ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI"

Transkripsi

1 ANALISIS FINANSIAL HUTAN TANAMAN RAKYAT KARET DAN SENGON DI KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI Ahyauddin 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Siti Balkis 3 1 Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. 2 Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fahutan, Unmul. 3 Laboratorium Sosial, Ekonomi & Agribisnis Faperta Unmul, Samarinda ABSTRACT. Financial Analysis of Society Plantation Forest of Rubber and Sengon at Sarolangun District, Jambi Province. Generally, a part of forest area in Sarolangun had been used by people, especially for farming and planting activities. If the area is not driven to the real policy, it will impact to the transformation of forest area function to be gardening and farming or other economic activities. The Society Plantation Forest must be driven to enlarge the forest usage for wood industries and to create the job vacancy. The main purposes of this research were (1) to study financially the effort of Society Plantation Forest of tapped rubber and non tapped rubber trees and also sengon trees of monoculture pattern in Taman Bandung Village, (2) to get a perspective of Society Plantation Forest development in monoculture pattern for tapped and non tapped rubber as well as for sengon at Taman Bandung Village. Based on the financial analysis of Net Present Value (NPV), Net B/C and IRR at interest rate of 5%, the effort of tapped rubber had a value of Rp299,061,000; 7.54 and 26.3% respectively, while the sengon effort had a value of Rp.19,698,000; 1.44 and 11.8% respectively. The effort of non tapped rubber had a negative value of Rp36,982,000; 0.59 and unworthy bussiness. The annual average value of income and the effort scale of tapped rubber was Rp16,473,487 and 3 hectares respectively, while sengon was Rp2,550,981 and 20 hectares respectively, then the sengon effort required wider area than the tapped rubber. From the research results, it can be suggested that: (1) for the non tapped rubber effort it should be better if the people select seedlings from a clone that can make the wood quality be better to obtain the higher selling price. (2) it is suggested that in the year before the rubber trees produce latex, it should be better to plant the area with agricultural crops and vegetables to optimalize the land usage and to provide added value to the farmers. Kata kunci: finansial, hutan tanaman rakyat, karet, sengon, Sarolangun Hutan merupakan aset negara yang memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yaitu berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat tidak langsung. Hutan juga sebagai sumberdaya yang dapat menyediakan barang dan jasa untuk keperluan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, pengolahan hutan di suatu wilayah telah menjadikan hutan sebagai sumberdaya utama dalam pembangunan ekonomi. Pengolahan hutan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi, antara lain terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, serta mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi (Santoso, 2008). Pembangunan kehutanan harus makin diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan hutan bagi industri dalam negeri sehingga dapat menghasilkan nilai 15

2 16 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 tambah dan menciptakan lapangan kerja yang sebesar-besarnya. Dengan adanya pembangunan di sektor kehutanan, seperti pembangunan hutan tanaman rakyat diharapkan memiliki peranan yang cukup besar dalam peningkatan sosial ekonomi masyarakat setempat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan (Anonim, 2007). Kabupaten Sarolangun memiliki industri pengolahan hasil hutan dengan kapasitas terpasang seluruhnya sebesar m 3 /tahun. Jika rendemen industri yang ada rata-rata sebesar 60%, maka paling sedikit dibutuhkan bahan baku kayu bulat sebanyak m 3 /tahun. Sementara itu berdasarkan catatan statistik, produksi kayu bulat Kabupaten Sarolangun pada tahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing baru mencapai ,98 m 3, ,51 m 3 dan ,06 m 3. Terjadi defisit bahan baku hampir sebesar m 3 setiap tahunnya, dengan demikian mengingat kebutuhan bahan baku kayu yang masih cukup tinggi, maka pasokan dari hutan tanaman rakyat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut (Anonim, 2008). Dalam upaya pengembangan hutan tanaman rakyat, pembudidayaan dan pengembangan produksi serta mekanisme tata niaga tanaman hutan tanaman rakyat perlu tertata dan terarah secara optimal dengan kepastian produksi dan sistem pemasaran yang memberikan nilai harapan bagi masyarakat perlu tersosialisasikan kepada masyarakat atas dukungan pemerintah daerah dan instansi terkait yang diharapkan semua investasi yang ditanam dalam pengembangan hutan tanaman rakyat yang akan datang akan lebih baik. Areal pengembangan hutan tanaman rakyat diarahkan dengan pola tanam monokultur untuk semua jenis tanaman hutan berkayu. Mayoritas petani hutan tanaman rakyat memilih jenis tanaman karet dan sengon dalam pengembangan program hutan tanaman rakyat di Kabupaten Sarolangun. Dari uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk mengkaji secara mendalam melalui kriteria finansial mana yang lebih layak dari kedua jenis tanaman tersebut. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Taman Bandung Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Waktu yang diperlukan mencapai kurang lebih 4 bulan yaitu sejak bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Mei Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan hutan tanaman rakyat di Desa Taman Bandung serta tanaman jangka pendek dan jangka tanaman jangka panjang yang diusahakan oleh oleh petani atau masyarakat di Kabupaten Sarolangun yaitu: Tegakan Karet Tanpa Sadap (Hevea brasiliensis) umur 3, 5, 12, 25 dan 30 tahun dengan luas plot masing-masing daur 1 ha. Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) yang disadap berumur 5, 10 12, 14, 18, 20 dan 25 tahun dengan luas plot masing-masing 1 ha dan tegakan sengon (Falcataria moluccana) berumur 2, 4, 6, 8 dan 10 tahun dengan luas plot masing-masing 1 ha.

3 Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat 17 Sumber data dalam penelitian ini adalah didasarkan atas data primer dan data sekunder. Data primer dimaksud adalah pengamatan langsung pada objek penelitian, data yang diperlukan untuk menganalisis finansial pengelolaan hutan tanaman rakyat yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani responden meliputi biaya pembuatan, biaya pemeliharaan, biaya penanaman serta perkiraan produksi (tanaman karet dan sengon). Data sekunder adalah data atau informasi yang telah disajikan dalam bentuk tulisan atau dokumentasi berupa data statistik maupun hasil penelitian yang diperoleh dari dinas/instansi atau lembaga terkait dalam keperluan penelitian meliputi: monografi desa daerah penelitian, statistik kabupaten daerah penelitian, laporan tahunan kabupaten daerah penelitian. Analisis finansial meliputi data yang menyangkut pembiayaan seperti biaya tetap dan biaya variabel ditabulasikan dalam kelompok biaya (cost), sedangkan komponen output berupa produksi kayu dan non kayu selama tanaman produktif pada akhir daur ditabulasikan dalam kelompok hasil (yield). Harga yang dipakai adalah harga yang berlaku pada saat penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis kelayakan secara finansial pada tingkat bunga 5%. Kelayakan finansial hutan tanaman rakyat di Kabupaten Sarolangun dianalisis dengan menggunakan beberapa kriteria investasi menurut Kadariah (1986) sebagai berikut: Jangka Waktu Pengembalian (payback period), Nilai Kiwari Bersih (net present value/npv), Rasio Manfaat Biaya (net benefit cost ratio/net B/C), Tingkat Pengembalian Internal (internal rate of return/irr) dan nilai uang yang dapat dibayarkan setiap tahun (equivalent annual annuity/eaa) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengusahaan Hutan Tanaman Rakyat Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Sarolangun yang telah diberi ijin oleh Departemen Kehutanan melalui SK Menhut nomor 386/Menhut- II/2008 tanggal 7 November 2008 tentang pencadangan areal Hutan Tanaman Rakyat Kabupaten Sarolangun seluas ha terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sarolangun, Kecamatan Pauh dan Kecamatan Mandiangin dan meliputi 11 desa yaitu Taman Bandung, Sepintun, Lamban Sigatal, Lubuk Napal, Seko Besar, Ladang Panjang, Pangidaran, Pemusiran, Rangkiling Simpang dan Mandiangin Pasar. Saat ini di Desa Taman Bandung yang sudah dimulai kegiatannya dan telah mendapat perijinan pemanfaatan kawasan hutan (IUPHHK- HTR) sebanyak 4 buah kelompok tani dengan 19 anggota pada luas 166,66 ha. Proses pengembangan program HTR di Kabupaten Sarolangun yang telah dilaksanakan di Desa Taman Bandung Kecamatan Pauh difasilitasi secara aktif oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun (Dinas Kehutanan dan Perkebunan) maupun masyarakat sendiri sebagai pelaku utama kegiatan di lapangan. Jenis tanaman yang paling diminati oleh masyarakat adalah karet dan sengon. Kelayakan tanaman tersebut adalah baik secara fisik (lokasi), sosial dan prospek pasarnya. Lokasi pabrik pengolahan kayu (playwood) dan pengolahan lateks terletak tidak terlalu jauh dari lokasi pencadangan areal HTR. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa perkayuan adalah PT Gema Nusa Lestari yang berlokasi di Desa Ampelu Muda

4 R iap(m3/ha/thn) 18 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 Muara Jambi yang berjarak ±90 km dari lokasi terjauh areal HTR. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengolahan lateks adalah PT Kirana Windu yang berlokasi di Sarolangun Waras yang berjarak ±50 km dari ibukota kabupaten. Potensi Karet Tanpa Sadap Jarak tanam pengusahaan tanaman karet adalah 7x3 m atau 480 pohon/ha. Selama umur 3 tahun hingga 25 tahun mengalami kematian sebanyak 40%. Kematian ini disebabkan adanya kualitas semai dan penyakit tanaman. Produksi tanaman karet dapat ditabulasikan sebagai berikut: Tabel 1. Produksi Tanaman Karet Tanpa Sadap Umur ke n d (cm) h (m) TV (m 3 ) MAI (m 3 /ha) CAI (m 3 /ha/th) ,0 8,5 48,6 16, ,3 10,6 84,7 16,94 18, ,5 11,5 212,8 17,73 18, ,0 14, ,16 18, ,0 16,6 492,6 16,42 7,74 Keterangan: n = indivividu pohon. TV = total volume. MAI = mean annual increment. CAI = current annual increment. d = diameter (cm). h = tinggi (m). Pada Tabel 1 terlihat, bahwa penjarangan dan kematian menunjukkan pertambahan riap diameter dan riap volume sampai pada umur 12 tahun dan setelah umur 12 tahun penjarangan kurang berpengaruh terhadap riap tahunan (MAI) untuk tegakan tinggal (standing stock). Ini menunjukkan, bahwa riap rata-rata MAI untuk tegakan tinggal tanaman karet tanpa sadap pada umur 25 tahun ke 30 tahun mengalami penurunan dari 18,1616 m 3 /ha menjadi 16,42 m 3 /ha. Penjarangan dilakukan dari umur 3 tahun, yang mana setiap tahun sekitar 10% tanaman karet tanpa sadap dikurangi hingga tahun ke 12, dengan tujuan untuk memperoleh produksi riap maksimal. Secara grafis riap tanaman karet yang tidak disadap dapat ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini MAI C AI Umur (thn) Gambar 1. Grafik Hubungan Riap dan Umur Karet Tanpa Sadap (Data dari Tabel 1)

5 Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat 19 Pada Gambar 1 terlihat, bahwa perpotongan MAI dan CAI pada umur 25 tahun menunjukkan riap maksimal pada tahun ke 25, namun usaha tetap dilanjutkan sampai umur 30 tahun karena secara finansial belum dapat menguntungkan. Riap maksimal sebesar 18,16 m 3 /ha yang dicapai pada umur 25 tahun berdiameter 49 cm. Produksi Karet Sadap Tanaman karet dapat disadap sekitar umur 7 tahun atau berdiameter di atas 20 cm hingga umur 25 tahun. Produksi getah karet (lateks) dapat dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Getah Karet Tahun ke Produksi (kg/ha) AP MP AP = produksi rata-rata tahunan. MP = pertambahan produksi rata-rata tahunan berjalan Pada Tabel 2 dapat dijelaskan, bahwa umur 7 tahun karet dapat disadap dengan jumlah produksi kg. Sampai umur ke-16, produksi getah karet mengalami kenaikan dengan jumlah produksi sebesar kg dan setelah umur 16 tahun, produksi getah karet mengalami penurunan hingga umur 25 tahun. Kecenderungan kenaikan produksi getah karet dari umur 7 hingga 16 tahun menunjukkan angka kenaikan linier. Ada beberapa hal yang menjadi landasan mengapa dicapainya produksi maksimum pada tahun ke-16 antara lain tahun ke-16 adalah tahun terakhir penyadapan terhadap kulit perawan (virgin bark), setelah tahun tersebut sudah dilakukan penyadapan terhadap kulit pulihan (renewable bark). Hal ini juga menurut Siregar (1995), bahwa pembuluh lateks bertambah sesuai dengan pertambahan umur tanaman dan dicapainya produksi maksimum tanaman karet pada saat tanaman berumur tahun. Hubungan antara produksi getah karet dengan umur dapat dilihat pada Gambar 2.

6 P roduks i (kg /Ha) 20 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL , (500) AP MP (1,000) (1,500) UMUR (thn) Gambar 2. Grafik Produksi Getah Karet (Data dari Tabel 2) Pada Gambar 2 terlihat bahwa produksi rata-rata lateks dari umur 7 hingga 16 tahun menunjukkan kenaikan, begitu pula dengan pertambahan rata-rata tahunan lateksnya. Setelah umur 16 tahun, produksi rata-rata lateks mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan pertambahan produksi rata-rata tahunan lateks mengalami penurunan hingga angka negatif. Hal ini berarti bahwa produksi maksimal hanya biasa dicapai pada umur 16 tahun dan setelah itu produksinya mengalami penurunan, namun secara finansial masih bisa menghasilkan pendapatan. Jika dibandingkan antara riap karet yang disadap dengan karet yang tidak disadap, ternyata riap karet yang disadap lebih kecil daripada riap karet yang tidak disadap, hal ini disebabkan karena karet yang disadap pertumbuhan riapnya dipengaruhi oleh kegiatan penyadapan pengambilan getah karet. Oleh karena itu pertumbuhan riapnya lebih lambat daripada karet yang tidak disadap. Volume produksi riap karet yang disadap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Volume Produksi Riap Karet yang Disadap Umur n d H TV MAI CAI ke cm M m 3 m 3 /ha m 3 /ha/th ,0 10,0 60,4 12, ,5 12,2 136,5 13,6 15, ,5 13,3 167,8 13,9 15, ,7 14,1 200,6 14,3 16, ,6 14, ,6 15, ,2 14,4 281,3 12,8 4, ,9 15,0 289,5 11,6 2,7 n = individu pohon. TV = total volume. MAI = Mean Annual Increment. CAI = Current Annual Increment. d = diameter (cm). h = tinggi (m). Karet yang disadap mengalami kenaikan riap MAI tegakan tinggal (standing stock) dari umur 5 tahun hingga umur 18 tahun dan riap maksimal dicapai pada umur 20 tahun sebesar 14,7 m 3 /ha, setelah itu riap mengalami penurunan pada umur

7 R iap(m/ha/thn) Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat tahun. Berkurangnya populasi tegakan dari umur 5 tahun hingga 25 tahun sebesar 20 30% akibat kematian dan perlakuan penjarangan. Secara garis besar hubungan riap dapat dilihat pada Gambar Umur (th) MA I CA I Gambar 3. Grafik Riap Karet yang Disadap (Data dari Tabel 3) Potensi Tegakan Sengon Proyeksi volume kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel 4 dapat dilihat, bahwa F. moluccana diperkirakan dapat dipanen pada umur 8 10 tahun dan mempunyai volume total sebesar 306 m 3, sedangkan diameter rata-rata sebesar 36 cm dan rata-rata MAI tegakan tinggal (standing stock) adalah 30,6 m 3 /ha. Berkurangnya populasi pohon setiap umur berkisar antara 15 20% akibat kematian alam dan kegiatan penjarangan yang bertujuan untuk mengurangi persaingan antara pohon dalam hal pengambilan hara, cahaya matahari dan yang paling penting adalah untuk memperbesar riap. Grafik riap volume rata-rata dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 4. Volume Sengon (Falcataria moluccana) Umur (thn) N d (cm) h (m) TV (m 3 ) MAI (m 3 /ha) CAI (m 3 /ha) ,5 8,8 64,2 32, ,0 10,1 134,8 33,7 35, ,0 11,3 212,4 35,4 38, ,5 12,5 270,4 33,8 29, ,0 13, ,6 17,7 TV = total volume (m 3 ). n = jumlah pohon per hektar. d = diameter setinggi dada (cm). h = tinggi (m) Riap volume rata-rata sengon mengalami kenaikan mulai umur 2 tahun hingga umur 6 tahun, sedangkan setelah umur 6 tahun, MAI dan CAI mengalami penurunan. Dari gambar 4 dapat dilihat juga bahwa berkurangnya populasi pohon sengon per hektar (di bawah umur 2 tahun) diakibatkan karena kematian secara alami. Panen hasil penjarangan dilakukan pada umur 6 tahun sebesar 213 m 3 dan

8 R iap (m3/ha/thn) 22 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 setelah umur 8 tahun terdapat panen antara sebesar 271 m 3 serta diperkirakan tegakan sengon mencapai riap tertinggi dengan diameter kayu terbesar 36 cm pada tahun penebangan berumur 10 tahun dengan volume sebesar 306 m 3, tinggi pohon 13,8 m dan riap rata-rata tahunan sengon sebesar 36,0 m 3 / ha Umur (thn) MAI C AI Gambar 4. Grafik MAI dan CAI Sengon (Data dari Tabel 4) Pendapatan Karet dan Sengon Pohon karet dapat disadap mulai umur 7 sampai 25 tahun dan dengan harga jual sebesar Rp10.000/kg. Besarnya pendapatan dari panen getah karet dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Total Pendapatan Pengusahaan Karet Sadap Tahun ke Hasil produksi (kg/ha) Harga (Rp) Pendapatan (Rp)

9 Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat 23 Pada Tabel 5 dapat dijelaskan, bahwa pada umur 7 hingga umur 16 tahun terdapat kenaikan pendapatan dari Rp hingga Rp dan setelah tahun ke-16 hingga ke-25 mengalami penurunan. Berkurangnya produksi karet juga mempengaruhi besarnya pendapatan, karena pendapatan juga berkurang seperti Tabel 5. Pada karet tanpa sadap dan sengon, pendapatan berasal dari hasil penjarangan, hasil panen antara dan panen akhir. Pada tahun ke-12, karet tanpa sadap memperoleh pendapatan sebesar Rp ; panen antara sebesar Rp dan panen akhir sebesar Rp , sedangkan pendapatan dari sengon yang berasal dari panen hasil penjarangan sebesar Rp ; pendapatan dari panen antara sebesar Rp dan panen akhir sebesar Rp Analisis Finansial Biaya-biaya yang diperlukan dalam pengusahaan hutan tanaman rakyat di Kabupaten Sarolangun meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak bumi dan bangunan serta upah/gaji pekerja, sedangkan biaya variabel meliputi biaya perencanaan, biaya persiapan lahan, penyediaan bibit dan pengangkutannya, penanaman, penyulaman, penyiangan, penjarangan, pemeliharaan, pembuatan pondok jaga, pembelian pupuk dan peralatan dan biaya pemanenan. Rincian biaya yang diperlukan dalam pengelolaan lahan pada masing-masing tegakan mempunyai daur yang berbeda. Nilai investasi untuk masing-masing pengusahaan hutan tanaman berbeda-beda dan tergantung dari jenis tegakan yang akan diusahakan. Nilai investasi untuk masing-masing tegakan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Investasi Pengusahaan Hutan Tanaman Rakyat Tegakan Nilai investasi (Rp) Karet sadap Karet tanpa sadap Sengon Dari Tabel 6 dapat dijelaskan, bahwa pengusahaan sengon memerlukan investasi yang paling kecil jika dibandingkan dengan karet sadap dan karet tanpa sadap. Hal ini disebabkan karena sengon mempunyai daur/rotasi yang paling pendek dibandingkan dengan tegakan karet yang diusahakan oleh petani, sehingga cepat memberikan hasil panen. Selain itu jenis sengon lebih cepat pertumbuhan riapnya hal ini bisa dilihat dari potensi tegakan sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam proses analisis finansial digunakan nilai-nilai aktual pada saat ini berdasarkan rupiah dengan indikator US Dollar yang berlaku tahun 2010, karena nilai US Dollar diasumsikan stabil terhadap nilai rupiah. Menurut informasi dari PT Kirana Windu (2010) bahwa harga getah karet sebesar Rp15.150/kg; harga karet tanpa sadap menurut PT GNL (2010) sebesar Rp /m 3, sedangkan harga sengon sebesar Rp /m 3. Atas dasar harga di atas dapat ditentukan nilai jual harga kayu masing-masing tegakan dengan memperhatikan faktor risiko dan faktor keselamatan.

10 24 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL Analisis finansial pengusahaan karet sadap. Investasi awal pengusahaan karet sadap sebesar Rp , sedangkan biaya total untuk keseluruhan kegiatan penanaman karet selama 25 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 3,1. Produksi getah lateks dapat dipanen mulai umur 6 hingga umur 25 tahun dan mencapai produksi maksimal pada umur 16 tahun sebagaimana data Tabel 2 dan dihitung secara finansial pada tingkat bunga 5%, dihasilkan nilai Net Present Value (NPV) serta Net B/C sebesar Rp dan 7,54. Simulasi tingkat bunga ini masih layak hingga tingkat bunga 15%. Pernyataan ini diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 26,3%. Jika petani meminjam uang ke bank sebesar Rp dengan tingkat bunga pinjaman 8% dan diangsur selama 5 tahun, dibayar mulai umur 8 tahun, maka besarnya angsuran adalah sebesar Rp Hasil tersebut menunjukkan, bahwa tegakan karet yang disadap pada tingkat bunga 5 15% layak untuk diusahakan karena nilainya positif dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). 2. Analisis finansial pengusahaan karet tanpa sadap. Investasi awal pengusahaan karet tanpa sadap sebesar Rp , sedangkan biaya total untuk keseluruhan kegiatan penanaman karet tanpa sadap selama 30 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,4. Produksi kayu karet dapat dipanen mulai umur 12 tahun sebesar 213 m 3 sebagai panen hasil penjarangan, sedangkan umur 25 tahun mempunyai produksi kayu sebesar 454 m 3 dengan harga jual sebesar Rp /m 3, dan panen akhir pada umur 30 tahun dengan produksi sebesar 493 m 3 sebagaimana data Tabel 1 dan dihitung secara finansial bahwa pada tingkat bunga 5%, didapatkan nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar negatif Rp dan 0,59. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat bunga 5%, usaha karet yang tidak disadap tidak layak untuk diusahakan. Hasil tersebut di atas menunjukkan, bahwa tegakan karet yang tidak disadap pada tingkat bunga 5% tidak layak untuk diusahakan karena nilainya negatif dan lebih kecil dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). 3. Analisis finansial pengusahaan sengon. Investasi awal pengusahaan sengon sebesar Rp , sedangkan biaya total untuk keseluruhan kegiatan penanaman sengon selama 10 tahun sebesar Rp dan pendapatan kotornya sebesar Rp , maka usaha tersebut mempunyai nilai manfaat (B/C Ratio) sebesar 1,7. Tegakan sengon dijarangi pada umur 6 tahun sebesar 213 m 3 dengan harga sebesar Rp /m 3, panen antara pada umur 8 tahun sebesar 271 m 3 dengan harga Rp /m 3, sedangkan kayu sengon yang dijadikan sebagai kayu bakar yang berasal dari penjarangan, panen antara dan panen total dengan harga Rp50.000/m 3. Kayu sengon siap dipanen pada umur 10 tahun dengan total volume kayu sebesar 306 m 3. Dari keterangan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada tingkat bunga 5%, nilai Net Present Value (NPV) dan Net B/C sebesar Rp dan 1,44. Jika petani meminjam modal ke bank sebesar Rp dengan tingkat bunga 8%, maka dapat diangsur selama 5 kali sebesar Rp Pernyataan ini

11 Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat 25 diperkuat oleh analisis model Internal Rate of Return (IRR) dengan nilai 11,8%. Hasil tersebut menunjukkan, bahwa tegakan sengon pada tingkat bunga 5% layak untuk diusahakan, karena nilainya positif dan lebih besar dari Minimum Accestability Rate (MAR = 5%). Secara garis besar analisis finansial pengusahaan hutan tanaman dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Tanaman Tegakan PP (thn) NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Karet sadap 8, ,54 26,3 Karet tanpa sadap 29,5 (-) ,59 0 Sengon 9, ,44 11,8 Dari Tabel 7 dapat dijelaskan, bahwa pengusahaan karet sadap dan sengon pada tingkat diskon faktor 5 10% layak untuk diusahakan sesuai dengan daur umurnya, sedangkan karet yang tidak disadap tidak layak untuk diusahakan karena nilai NPVnya negatif dan Net B/C-nya kurang dari 1 yang berarti usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan dan indikator finansial masing-masing sebagaimana tertulis dalam Tabel 7. Dari ketiga pengusahaan tegakan diatas ternyata karet sadap paling layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai finansial yang paling layak di antara kedua jenis tegakan tersebut di atas, yaitu tingkat pengembalian modal yang paling cepat di antara keduanya dan tingkat IRR-nya di atas 20%, disusul dengan pengusahaan sengon, maka karet yang disadap dan sengon cukup layak untuk direkomendasikan ke petani untuk diusahakan di Kabupaten Sarolangun, sedangkan karet yang tidak disadap tidak layak direkomendasikan kepada petani karena tidak membawa keuntungan (merugi). Skala Usaha Pengusahaan Hutan Tanaman oleh Petani Pengusahaan hutan tanaman di Kabupaten Sarolangun tidak terlepas dari luas lahan yang akan diusahakan oleh para petani. Luas lahan ini terkait dengan skala usaha. Skala usaha merupakan perbandingan antara jumlah pengeluaran konsumsi tiap keluarga petani/tahun dengan pendapatan rata-rata tahunan (Equivalent Annual Annuity). Dalam satu keluarga petani diasumsikan terdiri dari 5 anggota keluarga dengan pengeluaran konsumsi tiap kepala keluarga petani/tahun sebesar Rp /KK/tahun, maka skala usaha pengusahaan luas lahan petani dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Skala Usaha Pengusahaan Hutan Tanaman Tegakan Rotasi (thn) Jarak tanam (m) Lokasi EAA (Rp) Skala usaha (ha) Karet sadap 25 7 x 3 Jambi Sengon 10 3 x 3 Jambi

12 26 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (1), APRIL 2010 Dari Tabel 8 dapat dijelaskan, bahwa masing-masing tegakan mempunyai skala usaha yang berbeda-beda. Karet yang disadap mempunyai skala usaha 3 ha dengan rotasi 25 tahun yang lebih sempit daripada tegakan sengon dengan daur rotasi 10 tahun mempunyai skala usaha 17 ha. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa pengusahaan karet yang disadap memerlukan luas lahan yang lebih sempit daripada pengusahaan sengon yang memerlukan luas lahan yang paling besar, sedangkan karet yang tidak disadap memang tidak layak diusahakan, karena secara finansial menunjukkan hasil yang negatif, jadi tidak memiliki skala usaha. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Potensi (total volume dan riap) karet yang tidak disadap pada rotasi umur 30 tahun sebesar 454 m 3 dan riap MAI untuk tegakan tinggal (standing stock) adalah 18,16 m 3 /ha, sedangkan karet yang disadap rotasi 25 tahun sebesar 262 m 3 dengan riap MAI untuk tegakan tinggal (standing stock) adalah 14,56 m 3 /ha, sengon pada rotasi 10 tahun sebesar 306 m 3 dengan riap MAI untuk tegakan tinggal (standing stock) adalah 30,60 m 3 /ha. Berdasarkan analisis finansial Net Present Value (NPV), Net B/C dan IRR pada tingkat bunga 5% berturut-turut karet yang disadap mempunyai nilai Rp , 7,54 dan 26,3%, pengusahaan sengon mempunyai nilai Rp , 1,44 dan 11,8% sedangkan karet yang tidak disadap mempunyai nilai negatif Rp , 0,59 dan tidak layak untuk diusahakan. Nilai pendapatan rata-rata tahunan (EAA) dan skala usaha karet sadap adalah Rp dengan skala usaha 3 ha, sedangkan sengon sebesar Rp dan 20 ha. Pengusahaan sengon memerlukan luas lahan yang paling besar, sedangkan pengusahaan karet yang disadap memerlukan luas lahan yang lebih sempit. Karet tanpa disadap memang tidak layak diusahakan karena secara finansial menunjukkan hasil yang negatif, jadi tidak memiliki skala usaha. Saran Untuk pengusahaan karet tanpa sadap sebaiknya memilih bibit dari klon yang menghasilkan kualitas kayu lebih baik untuk memperoleh harga jual yang tinggi. Disarankan pada tahun sebelum tanaman berproduksi sebaiknya menanami lahan dengan tanaman palawija dan sayur-sayuran guna untuk optimalisasi penggunaan lahan dan memberikan nilai tambah pada petani. DAFTAR PUSTAKA Anonim Petunjuk Teknis Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Jakarta. Anonim Proposal Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Kerja Sama antara EC-Indonesia FLEGT SP dengan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sarolangun. Dinas Kehutanan Kabupaten Sarolangun.

13 Ahyauddin dkk. (2010). Analisis Finansial Hutan Tanaman Rakyat 27 Kadariah Evaluasi Proyek, Analisis Ekonomis. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Edisi Ke-2. h Santoso, B Kebocoran Hutan dan Anomali Illegal Logging. Wana Aksara, Jakarta. Siregar, T.H.S Teknik Penyadapan Karet. Kanisius, Yogyakarta.

14

ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ANALISIS FINANSIAL SISTEM AGROFORESTRI JATI, SUNGKAI DAN RUMPUT GAJAH DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Budi Setiawan dan Abubakar M. Lahjie Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan,

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape

ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling Agroforestry Landscape Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1 Maret 2013 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 ANALISIS INVESTASI PERMODELAN LAHAN HUTAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI LANDSKAP Forest Land Investment Analysis with Modeling

Lebih terperinci

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3

D. 9. Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie 2 dan Rochadi Kristiningrum 3 D. 9 Produksi Kayu Bulat dan Nilai Harapan Lahan Hutan Tanaman Rakyat Gaharu (Aquilaria microcarpa) Di Desa Perangat Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara Ahad Fitriadi 1, Abubakar M. Lahjie

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ASPEK FINANSIAL USAHA GULA AREN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI KECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Romi Antomi 1 dan Siti Balkis 2 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Kartanegara. 2 Laboratorium

Lebih terperinci

ABUBAKAR M. LAHJIE ISMAIL

ABUBAKAR M. LAHJIE ISMAIL REVITALISASI INDUSTRI KEHUTANAN DALAM USAHA PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN RAKYAT UNTUK MENDUKUNG INDUSTRI PLYWOOD DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Diajukan: ISMAIL ABUBAKAR M. LAHJIE 1 Latar Belakang Permasalahan

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHATANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Sofya A. Rasyid dan Abubakar M. Lahjie 2 Faperta Universitas Muhammadiyah, Palu. 2 Laboratorium Politik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaturan hasil saat ini yang berlaku pada pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia menggunakan sistem silvikultur yang diterapkan pada IUPHHK Hutan Produksi dalam P.11/Menhut-II/2009.

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT Vera Anastasia Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl.Prof.A.Sofyan No.3 Medan HP: 85296624812 E-mail:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN Jurnal Ziraa ah Vol. 12 Nomor 1: 12-17, Februari 2005, ISSN 1412-1468 ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JABON (Anthocephallus cadamba)

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JABON (Anthocephallus cadamba) Jurnal Perennial, 2012 Vol. 8 No. 1: 19-24 ISSN: 1412-7784 Tersedia Online: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial ANALISIS PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JABON (Anthocephallus cadamba) Growth and

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek memiliki beberapa pengertian. Menurut Kadariah et al. (1999) proyek ialah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU

MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU MG-6 DAUR DAN ETAT PEMANENAN KAYU Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc Asti Istiqomah, SP EKONOMI KEHUTANAN ESL 325 (3-0) PENGERTIAN DAUR DAUR: Jangka waktu yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. F) merupakan salah satu jenis penghasil kayu pertukangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk berbagai macam keperluan pertukangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH Jurnal Hutan Tropika (ISSN: 1693-7643) Vol. XI No.2, Desember 2016. Hal. 1-8 1 ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN JABIREN RAYA KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH Fierta Tirtajaya, I Nyoman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11 MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis (07.00-10.00) Kelompok : 11 MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT NYAMPLUNG DENGAN SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Disusun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERKEBUNAN KARET PROGRAM EKS UPP TCSDP DI DESA BINA BARU KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH KABUPATEN KAMPAR ANALYSIS FEASIBILITY FINANCIAL OF RUBBER PLANTATIONS OF EX UPP

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN INDUSTRI PENGOLAHAN SALAK SKALA KECIL DI KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh: Agus Suprapto 1, Sardju Subagjo 2, dan Poppy Arsil 2 1). Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Pertanian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT

SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal Hutan Tropis Volume 2 No. 3 November 2014 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 SIMULASI PRODUKSI DAN ASPEK FINANSIAL KEBUN HUTAN (MUNAAN) GENERASI KEDUA DI KABUPATEN KUTAI BARAT Simulation of Production

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan dan Investasi Studi kelayakan diadakan untuk menentukan apakah suatu usaha akan dilaksanakan atau tidak. Dengan kata lain

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA

ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA ANALISIS PROFITABILITAS TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis L) PADA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN BALONG/BEJI/KALITELO KABUPATEN JEPARA Munafidza, Suprapti Supardi*, Eka Dewi Nurjayanti Program

Lebih terperinci

Riska Dewi 1), Yusmini 2), Susy Edwina 2) Agribusiness Department Faculty of Agriculture UR ABSTRACT

Riska Dewi 1), Yusmini 2), Susy Edwina 2) Agribusiness Department Faculty of Agriculture UR ABSTRACT ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGROINDUSTRI TAHU (Agroindustri Tahu Bapak Iwan di Desa Pangkalan Pisang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak Sri Indrapura) FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF TAHU AGROINDUSTRY

Lebih terperinci

Oleh: 1 Irma Fitriani Kusmayadi, 2 Dedi Herdiansah Sujaya, 3 Zulfikar Noormasyah

Oleh: 1 Irma Fitriani Kusmayadi, 2 Dedi Herdiansah Sujaya, 3 Zulfikar Noormasyah ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI MANGGIS (Garcinia mangostana L) (Studi kasus pada seorang petani manggis di Desa Cibanten Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Irma Fitriani Kusmayadi,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang

METODOLOGI PENELITIAN. (Purposive) dengan alasan daerah ini cukup representatif untuk penelitian yang IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2011, bertempat di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang analisis kelayakan usahatani salak nglumut di Gapoktan Ngudiluhur dilakukan di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 ANALISIS FINANSIAL DAN POLA BUDIDAYA TANAMAN KARET (Hevea braziliensis MUELL Arg.) SEBAGAI MODEL HUTAN RAKYAT DI DESA LUMBAN DOLOK KECAMATAN SIABU KABUPATEN MANDAILING NATAL SKRIPSI Oleh : RAHMAT ADITYA

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Usahatani Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan yang sudah dapat berbuah 1 tahun sampai dengan 1,5 tahun setelah tanam. Buah naga memiliki usia produktif

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI

KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 2 Juli 2016 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 KAJIAN KELAYAKAN MODEL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT POLA MANDIRI BERBASIS AGROFORESTRI The Advisability Analysis Of Agroforestry-Based,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU Oleh: Hengki Siahaan* dan Agus Sumadi* * Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang ABSTRAK Pengembangan kayu bawang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur sebagai sumber informasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province By Muhammad Syafii 1), Darwis 2), Hazmi Arief 2) Faculty of Fisheries

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk 34 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk jarak tanam 3 m x 3 m terdapat 3 plot dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

(Financial Feasibility Study on Natural Rubber Manufacturer Factory Development at Labanan Jaya Village Teluk Bayur Sub district Berau Regency)

(Financial Feasibility Study on Natural Rubber Manufacturer Factory Development at Labanan Jaya Village Teluk Bayur Sub district Berau Regency) Studi Kelayakan Finansial Pembangunan Pabrik Mini Pengolahan Karet Alam (Hevea brasiliensis) 15 di Desa Labanan Jaya Kecamatan Teluk Bayur Kabupaten Berau (Hasbi Riduan) STUDI KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

ANALISA PENDAPATAN PETANI KARET DARI HUTAN TANAMAN RAKYAT DI TRANS SP 1 DESA PANGMILANG KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG KALIMANTAN BARAT

ANALISA PENDAPATAN PETANI KARET DARI HUTAN TANAMAN RAKYAT DI TRANS SP 1 DESA PANGMILANG KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG KALIMANTAN BARAT ANALISA PENDAPATAN PETANI KARET DARI HUTAN TANAMAN RAKYAT DI TRANS SP 1 DESA PANGMILANG KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG KALIMANTAN BARAT The Income Analysis of Rubber Farmer of Plant Forest

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 03 September 2014, ISSN

AGRIPLUS, Volume 24 Nomor : 03 September 2014, ISSN 251 ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA VANILI DI KECAMATAN MORAMO KABUPATEN KONAWE SELATAN Oleh: Sabrin 1) ABSTRACT The purpose of this study was to assess the investment worthiness in terms of financial

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi Pipihnuraeni01@gmail.com Betty Rofatin 2) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra. Karlie A. Wurangian dan Erwin Hardika Putra

Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra. Karlie A. Wurangian dan Erwin Hardika Putra Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat Karlie A. wurangian & Erwin Hardika Putra ANALISIS KELAYAKAN USAHA HUTAN RAKYAT DENGAN SKEMA KEBUN BIBIT RAKYAT DI SULAWESI UTARA The Feasibility Study of Community

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN

226 ZIRAA AH, Volume 32 Nomor 3, Oktober 2011 Halaman ISSN 226 ANALISIS USAHA TANI KELAPA SAWIT DI DESA HAMPALIT KECAMATAN KATINGAN HILIR KABUPATEN KATINGAN (Analysis of oil palm farming in Hampalit Village, Katingan Hilir Sub district, Katingan District) Asro

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan

Lebih terperinci

Herman Alfius Manusawai G

Herman Alfius Manusawai G ANALISIS FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN GMELINA (Gmelina Arburea Roxb KELAS KAYU BAKAR (Tumba OLEH MASYARAKAT DI DESA PATTALLIKANG KEC. MANUJU KABUPATEN GOWA Herman Alfius Manusawai G51102128 ABSTRAK

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai)

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) Roni Johannes Sinaga *), Dr. Ir. Salmiah, MS **), Ir. M. Jufri,

Lebih terperinci

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV)

5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang Net Present Value (NPV) 5.3 Keragaan Ekonomi Usaha Penangkapan Udang 5.3.1 Net Present Value (NPV) Usaha penangkapan udang, yang dilakukan oleh nelayan pesisir Delta Mahakam dan sekitarnya yang diproyeksikan dalam lima tahun

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan

usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan 34 Roda Mandala Asia Makmur Trass 2.5 35 Rumpin Satria Bangun Trass 1.3 36 Sirtu Pratama Usaha Andesit 1.8 37 Sumber Alfa Prolindo Pasir 4 38 Tarabatuh Manunggal Andesit 16 39 Wiguna Karya II Trass 2.5

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mencakup wilayah kawasan hutan dimana akan dilakukan kegiatan penambangan batu kapur dan lempung oleh PT Tambang Semen Sukabumi (PT

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO Feasibility Analysis of Seaweed Farming in the Village Mallasoro Bangkala District Jeneponto Irmayani,

Lebih terperinci