I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Yenny Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan bahwa sampai dengan Agustus 2009 kurang lebih 41,61 juta (39,67 persen) dari total penduduk Indonesia yang bekerja dengan jumlah 104,87 juta penduduk Indonesia menyatakan bahwa mereka bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan, dan peternakan). Peranan sektor pertanian dalam hal penyerapan tenaga kerja yang besar belum mampu mengantarkan Indonesia mencapai kesejahteraan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Pemerintah Indonesia sejak lama telah mengambil banyak langkah positif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor Pertanian seperti kredit Bimbingan Massal (BIMAS), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program-program tersebut diselenggarakan guna meningkatkan produksi pertanian (padi dan palawija) serta sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Menurut Apriyantono (2004) memperjelas mengenai masalah yang ada dalam pertanian Indonesia yaitu permasalahan pengembangan pasar dan tataniaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, teknologi, mentalitas, organisasi tani, kebijakan tani, informasi dan modal pertanian. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan pertanian yang mencakup berbagai aspek, kemudian pemerintah membentuk suatu program terobosan yang fokus pada pembangunan pertanian perdesaan yaitu 1
2 program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan yang lebih dikenal dengan PUAP. PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). PUAP ditujukan bagi desa miskin di Indonesia yang dianggap masih memiliki potensi untuk dikembangkan dari sektor agribisnisnya. Untuk pelaksanaan PUAP di Departemen Pertanian, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/ PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. PUAP mulai direalisasikan sejak tahun 2008 dengan jumlah target Gapoktan yang menerima dana PUAP pada tahun 2008 setelah mendapat usulan dari komisi IV DPR menjadi desa. Realisasi desa penerima PUAP tahun 2008 sebanyak (Lampiran 1) dengan jumlah penyerapan terbanyak berdasarkan kelompok pulau terdapat di Pulau Jawa dan Bali (Tabel 1). Adapun penyebaran desa penerima PUAP tahun 2008 di Pulau Jawa dan Bali ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 1. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2008 No. Kelompok Pulau Jumlah Kab/ Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan 1 Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara Maluku Papua Total Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah 2
3 Tabel 2. Realisasi Desa Penerima Dana BLM-PUAP Berdasarkan Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Tahun 2008 No. Provinsi Jumlah Kab/ Kota Jumlah Kecamatan Jumlah Desa/ Kelurahan 1 Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur D.I. Yogyakarta D.K.I. Jakarta Bali Total Sumber : Puslitbang Sosial Ekonomi (2009), diolah Pelaksanaan PUAP di tingkat desa dijalankan oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Dana PUAP secara khusus diharapkan dikelola oleh unit usaha otonom yang merupakan bagian dari Gapoktan itu sendiri yang dapat meliputi unit simpan pinjam, unit usaha saprodi, unit usaha pengolahan dan pemasaran. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gapoktan diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Tujuan dari program PUAP adalah mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah; meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani; memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis; serta meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Indikator keberhasilan Outcome PUAP yaitu meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi penyaluran dana BLM untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani, meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha, meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan, dan meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau 3
4 penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sektor pertanian, menjadi menarik untuk meneliti program PUAP yang merupakan program terobosan terbaru dari pemerintah. Hal ini didasari atas adanya kemungkinan kegagalan yang ditemui disebabkan oleh faktor kegagalan yang terjadi pada program terdahulu. Kegagalan KUT ditunjukkan dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 5,71 Trilyun. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan KUT adalah rendahnya kesadaran petani dalam pengembalian pinjaman dimana persepsi petani terhadap dana yang diterima merupakan pemberian pemerintah yang tidak wajib untuk dikembalikan, kurangnya pembinaan terhadap petani anggota dan kurangnya ketersediaan SDM yang mengelola dana baik secara kuantitas maupun kualitas (Andriani, 1996). Program penyediaan modal atau pembiayaan pertanian tidak dapat menuntaskan permasalahan pertanian yang ada apabila tidak bersamaan dengan pembinaan terhadap kelompok yang mengelola dan petani yang tergabung di dalamnya diperhatikan. Selain itu adanya beberapa persamaan dalam prosedur yang berlaku berupa penyusunan rancangan kebutuhan petani yang pada program KUT dikenal dengan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sedangkan pada PUAP dikenal dengan Rancangan Usaha Bersama (RUB). Terjadi banyak penyimpangan dalam penyusunan RDKK dimana terdapat banyak temuan luasan lahan fiktif. Hal ini didorong karena pada KUT terdapat aturan semakin luas lahan maka semakin besar pinjaman kredit yang diterima. Oleh karena itu, dalam penyusunan PUAP didampingi oleh banyak perangkat yaitu penyuluh pertanian, PMT, dan pengurus Gapoktan itu sendiri. Persamaan lainnya adalah dana kemudian dikelola oleh kelompok tani atau Koperasi yang masih belum memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam pengelolaan dana sehingga diperlukan pembinaan dari pihak terkait PUAP seperti PMT. Adanya perbedaan status pembiayaan yang diberikan dimana KUT yang merupakan kredit sedangkan PUAP merupakan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dapat mendorong dana PUAP tidak digunakan secara produktif dan memungkinkan beberapa penyimpangan terjadi. Akan tetapi, perbedaaan status 4
5 pembiayaan pertanian dari dana PUAP dapat dilihat secara positif bahwa dengan adanya BLM-PUAP dapat menjadikan penerima dana PUAP tidak terbebani dalam menggunakan dana yang didapatkan dan berani dalam mengambil risiko dari usaha yang dijalankan. Perbedaan ini diperjelas dalam penelitian yang ada bahwa keengenanan sebagian petani meminjam KUT apabila program tersebut kembali dilaksanakan adalah beban bunga yang dibebankan kepada petani. Halhal yang telah dipaparkan mendorong untuk mengetahui lebih mendalam mengenai PUAP itu sendiri dalam mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia. Dengan adanya dana PUAP dilahirkan sebuah kelembagaan non-formal baru dalam Gapoktan itu sendiri yang berperan dalam pengelolaan dana PUAP dimana dalam petunjuk teknis PUAP disebut dengan unit usaha otonom. Dalam juknis disebutkan bahwa unit usaha yang dijalankan oleh unit usaha otonom ini memiliki ruang lingkup yang sama dengan yang ada pada koperasi. Hal lain yang menarik untuk diteliti adalah aspek apa yang menjadi perbedaan mendasar dari unit usaha otonom dengan koperasi dan alasan apa melatarbelakangi pembentukkan lembaga baru ketika dalam suatu desa yang mendapat dana PUAP terdapat Koperasi. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih mendalam mengenai keragaan PUAP dengan adanya peranan kelembagaan yang lahir setelah adanya PUAP (unit usaha otonom). Hasil penelitian mengenai keragaan ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi stakeholder PUAP baik itu Gapoktan sebagai pelaksana PUAP maupun pihak pemerintah dari tingkat kabupaten hingga nasional. Unit usaha otonom yang diteliti adalah unit usaha otonom pada Gapoktan Subur Rejeki. Unit usaha otonom dalam Gapoktan Subur Rejeki diberi nama Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki). Pemilihan Gapoktan ini berdasarkan hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dengan penilaian yang dijalankan oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) yang menunjukkan kinerja pengelolaan dana PUAP oleh Gapoktan Subur Rejeki termasuk ke dalam kelas baik (Tabel 3). Penelitian yang dilakukan terhadap Gapoktan dengan kinerja pengelolaan dana baik diharapkan dapat 5
6 menjadi pembelajaraan bagi Gapoktan lainnya dalam mengelola dana bantuan pemerintah yang sampai sejauh ini banyak yang tidak berkembang dan belum bisa menjadi dana stimulan untuk meningkatkan produktivitas Gapoktan. Adapun kriteria yang digunakan dalam evaluasi PUAP Kabupaten Sukabumi ke dalam kelas Gapoktan dengan kinerja baik, sedang, dan kurang baik, dilihat dari profil umum dan keanggotan Gapoktan, kepengurusan Gapoktan, kualitas SDM pengurus Gapoktan, fasilitas organisasi Gapoktan, kinerja Gapoktan, serta mekanisme pengusulan dan penyaluran dana BLM-PUAP. Tabel 3. Kelas Gapoktan dengan Kinerja Baik Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 No. Nama Gapoktan Desa Kecamatan 1. Subur Rejeki Sukaresmi Cisaat 2. Makmur Jaya Kebon Manggu Gunung Guruh 3. Makmur Jaya Klp. Rea Nagrak Sumber : Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Kab. Sukabumi (2009) Selain itu, penerapan pola pembiayaan syariah dalam pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S Subur Rejeki menjadi faktor lain yang menjadikan LKMA- S Subur Rejaki menarik. Hal ini didasari atas banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan pola pembiayaan syariah sesuai untuk usaha kecil dan mikro termasuk salah satunya sektor pertanian. Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lembaga pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah sebagai lembaga alternatif dalam pembiayaan sektor agribisnis merupakan alternatif yang strategis karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Pola pembiayaan syariah yang kemudian oleh LKMA-S diterapkan dalam pengelolaan dana PUAP Perumusan Masalah LKMA-S Subur Rejeki merupakan bagian dari Gapoktan Subur Rejeki yang berperan sebagai unit usaha otonom Gapoktan. Sumber dana yang dikelola oleh LKMA-S diperoleh dari dana PUAP dan simpanan anggota. Pada saat ini LKMA-S berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Poktan, Gapoktan, BP3K, PMT, dan BP4K. Adapun unit usaha yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki saat ini meliputi unit usaha simpan pinjam, unit pemasaran dan unit 6
7 penyediaan saprodi. Dalam menjalankan unit usahanya, LKMA-S Subur Rejeki menggunakan prinsip syariah. Unit usaha simpan pinjam memungkinkan petani yang tergabung dalam Gapoktan Subur Rejeki untuk menyimpan uang baik itu simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Uang simpanan yang dihimpun oleh LKMA-S kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) di Desa Sukaresmi yang berbasis non-pertanian. Keuntungan yang didapatkan dari pemberian pinjaman bagi usaha non-pertanian tersebut kemudian ditambahkan pada kas Gapoktan. Unit usaha lainnya yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki adalah unit usaha pemasaran dimana LKMA-S berperan dalam sub-sistem hilir berupa pembelian hasil produksi dari petani anggota Gapoktan Subur Rejeki. Uang yang digunakan untuk membeli hasil produksi pertanian sampai sejauh ini berasal dari uang simpanan anggota yang telah dipastikan oleh LKMA-S tidak akan diambil dalam waktu cepat serta keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan dana PUAP selama satu tahun ke belakang. Pada saat ini hasil produksi yang dibeli oleh pihak LKMA-S adalah sebagian hasil produksi pertanian tanaman pangan yaitu padi. Hasil produksi hortikultura belum mendapatkan penanganan dari pihak LKMA-S Subur Rejeki karena petani di desa Sukaresmi belum bisa memenuhi standar yang diinginkan oleh pihak pembeli. Dalam hal ini pihak pembeli yang dimaksud adalah perusahaan yang memiliki jalinan kerja sama dengan pihak Gapoktan dimana perusahaan tersebut bergerak dalam produksi pupuk untuk hortikultura organik. Adapun bentuk akad yang diterapkan dalam jalinan kerja sama ini adalah mudharabah. Sampai saat ini telah diupayakan peningkatan kualitas produk hortikultura dari desa Sukaresmi. Secara khusus pengelolaan dana PUAP dikelola dengan memberikan pinjaman secara tunai dan penyediaan saprodi kepada petani berdasarkan pengajuan kebutuhan yang diberikan oleh petani kepada pihak LKMA-S dengan menggunakan akad murabahah. Sebagian besar dari penyaluran dana PUAP bagi petani anggota diberikan dalam bentuk uang tunai dengan menjadikan petani anggota sebagai wakalah (wakil). Mulai dari Januari 2010, LKMA-S mengupayakan akad murabahah yang dilaksanakan adalah dengan menyediakan 7
8 secara langsung kebutuhan sarana produksi petani (seperti benih, pupuk kandang, dan pupuk cair). Hal ini telah diterapkan pada dua poktan yaitu Subur Rejeki 1 dan Subur Rejeki 2. Akan tetapi, terdapat pengecualian pada biaya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh petani dimana pinjaman tetap diberikan secara tunai. Hal ini didasari agar tidak terjadi penyalahgunaan dana oleh petani untuk kegiatan yang tidak produktif bagi usahatani yang dijalankan. Prosedur dan mekanisme yang telah ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki akan dilihat apakah keragaan pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S dalam penyaluran dana PUAP kepada petani mendukung terhadap pencapaian tujuan PUAP. Setelah melihat keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani kemudian dilihat apakah penyaluran dana PUAP memiliki pengaruh terhadap petani anggota Gapoktan yang menerima PUAP. Keragaan dari penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh LKMA-S kepada petani diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan PUAP. Adapun salah satu indikator dari keberhasilan pencapaian tujuan PUAP adalah peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan petani dapat disebabkan oleh adanya perubahan dalam penggunaan faktor produksi yang nantinya akan berpengaruh terhadap produktivitas petani. Sanim (1998) menyatakan upaya pemberian kredit yang dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan saprodi memang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam melihat pengaruh dari adanya PUAP pada petani maka akan diteliti mengenai bagaimana penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Langkah selanjutnya setelah mengetahui bagaimana penggunaan faktor produksi pada petani penerima PUAP adalah dengan melihat faktor produksi apa saja yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi petani. Selain itu, hal yang akan dianalisis adalah apakah PUAP memiliki pengaruh positif atau negatif terhadap pendapatan petani. 8
9 1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis keragaan penyaluran dana PUAP kepada petani dengan prosedur dan mekanisme yang ditetapkan oleh LKMA-S Subur Rejeki berbasis syariah. 2) Menganalisis pengaruh PUAP bagi petani anggota Gapoktan penerima PUAP dilihat dari fungsi produksi dan pendapatan petani penerima PUAP Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah: 1) Bagi LKMA-S Subur Rejeki dapat mengetahui keragaan dan pengaruh dari penyaluran dana PUAP kepada petani. Hal ini dapat menjadi salah satu evaluasi dan masukan bagi pihak LKMA-S Subur Rejeki dari penerapan pola pembiayaan yang diterapkan. 2) Bagi pemerintah dan Gapoktan lainnya bisa menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan dana PUAP berdasarkan penerapan pola pembiayaan yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki yang berbasis syariah. 3) Bagi penulis dapat menerapkan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan serta memberikan gambaran terhadap khalayak mengenai keragaan dari penerapan pola pembiayaan pertanian dalam pengelolaan dana PUAP oleh LKMA-S yang berbasis syariah Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih dalam mengenai kegiatan usaha dalam pengelolaan dana PUAP yang dijalankan oleh LKMA-S Subur Rejeki dengan pengelolaan dana berbasis syariah. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keragaan dari penyaluran dana PUAP dan pengaruhnya terhadap petani dengan penerapan prosedur yang diterapkan oleh LKMA-S. Prosedur yang ditetapkan oleh LKMA-S diharapkan dapat mendukung dalam pencapaian tujuan dari PUAP. Indikator keberhasilan PUAP juga dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat indikasi terhadap pencapaian tujuan PUAP. 9
10 Pada penelitian ini dilakukan pembatasan mengenai tujuan PUAP yaitu pada peningkatan produksi dan pendapatan. Dengan melihat terjadinya perubahan dalam produksi dan pendapatan dapat diketahui mengenai PUAP memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap produksi dan pendapatan petani. Pemenuhan tujuan ini ditunjukkan dengan membandingkan hasil produksi dan pendapatan pada petani anggota penerima PUAP dengan petani anggota non penerima PUAP. Adapun data didapatkan melalui data internal LKMA-S Subur Rejeki dan berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani secara langsung. 10
ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH
ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH SKRIPSI FUJI LASMINI H34062960 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan pertanian yang berbasis agribisnis dimasa yang akan datang merupakan salah satu langkah yang harus dilakukan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional berbasis pertanian dan pedesaan secara langsung maupun tidak langsung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di pedesaan merupakan salah satu masalah pokok pedesaan yang harus segera diselesaikan dan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari konteks pembangunan dan upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selama ini sektor pertanian
Lebih terperinciKEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
KEBIJAKAN TEKNIS PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN Disampaikan Pada Rakornas Gubernur Dan Bupati/Walikota DEPARTEMEN PERTANIAN Jakarta, 31 Januari 2008 1 LATAR BELAKANG Pengembangan Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. misalkan susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertanian sebagai sumber kehidupan yang strategis. Istilah kehidupan diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya. Ketika kehidupan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan,
Lebih terperinciVI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP
VI KERAGAAN PENYALURAN DANA PUAP 6.1. Keragaan Penyaluran Dana PUAP Lembaga Keuangan Mikro Agrbisnis Syariah Subur Rejeki (LKMA-S Subur Rejeki) dalam pengelolaan dana BLM-PUAP memiliki fungsi dasar seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan. 29,41%, tahun 2013 tercatat 29,13%, dan 2014 tercatat 28,23%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kesejahteraan nasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional, karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan ( PUAP ) Berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bengkulu, Oktober 2010 Penanggung jawab Kegiatan, Dr. Wahyu Wibawa, MP.
1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas rahmat dan karunia-nya, sehingga Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaa (PUAP) tahun 2010 ini dapat tersusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia justru paling tidak dapat berkembang dibandingkan dengan sektor industri. Permodalan menjadi masalah utama lambatnya
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal
Lebih terperinciRENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sektor pertanian sampai saat ini telah banyak dilakukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatan petani, sektor pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan suatu program yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan pengentasan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan tingginya tingkat kemiskinanberhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Nasution (2008), beberapa masalah pertanian yangdimaksud
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) BAB I PENDAHULUAN
5 2012, No.149 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) NOMOR : 04/Permentan/OT.140/2/2012 TANGGAL : 1 Pebruari 2012 PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Monitoring Monitoring (pemantauan), yang berasal dari kata Latin memperingatkan, dipandang sebagai teknik manajemen
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN TEORITIS
4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Program PUAP Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program yang dinisiasi oleh Kementrian Pertanian.Menteri Pertanian
Lebih terperinciPRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi
PRAKTIKUM MK. KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS Jati diri Koperasi-Prinsip dan Nilai Koperasi Oleh : Ade Permana (H34096001), Desy Kartikasari (H34096017), Devi Melianda P (H34096020), Mulyadi(H34096068)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian memiliki peran
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI
LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Gabungan Kelompok Tani (Gapokan) PERMENTAN Nomor 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) menetapkan
Lebih terperinciKINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 KINERJA PERKEMBANGAN GAPOKTAN PUAP DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS DI KALIMANTAN SELATAN Sholih Nugroho Hadi, Harun Kurniawan dan Achmad
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP)
WAHANA INOVASI VOLUME 5 No.2 JULI-DES 2016 ISSN : 2089-8592 EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) Khairunnisyah Nasution Dosen Fakultas Pertanian UISU, Medan ABSTRAK
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dasar pijakan pembangunan kedepan akan mengakibatkan pertumbuhan akan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, perdebatan masalah konsep ekonomi kerakyatan terus berlangsung. Banyak pihak yang mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan sebagai dasar pijakan pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/Permentan/OT.140/1/2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bentuk Bantuan Modal Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Massal
Lebih terperinciPEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016
PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciCATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,
CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM
Lebih terperinciDAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN ANGGOTA GAPOKTAN
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TERHADAP KINERJA GAPOKTAN DAN PENDAPATAN ANGGOTA GAPOKTAN SKRIPSI M. KOKO PRIHARTONO H34076093 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Lebih terperinciKEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
KEMENTERIAN PERTANIAN PEDOMAN UMUM Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan 2011 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 11/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 09/PERMENTAN/OT.140/2/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
Lebih terperinciPEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan
Lebih terperinciPerkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh:
Perkembangan Kelembagaan Petani Melalui Pemanfaatan Dana PUAP (Hasil Studi Lapang Di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara) Oleh: Irwanto, SST (Widyaiswara Balai Pelatihan Pertanian Jambi)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian. kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS).
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI
PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya Sugiyarto Azhari
Lebih terperinciABSTRACT. Hendra Saputra 1) dan Jamhari Hadipurwanta 2) ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETANI TERHADAP KEBERHASILAN PROGRAM BLM PUAP DI GAPOKTAN TRI LESTARI, KAMPUNG TRI TUNGGAL JAYA, KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG Hendra Saputra 1) dan Jamhari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat
Lebih terperinciVI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN
VI. PERKEMBANGAN PUAP DAN MEKANISME KREDIT GAPOKTAN 6.1. Perkembangan Program PUAP Program PUAP berlangsung pada tahun 2008 Kabupaten Cianjur mendapatkan dana PUAP untuk 41 Gapoktan, sedangkan yang mendapatkan
Lebih terperinciKINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI
KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp. 0736 23030 E-mail
Lebih terperinciDIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN
Laporan Kinerja DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN Tahun 2014 Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian KEMENTERIAN PERTANIAN KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Pembiayaan, Direktorat Jenderal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan perekonomian di Indonesia di nominasi oleh kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian di Indonesia di nominasi oleh kegiatan pertanian. Hal ini di sebabkan Indonesia mempunyai lahan pertanian yang potensial yang bisa dikatakan masih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan
Lebih terperinciCUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG
CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciDAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara) SKRIPSI ZAGARUDDIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya dalam usahatani. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Masih tingginya angka kemiskinan, baik secara absolut maupun relatif merupakan salah satu persoalan serius yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini. Kemiskinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian. Perkembangan suatu usaha tani dipengaruhi ketersediaan modal. Modal
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Perkembangan suatu usaha tani dipengaruhi ketersediaan modal. Modal sendiri umumnya tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH. Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009)
KEYNOTE SPEECH Pada Seminar Nasional MENUJU PENDIRIAN BANK PERTANIAN (IPB International Convention Center, Bogor, 11 Mei 2009) Assalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Gubernur Bank Indonesia Rektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam
Lebih terperinciSkim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)
28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)
1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk pembangunan nasional, seperti dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto), penyerapan tenaga kerja,
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran
Lebih terperinci