BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak ada keputusan ekonomi yang dibuat tanpa mempengaruhi. berdampak pada perekonomian.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tidak ada keputusan ekonomi yang dibuat tanpa mempengaruhi. berdampak pada perekonomian."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Lingkungan 1. Ekonomi dan Lingkungan Bahasan mengenai ekonomi lingkungan berangkat dari logika sederhana bahwa lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari ekonomi. Perubahan di salah satunya akan mempengaruhi lainnya. Tidak ada keputusan ekonomi yang dibuat tanpa mempengaruhi lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan artifisial. Begitu pula sebaliknya, setiap perubahan lingkungan pasti akan berdampak pada perekonomian. Turner et al., (1994) mengatakan bahwa sistem ekonomi dunia yang telah memberikan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia modern saat ini, tergantung dan tidak dapat beroperasi tanpa dukungan dari lingkungan ekologis, hewan, tumbuhan, dan hubungan kesalingtergantungannya (disebut juga sebagai biosphere) (Turner, et al.,1994:1). Senada dengan itu, Hussein (2004) juga menyatakan bahwa ekonomi memiliki ketergantungan terhadap lingkungan alam, bahkan dalam hal memenuhi kebutuhan bahan mentah, pembuangan limbah sisa, dan fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan, ekonomi sepenuhnya tergantung pada lingkungan alam (Hussein, 2004: 3).

2 Tietenberg (2006) melihat bahwa hubungan ekonomi dengan lingkungan mempunyai kesesuaian dengan hukum thermodynamics pertama energy dan zat tidak bisa dibuat atau dihancurkan. Artinya jumlah material yang masuk ke dalam perekonomian akan terakumulasi dalam sistem atau kembali ke lingkungan sebagai buangan (Tietenberg, 2006:15). Field (2006) merangkumkan hubungan ekonomi dengan lingkungan dengan menyatakan bahwa sistem perekonomian berada di dalam, dan dilingkupi oleh alam (Field,2006: 22). Jika digambarkan, secara sederhana hubungan tersebut adalah sebagai berikut. Gambar 2.1 Skema Hubungan Ekonomi dengan Lingkungan Alam Notasi (a) Mewakili aliran dari bahan mentah yang masuk ke sistem perekonomian. Kajian mengenai lingkungan dalam fungsinya sebagai penyedia bahan mentah disebut dengan ekonomi sumber daya alam. notasi (b) menggambarkan aliran residu dari aktivitas perekonomian yang berdampak pada kualitas lingkungan. Kajian

3 mengenai aliran residu perekonomian dan dampak yang dihasilkannya pada lingkungan merupakan kajian yang disebut ekonomi lingkungan (Field, 2006: 23). Sekat pemisah antara ekonomi sumber daya alam dan ekonomi lingkungan seringkali masih sangat kabur. Untuk memperjelasnya, uraian dari Field, 2006 bisa dijadikan acuan (Field, 2006: 23). 1.1Ekonomi Sumber Daya Alam Ilmu ekonomi sumber daya alam adalah aplikasi dari prinsip ekonomi dalam mengkaji tentang upaya ekstraksi dan pemanfaatan sumber daya alam. Ekonomi sumber daya alam melingkupi (Field, 2006:21): (a) Ilmu ekonomi mineral: Berapa tingkat ekstraksi bijih mineral yang tepat untuk ditambang? Bagaimana eksplorasi dan angka cadangan merespon tingkat harga? (b) Ilmu ekonomi kehutanan: Berapa tingkat pemanfaatan hasil hutan yang tepat? Bagaimana kebijakan pemerintah mempengaruhi mempengaruhi tingkat pemanfaatan hasil hutan oleh perusahaan penebangan kayu? (c) Ilmu ekonomi bahari: Aturan macam apa saja yang bisa dibuat untuk mengelola penangkapan ikan? Bagaimana perbedaan tingkat penangkapan ikan mempengaruhi persediaan ikan?

4 (d) Ilmu ekonomi pertanahan: Bagaimana orang-orang di sektor swasta membuat keputusan terkait dengan pemanfaatan tanah? Bagaimana hukum hak kepemilikan properti dan tata guna lahan mempengaruhi alokasi ruang yang diperuntukan untuk berbagai penggunaan? (e) Ilmu ekonomi energi: Berapa tingkat ekstraksi sumber daya minyak yang tepat? Seberapa sensitive penggunaan energy terhadap perubahan dalam harga komoditas energi? (f) Ilmu ekonomi perairan: Bagaimana perbedaan hukum pemanfaatan atas air mempengaruhi cara pemanfaatan air oleh komunitas-komunitas yang berbeda? (g) Ilmu ekonomi pertanian: Bagaimana para petani membuat keputusan mengenai penerapan aplikasi konservasi lingkungan dalam mengolah lahan mereka? Bagaimana program pemerintah mempengaruhi pilihan petani dalam mengambil keputusan tanaman panenan apa yang diusahakan dan bagaimana untuk mengolahnya? Cabang-cabang dari ilmu ekonomi sumber daya alam tersebut biasa dibedakan ke dalam dua golongan: (1) golongan sumber daya terbarukan: sumber daya kehidupan, seperti perikanan, kehutanan, dan pertanian. (2) sumber daya tak terbarukan: sumber daya yang tidak bisa atau tidak memiliki

5 proses untuk penambahan (replenishment), seperti mineral dan minyak bumi. 1.2Ekonomi Lingkungan Aktivitas perekonomian bisa dibagi ke dalam dua kelompok besar, produksi dan konsumsi. Produksi dan konsumsi menghasilkan residu (sisa), baik yang berupa material, gas, maupun energi. Residu yang dikeluarkan akan masuk kembali ke lingkungan alam. Fokus dari ekonomi lingkungan adalah pada aliran residu dari aktivitas perekonomian dan pengaruhnya pada kualitas lingkungan alam (Field,2006: 21). 2. Lingkungan Sebagai Aset Ekonomi dan Sosial Dalam ekonomi lingkungan dilihat sebagai asset gabungan yang menyediakan berbagai jasa. Lingkungan dianggap sebagai asset yang khusus, hal ini karena lingkungan menyediakan sistem pendukung kehidupan yang menyokong keberadaan manusia baik secara langsung maupun sebagai penyedia bahan mentah (Tietenberg, 2006: 14-15). Sumber daya alam sebagai input diakui sebagai faktor penting dalam ekonomi produksi. Begitu juga kualitas lingkungan, kualitas lingkungan bisa dianggap sebagai aset produktif bagi masyarakat. Produktifitas lingkungan alam bergantung pada kemampuannya untuk mendukung dan mensejahterahkan kehidupan manusia, atau bisa juga dalam kerangka mencerna dan memberikan

6 sumbangan untuk meminimisasi dampak produk buangan dan bahaya lingkungan. Kualitas aset lingkungan dipengaruhi secara langsung oleh kuantitas dan tipe residual yang dihasilkan perekonomian. Dalam kerangka mengenai adanya konsep trade-off antara output ekonomi dan kualitas lingkungan bisa dijelaskan menggunakan kurva kemungkinan produksi Production Possibility Curves (PPC) seperti dalam gambar 2.1 (Field,2006: 30). Gambar 2.2 PPC Kurva PPC menggambarkan dua variasi kombinasi yang bisa diproduksi oleh masyarakat dengan tingkat teknologi dan sumber daya tertentu. Dalam gambar 2.2 garis vertikal merupakan indeks dari output berupa barang ekonomi yang diperdagangkan. Garis horizontal merupakan indeks kualitas lingkungan yang diturunkan dari data pada berbagai dimensi keadaan lingkungan. Sebagi contoh, pada tingkat

7 produksi barang yang diperdagangkan di pasar sebesar kualitas lingkungan akan berada di tingkat, pada tingkat produksi yang lebih rendah ( lebih tinggi ( ) kualitas lingkungan akan berada pada level yang ). Keadaan ideal yang menjadi tujuan dari setiap komunitas masyarakat adalah merubah PPC hingga trade-off yang terjadi lebih menguntungkan (Field,2006:30). Dalam mengukur output ekonomi agregat biasnya pengukuran hanya dilakukan pada kuantitas barang pasar. Hal ini terjadi karena barang pasar mudah untuk dihitung nilai agregatnya. Kualitas lingkungan pada umumnya bukan merupakan barang pasar (non-market), karena kualitas lingkungan tidak diperdagangkan secara langsung dimana harga bisa dilihat. B. Alat Analisis 1. Willingness To Pay (WTP) Alat analisis yang digunakan untuk melakukan penilaian kualitas lingkungan memiliki ide dasar sederhana dengan logika bahwa setiap individu pasti mempunyai nilai preferensi (kesukaan) untuk barang atau jasa. Permasalahannya adalah bagaimana membuat ide tentang preferensi yang masih abstrak ini menjadi tampak jelas? Untuk melihat makna nilai kesukaan lebih jelas, maka perlu dilakukan simplifikasi dimana konsep nilai kesukaan ini disempitkan hingga bisa ditarik kesimpulan bahwa: nilai kesukaan individu atas suatu barang atau jasa adalah setara dengan nilai kerelaan dan

8 kesanggupan dari individu tersebut untuk berkorban demi barang atau jasa tersebut. Dengan demikian konsep ini dinamakan willingness to pay (WTP) yang artinya kira-kira kerelaan untuk membayar (Field, 2006: 43) Hal yang perlu diperhatikan dalam melihat nilai WTP adalah bagaimana membedakan nilai total dan nilai marginal dari WTP. Nilai marginal WTP adalah nilai WTP terhadap pertambahan satu unit konsumsi atas barang atau jasa. Nilai total WTP adalah jumlah nilai WTP dari sejumlah unit barang yang dikonsumsi oleh individu. Nilai marginal dari WTP memperlihatkan penurunan setiap ada penambahan satu unit barang yang dikonsumsi, bentuk kurva yang menurun ini biasa disebut kurva permintaan. Kurva permintaan individu memperlihatkan jumlah dari barang dan jasa yang individu tersebut mungkin minta (beli dan konsumsi) dalam berbagai tingkat harga (Field, 2006:45). Jadi kurva permintaan individu atau kurva marginal WTP merupakan rangkuman dari perilaku konsumsi individu dan kemampuan individu untuk konsumsi barang tersebut. Dengan demikian kurva permintaan individu akan berbeda untuk setiap individu, tergantung dari nilai kesukaan (preferensi) dan selera dari tiap-tiap individu. Selera setiap individu akan tergantung dari banyak hal, seperti keadaan psikologi, sejarah pribadi, dan banyak hal lain

9 yang sulit dijelaskan. Dengan demikian ada kemungkinan nilai WTP berbeda-beda meskipun dalam individu yang sama. WTP yang dijelaskan dimuka adalah WTP individu. Dalam kasus WTP yang digunakan sebagai dasar untuk kebijakan publik, penilaian kualitas lingkungan atau estimasi dari perilaku sebuah kumpulan, WTP yang digunakan adalah WTP agregat. Untuk melihat bagaimana melakukan agregasi atas nilai WTP individu maka bisa dilihat dalam contoh sederhana berikut. Gambar 2.3 Permintaan Agregat/ Kurva Willingness To Pay Marginal Dalam sebuah kelompok terdapat tiga orang individu A, B, dan C. Dengan tingkat harga sebesar $15 maka permintaan individu A adalah 4 unit, permintaan individu B adalah 0 dan individu C adalah 3. Nilai agregat dari semua individu pada tingkat harga $15 adalah 7 unit. Pada tingkat harga $8 maka permintaan individu A adalah 10 unit, individu B adalah 6 unit, dan individu C adalah 8 unit. Nilai agregat ketiga individu pada tingkat harga $8 adalah 24. Dengan

10 menghubungkan titik permintaan agregat pada harga $15 dan $8 maka didapatkan kurva permintaan agregat (Field,2006: 48). 2. Benefit Benefit (manfaat) adalah istilah teknis yang sering dipakai ekonom untuk mengambarkan keadaan yang lebih baik. Contoh, ketika kualitas lingkungan lebih baik maka masyarakat akan disebut menerima manfaat, sebaliknya ketika keadaan lebih buruk maka bisa dimaknai bahwa nilai manfaat dari kualitas lingkungan mengalami pengurangan (Field, 2006: 48). Permasalahannya adalah bagaimana mengungkapkan nilai benefit secara jelas dan terukur? Sifat antroposentris ilmu ekonomi menjadikan pengukuran nilai benefit atas sesuatu diukur dari sudut pandang manusia (individu), dengan demikian alat ukurnya adalah kesediaan membayar (willing to pay) atau berkorban untuk menikmati sesuatu atau menghindari sesuatu. Dengan kata lain nilai benefit yang didapatkan sesorang atas sesuatu setara dengan jumlah yang mau mereka bayarkan untuk menikmati sesuatu tersebut.

11 Gambar 2.4 Willingness To Pay dan Nilai Benefit Untuk lebih jelasnya hubungan konsep manfaat dan WTP bisa digambarkan dengan contoh berikut. Ada dua kurva permintaan untuk suatu barang. Manfaat yang ingin dilihat adalah manfaat ketika ada tambahan kuantitas dari Q1 ke Q2. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa manfaat diukur dengan WTP, dan Total WTP adalah area di bawah kurva permintaan. Ketika ada penambahan kuantitas sebesar selisih (Q2-Q1) maka manfaat tambahan yang didapat oleh kurva permintaan yang berada di bawah adalah area b, dan manfaat total adalah area a+b (Field, 2006: 49). Keadaan diatas beralasan secara logika, dimana individu yang memiliki kurva permintaan tinggi akan memiliki kerelaan untuk berkorban yang lebih tinggi dibanding dengan individu yang memiliki kurva permintaan rendah karena manfaat yang dirasakan oleh individu yang memiliki kurva permintaan tinggi dibandingkan dengan manfaat

12 yang dirasakan oleh individu yang memiliki kurva permintaan lebih rendah. 3. Cost Pendekatan yang digunakan untuk mengestimasi cost (biaya) atas suatu proyek atau kebijakan publik akan berbeda dengan pendekatan yang digunakan oleh sektor swasta. Pada sektor swasta cost didapatkan dengan cara yang merefksikan semua pengeluaran langsung yang berkaitan dengan implementasi dan operasi dari proyek tersebut. Pada sektor publik, nilai cost yang terkur merupakan nilai atas kesempatan yang hilang. Selain itu, biaya dan internal dan eksternal dari proyek harus dimasukan, tetapi tetap dalam kerangka opportunity cost (Hussein, 2004: 182). C. Analisis Lingkungan 1. Framework 1.1 Analisa Dampak a. Analisa Dampak Lingkungan Analisa dampak lingkungan pada intinya merupakan identifikasi dan kajian mengenai semua reaksi lingkungan yang diakibatkan oleh sebuah kebijakan atau proyek. Analisa dampak lingkungan tidak terbatas pada dampak secara ekologis saja, tetapi juga dampak ekonomi (Field,2006: 110).

13 b. Analisa Dampak Ekonomi Fokus dari analisa dampak ekonomi adalah penelusuran dampak ekonomi dari program publik dan pengaruhnya terhadap berbagai variable ekonomi (Field, 2006: 111). c. Analisa Dampak Kebijakan Analisa dampak kebijakan memfokuskan kajiannya pada identifikasi dan estimasi secara komprehensif dan sistematis atas segala dampak yang diakibatkan dari sebuah kebijakan (Field, 2006:112). 1.2 Cost Effectiveness Analysis Cost Effectiveness Analysis dilakukan untuk mengestimasi biaya dari berbagai alternatif yang berbeda dengan tujuan melakukan perbandingan diantara berbagai alternatif tersebut (Field,2006:112). 1.3 Damage Assesment Tujuan dari damage assestment adalah untuk mengestimasi nilai dari kerusakan sumber daya, dengan demikian hasil dari penilaian tersebut bisa dijadikan sumber data untuk proses recovery (Field, 2006:114). 1.4 Benefit-Cost Analysis Analisis Benefit-Cost (B/C) di sektor publik adalah padanan dari analisis laba-rugi di sektor swasta. Alat analisis ini digunakan

14 untuk membantu pembuatan kebijakan publik yang memiliki output dan atau input non-market. Dalam kerangka kerja analisis BC ada 4 tahap inti yang tidak bisa dilewatkan (Field,2006: 116): 1. Menentukan secara jelas proyek atau program 2. Menjelaskan secara kualitatif input dan output dari program atau proyek 3. Mengestimasi biaya sosial dan manfaat dari input dan output tersebut 4. Membandingkan benefit dan cost 2. Benefit-Cost Analysis: Benefit 2.1 Fungsi Kerusakan: Aspek Fisik Ketika terjadi penurunan kualitas lingkungan atau kerusakan lingkungan, nilai manfaat dari kualitas lingkungan akan tercermin dari nilai yang dikeluarkan untuk upaya perbaikan kembali atau penjagaan kualitas linkungan pada tingkat yang diinginkan (Field, 2006: 136). 2.2 Pengukuran Kerusakan a. Dose Response Method: Metode ini diaplikasikan dengan menghubungkan data fisiologis manusia dan hewan dengan tekanan berupa polusi. Contohnya: level polusi tertentu dihubungkan dengan dengan perubahan dalam output, lalu

15 perubahan output tersebut dinilai dengan harga pasar atau harga bayangan (Turner et al., 1994: 114). b. Replacement Cost: Teknik valuasi dari pendekatan ini dilakukan dengan penilaian pasar mengenai biaya yang dibutuhkan untuk restore (penempatan kembali) atau recovery (penyembuhan) atas kerusakan lingkungan (Hussein, 2004: 149). c. Mitigation Behaviour: Upaya pelembutan dampak ini diukur dengan harga pasar melalui observasi terhadap upaya antisipasi atas dampak lingkungan (Turner, et al., 1994: 116). d. Opportunity Cost: Tidak ada usaha langsung yang dibuat untuk menilai manfaat lingkungan dengan metode ini selain nilai manfaat dari aktivitas, program, atau proyek akan member peluang terjadinya kerusakan lingkungan (Turner et al., 1994: 116). 3. Willingness To Pay Pada dasarnya, ada tiga jalan yang bisa digunakan dalam mengungkap nilai willingness to pay seseorang atas perbaikan kualitas lingkungan (Field, 2006: 142): 1. Melihat berapa besar pengeluaran seseorang untuk mengurangi dampak dari buruknya kualitas lingkungan terhadap dirinya. Artinya pengeluaran itu juga bisa menggambarkan kesediaan

16 seseorang untuk menikmati kualitas lingkungan yang lebih baik. 2. Melihat nilai pasar dari barang atau jasa yang berada di dua pasar dengan kualitas lingkungan berbeda. Kualitas lingkungan yang lebih baik cenderung meningkatkan nilai pasar. Nilai dari peningkatan inilah yang menggambarkan kesediaan seseorang untuk membayar perbaikan kualitas lingkungan. 3. Kedua cara diatas merupakan pendekatan tidak langsung dari penaksiran WTP. Untuk cara ketiga adalah pendekatan langsung yang dilakukan dengan survei atau menanyakan langsung kesediaan seseorang untuk menikmati perubahan kualitas lingkungan. 4. Willingness To Pay: Cara Tidak Langsung 4.1 Travel Cost Method: Logika dari metode ini sangat sederhana, nilai manfaat dari suatu situs/ kawasan akan setara dengan biaya perjalanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengunjungi situs tersebut. Metode ini sering digunakan di sektor turisme (Turner et al., 1994: 116). 4.2 Hedonic Pricing Method: Dasar pemikiran dari metode ini adalah fakta bahwa kualitas lingkungan akan mempengaruhi secara langsung pada harga pasar dari barang atau jasa yang berkaitan dengan lingkungan tersebut. Metode ini umum digunakan di sektor properti (Turner et al., 1994: 120).

17 5. Willingness To Pay: Cara Langsung Valuasi metode WTP dengan cara langsung dikenal sebagi Metode contingent valuation (CV). Metode ini termasuk di dalam metode penilaian langsung karena dilakukan dengan survei yang dicobakan untuk mengungkapkan respon seseorang secara moneter terhadap perubahan kualitas lingkungan (Tietenberg, 2006: 38) Pendekatan ini disebut penelitian contingent (tertentu) karena metode ini mengupayakan agar seseorang menyatakan tentang bagaimana seseorang tersebut akan bertindak ketika dia dihadapkan pada berbagai kemungkinan tertentu (Field, 1994:148 dalam Irawan, 2001 : 10). Metode CV didasarkan pada konsep sederhana dimana bila ingin mengetahui nilai atas sumber daya yang tidak memiliki nilai pasar, maka bisa dilakukan dengan bertanya mengenai nilai tersebut secara langsung (Field, 2006: 149). Metode CV biasa diterapkan pada penghitungan nilai lingkungan apabila teknik pasar tidak bisa digunakan dalam penghitungan nilai lingkungan (Dixon, 1996: 70 dalam Irawan 2001: 11). Berbeda dengan penghitungan nilai melalui nilai pasar, metode CV berkaitan dengan sebuah peristiwa hipotesis (hyphothetical event) tentang peningkatan dan penurunan kualitas lingkungan (Irawan, 2001: 11).

18 Cara paling mudah dalam untuk melakukan metode CV adalah dengan bertanya mengenai nilai yang diberikan seseorang terhadap perubahan tertentu dalam kualitas lingkungan. Cara lain yang lebih kompleks dapat dilakukan dengan apakah seseorang mau membayar sejumlah Rp. X untuk perubahan tertentu dalam kualitas lingkungan (Tietenberg, 2006 : 39). Pada dasarnya metode CV menilai perubahan tertentu dalam kualitas lingkungan dengan menanyakan dua jenis pertanyaan berikut (Field, 2006): 1. Apakah anda bersedia membayar (WTP) sejumlah Rp X tiap periode untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan. 2. Apakah anda bersedia menerima (WTA) sejumlah Rp X untuk kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan Dalam Metode CV dikenal empat macam cara untuk mengajukan pertanyaan kepada responden (Fauzi, 2004 dalam Pramesi 2008: 77), yaitu: 1. Permainan lelang (bidding game), responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikan atau diturunkan tergantung respon pada pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh.

19 2. Pertanyaan terbuka, responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. 3. Payment Card, nilai lelang dengan cara menyakan responden apakah mau membayar pada kisaran tertentu dari nilai yang ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukan kepada responden dengan kartu. 4. Model referendum tertutup, responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak. Analisis dengan Metode CV memiliki kelebihan dalam fleksibilitas dan mudah untuk dilaksanakan untuk menilai lingkungan yang memiliki cakupan sangat luas. (Field, 2006: 151). Tetapi disamping itu, metode CV juga memiliki kesulitan tersendiri karena responden sangat potensial untuk memberikan jawaban yang bias baik berupa penilaian yang terlalu tinggi (upper estimate) maupun penilaian terlalu rendah (under estimate) terhadap perubahan kualitas lingkungan. Ada empat jenis bias yang mungkin ditimbulkan dari metode CV (Tietenberg,2006 : 39) : 1. Strategic bias, bias ini terjadi karena responden memiliki kepentingan khusus yang terkait dengan jawaban pertanyaan tersebut. Sehingga jawaban dari responden tidak menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan penilaian

20 yang dipengaruhi motif untuk melindungki kepentingan mereka. 2. Information Bias, bias ini terjadi karena responden tidak memiliki pengetahuan memadai atau tidak punya pengalaman terkait dengan atribut yang ditanyakan dalam penelitian. Akibatnya jawaban responden tidak menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan karena ketidaklengkapan informasi. 3. Starting-poin bias, bias ini terjadi karena instrumen survei yang digunakan untuk mewawancarai berupa rentang jarak kemungkinan yang sudah dikenal. Cara untuk menjelaskan rentang jarak yang tercermin dalam kuesioner akan sangat mempengaruhi jawaban dari responden. Rentang jarak Rp.0 sampai Rp mungkin akan menghasilkan respon yang berbeda jika dibandingkan dengan rentang jarak Rp sampai Rp , meskipun sebenarnya tidak ada respon dalam rentang Rp. 0 sampai Rp Hypothetical bias, bias ini terjadi karena pembangunan hipotesis perubahan kualitas lingkungan yang tidak sempurna sehingga rentan direspon secara tidak sempurna juga oleh responden. Karena metode CV ini sangat rentan menimbulkan bias penilaian, maka satu-satunya cara untuk meminimalisasi bias

21 tersebut adalah melaui setiap tahapan yang harus metode CV ini dengan cermat hingga bisa diungkapkan nilai willingness to pay yang memiliki bias yang minim 6. Benefit Cost Analysis: Cost 6.1 Persepektif Biaya: Isu Umum Analisis cost bisa dilakukan dalam berbagai level kebijakan dan proyek. Level-level tersebut adalah (Field, 2006: ): 1. Level komunitas tunggal atau proyek lingkungan tunggal, cost pada level ini hanya didasarkan pada biaya dan spesifikasi pembangunan (engineering). 2. Level industri, penghitungan cost dalam level ini lebih rumit dibanding level sebelumnya. Hal ini disebabkan karena diperlukan prediksi dengan akurasi yang dapat dipertanggungjawabkan atas bagaimana pihak industri akan bereaksi atas perubahan kebijakan mengenai lingkungan. 3. Level nasional, dalam level ini penghitungan cost sangat rumit karena tingkat keterkaitan antar sektor sangat tinggi. Untuk mendapatkan nilai cost akan dibutuhkan data makro ekonomi dan model agregasi yang canggih dan kompleks (Field,2006: 162).

22 6.2 Konsep Biaya a. Opportunity Cost, opportunity cost dari penggunaan sumber daya tertentu akan ditentukan oleh nilai kesempatan hilang tertinggi yang dimungkinkan jika sumber daya tersebut digunakan untuk alternatif kepentingan lain (Field, 2006: 163). b. Biaya Lingkungan, kebijakan pengurangan atau eliminasi residu perekonomian sebenarnya merupakan sebuah bentuk pengalihan media, dengan kata lain ada sumber daya lain yang dikorbankan. Contohnya residu dari reaktor nuklir tidak bisa dikurangi atau dihilangkan, melainkan harus dinetralisasi dengan air selama ribuan tahun (Field, 2006: 163). c. Biaya Pelaksanaan, kebijakan lingkungan tidak bisa berjalan sendiri. Ada sumber daya yang harus disediakan untuk memastikan kelancaran kebijakan lingkungan (Field, 2006: 164). D. Peneltian Sebelumnya Aplikasi contingent valuation (CV) telah luas digunakan dalam berbagai studi lingkungan, termasuk yang berkaitan dengan sektor transportasi perkotaan. Wipulanusat dan Herabat (2007) memanfaatkan aplikasi CV untuk melihat preferensi masyarakat atas perbaikan kualitas berkendaraan di jalan raya Bangkok (Wipulanusat dan Herabat, 2007: 1). Wang et al., (2004) mengaplikasikan survei CV untuk melihat preferensi masyarakat

23 atas berbagai rancangan kebijakan untuk menurunkan tingkat polusi yang berasal dari sepeda motor di Kota Bangkok (Wang et al., 2004: 3). Lambert.,et al.,(2000) memanfaatkan survei CV untuk mengukur manfaat dari program pengurangan kebisingan lalu lintas (Lambert et al.,2000:1). Dalam melakukan survei CV ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah ukuran sampel. Mitchell dan Carlson (1989) menyarankan bahwa berdasarkan toleransi statistik, jumlah sampel yang sesuai adalah antara jumlah sampel (Vaughan dan Darling, 2000: 1) Kedua, adalah rancangan kuesioner. Kuesioner harus dirancang sedemikian rupa dalam rangka meminimisasi bias. Bias-bias tersebut adalah strategic bias, information bias, starting-point bias, hypothetical bias (Tietenberg, 2006: 39). Strategic bias terjadi ketika responden memiliki kepentingan khusus yang terkait dengan jawaban pertanyaan tersebut. Dampaknya jawaban tidak menggambarkan penilaian sebenarnya melainkan penilaian yang dipengaruhi motif untuk melindungi kepentingan mereka (Tietenberg, 2006:39). Antisipasi untuk meminimisasi strategic bias bisa dilihat dalam penelitian estimasi biaya lingkungan dari lalu lintas jalan yang dilakukan Centre for Transport Ressearch on environmental and health Impact and Policy (TRIP). Caranya adalah dengan memilih responden secara cermat. Responden yang menjadi sampel dibatasi dengan hanya memasukan penduduk yang bertempat tinggal dekat di tepi

24 jalan. Ketika memilih penduduk setempat, WTP dari orang yang bekerja di tepi jalan, pejalan kaki, dan pengendara sepeda angin yang tidak dimasukan ke dalam valuasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya upper estimation akibat kepentingan individu dari responden tersebut (TRIP, 2003: 8). Information bias terjadi manakala responden tidak memiliki pengetahuan memadai atau tidak punya pengalaman terkait dengan atribut yang ditanyakan dalam penelitian. Akibat dari ketidaklengkapan informasi tersebut, responden tidak memberikan penilaian objektif sebenarnya (Tietenberg,2006: 39). Nilai yang didapat dari survei CV akan tergantung dari tingkat informasi yang dimiliki responden dan informasi yang disediakan dalam survei (Pate dan Loomis, 1997 dalam Raje et al., 2002: 392) Untuk meminimisasi information bias, penelitian dari Raje et al., (2002) mengenai perbaikan layanan air bersih pemerintah, melakukannya dengan cara menyediakan informasi mendetail bagi responden mengenai kondisi layanan bersih saat ini, rencana perbaikan layanan ke depan, termasuk juga biaya eksplorasi dan distribusi air di masa depan. Dengan demikian kemungkinan terjadinya information bias bisa diminimisasi (Raje, et al., 2002: 392). Starting point bias biasanya disebabkan oleh pertanyaan atau perilaku dari pewawancara tentang tingkat nilai WTP yang diperkirakan. Jika pertanyaan mengenai nilai WTP ditanyakan dalam bentuk nilai yang meningkat, menurun, atau rentang jarak, jawaban dari responden akan

25 sangat dipengaruhi oleh nilai mulanya (starting point) (OECD, 1995: 88). Untuk meminimisasi starting point bias, The Blue Ribbon panel dalam Giraud et al.,(2001) menyarankan penerapan pertanyaan referendum dengan menanyakan kepada responden mengenai kesediannya membayar sebesar nilai terberi (given value) untuk barang dan jasa terberi (given goods and service). Dengan demikian konsistensi nilai dari respon responden bisa dijaga (Giraud, et al., 2001: 332). Selain referendum, teknik open ended question (pertanyaan terbuka) juga bisa dilakukan (OECD, 1995: 85). Hypothetical bias biasanya terjadi karena responden dihadapkan pada even yang berupa rencana, bukan kejadian aktual. Karena mereka tak harus benar-benar membayar nilai yang diberikan, respon dari responden akan cenderung berbeda dibanding ketika mereka harus membayarnya secara sungguhan (Tietenberg, 2006:39). Upaya minimisasi jenis bias ini dipengaruhi secara total oleh design kuesioner dan perilaku dari pewawancara. Setelah upaya minimisasi bias dilakukan, yang perlu diperhatikan adalah analisa data. OECD, 1995 menyarankan nilai WTP lebih baik diungkapkan dalam model pilihan diskrit (OECD, 1995:86). Raje, et al., memilih model regresi logistik (Raje, et al.,2002: 93), Irawan memilih model probit bertingkat (Irawan, 2001: 21), dan Wang,et al., memilih model probit bertingkat (Wang, et al., 2001: 10). Analisa data dalam penelitian ini akan mengikuti pola yang diterapkan oleh Irawan (2001)

26 Selanjutnya, respon WTP harus ditabulasi silang dengan faktorfaktor sosial ekonomi dan faktor penentu lainnya. Untuk melakukannya, perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilai WTP maksimal. Wang, et al., memasukan faktor-faktor sosial ekonomi (umur, pendapatan, jumlah anggota keluarga) dan faktor-faktor non sosial ekonomi (lama kepemilikan sepeda motor, harga bahan bakar, jarak tempuh harian, biaya perjalanan per minggu, dan biaya perawatan sepeda motor) ke dalam faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilai WTP untuk menghilangkan polusi sepeda motor di Bangkok (Wang, et al., 2004:18). Gupta dan Mythili memasukan pendapatan, tingkat pendidikan, pekerjaan, tujuan pemanfaatan, dan opini sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi besaran nilai WTP atas upaya perbaikan kualitas air di Danau Powai, India (Gupta dan Mythili, 2007:10-11). Santagata dan Signorelo mengidentifikasi bahwa faktor-faktor sosial ekonomi (jenis kelamin, umur, pendidikan,jumlah anggota keluarga tingkat pengeluaran) beserta dengan pengetahuan, pengalaman kunjungan dalam satu tahun terakhir memebrikan pengaruh terhadap besaran nilai WTP atas upaya perbaikan manajemen di National Musei Aperti, Napoli (Santagata dan Signorelo, 1998: 8).

27

28 F. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini memiliki pertanyaan penelitian yang akan dicari jawabannya. Pertanyaan tersebut adalah: 1. Berapakah nilai WTP pengguna angkutan umum, berikut dengan probabilitasnya, untuk pelayanan BRT Koridor I di Surakarta? 2. Apakah faktor-faktor sosial ekonomi mempengaruhi besaran nilai WTP pengguna angkutan umum untuk BRT Koridor I di Surakarta? 3. Apakah perilaku masyarakat dalam melakukan mobilitas mempengaruhi besaran nilai WTP untuk BRT koridor I di Surakarta?

WILLINGNESS TO PAY PENGGUNA ANGKUTAN UMUM UNTUK PELAYANAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR I DI KOTA SURAKARTA: APLIKASI METODE CONTINGENT VALUATION

WILLINGNESS TO PAY PENGGUNA ANGKUTAN UMUM UNTUK PELAYANAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR I DI KOTA SURAKARTA: APLIKASI METODE CONTINGENT VALUATION WILLINGNESS TO PAY PENGGUNA ANGKUTAN UMUM UNTUK PELAYANAN BUS RAPID TRANSIT (BRT) KORIDOR I DI KOTA SURAKARTA: APLIKASI METODE CONTINGENT VALUATION Skripsi Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan 11 BAB II A. Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi pariwisata Definisi pariwisata secara luas adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Lingkungan Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan keadaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dengan berbagai manfaat baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa produk jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay )

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay ) II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian mengenai kesediaan membayar beras analog belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun ada beberapa kajian yang terkait dengan topik Willingness to Pay khususnya dalam menilai manfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada TINJAUAN PUSTAKA Konsep Penilaian Ekonomi Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada dasarnya untuk mengukur nilai benefits dari sesuatudidasarkan atas perspektif manusia (individu),

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan

KERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA PENDAHULUAN Penilaian terhadap barang lingkungan yg Non-Market mempunyai implikasi kebijakan yang penting. Dulu, barang tersebut dianggap bernilai nol atau bernilai rendah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Alur penelitian dalam penulisan skripsi ini menjelaskan mengenai tahapan atau prosedur penelitian untuk menganalisa besarnya willingness to pay (WTP)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient, sebagai contoh:

III. KERANGKA PEMIKIRAN. dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient, sebagai contoh: 36 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Marginal Abatement Cost (MAC) Abatement Cost merupakan biaya pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam dengan beragam manfaat, berupa manfaat yang bersifat langsung maupun manfaat tidak langsung. Produk hutan yang dapat dinikmati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data A.1. Analisis Deskriptif 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian Demografi responden terdiri dari Jenis Kelamin. Usia, Tingkat Pendidikan, Jumlah

Lebih terperinci

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN FONDASI VALUASI EKONOMI

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan teori-teori yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran dalam Studi ini dibuat guna menggambarkan alur pemikiran baik dengan menggunakan teori-teori dan pemikiran secara operasional. 3. 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN

EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN Pertemuan 6 MK.EKONOMI LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI & SUMBERDAYA LINGKUNGAN 1 Pendahuluan (1) Sistem pasar cenderung mengalami malfungsi sampai taraf tertentu ketika terjadi

Lebih terperinci

EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN

EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN Pertemuan 6 MK.EKONOMI LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI & SUMBERDAYA LINGKUNGAN 1 Pendahuluan (1) Sistem pasar cenderung mengalami malfungsi sampai taraf tertentu ketika terjadi

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Yoeti (2006) pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN (1) Ahli ekonomi, philosophy dan lingkungan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern, paradigma pembangunan saat ini cenderung mengarah pada sustainable development. Sustainable development merupakan pembangunan yang memperhatikan kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu rencana untuk mengurangi kemacetan di kota Yogyakarta adalah penerapan Electronic Road Pricing (ERP). (Pratama, 2012) kemacetan akan memberi dampak negatif, baik dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada obyek dan daya tarik wisata, penilaian manfaat wisata alam, serta prospek

Lebih terperinci

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD 92 BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD Sumber daya alam dan lingkungan tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga mempunyai nilai ekologis dan nilai sosial. Dimana

Lebih terperinci

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR

EFISIENSI EKONOMI dan PASAR EFISIENSI EKONOMI dan PASAR Kuliah Ekonomi Lingkungan Sesi 5 Efisiensi Ekonomi (1) Efisiensi Ekonomi keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input yang digunakan untuk memproduksinya (dgn kata

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Valuasi, IrigasI, Usahatani, dan Padi a. Valuasi Mburu (2007) dalam Arobi dan Razif (2013) mendefinisikan valuasi sebagai usaha untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Air 2.1.1 Karakteristik Sumber Daya Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi ini. Sumber daya air merupakan sumber daya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA)

III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) Willingness to Accept (WTA) menunjukkan seberapa kemampuan individu menerima kerusakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dalam sektor jasa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dalam sektor jasa dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dalam sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini, bersama dengan industri teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aset Tetap Aset tetap (fixed assets) merupakan aset jangka panjang atau aset yang relatif permanen. Aset tetap sering disebut aset berwujud (tangible assets) karena

Lebih terperinci

BAB II BIAYA LINGKUNGAN

BAB II BIAYA LINGKUNGAN 10 BAB II BIAYA LINGKUNGAN 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Secara umum dapat dikatakan bahwa cost yang telah dikorbankan dalam rangka menciptakan pendapatan disebut biaya. Beberapa

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahapan Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar III.1 di bawah ini. Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian 28 III.2 Waktu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI )

PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) PDRB HIJAU (KONSEP DAN METODOLOGI ) Oleh: M. Suparmoko Materi disampaikan pada Pelatihan Penyusunan PDRB Hijau dan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang pada tanggal 4-10 Juni 2006 1 Hutan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pariwisata Pengertian istilah Pariwisata menurut Spillane (1991) adalah perjalanan yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan,

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS

ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS ESTIMASI NILAI WILLINGNESS TO PAY BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD TERHADAP RENCANA PENINGKATAN KUALITAS dan KUANTITAS PELAYANAN GUNA MENINGKATKAN JUMLAH PENUMPANG KA KOMUTER SURABAYA SIDOARJO Julistyana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah para pengunjung di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka. Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka terletak di Jl. Kebun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taman Wisata Alam Menurut PPAK (1987) Wisata Alam adalah bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungannya. Sedangkan berdasarkan UU No.5 1990

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dahuri (1996) dalam Syakya (2005) menyatakan garis besar konsep pembangunan berkelanjutan mempunyai empat dimensi: 1. Dimensi ekologis yaitu bagaimana mengelola kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM METODE VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc. Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Makassar, 7-8 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan

Lebih terperinci

APLIKASI TRAVEL COST METHOD PADA BENDA CAGAR BUDAYA: STUDI KASUS MUSEUM SANGIRAN

APLIKASI TRAVEL COST METHOD PADA BENDA CAGAR BUDAYA: STUDI KASUS MUSEUM SANGIRAN APLIKASI TRAVEL COST METHOD PADA BENDA CAGAR BUDAYA: STUDI KASUS MUSEUM SANGIRAN Skripsi Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari Kegiatan wisata alam adalah suatu kegiatan wisata yang memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam sebagai atraksi utama. Kegiatan wisata

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA KENDARAAN PRIBADI DAN BUS KAMPUS Ronny Esha 1, Reza Aipassa 2, Rudy Setiawan 3

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA KENDARAAN PRIBADI DAN BUS KAMPUS Ronny Esha 1, Reza Aipassa 2, Rudy Setiawan 3 MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA KENDARAAN PRIBADI DAN BUS KAMPUS Ronny Esha 1, Reza Aipassa 2, Rudy Setiawan 3 ABSTRAK : Peningkatan mahasiswa yang menggunakan kendaraan pribadi dipengaruhi oleh kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber daya alam. Berada pada daerah beriklim tropis menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Gambar 2. Peta Kabupaten Kuningan, Jawa Barat BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Alasan penentuan lokasi karena hutan Kabupaten Kuningan merupakan salah satu hutan

Lebih terperinci

EKONOMI LINGKUNGAN Pertemuan 4 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI & MANAJEMEN

EKONOMI LINGKUNGAN Pertemuan 4 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI & MANAJEMEN EKONOMI LINGKUNGAN Pertemuan 4 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI & MANAJEMEN Pengantar (1) Pembahasan dasar-dasar mikroekonomi memberikan pemahaman dari konsep dasar yg dapat

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN KONSEP WTP vs WTA VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE /2016

PENILAIAN EKONOMI DAN KONSEP WTP vs WTA VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE /2016 PENILAIAN EKONOMI DAN KONSEP WTP vs WTA VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE 4 2015/2016 Penilaian Ekonomi Barang Lingkungan berguna untuk mengetahui: Nilai kehancuran lingkungan dan besaran investasi yang

Lebih terperinci

cost classification) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku biaya

cost classification) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku biaya Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi-Universitas Kristen Petra 2011 Membandingkan perbedaan akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial Menjelaskan lingkup akuntansi biaya, perbedaan biaya dan beban.

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Priyanti Junia Pratiwi, Winny Retna Melani, Fitria Ulfah. Juniapratiwi2406@gmail.com

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN TAMAN WISATA BALEKAMBANG SURAKARTA

VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN TAMAN WISATA BALEKAMBANG SURAKARTA VALUASI EKONOMI LINGKUNGAN TAMAN WISATA BALEKAMBANG SURAKARTA Skripsi Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi barang kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi yang terjadi di dalam masyarakat yang memiliki angka tingkat mobilitas yang tinggi, kebutuhan transportasi menjadi hal yang penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV INTEPRETASI DATA

BAB IV INTEPRETASI DATA 41 BAB IV INTEPRETASI DATA 4.1 Pengumpulan Data Data responden pada penyusunan skripsi ini terdiri atas dua bagian yaitu data profil responden dan data stated preference. Untuk data profil responden terdiri

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pariwisata Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG) KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG) Tilaka Wasanta Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN

PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 20-25 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN Lestario Widodo

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kasomalang Kabupaten

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kasomalang Kabupaten IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kabupaten Subang. Jalan Raya merupakan jalur alternatif untuk menuju Kabupaten Sumedang, Kuningan, Cirebon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS KEUNIKAN BUDAYA DAN LINGKUNGAN DI OBYEK WISATA BUKIT CINTA KABUPATEN SEMARANG Sri Subanti 1, Arif Rahman Hakim 2, Mulyanto 3. Nughthoh Arfawi 4 1.Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

VALUASI LINGKUNGAN. Valuasi Lingkungan (Contingent Valuation Method) 1

VALUASI LINGKUNGAN. Valuasi Lingkungan (Contingent Valuation Method) 1 VALUASI LINGKUNGAN A. Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sebelum membahas mengenai konsep valuasi ekonomi, terlebih dahulu perlu dijelaskan mengenai konsep nilai ekonomi terhadap sumber daya.

Lebih terperinci

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari :

Data aspek biofisik-kimia perairan terdiri dari : III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayoa Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan untuk keperluan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Untuk itu sumber daya energi adalah aset untuk

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Ekonomi Wisata

Penentuan Nilai Ekonomi Wisata Penentuan Nilai Ekonomi Wisata BAGIAN EKONOMI LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN FEM IPB Pendahuluan (1) Pendahuluan (2) Pendahuluan (3) TCM metode yang tertua untuk pengukuran nilai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN

TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE- 14 PENDAHULUAN Instrumen ekonomi terbagi atas beberapa kategori berbeda yang masing-masing mempunyai kelebihan maupun kekurangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan ekonomi bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Proyek Dan Manajemen Proyek Proyek adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan, dan dilaksanakan sampai benar-benar memberikan hasil atau keluaran-keluaran

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi sumber daya alam dari kehutanan. Hasil hutan dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Susantoso (2010) mengatakan peningkatan kapasitas jalan tanpa dibarengi disinsentif terhadap pengguna kendaraan pribadi justru memungkinkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan lalu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI KESEDIAAN MEMBAYAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATED PREFERENCE CONTINGENT VALUATION DAN STATED PREFERENCE STATED CHOICE

PERBANDINGAN NILAI KESEDIAAN MEMBAYAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATED PREFERENCE CONTINGENT VALUATION DAN STATED PREFERENCE STATED CHOICE PERBANDINGAN NILAI KESEDIAAN MEMBAYAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN STATED PREFERENCE CONTINGENT VALUATION DAN STATED PREFERENCE STATED CHOICE Dwi Prasetyanto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN

METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN METODE PENILAIAN EKONOMI SUMBERDAYA KAWASAN Yudi Wahyudin, S.Pi., M.Si. Bogor, 28 Juni 2007 APA ITU VALUASI EKONOMI Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menilai secara riil harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan diawali dan diakhiri di tempat parkir. Kebutuhan tempat parkir untuk kendaraan, baik kendaraan pribadi, angkutan

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 4. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam menentukan nilai ekonomi total dari Hutan Kota Srengseng adalah menggunakan metoda penentuan nilai ekonomi sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek /Subjek Penelitian Ngebel. Objek pada penelitian ini yaitu para pengunjung objek wisata alam Telaga B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Ponorogo tepatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY STUDI KELAYAKAN TERMINAL TERPADU INTERMODA DAN ANTARMODA DI KETAPANG BANYUWANGI

EXECUTIVE SUMMARY STUDI KELAYAKAN TERMINAL TERPADU INTERMODA DAN ANTARMODA DI KETAPANG BANYUWANGI EXECUTIVE SUMMARY STUDI KELAYAKAN TERMINAL TERPADU INTERMODA DAN ANTARMODA DI KETAPANG BANYUWANGI A. LATAR BELAKANG Sektor transportasi merupakan sektor yang memegang peranan pentingdalam upaya pengembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Produktivitas Produktivitas memiliki pengertian yang beraneka ragam berkaitan dengan aspek ekonomi, kesejahteraan, teknologi, dan sumber daya. Pembahasan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H) Pelatihan APHI 18 MEI 2011 Dwi Martani & Taufik Hidayat Staf Pengajar Departemen Akuntansi FEUI Tim Penyusun

Lebih terperinci