III. KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA)
|
|
- Sugiarto Kurnia
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Konsep Kesediaan untuk Menerima (Willingness to Accept/WTA) Willingness to Accept (WTA) menunjukkan seberapa kemampuan individu menerima kerusakan yang terjadi pada lingkungan. Berbeda halnya dengan WTP, WTA tidak terkait dengan pendapatan. Kecenderungannya, ketika seseorang ditanya tentang kesediaan menerima, jawaban mereka dapat lebih tinggi dari kesediaan untuk membayar pada jenis barang dan jasa lingkungan yang sama. Kesediaan untuk menerima (WTA) merupakan suatu ukuran dalam konsep penilaian ekonomi dari barang/jasa lingkungan yang memberikan informasi tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia diterima masyarakat terhadap penurunan kualitas lingkungan disekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang/jasa lingkungan dari sisi WTA mempertanyakan seberapa besar jumlah minimum uang yang bersedia diterima seseorang (rumah tangga) setiap bulan/tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan (Hanley dan Spash, 1993). Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perhitungan WTA untuk menilai penurunan kondisi lingkungan, antara lain: 1. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan. 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin menurunnya kualitas lingkungan.
2 3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Metode mempertanyakan nilai WTA (elicitation method) digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTA responden (penduduk). Dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai minimum WTA digunakan metode tawar menawar (bidding game). Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point) dan responden setuju atau tidak setuju dengan jumlah yang akan diterima. Kemudian nilai awal dinaikkan/diturunkan sampai responden menyatakan bahwa tidak mau menerima lagi penawaran yang diajukan. Penawaran yang disetujui oleh responden merupakan nilai minimum dari WTA mereka Asumsi dalam Pendekatan WTA Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing responden (penduduk) adalah: 1. Responden bersedia menerima kompensasi karena mengenal dengan baik kondisi Sungai Cibudig Kelurahan Tajur Kecamatan Bogor Timur dan memiliki ketergantungan terhadap jasa lingkungan yang disediakan oleh sungai tersebut. 2. Pemerintah Kota Bogor memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas lingkungan termasuk pembuangan limbah cair industri tekstil yang dibuang ke Sungai Cibudig Kelurahan Tajur Kecamatan Bogor Timur.
3 3. Pemerintah Kota Bogor bersedia untuk memberikan dana kompensasi atas penurunan kualitas lingkungan akibat pembuangan limbah cair industri tekstil yang dibuang ke Sungai Cibudig Kelurahan Tajur Kecamatan Bogor Timur. 4. Responden dipilih dari penduduk yang relevan dimana setiap satu tempat tinggal (rumah) yang diambil dianggap sebagai satu Kepala Keluarga Metode Valuasi Kontingensi (Contingent Valuation Method/CVM) Pendekatan CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun CVM merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan untuk memperkirakan nilai ekonomi dari suatu komoditi yang tidak diperjualbelikan dalam pasar seperti barang lingkungan. Metode ini merupakan cara perhitungan secara langsung dengan titik berat preferensi individu menilai intangible goods yang penekanannya pada standar nilai uang (Hanley dan Spash, 1993). Dalam CVM digunakan pendekatan secara langsung, yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat mengenai berapa besar nilai minimum dari WTA sebagai kompensasi dari kerusakan barang lingkungan. Tujuan dari CVM adalah untuk menghitung nilai atau penawaran barang publik yang mendekati nilai sebenarnya dalam pasar hipotesis yang dikondisikan bisa mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Asumsi dasar dari CVM adalah individu memahami benar pilihan masingmasing dan cukup mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Selain itu, apa yang dikatakan individu tersebut adalah sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan jika pasar untuk intangible goods benar-benar ada. Dengan dasar asumsi tersebut CVM menilai lingkungan dengan menanyakan pertanyaan Berapakah jumlah
4 minimum uang yang bersedia diterima seseorang (WTA) setiap bulan atau setiap tahun sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan. Kuesioner CVM meliputi tiga bagian, yaitu (1) pernyataan yang jelas tentang kondisi alam yang mana/bagaimana yang harus dievaluasi oleh masyarakat; (2) pertanyaan yang menjelaskan keterkaitan responden secara ekonomi : pendapatan, lokasi tempat tinggal, usia, dan pengalaman pemanfaatan sumber daya alam terkait; (3) pertanyaan tentang WTA yang diteliti. Sebelum menyusun kuesioner terlebih dahulu dibuat skenario-skenario yang diperlukan untuk membangun suatu pasar hipotesis barang publik yang menjadi pengamatan. Selanjutnya dilakukan pembuktian pasar hipotesis menyangkut pertanyaan perubahan kualitas lingkungan yang dijual atau dibeli Pajak Lingkungan Pajak lingkungan merupakan salah satu instrumen fiskal yang berperan penting dalam mengurangi kerusakan lingkungan. Secara konseptual sebagaimana disebut dalam buku Alfred Pigou, The Economic of Welfare, pajak lingkungan dirasionalkan sebagai upaya menginternalisasi biaya eksternal/biaya kerusakan yang tidak termasuk dalam harga pasar (pigouvian tax) ke dalam private cost (biaya perusahaan yang diperhitungkan berdasarkan laporan rugi laba), sehingga tersedia dana dalam pembiayaan lingkungan hidup untuk mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dapat diiringi dengan meningkatkan efisiensi produksi. Oleh karena itu, pajak lingkungan menjadi tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan (Dhewanthi dan Apriani, 2006).
5 Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup, fungsi pajak lingkungan yaitu: (1) fungsi budgeter, yakni fungsi untuk mengisi kas daerah dan negara; (2) fungsi regulerend, yakni pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah antara lain: (a) mengatur usaha atau kegiatan yang memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL); (b) mengatur usaha atau kegiatan yang membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL/UKL); (c) pencegahan, pengendalian, serta penanggulangan pencemaran lingkungan; dan (d) pemberian ganti kerugian kepada korban pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 3 Dalam sistem pajak, pencemar diberi kebebasan untuk membuang limbah, tetapi mereka akan dikenai sanksi membayar pajak untuk setiap unit effluent (limbah cair) misalnya dalam ton yang dibuang. Esensi dari pendekatan pajak adalah untuk menyediakan insentif untuk para pencemar agar mereka mencari sendiri cara terbaik untuk mengurangi limbahnya. Dengan pajak, pencemar memiliki insentif untuk melestarikan penggunaan jasa-jasa lingkungan. 1. Dasar Ekonomi Asumsi program pajak effluent yaitu harus ada tekanan kompetitif/iklim ekonomi kompetitif yang memaksa perusahaan untuk melakukan apa saja yang dapat meminimalisir biaya. Pada perusahaan-perusahaan yang kompetitif, respon terhadap pajak akan bergantung pada dua faktor, yaitu tinginya pajak dan kecuraman kurva MAC (Marginal Abatement Cost). Semakin tinggi pajak, semakin besar pengurangan effluent, dan sebaliknya. Faktor lainnya yaitu semakin 3 Muhammad Djafar Saidi Pajak Lingkungan; Instrumen Perlindungan Lingkungan Hidup. Situs : (diakses tanggal 21 Maret 2008).
6 curam kurva MAC semakin sedikit pengurangan effluent dalam merespon suatu tingkat pajak tertentu. 2. Tingkat Besaran Pajak Besarnya tingkat pajak dapat ditentukan dengan mengetahui fungsi MAC dan MD. Abatement Cost merupakan biaya pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan effluent. MAC menggambarkan biaya tambahan untuk mencapai pengurangan tingkat pencemaran sebanyak satu satuan, atau bisa juga dilihat sebagai biaya yang dihemat ketika pencemaran meningkat sebesar satu satuan. MD (Marginal Damage) menunjukkan perubahan kerusakan karena perubahan jumlah limbah yang dibuang. Pajak optimal ditetapkan pada tingkat effluent efisien (MD=MAC), yaitu pada e*, sehingga tingkat pajak adalah t* dapat dilihat pada Gambar 3. Tax (Rp) MAC MD f t * c a e b d effluent 0 e 1 e* e o keterangan: Total Abatement Cost (TAC) = e Total tagihan pajak = a+b+c+d Total biaya perusahaan = a+b+c+d+e Sumber: Field (1994) Gambar 3. Pajak Effluent yang Efisien
7 Reduksi effluent dari e 0 ke e * telah mengatasi biaya kerusakan sebesar e+f. Biaya kerusakan yang tersisa yaitu (b+d) jumlahnya lebih kecil dari pada pembayaran pajak perusahaan. Flat Tax seperti ini banyak dikritik karena pembayaran pajak perusahaan dapat melebihi biaya kerusakan yang tersisa. Salah satu solusi masalah ini adalah dengan menerapkan pajak effluent dua bagian, misalnya pemerintah dapat memutuskan bahwa untuk tingkat effluent hingga sebesar e 1 bebas dari pajak, tingkat effluent selebihnya dikenai pajak sebesar t *. Dengan cara seperti ini, perusahaan masih memiliki insentif untuk mengurangi tingkat emisi hingga e 1, tetapi total pengeluaran pajaknya hanya sebesar c + d. Jika tidak diketahui fungsi MD, pajak dapat ditetapkan dengan mengobservasi kualitas ambang. Secara umum, makin rendah effluent, maka makin rendah konsentrasi ambang dari suatu polutan. Jadi strateginya adalah dengan menetapkan pajak pada besaran tertentu dan mengamati apakah tingkat pajak tersebut dapat memperbaiki kualitas ambang. Jika kualitas ambang tidak membaik, maka pajak dinaikkan dan sebaliknya. 3. Pajak Lingkungan dan Insentif untuk Berinovasi Sebagai alternatif kebijakan lingkungan, pajak effluent mampu menciptakan insentif untuk mendorong kemajuan teknologi dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan. Gambar 4 menunjukkan pajak emisi dan inovasi teknologi pengurangan pencemaran. MAC 1 adalah MAC perusahaan X sebelum mengadopsi teknologi baru. Jika pajak ditetapkan sebesar Rp ton/tahun, maka perusahaan X akan mengurangi tingkat effluent ke tingkat e 1, dimana TAC = (d+e) dan total tagihan pajak = (a+b+c). MAC 2 adalah MAC perusahaan X setelah mengadopsi teknologi baru. Dengan pajak t, effluent menjadi e 2, TAC = (b+e),
8 tagihan pajak = a, cost saving = (c+d). Jika standar yang ditetapkan sebesar e 1, cost saving dengan teknologi baru sebesar d. Kebijakan pajak effluent membuat upaya-upaya perusahaan untuk mengembangkan teknologi baru sehingga dapat menghasilkan penghematan biaya-biaya pengendalian polusi (TAC + pajak) yang lebih besar dibandingkan kebijakan penetapan standar. Dengan sistem pajak secara otomatis, perusahaan akan mengurangi effluent saat telah menemukan cara untuk menurunkan fungsi MAC, sedang sistem standar tidak dapat otomatis menghasilkan hal yang sama. Perbedaan mendasar yaitu dengan sistem pajak, pencemar harus membayar abatement cost dan tagihan pajak, sedangkan dengan sistem standar pencemar hanya membayar abatemen cost. Sehingga potensi cost saving dari teknik-teknik baru pengendalian polusi akan jauh lebih besar dibawah kebijakan sistem pajak. Rupiah MAC 2 MAC 1 t c a b 0 e 2 e 1 d e effluent keterangan: MAC 1 = MAC sebelum mengadopsi teknologi baru MAC 2 = MAC setelah mengadopsi teknologi baru Sumber: Field (1994) Gambar 4. Pajak Effluent dan Insentif untuk R&D (Research and Development)
9 Berdasarkan studi mengenai aplikasi pajak lingkungan pada Negara Eropa, beberapa alasan utama mengapa pajak lingkungan diperlukan atau peran utama dari pajak lingkungan yaitu (Fachruddin, 2007): 1. Pajak lingkungan adalah instrumen yang efektif untuk menginternalisasikan biaya eksternalitas (biaya kerusakan dan pelayanan lingkungan) dimasukkan ke dalam harga barang dari suatu kegiatan ekonomi. Pajak lingkungan membantu untuk melakukan tekanan ekonomi kepada pihak-pihak yang merusak lingkungan dan dengan cara yang sama dapat mengurangi beban ekonomi kepada pihak-pihak yang ikut berkontribusi dalam menjaga lingkungan. 2. Menciptakan insentif kepada produsen dan konsumen untuk mengubah perilaku ke arah eco-efficient (ekoefisien) dalam menggunakan sumberdaya alam. 3. Memberikan stimulus untuk berinovasi dalam teknologi dengan menggunakan energi substitusi/energi terbarukan, teknologi yang ramah lingkungan. 4. Meningkatkan pendapatan yang dapat digunakan kembali untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. 5. Membuat biaya menjadi efektif dengan cara memberikan pilihan terhadap pencemar yaitu dengan cara membayar pajak berdasarkan tingkat pencemaran yang ditimbulkan, mengurangi produksi, atau menggunakan teknologi pencegah polusi. 6. Merupakan alat kebijakan yang efektif untuk mengatasi masalah prioritas lingkungan seperti emisi kendaraan, limbah, bahan kimia yang dipakai dalam sektor pertanian.
10 Jadi pada dasarnya ada dua tujuan yang hendak dicapai melalui mekanisme pajak lingkungan, pertama adalah meningkatkan pendapatan dan kedua adalah mengatasi eksternalitas. Melalui mekanisme pajak maka pihak pencemar akan diberikan pilihan, apakah akan dikenakan denda sebagai akibat dari polusi yang ditimbulkannya atau mengeluarkan biaya investasi (abatement cost) untuk mengurangi polusi seperti yang disyaratkan. Objek dari pajak lingkungan adalah biaya eksternalitas lingkungan yang terdapat dalam harga, sehingga konsumen dan produsen memiliki insentif untuk membatasi/mengurangi polusi dan memperlakukan sumberdaya alam dengan cara lebih bertanggung jawab. Harga setiap unit produk seharusnya merefleksikan biaya sebenarnya dari penggunaan sumberdaya alam tersebut dan harga barang juga sekaligus akan memotivasi masyarakat untuk menggunakan sumberdaya alam dengan cara yang bijaksana dan kesadaran yang tinggi. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Perkembangan sektor industri selain memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional tetapi di sisi lain membawa masalah terhadap kondisi lingkungan. Dampak positif perkembangan industri antara lain membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa negara, serta menyumbang terhadap pendapatan nasional. Perkembangan sektor industri juga memberikan dampak negatif yang tidak bisa dihindari yaitu menimbulkan pencemaran karena dalam setiap proses produksinya menghasilkan limbah yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Perkembangan kondisi dan kualitas lingkungan di Indonesia yang semakin memprihatikan karena kerusakan
11 lingkungan semakin parah diikuti dengan pembuangan limbah secara terus menerus maka akan menimbulkan pencemaran. Dalam rangka untuk mengatasi persoalan pencemaran lingkungan, pemerintah Indonesia merencanakan pemberlakuan pajak lingkungan. Wacana pemberlakuan pajak lingkungan diusulkan akan ditetapkan sebesar 0,5 persen dari omzet perusahaan kepada industri manufaktur yang beromzet di atas Rp 300 juta per tahun. Pajak lingkungan yang diusulkan oleh pemerintah tersebut mencerminkan ketidakadilan dari sisi lingkungan. Perusahan yang omzetnya di atas Rp 300 juta tetapi telah memiliki sistem IPAL yang baik artinya perusahaan tersebut tidak berkontribusi terhadap percemaran lingkungan sehingga tidak perlu dikenakan pajak sedangkan industri-industri kecil (omzetnya di bawah Rp 300 juta) yang tidak memiliki sistem IPAL berarti membuang limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan akan dibiarkan mencemari lingkungan tanpa dipungut biaya dari pajak lingkungan tersebut. Salah satu industri yang termasuk industri manufaktur adalah industri tekstil. Industri tekstil dalam produksinya menghasilkan kain sebagai produk utamanya. Dalam proses produksinya, industri tekstil menghasilkan limbah baik berupa limbah cair, padat, dan gas. Limbah yang memberikan dampak negatif yang luas adalah limbah cair. Limbah cair tekstil mengandung bahan-bahan pencemar sehingga membahayakan bagi lingkungan, karena dalam proses produksinya limbah cair tekstil membutuhkan air dalam jumlah yang banyak dan menggunakan bahan kimia dengan kandungan BOD dan COD yang tinggi. Limbah cair industri tekstil berasal dari proses pengkajian, proses penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan,
12 pencetakan, dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan biasanya terdiri dari pengulangan proses sebelumnya sehingga menghasilkan air limbah dengan volume besar, ph yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Dampak negatif yang dihasilkan limbah cair industri antara lain membahayakan bagi kesehatan manusia, merusak keindahan (aestetika) akibat bau busuk, membunuh organisme yang hidup di air. Penelitian ini memiliki beberapa tujuan antara lain mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (MAC/Marginal Abatement Cost) dengan menggunakan pendekatan biaya rata-rata (average cost pricing). Hasilnya dapat digunakan untuk menentukan persamaan MAC PT. UNITEX. Mengingat besarnya dampak yang harus diterima oleh masyarakat maka diperlukan estimasi mengenai tambahan biaya kerusakan yang diterima masyarakat akibat pencemaran air sungai (MD/Marginal Damage), melalui pendekatan nilai Willingness to Accept (WTA) dengan metode Contingent Valuation Method (CVM). Besarnya nilai MD yang diterima masyarakat tersebut dapat digunakan untuk menentukan persamaan MD masyarakat. Estimasi nilai penetapan pajak lingkungan yang optimal terhadap pencemaran limbah cair industri tekstil berdasarkan polluter pays principle diperoleh dari hasil perhitungan pertemuan antara persamaan MAC dengan MD (MAC=MD). Dalam penelitian ini, penulis membuat alur berfikir untuk memudahkan pelaksanaan penelitian. Adapun alur pemikiran operasional yang dibuat oleh penulis dapat dilihat pada Gambar 5.
13 Perkembangan Sektor Industri Dampak Positif: -membuka lapangan kerja -meningkatkan devisa -penyumbang pendapatan nasional Azas Ketidakadilan dalam Penentuan Pajak Lingkungan Dampak Negatif: Pencemaran Lingkungan Wacana Pemberlakuan Pajak Lingkungan terhadap Industri Manufaktur Industri Tekstil Limbah Padat, Gas, Debu Limbah Cair Mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (MAC/Marginal Abatement Cost) Mengestimasi tambahan biaya kerusakan yang diterima masyarakat akibat pencemaran air sungai (MD/Marginal Damage) Pendekatan Biaya Rata-Rata (Avarage Cost Pricing) Pendekatan CVM (Contingent Valuation Method) Persamaan MAC Persamaan MD Nilai Pajak Lingkungan yang Optimal : tidak termasuk obyek penelitian : batasan penelitian lebih spesifik Gambar 5. Diagram Alur Kerangka Berfikir
I. PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Perkembangan sektor industri memiliki peran penting dalam memberikan dampak
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi
Lebih terperinciPENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN UNTUK INDUSTRI TEKSTIL (Studi Kasus: PT. UNITEX, Kota Bogor) Oleh : CITA SEPTIVIANI A
PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN UNTUK INDUSTRI TEKSTIL (Studi Kasus: PT. UNITEX, Kota Bogor) Oleh : CITA SEPTIVIANI A14304068 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciVI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan
VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) 6.2 Estimasi Nilai MAC Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah cair ke badan penerima (sungai) dapat dilihat dari besar kecilnya
Lebih terperinciPENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN UNTUK INDUSTRI TEKSTIL (Studi Kasus: PT. UNITEX, Kota Bogor) Oleh : CITA SEPTIVIANI A
PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN UNTUK INDUSTRI TEKSTIL (Studi Kasus: PT. UNITEX, Kota Bogor) Oleh : CITA SEPTIVIANI A14304068 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogatif pemerintah yang didasarkan pada undang-undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada subyek pajak (orang pribadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada
Lebih terperincimg/l yang merupakan tingkat konsentrasi COD tertinggi yang dapat dihasilkan
mg/l yang merupakan tingkat konsentrasi COD tertinggi yang dapat dihasilkan oleh perusahaan sebelum adanya upaya dalam proses pengolahan air limbah. Hal ini berarti tidak ada biaya yang dikeluarkan oleh
Lebih terperinciContingent Valuation Method (CVM)
Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa
Lebih terperinciANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS. (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI
ANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI A14304065 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan metode CVM akan
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Willingness to Accept Willingness to Accept merupakan salah satu bagian dari metode CVM dan akan digunakan dalam penelitian ini. Tahapan-tahapan
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient, sebagai contoh:
36 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Marginal Abatement Cost (MAC) Abatement Cost merupakan biaya pengurangan jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada perusahaan farmasi yaitu PT. Prafa, yang
46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada perusahaan farmasi yaitu PT. Prafa, yang terletak di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pemilihan
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai ERP Dilihat dari Willingness To Pay (WTP) Pengguna Jalan Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP responden
Lebih terperinciEKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN
EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN Pertemuan 6 MK.EKONOMI LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI & SUMBERDAYA LINGKUNGAN 1 Pendahuluan (1) Sistem pasar cenderung mengalami malfungsi sampai taraf tertentu ketika terjadi
Lebih terperinciEKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN
EKONOMI KUALITAS LINGKUNGAN Pertemuan 6 MK.EKONOMI LINGKUNGAN DEPARTEMEN EKONOMI & SUMBERDAYA LINGKUNGAN 1 Pendahuluan (1) Sistem pasar cenderung mengalami malfungsi sampai taraf tertentu ketika terjadi
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Terdapat tiga konsep pemikiran teoritis yang dibahas, yaitu:
Lebih terperincill. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi
ll. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Tahu Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang berfokus
1 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang berfokus pada penjelasan tentang analisa internalisasi dampak eksternalitas yang ditimbulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden. nilai WTA dari masing-masing responden adalah:
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept Responden Asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan pelaksanaan pengumpulan nilai WTA dari masing-masing
Lebih terperinciLampiran 1. Hasil Analisa Laboratorium Kualitas Air Sungai
Lampiran 1. Hasil Analisa Laboratorium Kualitas Air Sungai Lampiran 2. Laporan Proses Air Limbah PT. UNITEX Periode Agustus 2006 Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Mutu Limbah Cair PT. UNITEX Periode Juli 2005
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari beberapa teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan teori-teori yang sesuai dengan
Lebih terperinciANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method
VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Kawasan Karst Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana bentang alam tersebut
Lebih terperinciINSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE
INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan
Lebih terperinciPENILAIAN EKONOMI DAN KONSEP WTP vs WTA VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE /2016
PENILAIAN EKONOMI DAN KONSEP WTP vs WTA VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE 4 2015/2016 Penilaian Ekonomi Barang Lingkungan berguna untuk mengetahui: Nilai kehancuran lingkungan dan besaran investasi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena
Lebih terperinciVII. MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Per UNIT PRODUK. ditimbulkan adanya adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat
VII. MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Per UNIT PRODUK 88 7.1 Estimasi MAC Per Unit Produk Marginal Abatement Cost (MAC) per unit produk mencerminkan besarnya biaya lingkungan (Environmental Cost/Ec). Biaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ekonomi Lingkungan Ekonomi lingkungan atau ilmu ekonomi lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari perilaku atau kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah suatu kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
Lebih terperinciTIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN
TIPE INSTRUMEN EKONOMI, KELEBIHAN & KEKURANGAN VALUASI EKONOMI SDAL PERTEMUAN KE- 14 PENDAHULUAN Instrumen ekonomi terbagi atas beberapa kategori berbeda yang masing-masing mempunyai kelebihan maupun kekurangan
Lebih terperinciVI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1 Kesimpulan 1. Model DICE ( Dinamic Integrated Model of Climate and the Economy) adalah model Three Boxes Model yaitu suatu model yang menjelaskan dampak emisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi berperan penting dalam pembangunan di Indonesia sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan kemajuan teknologi. Dalam
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Peningkatan jumlah industri ini diikuti oleh penambahan jumlah limbah, baik
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif yang Timbul dari Pencemaran Sungai Musi Akibat Kegiatan Industri Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto 1. Penentuan lokasi ini dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat
Lebih terperinciEksternalitas & Barang Publik
Eksternalitas & Barang Publik Rus an Nasrudin Kuliah ke-13 May 21, 2013 Rus an Nasrudin (Kuliah ke-13) Eksternalitas & Barang Publik May 21, 2013 1 / 21 Outline 1 Pendahuluan 2 Definisi Eksternalitas 3
Lebih terperinciEFISIENSI EKONOMI dan PASAR
EFISIENSI EKONOMI dan PASAR Kuliah Ekonomi Lingkungan Sesi 5 Efisiensi Ekonomi (1) Efisiensi Ekonomi keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input yang digunakan untuk memproduksinya (dgn kata
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem
Lebih terperinciSeminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE Muhammad Yusuf Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak 28 Kompleks
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri dari dua kata tao atau teu berarti kedelai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tahu Menurut Sarwono dan Saragih (2003), tahu merupakan makanan yang berasal dari Cina yang diperkenalkan oleh Liu An pada tahun 164 SM. Istilah tahu yaitu tao-hu atau teu-hu terdiri
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. karena peluang pasar yang cukup terbuka. Peternakan sapi potong ini
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan sapi potong di Indonesia masih menjanjikan karena peluang pasar yang cukup terbuka. Peternakan sapi potong ini terus berkembang seiring permintaan daging sapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan industri merupakan salah satu kegiatan di sektor ekonomi yang dilakukan oleh manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimana didalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Pemilihan Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di daerah hulu dan hilir Sungai Musi, yang terletak di kota Palembang Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan
Lebih terperinciNama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.
Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN
Lebih terperinciEKSTERNALITAS POSITIF DAN NEGATIF PRODUSEN L Suparto LM
EKSTERNALITAS POSITIF DAN NEGATIF PRODUSEN L Suparto LM PENGANTAR Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan antara aktifitas satu dengan aktivitas lainnya. Keterkaitan ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, seperti potensi alam, keindahan alam, flora dan fauna memiliki daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan sumber daya alam. Keberagaman potensi alam, flora, fauna serta berbagai macam budaya, adat istiadat,
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kasomalang Kabupaten
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Jalan Raya Kabupaten Subang. Jalan Raya merupakan jalur alternatif untuk menuju Kabupaten Sumedang, Kuningan, Cirebon,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN. Sungai Krukut telah mengalami penyempitan dan pendangkalan. Hal ini
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Operasional Sungai Krukut telah mengalami penyempitan dan pendangkalan. Hal ini menyebabkan masyarakat Kelurahan Petogogan dan Pela Mampang yang tinggal dipinggir
Lebih terperinciBAB II BIAYA LINGKUNGAN: PENGUKURAN DAN PELAPORAN. tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang
BAB II BIAYA LINGKUNGAN: PENGUKURAN DAN PELAPORAN II.1 Pengertian Lingkungan Definisi lingkungan menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbaikan kualitas penduduk merupakan tujuan pembangunan dan sekaligus faktor utama penunjang pembangunan ekonomi karena peningkatan kualitas penduduk berarti peningkatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut:
II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya yang mengandung
Lebih terperinciMakalah Baku Mutu Lingkungan
Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang perkembangannya memicu sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain menghasilkan produk-produk yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini sepertiga populasi dunia tinggal di negara yang mengalami kesulitan air dan sanitasi yang bervariasi dari mulai sedang hingga sangat tinggi. Masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi Negara-negara yang sedang berkembang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Air Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan
Lebih terperinciANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS. (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI
ANALISIS PENETAPAN NILAI PAJAK LINGKUNGAN INDUSTRI KERTAS (Studi Kasus: PT Aspex Kumbong, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor) Oleh: RETNO DAMAYANTI A14304065 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
Lebih terperinciISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting
Pemakaian Bahan Baku Exploitasi dan Explorasi Sumber Daya Alam 100% Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui 10-15% Polutan Udara Pencemaran Udara Emisi Gas (CO, CO2, Sox, NOx) Penipisan Lapisan Ozon
Lebih terperinciPRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D
PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciSeminar Nasional IENACO 2015 ISSN: EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI
EVALUASI PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN INDUSTRI TAHU MELALUI PENGUKURAN EPI Cyrilla Indri Parwati 1*, Imam Sodikin 2, Virgilius Marrabang 3 1,2, 3 Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta,Jurusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Air 2.1.1 Karakteristik Sumber Daya Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi ini. Sumber daya air merupakan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan suatu tempat berlangsungnya kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kehidupan yang berlangsung memiliki suatu hubungan yang erat baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi air, udara, tanah
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO
BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciINTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) LIDYA RAHMA SHAFFITRI H
INTERNALISASI BIAYA EKSTERNAL PENGOLAHAN LIMBAH TAHU (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) LIDYA RAHMA SHAFFITRI H44070038 DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan ekonomi bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Industri yang survive dan kompetitif adalah industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga mampu menjadi industri
Lebih terperinciDilema Industri pada Lingkungan Hidup
Dilema Industri pada Lingkungan Hidup Oleh: Ir. Fadmin Prihatin Malau. Kehadiran industri yang baik pada satu negara dapat membuka pintu kesejahteraan bagi masyarakat negara itu. Akan tetapi sebaliknya,
Lebih terperinciVII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM
VII ANALISIS KETERKAITAN HASIL AHP DENGAN CVM Studi AHP menghasilkan prioritas utama teknologi pengomposan dan incenerator untuk diterapkan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur. Teknologi pengomposan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang tinggi dengan pertumbuhan cepat di kota bila tidak diimbangi dengan fasilitas lingkungan yang memadai, seperti penyediaan perumahan, air bersih
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Pengertian transportasi menurut Morlok (1981) adalah memindahkan atau mengangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Sementara menurut Papacostas (1987), transportasi
Lebih terperinciESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)
ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Oleh: NUNUNG SAFITRI A14304053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA
Lebih terperinciPELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin
Lebih terperinciBAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI
BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Valuasi, IrigasI, Usahatani, dan Padi a. Valuasi Mburu (2007) dalam Arobi dan Razif (2013) mendefinisikan valuasi sebagai usaha untuk
Lebih terperinciANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD
ANALISIS EKONOMI LINGKUNGAN PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI KECIL TAPIOKA/ACI: PENDEKATAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor) Oleh : ANTONIUS TULUS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan
11 BAB II A. Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi pariwisata Definisi pariwisata secara luas adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.
Lebih terperinciANALISIS BIAYA MANFAAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN SENTRA INDUSTRI KECIL TAHU JOMBLANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR
ANALISIS BIAYA MANFAAT PENGELOLAAN LINGKUNGAN SENTRA INDUSTRI KECIL TAHU JOMBLANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: ERY DYAH WULANDARI L2D 002 404 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyaknya alat rumah tangga yang menggunakan listrik. Akan tetapi, pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Saat ini listrik menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat, oleh karena itu pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memberikan listrik bagi warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi
Lebih terperinciBUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan
Lebih terperinciDAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...
DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv vii viii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Pertanyaan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesediaan Membayar ( Willingness to Pay )
II. TINJAUAN PUSTAKA Kajian mengenai kesediaan membayar beras analog belum pernah dilakukan sebelumnya. Namun ada beberapa kajian yang terkait dengan topik Willingness to Pay khususnya dalam menilai manfaat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinci