsium yang digunakan dalam peneliatian ini adalah cangkang telur ayam negeri. Sumber fosfat yang digunakan yang digunakan berasal dari (NH 4 ) 2 HPO 4. Persiapan sampel ini diawali dengan membersihkan cangkang telur dari kotoran dan memisahkan membran dari cangkang. Kemudian cangkang telur yang sudah dibersihkan tersebut dikeringkan selama 24 jam pada suhu ruang. Selanjutnya kalsinasi cangkang telur. Dimana cangkang telur dipanaskan dalam furnace pada suhu 1000 o C dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah proses kalsinasi ini akan dihasilkan serbuk putih CaO. Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal Pada metode hidrotermal ini, dibuat 4 variasi suhu saat dilakukan sintesis hidrotermal sehingga tercapainya homogenisasi yaitu 150, 200, 250, dan 300 o C. Perbandingan rasio molaritas antara kalsium dan fosfat adalah 1/0,6. Proses menggunakan metode hidrotermal ini dilakukan dengan variasi waktu penahan selama 1, 3, dan 5 jam serta kecepatan motor pengaduk (stirring) sebesar 300 rpm, kemudian setelah itu didiamkan selama 18 jam. Serbuk putih CaO yang telah dihasilkan pada proses kalsinasi kemudian ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 8,016 gram. Kemudian serbuk CaO dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml. Selain itu, larutan untuk sumber fosfat juga dibuat dari (NH 4 ) 2 HPO 4 yang ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 15,846 gram. Kemudian (NH 4 ) 2 HPO 4 dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml. Larutan yang telah terbentuk dicampurkan secara bersamaan ke dalam tabung pada hidrotermal. Atur suhu dan juga kecepatan motor pengaduk pada hidrotermal. Setelah proses hidrotermal selesai, diamkan larutan selama 18 jam dan saring menggunakan kertas saring. Komposit yang didapatkan setelah proses hidrotermal ini, kemudian dikeringkan menggunakan furnace dengan suhu 110 o C dan waktu penahan selama 5 jam. Komposit yang telah dikeringkan kemudian

18 ditimbang dan dipisahkan beberapa gram untuk dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, dan AAS. Sisa dari komposit kemudian disintering pada suhu 900 o C dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah di sintering, komposit ditimbang lagi dan siap untuk dikarakterisasi menggunakan FTIR, dan AAS. Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Sampel sebanyak 2 miligram dicampur dengan 100 miligram KBr, kemudian dibuat pellet. Setelah itu, sampel dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR ABB MB 3000 dengan menggunakan bilangan gelombang cm Karakterisasi Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Karakterisasi dengan AAS bertujuan untuk mengukur kadar Ca 2+ dalam sampel. Sampel masing-masing sebanyak 0.1 gram ditambahkan 5 ml HCl, kemudian dibakar di atas hot plate lalu didinginkan. Sampel sebanyak 1 ml yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan aquades sampai 100 ml kemudian dilakukan karakterisasi.

19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalsinasi Cangkang Telur Sebelum diproses kalsinasi, cangkang telur ayam yang digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu dari zat pengotornya yaitu membran yang berada di bagian dalam cangkang tersebut. Hal ini dilakukan agar serbuk kalsium oksida (CaO) yang dihasilkan pada proses kalsinasi menjadi murni. Proses kalsinasi dilakukan pada suhu 1000 o C selama 5 jam. Kalsinasi bertujuan menghilangkan komponen-komponen organik dan mengubah senyawa kalsium karbonat (CaCO 3 ) pada cangkang telur ayam menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsinasi cangkang telur ayam dilakukan sebanyak dua kali. Pada kalsinasi yang pertama, sebanyak gram cangkang telur menghasilkan gram serbuk kalsium oksida. Pada kalsinasi yang kedua, sebanyak gram cangkang telur menghasilkan gram serbuk kalsium oksida. Hasil Sintesis Hidroksiapatit Sintesis hidroksiapatit menggunakan campuran larutan antara serbuk CaO dengan aquades dan (NH 4 ) 2 HPO 4 dengan aquades. Senyawa yang terbentuk dapat diperlihatkan pada reaksi: CaO + H 2 O Ca(OH) 2 + H 2 (NH 4 ) 2 HPO 4 + 2H 2 O 2NH 4 OH + H 3 PO 4 Pencampuran ini berdasarkan pada perbandingan molaritas sebesar 1 : 0.6. Larutan kemudian diproses menggunakan hidrotermal. Pada saat proses hidrotermal, senyawa H 2 dan NH 4 OH melepas. Hal ini dikarenakan H 2 merupakan gas dan NH 4 OH merupakan senyawa hipotesis, dimana senyawa ini merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terurai. Senyawa yang terbentuk diperlihatkan pada reaksi: 10Ca(OH) 2 + 6H 3 PO Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8H 2 O Hasil dari proses sintesis hidroksiapatit menggunakan reaktor hidrotermal pada variasi suhu 150, 200, 250, dan 300 o C selama 3 jam selanjutnya dilakukan pengeringan pada suhu 110 o C selama 5 jam. Hasil dari pengeringan kemudian dilakukan proses sintering pada suhu 900 o C selama 5 jam. Dari hasil sintering, didapatkan massa setelah sintering yang dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan hasil sintering dengan variasi waktu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa massa hasil sintering lebih kecil dari jumlah massa awal. Hal ini dikarenakan adanya pelepasan uap air selama proses pengeringan dan juga sintering berlangsung. Efisiensi pada Tabel 3 dan Tabel 4 diperoleh dari rumus ( ), dimana m adalah massa hasil sintering, m 1 adalah massa CaO dan m 2 adalah massa (NH 4 ) 2 HPO 4. Sampel hidroksiapatit dengan variasi suhu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu pada suhu 200 o C sebesar %, sedangkan efisiensi terkecil yaitu pada suhu 150 o C sebesar %. Sampel hidroksiapatit dengan variasi waktu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu

20 10 pada suhu 200 o C waktu 3 jam sebesar %, sedangkan efisiensi terkecil yaitu pada suhu 200 o C waktu 1 jam sebesar %. Tabel 3. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Suhu Tabel 4. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Waktu Hasil Karakterisasi FTIR Dalam senyawa kalsium fosfat terdapat komponen gugus fungsi OH -, PO 4 3-, CO 3 2-, dan gugus lain. Untuk mengidentifikasi gugus fungsi tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Analisis gugus molekul pada Spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi suhu dapat dilihat pada Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Sedangkan Analisis gugus molekul pada spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi waktu dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13, dan 14. Gambar 3. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 150 o C waktu 3 jam tanpa sintering

21 11 Gambar 4. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 150 o C waktu 3 jam dengan sintering Gambar 5. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 3 jam tanpa sintering Gambar 6. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 3 jam dengan sintering

22 12 Gambar 7. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 250 o C waktu 3 jam tanpa sintering Gambar 8. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 250 o C waktu 3 jam dengan sintering Gambar 9. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 300 o C waktu 3 jam tanpa sintering

23 13 Gambar 10. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 300 o C waktu 3 jam dengan sintering Hasil Spektra FTIR pada variasi suhu tanpa sintering, masih terdapat gugus OH - yang cukup tinggi. Seperti terlihat pada Gambar 3 yaitu sampel HA 150 o C dengan waktu 3 jam tanpa sintering memperlihatkan bahwa masih terdapat gugus OH - pada bilangan gelombang 617 cm -1 sebesar %. Pada suhu 200 o C tanpa sintering, gugus OH - terlihat pada bilangan gelombang 617 cm -1 sebesar %. Pada suhu 250 o C tanpa sintering gugus OH - terlihat pada bilangan gelombang 617 cm -1 sebesar %. Pada suhu 300 o C tanpa sintering, gugus OH - terlihat pada bilangan gelombang 617 cm -1 sebesar %. Sedangkan pada suhu 150, 200, 250, dan 300 o C yang telah disintering, gugus OH - pada bilangan gelombang 617 cm -1 berturut-turut sebesar 4.738, , , dan %. Persentase Transmitansi gugus OH- yang tinggi ini mengartikan bahwa gugus OH- semakin sedikit yang terdapat pada sampel. Sedangkan persentase Transmitansi OH- yang rendah mengartikan bahwa semakin banyak gugus OH- yang terdapat pada sampel. Adanya gugus OH - pada bilangan gelombang tersebut menunjukan bahwa masih terdapatnya H 2 O pada sampel tersebut, sehingga sampel belum kering secara optimum. Gambar 11. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 1 jam tanpa sintering

24 14 Gambar 12. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 1 jam dengan sintering Gambar 13. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 5 jam tanpa sintering Gambar 14. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel HA pada suhu 200 o C waktu 5 jam dengan sintering

25 15 Pada Gambar 6 yaitu sampel HA_200_3_S terlihat bahwa terbentuk hidroksiapatit yang paling optimum. Hal ini dikarenakan sampel memiliki pola transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit yang paling bagus. Selain itu, pada sampel HA_200_3_S memiliki kemurnian yang cukup tinggi pula. Hal ini dikarenakan sampel memiliki zat pengotor yang cukup rendah yaitu gugus karbonat (CO 2-3 ) yang terdapat pada sampel tidak ditemukan pada bilangan gelombang 864 cm -1. Sedangkan pada bilangan gelombang 1396 cm -1 terdapat gugus CO 2-3 dengan persentase transmitansi yang paling tinggi dari sampel yang lain, yaitu sebesar %. Hal ini mengartikan kandungan gugus CO 2-3 yang terdapat pada sampel sangat rendah. Transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit dan transmisi ion yang menandakan adanya zat pengotor pada sampel dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 5 dan Tabel 6. Sedangkan transmisi ion pada sampel dengan variasi waktu dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 5. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit Tabel 6. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor

26 Tabel 7. Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi Waktu 16 Tabel 8. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi Waktu Hasil Karakterisasi AAS Kadar ion Ca yang ada pada sampel dapat diketahui dengan menggunakan AAS, sedangkan untuk mengetahui kadar ion P menggunakan spektroskopi UV- Vis. Hasil pengukuran kadar kalsium dan fosfor pada sampel beserta besar rasio yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Sampel pada variasi suhu yang memiliki kadar Ca paling tinggi adalah sampel HA_200_3_S sebesar ppm. Kadar P paling tinggi terdapat pada sampel HA_300_3_S sebesar ppm. Sedangkan pada sampel dengan variasi waktu kadar Ca yang paling besar terdapat pada sampel HA_200_3_S sebesar ppm. Kadar P paling tinggi terdapat pada sampel HA_200_5_S sebesar ppm. Rasio Ca/P HAP murni adalah Hasil yang didapatkan dari sampel menunjukan nilai Ca/P lebih besar dari Pada sampel dengan menggunakan variasi suhu, yang memiliki rasio Ca/P mendekati literatur yaitu HAP_250_3_S sebesar Pada sampel variasi waktu, didapatkan hasil yang mendekati yaitu pada sampel HA_200_5_S sebesar Hal ini kemungkinan besar terjadi karena adanya zat pengotor ataupun terbentuknya fase lain pada sampel. Zat pengotor tersebut dapat disebabkan oleh CO 3 2- yang berasal dari cangkang telur.

27 Tabel 9. Rasio Ca/P Variasi Suhu 17 Tabel 10. Rasio Ca/P Variasi Waktu Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan variasi suhu yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 15. Terlihat bahwa pada sampel suhu 200 o C sintering memiliki kadar Ca yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Sedangkan pada sampel 150, 250, dan 300 o C sintering memiliki kadar Ca yang lebih sedikit dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Hal ini bisa terjadi karena adanya zat-zat pengotor atau terbentuknya fase selain hidroksiapatit. Perbandingan hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel dengan variasi suhu yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 16. Terlihat bahwa pada sampel yang telah mengalami proses sintering memiliki kadar P yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada sampel tanpa sintering. Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan variasi waktu suhu 200 o C yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 17. Terlihat bahwa pada variasi waktu 3 jam dan 5 jam yang telah disintering memiliki kadar Ca lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa sintering, sedangkan pada sampel variasi waktu 1 jam yang telah disintering memiliki kadar Ca yang lebih rendah daripada sampel yang telah disintering. Perbandingan hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel variasi waktu suhu 200 o C yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 18. Terlihat bahwa sampel yang telah disintering memiliki kadar P lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa disintering.

28 18 Gambar 15. Hubungan Kadar Ca terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu Gambar 16. Hubungan Kadar P terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu Gambar 17. Hubungan Kadar Ca terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 200 o C

29 Gambar 18. Hubungan Kadar P terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 200 o C 19

30 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Variasi suhu proses hidrotermal berpengaruh terhadap komposisi hidroksiapatit. Semakin tinggi suhu dihasilkan hidroksiapatit dengan tingkat kemurnian yang semakin tinggi. Pada suhu sebesar 300 o C dihasilkan kadar kalsium dan fosfat sebesar dan %, tertinggi dibandingkan variasi suhu yang lain. Berdasarkan hasil pengamatan, variasi waktu berpengaruh terhadap rasio Ca/P. Pada sampel 5 jam setelah sintering memiliki rasio 1.80 yang mendekati rasio literatur sebesar Saran Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan karakterisasi hasil kalsinasi cangkang telur terlebih dahulu menggunakan spektroskopi FTIR dan AAS sehingga diketahui komposisi yang terkandung pada sampel. Selain itu, perlu dilakukan variasi waktu 7 jam dan 9 jam pada proses hidrotermal.

31 DAFTAR PUSTAKA 1. Dewi SU. Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dengan metode sonikasi [tesis]. Bogor (ID) : IPB Pr Solechan A. Pengukuran Derajat Kristalinitas Tulang Tikus Pada Berbagai Umur Dengan XRD [skripsi]. Depok (ID) : UI Pr Aoki H. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Institute for Medical and Dental Engineering. Tokyo (JP) : TMDU Pr Nurmawati M. Analisis Derajat Kristalinitas, Ukuran Kristal dan Bentuk Partikel Mineral Tulang Manusia Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Tulang [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr Berlianty A. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Pada Tulang Domba yang Diimplan Dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan (HA-K) [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr Riyani E, dkk. Karakterisasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat hasil Pengaruh Penambahan Ion F- dan Mg2+. Biofisika. 2005; 1: Bigi A, dkk. The role of Magnesium on the Structure of Biological apatites. Calc Tiss Ress. 1992; 50: Yoshimura EK, dkk. Hydrothermal Processing of Materials: Past, Present and Future. J Mater Sci. 2008; 43 : Solihat R. Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite From Eggshell: XRD, FTIR and SEM-EDXA Characterization [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr Chatwall G. Spectroscopy Atomic and Molecule. Himalaya Publishing House : Bombay Mulyaningsih NN Karakteristik Hidroksiapatit Sintetik dan Alami Pada Suhu 1400 o C [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr Zulti Fifia. Spektroskopi Inframerah, Serapan Atomik, Serapan Sinar Tampak dan Untraviolet Hidroksiapatit dari Cangkang Telur [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr

32 Lampiran 1 Metode Penelitian LAMPIRAN

33 Lampiran 2 Diagram Alir Penelitian 23 Mulai Persiapan Alat dan Bahan Kalsinasi Larutan Kalsium dan Fosfat 1/0,6 Sintesis HA Dengan Metode Hidrotermal Aging Pengeringan 110 o C Beberapa Gram Sampel Sintering 900 o C Karakterisasi FTIR AAS Analisis / Pengolahan Data Penyusunan Laporan Selesai

34

35 Lampiran 3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca) 24 Rumus mencari ketepatan X = Massa atom relatif kalsium literatur Y = Kadar kalsium (%)

36 Lampiran 4 Komposisi Gugus Fosfor (P) 25 Rumus mencari ketepatan X = Massa atom relatif fosfor literatur Y = Kadar fosfor (%)

37 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1990 dari pasangan Subur Riyanto dan Munawariah. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SDS Al-Musanifiah, SLTPN 117 Jakarta, SMAN 9 Jakarta dan melanjutkan ke perguruan tinggi negeri S1 di Departemen fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan penulis aktif dalam bidang organisasi, penulis aktif sebagai anggota kominfo HIMAFI dan acara kepanitiaan seperti ketua divisi Lead Officer pada kegiatan Kompetisi Fisika Pesta Sains, sekretaris dan moderator pada acara Public Speaking Departemen Fisika IPB, ketua panitia dalam kegiatan Olimpiade Sains tingkat SDIT se-tangerang Raya, panitia MPD, pelepasan wisuda sebagai divisi acara dan MC, dll. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Eksperimen Fisika I dan juga aktif mengajar di Lembaga bimbingan belajar maupun privat dan berwirausaha. Pada akhir tahun 2012, penulis telah bekerja sebagai staff marketing Bimbingan Belajar Quantum Wilayah III.

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi

Lebih terperinci

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Cangkang Kerang Darah dengan Proses Hidrotermal Variasi Suhu dan ph Bona Tua 1), Amun Amri 2), dan Zultiniar 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia 2) Dosen

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK

Lebih terperinci

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI

OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI i OBSERVASI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG TERBUAT DARI CANGKANG TELUR AYAM KAMPUNG DAN AYAM RAS CUCU CAHYATI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI

PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI PEMANFAATAN CANGKANG TELUR AYAM UNTUK SINTESIS HIDROKSIAPATIT DENGAN REAKSI KERING FITRIANI PRASETYANTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (2): 42-48 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING Hardiyanti, K. Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidroksiapatit adalah sebuah molekul kristalin yang intinya tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Molekul ini menempati porsi 65% dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitas cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitas yang baik dan terjangkau,

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL 4.1.1. Difraksi Sinar-X Sampel Analisis XRD dilakukan untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel, menghitung derajat kristalinitas sampel, parameter

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari alternatif bahan rehabilitasi yang baik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biokeramik hidroksiapatit adalah keramik berbasis kalsium fosfat dengan rumus kimia ( ) ( ), yang merupakan paduan dua senyawa garam trikalsium fosfat dan kalsium hidroksida

Lebih terperinci

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat Kiagus Dahlan, Setia Utami Dewi Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite BAB II TEORI DASAR 1. Hydroxyapatite Apatit adalah istilah umum untuk kristal yang memiliki komposisi M 10 (ZO 4 ) 6 X 2. Unsur-unsur yang menempati M, Z dan X ialah: (Esti Riyani.2005) M = Ca, Sr, Ba,

Lebih terperinci

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat TUGAS AKHIR Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat Disusun : AGUS DWI SANTOSO NIM : D200 050 182 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Kiagus Dahlan Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Darmaga, Bogor E-mail: kiagusd@yahoo.com Abstrak.

Lebih terperinci

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C TUGAS AKHIR STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C Disusun : ANDY HERMAWAN NIM : D200 050 004 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI

SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI SINTESIS β-tricalcium PHOSPHATE DENGAN SUMBER KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM MAYA KUSUMA DEWI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0 TUGAS AKHIR STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0.5 M DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT SEBELUM DAN SESUDAH KALSINASI DAN SINTERING Disusun : AMIN MUSTOFA NIM : D 200 05

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR AYAM DAN POROGEN DARI KITOSAN INDRI PUTRI SITORESMI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho dkk., 2007). Selain fungsi mekanis, tulang juga berperan penting dalam aktivitas metabolik (Meneghini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin

Lebih terperinci

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN Disusun : GINANJAR PURWOJATMIKO D 200 040 020 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN TUGAS AKHIR PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN Disusun Oleh: OKTO ARIYANTO NIM : D 200 040 045 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian XRD Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan Proses Terbuka Disusun : DWI AGUS RIMBAWANTO NIM : D200 040 014 NIRM : 04.6.106.03030.50014 JURUSAN TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG KERANG RANGA BALGIES DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK BALGIES. Sintesis

Lebih terperinci

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS

Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS TUGAS AKHIR Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS Disusun : ARIYANTO D 200 040 046 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Juli 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR DAN MORFOLOGI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL BAGOES PERMADA

KAJIAN STRUKTUR DAN MORFOLOGI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL BAGOES PERMADA KAJIAN STRUKTUR DAN MORFOLOGI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL BAGOES PERMADA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBAHAN DASAR PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) DENGAN METODE BASAH-PENGENDAPAN SYNTHESIS HYDROXYAPATITE MADE FROM PRECIPITATED CALCIUM CARBONATE (PCC) WITH WET PRECIPITATION

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI LIMBAH CANGKANG KERANG BULU (Anadara antiquata) SKRIPSI SRI ANUGRAH WATI 100801026 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi sampel dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi sampel dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April s.d Oktober tahun 2009 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi sampel dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING Jurnal Biofisika 8 (1): 42-53 SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE BERBASIS CANGKANG KERANG RANGA PADA VARIASI SUHU SINTERING N. Selvia,* K. Dahlan, S. U. Dewi. Bagian Biofisika, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan

Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan TUGAS AKHIR Proses Sintesa dan Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) Hidroksiapatit dari Bulk Gipsum Alam Cikalong dengan Bejana Tekan Disusun : SLAMET WIDODO D 200 040 030 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi

Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi Novika Sri Wardani 1, Ahmad Fadli, Irdoni Laboratorium Material & Korosi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Jurusan Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH

KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SINTETIK DAN ALAMI PADA SUHU 1400 o C NENG NENDEN MULYANINGSIH PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS (Gallus gallus) MENGGUNAKAN METODE PENGENDAPAN BASAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS (Gallus gallus) MENGGUNAKAN METODE PENGENDAPAN BASAH UNESA Journal of Chemistry, Vol. 6, No. 2, May 2017 SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS (Gallus gallus) MENGGUNAKAN METODE PENGENDAPAN BASAH SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang

1.2. Tujuan Penelitian 1.3. Tempat dan Waktu Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cangkang Telur 2.2. Mineral Tulang 2 diharapkan mampu memberikan kemudahan dan nilai ekonomis bagi masyarakat yang nantinya membutuhkan produk dari biomaterial untuk kesehatan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (www.fda.gov). pati. Selanjutnya, pemanasan dilanjutkan pada suhu 750 ºC untuk meningkatkan matriks pori yang telah termodifikasi. Struktur pori selanjutnya diamati menggunakan SEM. Perlakuan di atas dilakukan juga pada

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk percobaan adalah polimer PMMA, poli (metil metakrilat), ditizon, dan oksina. Pelarut yang digunakan adalah kloroform. Untuk larutan bufer

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan I Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Riau selama 2 bulan (April s/d Juni 2009) 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan rehabilitasi saat ini semakin banyak diperlukan oleh masyarakat. Pada bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk merehabilitasi tulang

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Ageing dan Kecepatan Pengadukan Pada Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi

Pengaruh Waktu Ageing dan Kecepatan Pengadukan Pada Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi Pengaruh Waktu Ageing dan Kecepatan Pengadukan Pada Sintesis Hidroksiapatit dari Cangkang Telur dengan Metode Presipitasi Rio Andika 1, Ahmad Fadli, Irdoni HS Alumni Teknik Kimia Universitas Riau Jurusan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan data di Asia, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita patah tulang tertinggi. Pada tahun 2015 RS. Orthopedi Prof. Dr. Soeharso terdapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni tahun 2012 Januari 2013 di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012 sampai April 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI

PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI PENGARUH PENAMBAHAN LARUTAN MgCl 2 PADA SINTESIS KALSIUM KARBONAT PRESIPITAT BERBAHAN DASAR BATU KAPUR DENGAN METODE KARBONASI Nurul Fitria Apriliani 1108 100 026 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP

SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP Jurnal Biofisika 8 (1): 25-33 SINTESIS SENYAWA KALSIUM FOSFAT DENGAN TEKNIK PRESIPITASI SINGLE DROP I. P. Ramadhani, * S. T. Wahyudi*, S. U. Dewi Bagian Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 19 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1

REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 REAKSI AMOKSIMASI SIKLOHEKSANON MENGGUNAKAN KATALIS Ag/TS-1 Oleh: Dyah Fitasari 1409201719 Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, S.Si, M.Sc Suprapto, M.Si, Ph.D LATAR BELAKANG Sikloheksanon Sikloheksanon Oksim

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO

STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Yogyakarta, 27 Agustus 2008 STUDI KUALITAS DIAMONIUM HIDROGEN FOSFAT DALAM FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM KULON PROGO Joko Sedyono a dan Alva Edy Tontowi b a Program Studi

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI SPEKTROSKOPI INFRAMERAH SENYAWA KALSIUM FOSFAT HASIL PRESIPITASI Djarwani S. Soejoko dan Sri Wahyuni Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN terkandung dalam sampel. Analisis EDX dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan Bogor. Analisis FTIR Sampel silika dan silikon dianalisis menggunakan Spektrometer

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci