BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan ekonomi bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. Menurut Soemarwoto (1987) kebutuhan dasar terdiri atas tiga bagian yaitu kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, dan derajat kebebasan untuk memilih. Pada prosesnya, pembangunan ekonomi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup sebagai sumber daya dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Peningkatan produksi barang dan jasa dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia dapat menyebabkan menipisnya sumber daya alam serta terjadinya pencemaran lingkungan terutama untuk negara-negara sedang berkembang yang baru memulai pembangunannya. Kedua dampak negatif ini akan mempengaruhi aktivitas perekonomian selanjutnya, di mana penipisan cadangan sumber daya alam akan mengurangi kemudahan dalam memenuhi kebutuhan manusia serta pencemaran lingkungan akan merusak kualitas produktivitas, kesehatan, dan kenyamanan hidup manusia. Maka dari itu pembangunan ekonomi haruslah bersifat pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan berkelanjutan yang tidak menguras sumber daya alam dan merusak lingkungan (Suparmoko, 2015). 13

2 Pada hakikatnya, pembangunan yang berkelanjutan ditujukan untuk mencapai pemerataan pembangunan antargenerasi masa kini maupun masa mendatang (Jaya, 2004). Fauzi (2004) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan didasarkan pada tiga alasan, yaitu : 1) Alasan moral. Generasi masa kini secara moral harus memperhatikan ketersediaan sumber daya alam agar tetap dapat dinikmati oleh generasi masa mendatang dengan menggunakannya secara bijak dan tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan. 2) Alasan Ekologi. Aktivitas ekonomi harus diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang diiringi dengan pelestariannya sehingga tidak mengancam fungsi ekologi, misalnya keaneragaman hayati. 3) Alasan Ekonomi. Kompleksitas ekonomi berkelanjutan masih menimbulkan perdebatan sehingga pengukuran keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization). Untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, Ramly dalam Kurnianto (2008) menyatakan berdasarkan substansi Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Indonesia telah mengatur dan menetapkan : Pengelolaan lingkungan hidup harus berasaskan pelestarian lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan manusia serta kesinambungan generasi. 14

3 Menindaklanjuti undang-undang tersebut, Kementrian Lingkungan Hidup mengembangkan dua instrumen untuk memelihara keserasian dan keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan. Kedua instrumen tersebut adalah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan SEMDAL (Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL merupakan instrumen yang menganalisis perbandingan dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi dari suatu proyek pembangunan. Jika dampak positifnya lebih besar daripada dampak negatifnya terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, maka proyek pembangunan dapat diteruskan. Sebaliknya jika lebih besar dampak negatifnya, maka proyek di lokasi tersebut tidak dapat dilaksanakan. Adapun SEMDAL merupakan instrumen yang mengukur dampak yang telah terjadi akibat suatu kegiatan yang sudah berjalan dan mengestimasi tindakan yang harus dilakukan untuk menanggulangi dampak tersebut. 2. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan memberikan pengertian seputar kepariwisataan sebagai berikut : 1) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 2) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 3) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. 4) Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha. 15

4 5) Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 6) Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Yoeti (1997) menyatakan bahwa alasan utama pengembangan pariwisata pada suatu daerah adalah untuk kepentingan perekonomian daerah baik secara lokal, regional maupun nasional di daerah atau negara itu sendiri. Dengan begitu, pengembangan pariwisata ini selalu akan memperhitungkan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat luas. Keuntungan dan manfaat pengembangan pariwisata ini berupa terciptanya lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat setempat, dan menghasilkan permintaan baru akan potensi daerah. Pemasukan yang diterima dari wisatawan secara otomatis akan meningkatkan penerimaan devisa negara, pendapatan nasional, dan penerimaan pajak sehingga memperkuat posisi neraca pembayaran negara. Alasan selanjutnya, Yoeti (1997) mengungkapkan bahwa pengembangan pariwisata lebih banyak bersifat non ekonomis, yakni salah satu motivasi wisatawan adalah untuk menikmati daya tarik wisata yang disajikan di lokasi wisata seperti wisata alam yang menyajikan keindahan alam meliputi cagar alam, kebun raya, perkebunan, dan lain sebagainya. Seiring adanya pengembangan pariwisata, terdapat dampak atau isu yang berkembang. Hadi dalam Kurnianto (2008) menyatakan bahwa pariwisata yang ada saat ini cenderung bersifat wisata masal (mass tourism) yang hanya 16

5 berorientasi untuk sekedar menikmati keindahan alam tanpa mempertimbangkan nilai tambah bagi masyarakat (local value added), nilai sosial budaya dan dampak lingkungan. Pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan diharapkan dapat mendorong potensi ekonomi dan upaya pelestarian lingkungan baik pelestarian alam, kekayaan hayati maupun kekayaan budaya. Namun adanya pariwisata masal yang terjadi saat ini justru menimbulkan dampak negatif terhadap sosial budaya dan kerusakan lingkungan. Maka dari itu, proses pengembangan pariwisata yang berdampak pada perubahan lingkungan alami ini perlu dipantau dan diikuti perkembangannya untuk mencegah dampak negatif yang lebih parah dan semakin mahal penanggulangannya sehingga tercapai pariwisata berkelanjutan. Pengembangan pariwisata berkelanjutan bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan ekonomi, sosial budaya ke dalam proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan di seluruh komponen industri wisata. Secara bersamaan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan saat ini dan menjaga serta mendorong kesempatan wisata yang sama di masa yang akan datang. Konsep pengembangan kepariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan landasan ideal untuk pengembangan program pariwisata Kabupaten Kulonprogo terutama pengembangan obyek wisata Waduk Sermo. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 9 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan (RIPP) Daerah tahun pengembangan obyek wisata Waduk Sermo bertemakan alam tirta dengan basis pengembangan sebagai area wisata air dan olahraga. 17

6 3. Barang Publik Lingkungan memiliki sifat sebagai barang publik yaitu barang yang jika dikonsumsi seseorang tidak akan mengurangi konsumsi untuk lainnya serta siapapun tidak bisa mencegah dalam pemanfaatannya (Prasetyia, 2012). Sifat barang publik yang melekat pada lingkungan ini mengakibatkan terbengkalainya sumber daya lingkungan disebabkan ketiadaan atau kelangkaan pihak swasta ataupun individu yang mau memelihara maupun melestarikannya (Suparmoko, 2015). Menurut Hyman (2010), barang publik memilik dua karakteristik, yaitu : 1) Nonrivalry in consumption, artinya bahwa jumlah tertentu dari barang publik yang dikonsumsi oleh sekelompok atau individu tidak akan mengurangi jumlah atau volume yang tersedia untuk konsumsi kelompok atau individu lainnya. 2) Nonexclusion, artinya tidak akan ada penolakan terhadap suatu pihak atau individu dalam mengkonsumsi barang publik walaupun mereka tidak bersedia membayar. Dengan kata lain semua orang berhak memanfaatkan dan menikmati lingkungan meskipun tidak bersedia membayar dalam mengkonsumsi lingkungan tersebut. Menurut Nugroho (2010), kedua karakteristik barang publik di atas menyebabkan seseorang sebagai individu tidak akan mengusahakan pemeliharaan dan pelestarian lingkungan. Sedangkan menurut Prasetyia (2012), terdapat tiga masalah yang timbul dari barang publik : 1) Pemanfaatan dari barang publik yang cenderung eksploitatif atau berlebihan. 18

7 2) Barang publik tidak memiliki harga karena sulitnya menentukan standar harga serta dikarenakan barang publik yang tidak diperdagangkan. 3) Tidak adanya keuntungan sehingga tidak ada ataupun langka suatu pihak atau individu bersedia untuk memelihara dan melestarikannya. Teori Pigou merupakan salah satu teori barang publik yang membahas tentang penyediaan barang publik dengan pembiayaan melalui pajak yang dipungut dari masyarakat. Pigou berpendapat bahwa penyediaan barang publik harus dilakukan sampai pada suatu tingkat di mana kepuasan marginal pemanfaatan barang publik sama dengan ketidakpuasan marginal pajak yang dipungut untuk membiayai program pemerintah dalam menyediakan barang publik (Prasetyia, 2013). Kepuasan Batas Akan Barang Pemerintah Budget Pemerintah Sumber : Mangkoesoebroto (1999) Gambar 2.1. Kurva Penyediaan dan Pembiayaan Barang Publik yang Optimal Pada Gambar 2.1., kurva kepuasan akan barang publik ditunjukkan oleh kurva U dengan bentuk yang menurun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak barang publik yang dihasilkan maka akan semakin rendah kepuasan 19

8 marginal barang publik yang dirasakan oleh masyarakat. Sebaliknya, kurva ketidakpuasan ditunjukkan oleh kurva P dengan bentuk yang meninggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pajak yang dipungut maka semakin besar ketidakpuasan marginal barang publik yang dirasakan oleh masyarakat. Keadaan optimum ditunjukkan oleh titik E di mana kepuasan marginal barang publik sama dengan ketidakpuasan marginal pajak yang dirasakan oleh masyarakat. Teori Pigou memiliki kelemahan, yaitu mendasarkan analisanya pada rasa kepuasan marginal dan rasa ketidakpuasan marginal pajak yang dirasakan masyarakat. Pada hakikatnya kepuasan dan ketidakpuasan tersebut adalah sesuatu yang bersifat ordinal sehingga tidak dapat diukur secara kuantitatif. 4. Eksternalitas Eksternalitas merupakan ciri lain dari barang lingkungan. Eksternalitas diartikan sebagai suatu dampak baik manfaat maupun biaya akibat suatu kegiatan yang dirasakan oleh seseorang atau suatu pihak diluar pihak pelaksana tanpa ada pembayaran sama sekali (Suparmoko, 2015). Dalam Prasetyia (2013), eksternalitas terbagi dua macam yaitu : 1) Eksternalitas positif, yaitu manfaat yang dirasakan oleh orang lain akibat tindakan seseorang, tetapi manfaat tersebut tidak dialokasikan di dalam sistem pasar. 2) Eksternalitas negatif, yaitu biaya yang dikenakan pada orang lain di luar sistem pasar sebagai hasil dari suatu kegiatan produktif. Eksternalitas negatif jika ditambahkan dengan biaya privat maka disebut biaya sosial yaitu suatu kegiatan menimbulkan biaya yang harus dibayar 20

9 sendiri (internal cost) serta harus dibayar orang lain (external cost). Masalah pencemaran lingkungan serta kerusakan lingkungan merupakan biaya sosial yang selanjutnya dianggap sebagai biaya pembangunan ekonomi (Suparmoko, 2015). Prasetyia (2013) menyatakan bahwa penentuan pihak yang harus menanggung biaya sosial tanpa adanya intervensi pemerintah ditentukan berdasarkan Teori Coase yang dikemukakan oleh Ronald Coase. Teori Coase berpendapat untuk melakukan tawar-menawar antara pihak-pihak terkait eksternalitas mengenai alokasi sumber daya untuk menyelesaikan masalah eksternalitas mereka. Lanjutnya, agar solusi Coase ini efisien, maka terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi yaitu tidak adanya biaya transaksi serta kerusakan yang terjadi dapat diukur. Eksternalitas dapat menimbulkan inefisiensi pasar, yaitu suatu kondisi pasar yang tidak dapat mengalokasikan sumber daya ekonomi secara efisien karena ketidakmampuan harga pasar dalam mencerminkan manfaat atau biaya bagi pihak lain. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan intervensi pemerintah dengan cara sebagai berikut : 1) Regulasi, yaitu suatu tindakan dalam mengendalikan perilaku masyarakat atau individu dengan aturan. 2) Penetapan pajak, yaitu bertujuan untuk memberikan insentif bagi pemilik pabrik agar dapat mengurangi polusi sebanyak-banyaknya akibat biaya sosial yang ditimbulkannya. 3) Pemberian subsidi, yaitu dilakukan ketika manfaat sosial melebihi dari manfaat pribadi. 21

10 5. Valuasi Ekonomi Lingkungan Dalam ilmu ekonomi, konsep valuasi berhubungan dengan kesejahteraan manusia. Jadi nilai ekonomi dari fungsi ekosistem adalah kontribusi seseorang yang diukur dari segi penilaian masing-masing individu untuk mencapai tujuan tertentu. Valuasi ekonomi atas barang dan jasa lingkungan muncul akibat meningkatnya permintaan untuk barang dan jasa lingkungan karena penurunan ketersediaan sumber daya lingkungan dan alam dari periode ke periode. Singkatnya, valuasi ekonomi berkaitan dengan metode analisis tertentu untuk memperoleh nilai kuantitatif dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan baik berdasarkan atas nilai pasar (market value) maupun nilai non-pasar (non market value). Kementrian Negara dan Lingkungan Hidup dalam Soemarno (2010), mendefinisikan valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan sebagai : pengenaan nilai moneter terhadap sebagian atau seluruh potensi sumberdaya alam sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan yang dimaksud adalah nilai ekonomi total (total net value), nilai pemulihan atas pencemaran atau kerusakan serta pencegahan atas pencemaran atau kerusakan. Menurut Suparmoko dan Suparmoko dalam Soemarno (2010), ekonom membagi nilai menjadi dua kategori utama yaitu nilai penggunaan (use value) dan nilai instrinsik (non use value). 1) Nilai penggunaan (use value) berupa keterlibatan fisik dengan beberapa aspek ekosistem. Nilai ekonomi atas dasar penggunaan (use value) dibedakan menjadi nilai penggunaan langsung (direct use value), nilai 22

11 penggunaan tidak langsung (indirect use value), dan nilai atas dasar pilihan penggunaan (option use value). 2) Nilai instrinsik (non use value) berupa penggunaan yang tidak melibatkan interaksi fisik. Nilai ekonomi atas dasar bukan penggunaan (non use value) dibedakan menjadi nilai atas dasar warisan dari generasi sebelumnya (bequest value) dan nilai karena keberadaannya (existence value). Total Economic Value Use Value Non Use Value Direct Use Value Indirect Use Value Option Value Bequest Value Existance Value Sumber : Munasinghe (1993) Diagram 2.1. Klasifikasi Nilai Ekonomi Total Selanjutnya, secara matematis Soemarno (2010) menuliskan Total Economic Value (TEV) dengan persamaan sebagai berikut : TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (BV + EV) Dimana : TEV = Total Economic Value atau Nilai Ekonomi Total UV = Use Value atau Nilai Penggunaan NUV = Non Use Value atau Nilai Intrinsik DUV = Direct Use Value atau Nilai Penggunaan Langsung 23

12 IUV = Indirect Use Value atau Nilai Penggunaan Tidak Langsung OV = Option Use Value atau Nilai Pilihan BV = Bequest Value atau Nilai Warisan EV = Existance Value atau Nilai Keberadaan Aplikasi dari valuasi ekonomi menunjukkan adanya hubungan antara pembangunan ekonomi dengan konservasi sumber daya alam. Dengan adanya pemahaman tentang konsep valuasi ekonomi ini diharapkan para pengambil kebijakan dapat menentukan keputusan penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan yang efektif dan efisien. Maka dari itu, valuasi ekonomi menjadi alat yang penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Lingkungan sebagai barang publik adalah barang yang tidak dapat terukur secara fisik-kuantitatif sehingga sulit untuk menilainya dengan bentuk moneter atau uang, tetapi sangat jelas lingkungan merupakan suatu komoditas yang banyak dibutuhkan. Dengan kata lain, lingkungan merupakan barang yang tidak memiliki pasar (non market goods). Lingkungan memiliki manfaat fungsi ekologis yang sering tidak terkuantifikasi dalam perhitungan nilai lingkungan secara menyeluruh seperti keindahan alam, kejernihan air sungai, dan udara bersih. Pentingnya fungsi ekonomi dan non ekonomi dari lingkungan maka diperlukan penilaian yang komprehensif meliputi nilai pasar (market value) barang serta nilai jasa yang dihasilkan lingkungan tersebut. Fauzi (2004) menyatakan bahwa penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis) konvensional seringkali tidak mampu menjawab 24

13 permasalahan di atas. Hal ini dikarenakan dalam analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis) konvensional seringkali manfaat ekologis tidak dihitung. Dengan begitu, telah dikembangkan metode valuasi ekonomi barang non pasar (non market goods) yang digambarkan dalam Diagram 2.2. Valuasi Non Market Tidak Langsung (Revealed WTP) Langsung (Survei Expressed WTP) Travel Cost Method (TCM) Hedonic Price Random Utility Model Contingent Valuation Method (CVM) Sumber : Fauzi (2004) Diagram 2.2. Metode Valuasi Ekonomi Non-Pasar 1) Valuasi Tidak Langsung Metode valuasi tidak langsung adalah metode valuasi yang mengandalkan harga implisit dengan kesediaan membayar (willingness to pay) yang terungkap melalui model yang dikembangkan. Terdapat tiga macam teknik yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu Travel Cost Method (TCM), Hedonic Price, dan metode yang relatif baru yaitu Random Utility Model. (a) Travel Cost Method (TCM), yaitu suatu metode yang menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation) dengan prinsip mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi tersebut. 25

14 (b) Hedonic Price, yaitu suatu metode untuk mengestimasi nilai implisit karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk serta mengkaji hubungan antara karakteristik tersebut dengan permintaan barang dan jasa. 2) Valuasi Langsung Metode Valuasi Langsung yaitu suatu metode valuasi yang didasarkan pada survei secara langsung dengan memperoleh informasi kesediaan membayar (willingness to pay) secara langsung dari responden. Salah satu metode valuasi ekonomi yang sangat populer pada saat ini adalah Metode Kontingensi/Contingent Valuation Method (CVM) karena kemampuannya dalam mengukur nilai penggunaan (use value) dan nilai non pengguna (non-use value) dengan baik. Menurut Yakin dalam Prasetyo dan Saptutyningsih (2013), Contingent Valuation Method (CVM) adalah suatu metode teknik survei untuk menanyakan kepada penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Tujuan dari Contingent Valuation Method (CVM) adalah untuk mengetahui kesediaan untuk membayar/willingness to Pay (WTP) dari masyarakat serta mengetahui kesediaan untuk menerima/willingness to Accept (WTA) kerusakan suatu lingkungan. Adapun Willingness to Pay (WTP) dapat diartikan sebagai berapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak (kesediaan konsumen untuk membayar), 26

15 sedangkan willingness to accept adalah berapa besar orang mau dibayar untuk mencegah kerusakan lingkungan (kesediaan produsen menerima kompensasi) dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan (Soemarno, 2010). Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA) dapat merefleksikan preferensi individu dengan baik sehingga berfungsi sebagai parameter dalam valuasi ekonomi. Menurut Prasetyo dan Saptutyningsih (2013) keunggulankeunggulan dari penggunaan Contingent Valuation Method (CVM) adalah sebagai berikut: 1) Sifatnya yang fleksibel dan dapat diterapkan pada beragam kekayaan lingkungan, tidak hanya terbatas pada benda atau kekayaan alam yang terukur secara nyata di pasar saja. 2) Dapat diaplikasikan pada semua kondisi dan memiliki dua hal yang penting, yaitu sering kali menjadi hanya satu-satunya teknik untuk mengestimasi manfaat, dapat diaplikasikan berbagai konteks kebijakan lingkungan. 3) Dapat digunakan dalam berbagai macam studi barang-barang lingkungan di sekitar masyarakat. 4) Contingent Valuation Method (CVM) memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna (non use value). Seseorang yang menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) mungkin dapat mengukur utilitas dari penggunaan barang lingkungan bahkan jika digunakan secara langsung. 27

16 5) Kapasitas Contingent Valuation Method (CVM) dapat menduga nilai non pengguna (non use value). 6) Responden dapat dipisahkan ke dalam kelompok pengguna dan non pengguna sesuai dengan informasi yang didapatkan dari kegiatan wawancara, sehingga memungkinkan perhitungan nilai tawaran pengguna dan pengguna secara terpisah 6. Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Menurut Syakya (2005), willingness to pay adalah suatu metode penilaian yang bertujuan untuk mengetahui pada level berapa seseorang mampu membayar untuk memperbaiki lingkungan jika ingin lingkungannya menjadi baik. Penilaian personal dari responden ini didasarkan pada hipotesis pasar untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah dari beberapa barang. Responden akan memberikan informasi jika terdapat pasar yang menyediakan barang tersebut, berapakah batas maksimum kesediaannya membayar (willingness to pay) untuk perbaikan kualitas lingkungan dan batas minimum kesediaannya menerima (willingness to accept) untuk penurunan kualitas lingkungan. Untuk mengungkap nilai willingness to pay seseorang dalam memperbaiki kualitas lingkungan, Field dan Field dalam Nugroho (2010) menyatakan terdapat tiga cara yang bisa digunakan, yaitu: 1) Melihat besarnya pengeluaran seseorang untuk mengurangi kerugiannya akibat kualitas lingkungan yang buruk. 2) Melihat nilai pasar dari barang atau jasa yang berada di dua pasar dengan kualitas lingkungan berbeda. 28

17 3) Melakukan survei dengan menanyakan langsung kesediaan membayar seseorang untuk menikmati kualitas lingkungan yang lebih baik. B. Hasil Penelitian Terdahulu Selama ini sudah cukup banyak penelitian yang dilakukan dalam mengukur nilai atau manfaat ekonomi atas barang dan jasa lingkungan ke dalam bentuk moneter atau uang. Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut seperti Metode Kontingensi/Contingent Valuation Method (CVM), Metode Biaya Perjalanan/Travel Cost Method (TCM), dan Metode Biaya Hedonik/Hedonic Price Method. Meskipun demikian, penelitian serupa masih perlu dilakukan mengingat tempat dan waktu serta penggunaan variabel-variabel independen yang digunakan berbeda sehingga akan memberikan hasil yang berbeda pula. Jala dan Nandagiri (2015) melakukan penelitian dengan judul Evaluation of Economic Value of Pilikula Lake using Travel Cost and Contingent Valuation Methods. Variabel independen yang digunakan untuk Contingent Valuation Method (CVM) adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan responden, serta perilaku kontinjensi meliputi persepsi layanan yang tersedia, pengetahuan kualitas air danau, willingness to pay untuk perbaikan kualitas air danau dan fasilitas serta harapan pemanfaatan dan tingkat kunjungan danau di masa depan. Sedangkan variabel independen untuk Travel Cost Method (TCM) adalah mengenai informasi perjalanan meliputi asal keberangkatan, jumlah kunjungan selama satu tahun terakhir dan biaya (biaya akomodasi, transportasi, dan tiket masuk). Adapun hasil penelitiannya adalah 29

18 tingkat pendidikan, jenis kelamin dan status perumahan responden mempengaruhi nilai willingness to pay fasilitas tambahan. Sedangkan variabel pribadi dan demografi seperti usia, pendapatan, jenis kelamin, pendidikan dan status perumahan mempengaruhi rata-rata willingness to pay pengunjung untuk manfaat rekreasi menurut metode Travel Cost Method (TCM). Penelitian lainnya yang dilakukan Waktola (2014) dengan judul Economic Valuation of The Recreational Use Value of Babogayya Lake (Bishoftu Town): By Travel Cost Method. Variabel independen yang digunakan adalah total biaya perjalanan, pendapatan, umur, jarak, tingkat pendidikan, status perkawinan, jenis transportasi, jenis kunjungan (individu atau kelompok), durasi waktu rekreasi, preferensi musim, preferensi hari. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa total biaya perjalanan dan pendapatan responden berpengaruh negatif dan signifikan menentukan jumlah kunjungan. Selain itu dari penelitiannya diperoleh jumlah manfaat tahunan objek wisata Danau Babogaya adalah sebesar $ ,5959 dengan jumlah surplus konsumen tahunannya adalah sebesar $ ,3559. Adapun Kurnianto (2008) melakukan penelitiannya yang berjudul Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) Di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal. Metode penelitian yang digunakannya adalah metode deskriptif kualitatif. Variabel penelitian yang diamati adalah pola pemanfaatan lahan, potensi kawasan dan kebijakan serta peran institusi dalam pengembangan ekowisata (ecotourism). Adapun hasil penelitiannya menyatakan bahwa pola pemanfaatan lahan di kawasan waduk Cacaban belum mendukung upaya konservasi tanah dan 30

19 kelestarian waduk Cacaban sehingga potensi pengembangan ekowisata di kawasan waduk Cacaban secara spesifik harus dibedakan sesuai dengan daerah peruntukan. Dan dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan ekowisata di kawasan waduk Cacaban secara intesif harus melibatkan Pemerintah Kabupaten Tegal, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Perum Perhutani dan masyarakat dalam bentuk Badan Pengelola Ekowisata Waduk Cacaban. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2010) berjudul Valuasi Ekonomi Wisata Pantai Glagah Dengan Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost) Di Desa Glagah Kecamatan Temon Kabupaten Kulonprogo. Metode penelitian yang digunakannya adalah Travel Cost Method (TCM), Ordinary Least Square (OLS), dan Trend. Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitiannya adalah biaya perjalanan, pendapatan, pendidikan, jarak dan usia. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa biaya perjalanan, pendapatan, pendidikan, jarak, usia berpengaruh signifikan terhadap willingness to pay wisata Pantai Glagah dengan adanya pembangunan pelabuhan internasional. Selain itu diperoleh bahwa surplus konsumen Pantai Glagah yaitu sebesar Rp ,2 dengan total willingness to pay sebesar Rp.459,275/ pengunjung dengan trend jumlah kunjungan yang cenderung mengalami kenaikan, yaitu dengan rata-rata kunjungan sebanyak orang/tahun. Amanda (2009) telah melakukan penelitian dengan judul Analisis Willingness To Pay Pengunjung Obyek Wisata Danau Situgede Dalam Upaya Pelestarian Lingkungan. Metode penelitian yang digunakannya adalah contingent Valuation Method (CVM) dengan variabel independen yang digunakannya yaitu 31

20 jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, domisili, persepsi terhadap kualitas dan pelayanan serta atribut-atribut wisata danau situgede, pengetahuan tentang manfaat situ atau danau, frekuensi kunjungan, biaya perjalanan, dan besarnya dana yang bersedia pengunjung bayarkan. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi willingness to pay pengunjung Danau Situgede adalah faktor tingkat usia, tingkat pendidikan, dan pemahaman serta pengetahuan responden mengenai manfaat dan kerusakan danau. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai willingness to pay adalah faktor tingkat pendapatan, pemahaman serta pengetahuan responden mengenai manfaat dan kerusakan danau, serta faktor biaya kunjungan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Kumesan (2015) dengan judul Valuasi Ekonomi Wisata Alam Danau Linow Tomohon Berdasarkan Biaya Perjalanan Wisatawan Lokal. Metode yang digunakan adalah Travel Cost Method (TCM) dengan variabel independen yang digunakannya adalah jumlah kunjungan wisatawan, dan biaya perjalanan wisatawan lokal. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa biaya perjalanan berpengaruh signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan. Adapun nilai ekonomi willingness to pay yang diperoleh yaitu sebesar Rp ,21/individu, sedangkan biaya yang dikeluarkan secara nyata yaitu sebesar Rp ,13/individu, serta surplus konsumen yaitu sebesar Rp ,08/ individu. Adapun Prasetyo dan Saptutyningsih (2013) telah melakukan penelitian berjudul Bagaimana Kesediaan Untuk Membayar Peningkatan 32

21 Kualitas Lingkungan Desa Wisata? dengan studi kasus desa-desa wisata di Kabupaten Sleman pascaerupsi Gunung Merapi meliputi desa wisata Srowolan, desa wisata Brayut, desa wisata Kelor, desa wisata Kembangarum dan desa wisata Pentingsari. Metode penilaian yang digunakannya adalah Contingent Valuation Method (CVM). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa usia, pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap willingness to pay dalam upaya perbaikan kualitas lingkungan desa-desa wisata di Kabupaten Sleman pascaerupsi Merapi. C. Kerangka Penelitian Sumber daya alam merupakan salah satu modal penting dalam pelaksanaan pembangunan. Berbagai negara di dunia berupaya mengelola sumber daya yang ada dengan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan meningkatkan kesejahteraannya. Aktivitas pembangunan dapat dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan hidup sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaannya harus berwawasan lingkungan agar terwujud pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang tidak menguras sumber daya alam dan merusak lingkungan sehingga tercapai pemerataan pembangunan antargenerasi masa kini maupun masa mendatang (Suparmoko, 2015; Jaya, 2004). Sektor pariwisata merupakan salah satu kontributor utama sumber pendapatan negara bagi perekonomian sebagai modal pembangunan. Peranan penting sektor pariwisata dalam pembangunan perekonomian tercermin dalam kontribusinya pada pendapatan asli daerah serta sebagai penyedia lapangan kerja 33

22 bagi masyarakat lokal. Terlebih lagi, objek wisata yang memiliki fungsi ganda harus diberikan perhatian khusus oleh pemerintah. Maka dari itu, pemerintah daerah kabupaten Kulonprogo akan terus berbenah diri berupaya meningkatkan citra objek wisata Waduk Sermo untuk mendongkrak kunjungan wisatawannya (Antara Jogja.com, Diakses tanggal 28 Oktober 2016 pkl WIB). Objek Wisata Waduk Sermo yang terletak di Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo ini memiliki keindahan alam dan lingkungan yang alami. Waduk ini terhampar dikelilingi perbukitan yang masih tampak hijau serta udara yang segar memberikan ketenangan bagi para wisatawan. Pengembangan objek wisata Waduk Sermo sebagai wisata air dan olahraga oleh pemerintah memberikan peluang yang baik bagi masyarakat setempat. Namun pemanfaatan keindahan sumber daya alam oleh pemerintah untuk pengembangan pariwisata menimbulkan dampak. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya dampak positif yang mendorong kesejahteraan masyarakat setempat dengan terbukanya lapangan kerja, akan tetapi juga dampak negatif terhadap lingkungan Waduk Sermo sendiri. Terlebih lagi Waduk Sermo memiliki fungsi ganda yaitu berfungsi sebagai air irigasi dan air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) daerah Kulonprogo serta sebagai objek wisata. Maka adanya objek wisata air dan olahraga Waduk Sermo ini bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan waduk. Potensi keindahan alam objek wisata Waduk Sermo telah menarik wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara sebagai destinasi wisata. Adanya aktivitas wisata tentu akan menimbulkan permasalahan lingkungan seperti penurunan kualitas air danau dan rusaknya pemandangan 34

23 dengan sampah yang diakibatkan oleh wisatawan. Adanya peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Waduk Sermo berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan yang lebih parah lagi sehingga wisatawan diharuskan membayar atas kerusakan yang ditimbulkannya. Hal ini dapat dilakukan para wisatawan dengan membayar retribusi lebih untuk biaya perawatan dan pelestarian lingkungan objek wisata. Dengan demikian kelestarian lingkungan Waduk Sermo dapat terjaga dan wisatawan tetap dapat menikmati jasa lingkungannya. Kualitas objek wisata Waduk Sermo meliputi kualitas lingkungan dan fasilitas wisata selayaknya diperbaiki dan dilengkapi agar keberadaannya dapat menarik wisatawan lebih banyak lagi sehingga dapat memberikan kontribusi lebih banyak lagi bagi pendapatan daerah. Oleh karena itu harus ada upaya pengkajian kesediaan membayar wisatawan untuk memperbaiki kualitas objek wisata Waduk Sermo. Secara sistematik, kerangka penelitian dari penelitian ini dapat dilihat pada Diagram 2.3. Jenis Kelamin Usia Status Pernikahan Pendidikan Pendapatan Willingness To Pay Untuk Perbaikan Kualitas Objek Wisata Waduk Sermo Frekuensi Kunjungan Diagram 2.3. Kerangka Penelitian 35

24 D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis kelamin wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 2. Usia wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 3. Status pernikahan wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 4. Pendidikan wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 5. Pendapatan wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 6. Frekuensi kunjungan wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay untuk perbaikan kualitas objek wisata Waduk Sermo. 36

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam dengan beragam manfaat, berupa manfaat yang bersifat langsung maupun manfaat tidak langsung. Produk hutan yang dapat dinikmati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya. Lautan merupakan barang sumber daya milik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Yoeti (2006) pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok dari satu tempat ke tempat lain yang sifatnya sementara dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekonomi Lingkungan. manusia dalam memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ekonomi Lingkungan. manusia dalam memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Ekonomi Lingkungan Ekonomi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari tentang kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan sumber daya alam. Keberagaman potensi alam, flora, fauna serta berbagai macam budaya, adat istiadat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA

VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA VALUASI EKONOMI OLEH : NOVINDRA PENDAHULUAN Penilaian terhadap barang lingkungan yg Non-Market mempunyai implikasi kebijakan yang penting. Dulu, barang tersebut dianggap bernilai nol atau bernilai rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan 11 BAB II A. Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi pariwisata Definisi pariwisata secara luas adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN FONDASI VALUASI EKONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dengan berbagai manfaat baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa produk jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh sektor pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, sektor pariwisata memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dahuri (1996) dalam Syakya (2005) menyatakan garis besar konsep pembangunan berkelanjutan mempunyai empat dimensi: 1. Dimensi ekologis yaitu bagaimana mengelola kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Menurut undang-undang No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata

III. KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Objek dan Daya Tarik Wisata III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pariwisata Spillane (1994) mendefinisikan pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber daya alam. Berada pada daerah beriklim tropis menjadikan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pegunungan, pantai, waduk, cagar alam, hutan maupun. dalam hayati maupun sosio kultural menjadikan daya tarik yang kuat bagi

BAB I PENDAHULUAN. daerah pegunungan, pantai, waduk, cagar alam, hutan maupun. dalam hayati maupun sosio kultural menjadikan daya tarik yang kuat bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia terkenal akan keindahan wisata alamnya. Baik berupa wisata alam maupun wisata non alam. Wisata alam merupakan wisata yang menjadikan alam sebagai objeknya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keindahan luar biasa dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing daerah

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Nglambor Gunung Kidul. Tujuan penelitian tersebut adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Nglambor Gunung Kidul. Tujuan penelitian tersebut adalah BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Penelitian Terdahulu Pratama (2016) melakukan penelitian dengan judul Valuasi Ekonomi Pariwisata Dengan Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method) Di Pantai Nglambor Gunung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pariwisata Pengertian istilah Pariwisata menurut Spillane (1991) adalah perjalanan yang bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan,

Lebih terperinci

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD 92 BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBER DAYA CIKOROMOY DENGAN TRAVEL COST METHOD Sumber daya alam dan lingkungan tidak hanya memiliki nilai ekonomi tetapi juga mempunyai nilai ekologis dan nilai sosial. Dimana

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi

I.PENDAHULUAN. Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas minyak dan gas (migas) merupakan penghasil devisa utama bagi bangsa Indonesia, namun migas itu sendiri sifat nya tidak dapat diperbaharui, sehingga ketergantungan

Lebih terperinci

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

1.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam & PUSPARI Universitas Sebelas. 2.Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS KEUNIKAN BUDAYA DAN LINGKUNGAN DI OBYEK WISATA BUKIT CINTA KABUPATEN SEMARANG Sri Subanti 1, Arif Rahman Hakim 2, Mulyanto 3. Nughthoh Arfawi 4 1.Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada TINJAUAN PUSTAKA Konsep Penilaian Ekonomi Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada dasarnya untuk mengukur nilai benefits dari sesuatudidasarkan atas perspektif manusia (individu),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Lingkungan Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan keadaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Karimunjawa yang terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Contingent Valuation Method (CVM) merupakan metode valuasi sumber daya alam dan lingkungan dengan cara menanyakan secara langsung kepada konsumen tentang nilai manfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan

BAB I PENDAHULUAN. antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan budaya tradisional, keindahan bentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pariwisata Menurut beberapa ahli pengertian Pariwisata, yaitu: (a) Pariwisata yaitu suatu proses berpergian yang mengakibatkan terjadinya suatu interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (http://www.indonesia.travel). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah tujuan wisata terdepan di Indonesia. The island of paradise, itulah julukan yang disandang Pulau Dewata. Siapa yang tidak tahu Bali, sebagai primadona

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada obyek dan daya tarik wisata, penilaian manfaat wisata alam, serta prospek

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1

ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 ENVIRONMENTAL VALUATION VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM & LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN (1) Ahli ekonomi, philosophy dan lingkungan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Pasar Wisata Alam Langkah awal dalam melakukan analisis pengembangan wisata alam berkelanjutan adalah analisis pasar wisata alam yaitu analisis penawaran,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Yogyakarta adalah kota yang dikenal sebagai kota perjuangan, pusat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Yogyakarta adalah kota yang dikenal sebagai kota perjuangan, pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang dikenal sebagai kota perjuangan, pusat kebudayaan, pusat pendidikan serta merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebijakan merupakan salah satu produk yang dihasilkan dalam bidang perencanaan dan memiliki peran penting dalam pembangunan. Suatu pembangunan kawasan akan dituntut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pariwisata menduduki posisi sangat penting setelah minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan bangsa yang dapat meningkatkan perekonomian.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat menghasilkan pendapatan daerah terbesar di beberapa negara dan beberapa kota. Selain sebagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. nilai ekonomi Objek Wisata Budaya Dusun Sasak Sade dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah:

III. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah: III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Priyanti Junia Pratiwi, Winny Retna Melani, Fitria Ulfah. Juniapratiwi2406@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah para pengunjung Hutan Mangrove, Pasar Banggi, Rembang. B. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Bahari Kegiatan wisata alam adalah suatu kegiatan wisata yang memanfaatkan keberadaan sumberdaya alam sebagai atraksi utama. Kegiatan wisata

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data primer yang di peroleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitiannya adalah para pengunjung di Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka. Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka terletak di Jl. Kebun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata disuatu daerah akan menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori 1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam teori ekonomi pembangunan diartikan sebagai kemampuan suatu perekonomian untuk mencapai kondisi yang bersifat statis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. proses penyediaan lapangan kerja, standar hidup bagi sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, maka suatu negara akan mendapatkan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai sebagai suatu ekosistem yang unik memiliki berbagai fungsi yang mampu memberikan manfaat bagi manusia yang tinggal di sekitarnya. Manfaat yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang TINJAUAN PUSTAKA Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek pada tempat dan waktu tertentu. Sedangkan persepsi merupakan pandangan individu atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Definisi Pariwisata Pariwisata mempunyai makna yakni perjalanan (Yoeti,1996). Pariwisata di sisi lain memiliki arti yang luas, yaitu perjalanan dari suatu tempat

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI OBJEK WISATA GUNUNG BANYAK DI KOTA BATU DENGAN PENDEKATAN INDIVIDUAL TRAVEL COST

VALUASI EKONOMI OBJEK WISATA GUNUNG BANYAK DI KOTA BATU DENGAN PENDEKATAN INDIVIDUAL TRAVEL COST VALUASI EKONOMI OBJEK WISATA GUNUNG BANYAK DI KOTA BATU DENGAN PENDEKATAN INDIVIDUAL TRAVEL COST JURNAL ILMIAH Disusun oleh : SURYA PERDANA HADI 115020107111049 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi. sebanyak 2% responden menyatakan masalah polusi suara di TWA Gunung Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat kebisingan disajikan pada Tabel 25 berikut ini. Persepsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data 1. Uji Ketepatan Klasifikasi Uji ketepatan klasifikasi menunjukkan ketepatan prediksi dari model regresi dalam memprediksi peluang willingness to pay responden

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agrowisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agrowisata 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agrowisata Menurut Reza Moh dkk (1996), pengertian agrowisata adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha

Lebih terperinci