HASIL DAN PEMBAHASAN. Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Wilayah Desa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Wilayah Desa"

Transkripsi

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Girikerto merupakan sebuah desa di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Wilayah Desa Girikerto sebelah Utara berbatasan dengan Gunung Merapi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Donokerto dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Wonokerto. Desa Girikerto terbagi menjadi 13 Padukuhan, yaitu Padukuhan Ngandong, Nganggring, Kloposawit, Kemirikebo, Sukorejo, Pancoh, Nangsri, Bangunmulyo, Babadan, Glagahombo, Daleman, Surodadi Lor, dan Karanggawang. Topografi Desa Girikerto berada di kaki/lereng gunung Merapi, terletak pada ketinggian mdpl dengan ketinggian tersebut sebagian besar wilayahnya adalah pertanian. Curah hujan rata-rata mm per tahun dengan suhu udara C. Kondisi tanah di wilayah Desa Girikerto merupakan daerah perbukitan/ pegunungan yang subur dengan struktur tanah yang merupakan tanah berpasir dan berbatu cadas. Lokasi Desa Girikerto mudah dijangkau semua kendaraan baik mobil maupun motor, karena akses jalan ke Desa Girikerto yang dilalui semuanya sudah beraspal. Desa Girikerto memiliki pemandangan indah di sekelilingnya berupa sawah yang hijau dan hamparan kebun salak pondoh. Luas wilayah Desa Girikerto 1.309,788 Ha. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.

2 38 Tabel 1. Luas Wilayah Desa Girikerto No Penggunaan Lahan Luas Ha % 1 Sawah 354,63 27,08 2 Tegalan 384,40 29,35 3 Jalan dan Sungai 70,00 5,34 4 Pemukiman 263,24 20,1 5 Hutan Lindung 237,51 18,13 Jumlah 1.309, ,00 Sumber: Profil Desa Girikerto Tahun 2014 Penggunaan lahan terluas digunakan untuk ladang/tegalan sebanyak 29,35%. Ladang dimanfaatkan penduduk desa untuk berkebun, bercocok tanam dan beternak. Sebagian ladang dimanfaatkan oleh penduduk untuk ditanami hijauan sebagai pakan ternak. Desa Girikerto merupakan wilayah agraris yang subur sehingga hampir semua penduduknya bersawah, berkebun dan beternak. Tanaman yang menjadi komoditas utama adalah salak pondoh sedangkan tanaman lain yaitu sayur-sayuran, ketela pohon, sengon, kaliandra dan rumput-rumputan Keadaan Penduduk Wilayah Penelitian Secara umum, masyarakat di Desa Girikerto sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani/peternak. Data mengenai jenis mata pencaharian atau pekerjaan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.

3 39 Tabel 2. Jenis Mata Pencaharian atau Pekerjaan Penduduk Desa Girikerto No Jenis Pekerjaan Orang % 1 Petani/ PNS/TNI/POLRI 62 2,37 2 Karyawan Swasta 142 6,30 3 Petani/Peternak ,50 4 Pedagang 149 6,60 5 Usaha sendiri/wiraswasta 43 1,90 6 Lain-lain 135 6,00 Jumlah ,00 Sumber: Profil Desa Girikerto Tahun 2014 Jumlah penduduk dengan mata pencaharian terbanyak di Desa Girikerto adalah petani/peternak. Hal ini didukung luasnya lahan sawah dan tegalan/ladang yang mendominasi sebagian besar wilayah Desa Girikerto. Penduduk Desa Girikerto sebagian besar beternak kambing PE (Peranakan Ettawa) karena desa ini terkenal dengan desa agrowisata kambing PE. Sebagian besar penduduk desa ini menjadikan peternakan Kambing PE sebagai mata pencaharian pokok. Selain itu, peternak memperoleh kemudahan dalam mencari hijauan makanan ternak karena sebagian ladang dimanfaatkan untuk ditanami rumput dan hijauan Keadaan Peternakan Wilayah Penelitian Desa Girikerto merupakan sentra peternakan di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman terutama kambing, di wilayah ini terdapat banyak kelompok peternak kambing PE, koperasi pengolahan susu kambing PE maupun usaha komersil kambing PE. Data mengenai populasi ternak di Desa Girikerto dapat dilihat pada Tabel 3.

4 40 Tabel 3. Populasi Ternak di Desa Girikerto No Jenis Ternak Populasi (Ekor) 1 Ayam Buras Kambing Itik Sapi Domba Kerbau 147 Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan komoditi unggulan di Desa Girikerto. Usaha pemeliharaan kambing PE telah menyatu dalam sistem usahatani di masyarakat pedesaan salah satunya di desa ini. Limbah ternak kambing PE sangat dibutuhkan petani untuk menjaga kesuburan tanahnya, karena umumnya petani atau peternak kambing di desa ini berada di wilayah lahan kering. Kondisi tersebut telah menunjukkan adanya integrasi usaha antara pemeliharaan ternak dengan usahatani tanaman. Usaha peternakan kambing PE secara ekonomis memiliki peran strategis didalam sistem usahatani di wilayah Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Keadaan ini ditunjang oleh penjualan produk peternakan berupa cempe yang tidak mengalami kesulitan dan nilai jual ternaknya cukup tinggi. Umumnya petani atau peternak memelihara induk kambing untuk menghasilkan anakan sebagai komoditi perdagangan selain untuk menghasilkan pupuk kandang yang bermanfaat sebagai pupuk organik untuk meningkatkan produktivitas lahan. Usaha peternakan kambing PE di Desa Girikerto berintegrasi dengan tanaman salak pondoh. Kontribusi pendapatan yang diberikan dari usaha peternakan kambing PE di Desa Girikerto sekitar 46,71% sedangkan tanaman

5 41 salak pondoh memberikan kontribusi pendapatan sebesar 53,29% dari total pendapatan (Musofie, 2000). 4.2 Identitas Informan Informan terdiri dari anggota Kelompok Mandiri yang mengikuti pola bagi hasil anakan. Data identitas informan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Informan No Nama Lama mengikuti pola bagi hasil Pendidikan Pengalaman Beternak Umur (Tahun) (Tahun) (Tahun) Pekerjaan Utama 1 Hardono 3 SMP 5 36 Peternak Buruh 2 Widayadi 2 SMP 8 45 Bangunan 3 Triana 7 SMA Peternak 4 Mardi 2 SD 2 37 Peternak 5 Soeparno 10 SMA Peternak Peternak yang mengikuti pola bagi hasil anakan terdiri dari 5 orang yaitu Bapak Hardono, Widayadi, Triana, Mardi dan Soeparno. Mengelola usaha peternakan lebih didasarkan pada pengalaman dan pola berpikir peternak. Berdasarkan pengalaman beternak informan berkisar 2-27 tahun. Lestari (2009) menyatakan bahwa pengalaman peternak dalam menjalankan usahanya akan memudahkan dalam mengatasi masalah dan pengambilan keputusan, serta menentukan berhasil tidaknya seorang peternak mengusahakan suatu jenis usaha tani. Dengan pengalaman beternak yang cukup lama memberikan indikasi bahwa

6 42 pengetahuan dan ketrampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan ternak mempunyai kemampuan yang lebih baik. Usia peternak berhubungan dengan kemampuan fisik dalam melakukan segala aktivitas. Kemampuan fisik peternak yang tua (lebih dari 65 tahun) relatif menurun daripada peternak yang berada pada kisaran umur produktif. Usia peternak yang mengikuti pola bagi hasil anakan adalah usia produktif terletak pada kisaran tahun. Usia produktif sangat penting dalam pengembangan suatu usaha peternakan khususnya usaha peternakan kambing karena mampu mengkoordinasi dan mengambil langkah yang efektif (Makatita, 2013). Tingkat pendidikan informan yaitu satu orang SD, dua orang SLTP dan dua orang SLTA. Pada umumnya, tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir seseorang. Pendidikan yang relatif tinggi dan usia lebih muda menyebabkan petani / peternak memiliki pemikiran yang luas (Makatita, 2013). Hal ini sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan bahwa tingkat pendidikan lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap pola bagi hasil, sehingga pengetahuan dan wawasan informan lebih luas serta dapat mengambil keputusan yang tepat. Hal ini berbeda dengan pendapat Noviana (2013), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu berhubungan dengan kesuksesan seorang peternak dalam menjalankan usahanya. Seorang peternak dengan pendidikan yang lebih tinggi belum tentu bisa mencapai kesuksesan dibanding peternak lainnya yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Selain pendidikan formal yang pernah diikuti oleh informan, pendidikan non-formal seperti pelatihan atau penyuluhan peternakan juga diberikan oleh pihak pemerintah. Salah satu penyuluhan yang pernah diikuti informan yaitu pelatihan inovasi teknologi model pengembangan

7 43 pertanian bioindustri berbasis integrasi kambing dan salak oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Kementrian Pertanian, Yogyakarta. Kegiatan penyuluhan dilakukan setahun sekali dan untuk 5 tahun kedepan difokuskan pada pelatihan pembuatan POP (Pupuk Organik Padat) dan POC (Pupuk Organik Cair). Hasil pengolahan limbah kambing PE dimanfaatkan untuk tanaman salak pondoh sehingga adanya integrasi antara peternakan kambing PE dengan pertanian khususnya tanaman salak pondoh. Tujuan pelatihan atau penyuluhan untuk membekali peternak kambing perah dengan keahlian dan keterampilan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu para peternak anggota kelompok Mandiri untuk terus mengembangkan usaha kambing perahnya. 4.3 Profil Kelompok dan Investor Pola bagi hasil sudah berjalan sejak kelompok didirikan. Mekanisme pembagian hasil ditentukan oleh pengurus kelompok. Gambaran profil kelompok sebagai berikut. 1. Nama Kelompok : Mandiri 2. Didirikan : Tahun Jumlah Anggota : 57 orang 4. Jumlah Ternak : 700 ekor (Induk dan Anakan) 5. Nama Ketua : Tamto 6. Bendahara : Suparno dan Giyatno 7. Sekretaris : Triyono dan Sutaryono 8. Alamat Sekretariat : Nganggring Girikerto Turi Sleman Yogyakarta Kelompok Mandiri didirikan tahun 1988 dengan populasi awal ternak kambing PE sebanyak 14 ekor dengan rincian 10 ekor kambing betina dan 4 ekor

8 44 jantan yang berasal dari bantuan Presiden Soeharto. Lahan untuk kandang memanfaatkan tanah desa milik pemerintah Propinsi Yogyakarta yang dikuasakan untuk dikelola oleh kelompok. Harga sewa tanah untuk lahan kandang Rp / tahun yang dibayar melalui kelompok. Anggota membayar iuran setiap bulannya dari hasil penjualan anakan maupun susu sebesar 1%, sehingga dari biaya iuran tersebut digunakan kelompok untuk keperluan perbaikan sarana dan prasana kandang serta biaya sewa tanah, listrik dan lain sebagainya. Tujuan pembentukan kelompok adalah memudahkan kegiatan operasional anggota agar efisien sehingga anggota dapat berkomunikasi dan bertukar informasi dengan anggota lainnya, selain itu dengan dibuatnya kandang dalam satu kawasan lebih menjamin kebersihan dan kesehatan. Kelompok Mandiri sudah mempunyai pasar ternak yang berada di sebelah kandang kelompok untuk menunjang kegiatan pemasaran ternak. Pasar ternak dibuka setiap hari rabu, sehingga memudahkan anggota dalam menjual dan membeli kambing. Produk susu yang dihasilkan dikelola oleh ketua kelompok dan sudah mempunyai pangsa pasar sendiri. Produk olahan susu kambing PE tersebut berupa susu bubuk aneka rasa dengan berbagai kemasan. Rata-rata setiap bulannya produk susu bubuk terjual sebanyak 2 kuintal. Bahan baku berupa susu segar didapat dari beberapa anggota dan wilayah di Kabupaten Sleman lalu diolah oleh kelompok dan kemudian dikirim ke beberapa wilayah didalam maupun diluar kota Sleman. Investor bagi hasil berasal dari wilayah Yogyakarta dan dari luar wilayah Yogyakarta seperti Solo dan Medan. Investor yang berada di luar kota merupakan saudara atau kenalan dari peternak ataupun pernah tinggal di kota Sleman. Investor menyerahkan induk betina yang sudah pernah beranak ataupun dara siap kawin kepada peternak atau mengirimkan uang untuk dibelikan induk kambing

9 45 sesuai kriteria bagi investor yang berasal dari luar Yogyakarta. Investor menggaduhkan induk kambing betina sebanyak 1-7 ekor. Alasan investor mengikuti pola bagi hasil anakan yaitu ingin menolong peternak meningkatkan populasi kambing dibandingkan dengan menyimpan modalnya di Bank dan lebih menguntungkan. Investor yang mengikuti pola bagi hasil anakan bersifat individu sehingga orang yang mempunyai modal dapat bekerjasama dengan peternak mengikuti aturan pembagian hasil dari kelompok. Adapun pola bagi hasil yang dijalankan peternak dengan investor tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Pola Bagi Hasil di Kelompok Mandiri N o Nama Investor 1 Rahmat Nama Peternak Widayad i Milik Sendiri (ekor) 7 indukan Jumlah kambing Pola bagi hasil (Gaduhan) (ekor) Hasil dari gaduhan terakhir (ekor/kelahiran ) Jangka Waktu 3 induk betina 6 anakan 2 tahun 2 Risal Hardono 0 7 induk betina 14 anakan 2 tahun 3 Panjoro Hardono 0 4 Marik Soeparno 2 indukan 1 dara siap kawin 1 anakan 8 bulan 4 induk betina 8 anakan 2 tahun 5 Marjo Mardi 0 2 induk betina 4 anakan 2 tahun 6 Andi Mardi 0 2 induk betina 4 anakan 2 tahun 7 Budi Mardi 0 1 induk betina - 8 Tamto Triana 3 indukan 1 induk betina 1 anakan 8 bulan -

10 46 Investor yang mengikuti pola bagi hasil sebanyak 8 orang ( satu orang dari Medan, satu orang dari Solo dan 6 orang dari Sleman) dengan 5 orang peternak penggaduh. Pada awal kerjasama, terdapat 3 orang peternak yang telah memiliki kambing yaitu Bapak Widayadi, Bapak Soeparno dan Bapak Triana dengan pemilikan ternak sebanyak 2-7 ekor induk. Investor yang menggaduhkan kambing sebanyak 1-4 ekor hanya mengambil bagi hasil anakan sehingga keuntungan hasil susu dapat dimanfaatkan peternak untuk menambah pendapatan, namun ada juga investor yang mengambil bagi hasil anakan dan bagi hasil susu, karena jumah kambing yang digaduhkan ada 7 ekor induk. Jangka waktu pelaksanaan pola bagi hasil sudah berjalan selama 2 tahun dan paling sedikit selama 8 bulan pemeliharaan. Hasil cempe yang diterima peternak pun berbeda-beda tergantung jumlah ternak yang digaduhkan dan litter size. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, jumlah anak per kelahiran (litter size) sebanyak 2 ekor. Sebagai contohnya adalah Bapak Widayadi memperoleh hasil gaduhan terakhir sebanyak 6 ekor cempe / kelahiran dari 3 ekor induk yang digaduhkan, sehingga 1 ekor induk mempunyai besar litter size sebanyak 2 ekor cempe. Produksi susu yang dihasilkan` rata-rata sebanyak 1 liter/hari, selain mendapatkan keuntungan bagi hasil anakan, peternak juga memperoleh keuntungan berupa hasil susu yang dapat dijual oleh peternak dengan harga Rp /liter melalui koperasi pengolahan susu yang ada di kelompok. Berdasarkan wawancara dengan informan pemerahan induk baru dilakukan saat cempe berumur 2 bulan dan diperah saat sore hari. Hal ini sesuai pernyataan Asih (2004) bahwa pada kambing perah penyapihan harus dilakukan lebih awal tanpa mengganggu pertumbuhan anaknya agar kelebihan produksi induk dapat

11 47 dimanfaatkan oleh peternak untuk meningkatkan pendapatan atau keperluan gizi keluarga Gambaran Umum Pola Bagi Hasil di Kelompok Mandiri Pola bagi hasil pada Kelompok Mandiri dikenal di kalangan peternak dengan sebutan gaduhan. Aturan bagi hasil ditetapkan atas dasar musyawarah bersama dengan pengurus maupun anggota. Adapun sistem bagi hasil pertama dibentuk yaitu 50:50 dengan cara membagi cempe untuk petenak dan investor sedangkan induk kambing tetap milik investor. Jika induk kambing beranak dua ekor cempe maka investor dan peternak mendapatkan masing-masing satu ekor namun bagi hasil 50:50 dirasa merugikan peternak dikarenakan peternak membiayai sarana produksi mulai dari kandang, pakan dan kesehatan sedangkan investor hanya menyediakan kambing. Tahun 2013 aturan sistem bagi hasil pada kelompok Mandiri mengalami perubahan yaitu 60 : 40. Persentase pembagian hasil berdasarkan biaya sarana produksi yang ditanggung peternak sehingga 60% penjualan anakan untuk peternak dan 40% untuk investor. Perjanjian pola bagi hasil tidak dibuat secara tertulis melainkan hanya secara lisan dengan mengandalkan keterbukaan dan kepercayaan akan tetapi beberapa syarat harus diikuti oleh peternak yaitu mempunyai kandang, memberikan fotokopi KTP dan nomor telepon pribadi kepada investor. Pola bagi hasil yang dijalankan selama ini belum menerapkan sanksi karena peternak bertanggung jawab memelihara ternaknya dengan baik sehingga mendapatkan kepercayaan dari investor. Peternak maupun investor sama-sama mengikuti aturan dari kelompok, seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan :

12 48 Sementara ini belum ada sanksi dari kelompok, hanya kesepakatan antara pemilik modal dan peternak, jadi selama ini belum ada sanksi yang diterapkan (T, 44 Tahun). Faktor yang membentuk adanya pola bagi hasil di Kelompok Mandiri adalah faktor ekonomi. Adanya pola bagi hasil dengan sistem gaduhan sangat membantu peternak sehingga peternak tetap memelihara kambing PE dengan hanya mengeluarkan modal kandang dan pakan ternak. Keuntungan yang diperoleh peternak berasal dari penjualan bagi hasil anakan setiap enam bulan atau setahun sekali, hasil susu yang dapat dijual per hari serta feses digunakan untuk pupuk. Keuntungan investor yaitu memperoleh bagi hasil anakan dengan menginvestasikan uangnya dalam bentuk ternak dan menambah pengetahuan mengenai usaha peternakan kambing PE. Peternak dan investor memperhitungkan risiko usaha yang kemungkinan terjadi seperti ternak mati. Jika anakan ada yang mati maka kedua belah pihak menanggung kerugian bersama. Peternak juga dapat mengembalikan ternak kepada investor karena pertimbangan biaya ekonomi begitupun sebaliknya investor dapat mengambil kembali kambing yang telah diserahkan kepada peternak. 4.5 Respon Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Anakan Usaha Ternak Kambing Perah Respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah di Kelompok Mandiri dikaji dari respon tertutup (covert) meliputi pengetahuan (kognisi) dan sikap (afeksi) serta respon terbuka (overt) meliputi tindakan (psikomotorik).

13 4.5.1 Pengetahuan Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Usaha Ternak Kambing Perah Berdasarkan hasil wawancara dan analisis data diketahui beberapa aspek tingkat pengetahuan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah yang meliputi makna, hak dan kewajiban serta perjanjian dari pola bagi hasil. Tingkat pengetahuan peternak terhadap pola bagi hasil usaha ternak kambing perah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Respon Pengetahuan (Kognisi) Peternak Terhadap Pola Bagi Hasil 49 No Pengetahuan Konsep Standar Pengetahuan Peternak 1 Makna pola bagi hasil Pola kemitraan dengan keuntungan yang diperoleh Peternak sudah memahami makna berdasarkan pada pola bagi hasil : presentase yang disepakati bersama terutama pola bagi hasil anakan dengan bagi hasil 60% : 40%, adapun Pembagian hasil keuntungan terutama anakan. Bagian keuntungannya rincinannya 60% untuk ditetapkan 60% : 40% peternak dan 40% untuk investor. teruatama untuk anakan dengan rincian 60% untuk peternak dan 40% untuk investor. 2 Hak dan Kewajiban (1) Investor berhak memperoleh bagi hasil dan mengambil kembali kambing dan memberikan saran serta masukan. (2) Peternak berhak memperoleh bagi hasil dan mengembalikan ternak atas dasar pertimbangan ekonomi. (3) Kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat, mengontrol ternak dan mengusulkan penjualan. (4) Kewajiban peternak memelihara ternak dengan baik, Peternak sudah memahami hak dan kewajiban : (1) Investor dan Peternak berhak memperoleh bagi hasil. (2) Kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat, mengontrol ternak dan mengusulkan penjualan. (3) Kewajiban peternak memelihara ternak dengan baik dan menyediakan sarana produksi, melaporkan perkembangan ternak dan memberitahukan

14 50 menyediakan sarana produksi, melaporkan perkembangan ternak dan memberitahukan rencana penjualan. rencana penjualan 3 Perjanjian kerjasama Perjanjian pola bagi hasil terdiri dari pembagian keuntungan dan resiko usaha, harga jual ternak/ harga dasar sarana produksi, jaminan pemasaran, penetapan standar mutu ternak dan mekanisme pembayaran. Peternak sudah memahami perjanjian pola bagi hasil : pembagian keuntungan dan resiko usaha, jaminan pemasaran,.harga jual ternak, pengembalian ternak dan mekanisme pembayaran Peternak yang mengikuti pola bagi hasil di kelompok Mandiri memahami makna pola bagi hasil yaitu pembagian keuntungan yang ditetapkan masingmasing pihak terutama bagi hasil anakan, seperti yang diungkapkan salah satu informan : Sistem bagi hasil dengan keuntungan 60:40 untuk anakan, jika beranak satu atau dua sama saja bagi hasilnya 60:40. (W,45 Tahun) Di kalangan masyarakat pedesaan tidak saja berlaku adat perjanjian bagi hasil tanah pertanian, tetapi juga berlaku perjanjian bagi hasil pemeliharaan ternak. Suatu perjanjian bagi hasil ternak adalah persetujuan yang diadakan antara pemilik ternak dengan penggaduh atau pemelihara hewan ternak dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ternak menurut hukum adat berlaku dengan cara membagi anak, sedangkan ternak bibitnya tetap (Hadikusuma, 2001).

15 51 Tingkat pengetahuan peternak terhadap hak dan kewajiban pola bagi hasil sudah memahami secara luas. Seperti yang diungkapkan oleh kelima informan : Peternak dan investor berhak menerima hasil keuntungan sedangkan kewajiban peternak yaitu memberi pakan dan memelihara ternak dengan baik, kewajiban investor yaitu membeli kambing dan mengontrol ternak serta mengusulkan penjualan. (H, 37 Tahun) dan (M, 37 Tahun) Hak investor dan peternak menerima hasil keuntungan, kewajiban peternak memberi pakan serta memelihara ternak dengan baik,melaporkan perkembangan ternak kepada investor dan memberitahukan rencana penjualan sedangkan kewajiban investor membeli dan memilih kambing yang sehat. (T,44 Tahun), (W 45 Tahun) dan (S, 50 Tahun). Peternak sudah memahami perjanjian kerjasama pola bagi hasil. Hal ini dapat ditunjukkan dari ungkapan informan: Perjanjian bagi hasil terutama membahas pembagian keuntungan, kedua masalah risiko usaha, Peternak hanya memelihara saja resikonya jika ternak mati yang menanggung adalah Investor dan masalah pengembalian ternak, jika peternaknya sudah tidak ada biaya untuk membeli pakan maka ternaknya dijual atau dikembalikan selain itu yang ketiga mekanisme pembayaran secara tunai dengan bertemu dikandang bagi investor yang berdomisili di wilayah Yogyakarta (T, 44 tahun), (W, 45 Tahun) dan (S, 50 Tahun) Meskipun perjanjian pola bagi hasil anakan tidak tertulis namun dicantumkan halhal yang pokok pada catatan kelompok peternak seperti pembagian keuntungan, risiko usaha dan mekanisme pembayaran. Perjanjian pola bagi hasil bersifat fleksibel atau luwes. Pada perjanjian baku, baik dibidang pertanian maupun keuangan dicantumkan ketentuan-ketentuan pokoknya saja, sedangkan hal-hal yang bersifat detail ditambahkan dalam lampiran perjanjian dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dapat menentukan syarat-syarat dan komposisi pembagian hasil yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas produksi. (Tim Peneliti Unpad, 1999)

16 Sikap Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Anakan Usaha Ternak Kambing Perah Sikap Peternak terhadap pola bagi hasil anakan dapat dilihat di Tabel 7. Tabel 7. Respon Afeksi (Sikap) Peternak Terhadap Pola Bagi Hasil Anakan No Indikator Sikap Peternak 1 Pola bagi hasil Sikap peternak terhadap pola bagi hasil adalah setuju. Peternak menilai pola bagi hasil dengan sistem gaduhan menguntungkan dan ingin pola bagi hasil dapat terus berjalan 2 Aturan bagi hasil Sikap peternak terhadap aturan bagi hasil adalah setuju. Peternak menilai bahwa aturan bagi hasil 60% : 40% sudah sesuai dengan harapan peternak. 3 Perjanjian kerjasama Sikap peternak terhadap perjanjian pola bagi hasil yang dibuat melalui Mou (perjanjian tertulis) hanya disetujui 2 orang namun sebanyak 4 orang peternak menanggapi dengan ragu-ragu dan tidak perlu dibuat perjanjian tertulis karena selama menjalankan pola bagi hasil tidak ada masalah. Sikap peternak setuju terhadap adanya pola bagi hasil terutama anakan. Hal ini berdasarkan analisis data bahwa peternak menganggap pola bagi hasil anakan dengan sistem gaduhan menguntungkan dan peternak ingin pola bagi hasil ini terus berjalan. Hal ini sesuai dari pernyataan 3 orang informan : Bagi saya dengan mengikuti pola bagi hasil jelas menguntungkan, Peternak yang sebelumnya tidak mempunyai kambing dan ingin membeli kambing tapi kendala biaya jadi mempunyai kambing serta meningkatkan pendapatan. (H, 37 Tahun), (M, 37 Tahun) dan (S, 50 Tahun).

17 53 Dipergunakannya pola bagi hasil, ternyata menghasilkan keuntungan komparatif yaitu keuntungan diatas alternatif-alternatif yang lain. Pola bagi hasil mempunyai keunggulan antara lain yaitu tujuan, konsep, suply dan demand, pemilikan aset, risiko, investasi, revenue sharing, masa perjanjian dan lain-lain. Sikap peternak terhadap aturan bagi hasil anakan adalah setuju. Menurut peternak sistem bagi hasil 60% : 40% sudah sesuai dengan harapan peternak. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan: Pola bagi hasil anakan 60:40 sudah sesuai dengan harapan saya yang jelas sama sama diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan (H,36 Tahun), (M, 37 Tahun) Pembagian hasil sistem gaduhan tidak kaku, tetapi bersifat proporsional atau kesebandingan yang didasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas hasil, besarnya investasi, tingkat kesulitan dan lain-lain. Perjanjian dengan menggunakan pola bagi hasil tidak didasarkan pada sistem hukum tertentu tetapi berdasarkan prinsip umum yaitu kebebasan berkontrak dengan pola yang bersifat universal. Sikap peternak terhadap perjanjian kerjasama pola bagi hasil sebanyak 2 orang informan menilai setuju perlu dibuat perjanjian tertulis. Hal ini diungkapkan oleh informan : Perjanjian pola bagi hasil inginnya diatas kertas agar lebih kuat, seumpamanya ingin memelihara sampai kapan ternaknya agar peternak tahu kapan segera dijual anakannya selain itu investor juga sudah memberikan modal ke peternak dan memberikan kepercayaan untuk memelihara dan merawat ternaknya. (H,36 Tahun) (S, 50 Tahun) Namun sebanyak 4 informan termasuk pembina kelompok menanggapi raguragu dalam memberikan penilaian terhadap perjanjian pola bagi hasil dan kurang

18 54 menyetujui perlu dibuatnya Mou. Seperti yang diungkapkan oleh pembina kelompok : Sebetulnya perlu dibuat Mou namun untuk sekarang berjalan cukup lancar jadi tidak masalah jika tidak tertulis. Meskipun perjanjiannya tidak tertulis tetapi di buku notulis sudah ada aturannya yang berisi tentang pembagian keuntungan dan risiko usaha. (K, 62 Tahun) Lebih lanjut diungkapkan oleh salah satu informan : Perjanjian kerjasama selama ini tidak ada masalah,mungkin masalahnya hanya jika musim kemarau saya inginnya menjual semua cempe nya tetapi investor inginnya dipelihara sampai besar jadi ditahan terlebih dahulu, saya sepakat saja tetapi mencari pakannya sulit, dan tidak perlu dibuat Mou karena saya sudah memberikan foto rumah dan alamat yang jelas, kelompoknya juga sudah jelas, Investor ingin cari apa lagi? Peternak tidak akan kabur, jika saling percaya semuanya jadi mudah dan adil. (W, 45 Tahun). Perjanjian atau transaksi pola bagi hasil anakan di kelompok Mandiri tidak tertulis melainkan dengan sistem kepercayaan. Sistem ini dapat berjalan karena tingkat kepercayaan yang tinggi antara investor dengan peternak terutama di pedesaan karena interaksi sosial masih kental. Proses komunikasi antarpribadi dimulai dari kebutuhan dari pihak investor untuk menitipkan serta memelihara kambingnya kepada peternak. Pihak investor maupun peternak sebelum melakukan pertukaran, terlebih dahulu mencari informasi mengenai masingmasing pihak. Dari salah satu pernyataan informan bahwa dalam menjalankan pola bagi hasil memiliki beberapa risiko salah satunya saat musim kemarau hijauan sulit didapat dan peternak harus membeli konsentrat (pollard) sehingga dirasa menambah biaya. Jika Investor menyetujui, pola bagi hasil dapat diberhentikan sementara

19 55 sehingga induk kambing dapat dijual atau dikembalikan dengan memperhitungkan biaya pemeliharaan yang telah dikeluarkan peternak. Apabila induk kambing dijual, keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual ternak tersebut lalu dibagi antara investor dan peternak Tindakan Peternak terhadap Pola Bagi Hasil Anakan Usaha Ternak Kambing Perah Respon psikomotorik peternak terhadap pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah dilihat dari kesesuaian pembagian hasil dengan aturan, kebersamaan usaha antara peternak dengan investor, penjualan ternak serta pendapatan peternak.. Tindakan Peternak terhadap pola bagi hasil anakan dapat dilihat di Tabel 8. Tabel 8. Respon Psikomotorik (Tindakan Peternak) Terhadap Pola Bagi Hasil No Tindakan Respon 1 Kesesuaian pembagian hasil dengan aturan Pelaksanaan pola bagi hasil anakan yang dijalankan peternak dengan investor sudah mengikuti aturan bagi hasil kelompok. 2 Kebersamaan usaha antara peternak dengan investor Investor mengontrol ternaknya ke kandang dan menanyakan perkembangan ternaknya melalui media elektronik, namun belum ada pendampingan berupa pengetahuan atau sarana produksi. Tidak ada unsur keterpaksaan dan pemerasan. Posisi investor tetap lebih tinggi dibanding peternak (Patron- Client). 3 Penjualan cempe Peternak selalu melapor dan melakukan izin terlebih dahulu melalui investor waktu anakan atau cempe akan segera dijual. Peternak menjual anakan ke pasar ataupun ke anggota kelompok yang merupakan pedagang kambing. 4 Penerimaan Penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan per ekor sampai cempe dijual umur 6 bulan antara Rp Rp

20 56 Pelaksanaan pola bagi hasil anakan dengan sistem gaduhan yang dijalankan selama ini sudah sesuai dengan aturan bagi hasil kelompok. Masing-masing pihak selama ini sudah mematuhi aturan pembagian hasil dari kelompok yaitu 60:40 sehingga pembagian hasilpun dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh pengurus kelompok. Hal ini dapat dilihat dari adanya kewajiban anggota untuk memberikan 1% hasil penjualan kepada kelompok. Kebersamaan usaha antara peternak dengan investor yang dijalankan selama ini kurang baik dari segi pendampingan investor baik berupa pengetahuan maupun sarana produksi, namun investor yang mengerti mengenai ternak terkadang memberikan obat-obatan dan vitamin. Seperti yang diungkapkan oleh dua informan : Tergantung dari investor, jika investor mengetahui seputar kambing akan memberikan pendampingan dan arahan, perjanjian di awal biaya pakan ditanggung peternak terkadang investor datang memberi obat-obatan dan vitamin, perhatian dari investor memang ada, tetapi kalau investor tidak mengetahui tentang kambing biasanya diserahkan kepada peternaknya. (T,44 Tahun) Investor tidak memberikan pendampingan berupa pengetahuan karena mereka biasanya tidak mengetahui soal ternak karena yang mengetahui keadaan ternak dari peternaknya, saya hanya bercerita seputar ternak jadi mereka tertarik ingin bekerjasama. (W, 45 Tahun) Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan salah satu investor bahwa sarana produksi berupa pakan dan obat-obatan disediakan oleh peternak. Pakan yang menyediakan adalah peternak, sejak saya menggaduhkan disini kambing jarang sakit, kalau sakit peternak yang mengobati (R, 45 Tahun).

21 57 Investor yang berdomisili di sekitar wilayah Yogyakarta berkunjung ke kandang untuk melihat keadaan ternaknya setiap sebulan sekali kalaupun tidak dapat mengontrol ternaknya ke kandang, Investor menghubungi peternak melalui media elektronik dan menanyakan perkembangan kambingnya, seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan : Investor yang dekat dari sini sering mengontrol ke kandang seminggu sekali atau sebulan sekali, tetapi investor yang jauh dapat komunikasi lewat telepon sebulan dua kali menanyakan perkembangan kambingnya ( H, 36 Tahun). Penjualan anakan dilakukan enam bulan atau setahun sekali tergantung kebutuhan masing-masing kedua belah pihak. Beberapa peternak ada yang membeli hasil gaduhan kemudian dipelihara sampai hari raya Idul Qurban karena harga jauh lebih tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Informan : Hasil gaduhan berupa cempe, Saya beli dan dipelihara lagi untuk dijual sewaktu hari raya qurban karena harganya Rp (W, 45 Tahun). Penjualan anakan dilakukan atas izin investor dengan peternak, terlebih dahulu peternak memberitahu investor mengenai rencana penjualan. Peternak mencari informasi harga cempe yang akan dijual. Setelah mendapatkan informasi harga kambing, peternak melakukan kesepakatan mengenai harga jual kepada investor. Peternak menjual cempe ke pasar ataupun ke anggota kelompok yang merupakan pedagang kambing. Dalam hal penjualan dan pemasaran investor menyerahkan kepada peternak. Harga jual tergantung umur cempe dan bobot badan, peternak menjual cempe ketika harga kambing tinggi, namun rata-rata peternak menjual cempe umur 6 bulan dengan harga Rp Rp ,-. Pembayaran hasil penjualan cempe dilakukan peternak kepada investor dengan bertemu di kandang ataupun

22 58 transfer ke rekening investor. Peternak wajib membayar iuran 1% dari hasil penjualan anakan pada kelompok untuk kegiatan kelompok. Penerimaan peternak dari bagi hasil penjualan cempe per ekor sampai dijual umur 6 bulan antara Rp Rp sedangkan Investor antara Rp Rp Menurut Ibrahim (2009) bahwa PBP (Payback Periode) adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis payback periode dalam studi kelayakan perlu diperhitungkan untuk mengetahui berapa lama proyek atau usaha yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Secara singkat, formula untuk menghitung Payback Periode yaitu: Payback Periode = Payback Periode = = 25 bulan atau 2 tahun 1 bulan Berdasarkan perhitungan PBP (Payback Periode) diatas, lamanya usaha hingga investasi atau modal dapat kembali yaitu 25 bulan atau 2 tahun 1 bulan dari 1 ekor induk dengan 2 ekor cempe/ kelahiran.

Respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan Riza Asti O RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH

Respon peternak terhadap pola bagi hasil anakan Riza Asti O RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH RESPON PETERNAK TERHADAP POLA BAGI HASIL ANAKAN USAHA TERNAK KAMBING PERAH (Studi kasus pada Kelompok Mandiri, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta) RESPONSE OF THE FARMER TO LAMB

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS

PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS AHMAD MUSOFIE Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Kambing peranakan Ettawa (PE) merupakan Komoditi Unggulan untuk wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN. Subjek penelitian adalah informan, yaitu peternak yang mengikuti pola

III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN. Subjek penelitian adalah informan, yaitu peternak yang mengikuti pola 30 III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah informan, yaitu peternak yang mengikuti pola bagi hasil anakan usaha ternak kambing perah. Objek penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

KAJIAN KEORGANISASIAN EKONOMI PETERNAK KAMBING PE MENDUKUNG PEREKONOMIAN PEDESAAN

KAJIAN KEORGANISASIAN EKONOMI PETERNAK KAMBING PE MENDUKUNG PEREKONOMIAN PEDESAAN Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner KAJIAN KEORGANISASIAN EKONOMI PETERNAK KAMBING PE MENDUKUNG PEREKONOMIAN PEDESAAN WAHYUNING K. SEJATI, TRI PRANADJI dan HERLINA TARIGAN Pusat Penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki 15 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi kambing Jawarandu yang tinggi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 42/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO IV. KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO A. Keadaan Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

HASIL DAN PEMBAHASAN. berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Jatitujuh berada di wilayah Utara Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan dengan Kabupaten Indramayu. Batas-batas wialayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul (2013), wilayah Gunungkidul memiliki topografi

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul (2013), wilayah Gunungkidul memiliki topografi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lahan pertanian yang kering. Menurut penjelasan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI POLA BAGI HASIL USAHATERNAK SAPI PERAH RAKYAT (SENSUS DI DESA HAURNGOMBONG KECAMATAN PAMULIHAN KABUPATEN SUMEDANG

ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI POLA BAGI HASIL USAHATERNAK SAPI PERAH RAKYAT (SENSUS DI DESA HAURNGOMBONG KECAMATAN PAMULIHAN KABUPATEN SUMEDANG ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI POLA BAGI HASIL USAHATERNAK SAPI PERAH RAKYAT (SENSUS DI DESA HAURNGOMBONG KECAMATAN PAMULIHAN KABUPATEN SUMEDANG) SKRIPSI ARYA NUGRAHA 200110080142 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 54/Permentan/KP.120/7/2007 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN 46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara 6 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Teori dan Tujuan Koperasi di Indonesia Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara bahasa berarti bekerja bersama dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini, BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan Hasil penelitian mengenai Pengembangan budidaya Kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang maka sebagai bab

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang kan oleh peternak di Lampung. Populasi kambing di Lampung cukup melimpah, tercatat pada

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditi salak merupakan salah satu jenis buah tropis asli Indonesia yang menjadi komoditas unggulan dan salah satu tanaman yang cocok untuk dikembangkan. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani. Peternakan merupakan salah satu sub sektor terpenting berdasarkan pertimbangan potensi sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU Wiwaha Anas Sumadja, Zubaidah, Heru Handoko Staf Pengajar Fakultas Peternakan, Universitas Jambi Abstrak Kotoran ternak sapi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

VII. SISTEM PENGELOLAAN USAHA TERNAK SAPI MANDIRI CISURUPAN. 7.1 Struktur Organisasi dan Pengambilan Keputusan

VII. SISTEM PENGELOLAAN USAHA TERNAK SAPI MANDIRI CISURUPAN. 7.1 Struktur Organisasi dan Pengambilan Keputusan VII. SISTEM PENGELOLAAN USAHA TERNAK SAPI MANDIRI CISURUPAN PERAH KUD 7.1 Struktur Organisasi dan Pengambilan Keputusan 7.1.1 Struktur Organisasi KUD Mandiri Cisurupan Dalam menjalankan usahanya manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Wilayah 5.1.1. Kondisi Fisik Wilayah Kecamatan Ciampea adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor tepatnya di bagian barat Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berdasarkan tipologi berada di 32 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Desa Sindanggalih Desa Sindanggalih merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Jawa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. perah oleh Drh. Daud Suroto dengan nama Koperasi Sarono Makmur.Koperasi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. perah oleh Drh. Daud Suroto dengan nama Koperasi Sarono Makmur.Koperasi 33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Koperasi Sarono Makmur 1. Sejarah berdirinya Koperasi Sarono Makmur Dengan banyaknya peternak yang ingin bergabung dan membentuk kelompok, maka untuk meningkatkan sinergi

Lebih terperinci

Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 05 Juni 1995

Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 05 Juni 1995 DATA DIRI: Nama Lengkap : Yuaniva Isna Arfiani Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 05 Juni 1995 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat Sekarang : Tegalrejo Rt. 02 Gg. Mawar no. 97A, Tamantirto, Kasihan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan persentase kenaikan jumlah penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-4 dalam

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyebaran dan pengembangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Deskripsi Lokasi Lokasi usaha peternakan sapi perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos terletak di Jalan Veteran 3 Kp. Tapos Desa Citapen Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.

PENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan. Beraneka bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan

I. PENDAHULUAN. pangan. Beraneka bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai penghasil bahan pangan. Beraneka bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan kacang-kacangan yang dapat

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Demografi Objek Penelitian Lokasi KDT Cinyurup berada di lereng gunung karang dengan kemiringan minimum 30%. Luas wilayah Kelurahan Juhut 402,86 ha dan terbagi dalam

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha. 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Buminagara merupakan sebuah desa di Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) LAMPIRAN 201 Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2025 Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Total Konsumsi (000 ton) 2009 2010 2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP.

DAFTAR ISI... SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP. DAFTAR ISI ISI SAMPUL DALAM. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI.. ABSTRACT... ABSTRAK RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN.. TIM PENGUJI.. RIWAYAT HIDUP. KATA PENGANTAR. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/3/2013 TANGGAL : 21 Maret 2013 PEDOMAN PENILAIAN PETANI BERPRESTASI A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : KUISIONER KULIAH LAPANGAN SOSIOLOGI PEDESAAN TAHUN 2011/2012 Kata Pengantar NO RESPONDEN : PEWAWANCARA : Kami adalah mahasiswa jurusan sosiologi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik (FISIP) Universitas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Kecamatan Cisurupan terletak kurang lebih 18 Km dari Ibu Kota Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci