PENGARUH ADITIF PADA PEMBUATAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI BERBASIS POLISULFON UNTUK PEMURNIAN AIR GAMBUT LAPORAN PENELITIAN. Anita Kusuma Wardani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH ADITIF PADA PEMBUATAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI BERBASIS POLISULFON UNTUK PEMURNIAN AIR GAMBUT LAPORAN PENELITIAN. Anita Kusuma Wardani"

Transkripsi

1 PENGARUH ADITIF PADA PEMBUATAN MEMBRAN ULTRAFILTRASI BERBASIS POLISULFON UNTUK PEMURNIAN AIR GAMBUT LAPORAN PENELITIAN Anita Kusuma Wardani PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Mei 2013

2 Pengaruh Aditif pada Pembuatan Membran Ultrafiltrasi Berbasis Polisulfon untuk Pemurnian Air Gambut Anita Kusuma Wardani Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Air gambut merupakan air permukaan yang terdapat pada lahan bergambut. Indonesia memiliki potensi pemanfaatan air gambut yang tinggi, namun air gambut yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber air bersih karena kandungan senyawa organik yang tinggi pada air gambut. Salah satu teknologi pengolahan air yang dapat digunakan adalah membran ultrafiltrasi. Pemisahan menggunakan membran dipilih karena prosesnya sederhana, hemat energi, dan ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh konsentrasi polietilen glikol (PEG), jenis nonpelarut, dan kondisi tekanan terhadap morfologi, permeabilitas, dan selektivitas membran ultrafiltrasi yang digunakan pada pemurnian air gambut. Penelitian dilakukan dengan pembuatan membran asimetrik berbasis polisulfon (PSf) dengan pelarut DMAc dan aditif PEG. Non-pelarut yang digunakan terdiri dari air dan larutan 10%-v DMAc. Metode yang digunakan pada pembuatan membran adalah metode inversi fasa tipe immersion precipitation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan PEG mampu meningkatkan makrovoid finger-like pada lapisan struktural membran dan menurunkan sudut kontak. Laju permeasi dan rejeksi maksimum diperoleh pada membran dengan komposisi PSf 20%-b dan PEG 35%-b. Pada penambahan DMAc 10%-v pada bak koagulasi, terjadi pengurangan ukuran makrovoid, fluks air murni membran menurun dan rejeksi cenderung meningkat. Peningkatan kondisi tekanan menyebabkan peningkatan fluks air murni dan penurunan rejeksi air gambut. Kata kunci: permeabilitas, selektivitas, PEG, DMAc i

3 Influence of Additives on Polysulfone-Based Ultrafiltration Membrane Preparation during Peat Water Filtration Anita Kusuma Wardani Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Bandung ABSTRACT Peat water is surface water in peatlands. Indonesia has the high potential for peat water use, but peat water can t be used directly as a source of clean water due to a high content of organic compounds. One of water treatment technology that is often used is the ultrafiltration membrane. Separation using membrane chosen because the process is simple, energy efficient, and environmentally friendly. The purpose of this study was to analyze the influence of concentration of polyethylene glycol (PEG), type of non-solvent, and pressure on the morphology, permeability, and selectivity of ultrafiltration membranes are used in peat water purification. The study was conducted by making asymmetric membranes based on polysulfone (PSf) with DMAc solvent and additive of PEG. Non-solvent consisted of water and a solution of 10%-v DMAc. The method used in the preparation of membranes is phase inversion method with immersion precipitation. The results showed that the addition of PEG increase makrovoid finger-like on the membrane structural layer and decrease the contact angle. The maximum permeation rate and rejection is achieved on the composition of the membrane with PSf 20%-b and PEG 35%-b. On the addition of 10%-v DMAc in coagulation bath, reduction occur in the size of makrovoid, pure water flux decreased and rejection membrane tends to increase. Increased pressure conditions cause an increase in the pure water flux and decrease in peat water rejection. Keywords: permeability, selectivity, PEG, DMAc ii

4 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Ruang Lingkup... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Membran Struktur Membran Tipe Membran Berdasarkan Perbedaan Driving Force Metode Pembuatan Membran Metode Inversi Fasa Modifikasi Membran Membran Ultrafiltrasi Sistem Transportasi Perkembangan Teknologi Aplikasi Karakterisasi Membran Ultrafiltrasi Permeabilitas Selektivitas Scanning Electron Microscope (SEM) Atomic Force Microscope (AFM) Sudut Kontak Bubble Point Air Gambut Polisulfon (PSf) Polietilen Glikol (PEG) BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN iii

5 3.1. Metodologi Percobaan Bahan Alat Prosedur Variasi Interpretasi Data Perhitungan Fluks Perhitungan Selektivitas Fluks Recovery Ratio (FRR) Sudut Kontak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penambahan PEG pada Larutan Membran Pengaruh Penambahan PEG terhadap Morfologi Pengaruh Penambahan PEG terhadap Sudut Kontak Pengaruh Penambahan PEG terhadap Permeasi Pengaruh Penambahan PEG terhadap Rejeksi Pengaruh Penambahan DMAc pada Non-pelarut Pengaruh Penambahan DMAc terhadap Morfologi Pengaruh Penambahan DMAc terhadap Permeasi Pengaruh Penambahan DMAc terhadap Rejeksi Pengaruh Kondisi Tekanan terhadap Permeasi dan Rejeksi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA iv

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu komponen vital dalam kehidupan manusia. Kebutuhan air bersih akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Hingga saat ini, pemenuhan kebutuhan air bersih yang terus meningkat merupakan masalah yang umum terjadi di Indonesia. Walaupun Indonesia memiliki sumber daya air 3,22 triliun meter kubik per tahun, persentase pemenuhan air minum yang telah dilakukan oleh pemerintah hanya mencapai 47% dari total kebutuhan masyarakat Indonesia (Majalah Sustaining Partnership Desember 2011, hlm 4-5). Penyebab utama krisis air bersih tidak disebabkan oleh sumber daya air yang minim, namun karena pengelolaan air yang tidak tepat. Salah satu sumber air melimpah yang tidak digunakan secara efektif di Indonesia adalah air gambut. Air gambut merupakan air permukaan yang terdapat pada lahan bergambut. Sebagai negara keempat dengan luas lahan gambut terluas di dunia, Indonesia memiliki potensi pemanfaatan air gambut yang tinggi. Dari 20 juta hektar lahan gambut di Indonesia, 35% terletak di Pulau Sumatera, 30% di Pulau Kalimantan, 30% di Papua, dan 3% di Sulawesi (Sekjen Departemen Kehutanan, 2006). Namun air gambut yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber air bersih. Hal ini disebabkan kandungan senyawa organik yang tinggi pada air gambut. Kandungan senyawa organik menyebabkan air gambut berwarna coklat. Air gambut yang digunakan untuk mencuci akan meninggalkan noda kecoklatan pada permukaan pakaian atau perlengkapan rumah tangga. Selain itu, air gambut mengandung senyawa logam dengan kadar yang cukup tinggi dan bersifat asam. Gabungan kedua karakteristik ini menjadikan air gambut bersifat korosif sehingga tidak dapat digunakan untuk peralatan yang terbuat dari logam. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknologi yang mampu mengurangi kadar senyawa tersebut sehingga air gambut dapat dijadikan sebagai sumber air bersih. Salah satu teknologi pengolahan air yang sering digunakan adalah membran ultrafiltrasi. Pemisahan menggunakan membran dipilih karena prosesnya sederhana, hemat energi, dan ramah lingkungan [1]. Selain itu, kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi daripada teknologi konvensional. Di Indonesia, penggunaan teknologi membran tergolong baru. Namun penggunaannya terus mengalami perkembangan. Parameter penting yang menentukan kinerja membran ultrafiltrasi terbagi menjadi dua, yaitu permeabilitas dan selektivitas. Permeabilitas merupakan kemampuan suatu spesi menembus membran, sedangkan selektivitas merupakan kemampuan membran menahan sejumlah tertentu kontaminan. Sehingga laju alir produk ditentukan oleh permeabilitas, sedangkan kemurnian produk ditentukan oleh selektivitas. Membran ultrafiltrasi dapat digunakan untuk menghilangkan senyawa organik dan logam pada air gambut hingga mencapai kadar tertentu. Salah satu jenis polimer yang sering digunakan untuk membuat membran ultrafiltrasi adalah polisulfon (PSf). Membran yang terbuat dari PSf memiliki struktur yang kuat, stabil pada ph 1-13, serta karakteristik mekanik yang baik. Kekurangan utama dari membran PSf adalah sifat hidrofobiknya [2]. Sifat hidrofobik meningkatkan kecenderungan terjadinya penyumbatan (fouling) pada membran. Metode paling mudah dan murah untuk menurunkan sifat hidrofobik membran adalah dengan pencampuran aditif yang mengandung gugus hidroksil, amina, atau karboksil dalam polimer pembuat membran [3]. Aditif yang digunakan pada penelitian ini adalah polietilen glikol (PEG). PEG dipilih karena sifatnya yang stabil, tidak bereaksi, serta tidak mudah terurai. 1

7 Pembuatan membran ultrafiltrasi yang telah ada biasanya menggunakan komposisi PEG yang kurang dari 20%-berat. Pada penelitian ini pembuatan membran ultrafiltrasi menggunakan komposisi PEG lebih dari 20%-berat. Selain komposisi PEG, variasi yang dilakukan meliputi komposisi PSf, jenis non-pelarut, dan tekanan operasi Rumusan Masalah Penggunaan air gambut sebagai air bersih di Indonesia masih memiliki banyak kendala. Air gambut harus mengalami pengolahan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai untuk kebutuhan sehari-hari. Salah satu teknologi pengolahan yang memiliki potensi yang baik adalah membran ultrafiltrasi. Polimer yang sering digunakan untuk membuat membran ultrafiltrasi adalah PSf. Untuk memperbaiki karakteristik membran berbasis PSf, perlu ditambahkan aditif PEG pada saat pembuatan membran. Pada penelitian ini, dilakukan variasi konsentrasi PSf, konsentrasi PEG, jenis non-pelarut, dan tekanan operasi untuk menentukan pengaruhnya terhadap permeabilitas dan selektivitas membran Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: a. pengaruh konsentrasi PEG pada skala tinggi; b. pengaruh jenis non-pelarut; dan c. pengaruh kondisi tekanan terhadap morfologi, permeabilitas, dan selektivitas membran ultrafiltrasi yang digunakan pada pemurnian air gambut Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini mencakup hal-hal berikut: a. Membran yang dibuat adalah membran ultrafiltrasi asimetrik. b. Variasi komposisi aditif (PEG) : 0%, 20%, 25%, 30%, dan 35% c. Variasi non-pelarut : air dan air + 10% DMAc d. Variasi tekanan : 10, 15, dan 30 psi 2

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Membran Membran merupakan penghalang yang bersifat selektif dan terletak di antara dua fasa yang dipisahkan [4]. Jenis membran yang sangat banyak dengan karakteristik yang berbeda-beda membuat membran sulit didefinisikan secara tepat dan menyeluruh. Membran dapat bersifat homogen atau heterogen, simetrik atau asimetrik, padat atau liquid, serta netral atau memiliki muatan. Secara umum, pemisahan yang terjadi pada membran dapat disimpulkan pada Gambar 2.1. Aliran umpan masuk ke dalam membran, terpisah menjadi dua aliran, yaitu permeat dan retentat. Permeat merupakan hasil pemisahan yang diinginkan, ditunjukkan oleh panah biru dan merah. Retentat dtunjukkan oleh panah kuning dan hijau. Gambar 2.1. Aliran pada membran Aplikasi membran telah merambah ke berbagai industri diantaranya industri logam (metal recovery, pengendalian polusi, pengayaan udara untuk pembakaran), industri makanan, bioteknologi (pemisahan, pemurnian, sterilisasi, perolehan produk samping), serta industri kulit dan tekstil (sensible heat recovery, pengendalian polusi, perolehan bahan-bahan kimia) [1]. Teknologi membran juga telah diaplikasikan untuk skala kecil hingga rumah tangga seperti produksi air minum dan air bersih untuk keperluan sehari-hari [5]. Saat ini proses pemisahan konvensional seperti distilasi, kristalisasi, dan ekstraksi dilakukan menggunakan bantuan membran. Membran dipilih karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu proses pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu, konsumsi energi yang rendah, dapat dengan mudah digabungkan dengan proses pemisahan lain, kondisi operasi pemisahan (tekanan dan temperatur) lunak, mudah digunakan pada skala industri, karakteristik membran dapat ditentukan, serta tidak memerlukan tambahan zat lain Struktur Membran Membran dapat memiliki struktur simetrik dan asimetrik. Membran simetrik memiliki struktur lapisan yang homogen sedangkan membran asimetrik memiliki struktur yang heterogen. Perbedan struktur membran simetrik dan asimetrik ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan

9 Gambar 2.2. Struktur membran simetrik mikroporous (kiri) dan simetrik dense (kanan) Membran dengan struktur simetrik mikroporous memiliki struktur pori yang sangat rapat dan saling berhubungan antar pori. Pori-pori ini memiliki ukuran yang sangat kecil, yaitu berdiameter antara 0,01-10 μm. Semua partikel yang berukuran lebih besar dari pori-pori terbesar benar-benar ditolak oleh membran. Sedangkan membran simetrik dense merupakan membran yang terdiri dari suatu lapisan padat dan rapat, sehingga proses pemisahan berlangsung secara difusi dan semua partikel dapat ditolak. Gambar 2.3. Struktur membran asimetrik Loeb-Sourirajan (kiri) dan asimetrik komposit (kanan) Membran asimetrik Loeb-Sourirajan memiliki ukuran pori yang bervariasi, dengan distribusi pori terkecil di bagian atas dan semakin ke bawah ukuran pori semakin membesar. Sedangkan membran asimetrik komposit merupakan perpaduan lapisan polimer yang sangat tipis (0,1-1 μm) yang terletak di atas lapisan polimer tebal ( μm). Pada umumnya lapisan tipis berupa lapisan dense yang menentukan kinerja membran, dan lapisan tebal berupa lapisan berpori yang menentukan besarnya laju pemisahan. Saat ini membran asimetrik banyak digunakan untuk membran dengan gaya dorong berupa perbedaan tekanan, seperti membran ultrafiltrasi, mikrofiltrasi, osmosis balik, atau pemisahan gas, proses-proses yang membutuhkan laju perpindahan yang tinggi dan stabilitas mekanik yang baik. Keuntungan dari membran asimetrik ialah permukaan membran akan menahan partikel yang tidak dapat melewatinya dan partikel ini dapat dihilangkan dengan mengalirkan air atau larutan umpan sejajar dengan permukaan membran. Membran asimetrik pertama kali dibuat dari polimer selulosa asetat, menghasilkan laju alir yang 10 hingga 100 kali lebih tinggi daripada membran simetrik. Metode yang biasa digunakan untuk pembuatan membran asimetrik ada dua, yaitu metode inversi fasa dan pembentukan struktur komposit. Metode yang lebih sering digunakan ialah metode inversi fasa Tipe Membran Berdasarkan Perbedaan Driving Force Proses-proses membran dapat diklasifikasikan berdasarkan gaya dorongnya (driving force) yang berupa beda tekanan, beda konsentrasi, beda temperatur, dan beda potensial listrik [6] seperti yang ditunjukkan oleh table 2.1. Proses mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF), dan reverse osmosis (RO) menggunakan perbedaan tekanan sebagai gaya dorongnya. Proses membran lainnya menggunakan perbedaan konsentrasi (pemisahan gas, pervaporasi, membran cair, dialisis), perbedaan suhu (membran distilasi, termo-osmosis), dan perbedaan potensial listrik (elektrodialisis, elektrodeionisasi) sebagai gaya dorongnya. 4

10 Perbedaan Tekanan Tabel 2.1. Tipe membran berdasarkan driving force Perbedaan Perbedaan Perbedaan Konsentrasi Tegangan Listrik Temperatur Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi Nanofiltrasi Osmosis balik Pemisahan gas Pervaporasi Membran kontaktor Dialisis Difusi-dialisis Elektrodialisis Elektrodeionisasi Elektrolisis Membran distilasi Termo-osmosis Termodialisis Untuk membran dengan pemisahan berdasarkan perbedaan tekanan, dapat dibagi menjadi berikut mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, dan osmosis balik (RO). Perbedaan tekanan pada keempat jenis membran tersebut disebabkan oleh perbedaan pori, seperti yang disajikan pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Karekteristik membran dengan driving force perbedaan tekanan Membranes Microfiltration Ultrafiltration Nanofiltration Reverse Osmosis Symmetric Asymmetric or Structure asymmetric porous Composite porous composite Sublayer 150 μm; Sublayer 150 μm; Thickness μm 150 μm toplayer 1 μm toplayer 1 μm Pore Sizes μm nm <2 nm <2 nm brackish water (15-25 Driving Pressure (< 2 Pressure (10-25 Pressure (1-10 bar) bar), seawater (40-80 force bar) bar) bar) Separation principle Rejection of Sieving mechanism Particles, clay, bacteria Sieving mechanism Solution diffusion Solution diffusion Macro molecules, proteins, polysaccharides, vira HMWC, mono-, di-, oligosaccharides, polyvalent neg.ions HMWC, LMWC, NaCl, glucose, amino acid Membrane material Polymeric, ceramic Polymeric (e.g. polysulfone [PS], polyacrylonitrile [PAN]) Ceramic (e.g. zirconium oxide, aluminium oxide) Polyamide (interfacial polymerization) Cellulose triacetate, aromatic polyamide, Polyamide & polyetherurea (interfacial polymerization) 2.2. Metode Pembuatan Membran Kinerja membran sangat tergantung pada karakteristik membran, dan karakteristik tersebut diperoleh melalui material dan teknik preparasi yang berbeda. Material yang digunakan pada pembuatan membran dapat berupa polimer, senyawa inorganik (keramik, zeolit, logam, kaca, atau karbon), cairan, atau kombinasi ketiga bahan menjadi membran mixed-matrix. Berbagai bahan sintetik dapat digunakan untuk membuat membran. Bahan tersebut dapat berupa materi organic (polimer) ataupun materi anorganik (keramik, gelas, logam). Tujuan dari pembuatan membran adalah memodifikasi bahan tersebut dengan proses yang tepat untuk menghasilkan tipe membran yang sesuai untuk proses pemisahan yang diinginkan. Secara umum terdapat beberapa proses pembuatan membran yaitu proses sintering, stretching, track-etching, phase inversion, dan coating [7]. Dalam aplikasinya, membran biasanya digunakan dalam bentuk modul-modul yang merupakan satuan unit terkecil dari unit membran. Konfigurasi modul secara umum dapat dibedakan menjadi 5

11 konfigurasi membran tubular dan membran lembaran (flat sheet). Dua modul membran yang paling umum dijumpai di pasaran adalah hollow fiber dan spiral wound. Modul-modul tersebut memiliki keunggulan masing-masing yang diantaranya didasarkan pada packing density, kemudahan pencucian, hilang tekan, volume hold-up, dan kebutuhan sistem perlakuan awal (pre-treatment). Modul hollow fiber memiliki packing density yang paling tinggi dibandingkan jenis modul lainnya, termasuk pula paling mudah dibersihkan, self-supporting, dan memiliki luas permuakaan per volume yang tinggi [8]. Dari segi harga, hollow fiber dan spiral wound lebih kompetitif dibanding modul lainnya. Teknik preparasi membran hollow fiber ditunjukkan pada gambar 2.4. Gambar 2.4. Variasi teknik preparasi membran Metode Inversi Fasa Inversi fasa merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk membuat membran asimetrik. Secara umum pembuatan membran menggunakan metode inversi fasa meliputi tahapan berikut. Gambar 2.5. Proses pembentukan membran a. Polimer dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dengan perbandingan sebesar 10-30% berat polimer. b. Terjadi pertukaran antara pelarut dan non-pelarut. 6

12 c. Polimer mengeras akibat keluarnya pelarut dari matiks membran. d. Pengerasan lebih lanjut hingga pelarut sudah tidak bisa keluar lagi dari matriks membran. Pada saat perendaman, larutan polimer yang homogen akan terpisah menjadi dua fasa: fasa kaya polimer dan fasa kaya pelarut. Fasa kaya polimer kemudian akan mengendap membentuk membran. Proses pengendapan pada polimer tidak terjadi secara serentak, lapisan paling luar akan mengeras terlebih dahulu membentuk pori yang lebih kecil. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya membran asimetrik. Struktur membran yang dibuat dengan metode inversi fasa tidak selalu sama, tergantung prosedur pembuatannya. Beberapa paremeter yang mempengaruhi struktur dan karakteristik membran yang dibuat dengan metode inversi fasa ialah jenis dan konsentrasi polimer, jenis pelarut, jenis nonpelarut, laju penguapan, serta temperatur penguapan. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pelarut polimer, pelatur, dan non-pelarut ialah sifat-sifat zat tersebut, sesuai atau tidak. Pengaruh konsentrasi polimer terhadap karakteristik membran tidak dapat dikuantifikasi. Semakin tinggi konsentrai polimer pada larutan, maka ukuran pori, kecepatan mengendap, dan permeabilitas menurun sementara kemampuan menahan partikel akan meningkat. Sedangkan laju penguapan yang tinggi cenderung membentuk membran dengan struktur seperti jari, laju penguapan yang lambat membentuk struktur seperti busa padat, dan laju yang sangat lambat akan membentuk membran simetrik. Fenomena ini dapat diamati menggunakan mikroskop optik. Terdapat beberapa teknik penyiapan membran menggunakan metode inversi fasa, yaitu pengendapan melalui penguapan pelarut, pengendapan fasa uap, pengendapan melalui penguapan terkontrol, pengendapan termal, serta pengen dapan melalui perendaman. a. Pengendapan melalui penguapan pelarut Pengendapan melalui penguapan pelarut (precipitation by solvent evaporation) merupakan cara paling sederhana dalam menyiapkan membran dengan metode inversi fasa. Polimer dilarutkan, kemudian dicetak, dan pelarut dibiarkan menguap pada lingkungan gas inert dengan kondisi atmosferik. b. Pengendapan fasa uap Pada proses pengendapan fasa uap (precipitation from the vapour phase), polimer yang telah dicetak diletakkan pada lingkungan uap atomesferik yang mengandung non-pelarut yang jenuh dengan pelarut. Konsentrasi pelarut yang tinggi pada fasa uap menghambat penguapan pelarut dari fasa air. Pembentukan membran terjadi karena difusi non-pelarut ke dalam fasa cair. Membran yang terbentuk ialah membran berpori tanpa lapisan. c. Pengendapan melalui penguapan terkontrol Pada metode pengendapan melalui penguapan terkontrol (precipitation by controlled evaporation), dibentuk campuran polimer, pelarut, dan non-pelarut. Pelarut yang digunakan bersifat lebih mudah menguap daripada non-pelarut, sehingga komposisi non-pelarut akan semakin tinggi di dalam campuran selama pelarut menguap. Pengendapan terjadi dan membran berlapis (skinned membrane) terbentuk. d. Pengendapan termal Pada metode pengendapan termal (thermal precipitation), larutan polimer yang telah dicetak didinginkan agar pengendapan polimer terjadi. Teknik ini biasa digunakan untuk membuat memban mikrofiltrasi. e. Pengendapan melalui perendaman (immersion precipitation) Teknik pengendapan melalui perendaman (immersion precipitaion) pertama kali berhasil digunakan oleh Loeb dan Sourirajan untuk membuat membran reverse osmosis. Teknik ini paling sering digunakan untuk membuat membran berlapis. Larutan membran yang telah dicetak dibenamkan ke dalam non-pelarut dalam sebuah bak. Non-pelarut berdifusi ke dalam larutan menggantikan posisi pelarut sehingga endapan membran terbentuk. Konfigurasi membran yang dibentuk dengan teknik ini biasanya tipe flat membrane dan tubular membrane. Membran flat merupakan tipe membran 7

13 ultrafiltrasi yang paling banyak digunakan pada saat ini. Pembuatan membran flat juga sederhana sehingga sering digunakan untuk pengujian skala laboratorium Modifikasi Membran Aplikasi teknologi membran juga menghadapi beberapa hambatan dan tantangan seperti fluks yang rendah, selektivitas yang rendah, terjadinya fouling dalam pengoperasiannya, peralatan yang masih relative mahal, dan umur membran yang relative singkat [9]. Hambatan tersebut pada umumnya berhubungan dengan material dan desain membran. Oleh karena itu, saat ini telah banyak dikembangakan proses pembuatan memban yang meliputi penggunaan material baru, pembuatan dan modifikasi membran, dan perbaikan-perbaikan dalam proses desain termasuk operasinya. Sehingga proses pembuatan membran merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan aplikasi proses membran. Karena membran retentif terhadap solut atau partikel dalam umpan maka terjadi akumulasi solut atau partikel pada permukaan membran. Fenomena ini disebut sebagai polarisasi konsentrasi, yaitu peningkatan konsentrasi solut secara lokal di permukaan membran [10]. Pengaruh polarisasi konsentrasi ini bersifat reversibel karena dapat direduksi dengan penurunan tekanan lintas membran, pengurangan konsentrasi umpan atau peningkatan kecepatan aliran (turbulensi). Akumulasi solut atau partikel pada permukaan membran tersebut dapat mempengaruhi fluks dalam dua cara yang berbeda. Pertama, solut/partikel terakumulasi menimbulkan perbedaan tekanan osmosis yang menggerakkan aliran fluida balik dari sisi permeat ke sisi umpan. Pengaruh ini akan sangat jelas terlihat untuk kasus yang melibatkan solut kecil karena cenderung mempunyai tekanan osmosis yang besar. Kedua, solut/partikel terakumulasi dapat memberikan tahanan hidraulik tambahan terhadap perpindahan massa melalui membran. Di lain pihak, penurunan fluks karena fouling membran dapat ditimbulkan oleh mekanisme adsorpsi solut atau partikel, pembentukan lapisan gel, dan penyumbatan pori-pori membran. Semua faktor-faktor ini menimbulkan tahanan hidraulik tambahan terhadap perpindahan massa melalui membran. Mekanisme fouling dan kontribusinya terhadap kinerja membran sangat spesifik untuk setiap kasus. Tingkat fouling membran dipengaruhi oleh kondisi umpan, parameter morfologi membran (ukuran pori, distribusi ukuran pori, bentuk pori, porositas, bentuk permukaan lapisan selektif, dan tebal membran), sifat-sifat fisiko-kimia (sifat adsorpsi dan rapat muatan), dan hidrodinamika sistem (kecepatan aliran, tekanan operasi, konfigurasi modul, dan mode operasi) [11]. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengendalikan fouling, yaitu: membuat atau memodifikasi membran, memodifikasi atau pengolahan air umpan (pre-treatment), mengatur kondisi operasi, dan pencucian [12, 13]. Pencucian merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menghilangkan foulant dari permukaan membran. Metode pencucian membran dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu pencucian hidraulik, pencucian mekanis, pencucian kimiawi, dan pencucian elektris. Pemilihan metode pencucian bergantung pada konfigurasi modul, tipe membran, ketahanan kimia, dan jenis foulant. Pencucian hidraulik meliputi backflushing, pressurize-depressurize tekanan, dan perubahan aliran pada frekuensi tertentu. Pada metode backflushing, arah aliran permeat dibalik secara periodik. Pada motode tersebut, produk dialirkan dari sisi permeat menuju sisi umpan. Metode tersebut mereduksi waktu operasi efektif juga menyebabkan kehilangan permeat ke larutan umpan. Hal ini menyebabkan backflush dalam aplikasi industri sangat terbatas sehingga diperlukan optimalisasi. Optimalisasi proses backflush dilakukan terhadap durasi dan interval backflush. Peningkatan laju produk setelah dilakukan backflush semata-mata merupakan fungsi tekanan backflush dan interval antara dua backflush. Belakangan ini, waktu interval backflush telah dikurangi hingga hitungan detik yang menandakan pula tahanan cake tetap rendah karena tidak sempat membentuk lapisan. Teknik backflush terbaru dengan frekuensi tinggi dan waktu yang sangat singkat juga telah dikembangkan. Dengan waktu bakcflush yang sangat singkat (0,06 detik) dan interval maksimum 5 detik (disarankan 1-3 detik) didapatkan hasil yang sangat baik [14, 15]. Karena waktu backflush efektif yang sangat singkat dan tekanan backflush yang relative tinggi (1 bar di atas tekanan umpan) metode ini disebut sebagai backshock. Kehilangan permeat selama backshock menjadi sangat rendah dan hampir tidak mempengaruhi aliran permeat. Teknik backshock yang dikombinasikan dengan struktur memban asimetrik terbalik memungkinkan filtrasi pada kecepatan crossflow yang sangat rendah dan fluks permeat yang sangat stabil. Backshock dengan frekuensi tinggi akan mencegah membran dari penyumbatan dan memungkinkan filtrasi dengan fluks yang sangat stabil [15]. Dengan metode tersebut, 8

14 permasalahan fouling membrane pada proses klarifikasi larutan tersuspensi (terutama untuk membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi) dapat diatasi [16-18]. Metode lainnya yaitu pencucian mekanis, hanya dapat diterapkan pada sistem modul tubular seperti dengan metode ultrasonik. Adapun pencucian kimiawi merupakan metode yang paling penting untuk mereduksi fouling menggunakan bahan kimia yang dapat digunakan secara terpisah maupun terkombinasi. Konsentrasi bahan kimia dan waktu pencucian juga merupakan hal yang penting karena berkaitan dengan ketahanan membran terhadap bahan kimia. Pencucian secara elektrik merupakan metode pencucian yang sangat khusus. Dengan mengaplikasikan arus listrik melewati membran, partikel-partikel atau molekul-molekul bermuatan akan bermigrasi sesuai dengan arah arus listrik. Pencucian elektrik dapat dilakukan tanpa mengganggu proses yang sedang berjalan dimana arus listrik dihidupkan hanya pada interval-interval waktu tertentu [4]. Selain pencucian, fouling juga dapat dikendalikan dengan mengoperasikan membran di bawah fluks kritisnya [19]. Dengan metode seperti ini, penumpukan foulant dipermukaan membran dapat dihindari. Selain itu, membran dapat dioperasikan dengan fluks yang stabil. Fouling dapat dicegah dengan cara melakukan modifikasi permukaan membran. Modifikasi dapat dilakukan dengan metode coating, blending, grafting, maupun kombinasi. Coating adalah metode pelapisan membran dengan suatu lapisan aditif yang tipis yang melekat secara non-kovalen terhadap substrat, sedangkan blending adalah proses pencampuran dua (atau lebih) polimer secara fisik untuk mendapatkan karakteristik yang diperlukan, dan grafting merupakan metode pelapisan monomer secara kovalen ke membran Membran Ultrafiltrasi Ultrafiltrasi merupakan proses pemisahan menggunakan membran berpori asimetrik berdasarkan mekanisme sieving untuk memisahkan partikel berukuran Da dari larutan. Membran ultrafiltrasi dapat dikelompokkan bersama membran nanofiltrasi dan mikrofiltrasi, yang membedakan ketiga membran tersebut hanyalah ukuran partikel yang ditahannya. Pada ketiga jenis membran tersebut, cairan umpan bertekanan dialirkan dan dikontakkan dengan membran. Pelarut dan komponen tertentu kemudian berdifusi menembus membran, sementara zat sisanya tertahan atau terbawa keluar. Molekul yang berukuran lebih besar dari pori membran akan tertahan, sementara partikel yang lebih kecil akan melewatinya, sehingga faktor yang paling berpengaruh terhadap rejeksi membran adalah ukuran dan bentuk molekul relatif terhadap ukuran pori membran Sistem Transportasi Membran ultrafiltrasi merupakan salah satu jenis membran berpori dengan ukuran pori antara nm. Sistem transport fluida yang terjadi pada membran ultrafiltrasi adalah sistem aliran difusi Knudsen. Aliran Knudsen merupakan sistem difusi yang terjadi ketika fluida melalui suatu sistem dengan diameter yang jauh lebih kecil dari panjang aliran. Difusi terjadi karena molekul sering berbenturan dengan dinding pori. Gambar 2.6. Sistem aliran difusi Knudsen Bilangan Knudsen umumnya digunakan untuk menyatakan standar difusi Knudsen. Bilangan Knudsen yang lebih besar dari 1 menyatakan bahwa difusi Knudsen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tranport fluida dalam pori. Bilangan Knudsen dapat dihitung dengan persamaan 2.1. D k = 0,66r 8RT πm w (2.1) dengan r adalah jari-jari pori, T adalah temperatur (K), dan M w adalah berat molekul rata-rata partikel terlarut. 9

15 Perkembangan Teknologi Membran ultrafiltrasi pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 dan digunakan untuk pemurnian pada skala laboratorium. Walaupun digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama, membran ultrafiltrasi pertama belum memiliki kekuatan mekanik yang baik dan tingkat permeabilitas yang cukup untuk penggunaan pada skala industri. Perubahan besar terjadi setelah Loeb dan Sourirajan memperkenalkan membran asimetrik pertama pada tahun 1960-an. Teknik yang digunakan oleh Loeb dan Sourirajan memungkinkan pembentukan membran dengan berbagai karakteristik, bersifat lebih permeabel, namunmemiliki tingkatselektivitas yang tetap tinggi. Membran ini memiliki tingkat permeabilitas cukup tinggi sehingga memungkinkan untuk diterapkan pada skala industri. Pada tahun 1960-an membran ultrafiltrasi skala industri pertama dibuat di Amerika Serikat. Membran asimetrik pertama dibuat dari selulosa asetat, bahan yang memiliki sifat ketahanan terhadap bahan kimia yang terbatas, sehingga perlu ditemukan bahan polimer lain yang lebih baik. Beberapa waktu kemudian ditemukan bahwa polimer yang lebih inert lebih baik digunakankarena karakteristik membran asimetrik lebih ditentukan oleh teknik pembuatannya daripada bahan polimer yang digunakan. Gambar 2.7. Perkembangan teknologi membran ultrafiltrasi [20] Saat ini telah banyak beredar membran ultrafiltrasi komersil dengan selektivitas yang baik, permeabilitas yang tinggi, serta tahan terhadap bahan kimia. Saat ini juga telah dikembangkan membran ultrafiltrasi dari bahan anorganik (zirkonium oksida) yang dapat digunakan hingga temperatur 120⁰C dan tekanan 20 bar. Ketahanan terhadap temperatur tinggi memungkinkan membran untuk disterilisasi menggunakan kukus dan ketahanan terhadap tekanan tinggi memungkinkan cairan dengan viskositas tinggi menjadi umpan membran Aplikasi Membran ultrafiltrasi skala industri pertama digunakan untuk pengambilan kembali (recovery) enzim, pengambilan kembali protein pada pembuatan keju, electropaint recovery. Saat ini membran ultrafiltrasi banyak digunakan untuk pengambilan kembali berbagai komponen penting dari limbah, pengolahan limbah, pengolahan air, serta pemekatan larutan. a. Produksi air murni Air dengan kemurnian yang tinggi banyak diperlukan pada berbagai bidang industri, seperti air umpan boiler, pembersihan komponen elektronik, dan produksi makanan. Membran ultrafiltrasi 10

16 biasa digunakan sebagai pengolahan awal air sebelum masuk ke proses desalinasi, reverse osmosis, atau pemisahan menggunakan penukar ion karena membran ini mampu memisahkan partikel koloid seperti besi, silika, dan mangan yang dapat menyebabkan korosi [21]. b. Industri kertas Industri kertas membutuhkan air murni dalam jumlah besar untuk proses pemutihan kertas. Selain menjalankan fungsi tersebut, membran ultrafiltrasi digunakan untuk mengambil beberapa komponen penting pada limbah industri kertas, seperti senyawa lignin dan lignosulfonat. c. Industri tekstil Aplikasi membran ultrafiltrasi pada industri tekstil mencakup pengambilan kembali komponen yang dapat menyebabkan polusi serta penghematan energi dalam jumlah besar karena memungkinkan proses daur ulang air. Senyawa yang diambil kembali ialah polivinil alkohol dan karboksi metilselulosa yang digunakan sebagai campuran kain sintetik sebelum diwarnai. d. Industri farmasi Membran ultrafiltrasi memiliki aplikasi yang sangat banyak pada industri farmasi. Pada awal penggunaannya, membran ultrafiltrasi digunakan untuk pemurnian dan pemekatan konsentrasi enzim hasil fermentasi pada skala industri. Saat ini penggunaannya mencakup proses produksi vaksin, antibiotiks, plasma, larutan protein, serta larutan bebas pirogen. e. Industri susu Pada industri susu membran ultrafiltrasi digunakan untuk memproduksi susu kaya dengan konsentrasi protein yang lebih tinggi. Susu kaya protein tersebut kemudian dapat diproduksi menjadi keju atau produk olahan fermentasi susu lainnya. Selain pemekatan konsentrasi protein, membran ultrafiltrasi juga dipilih karena zat-zat tambahan yang digunakan sedikit, proses dapat dilakukan secara kontinyu dan membutuhkan ruang yang relati kecil Karakterisasi Membran Ultrafiltrasi Permeabilitas Permeabilitas merupakan ukuran kecepatan permeat untuk melewati membran. Sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah dan ukuran pori, tekanan, serta ketebalan membran. Permeabilitas diuji dengan cara mengalirkan umpan pada bagian permukaan (top layer) membran dan menampung permeat di sisi yang berlawanan. Pengaliran umpan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode dead-end dan cross-flow. Gambar 2.8. Metode pengaliran umpan: dead-end (kiri) dan cross flow (kanan) Pada metode dead-end, aliran umpan dipaksa untuk melalui membran pada suatu tekanan tertentu. Partikel-partikel yang tertahan kemudian menumpuk di bagian permukaan dan pori membran sehingga membran menjadi cepat rusak. Kemudian pada tahun 1970-an, salah satu alternatif pengaliran 11

17 membran mulai dikenal, yaitu metode cross-flow. Dalam metode ini, larutan umpan disirkulasikan di permukaan membran dan menghasilkan 2 aliran, yaitu permeat yang bebas dari partikel dan retentat yang membawa partikel terkonsentrasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk cross-flow lebih kompleks, namun umur membran menjadi lebih panjang jika dibandingkan metode dead-end. Sebelum menghitung permeabilitas, perlu dihitung fluks terlebih dahulu. Fluks merupakan jumlah volum permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam satuan waktu tertentu, yang dinyatakan oleh persamaan: Fluks = J = Volum permeat Luas membran x Waktu (2.2) Setelah fluks dihitung, permeabilitas membran dapat diketahui berdasarkan persamaan: Permeabilitas = P = Fluks Tekanan = Volum permeat Luas membran x Waktu x Tekanan (2.3) Volum permeat, waktu, dan tekanan yang digunakan dalam perhitungan permeabilitas diperoleh dari pengaliran air pada satu set alat penentuan permeabilitas yang telah diisi membran dengan luas tertentu. Air dialirkan ke suatu penampung sementara untuk kemudian dilewatkan membran. Air yang berhasil melewati membran akan keluar sebagai permeat, sedangkan air yang tertahan oleh membran akan dikeluarkan melalui sisi membran sebagai retentat. Volum permeat diukur untuk setiap jangka waktu tertentu. Sedangkan tekanan diukur dengan menggunakan barometer yang diletakkan di antara penampung sementara dan membran Selektivitas Selektivitas merupakan ukuran kemampuan membran untuk menahan atau melewatkan permeat. Parameter yang digunakan untuk menyatakan selektivitas adalah koefisien rejeksi yang didefinisikan sebagai rasio antara beda konsentrasi yang tertahan oleh membran (retentat) dengan konsentrasi umpan. Koefisien rejeksi dinyatakan dalam persamaan 2.4. dimana Cp : konsentrasi permeat Cf : konsentrasi umpan R = C f C p C f = 1 C p C f (2.4) Perolehan rejeksi pada membran dilakukan dengan menggunakan alat yang sama pada penentuan permeabilitas membran, hanya untuk memperoleh nilai rejeksi membran parameter yang perlu diperhatikan dan dicatat ialah konsentrasi permeat dan umpan. Penentuan konsentrasi dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. Spektrofotometer merupakan alat analisis kimia yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV, dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi. Pada penelitian ini spektrofotometer yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis yang memiliki rentang pengukuran di daerah ultraviolet ( nm) dan di daerah tampak ( nm). Spektrofotometer UV-Vis umum digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam preparasi sampel. Prinsip kerja spektrofotometer ditunjukkan pada gambar

18 Gambar 2.9. Prinsip kerja spektrofotometer Selain koefisien rejeksi, selektivitas membran ultrafiltrasi juga dapat dinyatakan dengan berat molekul cut-off (MWCO). MWCO merupakan berat molekul partikel yang 90% ditolak oleh membran. Pengujian dilakukan dengan cara melewatkan umpan yang mengandung komponen (misalnya protein) dengan variasi berat molekul Scanning Electron Microscope (SEM) Teknik yang digunakan untuk mengevaluasi morfologi membran ultrafiltrasi telah banyak ditemukan. Secara umum teknik evaluasi yang sering digunakan untuk membran komersil ialah menggunakan mikroskop elektron yang beresolusi tinggi. Porositas permukaan membran dapat diukur secara langsung menggunakan scanning electron microscope (SEM). Gambar Scanning electron microscope SEM merupakan alat yang mampu memfoto suatu permukaan dengan perbesaran dari 20 sampai kali. Prinsip kerja SEM adalah permukaan sampel ditembak oleh elektron berenergi tinggi dengan energi kinetik antara 1 25 kv, elektron yang langsung menumbuk sampel ini dinamakan elektron primer, sedangkan elektron yang terpantul dari sampel dinamakan elektron sekunder. Elektron sekunder yang berenergi rendah dilepaskan dari atom-atom yang ada pada permukaan sampel dan akan menentukan bentuk rupa sampel. Pembentukan gambar pada SEM berasal dari berkas elektron yang direfleksikan ke permukaan sampel. Perbedaan panjang gelombang dari sumber pencahayaan ini mengakibatkan perbedaan tingkat resolusi yang dapat dicapai Atomic Force Microscope (AFM) AFM merupakan mikroskop dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat digunakan untuk 13

19 mengevaluasi karakteristik permukaan. AFM dikembangkan oleh Gerd Binnig dan Heinrich Rohrer pada awal tahun 1980 di IBM Research-Zurich. Gambar Atomic force microscope AFM terdiri dari kantilever dengan ujung yang tajam (probe) yang digunakan untuk memindai permukaan spesimen. Kantilever ini biasanya terbuat dari silikon atau silikon nitrida dengan tinggi 3-6 μm dan jari-jari ujung nm. Ketika ujung ditempelkan pada permukaan sampel, kekuatan antara ujung dan sampel menyebabkan defleksi kantilever. Kekuatan yang terukur oleh AFM dipengaruhi oleh gaya kontak mekanik, gaya Van der Waals, gaya kapiler, ikatan kimia, gaya elektrostatik, gaya magnet, dan sebagainya Sudut Kontak Sudut kontak merupakan metode yang digunakan untuk mengkuantifikasi pembasahan suatu permukaan padat oleh cairan. Sudut kontak terbentuk sebagai hasil dari energi bebas permukaan antara cairan, padatan, dan udara sekitarnya. Sudut kontak umumnya digunakan dalam ilmu membran untuk menggambarkan sifat permukaan membran, relatif hidrofilik atau hidrofobik. Gambar Uji sudut kontak Jika cairan yang diteteskan tertarik dengan sangat kuat ke permukaan padat (misalnya padatan sangat hidrofilik) tetesan akan menyebar pada permukaan padat dan sudut kontak akan mendekati 0. Padatan yang kurang hidrofilik akan memiliki sudut kontak hingga 90. Sebuah membran yang hidrofilik memiliki kecenderungan untuk memungkinkan cairan masuk ke pori-pori. Kondisi ini mencerminkan pembasahan yang lebih baik, kelengketan yang lebih baik, dan energi permukaan yang lebih tinggi. 14

20 Sebaliknya, jika permukaan padat adalah hidrofobik, sudut kontak akan lebih besar dari 90. Pada permukaan yang sangat hidrofobik permukaan memiliki sudut kontak yang tinggi, yaitu antara Pada permukaan ini, tetesan air hanya beristirahat di permukaan, tanpa benar-benar membasahi membran. Hal ini menunjukkan bahwa membran hidrofobik memiliki kecenderungan untuk menolak cairan memasuki pori-pori Bubble Point Bubble point merupakan teknik yang sangat sederhana untuk menentukan ukuran pori membran. Uji dilakukan dengan cara membenamkan membran dalam suatu cairan, kemudian ditembakkan udara dari bagian bawah sehingga terbentuk gelembung di permukaan membran. Gambar Metode bubble point Tekanan pada saat gelembung pertama terbentuk dicatat dan digunakan untuk menghitung ukuran pori, dengan menggunakan persamaan 2.4. rp = 2γ cosθ (2.5) P Berdasarkan persamaan 2.5, dapat diperoleh jari-jari gelembung yang mewakili ukuran pori terbesar membran. Hasil yang diperoleh dengan metode bubble point sangat bergantung pada cairan yang digunakan Air Gambut Air gambut adalah air permukaan atau air tanah yang banyak terdapat di daerah pasang surut, rawa dan dataran rendah, berwarna merah kecoklatan dan memiliki derajat keasaman (ph) 2,7-4. Sedangkan gambut sendiri didefinisikan sebagai jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi tumbuhan yang membusuk. 15

21 Tabel 2.3. Karakteristik air gambut dari berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan Sumber: Puslitban Pemukiman Warna cokelat air gambut berasal dari zat-zat humus yang terdapat pada tanah dan gambut, yang merupakan polimer dengan kandungan senyawa asam karboksil dan gugus fenol. Sifat asam air gambut disebabkan oleh adanya tanah lempung yang mengandung sulfida, yang kemudian teroksidasi menjadi asam sulfat. Selain itu, air gambut juga mengandung logam besi dan mangan dengan kadar cukup tinggi. Konsumsi air gambut dalam jangka panjang dapat mengganggu kesehatan Polisulfon (PSf) Polisulfon merupakan suatu polimer yang dihasilkan dari reaksi antara di-p-diklorodifenil sulfon dengan garam sodium dari bisfenol-a yang bersifat hidrofobik. Polisulfon memiliki berat molekul repeat unityang besar yaitu 443 g/mol dan tahan terhadap panas (termoplastik) hingga 190 C. Struktur polisulfon ditunjukkan pada Gambar Gambar Struktur kimia polisulfon Polisulfon banyak digunakan sebagai bahan pembuat membran karena memiliki struktur yang rigid, kuat, transparan, stabil pada ph antara 1 sampai 13, kekuatan tarik yang baik, serta memiliki ketahanan yang baik terhadap asam, alkali, dan elektrolit. Selain itu polisulfon juga mudah untuk diproduksi, dengan ukuran pori yang dapat diatur hingga 40 nm. Material polisulfon juga telah banyak diaplikasikan pada pemisahan gas murni maupun campuran seperti pemisahan CO 2 dari campuran CO 2/CH 4 [22] karena memiliki kekuatan mekanik yang baik, stabilitas kimia yang baik, dan relatif murah [23] Polietilen Glikol (PEG) Polietilen glikol merupakan polimer yang terbentuk dari reaksi antar etilen oksida dengan air, dengan bermacam-macam panjang rantai dan berat molekul. PEG yang umum digunakan adalah PEG 16

22 200, 400, 600, 1000, 1500, 1540, 3350, 4000, 6000 dan Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. Polietilen glikol yang memiliki berat molekul ratarata 200, 400, 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Gambar Struktur kimia polietilen glikol PEG banyak digunakan karena memiliki sifat stabil dan inert, tidak mudah terurai, serta rentang titik leleh dan kelarutan yang luas. Penambahan polietilen glikol dapat meningkatkan kinerja membran dengan meningkatkan fluks air murni, permeabilitas hidrolik, dan porositas. 17

23 BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian diawali dengan pembuatan membran ultrafiltrasi asimetrik dari bahan polisulfon dan pelarut DMAc dengan metode inversi fasa tipe immersion precipitation. Bahan aditif yang digunakan dalam pembuatan membran tipe flat sheet ini ialah polietilen glikol (PEG). Membran yang telah dibuat kemudian diuji kinerjanya berdasarkan parameter morfologi, permeabilitas, selektivitas, dan hidrofilisitas. Morfologi membran diperoleh dari hasil uji menggunakan scanning electron microscope (SEM). Sedangkan pengujian permeabilitas dan selektivitas dilakukan dengan menggunakan air gambut. Variasi percobaan yang dilakukan ialah rasio komposisi aditif terhadap polimer dan pelarut, komposisi non-pelarut pada proses pembuatan membran, dan kondisi tekanan Percobaan Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini ialah: a. Polisulfon UDEL-3500 (diperoleh dari Solvay Advanced Polymer) b. DMAc (diperoleh dari Shanghai Jingsan Jingwei Chemical CO.,Ltd.) c. PEG 400 d. Air e. Air gambut (diperoleh dari sungai Dumai, Riau) Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi peralatan pembuatan membran dan peralatan karakterisasi. Pembuatan membran: a. Toples dengan tutup berpengaduk b. Motor pengaduk c. Timbangan digital d. Satu set peralatan casting e. Bak koagulasi Karakterisasi: a. Satu set alat penentuan permeabilitas membran (gambar 3.1.) b. Stopwatch c. Scanning Electron Microscope (SEM) d. Spektrofotometer UV-Vis Gambar 3.1. Skema alat karakterisasi membran ultrafiltrasi 18

24 Prosedur Prosedur pembuatan membran ultrafiltrasi ditampilkan pada Gambar 3.2. mulai mulai larutkan polisulfon dalam DMAc alat pencetak membran disiapkan tambahkan PEG dengan perbandingan tertentu tuangkan larutan ke atas permukaan cetakan aduk larutan hingga homogen diamkan larutan hingga tidak ada gelembung cetak larutan masukkan hasil cetakan ke dalam bak koagulasi yang berisi air rendam membran hingga sisa pelarut terlepas dari membran selesai Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan membran ultrafiltrasi Prosedur pengujian permeabilitas membran ultrafiltrasi ditampilkan pada gambar 3.3. mulai siapkan alat pengujian permeabilitas isikan air pada bagian umpan letakkan membran pada bagian sampel membran nyalakan alat catat tekanan yang tertera pada barometer catat volum dan waktu mengalirnya permeat selesai Gambar 3.3. Diagram alir pengujian permeabilitas membran ultrafiltrasi 19

25 Prosedur pengujian selektivitas membran ultrafiltrasi ditampilkan pada gambar 3.4. mulai mulai siapkan alat spektrofotometer siapkan air gambut teteskan air gambut (umpan) pada preparat lewatkan air gambut pada alat uji permeabilitas lakukan uji dengan spektrometer, catat nilai absorbansinya tampung permeat secukupnya lakukan uji yang sama terhadap permeat selesai Gambar 3.4. Digram alir pengujian selektivitas membran ultrafiltrasi Variasi Variasi pada percobaan ini ialah rasio komposisi bahan aditif terhadap bahan membran dan pelarut serta komposisi non-pelarut yang digunakan pada proses pembuatan membran seperti pada tabel 3.1. Ketebalan membran yang dihasilkan yaitu 0,2 mm. Setiap variasi yang tertera pada tabel 3.1 kemudian divariasikan pada kondisi tekanan 10, 15, dan 30 psi. Tabel 3.1. Variasi komposisi larutan dan non-pelarut Kode Komposisi (%) Non-pelarut Membran PSf PEG DMAc 1a air 1b air 1c air 1d air 1e air 2a air + 10% DMAc 2b air + 10% DMAc 2c air + 10% DMAc 2d air + 10% DMAc 2e air + 10% DMAc 3.3. Interpretasi Data Perhitungan Fluks Berdasarkan hasil percobaan akan diperoleh data volum permeat per satuan waktu tertentu. Dari data tersebut fluks membran dapat dihitung dengan persamaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi membran telah banyak digunakan pada berbagai proses pemisahan dan sangat spesifik terhadap molekul-molekul dengan ukuran tertentu. Selektifitas membran ini

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Fabrikasi Membran PES Fabrikasi membran menggunakan bahan baku polimer PES dengan berat molekul 5200. Membran PES dibuat dengan metode inversi fasa basah yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi membran telah banyak digunakan dalam berbagai proses pemisahan dan pemekatan karena berbagai keunggulan yang dimilikinya, antara lain pemisahannya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang dapat diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PARAMETER PADA PROSES PEMINTALAN TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN SERAT BERONGGA DARI POLISULFON

PENGARUH BERBAGAI PARAMETER PADA PROSES PEMINTALAN TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN SERAT BERONGGA DARI POLISULFON PENGARUH BERBAGAI PARAMETER PADA PROSES PEMINTALAN TERHADAP KARAKTERISTIK MEMBRAN SERAT BERONGGA DARI POLISULFON T 541.3 RAT ABSTRAK Membran serat berongga.. dibuat dengan proses pemintalan kering-basah

Lebih terperinci

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO)

JAWABAN 1. REVERSE OSMOSIS (RO) PERTANYAAN 1. Suatu industri bermaksud memanfaatkan efluen pengolahan air limbah yang telah memenuhi baku mutu sebagai air baku untuk kebutuhan domestik (karyawan), proses produksi dan boiler. Industri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penambahan PEG Terhadap Ketebalan Membran Fabrikasi membran menggunakan PES dengan berat molekul 5900, dengan PEG sebagai zat aditif dan menggunakan DMAc sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Membran Pengertian membran Klasifikasi membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Membran 2.1.1 Pengertian membran Secara umum, membran didefinisikan sebagai suatu lapisan tipis selektif dan semipermeabel yang berada diantara dua fasa, yaitu fasa umpan dan fasa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kejadian penyakit gagal ginjal di Indonesia semakin meningkat. Menurut data statistik yang dihimpun oleh PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia), jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang berasal dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan, peremajaan dan panen kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia saat ini mencapai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Hasil yang diharapkan dari sistem yang dibentuk adalah kondisi optimal untuk dapat menghasilkan fluks air yang tinggi, kualitas garam super-saturated sebagai

Lebih terperinci

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion

Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Efektivitas Membran Hibrid Nilon6,6-Kaolin Pada Penyaringan Zat Warna Batik Procion G. Yosephani, A. Linggawati, Muhdarina, P. Helzayanti, H. Sophia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Industri memiliki potensi sebagai sumber terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik secara langsung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan PENDAHULUAN Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kitosan Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk ke dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin,

Lebih terperinci

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER

PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ESTER KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 2, No. 1, pp. 441-447, UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received 3 October 2014, Accepted 3 October 2014, Published online 10 October 2014 PEMURNIAN ETANOL SECARA MIKROFILTRASI MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fundamental Proses Ultrafiltrasi Membran adalah suatu lapisan tipis yang memisahkan dua fase dan membatasi pengangkutan berbagai bahan kimia secara selektif. Membran dapat berupa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MEMBRAN SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum HASIL FERMENTASI DAGING KULIT BUAH SEMANGKA

KARAKTERISASI MEMBRAN SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum HASIL FERMENTASI DAGING KULIT BUAH SEMANGKA KARAKTERISASI MEMBRAN SELULOSA BAKTERI Acetobacter xylinum HASIL FERMENTASI DAGING KULIT BUAH SEMANGKA R. Frenando 1, A. Dahliaty 2, A. Linggawati 3 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia Bidang Biokimia Jurusan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Laporan Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat. Menyelesaikan pendidikan Diploma III. Pada Jurusan Teknik Kimia.

LAPORAN AKHIR. Laporan Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat. Menyelesaikan pendidikan Diploma III. Pada Jurusan Teknik Kimia. LAPORAN AKHIR PREPARASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK BERBASIS TANAH LIAT, ZEOLIT, NATRIUM KARBONAT (Na2CO3), DAN ASAM BORIK (H3BO3) TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH POME Laporan Akhir ini disusun sebagai

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel F

Makalah Pendamping: Kimia Paralel F 344 PENGARUH PERENDAMAN ETANL PADA MEMBRAN PLISULFN TERHADAP FILTRASI DEKSTRAN T-70 (Effect of ethanol immersion of polysulfone membrane on Dextran T-70 filtration ) Edi Pramono 1, Cynthia L. Radiman 2

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air

Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Pengaruh Suhu dan Tekanan Tangki Destilasi terhadap Kinerja Permeasi Uap dengan Membran Keramik dalam Pemurnian Larutan Etanol-Air Misri Gozan 1, Said Zul Amraini 2 Alief Nasrullah Pramana 1 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan I-1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I. Pendahuluan I-1 Bab I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini, untuk kebutuhan air bersih di dunia meningkat melebihi laju pertumbuhan manusia. Kekurangan air bersih dapat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu materi penting yang ada di bumi dan terdapat dalam fasa cair, uap air maupun es. Kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk bisa terus

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Nanoteknologi sebagai arah teknologi dunia dimasa yang akan datang diciptakan dan digunakan dari bahan-bahan, material atau alat pada ukuran yang sangat kecil (nanometer). Bahan dengan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu bahan kimia penting karena memiliki manfaat sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan baku industri,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Performansi Kerja Membran Distilasi Vakum (VMD) Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja MD adalah sifat properti membran yakni porositas, tortositas, dan lainnya beserta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk keperluan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Aktivasi Zeolit Sebelum digunakan, zeolit sebaiknya diaktivasi terlebih dahulu untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini, zeolit diaktivasi melalui perendaman dengan

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

PEMISAHAN LIMBAH CAIR KROM HASIL

PEMISAHAN LIMBAH CAIR KROM HASIL PEMISAHAN LIMBAH CAIR KROM HASIL PENYAMAKAN KULIT DENGAN METODE POLYMER ENHANCED ULTRAFILTRATION (PEUF) MENGGUNAKAN CARBOXY METHYL CELLULOSE SEBAGAI BAHAN PENGOMPLEKS Separation of Chrome Liquid Waste

Lebih terperinci

Sintesis dan Karakterisasi Membran untuk Proses Ultrafiltrasi

Sintesis dan Karakterisasi Membran untuk Proses Ultrafiltrasi Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 8, No. 2, hal. 84-88, 2011 ISSN 1412-5064 Sintesis dan Karakterisasi Membran untuk Proses Ultrafiltrasi Sri Aprilia 1, Amri Amin 2 1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat

Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Judul Tugas Akhir Pengolahan Limbah Laundry menggunakan Membran Nanofiltrasi Zeolit Aliran Cross Flow untuk Filtrasi Kekeruhan dan Fosfat Diajukan oleh Tika Kumala Sari (3310100072) Dosen Pembimbing Alia

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional yang masih menjadi masalah kesehatan global dan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini, penelitian tentang bahan polimer sedang berkembang. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki beberapa sifat yang lebih unggul jika dibandingkan

Lebih terperinci

Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Membran Polisulfon

Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Membran Polisulfon Jurnal Matematika dan Sains Vol. 7 No. 2, Oktober 2002, hal 77 83 Pengaruh Media Perendam Terhadap Permeabilitas Polisulfon Cynthia L. Radiman*, Yuliany dan Veinardi Suendo Departemen Kimia, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan

Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan Kinerja Membran Reverse Osmosis Terhadap Rejeksi Kandungan Garam Air Payau Sintetis: Pengaruh Variasi Tekanan Umpan Jhon Armedi Pinem, Marina Hayati Adha Laboratorium Pemisahan dan Pemurnian Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada Minggu 8 6. Filtrasi Filtrasi dapat dibedakan berdasar ukuran dari partikel yang dipisahkan ataupun tekanan yang digunakan. Gambar 6. 1 adalah pembagian jenis filtrasi berdasarkan tekanan yang digunakan.

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -ZrO 2 -TiO 2 TESIS. M. ALAUHDIN NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -ZrO 2 -TiO 2 TESIS. M. ALAUHDIN NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -ZrO 2 -TiO 2 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh M. ALAUHDIN NIM : 20506017

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( )

LAPORAN PENELITIAN. Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil. (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI ( ) LAPORAN PENELITIAN Pengambilan Protein Dalam Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Metode Membran Ultrafiltrasi DISUSUN OLEH : HAFIDHUL ILMI (0731010045) BAGUS ARIE NUGROHO (0731010054) JURUSAN TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

Halaman Pengesahan Skripsi

Halaman Pengesahan Skripsi Halaman Pengesahan Skripsi Nama / NIM : Triyo Hadi Wibowo (L2C 308 037) Nama / NIM : Yanuar Puspo Wijayanto (L2C 308 039) Program Studi : Program Studi Strata 1 (S1) Teknik Kimia Fakultas : Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Membran berasal dari bahasa Latin membrana yang berarti kulit kertas. Saat ini kata membran telah diperluas untuk menggambarkan suatu lembaran tipis fleksibel atau film,

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. membran. Gambar Proses pemisahan pada membran [3]

2 Tinjauan Pustaka. membran. Gambar Proses pemisahan pada membran [3] 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Membran 2.1.1 Definisi Membran Membran merupakan batas di antara dua fasa fluida yang secara selektif dapat melewatkan spesi-spesi tertentu. Hal ini berarti bahwa membran dapat melewatkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT

PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK MENINGKATKAN PERMEABILITAS (FLUKS) DAN PERMSELEKTIVITAS (KOEFISIEN REJEKSI) MEMBRAN SELULOSA ASETAT Maria Erna 1, T Ariful Amri, Resti Yevira 2 1) Program Studi Pendidikan Kimia,

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2007/2008 APLIKASI MEMBRAN CA/ZEOLIT UNTUK PEMISAHAN CAMPURAN ALKOHOL-AIR Kelompok B.67.3.13 Indria Gusmelli (13004106) Aziza Addina Permata (13004107) Pembimbing Dr. Irwan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jus jeruk siam Pontianak hasil mikrofiltrasi ukuran pori 0.1 µm dengan konsentrasi jus sebesar 6.5

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Pengaruh Konsentrasi dan Preparasi Membran Terhadap Karakterisasi Membran Kitosan

Pengaruh Konsentrasi dan Preparasi Membran Terhadap Karakterisasi Membran Kitosan Pengaruh Konsentrasi dan Preparasi Membran Terhadap Karakterisasi Membran Kitosan Dian Aris Setiawan *, Bambang Dwi Argo, Yusuf Hendrawan Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN SELULOSA ASETAT UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH KONSENTRASI ZAT ADITIF TERHADAP KINERJA MEMBRAN

PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN SELULOSA ASETAT UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH KONSENTRASI ZAT ADITIF TERHADAP KINERJA MEMBRAN Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jtki PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN SELULOSA ASETAT UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH KONSENTRASI ZAT ADITIF TERHADAP KINERJA MEMBRAN Aprian Indra Wibowo,

Lebih terperinci

SIDANG SEMINAR TUGAS AKHIR

SIDANG SEMINAR TUGAS AKHIR L/O/G/O SIDANG SEMINAR TUGAS AKHIR PEMANFATAAN SABUT KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN MEMBRAN UNTUK DESALINASI AIR LAUT The Used of Coconut Husk as Raw Material for The Fabrication of Seawater Membrane

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium

Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium Oleh Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Membran Nanofiltrasi Silika Aliran Cross Flow Untuk Menurunkan Kadar Nitrat dan Amonium : Dwi Rukma Puspayana NRP : 3309.100.009 Dosen Pembimbing : Alia Damayani,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN

LAPORAN PENELITIAN HELEN JULIAN PEMISAHAN CO2 DARI N2 DENGAN MEMBRAN PERMEASI LAPORAN PENELITIAN Oleh HELEN JULIAN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 ABSTRAK PEMISAHAN CO2 DARI N2 DENGAN MEMBRAN PERMEASI Oleh: Helen Julian

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH WAKTU PENGUAPAN TERHADAP KINERJA MEMBRAN

PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH WAKTU PENGUAPAN TERHADAP KINERJA MEMBRAN Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jtki PEMBUATAN ASIMETRIK MEMBRAN UNTUK PENGOLAHAN AIR : PENGARUH WAKTU PENGUAPAN TERHADAP KINERJA MEMBRAN Ardian Dwi Yudhistira, Fajar Budi Iswanto,

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Komposisi Pelarut Terhadap Kinerja dan Sifat Fisikokimia Membran Selulosa Asetat ABSTRACT

Pengaruh Variasi Komposisi Pelarut Terhadap Kinerja dan Sifat Fisikokimia Membran Selulosa Asetat ABSTRACT Jurnal ILMU DASAR, Vol. 13 No. 1, Januari 2012: 11-15 11 Pengaruh Variasi Komposisi Pelarut Terhadap Kinerja dan Sifat Fisikokimia Membran Selulosa Asetat Effect of Variation Solvent Composition on Performance

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) ( X Print) 1

JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) ( X Print) 1 JURNAL SAINS DAN SENI Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 PENGARUH PERBANDINGAN JUMLAH POLI(VINIL ALKOHOL) DAN PATI JAGUNG DALAM MEMBRAN POLI(VINIL FORMAL) TERHADAP PENGURANGAN ION KLORIDA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Filtrasi Proses yang terjadi pada unit filter adalah penyaringan (filtrasi). Filtrasi merupakan proses alami yang terjadi di dalam tanah, yaitu air tanah melewati media berbutir

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh mahkluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

Pengaruh Rasio Aditif Polietilen Glikol Terhadap Selulosa Asetat pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat Secara Inversi Fasa

Pengaruh Rasio Aditif Polietilen Glikol Terhadap Selulosa Asetat pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat Secara Inversi Fasa Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9, No. 1, hal. 25-29, 2012 ISSN 1412-5064 Pengaruh Rasio Aditif Polietilen Glikol Terhadap Selulosa Asetat pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat Secara Inversi

Lebih terperinci

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK)

REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) REVERSE OSMOSIS (OSMOSIS BALIK) Asti Sawitri (208 700 573) Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung 2011 A. Membran Reverse Osmosis (RO) Membran RO dibuat dari berbagai

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT

KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT KEMAMPUAN MEMBRAN HIBRID NILON 6,6-KAOLIN UNTUK MENGURANGI INTENSITAS WARNA AIR GAMBUT D. Astuti 1, A. Linggawati 2, Muhdarina 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Fisika Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida

Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida Perbandingan Stabilitas Lapisan Hidrofobik Pada Substrat Kaca Dengan Metode Sol-Gel Berbasis Water-glass dan Senyawa Alkoksida Laboratorium Elektrokimia dan Korosi Teknik Kimia FTI-ITS 2011 Mahardika Fahrudin

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KINERJA MEMBRAN POLISULFON DENGAN VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN PELARUT DMAc DAN CO-PELARUT KLOROFORM

KARAKTERISASI KINERJA MEMBRAN POLISULFON DENGAN VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN PELARUT DMAc DAN CO-PELARUT KLOROFORM KARAKTERISASI KINERJA MEMBRAN POLISULFON DENGAN VARIASI KOMPOSISI CAMPURAN PELARUT DMAc DAN CO-PELARUT KLOROFORM SKRIPSI Oleh SAKINAH JAWAS NIM 091810301035 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat hasil pengukuran kurang akurat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat hasil pengukuran kurang akurat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat dan Bahan Penelitian Dalam proses pembuatan membran selulosa asetat 12% mempunyai kendalan dalam proses pencetakan karena alat cetak yang digunakan masih sederhana. Alat cetak yang sederhana ini

Lebih terperinci

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA

BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA BAB II ALUMINIUM DAN PADUANNYA Aluminium adalah salah satu logam ringan (light metal) dan mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang baik, misal kekuatan tarik cukup tinggi, ringan, tahan korosi, formability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Produk keramik adalah suatu produk industri yang sangat penting dan berkembang pesat pada masa sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat

EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Bahan yang digunkan NaOH Asam Asetat Indikator PP Air Etil Asetat EKSTRAKSI CAIR-CAIR I. TUJUAN PERCOBAAN Mahasiswa mampu mengoperasikan alat Liqiud Extraction dengan baik Mahasiswa mapu mengetahui cara kerja alat ekstraksi cair-cair dengan aliran counter current Mahasiswa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik SKRIPSI PENGARUH PEMANASAN MEMBRAN, PERBEDAAN TEKANAN DAN WAKTU PERMEASI PADA PEMISAHAN CO 2 /CH 4 UNTUK PEMURNIAN BIOGAS MENGGUNAKAN MEMBRAN POLYIMIDE DAN MEMBRAN CAMPURAN POLYIMIDE-ZEOLIT Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Membran Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai

Lebih terperinci

KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA

KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA MAKALAH PENDAMPING KIMIA ANALITIK (Kode : B-08) ISBN : 98-99-1533-85-0 PERVAPORASI ETANOL-AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN SELULOSA ASETAT - ALUMINA Evy Ernawati Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran, Bandung

Lebih terperinci

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN

PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN PEMISAHAN DENGAN MEMBRAN Oleh: Susila K Kompetensi Dasar: Mahasiswa dapat memahami proses pemisahan dengan membran dan dapat mengaplikasikan metode pemisahan ini pada pemisahan analit suatu sampel Proses

Lebih terperinci