Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik"

Transkripsi

1 1 Kajian Tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Ayu Nindyapuspa, Prof. Dr. Yulinah Trihadiningrum., MAppSc Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Abstrak Seiring dengan perkembangan teknologi, yang berdampak pada produksi alat elektronik, maka pengelolaan limbah elektronik atau e-waste menjadi salah satu problem bagi negara maju maupun negara berkembang. Tujuan dari studi ini adalah melakukan kajian tentang e-waste, kebijakan dan peraturan-peraturannya, serta kesesuaian pelaksanaannya, baik di negara maju (Amerika Serikat, Jepang, Australia, Switzerland) maupun negara berkembang (Malaysia, Cina, India, Indonesia). Metode yang digunakan adalah penelusuran pustaka yang terkait dengan masalah tersebut. Selanjutnya dibuat kriteria-kriteria untuk mendapatkan nilai penting (significance value) pada masing-masing parameter tentang kebijakan dan peraturan, sistem pengelolaan, serta kasus pelanggaran e-waste. Nilai penting yang diperoleh digunakan untuk melakukan penilaian tingkat kesesuaian pengelolaan e- waste di negara-negara tersebut. Negara dengan tingkat kesesuaian pengelolaan e-waste tertinggi adalah Switzerland, sedangkan negara dengan tingkat kesesuaian penge-lolaan e- waste terendah adalah Indonesia. Direkomendasikan untuk membuat kebijakan hukum dan pengelolaan yang spesifik mengenai e-waste di Indonesia. Kata kunci: elektronik, e-waste, negara maju, negara berkembang, pustaka I.PENDAHULUAN ewasa ini perkembangan teknologi perangkat elektronik Dsangat pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan hal ini akan berdampak pada produksi perangkat elektronik yang selalu terbaharui. Keadaan ini juga akan memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin maju. Penggunaan perangkat elektronik dipengaruhi faktor-faktor meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, populasi penduduk, dan daya beli masyarakat. Menurut Gaidajis (2010), jumlah komputer tiap negara berbanding lurus dengan Gross Domestic Products (GDP). Semakin besar nilai GDP, maka jumlah komputer tiap negara semakin besar (Gaidajis, 2010). Hal ini juga terbukti dengan bertambahnya e-waste secara tahunan di Eropa yang meningkat sekitar 3-5% seiring dengan meningkatnya GDP suatu negara tersebut, dengan peningkatan GDP sebanyak 2,6%. Kemajuan teknologi yang pesat mengakibatkan masa pakai alat elektronik yang digunakan saat ini semakin pendek. Masa pakai perangkat elektronik yang semakin pendek berdampak pada munculnya limbah elektronik atau yang dikenal sebagai electronic waste atau e-waste. Berdasarkan Basel Action Network, yang dimaksud dengan e-waste adalah semua benda yang termasuk dalam berbagai macam perangkat elektronik dan pengembangannya mulai dari peralatan elektronik rumah tangga yang besar seperti lemari es, pendingin ruangan, ponsel, stereo system, dan perangkat elektronik konsumtif lainnya, sampai komputer yang dibuang oleh pemiliknya (Gaidajis, 2010). Jumlah timbulan e-waste secara global mencapai Mt per tahun, yang setara dengan 1-3 % dari sampah dunia. Pada tahun 2010 timbulan e-waste mencapai 5,5 Mt yang terdiri dari ponsel, komputer, televisi bekas dan diprediksi pada tahun 2015 timbulan e-waste meningkat sampai mencapai 9,8 Mt. Di negara maju, 8% dari sampah kota merupakan e-waste, terutama di Uni Eropa kuantitas e-waste meningkat 3 5 % per tahun; tiga kali lebih cepat dari timbulan sampah kota. Sedangkan setiap rumah di Amerika Serikat menghasilkan 4 buah e-waste kecil dan 2 e-waste besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di Amerika Serikat, jumlah e-waste yang dihasilkan adalah 470 juta e-waste kecil dan 277 juta e-waste besar di dalam rumah masing-masing. Untuk negara berkembang, tidak diketahui data yang konkrit, namun diketahui bahwa negara India dan Thailand menghasilkan 0,3 dan 0,1 Mt e-waste pada tahun 2007 (Gaidajis, 2010). Selain itu, berdasarkan hasil survei di Macau, Cina, jumlah e-waste yang berasal dari rumah tangga memiliki peran besar dalam menghasilkan e-waste, yaitu sekitar 80% dari total e-waste yang dihasilkan di Macau. Pada tahun 2010, jumlah e-waste di Macau mencapai ton. Permasalahan e-waste menjadi permasalahan yang krusial, baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara maju sebagai penghasil e-waste terbesar, tidak bisa mendaur ulang e-waste dengan baik, karena besarnya biaya untuk hal tersebut, yaitu menyangkut teknologi daur ulang, biaya pekerja serta ketatnya kebijakan lingkungan. Sehingga tidak ada pilihan lain selain membuang e-waste tersebut ke negara berkembang, e-waste di negara barat diekspor ke negara berkembang seperti Cina dan India dalam jumlah besar dan secara ilegal untuk didaur ulang (Chatterjee, 2009). Di negara berkembang, seperti India, e-waste yang diimpor diolah untuk mendapatkan logam mulia yang terdapat pada e-waste tersebut, seperti emas, perak, platina, dan paladium (Chatterjee, 2009). Daur ulang e-waste yang dilakukan secara ilegal di India tidak ramah lingkungan karena proses solder untuk pengambilan emasnya mengakibatkan polusi udara dan limbah cair sisa perendaman mencemari tanah Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka diperlukan kajian lebih dalam mengenai limbah elektronik atau e-waste, yang meliputi penggolongannya, sumbernya, kebijakan penanganan, sistem pengelolaan, dan implementasinya di Indonesia dan negara maju. II.METODE PENELITIAN Studi literatur yang akan dilakukan adalah mengkaji pengelolaan e-waste di negara maju yaitu Amerika Serikat,

2 2 Jepang, Australia, dan Switzerland, serta pengelolaan e-waste di negara berkembang yaitu Malaysia, Cina, India, dan Indonesia. Jumlah literatur yang digunakan adalah minimal tiga puluh literatur yang terdiri dari jurnal ilmiah, penelitian terdahulu, prosiding seminar, terbitan lima tahun terakhir, serta peraturan-peraturan mengenai pengelolaan e-waste di masing-masing negara tersebut. Setelah kajian tersebut dilakukan, maka negara-negara tersebut dinilai baik dari segi kuantitatif dan kualitatif dalam pengelolaan e-waste. Dari negara-negara tersebut didapatkan rekomendasi pengelolaan e-waste di Indonesia. II. HASIL DAN DISKUSI A. Jenis, Sumber dan Komponen E-waste Menurut Bandyopadhyay (2010), sumber e-waste dibagi menjadi sepuluh kategori berdasarkan EU Directive 2002/96/EC. Kategori nomor satu sampai empat memberikan sumbangan terbesar dalam menghasilkan e-waste dengan prosentase lebih dari 95% dari total e-waste yang dihasilkan. Tabel 1. Kategori sumber e-waste Nomor Kategori Label 1 Peralatan rumah tangga besar Large HH 2 Peralatan rumah tangga kecil Small HH 3 Perangkat IT dan alat telekomunikasi ICT 4 Peralatan konsumen CE 5 Peralatan pencahayaan Lighting 6 Peralatan listrik dan elektronik (kecuali peralatan industri stasioner skala besar) Sumber: Bandyopadhayay (2010) B. Timbulan E-waste Secara Global E & E tools 7 Mainan dan alat olahraga Toys 8 Instrumen kesehatan (kecuali peralatan infeksius) Medical equipment 9 Instrumen monitoring M & C 10 Dispenser otomatis Dispensers Pada tahun 2006, timbulan e-waste di dunia diperkirakan antara juta ton per tahun, atau sekitar 1-3 % dari sampah perkotaan yang mencapai 1636 juta ton per tahun. Pada tahun 2007, 2,25 juta ton televisi, telepon genggam, dan komputer telah mencapai akhir masa pakainya, dimana 18% dikumpulkan untuk didaur ulang dan 82% dibuang langsung ke landfill. Komputer, telepon genggam, dan televisi akan menyumbangkan 5,5 juta ton dari total e-waste yang dihasilkan pada tahun Jumlah ini meningkat menjadi 9,8 ton pada tahun Perubahan teknologi juga mempengaruhi jumlah e-waste yang dihasilkan. Suatu inovasi dalam alat elektronik menjadi penyebab utama suatu alat elektronik memiliki masa pakai yang pendek. Sebagai contoh masa pakai CPU dalam kompute menurun, dimana pada tahu11997, masa pakai yang semula berkisar 4-6 tahun, menjadi 2 tahun pada tahun C. E-waste di Negara Maju Pengelolaan e-waste di negara maju melibatkan pihak konsumen, produsen, pendaur ulang dan pemerintah. Di negara maju, pengelolaan e-waste lebih ditekankan pada kesanggupan konsumen, pabrik, dan distributor alat elektronik untuk membayar biaya pengangkutan dan biaya daur ulang e-waste. Selain itu, negara maju memiliki peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan e-waste. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan e-waste di negara maju lebih baik dibandingkan di negara berkembang. Akan tetapi, di negara maju, banyak ditemukan kasus kegiatan ekspor e-waste ke negara berkembang, terutama di kawasan Asia. Bahkan beberapa ekspor tersebut mengatasnamakan sumbangan. Hal ini disebabkan oleh jumlah timbulan e-waste yang semakin banyak tetapi fasilitas daur ulang e-waste kurang memadai. Selain itu biaya pekerja yang tinggi serta kebijakan lingkungan yang ketat juga membuat negara maju tersebut mengekspor e-waste ke negara berkembang. 1. Amerika Serikat Amerika Serikat mengatur penanganan e-waste dalam Environmental Protecting Agency (EPA) nomor EPA-HQ- RCRA , yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule. Jenis e-waste yang diatur dalam peraturan ini adalah e-waste jenis Cathode Ray-Tubes (CRT). Negara bagian di Amerika Serikat juga membuat peraturan mengenai penanganan limbah elektronik sendiri. Sebagai contoh di negara bagian California, membuat peraturan California Electronic Waste Recycling Act, dimana mengatur pembayaran biaya recovery produk elektronik dan California Cell Phone Recycling Act, dimana membuat sistem take back dalam pengumpulan telepon genggam yang sudah mencapai akhir masa pakai. Negara bagian Maine membuat peraturan tersendiri mengenai e-waste rumah tangga, dimana dalam peraturan tersebut menggunakan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) untuk menangani e-waste yang berasal dari rumah tangga. Sumber e-waste di Amerika Serikat berasal dari pabrik, rumah tangga, sektor bisnis, fasilitas umum, dan hasil impor. Keseluruhan e-waste yang berasal dari sumber-sumber tersebut disalurkan ke perantara untuk dibuang ke landfill, didaur ulang, atau diekspor. Dalam hal ini, e-waste berasal dari komputer bekas yang berasal dari sumber-sumber tersebut. Sebagian besar e-waste di Amerika Serikat berasal dari rumah tangga, yaitu sekitar empat puluh juta komputer bekas. Sementara sekitar lima hingga enam juta komputer bekas di Amerika Serikat berasal dari sektor bisnis dan fasilitas umum (Kahhat, 2012). Saat ini sudah ada kegiatan daur ulang limbah Cathode Ray Tubes (CRT) di Amerika Serikat. Namun jumlah fasilitas daur ulang di Amerika Serikat tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh timbulan CRT yang ada di Amerika Serikat. Sebagai contoh, hanya seribu unit televisi dari 1,3 juta televisi usang di Florida yang dapat didaur ulang. Jumlah monitor komputer bekas yang dapat didaur ulang di Amerika Serikat hanya unit dari unit. Hal ini menyebabkan televisi dan monitor yang tidak dapat didaur ulang akan disimpan, dibuang ke landfill, diinsinerasi, atau diekspor.

3 3 Sejak pembuangan e-waste ke landfill dilarang, maka e-waste yang tidak dapat didaur ulang tersebut disimpan saja dan diekspor. 2. Jepang Jepang mengatur kebijakan tentang e-waste dalam dua peraturan. Peraturan yang pertama adalah Law for the Promotion of Effective Utilization of Resources (LPEUR) tahun 1998 yang berfokus pada langkah-langkah peningkatan daur ulang e-waste dan minimisasi e-waste. Peraturan yang kedua adalah Law for the Recycling of Specified Kinds of Home Appliances (LRHA) tahun 2000 yang membebankan kewajiban-kewajiban tertentu yang terkait dalam daur ulang e- waste yang berlaku untuk manufaktur dan konsumen. LPEUR mengatur pengelolaan jenis e-waste berupa Personal Computer (PC) dan baterai sekunder ukuran kecil yang didesain sebagai produk yang dapat didaur ulang, sedangkan LRHA mengatur pengelolaan jenis e-waste berupa televisi, lemari es, mesin cuci, dan air conditioning (AC). LRHA mengadopsi prinsip Extended Producer Responsibility (EPR), dimana produsen bertanggung jawab mulai dari tahap produksi alat elektronik sampai siklus pakai alat elektronik tersebut, termasuk masa setelah pakai dan saat tahap pembuangan. Ketika suatu rumah membuang peralatan elektronik rumah tangga mereka, maka konsumen bertanggung jawa untuk membayar biaya transport yang sepadan dengan daur ulang e-waste. Biaya daur ulang berkisar mmulai dari yen untuk mesin cuci hingga yen untuk lemari es. Biaya transportasi dibayar terpisah kepada retailer yang membawa alat elektronik rumah tangga bekas ke tempat pengumpulan. Sumber utama e-waste di Jepang berasal dari peralatan rumah tangga, seperti televisi, air conditioner (AC), mesin cuci, lemari es, monitor komputer, dan telepon genggam. Akibat dari jumlah e-waste yang cukup besar dari peralatan rumah tangga, maka Jepang mengekspor e-waste tersebut ke negara-negara Asia lainnya, terutama Cina. Selain mengekspor e-waste dalam keadaan utuh, Jepang juga mengekspor e-waste yang sudah dibongkar, terutama ke Negara Cina, untuk didaur ulang. Jumlah timbulan e-waste di Jepang semakin lama semakin meningkat sejak tahun Produksi peralatan listrik dan peralatan elektronik dari industri pada tahun 2006 menunjukkan peningkatan 105, 8% dari tahun Jumlah komputer bekas pada tahun 1995 diestimasikan mencapai ton, lalu meningkat menjadi ton pada tahun Pengguna alat elektronik di Jepang membayar sejumlah uang ketika mengembalikan alat elektronik bekas mereka ke pedagang. Sejak tahun 1998, Jepang sudah membuat sistem pengembalian e-waste jenis Air Conditioner (AC), televisi, lemari es, dan mesin cuci. Sampai tahun 2004, jumlah fasilitas daur ulang e-waste di Jepang sebanyak 41 unit yang dibiayai oleh kementerian, pemerintah kota, atau pabrik alat elektronik di Jepang (Gaidajis, 2010). E-waste yang berasal dari perumahan dikumpulkan diangkut ke fasilitas daur ulang. Jumlah titik pengumpulan e-waste di Jepang adalah 380 titik. Sistem daur ulang di Jepang adalah membongkar bagian besar dari e-waste dengan lebih akurat, sehingga pendaur ulang dapat menangani residunya dengan baik (Gaidajis, 2010). Untuk alat elektronik yang tidak terkumpul oleh penjual, pemerintah kota dan pemerintah pusat sepakat membentuk Asosiasi untuk Peralatan Elektronik Rumah Tangga sebagai badan hukum. Badan hukum ini dibuat untuk mengumpulkan e-waste di lokasi yang jauh berdasarkan permintaan pemerintah kota atau permukiman setempat (Sawhney, 2008). Sistem pengangkutan e-waste dari rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 1. rumah tangga Keterangan: Pedagang Asosiasi untuk Peralatan Elektronik Rumah Tangga Konsorsium Tempat Pengumpulan Konsorsium Pabrik Aliran dana e-waste Aliran e-waste Konsorsium Tempat Daur Ulang Logistik in house Gambar 1. Sistem Pengangkutan E-waste dari Rumah Tangga di Jepang 3. Australia Penanganan limbah elektronik di Australia diatur dalam Product Stewardship (Television and Computer) Regulations tahun Peraturan ini mengatur tentang penanganan limbah elektronik jenis televisi dan komputer di Australia, namun tidak berlaku untuk komputer yang diproduksi di Australia (Product Stewardship (Television and Computer) Regulations, 2011). Peraturan ini berlaku untuk importir dan produsen televisi dan komputer, serta diatur oleh pemerintah Australia. Kebijakan ini tidak berlaku untuk sektor rumah tangga dan sektor bisnis kecil, sehingga sektor tersebut dapat membuang televisi, komputer, printer, dan produk komputer lainnya tanpa dipungut biaya. Sumber e-waste terbesar di Australia berasal dari rumah tangga, yaitu sebanyak 92,5 juta peralatan elektronik yang terdapat di dalam rumah. Prosentase rumah tangga yang membeli peralatan elektronik baru lebih meningkat secara signifikan dibandingkan prosentase rumah tangga yang membuang peralatan elektronik mereka. Sementara itu, partisipasi pihak industri dalam mendaur ulang e-waste hanya sekitar 4%. Berdasarkan laporan Hyder Consulting and Pricewaterhouse Coopers, yang ditujukan kepada Environment Protection and Heritage Council, jumlah e-waste yang dihasilkan pada tahun mencapai 16,8 juta. E-waste di Australia diperkirakan akan meningkat menjadi 44 juta televisi dan komputer, dengan berat total ton pada tahun Salah satu institusi pendidikan di Queensland, yaitu Griffith University, jumlah timbulan e- waste yang dihasilkan adalah 785 unit dengan berat total 4,9

4 4 ton. Komposisi e-waste yang dihasilkan adalah 252 CPU, 276 monitor, dan 84 printer. Sebagian besar e-waste di Australia dibuang ke landfill. Pricewaterhouse and Hyder Consulting melaporkan bahwa pada tahun 2007 hingga tahun 2008, lebih dari delapan puluh persen e-waste berupa televisi dan komputer di buang ke landfill. Sementara sepuluh persen e-waste didaur ulang. Pada tahun 2008, sekitar 180 juta e-waste dibuang ke landfill, sementara di Australia hanya tersedia enam fasilitas daur ulang e-waste. Fasilitas daur ulang e-waste di Australia saat itu hanya bisa mendaur ulang dua puluh kiloton e-waste tiap tahun, sehingga kapasitas pengolahannya penuh. 4. Switzerland Switzerland merupakan negara pertama di dunia yang memiliki peraturan mengenai pengelolaan e-waste. Secara legal, pengelolaan e-waste diperkenalkan pada tahun 1998 oleh Swiss Federal Office for the Environment (FOEN), dengan membuat kebijakan Ordinance on The Return, the Taking Back and the Disposal of Electrical and Electronic Equipment (ORDEE). Bagian kedua dalam peraturan ORDEE mengatur tentang sistem take back dan pembuangan e-waste, dimana pada artikel 3 mengatur cara konsumen mengembalikan e-waste serta mengatur produsen dan pedagang untuk melakukan sistem take back pada artikel 4. Sebelum kebijakan ORDEE dibentuk, pengelolaan e-waste telah dilakukan oleh organisasi industri yang bertanggung jawab untuk membiayai, mengumpulkan, dan mendaur ulang e-waste yang diproduksi. Ada empat organisasi yang menangani e-waste di Switzerland yaitu: 1. The Swiss Association for Information, Communication and Organizational Technology (SWICO) yang mengelola limbah elektronik cokelat seperti komputer, televisi, dan radio (Gaidajis, 2010). 2. Stiftung Entsorgung Schweiz System (S.EN.S) yang mengelola limbah elektronik putih seperti mesin cuci, lemari es, dan oven (Gaidajis, 2010). 3. Swiss Light Recycling Foundation (SLRS), yang mengelola limbah elektronik jenis lampu (Khetriwal, 2009). 4. Stakeholder Organisation for Battery Disposal (INOBAT), yang mengelola limbah elektronik jenis baterai. Timbulan e-waste di Switzerland mendekati 2,6 % dari sampah perkotaan yang dihasilkan. Hampir 75 kiloton e-waste dikumpulkan, diklasifikasikan, dibongkar, dan diproses di Switzerland pada tahun Timbulan e-waste yang dihasilkan dan dikelola meningkat dari tahun 2003 yang saat itu berjumlah 68 kiloton (Gaidajis, 2010). Berdasarkan Material Flow Analysis tahun 2009, hampir ton e-waste di Switzerland memiliki komposisi sebagai berikut: 1. 41% berasal dari peralatan kantor, perangkat IT dan telekomunikasi, peralatan konsumen, dan peralatan grafis % berasal dari peralatan elektronik rumah tangga, atau disebut white goods % berasal dari peralatan pendingin. 4. 1% berasal dari alat konstruksi, alat berkebun, mainan, dan peralatan pencahayaan Tanggung jawab yang harus dipatuhi oleh masing-masing pihak dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam sistem pengelolaan e- waste di Switzerland, produsen bertanggung jawab penuh terhadap penerapan dan operasional pengelolaan e-waste beserta sistem finansial dalam pembiayaan daur ulang e-waste. Biaya daur ulang e-waste dimasukkan ke dalam harga alat elektronik yang dijual. Pedagang, importir, dan pabrik wajib mengambil kembal produk mereka yang sudah tidak dipakai oleh konsumen tanpa dipungut biaya dan dikelola secara ramah lingkungan. Pada tahun 2004, hampir 75 kiloton alat elektronik dikumpulkan, dikelompokkan, dibongkar, dan didaur ulang di Switzerland. Hal ini meningkat dari tahun lalu dimana jumlah e-waste yang berhasil dikumpulkan pada tahun 2003 mencapai 68 kiloton (Gaidajis, 2010). Tabel 3. Tugas dan Tanggung Jawab Masing-masing Pihak dalam Pengelolaan E-waste di Switzerland Penanggung Tugas dan Tanggung Jawab Jawab Pemerintah Mengawasi, membuat kerangka petunjuk dasar pengelolaan e-waste dan peraturan, memberi lisensi untuk pendaur ulang. Pabrik/importir Bertanggung jawab secara fisik dan ekonomi atas produk yang telah dipasarkan SWICO dan Mengelola e-waste setiap hari, termasuk S.EN.S merencanakan biaya daur ulang, memberi lisensi dan audit pendaur ulang Distributor dan Bertanggung jawab dalam segi fisik maupun pedangang penginformasian e-waste. menjalankan sistem take back alat elektronik yang pernah dipasarkan, dan menyebutkan biaya daur ulang yang dikenai oleh pembeli di dalam tagihan pelanggannya. Konsumen Mengembalikan alat elektronik bekas ke pedagang atau tempat pengumpul e-waste, membayar biaya daur ulang setiap membeli alat elektronik baru Pengumpul Mengumpulkan e-waste dengan tanpa dipungut biaya, mencegah terjadinya ekspor e-waste secara ilegal Pendaur ulang Meminimisasi pencemaran lingkungan karena aktivitas daur ulang, menyediakan alat pelindung diri untuk kesehatan pekerjanya, mengoperasikan system daur ulang berdasarkan peraturan pemerintah. D. E-waste di Negara Berkembang Di negara berkembang, tidak ditemukan adanya penarikan biaya pengangkutan dan pendaur ulangan e-waste. Penduduk di negara berkembang lebih memilih untuk menyimpan e- waste mereka, atau menjual e-waste tersebut sebagai barang bekas. Selain itu, penduduk di negara berkembang tidak berkeinginan untuk membayar biaya daur ulang, meskipun biaya daur ulang tersebut sudah dimasukkan ke dalam harga barang elektronik tersebut. Proses daur ulang yang dilakukan di negara berkembang dilakukan dengan cara yang tidak ramah lingkungan dan membahayakan kesehatan pekerjanya. Namun hasil daur ulang yang didapat bisa memenuhi bahan baku industri. 1. Malaysia Kebijakan tentang penanganan limbah elektronik di Malaysia diatur dalam Environmental Quality (Scheduled Wastes) Regulations(EQSWR) tahun 2005, yang dikeluarkan oleh Department of Environment (DOE) di bawah Ministry of Natural Resources and Environment (NRE). Peraturan EQSWR tahun 1989 berbasis pada konsep cradle to grave, dimana timbulan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. Pada peraturan EQSWR tahun 2005 lebih

5 5 mengacu pada kategorisasi e-waste dibandingkan dengan sumber asli e-waste (Kalana, 2010). E-waste yang didaur ulang berasal dari perkantoran, yaitu sekitar 90%, diikuti dengan institusi pendidikan dan rumah tangga masing-masing 5%, sedangkan sumber e-waste yang dikelola MRF parsial berasal dari perkantoran 60%, institusi pendidikan 5%, rumah tangga 5%, kantor pemerintahan 20%, dan penyapu jalan 10%. Berdasarkan data Department of Environment (DOE) Malaysia, jumlah timbulan e-waste di Malaysia pada tahun 2008 mencapai ,53 metric ton. Timbulan e-waste ini meningkat dari tahun 2007, dimana jumlah timbulan e-waste yang dihasilkan di Malaysia pada tahun tersebut mencapai , 19 metric ton. Sementara itu, jumlah e-waste yang dihasilkan oleh pabrik di pusat industry Bangi, mencapai 35 metric ton per bulan, dari lima pabrik yang beroperasi di Bangi. Ada dua macam pendaur ulang e-waste di Malaysia, yaitu pendaur ulang penuh dan pendaur ulang parsial. Pendaur ulang penuh mendaur ulang semua komponen alat elektronik, sedangkan pendaur ulang parsial hanya mendaur ulang beberapa komponen alat elektronik. 2. Cina Penanganan e-waste di Cina diatur dalam Regulations on Recovery Processing of Waste Electrical and Electronic Products yang mulai berlaku mulai satu Januari E-waste yang diimpor ke Asia berkisar antara 50-80% dari e-waste yang dihasilkan di seluruh dunia per tahun, dimana 90% dari e-waste dunia tersebut diimpor ke Cina, baik secara legal maupun ilegal. Pada tahun 2007, terdapat 350 juta televisi, 130 juta lemari es, dan 170 juta mesin cuci yang digunakan di seluruh negara, dimana alat elektronik tersebut dibuat pada tahun 80-an. Jika masa pakai peralatan elektronik tersebut antara 10 sampai 15 tahun, maka setidaknya ada 5 juta televisi, 4 juta lemari es, dan 5 juta mesin cuci yang menjadi usang setiap tahunnya dan menjadi e-waste. Berdasarkan National Development and Reform Comission tahun 2008, jumlah e-waste yang dihasilkan di Beijing diprediksi akan mencapai ton pada tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan timbulan 5,2% setiap tahun. Jumlah e-waste tersebut bersumber dari timbulan domestik dan impor e-waste yang dilakukan di Beijing. Sedangkan di Macau, jumlah timbulan e-waste yang dihasilkan mencapai ton pada tahun E-waste di Macau sebagian besar berasal dari rumah tangga, yaitu sekitar 80%, sisanya berasal dari sektor bisnis, institusi, dan pemerintahan. Daur ulang e-waste di Beijing tidak berjalan dengan baik. Sekitar tujuh puluh persen e-waste disimpan di rumah dan di kantor, sehingga tidak dapat didaur ulang. Lama penyimpanan e-waste bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Hanya sekitar dua belas persen e-waste yang dibongkar untuk didaur ulang menjadi bahan baku industri. Sebagian besar e-waste berada di pasar barang bekas setelah e-waste tersebeut diperbaiki dan diperbarui kembali. 3. India Penanganan e-waste di India diatur dalam E-waste (Management and Handling) Rules yang mulai berlaku pada tanggal satu Mei Sebelum peraturan ini berlaku. e-waste dimasukkan ke dalam peraturan The Hazardous Wastes (Management and Handling) Rules tahun 2003 yang mengatur tentang pengelolaan limbah industri (Borthaku, 2012). Peraturan The Hazardous Wastes (Management and Handling) Rules tahun 2003 tidak dapat menangani e-waste dengan baik karena peraturan ini tidak dapat mengelola limbah yang berasal dari bekas penggunaan konsumen seperti e-waste. Peraturan ini juga tidak mengatur sistem pengumpulan limbah dari rumah pribadi, sehingga untuk menangani e-waste harus melalui prosedur penanganan limbah industri terlebih dahulu, yang sifatnya lebih rumit. Kategori e- waste di India dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kategori E-waste Berdasarkan E-waste (Management and Handling) Rules tahun 2011 No. Kategori Peralatan elektronik Jenis Peralatan 1. Peralatan IT dan Pemroses data tersentralisasi, Telekomunikasi mainframes, komputer mini, Komputer pribadi, komputer laptop, notebook, notepad, printer beserta cartridge, mesin fotokopi, mesin ketik elektronik, terminals user, faks, telex, telepon, telepon berbayar, telepon cordless, telepon seluler, mesin penjawab. 2. peralatan elektronik konsumen televisi (baik LCD maupun LED), lemari es, mesin cuci, AC Sumber utama e-waste di India berasal dari sektor formal dan sektor informal. Sumber dari sektor formal berasal dari importir, produsen, penjual, konsumen, pedagang, dan agen besi tua. Sedangkan sumber dari sektor informal berasal dari pembongkar, pelebur, dan pendaur ulang. Aliran e-waste di India dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil survey di kota Chennai, India, yang merupakan salah satu kota metropolitan di India, menjelaskan bahwa rata-rata penggunaan komputer skala rumah tangga berkisar antara 0,39 sampai 1,7 ton, televisi berkisar antara 1,07 sampai 1,78 ton, dan telepon seluler berkisar 0,88 sampai 1,7 ton. Produsen/Pabrik Pedagang Rumah Pribadi Bisnis Perkantoran Pemerintah dan Swasta Agen Besi Tua Pembongkaran Peleburan Daur Ulang Gambar 2. Aliran E-waste di India Institusi Pendidik an Pendaur ulang atau pembongkar membongkar e-waste sehingga didapatkan bahan-bahan yang dapat digunakan

6 6 kembali atau didaur ulang seperti plastik, kaca, dan kabel tembaga. Bahan-bahan ini dijual kembali ke penyuplai bahan baku untuk digunakan kembali. Selain itu, e-waste juga diolah untuk mendapatkan bahan-bahan bernilai tinggi seperti tembaga, emas, perak, aluminium, dan lain-lain. Kegiatan tersebut menghasilkan residu, dan residu tersebut diinsinerasi atau dibuang ke landfill, pembuangan secara open dumping, serta asam yang digunakan untuk mengekstraksi logam tersebut dibuang ke badan air. 4. Indonesia Sampai saat ini, Indonesia masih belum mempunyai peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan e-waste. Sumber e-waste di Indonesia berasal dari konsumsi domestik, yaitu banyaknya penggunaan alat elektronik di skala rumah tangga. Karena teknologi yang semakin canggih dan harga yang semakin terjangkau, membuat penduduk Indonesia banyak memakai alat elektronik secara berlebihan dan berganti-ganti alat elektronik sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada. Selain itu, e-waste juga ditemukan dari impor dari luar negeri dan pasar gelap, dengan masing-masing prosentase 50%. Selain dari rumah tangga, e-waste di Indonesia juga berasal dari pelabuhan di seluruh Indonesia. Pelabuhan tersebut menjadi tempat berlabuhnya kapal yang mengangkut alat elektronik bekas dari luar negeri. E-waste yang ditangani oleh sektor informal berasal dari peralatan elektronik yang sudah rusak. Peralatan elektronik yang telah rusak diambil oleh pemulung, lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian, alat elektronik yang berada di agen sampah diperbaiki, dibongkar, dan didaur ulang. E-waste yang telah ditangani oleh agen sampah tersebut, yang semula tidak memiliki nilai jual, menjadi memiliki nilai jual. Hasil penanganan e-waste yang dilakukan oleh agen sampah tersebut dijual ke konsumen, sedangkan e-waste yang sudah tidak memiliki nilai jual lagi dibuang ke landfill. Akan tetapi, di landfill tidak ditemukan e-waste secara signifikan. Pada sektor informal, e-waste yang timbul dikelola oleh toko service, pemulung, dan toko pengumpul sampah skala menengah. Kemudian e-waste tersebut pada akhirnya didaur ulang atau dilebur, kemudian diserahkan ke toko pengumpul sampah skala besar. Dari toko pengumpul sampah skala besar, e-waste yang dihasilkan akan dibawa pemulung ke landfill lalu dibuang ke luar kota atau diekspor. E. Rekomendasi Untuk Pengelolaan E-waste di Indonesia Indonesia memerlukan kebijakan dan peraturan mengenai pengelolaan e-waste secara spesifik. Rancangan peraturan e-waste berisi tentang: 1. Klasifikasi antara e-waste dengan alat elektronik bekas 2. Sistem pengelolaan melalui: a. Extended Producer Responsibility (EPR) b.partisipasi pemerintah mulai dari tingkat nasional, propinsi, sampai daerah c. Anggaran dana d. Program 3R, yaitu Reuse, Recycle, dan Recovery Sistem EPR juga dapat diterapkan di Indonesia dalam pengelolaan e-waste. EPR merupakan suatu sistem dimana produsen akan bertanggungjawab atas barang yang dibuat sampai barang tersebut tidak dipakai lagi. Pengelolaan dengan model ini diharapkan peran produsen dalam pengendalian penggunaan energi dan bahan baku dapat lebih ditekan. Selain itu produsen bertanggung jawab mengambil kembali (take back) produk-produk yang tidak terpakai lagi guna dilakukan proses recovery dan daur ulang. Selain itu produsen juga bertanggung jawab terhadap material dan desain dari produk. Selain itu, penegakkan hukum mengenai kegiatan ekspor dan impor e-waste juga diperlukan. Sistem pengawasan ketat di pelabuhan diperlukan, terutama pada pelabuhan-pelabuhan strategis seperti Batam dan Wakatobi. III. KESIMPULAN DAN SARAN Pengelolaan e-waste di negara maju berbeda dengan negara berkembang. Negara maju lebih menekankan sistem Extended Produce Responsibility (EPR), sedangkan pengelolaan e-waste di negara berkembang lebih menekankan pada pengelolaan di sektor informal. Indonesia masih belum memiliki peraturan pengelolaan e-waste secara spesifik. Sistem daur ulang e-waste di Indonesia sama dengan di negara berkembang, yaitu menggunakan cara konvensional dan tidak ramah lingkungan, sehingga dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan pekerja. Rekomendasi yang diberikan untuk pengelolaan e-waste di Indonesia adalah membuat peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan e-waste, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kemudian, menggunakan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) dalam mengelola e- waste. Selain itu pengawasan kegiatan ekspor dan impor di pelabuhan lebih ditingkatkan untuk menghindari kegiatan ekspor impor e-waste, terutama di pelabuhan yang strategis. DAFTAR PUSTAKA [1] Bandyopadhyay, A Electronics Waste Management: India Practices and Guidelines. International Journal of Energy and Environment, Vol 1, p [2] Chatterjee, S., Kumar, K Effective Electronic Waste Management and Recycling Process Involving Formal and Non-Formal Sectors. International Journal of Physical Sciences, Vol 4 (13), p [3] Gaidajis, G., Angelakoglou, K., Aktsoglou E- waste: Environmental Problems and Current Management. Journal of Engineering Science and Technology Review, Vol 3 (1), p [4] Kahhat, R., Williams, E Materials Flow Analysis of E-waste: Domestic Flows and Exports of Used Computers from the United States. Resources, Conservation and Recycling, Vol 67, p [5] Kalana, J.A Electrical and Elecronic Waste Management Practice by Households in Shah Alam, Selangor, Malaysia. International Journal of Environmental Science, Vol 1 No 2, p

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik

Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Kajian tentang Pengelolaan Limbah Elektronik Nama Mahasiswa: Ayu Nindyapuspa 3309 100 017 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Yulinah Trihadiningrum., MAppSc Latar Belakang Populasi Penduduk Daya Beli Masyarakat

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG

KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG INFOMATEK Volume 20 Nomor 1 Juni 2018 KAJIAN TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH ELEKTRONIK DI NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG Ayu Nindyapuspa *) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT

POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT POTENSI TIMBULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA BARAT Ira Indrihastuti dan Ellina S. Pandebesie Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah merambah dihampir semua bidang kehidupan, hal ini ditandai dengan berkembangnya penggunaan komputer hampir diberbagai bidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanasan global sebagai salah satu masalah lingkungan yang serius baik sekarang maupun masa depan. Banyak negara memperdebatkan masalah ini dan negara berkembang dituding

Lebih terperinci

E-WASTE MANAGEMENT. Prepared by Hanna Lestari, M.Eng

E-WASTE MANAGEMENT. Prepared by Hanna Lestari, M.Eng E-WASTE MANAGEMENT Prepared by Hanna Lestari, M.Eng MASALAH Sampah elektronik merupakan kumpulan barangbarang elektronik yang sudah rusak atau tidak dipakai lagi oleh pemiliknya Hampir semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam aktivitas sehari-hari tentunya manusia pasti memiliki rasa penat akan hal-hal yang mereka kerjaan setiap harinya, manusia membutuhkan relaksasi atas kepenatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan peralatan elektronik akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan teknologi peralatan elektronik. Selama 10 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Limbah komputer telah menjadi salah satu isu lingkungan penting pada dekade ini, seiring dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Topik tentang energi saat ini menjadi perhatian besar bagi seluruh dunia. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

Pasar Minyak Atsiri di Konfederasi Swiss

Pasar Minyak Atsiri di Konfederasi Swiss Pasar Minyak Atsiri di Konfederasi Swiss Pictures were taken from various sources, available at google.com Market Brief ATASE PERDAGANGAN JENEWA TAHUN ANGGARAN 2014 Pasar Minyak Atsiri di Konfederasi Swiss

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber energi yang dominan dalam permintaan energi dunia. Dibandingkan dengan kondisi permintaan energi beberapa

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT & CAIR PT X - PASURUAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT & CAIR PT X - PASURUAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH Laporan Tugas Akhir STUDI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT & CAIR PT X - PASURUAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH Oleh: Didit Fitriawan 3305.100.042 Dosen Pembimbing : Ir. Ati Hartati, M.Sc JURUSAN

Lebih terperinci

PENANGANAN SAMPAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA SURAKARTA

PENANGANAN SAMPAH BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPAH DI KOTA SURAKARTA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK

PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK PENERAPAN KONSEP GREEN MANUFACTURING PADA BOTOL MINUMAN KEMASAN PLASTIK Wisma Soedarmadji 1*, Surachman 2, Eko Siswanto 3 1,2,3 Universitas Brawijaya, Fakultas Teknik Mesin, Malang 65145, Indonesia ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara telah digunakan sebagai sumber energi selama beratus-ratus tahun dan telah diperdagangkan secara internasional mulai jaman Kekaisaran Romawi. Batubara tidak

Lebih terperinci

OLEH HERDAYULI NRP : DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. ELLINA S. PANDEBESIE, MT

OLEH HERDAYULI NRP : DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. ELLINA S. PANDEBESIE, MT POTENSI TIMBULAN SAMPAH ELEKTRONIK DARI RUMAH TANGGA DAN PENANGANANNYA DI WILAYAH SURABAYA UTARA OLEH HERDAYULI NRP : 3308.100.002 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. ELLINA S. PANDEBESIE, MT Jurusan Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang TUGAS AKHIR 108 Periode Agustus Desember 2009 Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Oleh : PINGKAN DIAS L L2B00519O Dosen Pembimbing : Ir. Abdul Malik, MSA Jurusan Arsitektur Fakultas

Lebih terperinci

FAKTOR PENENTU KETERLANJUTAN PEMBANGUNAN : 1. FAKTOR BIOFISIK 2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA

FAKTOR PENENTU KETERLANJUTAN PEMBANGUNAN : 1. FAKTOR BIOFISIK 2. FAKTOR SOSIAL BUDAYA INDUSTRIALISASI & E-WASTE Dosen pengampu : Ratih Setyaningrum, MT Hanna Lestari, M.Eng IMPLIKASI Peningkatan yang cukup besar dalam pembangunan dan bahan baku (yang didapat dari sumber daya alam) Resiko

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. United State Environmental Protection Agency DEFINISI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O 2014 DASAR HUKUM PENGELOLAAN SAMPAH UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Muhammad Evri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dipresentasikan pada Workshop Evaluasi Program Insentif PKPP-RISTEK, 3 Oktober 2012 Terjadi peningkatan kebutuhan domestik (4.5 5 juta ton)

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Reduce, Reuse, Recycling

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA Oleh : Sri Wahyono *) Abstract Paper waste is one type of municipal solid wastes that is not properly manage yet. It contributes about ten percent of MSW. Indonesia paper

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, produksi kaca lembaran di seluruh dunia meningkat tajam. Berdasarkan hasil

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, produksi kaca lembaran di seluruh dunia meningkat tajam. Berdasarkan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kaca lembaran merupakan salah satu produk hasil kimia yang banyak digunakan diseluruh dunia untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Selama beberapa tahun terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Maret 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R Drs. Chairuddin,MSc P E NE RAPAN P E NG E L O L AAN S AM PAH B E RB AS I S 3 R Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana

Lebih terperinci

TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH

TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH TRANSFORMASI PARADIGMA PENANGANAN SAMPAH PT. SUKSES SEJAHTERA ENERGI Jl. Lawu Tegalarum 418 RT 02/13, Cangakan Karanganyar, Jawa Tengah, 57722 Telepon: 0271 494253 More Than Recycling Daftar Isi Permasalahan

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm

ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm Environment Pollution Prevention merupakan program pengelolaan lingkungan dengan mengupayakan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dari setiap aktivitas, produk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2004, kegiatan perikanan tangkap khususnya perikanan tuna mendapatkan perhatian internasional. Hal ini terkait dengan maraknya kegiatan penangkapan ikan tuna

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI. Diajukan Oleh : YONIE SATRIA

IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI. Diajukan Oleh : YONIE SATRIA IDENTIFIKASI SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) TELEPON SELULER DI SURABAYA SKRIPSI Diajukan Oleh : YONIE SATRIA 0752010034 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG

STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG STUDI KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK DI NEGARA BERKEMBANG Sudaryanto, Kiayati Yusriyah, Erry T. Andesta Email: sudaryanto@staff.gunadarma.ac.id, Kiayati@staff.gunadarma.ac.id, eadesta@staff.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik karena banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian, maupun karena kontribusinya yang

Lebih terperinci

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya

Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya Sampah Kota atau Municipal Solid Waste (MSW) dan Penyelesaian Masalahnya Di Indonesia saat ini sampah kota yang disebut sebagai municipal solid waste atau MSW masih belum diolah secara Terpadu. Standar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016 No. 25/05/36/Th.X, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 13,14 PERSEN MENJADI US$757,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 13,14 persen dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik adalah material sintetis yang berupa senyawa polimer yang unsur utamanya adalah karbon dan hidrogen atau hidrokarbon. Sejak ditemukan material plastik maka

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 35/10/31/Th. XI, 1 Oktober NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JULI SEBESAR 641,62 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan gabungan dari Kecamatan Tanjungkarang dan Kecamatan Telukbetung. Bandar Lampung merupakan daerah

Lebih terperinci

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX - 2012 PENENTUAN JUMLAH DAN JENIS POTENSI TIMBULAN SAMPAH ELEKTRONIK DARI RUMAH TANGGA DI WILAYAH SURABAYA UTARA TOTAL AMOUNT AND VARIETY DETERMINE

Lebih terperinci

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * 1 POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 11 Desember 2015 Polemik Pengelolaan Sampah Masalah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi Informasi (TI) menjadi manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban manusia khususnya bagi perusahaan maju maupun berkembang. Jenis pekerjaan yang sebelumnya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 No. 19/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2014 NAIK 0,99 PERSEN MENJADI US$802,39 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret 2014 naik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/11/Th.XIV, 1 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$17,82 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$17,82

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak revolusi industri yang terjadi pada periode tahun 1750 1850 yang ditandai dengan penemuan mesin uap oleh James Watt, sebagian besar aspek kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA 2016 Diterbitkan Oleh: PT. Indo Analisis Copyright @ 2016 DISCALIMER Semua informasi dalam Laporan Industri

Lebih terperinci

PERSEBARAN PELAKU DAUR ULANG INFORMAL AKI BEKAS KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG

PERSEBARAN PELAKU DAUR ULANG INFORMAL AKI BEKAS KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG Jurnal Teknik Lingkungan Volume 15 Nomor 2, Oktober 2009 (Hal 63-70) PERSEBARAN PELAKU DAUR ULANG INFORMAL AKI BEKAS KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA BANDUNG DISTRIBUTION OF INFORMAL RECYCLING PERFORMERS IN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) PRESENTASI TESIS PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM, MApp.Sc OLEH : MALIK EFENDI (3310202708)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND BULAN : JANUARI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND BULAN : JANUARI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND BULAN : JANUARI 2015 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama bulan Januari 2015, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia defisit sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini semakin pesat dan semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu perkembangan pesat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Menurut Green Building Council Indonesia (2010) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Menurut Green Building Council Indonesia (2010) menyebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tak pernah berhenti melakukan pembangunan proyek konstruksi terutama bangunan gedung, walaupun sudah terdapat

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/06/31/Th. XI, 01 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET SEBESAR 696,56 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 53/12/31/Th. XIV, 3 Desember 2012 EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN OKTOBER 2012 MENCAPAI 1.052,95 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR PERMUKIMAN DI KOTA MALANG Asri Hayyu Rinpropadebi 1), Joni Hermana 1 dan Rachmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 14/03/31/Th. XV, 1 Maret 2013 EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol),

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol), 1 I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Produk-produk yang mengandung Bahan Berbahaya Beracun (B3) seperti baterai, lampu neon (fluorescent), insektisida, korek api gas, cat semprot (aerosol), disinfektan, obat-obatan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 72/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$11,88 miliar atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

DEVELOPMENT OF A WASTE TO ENERGY PILOT : PERSPECTIVE FROM JAMBI CITY

DEVELOPMENT OF A WASTE TO ENERGY PILOT : PERSPECTIVE FROM JAMBI CITY DEVELOPMENT OF A WASTE TO ENERGY PILOT : PERSPECTIVE FROM JAMBI CITY H. SY. Fasha, ME National Workshop on Pro-Poor and Sustainable Solid Waste Management in Secondary Cities and Small Towns: Prospects

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016 No. 37/07/36/Th. X, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 NAIK 3,05 PERSEN MENJADI US$792,73 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 3,05 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014 No. 06/02/36/Th.IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2014 NAIK 11,44 PERSEN MENJADI US$888,21 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) DOMESTIK DI KOTA SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA ABSTRAK

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) DOMESTIK DI KOTA SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA ABSTRAK STUDI PENGELOLAAN SAMPAH ELEKTRONIK (E-WASTE) DOMESTIK DI KOTA SUNGGUMINASA KABUPATEN GOWA Syahiq Mahzuz Umar 1, Irwan Ridwan Rahim 2, Rusdi Usman Latief 3 1 Mahasiswa Departemen Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/05/31/Th. XVII, 4 Mei EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET MENCAPAI 1.119,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Audit Industri Usaha-usaha untuk menghemat industri di segala bidang makin dirasakan perlu karena semakin terbatasnya sumber-sumber industri yang tersedia dan semakin mahalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah penduduk sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Agustus 2014, neraca perdagangan Thailand dengan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 20/04/31/Th. XIX, 17 April NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET NAIK 11,42 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui DKI

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Limbah Non B3. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/5/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Timur

Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Timur BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Timur A. Perkembangan Ekspor Ekspor Jawa Timur Sebesar USD 1,73 Miliar, Turun 11,39 persen Nilai Ekspor Jawa Timur mencapai

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 16/04/31/Th. XIX, 3 April NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN FEBRUARI NAIK 9,70 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui DKI

Lebih terperinci