4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Industri Ikan Asap Selais Industri rumah tangga ikan asap selais (O. hypophthalmus) terletak di Daerah Teluk Petai, Kampar, Riau. Industri ini terletak di pinggiran sungai Kampar. Industri rumah tangga ini sudah dijalankan semenjak tahun 1975 sampai dengan sekarang. Ikan asap yang dihasilkan dibuat secara tradisional dengan pengasapan panas. Ikan hasil tangkapan dibersihkan, digarami atau tidak digarami dan diletakkan diatas media kawat yang telah disediakan. Ikan kemudian dipanaskan dengan asap panas yang berasal dari kayu pohon rambutan atau pohon karet yang sudah tua. Pengasapan yang dilakukan berlangsung lebih kurang selama 6 jam. Ikan hasil tangkapan yang diperoleh langsung diolah menjadi ikan asap, namun apabila ikan hasil tangkapan terlalu banyak akan disimpan terlebih dahulu. Ikan asap yang dihasilkan akan dikumpulkan oleh pemilik industri dan dijual pada hari pasar, biasanya hari kamis dan hari minggu. Ikan dalam jumlah besar langsung diambil oleh pengumpul dan disebarkan ke pasar tradisional di daerah sekitar. 4.2 Kondisi Pengolahan Ikan Asap Selais (O. hypophthalmus) di Wilayah Teluk Petai, Kampar, Riau Karakteristik pengolahan ikan selais asap di wilayah Teluk Petai diketahui setelah dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner. Kuisioner merupakan sekumpulan pertanyaan yang dirancang untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Kriteria kuesioner yang baik yaitu mudah dimengerti oleh responden, mudah diproses oleh peneliti, dan mudah ditanyakan oleh petugas pengumpul data (data collector) (Anonim 2008 dalam Santoso 2010). Pengisian kuisioner dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada pemilik unit industry. Hasil wawancara dan pengisian kuesioner disajikan pada Tabel 3.

2 19 Tabel 3 Hasil wawancara dan pengisian kuesioner Karakteristik dan kondisi A* B* C* usaha / Pengolah I. Karakteristik responden a. Usia b. Jenis kelamin c. Pendidikan terakhir d. Pengalaman usaha e. Jumlah keluarga 70 tahun Laki-laki Sekolah SD 30 tahun 4 orang 52 tahun Perempuan SMP 15 tahun 6 orang 54 tahun Laki-laki SD 15 tahun 5 orang II. Karakteristik usaha f. Jenis usaha g. Bahan baku yang digunakan Pengolahan ikan asap Ikan selais, lele dumbo Pengolahan ikan asap Ikan selais Pengolahan ikan asap Ikan selais, lele dumbo h. Bahan baku 2-3 kg/hari 2-3 kg/hari 2-3 kg/hari i. Hasil produksi 1-2 kg/hari 1-2 kg/hari 1-2 kg/hari j. Jumlah tenaga kerja 2 orang 2 orang 2 orang k. Tingkat pendidikan tenaga kerja Tidak SD tamat l. Pemasaran produk Pasar lokal * A, B dan C unit produksi ikan asap SD Pasar lokal SMP Pasar lokal Karakteristik pengolahan dan kondisi usaha berdasarkan pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pada umumnya pemilik dan tenaga kerja berpendidikan SD sampai SMP, namun pengalaman usaha yang dimiliki rata-rata di atas 10 tahun. Pengalaman berusaha yang cukup lama ini sangat mendukung kelancaran usaha pengolahan ikan asap. Kebutuhan bahan baku pada pengolahan ikan asap ini yaitu sebesar 2-3 kg/hari, sedangkan kapasitas produksi yang dihasilkan yaitu sebesar 1-2 kg/hari. Produksi ikan asap ini tergantung pada hasil tangkapan sendiri ataupun hasil tangkapan nelayan di sekitar tempat tinggal. Pemasaran ikan asap hasil olahan baru mencapai pasar lokal, umumnya dijual pada saat hari pasar atau dibeli langsung oleh para pengumpul ke tempat produksi.

3 Fasilitas Pengolahan Ikan Asap di Wilayah Teluk Petai Fasilitas Produksi Pengolahan ikan asap di daerah ini dilengkapi dengan sumber air, dan perlengkapan pengolahan ikan asap. Air yang digunakan berasal dari air sumur atau air danau yang terdapat di sekitar rumah pemilik industri. Air digunakan untuk mencuci bahan baku yang akan diolah. Peralatan pengolahan ikan asap di wilayah Teluk Petai terdiri dari: a) Media pengasapan Media tempat pengasapan terbuat dari kawat. Kawat ini dipasang di atas kayu yang sebelumnya dibuat sebagai penopang kurang lebih berjarak 1 meter dari tanah. Kawat yang digunakan merupakan kawat tipis yang mudah dibengkokkan. Media pengasapan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Media pengasapan. b) Tempat penyimpanan ikan sementara Tempat penyimpan ini berfungsi sebagai wadah ikan untuk penyimpanan sementara apabila ikan yang diperoleh cukup banyak, sedangkan wadah yang ada tidak mencukupi untuk pengolahan. Tempat penyimpanan ini terbuat dari bahan Styrofoam yang kemudian diberi es. Wadah penyimpanan sementara ini disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Tempat penyimpanan sementara.

4 21 c) Keranjang Keranjang digunakan sebagai wadah ikan asap. Keranjang ini terbuat dari bambu yang berkapasitas kurang lebih 10 kg dan berfungsi untuk menampung ikan sebelum diasap maupun produk yang siap dipasarkan. Keranjang yang digunakan pada proses produksi disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 Keranjang. d) Kayu bakar Kayu bakar yang digunakan biasanya berasal dari pohon rambutan yang sudah tua. Kayu tersebut dikeringkan dan digunakan sebagai kayu bakar dalam pembuatan ikan asap. Kayu bakar disimpan ditempat khusus penyimpanan kayu bakar yang diberi atap agar tidak basah pada saat hujan. Kayu bakar yang digunakan untuk proses pengasapan disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Kayu bakar untuk pengasapan Sanitasi pada pengolahan ikan selais asap di teluk petai Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dari tempat produksi, persiapan, penyimpanan, dan penyajian makanan serta air. Hal ini merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap kegiatan penyiapan

5 22 makanan, khususnya dalam cara penanganan pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan pada makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah kontaminasi kembali maupun kontaminasi silang (Winarno dan Surono 2004). Pengolahan ikan asap di wilayah Teluk Petai ini belum ada standar baku sanitasi yang diterapkan. Hal ini karena kurangnya pengetahuan para pekerja industri tentang teknik sanitasi serta kemungkinan belum adanya penyuluhan tentang pengolahan ikan asap dari pemerintah setempat. Pemilik usaha ikan asap melakukan proses produksi sesuai dengan yang diajarkan oleh orang tua mereka sebelumnya tentang pangasapan tanpa memperhatikan sanitasi pada saat pengolahan. Proses pengasapan dilakukan di halaman rumah sehingga tidak memerlukan bangunan khusus untuk proses produksi. Media yang digunakan untuk pengasapan juga tidak memerlukan desain khusus, media ini dibuat dengan seadanya yaitu kayu sebagai penopang dan kawat sebagai wadah peletakan ikan yang akan diasap, dengan ukuran kurang lebih 2 2 meter. Media ini diberi atap dari bahan plastik untuk melindungi bahan baku apabila tiba-tiba hujan turun. Pengolahan ikan asap disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Pengolahan ikan asap. Air merupakan komoditi yang sangat essensial dalam persiapan dan pengolahan pangan. Air ditujukan untuk pengolahan bahan pangan harus bebas dari bakteri patogen (Winarno dan Surono 2004). Industri rumah tangga ini menggunakan air yang berasal dari air danau dan air sumur. Air tersebut memiliki ciri-ciri tidak berbau, berwarna agak kekuningan dan tidak berasa. Air yang

6 23 digunakan untuk unit produksi tidak dilakukan proses filter terlebih dahulu, selain itu tidak dilakukan juga proses pengendapan, air yang ada langsung digunakan untuk pencucian ikan. Unit pengolahan harus memiliki tendon khusus untuk menampung air yang digunakan pada proses produksi serta memiliki sistem pembagian air yang jelas antara air untuk proses produksi, air minum serta keperluan lain (DKP 2007). Air yang digunakan untuk pencucian pada proses produksi disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 Air yang digunakan pada proses produksi. Permukaan yang kontak dengan produk antara lain keranjang, kawat media pengasapan, dan tangan para pekerja. Peralatan yang digunakan dicuci dengan air biasa tanpa menggunakan desinfektan yang dianjurkan, selain itu tidak dilakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui cemaran atau kontaminasi pada peralatan yang digunakan. Permukaan bahan yang kontak dengan produk di unit pengolahan harus terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus sehingga mudah dibersihkan dan didesinfeksi (DKP 2007). Peralatan dan perlengkapan unit pengolahan harus ditata sedemikian rupa sehingga terlihat jelas tahap-tahap proses yang menjamin kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan (DKP 2007). Peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada pross produksi belum ditata dengan baik untuk mencegah kontaminasi dan menjamin kelancaran proses. Peralatan yang digunakan pada tiap tahapan produksi tidak diberi tanda sehingga meningkatkan peluang terjadinya kontaminasi silang. Konstruksi media pengasapan didesain tanpa memperhatikan upaya pencegahan perpindahan kontaminan dari area yang kotor ke area yang bersih. Peralatan yang sebelumnya digunakan sebagai

7 24 penerimaan bahan baku digunakan juga sebagai wadah untuk penyimpanan produk yang sudah jadi. Para bekerja di pengolahan ikan selais asap tidak menggunakan pakaian khusus. Pakaian pekerja yang digunakan dicuci sendiri oleh para pekerja, karena merupakan unit pengolahan rumah tangga sehingga tidak ada fasilitas pencucian pakaian dari unit pengolahan. Kondisi higiene pekerja disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 Kondisi pekerja pengolahan ikan asap. Peralatan yang digunakan pada proses pengolahan dibersihkan sesudah proses oleh para pekerja. Keranjang, baskom, dan peralatan lain dibersihkan dengan air biasa tanpa disikat dan tidak menggunakan sabun. Proses pencucian seharusnya menggunakan air klorin untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari peralatan ke produk ikan asap yang dihasilkan. Menurut Huss et al. (2004) air pencucian yang digunakan untuk mencuci peralatan mengandung klorin maksimal 200 mg/l. Pencucian peralatan yang bersifat korosif menggunakan konsentrasi klorin yang rendah, yaitu sebesar mg/l dalam waktu menit selama digunakan. Desain bangunan unit pengolahan asap terbuka tanpa adanya pintu serta lantai yang terbuat dari tanah dapat menghambat proses sanitasi pada saat pengolahan ikan asap. Kontaminasi silang adalah pencemaran kembali produk pangan oleh cemaran-cemaran fisik, kimia atau biologis selama proses produksi berlangsung. Kontaminasi silang dapat terjadi karena pencemaran melalui air atau udara yang kotor, dan karena pencemaran lainnya (Rahayu 2002). Kontaminasi yang mungkin terjadi berasal dari wadah, media pengasapan, pakaian serta air yang digunakan oleh pekerja. Wadah yang tidak dibersihkan, media pengasapan

8 25 yang terbuat dari kawat yang mudah berkarat, pakaian yang digunakan serta air yang digunakan untuk pencucian ikan tidak sesuai dengan standar air bersih. Pekerja tidak mencuci tangan secara berkala selama proses produksi dilakukan. Pekerja hanya mencuci tangan pada awal produksi dengan menggunakan air biasa tanpa penambahan desinfektan yang dianjurkan. Tidak ada fasilitas bak cuci tangan khusus pada tempat produksi. Menurut Winarno dan Surono (2004) ruang pengolahan (proses) harus dilengkapi dengan bak cuci tangan minimal satu untuk setiap 10 orang karyawan. Para pekerja wajib mencuci tangannya dengan air klorin 10 mg/l setiap 1 jam (Huss et al. 2004) Penerimaan bahan baku Penerimaan bahan baku dengan cara ikan yang datang lebih awal diproses lebih dahulu, namun apabila bahan baku melebihi kapasitas produksi maka dilakukan penyimpanan dengan pemberian es. Bahan baku yang digunakan merupakan ikan dalam bentuk segar. Prosedur penanganan bahan baku pada pengolahan ikan asap tidak memenuhi persyaratan seperti penanganan yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan kerusakan fisik pada bahan baku yang akan diolah. Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang baik antara lain penanganan bahan baku yang diterima dari bagian penerimaan dengan hatihati untuk mencegah terjadinya kerusakan fisik pada bahan baku, kualitas serta size dari bahan baku yang diterima, serta sortasi dan penimbangan agar sesuai dengan spesifikasi (Junianto 2003). Bahan baku yang digunakan pada pengolahan ikan asap disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Bahan baku ikan asap.

9 Pencucian Proses pencucian dilakukan ketika ikan akan diproses setelah dilakukan penimbangan. Ikan dicuci dengan menggunakan air bersih tanpa penambahan klorin. Air yang digunakan harus melewati proses filtrasi dan disinfeksi sebelum digunakan dalam proses industri pengolahan. Kualitas air tersebut harus sama dengan kualitas air minum. menjelaskan air pencucian yang digunakan merupakan air dingin berklorin 5 mg/l. Pencucian ini bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme yang ada pada ikan selais (Huss et al. 2004) Pengasapan Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Pengasapan ikan bertujuan untuk mendapatkan daya awet yang dihasilkan asap, serta bertujuan untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli kemampuan daya awetnya (Adawyah 2007). Pengasapan ikan selais (O.hypophthalmus) diawali dengan pencucian ikan hasil tangkapan, kemudian ikan diberi garam secukupnya. Ikan yang sudah digarami diletakkan di atas kawat di media pengasapan, sebelumnya kayu dibakar terlebih dahulu setelah api tidak terlalu besar atau dalam bentuk bara ikan diletakkan di atas wadah. Proses pengasapan ini berlangsung selama lebih kurang 6 jam, dan dilajutkan keesokan harinya apabila ikan yang diasap masih basah. Proses pengasapan ini bisa berlangsung selama seminggu apabila cuaca kurang bagus. Komposisi kimia ikan asap disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia ikan asap Komposisi kimia Jenis Pangan Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar protein (%) Ikan asap selais 20,60 9,75 13,81 Lele dumbo asap* 55,02 4,91 12,30 Bandeng asap** ,5-5 - *sumber Rina Esminingtyas (2006); ** Adawyah (2007) 58, 68 23,

10 27 Komposisi kimia ikan asap selais yang diamati yaitu kadar air sebesar 20,60%. Air merupakan komponen dasar dari suatu bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua jenis makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan kadar air dalam bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 2008). Kandungan air dalam produk perikanan (segar) diperkirakan sebesar 70%-85% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Kandungan air yang terdapat pada ikan asap lebih sedikit daripada ikan segar karena adanya proses pemanasan yang berlangsung yang mengurangi kadar air pada bahan. Selain itu, penurunan kadar air yang terkandung dalam produk akibat perlakuan pengasapan disebabkan oleh terlepasnya molekul air dalam bahan. Hal ini berhubungan dengan pengaruh suhu yang diberikan yaitu semakin meningkat suhu maka jumlah rata-rata molekul air menurun dan mengakibatkan molekul berubah menjadi uap dan akhirnya terlepas dalam bentuk uap air (Winarno 2008). Kadar air ikan selais asap lebih kecil dibandingkan dengan produk ikan asap lain, misalnya bandeng asap sebesar 54%-59% (pengasapan tradisional cara panas) (Adawyah 2007), dan lele dumbo asap sebesar 55,02% (Esminingtyas 2006). Kadar abu yang diperoleh dari analisis kimia ikan selais asap yaitu sebesar 9,75%. Kadar abu ikan selais asap lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian pada beberapa jenis ikan asap yang lain menunjukkan kadar abu ikan bandeng asap sebesar 2,5-5% (pengasapan tradisional cara panas), sidat asap sebesar 0,6%-2,3% (pengasapan diatas tungku) (Adawyah 2007), namun lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar abu lele dumbo asap sebesar 55,02% (Esminingtyas 2006). Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008).

11 28 Kandungan lemak ikan asap selais yang diperoleh yaitu sebesar 13,81%. Kandungan lemak ikan selais asap ini tidak jauh berbeda dengan lemak pada lele dumbo asap yaitu sebesar 12,30% (Esminingtyas 2006). Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut organik non polar dan merupakan komponen utama dalam jaringan adipos (Arvanitoyannis et al. 2010). Lemak berfungsi sebagai sumber energi, pembentuk jaringan adipose, asam-asam lemak esensial (Gaman dan Sherrington 1992), pembentuk struktur tubuh, pengemulsi, prekursor, dan penambah cita rasa (Suhardjo dan Kusharto 1987). Kadar protein yang terdapat pada ikan asap selais cukup tinggi yaitu sebesar 54,68%. Protein ikan selais asap cukup tinggi dibandingkan kandungan protein bandeng asap sebesar 27%-40% (pengasapan tradisional cara panas), tripang asap sebesar 19,l3%-79,5% (pengasapan panas) (Adawyah 2007). Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2008). Suwandi (1990) menyatakan bahwa pemanasan dapat menyebabkan protein terkoagulasi dan terdenaturasi sehingga menjadi tidak larut. Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya adalah denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna dan pemutusan ikatan peptida. Perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan protein terkoagulasi (Winarno 2008) Penyimpanan dan distribusi produk Produk ikan asap yang sudah jadi disimpan di ruangan rumah para pekerja. Proses penyimpanan dilakukan sementara, tempat penyimpanan yang digunakan kurang saniter, tidak tertutup dan tidak dilengkapi alat pendingin. Produk ikan asap ini umumnya langsung dijual atau didistribusikan kepada konsumen. Distribusi ikan asap selais telah dilakukan dengan baik. Produk ikan asap tersebut dipasarkan oleh para pekerja. Sasaran dan lokasi pemasaran ikan asap

12 29 olahan industri rumah tangga di wilayah teluk petai yaitu pasar-pasar tradisional yang ada di daerah setempat. 4.4 Analisis Penyimpanan Ikan Selais Asap Ikan asap selais yang diperoleh dilakukan penyimpanan dan pengujian terhadap analisis mutunya. Analisis mutu terdiri dari uji organoleptik, uji fisik, uji kimia, dan uji mikrobiologi. Pengamatan dilakukan pada ikan asap selais (Ompok hypophthalmus) yang dijual ditiga pasar tradisional yang berbeda, yaitu pasar tradional pangkalan, pasar tradisional 50, dan pasar tradisional sail Uji organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui karakteristik ikan selais asap (O. hypophthalmus) yang dilakukan oleh beberapa orang panelis dengan menggunakan panca indera. Uji organoleptik dilakukan pada ikan selais asap (O. hypophthalmus) yang berasal dari tiga pasar tradisional yang berbeda, yaitu pasar tradional pangkalan, pasar tradisional 50, dan pasar tradisional sail. Hasil uji organoleptik ikan asap yang diamati disajikan pada Gambar Gambar 11 Diagram hasil uji organoleptik ikan asap; pasar 50 (P2); pasar sail (P3) Pasar pangkalan(p1); Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hasil uji organoleptik rasa, penmpakan, tekstur, jamur, lendir dan bau ikan selais dari pasar yang berbeda tidak berbeda nyata. Uji organoleptik yang dilakukan diketahui bahwa nilai untuk

13 30 uji bau, tekstur, jamur dan lendir pada masing-masing ikan yang diamati adalah sama, yaitu dengan nilai 8, 7, 9, dan 9. Bau ikan asap yang diamati yaitu bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam dan tanpa bau apek. Tekstur ikan asap yang diamati masih kompak, pada, kering, dan antar jaringan erat, untuk jamur dan lendir tidak ada pada ikan yang diamati. Penampakan ikan asap pada P1 dan P3 lebih disukai oleh para panelis dibandingkan ikan asap pada P2. Rasa ikan asap pada P1 lebih disukai oleh panelis dibandingkan ikan asap pada P2 dan P3, rasa ikan asap yang diamati cukup enak namun kurang gurih. Pengamatan pada penampakan, bau rasa dan tektur ikan asap selais yang diamati tidak jauh berbeda dengan deskripsi mutu ikan asap menurut Adawyah (2007) yaitu, bau asap lembut cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam dan tanpa bau apek. Tekstur ikan asap kompak, cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket. Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, dan tidak berasa tengik. Penampakan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap, serta pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir Total Plate Count (TPC) Mikrobiologis keberadaan mikroba dalam produk ikan selais asap digunakan sebagai parameter kebusukan untuk melihat tingkat kemunduran mutu produk dan tingkat kelayakannya untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi, penularan serta penjalaran kerusakan yang cepat (Muchtadi 2008). Hasil uji Total Plate Count (TPC) pada ikan selais asap selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu kulkas disajikan pada Gambar 12.

14 31 Log TPC e c d a a b b c d e H-0 H-5 H-10 H-15 H-20 Lama Penyimpanan (hari ke-) Gambar 12 Diagram nilai TPC selama penyimpanan pada suhu ruang dan kulkas; : suhu ruang : suhu kulkas Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan mikroba pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang pada hari ke-0 berbeda nyata dengan penyimpanan dari ke-5, 10, 15 dan 20 (P<0,05). Hasil uji total plate count penyimpanan suhu ruang setelah dilogaritma pada hari ke-0 (H0) sebesar 5,22, hari ke-5 (H5) 5,39, hari ke-10 (H10) 6,08, haru ke-15 (H15) 6,4 dan hari ke-20 (H20) 7,11. Hasil uji total plate count penyimpanan suhu kulkas setelah dilogaritma pada hari ke-0 (H0) sebesar 5,22, hari ke-5 (H5) 5,42, hari ke-10 (H10) 5,74, hari ke-15 (H15) 6,02 dan hari ke-20 (H20) 6,25. Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah mikroba makin bertambah seiring dengan lamanya waktu penyimpanan, dan terdapat perbedaan jumlah bakteri pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang dengan ikan asap yang disimpan pada suhu kulkas (10 o C). Jumlah mikroba pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang lebih banyak dibandingkan ikan asap yang disimpan pada suhu kulkas. Hal ini dapat terjadi karena faktor suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri atau mikroba (Kadir 2004). Suhu dan lama penyimpanan memberikan pengaruh pada jumlah kandungan mikroba ikan asap. Peningkatan jumlah mikroba ini terjadi karena tidak ada yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada suhu ruang. Mikroba tersebut dapat terus berkembang biak, sehingga jumlahnya akan meningkat selama bahan melalui masa penyimpanan (Forsythe and Hayes 1998).

15 32 Jumlah mikroba yang diketahui setelah dilakukan penyimpanan selama 20 hari yaitu sebesar 1, CFU/mL pada suhu ruang dan sebesar 1, CFU/mL pada suhu kulkas. Berdasarkan persyaratan mutu yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional Indonesia (SNI ) bahwa jumlah bakteri maksimum ikan asap adalah 5 x 10 5 koloni /gram. ICMSF (1986) diacu dalam Mexis et al. (2009) menyatakan bahwa batas atas mikrobiologi produk makanan nilai TPC tidak boleh lebih dari 7 log cfu/gram. Jumlah kandungan mikroba pada ikan selais asap yang disimpan pada suhu kulkas (10 o C) akan lebih bersifat dorman, dimana aktivitas metabolisme akan terhambat sehingga proses pembelahan selnya juga akan terhambat (Kadir 2004). Dengan demikian jumlah sel mikroba pada suhu rendah akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Penggunaan suhu rendah mempunyai pengaruh terhadapprosesproses kimiawi, enzimatis dan mikrobiologis yaitu mampu menghambatatau mencegah reaksi kimia, aktivitas enzim dan mikroorganisme (Suryo 2005). Ikan asap disimpan dalam ruangan yang terlindung dari penyebab-penyebab yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk misalnya panas, insekta dan binatang pengerat. Kelembaban udara ruangan dijaga serendah mungkin, untuk memperpanjang daya simpan pada ruang dengan suhu dingin atau beku (SNI 2009). Ikan asap yang disimpan pada suhu yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba, maka mikroba akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh dan berkembang, dan sebaliknya apabila suhu penyimpanan cukup menunjang, maka dalam waktu singkat mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat (Kadir 2004). Pada ikan selais juga dilakukan uji mikrobiologi bakteri E. coli. Berdasarkan hasil pengujian, tidak terdapat E. coli pada ikan asap selais yang diamati. Menurut persyaratan mutu dan kemanan pangan bardasarkan SNI :2009 jumlah bakteri E. coli pada ikan asap maksimal kurang dari 3 APM/g. Bakteri E. coli tidak ditemukan pada sampel selais asap karena adanya proses pemanasan yang dilakukan yang dapat membunuh bakteri E. coli. Menurut Faith et al. (1998) pertumbuhan E. coli dapat direduksi apabila dilakukan pemanasan pada suhu 60 o C selama 10 jam.

16 Total Volatile Base (TVB) Penentuan kadar TVB merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat kebusukan produk. Basa-basa volatile pada dasarnya terbentuk dari degradasi protein atau derivatnya dari senyawa nitrogen lainnya yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. TVB meliputi amonia, dimethylamine dan trimethylamine (Jay 2000). Uji TVB dilakukan terhadap ikan selais asap untuk mengetahui tingkat kebusukan ikan asap yang diamati serta pengaruh penyimpanan terhadap tingkat kebusukan ikan asap. Hasil uji TVB ikan selais asap pada suhu ruang dan suhu kulkas disajikan pada Gambar 13. Nilai TVB a a a a a a a a a a H-0 H-5 H-10 H-15 H-20 Lama Penyimpanan (hari ke-) Gambar 13 Diagram nilai TVB selama penyimpanan pada suhu ruang dan kulkas; :suhu ruang : suhu kulkas Hasil uji statistik menunjukkan bahwa total volatile base pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang dan kulkas tidak memiliki perbedaan yang nyata pada penyimpanan hari ke-0, 5, 10, 15 dan hari ke-20. Hasil uji TVB ikan selais asap pada suhu ruang hari ke-0 (H0) sebesar 33,06 mgn%, hari ke-5 (H5) 36,98 mgn%, hari ke-10 (H10) 28,57 mgn%, haru ke-15 (H15) 43,43 mgn% dan hari ke-20 (H20) 35,86 mgn%. Hasil uji TVB ikan selais asap pada suhu kulkas hari ke-0 (H0) sebesar 33,06 mgn%, hari ke-5 (H5) 54,04 mgn%, hari ke-10 (H10) 52,95 mgn%, haru ke-15 (H15) 36,42 mgn% dan hari ke-20 (H20) 53,23 mgn%. Nilai TVB ikan asap yang disimpan pada suhu ruang dan suhu kulkas berubah secara tidak konstan. Hal ini dapat terjadi karena unsur-unsur kimia asap yang melekat pada asap sudah mulai berkurang, sehingga nilai TVB yang

17 34 diperoleh lebih tinggi. Selain itu,pengambilan secara acak pada sampel yang diamati, serta pengujian TVB tidak dilakukan pada satu ekor ikan melainkan beberapa ekor ikan, ada kemungkinan ikan yang diamati tidak mengalami proses pengasapan secara sempurna sehingga mempengaruhi nilai TVB yang diperoleh. Zat-zat protein dalam daging ikan semakin kompak, jaringan daging ikan asap menjadi kuat. Hal ini kemungkinan menyebabkan suhu penyimpanan tidak begitu berpengaruh terhadap kualitas fisik ikan asap karena masih adanya unsurunsur kimia asap yang terdapat pada ikan selais asap itu sendiri, sehingga penyimpanan yang dilakukan pada suhu yang berbeda tidak berpengaruh secara nyata pada ikan selais asap. Lama penyimpanan akan memberikan pengaruh terhadap kualitas fisik ikan selais asap apabila unsur-unsur kimia asap yang terdapat pada ikan asap sudah mulai hilang sehingga menyebabkan nilai ph, TVB menjadi meningkat dan nilai organoleptik menjadi menurun (Sutoyo 1986 dalam Kadir 2004). Ikan selais asap yang disimpan pada suhu ruang masupun suhu kulkas masih layak konsumsi, karena nilai total volatile base (TVB) yang diperoleh kurang dari mgn%. Batas kadar TVB dalam daging ikan olahan yang masih layak konsumsi yaitu mgn% (Yanti dan Rochima 2009) Aktivitas air (a w ) Aktivitas air bahan pangan adalah jumlah air bebas yang terkandung dalam bahan pangan, yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aktivitas air (a w ) merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan pangan karena aktivitas air dapat menggambarkan kebutuhan bakteri akan air. Aktivitas air adalah tekanan uap air yang terdapat dalam makanan dibagi dengan tekanan uap air dari air murni, pada suhu yang sama (Winarno 2007). Hasil uji aktivitas air ikan selais asap pada suhu ruang dan suhu kulkas disajikan pada Gambar 14.

18 35 Nilai Aw 0, , , , , , , , , d c c b b b a a a a H-0 H-5 H-10 H-15 H-20 Lama Penyimpanan (hari ke-) Gambar 14 Diagram nilai a w selama penyimpanan pada suhu ruang dan kulka; : suhu ruang : suhu kulkas Hasil uji statistik menunjukkan bahwa aktivitas air pada ikan asap yang disimpan pada suhu ruang pada hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-5, namun berbeda nyata dengan aktivitas air ikan asap yang disimpan pada hari ke-10, ke-15 dan ke-20 (P<0,05). Hasil uji a w pada hari ke-0 (H0) sebesar 0,703, hari ke-5 (H5) 0,706, hari ke-10 (H10) 0,741, hari ke-15 (H15) 0,753 dan hari ke-20 (H20) 0,783. Aktivitas air pada ikan asap yang disimpan pada suhu kulas pada hari ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan dari ke-5 (P>0,05), namun berbeda nyata dengan aktivitas air ikan asap yang disimpan pada hari ke-10 (P<0,05). Penyimpanan ikan asap selais hari ke-10 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan hari ke-15 (P>0,05), namun berbeda nyata dengan penyimpanan pada hari ke-20 (P<0,05). Hasil uji a w pada hari ke-0 (H0) sebesar 0,689, hari ke-5 (H5) 0,693, hari ke-10 (H10) 0,743, hari ke-15 (H15) 0,753 dan hari ke-20 (H20) 0,774. Kandungan air suatu bahan tidak dapat digunakan sebagai indikator nyata dalam menentukan ketahanan simpan. Aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimia. Air yang terkandung dalam bahan pangan, apabila terikat kuat dengan komponen bukan air lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik (Syarief dan Halid 1993). Lupin 1986 dalam Soedarto dan Puntodewo (2008) menyatakan bahwa kegiatan

19 36 mikroorganisme dapat dihentikan pada a w 0,6 dan pada a w 0,5 mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Kerusakan produk perikanan secara mikrobiologis dan biokimia semuanya tergantung pada suhu dan aktivitas air. Jadi dapat diketahui bahwa kestabilan mikroba tergantung pada a w dan akan mempengaruhi keaktifan metabolisme dan kemampuan dalam kelanjutan hidupnya (Pullman 2003). Nilai a w pada tiap jenis makanan berbeda, makanan dengan kandungan air yang tinggi jika jumlah air lebih besar daripada jumlah padatan maka nilai a w mendekati atau sama dengan satu. Jika kandungan air lebih rendah daripada padatan, a w lebih rendah dari 1,0 dan pada kandungan air lebih rendah dari sekitar 50% maka nilai a w menurun dengan cepat dan hubungan antara kandungan air dengan kelembaban nisbi dinyatakan dengan isoterm sorpsi (Canovas et al. 2007).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Selain mutu proteinnya tinggi, daging juga mengandung asam amino essensial yang lengkap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan dilakukan kajian pembuatan manisan pala untuk kemudian dikalengkan. Manisan pala dibuat dengan bahan baku yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tahu merupakan makanan yang biasa dikonsumsi bukan hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat Asia lainnya. Masyarakat Indonesia sudah sangat lama mengkonsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR Ridawati Marpaung 1 Asmaida Abstract Penelitian ini bertujuan melakukan analisis organoleptik dari hasil olahan sosis ikan air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam

BAB V PEMBAHASAN. Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Proses fermentasi tempe dimulai dari fase pertumbuhan cepat (0-30 jam BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Tempe Berbahan Baku Biji Cempedak Terhadap Kualitas Fisik Dan Organoleptik. Perlakuan lama waktu fermentasi sangat berpengaruh nyata terhadap kualitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging broiler merupakan komoditas yang banyak diperdagangkan dan sangat diminati oleh konsumen karena merupakan sumber protein hewani yang memiliki kandungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan

BAB I PENDAHULUAN. pangan adalah mencegah atau mengendalikan pembusukan, dimana. tidak semua masyarakat melakukan proses pengawetan dengan baik dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Afrianto (2002), banyak bahan makanan yang mudah busuk atau tidak tahan lama sehingga terbatasnya lama penyimpanan dan daerah pemasarannya tidak begitu luas.

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia, di Indonesia banyak sekali makanan siap saji yang dijual di pasaran utamanya adalah makanan olahan daging.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table ini. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil perhitungasn jumlah bakteri pada ikan cakalang yang disimpan pada suhu freezer selama 5 hari, 10 hari, 15 hari dan 20 hari dapat dilihat pada table

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK

PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL. Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK PERAN TAWAS TERHADAP PERURAIAN PROTEIN IKAN TONGKOL Nurrahman* dan Joko Teguh Isworo* ABSTRAK Beberapa produsen ikan asap di daerah Bandarharjo Semarang menggunakan tawas sebagai perendam ikan sebelum

Lebih terperinci

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN

STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN STUDI MUTU PRODUK IKAN JAPUH (Dussumieria acuta C.V.) ASAP KERING INDUSTRI RUMAH TANGGA DI DESA TUMPAAN BARU, KECAMATAN TUMPAAN Gordianus P Lombongadil, Albert R Reo dan Hens Onibala Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL

Tabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora

9/6/2016. Hasil Pertanian. Kapang; Aspergillus sp di Jagung. Bakteri; Bentuk khas, Dapat membentuk spora KULIAH KE 8: PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN & NILAI TAMBAH TIK: Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan berbagai teknologi pasca panen untuk memberi nilai tambah. Agricultural

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Sapi Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HIBAH STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009

LAPORAN AKHIR HIBAH STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 LAPORAN AKHIR HIBAH STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 PENINGKATAN KEAMANAN PANGAN PADA PROSES PEMINDANGAN IKAN MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI COOKER BOX, TROLLEY, DAN COLDBOX INSULATED DI KECAMATAN NGULING,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN

PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN PENGENDALIAN HACCP PADA PENGALENGAN IKAN Oleh: Amanda Gabriella Chandra (6103008080) Ivana Halingkar (6103008103) Lita Kuncoro (6103008104) Catherine Tanaya (6103008105) PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT

The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The Study of Catfish (Pangasius hypophthalmus) Freshness by Handling with Different Systems By Yogi Friski 1 N. Ira Sari 2 and Suparmi 2 ABSTRACT The objective of this research was to determine the differences

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci