BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Sistem"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sistem Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan Gapoktan PUAP atau disingkat SIPK-GP 1.13 adalah sistem informasi manajemen untuk pengelolaan kinerja gapoktan penerima dana PUAP dan penunjang keputusan gapoktan dalam memilih fokus usaha dari kelompok tani anggotanya. Sistem ini dapat dioperasikan pada komputer dengan prosesor minimal Pentium 4, 1 GB RAM, serta memiliki software php, mysql, dan apache. Ketiga software tersebut dapat diunduh secara gratis dan telah terdapat dalam bentuk paket seperti xampp. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan utama dalam pelaporan gapoktan yaitu tidak tersedianya data yang memadai dari gapoktan. Data tersebut berupa data yang terkait dengan kinerja gapoktan yaitu jumlah penyaluran dana pada masing-masing anggota kelompok tani, data perkembangan usaha yang dilakukan anggota, tingkat pengembalian oleh anggota atas dana yang disalurkan, dan nilai penambahan modal/aset gapoktan. Meskipun tujuan utama dari pembuatan sistem ini untuk operasional gapoktan dengan user awal penyelia mitra tani atau penyuluh lapangan, tetapi sistem ini pun dapat dimanfaatkan oleh user lainya sesuai dengan keluaran yang dihasilkan. Model Seleksi Gapoktan yang menghasilkan keluaran berupa skor gapoktan berdasarkan data umum gapoktan yang dimasukkan akan digunakan oleh petugas seleksi gapoktan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan seleksi gapoktan, selain melakukan seleksi administratif, petugas seleksi pun akan menggunakan model ini sebagai dasar penetapan lolos-tidaknya gapoktan untuk menerima dana BLM-PUAP. Data umum gapoktan sampel disajikan pada Lampiran 9 sampai 11. Model Wilayah Usaha yang menghasilkan keluaran berupa nilai NPV, IRR, dan B/C digunakan oleh pengurus gapoktan, penyuluh pendamping, dan/atau penyelia mitra tani sebagai dasar pertimbangan penentuan fokus usaha gapoktan. Adapun Model Kinerja Gapoktan menggunakan skala ordinal untuk penilaian. Masing-masing unsur kinerja yang menghasilkan keluaran berupa skor kinerja gapoktan, digunakan oleh petugas pada operation room di kantor pusat Kementerian Pertanian. Sedangkan Model Pengembangan yang menghasilkan keluaran berupa kesimpulan fokus usaha yang paling menguntungkan bagi gapoktan digunakan oleh penyuluh pendamping, penyelia mitra tani, dan/atau petugas pada BPTP setempat sebagai dasar penetapan fokus usaha gapoktan. 1. Rancangan Sistem Manajemen Dialog Manajemen dialog atau user interface merupakan bagian utama dari SIPK-GP 1.13 yang berfungsi sebagai media komunikasi antara pengguna (user) dengan model. SIPK-GP 1.13 merupakan paket sistem informasi dan pengambilan keputusan berbasis windows dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi. Hal ini membuat pengoperasian SIPK- GP 1.13 menjadi mudah. Media interaksi dengan sistem dilakukan dengan menggunakan keyboard dan mouse.

2 27 Menu utama berisi informasi mengenai Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Menu ini dimaksudkan untuk memperkenalkan Program PUAP kepada pengguna yang baru pertama kali menggunakan atau ingin memperoleh informasi tentang PUAP. Rancangan menu utama dibuat sederhana dan simple, sehingga pengguna merasa nyaman dalam menggunakan sistem ini. Menu utama SIPK-GP seperti terlihat pada Gambar 12. Gambar 12. Menu utama SIPK-GP Rancangan Sistem Manajemen Basis Data a. Data Umum Gapoktan Data umum gapoktan dimuat dalam sub-menu Data Gapoktan pada menu Profil Gapoktan. Sub-menu Data Gapoktan terdiri dari data identitas gapoktan dan data keuangan gapoktan. Pada menu Profil Gapoktan pun memuat sub menu Data Poktan, Data Anggota Poktan, Penyaluran, Pinjaman Anggota, Pengembalian Dana Poktan, Pengembalian Dana Anggota, Potensi Wilayah, dan Potensi Pemasaran. Data individu anggota kelompok tani digunakan sebagai dasar perhitungan pada model seleksi gapoktan. Data individu yang digunakan tersebut terdiri dari data kepemilikan lahan, pengalaman usahatani, modal awal yang dimiliki, dan usia anggota kelompok tani. Menu Profil Gapoktan sebagaimana tertuang pada Gambar 13.

3 28 Gambar 13. Menu profil gapoktan pada SIPK-GP 1.13 b. Data Perkembangan Usaha Perkembangan usaha gapoktan ditunjukkan oleh data penyaluran dana gapoktan, data pengembalian dana gapoktan, dan data penambahan asset/modal gapoktan. Data-data tersebut terdapat pada sub-menu Penyaluran Dana Gapoktan, Penyaluran Dana Poktan, Perkembangan Usaha Gapoktan, Perkembangan Usaha Poktan, dan Laporan Tahunan Gapoktan pada menu Laporan. Data perkembangan usaha ini digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja gapoktan pada menu Kinerja Gapoktan. Sub-menu Penyaluran Dana Gapoktan tertuang pada Gambar 14. c. Data Potensi Wilayah Data potensi wilayah merupakan sub-menu pada menu Profil Gapoktan. Data ini digunakan sebagai dasar atau referensi dalam penyusunan atau pengisian AHP pada menu Fokus Usaha. d. Data Potensi Pasar Data potensi pasar merupakan sub-menu pada menu Profil Gapoktan. Sebagaimana data potensi wilayah, data ini pun digunakan sebagai dasar atau referensi dalam penyusunan atau pengisian AHP pada menu Fokus Usaha.

4 29 Gambar 14. Sub-menu penyaluran dana gapoktan pada SIPK-GP Diagram Aliran Data Diagram aliran data atau data flow diagram (DFD) memperlihatkan hubungan fungsional dari nilai yang dihitung oleh sistem termasuk nilai masukan, nilai keluaran, serta tempat penyimpanan internal. Diagram aliran data adalah gambaran grafis yang memperlihatkan aliran data dari sumbernya dalam objek kemudian melewati suatu proses yang mentransformasinya ke tujuan lain (Nugroho dalam Ratih, 2011). Diagram aliran data terdiri atas empat unsur, yaitu proses, aliran data, entitas, dan data store. Proses adalah sesuatu yang melakukan transformasi terhadap data. Setiap proses harus memiliki sedikitnya satu masukan dan satu keluaran aliran data. Aliran data berguna untuk menghubungkan keluaran dari suatu objek atau proses yang terjadi pada suatu masukan. Entitas adalah objek aktif yang mengendalikan aliran data dengan memproduksi atau mengkonsumsi data. Data store adalah objek pasif dalam diagram aliran data yang menyimpan data untuk penggunaan lebih lanjut (Nugroho dalam Ratih, 2011). Diagram konteks atau diagram aliran data level 0 menggambarkan keseluruhan sistem dengan satu proses berikut sumber dan tujuan data secara jelas. Masukan data sistem berasal dari gapoktan, kelompok tani, dan pakar. Entitas gapoktan memberikan input kepada sistem berupa data penyaluran dana ke kelompok tani, dan data pengembalian dana dari kelompok tani. Data usahatani utama anggota kelompok, data detail anggota kelompok tani, data penyaluran dana ke anggota kelompok tani, dan data pengembalian dari anggota kelompok tani diperoleh dari entitas kelompok tani. Entitas pakar memberikan input data berupa hasil penilaian sesuai dengan kuesioner AHP. Diagram aliran data level 0 untuk SIPK-GP 1.13 tersaji pada Gambar 15. Diagram aliran data level berikutnya disajikan pada bagian Verifikasi Model.

5 30 Gapoktan Poktan Pakar Penyaluran ke poktan dan pengembalian dari poktan Usahatani, detail anggota, penyaluran ke anggota, dan pengembalian dari anggota Hasil Penilaian AHP SIPK-GP 1.13 Analisa usahatani, data penyaluran dan pengembalian, serta laporan perkembangan usaha Analisa usahatani, kinerja gapoktan, dan fokus usaha Kelayakan gapoktan, analisa usahatani, data penyaluran dan pengembalian, laporan perkembangan usaha, kinerja gapoktan, serta fokus usaha Gapoktan/ PMT/PPL BPTP Pusat/ Auditor Gambar 15. Diagram aliran data level 0 pada SIPK-GP Use Case Diagram Use case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari suatu sistem. Use case diagram digunakan untuk menggambarkan interaksi antara pengguna sistem (aktor) dengan kasus (use case) yang disesuaikan dengan langkah-langkah (scenario) yang telah ditentukan (Purwandari, 2010). Pada SIPK-GP 1.13 terdapat beberapa use case, salah satunya disajikan pada Gambar 16. Gapoktan login Input data penyaluran Gapoktan <<include>> <<extend>> Pengolahan data Auditor Verifikasi login Input data pengembalian Gambar 16. Use case diagram perkembangan usaha gapoktan BPTP Gambar 16 menggambarkan use case pada perkembangan usaha gapoktan, yaitu user gapoktan melakukan login dan sistem melakukan

6 31 verifikasi login; gapoktan melakukan input data penyaluran dan data pengembalian (bila telah terjadi penyaluran dana); sistem melakukan pengolahan atas data yang diinput; user lain memanfaatkan keluaran dari sistem tersebut sesuai dengan kebutuhannya. BPTP dan auditor akan memanfaatkan hasil pengolahan data berupa penilaian kinerja gapoktan, sedangkan gapoktan akan memanfaatkan keluaran berupa laporan perkembangan usaha gapoktan. B. Verifikasi Model 1. Model Seleksi Gapoktan Model seleksi gapoktan terdiri dari jaminan ketersediaan lahan usahatani/sarana, pengalaman usahatani anggota kelompok tani, modal sendiri yang dimiliki oleh anggota kelompok tani, dan usia anggota kelompok tani. Keempat variabel tersebut merupakan variabel yang mempengaruhi tingkat pendapatan penerima bantuan. Skala ordinal dari variabel ketersediaan lahan usahatani/sarana diubah untuk mengetatkan persyaratan. Perubahan tersebut yaitu dengan hanya mempertimbangkan persentase kepemilikan lahan, sedangkan untuk sewa lahan dianggap tidak memiliki lahan. Secara manual, hasil penilaian variabel untuk seleksi gapoktan pada Gapoktan Madu Makmur, Bimo Makmur, dan Gapoktan Sumber Makmur disajikan pada Lampiran 12 sampai Lampiran 14, sedangkan skoring seleksi gapoktan pada Gapoktan Madu Makmur, Bimo Makmur, dan Gapoktan Sumber Makmur disajikan pada Tabel 8 sampai Tabel 10. Perhitungan seleksi gapoktan baik secara manual maupun dalam sistem tidak dapat dilakukan secara akurat karena data pribadi anggota kelompok yang berhasil diperoleh dari gapoktan sampel hanya berasal dari beberapa anggota kelompok tani, tidak berasal dari seluruh anggota kelompok tani. Tabel 8. Hasil skoring seleksi untuk gapotan Madu Makmur SKORING HASIL VERIFIKASI PERSYARATAN GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jaminan ketersediaan lahan usahatani/sarana Pengalaman usahatani Modal Sendiri Usia Petani LULUS Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa skor Gapoktan Madu Makmur sebesar 84 atau lebih besar dari ambang batas 80 dan dinyatakan lulus. Skor Gapoktan Bimo Makmur sesuai Tabel 9 sebesar 92 atau lebih besar dari ambang batas sebesar 80 dan dinyatakan lulus. Adapun skor untuk Gapoktan Sumber Makmur sesuai Tabel 10 sebesar 84 atau berada di atas ambang batas sebesar 80.

7 32 Tabel 9. Hasil skoring seleksi untuk gapoktan Bimo Makmur SKORING HASIL VERIFIKASI PERSYARATAN GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jaminan ketersediaan lahan usahatani/sarana Pengalaman usahatani Modal Sendiri Usia Petani LULUS Tabel 10. Hasil Skoring Seleksi untuk gapoktan Sumber Makmur SKORING HASIL VERIFIKASI PERSYARATAN GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jaminan ketersediaan lahan usahatani/sarana Pengalaman usahatani Modal Sendiri Usia Petani LULUS Hasil seleksi gapoktan melalui sistem untuk Gapoktan Sumber Makmur sebagai contoh, disajikan dalam Gambar 17. Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa hasil perhitungan melalui sistem memberikan kesimpulan yang sama dengan hasil perhitungan secara manual. Hal ini menunjukkan bahwa sistem telah sesuai dan dapat digunakan. Diagram aliran data level 1 pada model seleksi gapoktan disajikan pada Gambar 18. Gambar 17. Model seleksi gapoktan

8 33 Poktan Detail data usahatani dan detail anggota (usia, status kepemilikan lahan, pengalaman usahatani, modal awal, dan luas lahan kepemilikan) Pengelompokkan data Data usia, kepemilikan lahan, pengalaman, modal, dan luas lahan usahatani Pengolahan data Kelayakan gapoktan untuk menerima dana BLM-PUAP Pusat/ Auditor Gambar 18. Diagram aliran data level 1 pada model seleksi gapoktan 2. Model Wilayah Usaha Model wilayah usaha digunakan untuk menilai kelayakan usaha dari usahatani yang dilakukan oleh petani anggota. Berdasarkan hasil wawancara pada tiga gapoktan, diperoleh hasil bahwa usahatani pokok yang dilakukan anggota petani di tiga gapoktan tersebut dan gapoktan lain pada umumnya terdiri dari usahatani padi, cabai, dan jagung. Komponen analisa usahatani yang terdiri dari biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, dan penghasilan usahatani untuk usahatani padi, cabai, dan jagung disajikan pada Lampiran 15 sampai 17. Hasil perhitungan manual untuk kelayakan usaha dari ketiga usahatani tersebut disajikan pada Tabel 11 sampai dengan 13. Pada Tabel 11 diketahui bahwa untuk usahatani padi berturut-turut nilai NPV, net B/C, dan IRR masing-masing ,82, 1,13, dan 16,81%. Dengan demikian, berdasarkan ketiga cara analisa tersebut, usahatani padi layak dilakukan.

9 34 Tabel. 11. Analisa kelayakan usahatani padi Bulan ke- Analisa Kelayakan Usahatani Padi Biaya/C (Rp) Penghasilan/B DF DF DF B-C PV PV Investasi Pemeliharaan/pengolahan Produksi Total (Rp) 12% 16% 18% 1 750,000 2,985,300-3,735,300 - (3,735,300) (3,335,089.29) (3,220,086.21) (3,165,508.47) 2 485, ,300 - (485,300) (386,878.19) (360,656.96) (348,534.90) 3 80,000-80,000 - (80,000) (56,942.42) (51,252.61) (48,690.47) 4 120, ,000 6,825,000 6,705, ,261, ,703, ,458, NPV 482, , (104,369.44) Net B/C 1.13 IRR 16.81% PV Tabel 12. Analisa kelayakan usahatani cabai Bulan ke- Analisa Kelayakan Usaha Cabai Biaya/C (Rp) Penghasilan/B DF DF DF B-C PV PV PV Investasi Pemeliharaan/pengolahan Produksi Total (Rp) 12% 30% 32% 1 150,000 2,005,800-2,155,800 - (2,155,800) (1,924,821.43) (1,658,307.69) (1,633,181.82) 2 377, ,400 - (377,400) (300,860.97) (223,313.61) (216,597.80) 3 436, ,000 - (436,000) (310,336.19) (198,452.44) (189,567.85) 4 500, , ,000 1,843,200 1,208, , , , , , ,000 5,529,600 5,084, ,885, ,369, ,268, ,000 90,000 1,843,200 1,753, , , , NPV 2,005, , (41,174.73) Net B/C 1.79 IRR 31.29% Pada Tabel 12 diketahui bahwa untuk usahatani cabai berturut-turut nilai NPV, net B/C, dan IRR masing-masing ,63, 1,79, dan 31,29%. Dengan demikian, berdasarkan ketiga cara analisa tersebut, ushatani cabai layak dilaksanakan. Hasil perhitungan manual untuk kelayakan usahatani jagung ditunjukkan pada Tabel 13. Pada tabel tersebut nilai untuk NPV, net B/C, dan IRR masingmasing ,85, 1,49, dan 23,73%. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, maka usahatani jagung layak dilakukan. Break event point (BEP) atau titik impas untuk masing-masing jenis usahatani berdasarkan perhitungan manual berturut-turut, yaitu padi sebesar kg, cabai 259 kg, dan jagung sebesar 661 kg. Nilai BEP tersebut didasarkan pada asumsi harga pasar normal sesuai yang digunakan pada analisa usahatani. Nilai BEP tersebut akan digunakan pada model pengembangan untuk perhitungan dengan menggunakan metode comparative performance index (CPI).

10 35 Tabel 13. Analisa kelayakan usahatani jagung Bulan ke- Analisa Kulayakan Usaha Jagung Biaya/C (Rp) Penghasilan/B DF DF DF B-C PV PV Investasi Pemeliharaan/pengolahan Produksi Total (Rp) 12% 38% 39% 1 312,500 1,239,375-1,551,875 - (1,551,875) (1,385,602.68) (1,124,547.10) (1,116,456.83) 2 239, ,375 - (239,375) (190,828.28) (125,695.76) (123,893.69) 3 60,000 60,000 3,360,000 3,300, ,348, ,255, ,228, NPV 772, , (11,583.53) Net B/C 1.49 IRR 38.32% PV Perhitungan kelayakan usaha melalui model wilayah usaha untuk perhitungan NPV padi, cabai, dan jagung diperoleh hasil berturut-turut sebesar , , dan sebesar dengan kesimpulan seluruhnya layak dilakukan. Dengan demikian model yang dibuat untuk perhitungan NPV dalam sistem, telah sesuai dengan perhitungan secara manual. Hasil perhitungan NPV padi melalui sistem disajikan pada Gambar 19. Perhitungan net B/C dalam model wilayah usaha diketahui bahwa nilai net B/C untuk padi, cabai, dan jagung masing-masing sebesar 1,128; 1,791; dan 1,490. Dengan demikian model yang dibuat dalam sistem telah sesuai dengan hasil perhitungan secara manual. Gambar 20 menunjukkan hasil perhitungan net B/C cabai pada SIPK-GP Gambar 19. Perhitungan NPV padi pada SIPK-GP 1.13

11 36 Gambar 20. Perhitungan Net B/C cabai pada model usaha di SIPK-GP 1.13 Perhitungan IRR dalam model wilayah usaha untuk padi, cabai, dan jagung masing-masing sebesar 16,811%, 31,295% dan 38,319%. Dengan demikian model yang dibuat dalam sistem telah sesuai dengan perhitungan secara manual. Gambar 21 menunjukkan hasil perhitungan IRR cabai pada model usaha di SIPK-GP 1.13, sedangkan diagram aliran data level 1 pada model usaha disajikan pada Gambar 22. Gambar 21. Perhitungan IRR cabai pada model usaha di SIPK-GP 1.13

12 37 Poktan Detail data usahatani (biaya investasi, biaya tetap, biaya variabel, dan penghasilan usahatani) Pengelompokkan data Biaya dan penghasilan bulanan Pengolahan data NPV, IRR, Net B/C, dan BEP serta kesimpulan kelayakan Gapoktan/ PMT/PPL/ BPTP Gambar 22. Diagram aliran data level 1 pada model wilayah usaha Analisis sensitivitas ketiga jenis usahatani utama gapoktan dilakukan dengan skenario sebagai berikut (a) harga benih, pupuk, dan pestisida naik 20% sedang harga jual tetap; (b) biaya produksi tetap sedang harga jual turun 20%; dan (c) biaya produksi dan harga jual tetap sedang jumlah produksi turun 20%. Hasil perhitungan atas ketiga skenario tersebut pada masingmasing metode perhitungan kelayakan usaha disajikan pada Tabel Tabel 14. Analisis sensitivitas pada perhitungan NPV No Jenis Skenario Skenario Skenario Kondisi Awal Usahatani a b c 1 Padi Cabai , Jagung ,85 695, Tabel 15. Analisis sensitivitas pada perhitungan IRR No Jenis Kondisi Skenario Skenario Skenario Usahatani Awal a b c 1 Padi 16,81 13,27 7,88 7,88 2 Cabai 31,29 28,80 22,16 22,16 3 Jagung 38,32 34,99 22,67 22,67

13 38 Tabel 16. Analisis sensitivitas pada perhitungan Net B/C No Jenis Kondisi Skenario Skenario Skenario Usahatani Awal a b c 1 Padi 1,13 1,03 0,90 0,90 2 Cabai 1,79 1,66 1,38 1,38 3 Jagung 1,49 1,42 1,19 1,19 Berdasarkan Tabel diketahui bahwa pada skenario (a) usahatani cabai dan jagung masih layak dilakukan sedangkan padi dinyatakan tidak layak menurut analisa IRR karena lebih rendah dari suku bunga bank yang berlaku, yaitu 14%. Pada skenario (b) dan (c) usahatani padi sudah tidak layak dilakukan, sedangkan kedua jenis usahatani lainnya masih layak dilakukan. Dengan demikian padi memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan harga produksi, harga jual, dan penurunan produksi dibandingkan dengan dua jenis usahatani lainnya. Analisis sensitivitas terhadap ketiga jenis usahatani utama tersebut, diketahui bahwa padi mempunyai sensitivitas tertinggi terhadap kenaikan harga produksi, penurunan harga jual, dan penurunan jumlah produksi sebesar 20%. Hal ini memberi petunjuk kepada kelompok tani/petani anggota yang melakukan usahatani padi maupun PMT dan PPL agar senantiasa menerapkan pola pemupukan berimbang, pengendalian hama terpadu, dan penggunaan benih unggul untuk meningkatkan produksi sehingga dapat mengurangi dampak dari perubahan harga produksi atau harga jual yang berada diluar kendali kelompok tani dan/atau petani. 3. Model Kinerja Gapoktan Model kinerja gapoktan merupakan penilaian terhadap kinerja gapoktan yang ditandai dengan akumulasi penyaluran dana, jumlah pengembalian pokok, jumlah pembayaran bunga, dan jumlah penambahan asset/modal gapoktan. Kinerja ini menunjukkan seberapa besar aktivitas gapoktan sekaligus menunjukkan efektifitas dari penyaluran dana yang telah diberikan kepada gapoktan. Hasil penilaian manual untuk kinerja Gapoktan Madu Makmur, Bimo Makmur, dan Gapoktan Sumber Makmur disajikan pada Lampiran 18 sampai 20. Sedangkan perhitungan atau skoring manual untuk ketiga gapoktan tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 sampai Tabel 19. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa skor kinerja untuk gapoktan Madu Makmur sebesar 88 atau dalam kategori baik. Gapoktan Bimo Makmur sesuai dengan Tabel 18 memperoleh skor kinerja sebesar 92 atau dalam kategori sangat baik. Sedangkan untuk Gapoktan Sumber Makmur, sesuai dengan Tabel 19, skor yang diperoleh 84 atau sama dengan kedua gapoktan sebelumnya berada dalam kategori baik.

14 39 Tabel 17. Hasil penilaian kinerja gapoktan Madu Makmur SKORING HASIL PENILAIAN KINERJA GAPOKTAN MADU MAKMUR No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jumlah penyaluran dana BLM-PUAP Jumlah pengembalian pokok pinjaman Jumlah pembayaran bunga pinjaman Jumlah penambahan modal/aset BAIK Tabel 18. Hasil penilaian kinerja gapoktan Bimo Makmur SKORING HASIL PENILAIAN KINERJA GAPOKTAN BIMO MAKMUR No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jumlah penyaluran dana BLM-PUAP Jumlah pengembalian pokok pinjaman Jumlah pembayaran bunga pinjaman Jumlah penambahan modal/aset SANGAT BAIK Tabel 19. Hasil penilaian kinerja gapoktan Sumber Makmur SKORING HASIL PENILAIAN KINERJA GAPOKTAN SUMBER MAKMUR No Uraian Bobot Nilai BxN Jumlah Kesimpulan 1 Jumlah penyaluran dana BLM-PUAP Jumlah pengembalian pokok pinjaman Jumlah pembayaran bunga pinjaman Jumlah penambahan modal/aset BAIK Penilaian kinerja dengan menggunakan model kinerja pada sistem untuk Gapoktan Sumber Makmur diperoleh hasil sebesar 84 atau pada kategori baik, seperti ditunjukkan pada Gambar 23. Dengan demikian model perhitungan kinerja telah sesuai dengan perhitungan manual. Diagram aliran data level 1 pada model kinerja gapoktan disajikan pada Gambar Model Pengembangan Model pengembangan bertujuan untuk menentukan fokus kegiatan gapoktan yang paling menentukan. Model ini menggunakan proses hierarki analisis atau AHP sebagai metode penetapan fokus, selain itu pada model

15 40 inipun digunakan metode CPI untuk menentukan jenis usahatani yang paling menentukan. Wawancara dilakukan terhadap tiga orang pakar yang terdiri dari Direktur Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi DI. Yogyakarta, dan Kepala Sub Direktorat Pembiayaan Agribisnis, Direktorat Pembiayaan Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian. Ketiga orang tersebut dipilih karena pada saat ini berperan langsung dalam pelaksanaan program PUAP Kementerian Pertanian. Peran ketiga pakar tersebut berturut-turut sebagai penentu kebijakan ditingkat pusat, penanggung jawab/koordinator kegiatan ditingkat provinsi, dan penanggung jawab kegiatan ditingkat pusat. Gambar 23. Penilaian kinerja Gapoktan Sumber Makmur pada Model Kinerja di SIPK-GP 1.13 Gapoktan Detail penyaluran dan pengembalian dana Pengelompokkan data Data penyaluran, pengembalian pokok, dan pembayaran bunga Gapoktan/ PMT/PPL Laporan perkembangan usaha Pengolahan data Skor kinerja dan kesimpulannya BPTP/Pusat/ Auditor Gambar 24. Diagram aliran data level 1 pada model kinerja gapoktan

16 41 Hasil pengolahan AHP dengan menggunakan expert choice diperoleh hasil sebagaimana tertuang pada Gambar 25. Pengolahan dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan terhadap input data dari masing-masing narasumber yang menghasilkan indeks inkonsistensi lebih dari 0,1, serta melakukan integrasi untuk skor aktor dan tujuan. Berdasarkan Gambar 25 diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap fokus usaha gapoktan yaitu potensi pemasaran dengan skor 0,479. Terpilihnya potensi pemasaran sebagai faktor yang paling berpengaruh menunjukkan bahwa dalam melakukan usaha agribisnis, faktor tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan usaha dibanding dengan faktor lainnya, yaitu kelayakan usaha dan potensi wilayah. Gambar 25. Hasil perhitungan AHP dengan menggunakan expert choice Aktor yang paling berpengaruh yaitu pemangku kebijakan (Direktur Pembiayaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian) dengan skor 0,376 diikuti oleh ketua gapoktan dengan skor 0,200. Hal ini menunjukkan bahwa pemangku kebijakan selaku pihak yang pertama memutuskan gapoktan penerima dana BLM-PUAP mempunyai peranan penting dalam keberhasilan gapoktan. Selanjutnya, ketua gapoktan selaku pimpinan atau pengambil kebijakan ditingkat gapoktan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkat keberhasilan usahatani

17 42 anggota gapoktan dan keberhasilan kinerja gapoktan itu sendiri. Apabila kita mengambil ketua gapoktan sebagai aktor utama, maka tujuan yang akan menjadi prioritas yaitu peningkatan pendapatan dengan skor 0,417, sedangkan alternative usahatani terbesar pada usaha simpan pijnam dengan skor 0,282, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 26 dan 27. Gambar 26. Prioritas tujuan apabila dipilih ketua gapoktan sebagai aktor Gambar 27. Prioritas alternatif usahatani untuk actor ketua gapoktan dan tujuan peningkatan pendapatan Pada unsur tujuan, prioritas utama yaitu peningkatan lapangan kerja dengan skor 0,426. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan lapangan kerja merupakan tujuan utama dari pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Peningkatan lapangan kerja ini akan menimbulkan multiplier effect, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan pengembangan kelompok. Secara keseluruhan, prioritas alternatif usaha gapoktan secara berturutturut yaitu simpan pinjam (0,286), usahatani hortikultura (0,243), usahatani tanaman pangan (0,204), usahatani ternak kecil (0,149), dan usahatani ternak

18 43 besar (0,118). Akan tetapi, apabila kota khususkan pada tujuan peningkatan lapangan kerja, maka alternatif tertinggi berada pada usahatani hortikultura dengan skor sebesar disusul dengan usaha simpan pinjam sebesar 0,238 dan usahatani tanaman pangan sebesar 0,237. Gambar 28. Alternatif usahatani pada tujuan peningkatan lapangan kerja Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan AHP maupun CPI, pada sektor on-farm, alternatif pertama fokus usaha gapoktan yaitu usahatani hortikultura, dalam hal ini cabai. Sedangkan apabila digabung dengan sektor off-farm, maka usaha simpan pinjam menjadi pilihan utama. Akan tetapi, karena pada pelaksanaan usaha simpan pinjam jenis usaha yang dilakukan anggota sangat variatif, maka pengelolaannnya sebaiknya dipisahkan dari pengelolaan usaha on-farm. Hasil analisis ini memberi petunjuk kepada ketua kelompok tani, ketua gapoktan, PMT, dan/atau PPL untuk menganjurkan anggotanya melakukan usahatani hortikultura khususnya cabai. Hasil ini pun dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan pengaturan jenis usahatani yang dilakukan anggota, sehingga tidak serta merta seluruh anggota melakukan usahatani cabai. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan harga produk yang besar pada saat panen raya. Penetapan fokus usaha dengan metode AHP pada model pengembangan memberikan fasilitas pemasukan data untuk tiga partisipan dan perhitungan gabungan sebagaimana fasilitas dalam software expert choice. Sub-sub menu pada sub menu AHP ini terdiri dari Sub-sub menu Tambah Data yang memberikan fasilitas pemasukan data goal, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif, Sub-sub menu Perbandingan AHP yang memberikan fasilitas input data AHP berdasarkan data partisipan, serta Sub-sub menu Daftar AHP yang menampilkan hasil dari perhitungan AHP. Laman Sub-sub menu pada menu AHP seperti disajikan pada Gambar 29 sampai Gambar 31. Diagram aliran data untuk AHP disajikan pada Gambar 32.

19 44 Gambar 29. Sub-sub menu tambah data AHP pada SIPK-GP 1.13 Perhitungan data masing-masing partisipan telah sesuai dengan yang dihasilkan oleh expert choice. Sedangkan untuk perhitungan data gabungan, hasil yang diperoleh tidak sama dengan yang dihasilkan oleh expert choice, akan tetapi hasil tersebut sama dengan hasil perhitungan secara manual dengan menggunakan rumus perkalian matriks dalam excel. Selain itu, model ini belum melakukan perhitungan integrasi untuk skor alternatif terhadap goal. Seperti halnya expert choice, model ini pun belum melakukan perhitungan integrasi skor untuk aktor dan tujuan. Gambar 30. Input perbandingan AHP pada Sub-sub menu Perbandingan AHP

20 45 Gambar 31. Sub-sub menu daftar AHP pada sub menu AHP di SIPK-GP 1.13 Gambar 32. Diagram aliran data level 1 pada model pengembangan dengan AHP

21 46 Hasil penetapan fokus usaha dengan menggunakan metode CPI pada model pengembangan usaha diperoleh hasil seperti ditunjukan pada Gambar 33. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa cabai merupakan prioritas utama fokus usaha gapoktan dengan skor sebesar 206,64. Skor hasil perhitungan dengan menggunakan sistem sama dengan perhitungan secara manual. Hal ini menunjukkan bahwa sistem telah sesuai dan dapat dipergunakan. Diagram aliran data level 1 untuk model pengemabgan dengan CPI disajikan pada Gambar 34. Gambar 33. Perhitungan CPI pada SIPK-GP 1.13 Poktan Detail data usahatani (biaya investasi, biaya tetap, biaya variable, dan penghasilan usahatani) Pengelompokkan data Biaya dan penghasilan bulanan Pengolahan data I Nilai NPV, IRR, Net B/C, dan BEP masing-masing jenis usahatani Pengolahan data II Skor masing-masing jenis usahatani Gapoktan/ BPTP/PMT/PPL Gambar 34. Diagram aliran data level 1 pada model pengembangan dengan CPI

22 47 Penetapan fokus usaha dengan menggunakan metode CPI untuk tiga jenis usahatani utama yang dilakukan ketiga gapoktan sampel disajikan pada Tabel 20 dan 21. Berdasarkan Tabel 21, diketahui bahwa usahatani yang paling menguntungkan yaitu usahatani cabai yang termasuk dalam usahatani hortikultura. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan fokus usaha gapoktan dengan menggunakan AHP sejalan dengan penetapan fokus melalui metode CPI. Tabel 20. Nilai-nilai analisa kelayakan usaha untuk perhitungan CPI No Jenis Usahatani NPV IRR Net B/C BEP 1 Padi 482, % ,263 2 Cabai 2,005, % Jagung 772, % Trend (+) (+) (+) (-) Tabel 21. Perhitungan CPI untuk tiga jenis usahatani utama gapoktan No Jenis Usahatani NPV IRR Net B/C BEP SKOR Peringkat 1 Padi Cabai Jagung Bobot C. Evaluasi User Evaluasi sistem dilakukan untuk mengetahui apakah sistem yang telah dikembangkan telah sesuai dengan kebutuhan atau masih memerlukan beberapa tambahan/perbaikan. Pada pengembangan SIPK-GP 1.13 ini evaluasi dilakukan oleh auditor yang merupakan salah satu calon user dari sistem. Evaluasi dilakukan terhadap kecukupan input data dan kecukupan output dari sistem yang merupakan informasi yang akan digunakan oleh auditor dalam pelaksanaan tugasnya. Hasil evaluasi tersebut disajikan pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22. diketahui pada indikator input, dari 8 orang responden 7 responden menyatakan setuju atau sangat setuju untuk seluruh sub indikator yang terdiri dari jenis data yang diinput telah sesuai kebutuhan, proses input data mudah, dan proses pembaharuan data mudah, sedangkan satu responden menyatakan cukup setuju pada sub indikator jenis data yang diinput telah sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitasi dan konfigurasi input data pada sistem telah cukup memadai atau sesuai dengan kebutuhan user. Pada indikator output, dari 8 responden, sebanyak 7 responden menyatakan setuju atau sangat setuju pada seluruh sub indikator output, sedangkan satu orang responden menyatakan cukup setuju pada sub indikator

23 48 relevansi informasi yang dihasilkan terhadap yang dihasilkan gapoktan dan akurasi informasi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang dihasilkan sistem telah sesuai dengan kebutuhan user. Dengan demikian, sistem yang dikembangkan telah memenuhi kebutuhan user dan siap untuk digunakan. Tabel 22. Hasil evaluasi sistem oleh calon user No Indikator Penilaian PENDAPAT RESPONDEN INPUT 1 jenis data yang diinput telah sesuai kebutuhan SS SS SS CS S S SS S 2 proses input data mudah SS SS SS S S S SS S 3 proses perbaruan data mudah SS SS SS S S S SS SS OUTPUT 4 kelengkapan informasi yang dihasilkan SS S SS S S S S S 5 keandalan informasi yang dihasilkan terhadap informasi yang diharapkan SS SS SS S S S SS S 6 relevansi informasi yang dihasilkan terhadap yang dihasilkan gapoktan SS SS SS CS S S S SS 7 akurasi informasi yang dihasilkan SS S SS CS S S SS S Keterangan: STS = sangat tidak setuju (1); TS = tidak setuju (2); CS = cukup setuju (3); S = setuju (4); SS = sangat setuju (5) D. Implikasi Manajemen Implementasi SIPK-GP 1.13 pada pelaksanaan Program PUAP di Kementerian Pertanian akan menimbulkan implikasi manajemen mulai dari tingkat pusat dan provinsi (aspek strategis dan taktis) sampai dengan gapoktan (aspek teknis), baik pada sisi perencanaan maupun pada pelaksanaan kegiatan. Sistem ini menghasilkan output yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai level manajemen pada pelaksanaan kegiatan PUAP. Manual instalasi SIPK-GP 1.13 disajikan pada Lampiran Aspek strategis Direktorat Pembiayaan Pertanian selaku penanggung jawab kegiatan dan penentu kebijakan, perlu melakukan beberapa perubahan kebijakan pelaksanaan kegiatan, yaitu a. melakukan revisi Pedoman Umum PUAP antara lain dengan melakukan penambahan persyaratan gapoktan penerima dengan persyaratan teknis sebagaimana yang digunakan pada model seleksi gapoktan b. perubahan metode seleksi gapoktan, dengan melakukan input data teknis (nama anggota, tanggal lahir/usia, luas lahan yang dimiliki, status lahan, modal awal yang dimiliki, dan jenis usahatani yang dilakukan) gapoktan calon penerima bantuan kedalam SIPK-GP 1.13 untuk diolah dan hasilnya diperoleh melalui model seleksi gapoktan, selain melakukan verifikasi administrasi sebagaimana yang selama ini dilakukan c. sosialisasi kepada instansi terkait (BPTP provinsi dan dinas lingkup pertanian) tentang perubahan Pedoman Umum PUAP d. melakukan penggandaan SIPK-GP 1.13 untuk diujiterapkan pada beberapa gapoktan penerima BLM-PUAP

24 49 e. penambahan biaya pengadaan komputer dan printer pada komponen biaya dalam rencana usaha gapoktan, serta f. menambahkan materi aplikasi SIPK-GP 1.13 pada pelaksanaan pelatihan penyelia mitra tani dan gapoktan penerima dana BLM-PUAP 2. Aspek taktis BPTP selaku koordinator di provinsi bekerja sama dengan dinas terkait perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut a. menginstruksikan PMT dan/atau PPL untuk melakukan pendataan atas biaya-biaya yang dikeluarkan anggota gapoktan dalam melakukan usahataninya serta penghasilan yang diperoleh anggota gapoktan dari usahatani yang dilakukannya. Data tersebut digunakan sebagai input pada model wilayah usaha b. meningkatkan sosialisasi dan pembinaan kepada gapoktan, khususnya yang berkaitan dengan tertib administrasi, sehingga data yang diperlukan oleh sistem selalu tersedia dan dapat diinput tepat waktu c. melakukan analisa atas komponen-komponen dalam model wilayah usaha, untuk dilakukan efisiensi biaya usahatani dan mengurangi kehilangan hasil panen 3. Aspek teknis Data merupakan hal yang sangat menentukan efektifitas pemanfaatan sistem, karena apabila data yang diinput tidak benar, akurat, dan lengkap, maka sistem tidak akan menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. PMT/PPL selaku bagian dari manajemen yang langsung berhubungan dengan gapoktan perlu meningkatkan monitoring dan pembinaan pengelolaan administrasi keuangan untuk menjamin ketersediaan, keakuratan, dan ketertiban pencatatan yang dilakukan oleh gapoktan. Dipihak lain, gapoktan selaku pelaksana utama kegiatan PUAP, perlu menetapkan anggota yang akan ditugaskan sebagai pengguna sistem. 4. Aspek sosial SIPK-GP 1.13 melalui model pengembangan, memberi output berupa prioritas usahatani yang paling layak dilakukan oleh anggota gapoktan. Model ini memungkinkan gapoktan untuk mengatur atau melakukan penjadwalan jenis usahatani yang dilakukan oleh anggotanya. Hal ini memerlukan adanya agenda rutin dari gapoktan untuk melakukan pertemuan mengenai penjadwalan jenis usahatani yang dilakukan oleh anggotanya, sehingga masing-masing anggota tidak hanya melakukan satu jenis usahatani, tetapi beberapa jenis usahatani sesuai dengan prioritasnya dilakukan oleh anggota secara bergiliran. Hal ini pun menuntut peran PPL untuk aktif memberikan penyuluhan usahatani kepada anggota terutama yang tidak terbiasa melakukan berbagai jenis usahatani.

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN Pengambilan data primer berupa data gapoktan dan kuesioner AHP terhadap pakar dilakukan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 29 April 2013. Data gapoktan diambil dari gapoktan penerima

Lebih terperinci

Lampiran 1. Format Laporan Penyaluran Dana BLM-PUAP Kepada Kelompok Tani LAPORAN PENYALURAN DANA BLM-PUAP KEPADA KELOMPOK TANI

Lampiran 1. Format Laporan Penyaluran Dana BLM-PUAP Kepada Kelompok Tani LAPORAN PENYALURAN DANA BLM-PUAP KEPADA KELOMPOK TANI LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Format Laporan Penyaluran Dana BLM-PUAP Kepada Kelompok Tani Bulan : Tahun : Nama Gapoktan : Nama Ketua : Desa : Kecamatan : Kabupaten/Kota : Provinsi : LAPORAN PENYALURAN DANA

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL VI. PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak ng diberi nama mangosteen

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model Rekayasa sistem kelembagaan penelusuran pasokan bahan baku agroindustri gelatin untuk menjamin mutu produk melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Implementasi program adalah tahap implementasi analisis dan perancangan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Implementasi program adalah tahap implementasi analisis dan perancangan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi program adalah tahap implementasi analisis dan perancangan yang telah dibuat sebelumnya agar bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Rancang Bangun Aplikasi

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01

IV. PEMODELAN SISTEM. A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 IV. PEMODELAN SISTEM A. Konfigurasi Sistem EssDSS 01 Sistem penunjang keputusan pengarah kebijakan strategi pemasaran dirancang dalam suatu perangkat lunak yang dinamakan EssDSS 01 (Sistem Penunjang Keputusan

Lebih terperinci

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 PROGRAM UTAMA mangosteen 1.0 Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dalam sebuah paket program bernaman mangosteen 1.0. Model mangosteen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian

Lebih terperinci

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM

IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM IV. PEMODELAN SISTEM A. KONFIGURASI SISTEM Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasok Sutera Alam berbasis Web dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan rantai

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Tumbihe Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango terdiri dari Tiga (3) Lingkungan yaitu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren. 44 V. PEMODELAN SISTEM Dalam analisis sistem perencanaan pengembangan agroindustri aren di Sulawesi Utara menunjukkan bahwa terdapat berbagai pihak yang terlibat dan berperan didalam sistem tersebut. Pihak-pihak

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN. kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya.

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN. kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya. BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1 Analisis Sistem Analisis sistem ini merupakan penguraian dari suatu sistem yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MANAJEMEN GAPOKTAN PENERIMA DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT- PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN

SISTEM INFORMASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MANAJEMEN GAPOKTAN PENERIMA DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT- PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN SISTEM INFORMASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MANAJEMEN GAPOKTAN PENERIMA DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT- PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN MEMET DARMAWAN MAGISTER PROFESIONAL INDUSTRI KECIL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VI. IMPLEMENTASI MODEL

VI. IMPLEMENTASI MODEL 45 VI. IMPLEMENTASI MODEL Pengembangan model investasi fuzzy memerlukan perangkat keras dan mendukung perangkat lunak yang digunakan sehingga sistem ini dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Perangkat

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KAPASITAS BP3K PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 ii KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

2013, No.462

2013, No.462 5 2013, No.462 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PERMEN-KP/2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA BIDANG PERIKANAN BERBASIS KELOMPOK MASYARAKAT A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 79 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) DI KABUPATEN HALMAHERA BARAT Kuesioner ini dibuat dalam rangka penyusunan tugas akhir

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu 4.2 Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan alasan bahwa lokasi tersebut adalah salah satu lokasi pengembangan pertanian porduktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Rekrutmen Tenaga Pengajar SMA Swasta Methodist 7 Medan dengan Menggunakan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GAMBAR... iv ix xi xii BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

JURNAL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN REKOMENDASI PENERIMA BANTUAN RASKIN DI DESA BANGUNJAYA MENGGUNAKAN METODE COMPARATIVE PERFORMANCE INDEX (CPI)

JURNAL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN REKOMENDASI PENERIMA BANTUAN RASKIN DI DESA BANGUNJAYA MENGGUNAKAN METODE COMPARATIVE PERFORMANCE INDEX (CPI) JURNAL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN REKOMENDASI PENERIMA BANTUAN RASKIN DI DESA BANGUNJAYA MENGGUNAKAN METODE COMPARATIVE PERFORMANCE INDEX (CPI) RECOMMENDATION SUPPORT DECISION SYSTEM ON AID RECEPTIENTS

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. sistem yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga diharapkan dengan adanya

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. sistem yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga diharapkan dengan adanya BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Implementasi Implementasi program adalah implementasi dari analisa dan desain sistem yang telah dibuat sebelumnya. Sehingga diharapkan dengan adanya implementasi ini

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO Ukuran Kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah net present value (NPV) dan net benevit cost ratio (net

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN 5 2012, No.149 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 1 Pebruari 2012 PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem

BAB III PEMBAHASAN. Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem BAB III PEMBAHASAN 3.1. Analisis Sistem Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh kedalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai perubahan status sosial, bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan 82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Prosedur penelitian

Gambar 3.1 Prosedur penelitian Gambar 3.1 Prosedur penelitian 3.2.1 Studi Pustaka Penelitian diawali dengan melakukan studi pustaka untuk mendapatkan pemahaman komprehensif tentang implementasi metode AHP dan TOPSIS dalam sistem pendukung

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. permasalahan dari suatu sistem informasi. Hasil akhir dari analisis sistem

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. permasalahan dari suatu sistem informasi. Hasil akhir dari analisis sistem BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 4.1. Analisis yang Berjalan Analisis sistem merupakan proses memilah-milah suatu permasalahan menjadi elemen-elemen yang lebih kecil untuk dipelajari guna mempermudah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS

Lebih terperinci

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN 94 SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN Konfigurasi Model Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri bersifat kompleks, dinamis, dan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pendirian industri bioinsektisda Bta di Bogor merupakan analisis yang dilakukan sebagai bagian dari tahap pra invetasi pada proyek pembangunan industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengembangan Sistem Pendekatan metode pengembangan sistem yang digunakan peneliti merupakan salah satu dari agile methods yaitu extreme Programming (XP). Dalam metode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi 45 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, secara operasional dapat diuraikan tentang definisi operasional,

Lebih terperinci

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01

V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 V. IMPLEMENTASI EssDSS 01 A. Program Utama EssDSS 01 Paket program EssDss 01 merupakan paket dari sistem program yang mengintegrasikan beberapa model yang berkaitan di dalamnya. Model-model ini membantu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JOMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari negara lain untuk komoditas padi, cabai, dan bawang merah pada tahun 2016

I. PENDAHULUAN. dari negara lain untuk komoditas padi, cabai, dan bawang merah pada tahun 2016 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia mengalami kenaikan produksi hingga tidak ada impor dari negara lain untuk komoditas padi, cabai, dan bawang merah pada tahun 2016 (Sulaiman dalam Nusakini,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang analisis kelayakan usahatani salak nglumut di Gapoktan Ngudiluhur dilakukan di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN RANCANGAN SISTEM. Kebutuhan input pada sistem ini berupa nilai-nilai

BAB III ANALISIS DAN RANCANGAN SISTEM. Kebutuhan input pada sistem ini berupa nilai-nilai 15 BAB III ANALISIS DAN RANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem 3.1.1 Kebutuhan Input Kebutuhan input pada sistem ini berupa nilai-nilai perbandingan kriteria, nilai perbandingan sub kriteria menurut kriteria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 83 BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM 5.1. Konfigurasi Model Analisis sistem pada Bab IV memperlihatkan bahwa pengembangan agroindustri sutera melibatkan berbagai komponen dengan kebutuhan yang beragam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil 1. Tampilan Menu Utama Pada halaman menu utama sistem penunjang keputusan ini sebagai halaman pertama kali saat aplikasi ini dijalankan. Halaman ini berisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penulisan dan penyusunan dalam laporan ini, metode tersebut adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. penulisan dan penyusunan dalam laporan ini, metode tersebut adalah : BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data Terdapat beberapa metode yang umum digunakan untuk mempermudah penulisan dan penyusunan dalam laporan ini, metode tersebut adalah : 1. Observasi (Observation)

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR LAMPIRAN - 3

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : KEPALA BADAN PPSDMP 1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN UU No. 16 Thn 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK PERHITUNGAN PEMUTIHAN PULP PADA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS BERBASIS DESTKOP

PERANGKAT LUNAK PERHITUNGAN PEMUTIHAN PULP PADA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS BERBASIS DESTKOP PERANGKAT LUNAK PERHITUNGAN PEMUTIHAN PULP PADA BALAI BESAR PULP DAN KERTAS BERBASIS DESTKOP Offy Sholehatun,.M.Kom., Gilang Aditya Kosentrasi Teknik Informatika Program Studi Manajemen Informatika POLITEKNIK

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat Penelitian 27 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini didahului dengan penelitian awal dan survei lapangan di PPN Kejawanan, Kota Cirebon, Jawa Barat pada awal bulan Maret 2012. Selanjutnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai perubahan status sosial, bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus

Lebih terperinci