SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA
|
|
- Hamdani Wibowo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012 SINTESIS PARTIKEL NANO CaO DENGAN METODE KOPRESIPITASI DAN KARAKTERISASINYA Sari Rahmawati*, Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc., 1 Dra. Ratna Ediati, MS, PhD. 2 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK Pengaruh pelarut air dan organik terhadap ukuran partikel dan morfologi dari CaO yang disintesis dengan metode kopresipitasi menggunakan asam oksalat serta kalsium asetat sebagai prekursor telah diamati pada penelitian ini. Ukuran nano pada oksida kalsium diperoleh melalui dekomposisi termal dengan suhu 800 C dari kalsium oksalat bermedia air dan organik. Fasa pada sampel dikonfirmasi melalui XRD dengan perangkat lunak rietica, dan diperoleh data bahwa CaO yang dipreparasi dengan pelarut etilen glikol memiliki kristalinitas yang paling rendah dibandingkan dengan pelarut air, polietilen glikol 400, dietilen glikol dan gliserol. Untuk menganalisis gugus yang terdapat pada permukaan oksida, sampel dianalisis menggunakan spektroskopi FTIR. Berdasarkan spektra FTIR diketahui bahwa pada sampel CaO masih terdapat gugus CO dari CaCO 3 dan OH dari Ca(OH) 2. Analisis SEM menunjukkan morfologi yang berbeda untuk CaO yang dihasilkan pada pelarut air dan organik. Melalui persamaan Scherrer dan analisis rietica diketahui pelarut yang paling baik adalah dietilen glikol yang menghasilkan ukuran partikel CaO sebesar 72,13 nm dengan %berat CaO sebesar 93,34. Kata Kunci: CaO, partikel nano, kopresipitasi, asam oksalat I. PENDAHULUAN Beberapa tahun terakhir ini partikel nano mendapatkan banyak perhatian dari peneliti di seluruh dunia, yang terlihat dari banyaknya tulisan ilmiah dan artikel yang dipublikasikan pada jurnal ilmu pengetahuan baik di dalam maupun di luar negeri. Partikel nano dapat terjadi secara alamiah ataupun sintesis. Sintesis partikel nano merupakan pembuatan partikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya (Rahman, 2008). Partikel *Corresponding author sari@chem.its.ac.id 1 Alamat sekarang : Jur Kimia, Fak MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya nano banyak diteliti karena dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang kehidupan seperti: bahan untuk mereduksi polusi, katalis, penarget sel kanker, biosensor, dan baterai. Kalsium oksida (CaO) merupakan material anorganik yang penting, karena dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi transesterifikasi karena memiliki banyak keuntungan yaitu memiliki aktivitas yang tinggi, tahan lama, biaya murah, serta memiliki kekuatan basa yang tinggi (Liu, dkk., 2008). CaO bersifat sedikit larut dalam metanol dibandingkan dengan oksida atau hidroksida logam alkali tanah yang lain seperti SrO dan Ba(OH) 2 yang terlarut secara penuh dalam media reaksi (Granados dkk, 2007). Kebanyakan katalis CaO yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi masih berukuran mikro, seperti yang dilaporkan oleh Xin (2009), yang menggunakan kristal CaO dengan diameter berukuran 4-8 µm untuk reaksi transesterifikasi. Oleh sebab itu, sintesis CaO 1
2 berukuran nano sangat diperlukan dalam upaya mendapatkan katalis CaO dengan aktivitas yang lebih tinggi. Beberapa literatur menyebutkan bahwa terdapat dua metode utama yang menjelaskan tentang preparasi nano-cao, diantaranya adalah dekomposisi termal, sol-gel. Melalui metode sol-gel diperoleh partikel nano berukuran sekitar 4 nm, akan tetapi memerlukan biaya yang tinggi serta proses yang sangat komplikasi dan memakan banyak waktu, sehingga sangat sulit untuk mengaplikasikan metode sol-gel pada industri. metode dekomposisi termal memiliki beberapa keuntungan seperti proses yang sederhana, biaya murah, kemudahan memperoleh produk dengan kemurnian tinggi. Akan tetapi pada metode dekomposisi termal, CaO seringkali dihasilkan melalui kalsinasi CaCO 3 secara langsung dengan suhu tinggi (Tang, dkk., 2007). Metode kopresipitasi merupakan suatu metode sintesis bottom up yang dapat digunakan dalam pembuatan partikel nano. Kelebihan metode kopresipitasi dibandingkan dengan metode yang lain adalah metode kopresipitasi memiliki proses yang sederhana dan dapat menghasilkan partikel yang berukuran butir sangat kecil. Melalui metode kopresipitasi, Bhargava dkk (2007) menggunakan asam oksalat dan amonium hidroksida sebagai agen pengendap untuk menghasilkan MgO dengan ukuran partikel nano. Selanjutnya, Taufiq dkk. (2010) telah mensintesis CaO yang dicampur dengan MgO dan ZnO melalui metode kopresipitasi untuk memperoleh katalis dengan luas permukaan yang lebih besar. Agen pengendap berupa asam oksalat telah berhasil dipakai dalam sintesis katalis campuran oksida CaO dan ZnO berukuran nano yang kemudian digunakan sebagai katalis dalam memproduksi biodiesel dari refined palm oil (Yulianti, 2011). Keberadaan agen pengendap pada metode kopresipitasi sangat mempengaruhi ukuran partikel dari material yang akan disintesis. Pelarut sangat berpengaruh pada ukuran partikel padatan hasil sintesis seperti yang dilaporkan oleh Kanade dkk. (2005). Zhang dkk. (2002) dan Kwon dkk. (2002) juga mengamati pentingnya pelarut dalam mengontrol morfologi material. Oleh karena itu perlu diamati pengaruh jenis pelarut terhadap pembentukan suatu material. Dalam penelitian ini dipilih pelarut air, gliserol, etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol 400 dalam sintesis CaO. CaO yang diharapkan adalah partikel CaO dalam ukuran nano. II. EKSPERIMEN 2.1 Sintesis Partikel Nano CaO Partikel nano CaO disintesis dengan menyiapkan terlebih dahulu Ca(CH 3 COO) 2 H 2 O yang dilarutkan dalam akua demineralisasi sehingga dihasilkan larutan kalsium asetat 0,1 M dengan volume sebanyak 100 ml. Endapan kalsium oksalat diperoleh dengan penambahan secara perlahan-lahan 50 ml larutan asam oksalat 0,15 M disertai pengadukan dengan kecepatan 150 rpm selama 12 jam pada temperatur kamar. Eksperimen yang sama dilakukan dengan variasi pelarut etilen glikol, dietilen glikol, polietilen glikol 400 dan gliserol sebagai pelarut Ca(CH 3 COO) 2 H 2 O. Produk padat diperoleh dengan sentrifus, diikuti pencucian berturut-turut dengan akua demineralisasi lalu dengan aseton serta dikeringkan dalam oven pada 120 o C selama satu malam. Padatan yang telah kering kemudian dikalsinasi dalam furnace pada temperatur 800 o C selama 6 jam. 2.2 Karakterisasi Hasil Sintesis Difraksi Sinar-X Karakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-x (XRD) dilakukan untuk mengidentifikasi fase kristal dan analisis terbentuk atau tidaknya material nano CaO dari sampel yang telah disintesis. Untuk keperluan karakterisasi XRD, sampel CaO dibentuk menjadi serbuk. Sebanyak ± 0,2 g sampel ditempatkan pada suatu cetakan (sample holder) kemudian disinari dengan sumber radiasi Cu Kα ( = 1,54056) dengan rentang sudut 2 sebesar 5-90 o, dan kecepatan scan 0,020 o SEM (Scanning Electron Microscopy) Morfologi dan ukuran partikel dari sampel padat dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Sampel yang akan dianalisis dengan SEM terlebih dahulu dipreparasi dengan menambahkan etanol kemudian digetarkan dengan ultrasonik yang bertujuan untuk 2
3 mengurangi aglomerasi pada sampel yang akan dianalisis. Setelah dilakukan preparasi, sampel dimasukkan dalam sample holder kemudian dilakukan perbesaran gambar SEM antara kali Spektrofotometri Inframerah Spektrum inframerah direkam menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR), yang dilakukan dengan mencampurkan sampel kedalam pelet KBr dengan komposisi sampel 1% terhadap total campuran. Kemudian dilakukan karakterisasi pada bilangan gelombang antara 4000 cm -1 sampai 400 cm Penghalusan Difraktogram (Refinement) Analisis Rietveld merupakan salah satu analisis lanjut untuk mengetahui karakter fisis dari material secara kuantitatif berdasarkan data difraksi sinar-x dengan menggunakan program komputer berupa software Rietica. Pada penelitian ini, untuk CaO dibuat model dari ICSD nomor 75785, CaCO 3 dari ICSD nomor Setelah dilakukan pemilihan model, selanjutnya dilakukan pencocokan pola difraksi terukur dengan pola difraksi terhitung dengan cara mengubah/memperhalus (refining) parameter parameter dalam model terhitung. Analisis ini disebut proses Refinement. Dari proses refinement, akan diperoleh parameter parameter keluaran (output) yang selanjutnya akan digunakan dalam analisis lanjutan. Parameter parameter yang direfine adalah dengan Background (Bo, B1, B2, B3, B4, B5), Sample displacement, Phase scale, Lattice parameter, Size, U parameter, Asymetry parameter, Overall thermal, Preferred orientation. Dengan memanfaatkan parameter keluaran Rietica tersebut maka dapat menganalisis komposisi fasa dari sampel. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Sintesis Partikel Nano CaO Sintesis partikel nano CaO dilakukan melalui metode kopresipitasi sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Kanade dkk. (2006). Pada penelitian Kanade dkk. (2006) digunakan larutan Zn(CH 3 COO) 2 0,1 M sebagai prekursor dan asam oksalat 0,15 M sebagai agen pengendap untuk menghasilkan partikel nano ZnO. Pada penelitian ini untuk menghasilkan partikel nano CaO digunakan larutan Ca(CH 3 COO) 2 0,1 M sebagai prekursor dengan agen pengengap yang sama dengan yang digunakan oleh Kanade dkk. (2006) yaitu berupa larutan asam oksalat dengan konsentrasi 0,15 M. Penggunaan konsentrasi dan agen pengendap yang sama ini dimaksudkan untuk memperoleh CaO dengan ukuran yang kecil. Disamping itu, untuk menghasilkan partikel nano CaO dengan ukuran sekecil mungkin, pada penelitian ini digunakan beberapa pelarut yang berbeda yaitu pelarut air, etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), polietilen glikol 400 (PEG), dan gliserol. Penggunaan pelarut air dan etilen glikol telah dilaporkan oleh Kanade dkk. (2006) dapat menghasilkan partikel nano ZnO dengan ukuran yang cukup kecil (25-14 nm). Sedangkan pemilihan pelarut polietilen glikol didasarkan pada penelitian Adam dan Wong (2011) yang menggunakan polietilen glikol sebagai medium untuk mensintesis partikel nano CaO dengan metode mikroemulsi. Pada penelitian ini, polietilen glikol tersebut diuji apakah dapat menghasilkan partikel nano bila digunakan sebagai pelarut pada metode kopresipitasi. Adapun penggunaan dietilen glikol sebagai pelarut dimaksudkan untuk mendapatkan korelasi antara etilen glikol dan polietilen glikol dalam hal kemampuannya untuk menghasilkan partikel berukuran nano, seperti yang dikemukakan oleh Iijima dan Kamiya (2009) bahwa reagen partikel nano seperti garam logam dan logam kompleks dapat larut dalam media pelarut poliol (etilen glikol, dietilen glikol, trietilen glikol) yang memiliki sifat polar. Pelarut lain berupa gliserol dipilih berdasarkan sintesis partikel nano NiO dengan metode presipitasi yang dilakukan oleh Li dkk. (2005). Pada sintesis tersebut gliserol berhasil digunakan sebagai pelarut untuk menghasilksan NiO berukuran 12 hingga 30 nm. Sintesis dimulai dengan membuat larutan kalsium asetat dengan cara melarutkan padatan kalsium asetat ke dalam akua demineralisasi hingga diperoleh larutan kalsium asetat dengan konsentrasi 0,1 M. Kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan asam oksalat tetes demi tetes sambil diaduk menggunakan magnetik stirer dengan kecepatan 160 rpm selama 12 jam 3
4 hingga diperoleh larutan yang keruh. Perubahan larutan dari jernih menjadi keruh menunjukkan bahwa larutan telah jenuh serta merupakan indikasi bahwa telah terbentuk kalsium oksalat. Reaksi yang terjadi pada kopresipitasi ini ditunjukkan oleh Kanade dkk. (2006) sebagai berikut: Ca(CH 3 COO) 2 (l) + H 2 C 2 O 4 (l) CaC 2 O 4 (s) + 2CH 3 COOH(l) (4.1) Hasil yang diperoleh kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Setelah dilakukan penyaringan ternyata masih didapatkan filtrat yang keruh. Filtrat yang masih keruh ini menandakan bahwa masih ada partikel-partikel berukuran kecil yang lolos dari penyaringan dan kembali masuk ke dalam filtrat. Oleh sebab itu, untuk memisahkan filtrat dengan endapan kalsium oksalat yang memiliki ukuran partikel kecil maka digunakan alat sentrifus (Yulianti, 2011). Endapan yang diperoleh kemudian dicuci dengan akua demineralisasi dan dicuci kembali dengan aseton sehingga diperoleh endapan berwarna putih. Perlakuan ini dilakukan untuk mengurangi sisa asam oksalat yang tidak bereaksi (Kanade dkk., 2006). Endapan putih kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 120 C. Selanjutnya, padatan dikalsinasi pada suhu 800 C selama 6 jam untuk menghilangkan ion oksalat dan juga senyawa organik yang masih tersisa sehingga diperoleh padatan CaO. Suhu kalsinasi tersebut juga digunakan oleh Cho dkk. (2009) untuk mensintesis CaO dari prekursor berupa kalsium asetat. Pemilihan suhu kalsinasi tersebut didasarkan pada hasil analisis DTA-TGA yang dilakukan oleh Cho dkk. (2009) bahwa CaCO 3 terdekomposisi pada suhu 450 C dan CaO dihasilkan pada suhu C. Reaksi dekomposisi dari padatan kalsium oksalat menjadi padatan kalsium oksida dituliskan dalam persamaan berikut ini (Kanade dkk., 2006; West, 1984) : CaC 2 O 4 (s) CaCO 3 (s) + CO (g) (4.2) CaCO 3 (s) CaO (s) + CO 2 (g) (4.3) Prosedur tersebut kemudian diulangi lagi untuk mensintesis CaO dengan pelarut yang berbeda, dimana larutan kalsium asetat dibuat dengan cara melarutkan padatan kalsium asetat ke dalam etilen glikol hingga diperoleh larutan kalsium asetat 0,1 M. Presedur tersebut diulangi pula pada penggunaan pelarut dietilen glikol, polietilen glikol 400, dan gliserol. Pada persamaan reaksi 4.1 terjadi pada pelarut air, dan media pelarut organik menghasilkan jumlah kalsium oksalat yang sama. Reaksi pada media air lebih cepat dibandingkan dengan reaksi pada media organik yang disebabkan karena kepolaran dan konstanta dielektrik yang tinggi pada air. Polaritas dan tekanan uap jenuh dari pelarut dapat mempengaruhi hasil reaksi dibawah kondisi termal, dimana pelarut organik yang kurang polar akan sangat berperan dalam mengontrol nukleasi bila dibandingkan dengan pelarut air yang lebih polar (Kanade dkk., 2006). 3.2 Karakterisasi Difraksi Sinar-X (XRD) Analisis dengan XRD dilakukan untuk mengetahui struktur serta kristalinitas dari sampel CaO. Pola difraksi sinar-x dimonitor pada 2θ = Perbandingan pola XRD dari sampel CaO dengan variasi pelarut berupa air, etilen glikol, dietilen glikol, polietilen serta gliserol ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pada CaO murni, puncak muncul pada 2θ = 32,2 ; 37,3 ; 53,8 ; 64,1 dan 67,3 (Taufiq dkk, 2010). Pada kelima sampel CaO yang disintesis terlihat memiliki puncak yang cenderung sama mengindikasikan bahwa kelima sampel tersebut memiliki fasa yang sama. Selain itu juga terdapat fasa CaCO 3 pada 2θ = 29,5 yang juga muncul pada CaO sintesis. Adanya pola difraksi CaCO 3 tersebut menandakan bahwa pada CaO hasil sintesis masih terdapat sedikit pengotor yang disebabkan kondisi sampel yang terbuka saat dikarakterisasi XRD sehingga memungkinkan terbentuknya CaCO 3 melalui penyerapan CO 2 dari atmosfer selama analisis XRD (Umdu, 2008). Agrinier dkk. (2001) mengungkapkan bahwa CaO dapat bereaksi dengan CO 2 secara lambat pada suhu kamar membentuk CaCO 3. Reaksi tersebut dapat dituliskan pada persamaan berikut ini : CaO (s) + CO 2 (g) CaCO 3 (s) (4.4) 4
5 Agrinier dkk. (2001) juga menyebutkan bahwa ukuran partikel CaO sangat mempengaruhi kapasitas penyerapan CO 2, dimana semakin kecil ukuran CaO maka akan semakin besar daya absorpsinya terhadap CO 2 dikarenakan luas permukaan yang lebih besar. Gambar 3.1 Gambar pola difraksi sampel CaO sintesis. Pada difraktogram Gambar 3.1 terlihat bahwa fasa CaO pada pelarut gliserol dibandingkan dengan etilen glikol mengalami penurunan intensitas. Sedangkan intensitas pada fasa CaO yang disintesis dengan pelarut air lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas CaO yang disintesis dengan pelarut PEG dan EG, namun tidak lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas CaO yang di sintesis dengan pelarut gliserol dan DEG. Intensitas pada pola difraksi XRD berhubungan dengan tingkat kristalinitas dimana umumnya semakin tinggi kristalinitas maka akan semakin besar ukuran partikelnya (HORIBA Scientific, 2010). Pada sampel yang disintesis dengan pelarut organik EG dan PEG memiki intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan intensitas yang dimiliki oleh sampel CaO dengan media pelarut air. Melalui hasil tersebut dapat diketahui bahwa sampel CaO yang disintesis dengan pelarut organik EG dan PEG memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel CaO yang disintesis dengan pelarut air, gliserol dan DEG. Pelarut organik PEG memiliki fasa CaO dengan puncak yang lebih rendah dibandingkan dengan media pelarut DEG dan gliserol. Sedangkan pelarut EG memiliki fasa CaO dengan puncak yang paling rendah, hal ini mengindikasikan bahwa pelarut etilen glikol memiliki kemampuan mendispersi yang paling baik diantara keempat pelarut lainnya. Pelarut PEG dan DEG memiliki puncak dengan intensitas yang hampir sama dengan selisih yang sangat tipis, menunjukkan bahwa baik pelarut PEG dan DEG memiliki kemampuan mendispersi yang hampir sama. Park dan Oh (2009) mengungkapkan bahwa sampel CaCO 3 sebagai prekursor CaO yang dipreparasi menggunakan aditif berupa polimer seperti etilen glikol, polietilen glikol dan propilen glikol memiliki puncak dengan intensitas yang lebih rendah dan broad bila dibandingakan dengan sampel CaCO 3 yang dipreparasi tanpa menggunakan aditif polimer. Hasil tersebut sesuai dengan hasil analisis XRD pada sampel yang disintesis pada penelitian ini. CaO yang disintesis dengan pelarut gliserol dan DEG juga memiliki puncak yang lebih broad dibandingkan dengan puncak dari CaO yang disintesis dengan air. Trung, dkk. (2009) mengungkapkan bahwa kristal berukuran nano dapat menyebabkan pelebaran puncak dan overlap pada difraktogram. Sehingga dapat diketahui bahwa sampel yang disintesis dengan pelarut organik dapat menghasilkan pelebaran puncak pada difraktogram, dimana puncak yang melebar dapat mengindikasikan ukuran partikel yang semakin kecil. Tabel Media pelarut 3.1 Hubungan kristalinitas sampel CaO sintesis pada variasi pelarut. 2θ ( ) Tinggi puncak, I % Kristalinitas Air 37, Gliserol 37, * 100 EG 37, DEG 37, PEG 37,
6 Hubungan kristalinitas sampel CaO dengan variasi media pelarut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Hubungan kristalinitas tersebut dihitung berdasarkan intensitas puncak difraksi dari sampel CaO yang disintesis dengan media gliserol pada 2θ = 37,36 dimana sampel tersebut memiliki intensitas tertinggi (kristalinitas dianggap 100%) sehingga digunakan sebagai standar pembanding (*). Tabel 3.1 menunjukkan bahwa sampel CaO yang disintesis dengan media gliserol memiliki intensitas yang paling tinggi yaitu 100 diikuti dengan CaO yang disintesis dengan media dietilen glikol, air, polietilen glikol 400 dan CaO yang disintesis menggunakan media etilen glikol memiliki % kristalinitas terendah yaitu sebesar 81. Hasil tersebut sesuai dengan hasil sintesis partikel nano ZnO yang dilakukan oleh Kanade dkk. (2006) yaitu kristalinitas yang lebih rendah diperoleh saat digunakan media pelarut etilen glikol. Hasil analisis XRD yang dilakukan Lee dan Lee (2002) memperlihatkan partikel nano TiO 2 yang disintesis menggunakan media etilen glikol dengan jumlah lebih besar dapat menghasilkan puncak dengan intensitas yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan sedikit etilen glikol. Kristalinitas dapat menunjukkan perkiraan ukuran partikel dari suatu sampel, semakin kristalin umumnya akan semakin besar ukuran partikelnya. Melalui hasil perhitungan % kristalinitas tersebut tampak bahwa penggunaan media pelarut yang berbeda akan dihasilkan kristalinitas yang berbeda pula. Penggunaan bahan organik sebagai pelarut dapat memperkecil kristalinitas yang dapat memperbesar kemungkinan terbentuknya partikel nano dengan ukuran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan pelarut organik memiliki kemampuan mendispersi yang lebih baik dibandingkan dengan air (Kanade dkk., 2006) Penghalusan Rietveld dengan perangkat lunak Rietica Perangkat lunak rietica digunakan dalam penghalusan rietveld untuk mengetahui fasafasa yang terkandung dalam sampel yang dianalisis. Melalui hasil penghalusan dengan rietica kelima sampel CaO sintesis sesuai dengan puncak-puncak yang dimodelkan oleh data ICSD no untuk senyawa CaO, dan ICSD no untuk CaCO 3. Kecocokan dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa pada kelima sampel yang diuji mengandung dua fasa yaitu CaO dan CaCO 3. Setelah dilakukan penghalusan menggunakan rietica akan diketahui tingkat kesesuaian antara data terhitung dan terukur. Hasil penghalusan berupa nilai-nilai R wp (R-weighted pattern) antara 22,295-23,561%, dan GoF (goodness of fit) antara 1,507-1,588% ditampilkan pada Tabel 3.2. Plot selisih antara pola terhitung dan terukur berfluktuasi tidak terlalu signifikan. Hasil tersebut menandakan bahwa proses refinement acceptable karena memiliki nilai GoF kurang dari 4% yang menunjukkan adanya kecocokan antara stuktur oksida hasil sintesis dengan struktur oksida acuan. Tabel 3.2 Tingkat kesesuaian (figures of merit) sampel CaO sintesis pada variasi pelarut. Media pelarut GOF R wp Air 1,573 23,561 Gliserol 1,588 23,496 EG 1,507 22,384 DEG 1,567 22,990 PEG 1,509 22,295 Komposisi fasa sampel CaO dapat diketahui dengan melakukan perhitungan menggunakan perangkat lunak rietica. Data perbandingan komposisi dua fasa yang diperoleh untuk kelima sampel CaO ditampilkan pada Tabel 3.3. Secara garis besar kelima sampel memiliki perbandingan komposisi fasa yang sama, dimana fasa CaO terdapat sebesar 89,27-93,56 %berat dan terdapat fasa CaCO 3 dengan jumlah sebesar 6,44-10,73 %berat (Tabel 3.3). Adanya fasa CaCO 3 yang teramati dapat disebabkan kondisi yang terbuka saat analisis XRD sehingga ada kemungkinan sampel CaO mengalami kontak dengan udara, seperti analisis yang dilakukan oleh Umdu (2008) yang menyatakan bahwa sampel CaO dapat berubah fasa menjadi CaCO 3 bila mengalami kontak dengan udara selama analisis XRD. Selain itu, fasa CaCO 3 yang muncul dapat pula disebabkan kalsinasi pada suhu 800 C belum dapat membuat CaCO 3 terdekomposisi 6
7 secara keseluruhan membentuk CaO (Park dan Oh, 2009). Tabel 3.3 Perbandingan komposisi fasa dan ukuran kristal dari sampel CaO sintesis pada variasi pelarut. Media pelarut Komposisi fasa (% molar) Ukuran Partikel CaO CaCO 3 Air 93,56 6,44 92,66 nm Gliserol 92,26 7,74 84,20 nm EG 90,14 9,86 67,59 nm DEG 93,34 6,66 72,13 nm PEG 89,27 10,73 72,12 nm Tabel 3.3 juga menunjukkan ukuran partikel dari sampel CaO yang dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer. Hasil tersebut serupa dengan sintesis partikel nano yang dilakukan oleh Trung dkk. (2003) dimana partikel nano TiO 2 berukuran 50 nm dihasilkan tanpa pelarut organik, nm pada media PEG. Gliserol dan dietilen glikol tampak sebagai pelarut organik yang dapat menghasilkan ukuran partikel kecil meskipun memiliki intensitas yang tinggi, dikarenakan pelarut tersebut memiliki puncak difraktogram yang broad. Hal ini disebabkan gliserol berperan dalam menghasilkan viskositas yang tinggi dan menstabilkan larutan campuran yang dapat menghalangi agregasi pada partikel kalsium dan menunjang pembentukkan kalsium nano dengan yield yang tinggi (Li dkk., 2005). Peranan gliserol dalam menghasilkan ukuran partikel nano dapat dijelaskan sebagai berikut: Ca 2+ mula-mula berinteraksi dengan gliserol membentuk Ca-gliserol yang kemudian berubah menjadi endapan setelah dilakukan penambahan larutan asam oksalat. Selama kalsinasi, gliserol yang masih tersisa dipermukaan endapan mulai terdekomposisi menjadi H 2, CO dan CO 2 selanjutnya Ca kemudian menjadi CaCO 3 yang akhirnya terdekomposisi pada suhu 800 C membentuk CaO berukuran nano. Tahapan ini sama seperti hasil sintesis yang dilakukan oleh Li dkk. (2005) untuk menghasilkan partikel nano Ni/NiO pada media gliserol. Selain terjadi pada pelarut gliserol, tahapan reaksi serupa juga berlaku pada pelarut organik etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol dimana pada pelarut glikol 7 memiliki kemampuan dalam menstabilkan permukaan partikel pada suhu yang tinggi dan menunjang formasi kristal CaO dengan dispersivitas yang baik sehingga arah pertumbuhan kristal CaO terkontrol dan dapat dihasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan pelarut air (Kanade dkk., 2006). Polaritas dapat pula mempengaruhi pembentukan partikel nano. Bila ditinjau dari kepolarannya maka urutan pelarut dari kopolaran tinggi ke rendah adalah sebagai berikut: Air >Gliserol >Etilen Glikol >Dietilen Glikol >Polietilen Glikol Umumnya, semakin polar pelarut maka ukuran partikel kristal yang dihasilkan juga akan semakin tinggi, hal ini berkaitan dengan kemampuan mendispersi. Pelarut semi polar memiliki kemampuan mendispersi yang lebih baik karena dapat mencegah terjadinya aglomerasi yang dapat menyebabkan terjadinya sintering saat kalsinasi, dimana sintering tersebut dapat memperbesar ukuran partikel Spektroskopi Inframerah Spektroskopi inframerah dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam suatu senyawa. Analisis FTIR dilakukan pada panjang gelombang cm -1. Gambar 3.3. menunjukkan adanya puncak yang muncul pada kelima sampel yang secara umum hampir sama. Pada kelima sampel yang dianalisis menunjukkan adanya pita OH di daerah sekitar 3600 cm -1, pita CH di cm -1, pita CO di daerah sekitar 1400 cm -1, 1700 cm -1, dan 875 cm -1, serta pita CaO pada daerah sekitar 400 cm -1. Pita dari gugus OH muncul sangat tajam di bilangan gelombang 3643,53 cm -1 pada sampel yang disintesis dengan media air, gliserol, polietilen glikol, sedangkan sampel dengan media dietilen glikol dan etilen glikol muncul pada bilangan gelombang 3641,6 cm -1. Gugus OH dengan puncak yang tajam merupakan karakteristik dari CaO standar (Ruiz dkk, 2009), sehingga kemunculan gugus OH tersebut menunjukkan adanya kecocokan puncak antara kelima sampel yang dianalisis dengan CaO standar. Akan tetapi kemunculan gugus OH tersebut pada daerah 3643,53 cm -1 hingga 3641,6 cm -1 tidak dapat
8 begitu saja memastikan bahwa sampel yang dianalisis benar-benar merupakan CaO karena Ca(OH) 2 juga memiliki karakteristik puncak yang tajam didaerah 3643 cm -1 seperti hasil analisis yang dilakukan oleh Granados dkk, (2007) yang mendapati adanya gugus OH dari Ca(OH) 2 sehingga ada kemungkinan bahwa puncak tersebut menunjukkan keberadaan air yang teradsorb pada permukaan CaO dimana CaO sangat mudah menyerap uap air dari udara. Oleh sebab itu maka perlu ditemukannya ciri khas puncak yang meyakinkan bahwa sampel benar-benar mengandung CaO. Puncak yang sangat lebar pada daerah sekitar 400 cm -1 dapat dijadikan acuan untuk memastikan kehadiran CaO pada sampel, hal ini dikarenakan diantara spektrum CaO standar, CaCO 3 standar dan Ca(OH) 2 standar nampak hanya CaO standar yang memiliki puncak yang melebar pada panjang gelombang tersebut sebab puncak di daerah sekitar cm -1 berhubungan dengan ikatan Ca-O dengan vibrasi ulur. Pita dengan puncak di daerah sekitar 1700 cm -1 menunjukkaan adanya gugus C=O (karbonil) yang disebabkan oleh ikatan C=O stretching, dimana pada sampel dengan media pelarut air, gliserol dan polietilen glikol muncul puncak di panjang gelombang 1793,80 cm -1 dan muncul dengan puncak yang lemah pada sampel yang disintesis dengan media pelarut etilen glikol dan dietilen glikol. Ikatan O-C-O stretching dari karbonat muncul pada semua sampel di bilangan gelombang 1400 cm -1. Sedangkan vibrasi tekuk C-O dari gugus karbonat muncul pada bilangan gelombang 870 cm -1, dimana pada kelima sampel yang di sintesis gugus tersebut muncul pada bilangan gelombang yang hampir sama yaitu di daerah 875,68 cm -1 (air, PEG), 877,61 cm -1 (gliserol, DEG, EG). Puncak di sekitar 870 cm -1 merupakan karakteristik puncak yang biasanya muncul pada CaCO 3 dan Ca(OH) 2 (Ruiz dkk., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa sampel mengandung senyawa lain selain CaO yang mengindikasikan sampel hasil sintesis belum murni. Gambar 3.2 Spektra FT-IR sampel CaO sintesis pada variasi pelarut Scanning Electron Microscopy Analisis menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan dari sampel padat. SEM merupakan teknik analisis menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromaknetik sebagai lensanya. SEM dari sampel CaO dengan variasi pelarut diilustrasikan pada Gambar 3.3. Perbesaran kali pada gambar SEM dilakukan untuk mengetahui bentuk morfologi dari sampel secara global. Morfologi dari CaO yang disintesis menggunakan pelarut air ditunjukkan pada Gambar 3.3 (a). Pada gambar SEM dengan perbesaran kali terlihat kumpulan partikel berbentuk bulat dengan ukuran yang tidak homogen dengan ukuran diameter berkisar antara nm. Pada CaO yang disintesis dengan pelarut etilen glikol, gambar SEM dengan perbesaran kali menunjukkan kumpulan partikel berbentuk bunga karang yang lebih homogen bila dibandingkan dengan CaO yang disintesis dengan pelarut air. Pada gambaran SEM tersebut terlihat morfologi dari CaO yang berbentuk bulatan pipih yang saling sambung menyambung hingga memanjang seperti tali dengan diameter antara nm. Kumpulan partikel berbentuk bunga karang 8
9 pada CaO yang disintesis dengan pelarut dietilen glikol hampir serupa dengan gambar SEM pada CaO yang disintesis dengan pelarut etilen glikol, akan tetapi pada sampel CaO yang disintesis dengan pelarut dietilen glikol tersebut didapatkan pula bentuk partikel berupa kubus berukuran besar dan kecil. Partikel berbentuk kubus tersebut serupa dengan morfologi dari CaO murni yang dianalisis oleh Taufiq dkk, Namun, ukuran partikel berbentuk kubus pada sampel CaO yang disintesis dengan pelarut dietilen glikol ini memiliki ukuran yang jauh lebih kecil (sekitar 0,3-2,5 µm) bila dibandingkan dengan CaO murni yang dianalisis oleh Taufiq dkk, 2010, yaitu sebesar 2-10 µm. Pada CaO yang disintesis dengan pelarut polietilen glikol, gambar SEM yang dihasilkan serupa dengan CaO yang disintesis dengan pelarut etilen glikol dan dietilen glikol. Pada Gambar 3.3 (d) terlihat kumpulan partikel menyerupai bunga karang yang terdiri dari bulatan pipih yang saling sambung menyambung hingga memanjang seperti tali dengan diameter nm. CaO yang disintesis dengan pelarut gliserol memiliki bentuk yang berbeda dengan CaO yang disintesis dengan pelarut air, etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol. Seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 (d), morfologi dari CaO sintesis pada media gliserol terlihat lebih homogen dibandingkan dengan keempat hasil sintesis CaO yang lain. Morfologi dari CaO memiliki bentuk tidak beraturan dan tepian yang tidak rapi dengan diameter antara nm. Ukuran-ukuran partikel yang diperoleh dari analisis morfologi SEM tersebut memiliki perbedaan dengan ukuran partikel yang diperoleh dari perhitungan Scherrer. Hal ini disebabkan ukuran-ukuran yang diperoleh dari SEM diukur secara kasat mata sehingga ukuran yang dihasilkan menjadi kurang akurat. Sedangkan penentuan ukuran partikel melalui perhitungan Scherrer diperoleh dari data XRD yang memiliki ketelitian yang lebih baik dalam menganalisis ketebalan kristal. Pada Gambar 3.3, CaO yang disintesis dengan gliserol nampak memiliki ukuran partikel yang paling besar dibandingkan dengan sampel lainnya pada gambar SEM, sedangkan menurut perhitungan Scherrer, CaO yang disintesis dengan media gliserol memiliki ukuran partikel yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk morfologi yang tampak tersebut tidak dapat mewakili ukuran partikel CaO yang sebenarnya karena ada kemungkinan bahwa pada partikel yang tersusun seperti bongkahan besar tersebut terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran yang lebih kecil lagi. Gambar 3.3 SEM CaO yang disintesis dengan pelarut air (a), Etilen glikol (b) Dietilen glikol (c), Polietilen glikol (d), Gliserol (e). Aglomerasi terjadi pada seluruh sampel terutama pada sampel yang disintesis dengan media air, hal ini disebabkan karena pelarut air memiliki kemampuan mendispersi yang kurang baik bila dibandingkan dengan pelarut organik. Pada media pelarut air, reaksi dispersi lebih homogen dibandingakan dengan pelarut organik menjadikan pertumbuhan inti kristal akan kurang terlindungi yang dapat mendorong pertumbuhan kristal CaO mengarah ke ukuran yang lebih besar (Kanade dkk., 2006). Etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol berperan sebagai surfaktan yang dapat menstabilan permukaan partikel pada temperatur yang tinggi serta menghasilkan 9
10 formasi kristal CaO monodispersi dengan kemampuan dispersi yang baik. Gliserol dapat menghasilkan kerekatan dan kestabilan tinggi pada larutan campuran yang dapat mencegah terjadinya agregasi pada partikel kalsium dan menghasilkan formasi partikel nano kalsium dengan yield yang tinggi (Li dkk., 2005). Ukuran partikel lebih kecil dan morfologi yang berbeda menunjukkan bahwa pelarut organik memiliki peranan dalam mengontrol nukleasi dan orientasi dari kristal (Kanade, 2006). 3.3 Hasil Keseluruhan Penggunaan pelarut berupa air, gliserol, etilen glikol, dietilen glikol dan polietilen glikol 400 dalam mensintesis CaO melalui metode kopresipitasi telah berhasil membentuk partikel CaO berukuran nano. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode kopresipitasi merupakan metode yang cukup baik digunakan sebagai metode dalam mensintesis partikel nano. Kehadiran pelarut dalam sintesis partikel nano juga sangat penting dalam mengontrol morfologi dan ukuran partikel, hal ini terlihat pada analisis SEM yang menunjukkan morfologi yang berbeda dengan penggunaan pelarut yang berbeda serta ukuran partikel yang dihasilkan bervariasi dengan penggunaan pelarut yang berbeda. Melalui perhitungan dengan persamaan Scherrer terlihat bahwa penggunaan pelarut organik dapat membentuk ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan pelarut air. Selain itu, penggunaan pelarut juga mempengaruhi rendemen fasa CaO yang terbentuk. Melalui analisis menggunakan rietica diperoleh hasil dimana pelarut air menghasilkan rendemen fasa CaO yang paling banyak. Hubungan antara ukuran partikel dengan %berat fasa CaO dapat dilihat pada gambar 3.4. Bila ditinjau dari kepolarannya maka urutan pelarut dengan kepolaran tinggi ke rendah adalah sebagai berikut: Air >Gliserol >Etilen Glikol >Dietilen Glikol >Polietilen Glikol Pada gambar 3.4 terlihat bahwa penggunaan pelarut air yang memiliki kepolaran tinggi dapat menghasilkan rendemen fasa CaO paling besar, akan tetapi ukuran partikel yang dihasilkan cukup besar yaitu mendekati batas ukuran partikel nano (mendekati 100 nm). Sedangkan pelarut etilen glikol mampu menghasilkan ukuran partikel yang paling kecil dibandingkan pelarut lain, akan tetapi rendemen fasa CaO yang dihasilkan cukup kecil. Gambar 3.4 Hubungan ukuran partikel dengan %berat fasa CaO pada media pelarut air, gliserol, etilen glikol, dietilen glikol, dan polietilen glikol. Pelarut yang baik untuk penelitian ini adalah pelarut yang dapat menghasilkan ukuran partikel kecil dengan rendemen fasa CaO yang besar. Dari kelima pelarut yang diuji nampak bahwa pelarut dietilen glikol memiliki dua kriteria tersebut, hal ini menunjukkan bahwa pelarut dietilen glikol adalah pelarut yang sangat baik digunakan dalam sintesis partikel nano CaO. Pelarut dengan kepolaran tinggi seperti air akan melarutkan secara sempurna kalsium asetat yang bersifat polar, hal ini dapat mengakibatkan kristal CaO yang terbentuk adalah kristal sejati yang memiliki ukuran partikel yang besar. Penggunaan pelarut dengan kepolaran yang sangat rendah dapat menyebabkan aglomerasi karena banyak partikel dari kalsium asetat yang sukar larut sehingga mengakibatkan ukuran partikel CaO yang dihasilkan juga akan besar. Pelarut dietilen glikol memiliki kepolaran sedang sehingga mampu menghasilkan koloid yang dapat menyebabkan terbentuknya partikel berukuran kecil-kecil. IV. KESIMPULAN Partikel nano CaO telah berhasil disintesis menggunakan metode kopresipitasi dengan prekursor kalsium asetat dalam media 10
11 pelarut air, etilen glikol, dietilen glikol, polietilen glikol, dan gliserol. Hasil XRD menunjukkan bahwa CaO yang dipreparasi dengan pelarut etilen glikol memiliki kristalinitas yang paling rendah dibandingkan dengan pelarut air, polietilen glikol, dietilen glikol dan gliserol. Berdasarkan spektra FTIR diketahui bahwa pada sampel CaO masih terdapat gugus CO dari CaCO 3 dan OH dari Ca(OH) 2. Hasil analisis dengan SEM menunjukkan bahwa penggunaan pelarut yang berbeda telah menghasilkan morfologi yang berbeda pula. Dari perhitungan Scherrer dan analisis rietica diperoleh pelarut yang paling baik adalah pelarut dietilen glikol yang menghasilkan partikel nano CaO sebesar 72,13 nm dengan %berat CaO sebesar 93,34. V. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc., Dra. Ratna Ediati, MS, PhD atas bimbingannya sampai terselesainya penelitian ini. Orang tua yang tiada henti mendukung dan mendoakan anak-anaknya. Pak Hamzah Fansuri selaku koordinator TA serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini VI. DAFTAR PUSTAKA Adam, F., dan Wong, M. S., (2011), The Synthesis of Organic Carbonates Over Nanocrystalline CaO Prepared Via Microemulsion Technique, Catalysis Communications, 13, Agrinier, P., Deutsch, A., Scharer, U., Martinez, I., (2001), Fast Back- Reactions of Shock-Released CO 2 from Carbonates: An experimental approach, Geochimica et Cosmochimica Acta, 65, Bhargava, A., Alarco, J. A., Mackinnon, D.R., Page, D., Ilyushechkin, A., (2007), Synthesis and Characterisation of Nanoscale Magnesium Oxide Powders and Their Application in Thick Films of Bi 2 Sr 2 CaCu 2 O 8, Materials Letters, 34, Cho, Y.B., Seo, G., Chang, D.R., (2009), Transesterification of tributyrin with methanol over calcium oxide catalysts prepared from various precursors, Fuel Processing Technology, 90, Granados, M,L., Poves, M.D.Z., Alonzo, D.M., Marizcal, R., Galisteo, F.C., Moreno-Tost, R., Santamaria, J., dan Fierro, J.L.G., (2007), Biodiesel from Sunflower Oil Using Activated Calcium Oxide, Applied Catalysis B, Enviromental, 73, HORIBA Scientific, (2010), A Guidebook to Particle size analysis, HORIBA Instruments, Inc, USA. Iijima, M., dan Kamiya, H., (2009), Surface Modification for Improving the Stability of Nanoparticles in Liquid Media, KONA Powder and Particle J, 27, Kanade, K.G., Kale, B.B., Aiyer, R.C., Das, B.K., (2005), Effect of solvents on the synthesis of nano-size zinc oxide and its properties, Materials Research Bulletin, 41, Kwon, Y.J., Kim, K.H., Lim, C.S., Shim, K.B., (2002), Characterization of ZnO nanopowders synthesized by the polymerized complex method via an organochemical route, J.Ceram, Pro Res, 3, Lee, S.J., dan Lee, C.H., (2002), Fabrication of Nano-Sized TiO 2 Powder Via an Ethylene Glycol Entrapment Route, Materials Letters, 56, Li, Y., Cai, M., Rogers, J., Xu, Y., dan Shen, W., (2006), Glycerol-Mediated Synthesis of Ni and Ni/NiO Core- Shell Nanoparticles, Materials Letters, 60, Liu, X., He, H., Wang, Y., Zhu, S., Piao, X., (2008), Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel Using CaO as a Solid Base Catalyst, Fuel, 87, Park, J.H., dan Oh, S.G., (2009), Preparation of CaO as OLED getter material through control of crystal growth of CaCO 3 by block copolymers in aqueous solution, Materials Research Bulletin, 44, Rahman, R., (2008), Pengaruh Proses Pengeringan, Anil, dan Hidrotermal Terhadap Kristallinitas Nanopartikel TiO 2 Hasil Proses Sol-Gel, FT, Departemen Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia. 11
12 Ruiz, M.G., Hernández, J., Baños, L., Montes, J.N., dan García, M.E.R., (2009), Characterization of Calcium Carbonate, Calcium Oxide, and Calcium Hydroxide as Starting Point to the Improvement of Lime for Their Use in Construction, J. of Materials in Civil Engineering, Taufiq, Y.Y.H., Lee, H.V., Hussein., Yunus, R., (2010), Calcium-Based Mixed Oxide Catalysts For Methanolysis of Jatropha Curcas Oil to Biodiesel, Biomass and Bioenergy, 35, Trung, T., Cho, W.J., Ha, C.S., (2003), Preparation of TiO 2 nanoparticles in glycerol-containing solutions, Materials Letters, 57, Umdu, E.S., (2008), Methyl Ester Production From Vegetable Oils on Heterogeneous basic Catalysts, Engineering and Sciences of İzmir Institute of Technology. West, Anthoni R., (1989), Solid State Chemistry and Its Application, John Wiley & Sons, New York. Xin, B.H., Zhen S.X., Hua, L.X., Yong, L.S., (2009), Synthesis of Porous CaO Microsphere and Its Aplication in Catalyzing Transesterification Reaction for Biodiesel, Trans Nonferrous Met. Soc, 19, Yulianti, C. H., (2011), Sintesis Katalis Nanopartikel Campuran Oksida CaO dan ZnO dan Aktivitasnya pada Transesterifikasi Refines Palm Oil untuk Produksi Biodiesel, Fakultas MIPA, Jurusan Kimia, ITS, Surabaya. Zhang, J., Sun, L., Yin, J., Su, H., Liao, C., Yan, C., (2002), Control of ZnO Morphology via a Simple Solution Route. Chem. Mater, 14,
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS NANOPARTIKEL CaO
Jurnal Teknika Volume 3 No. 2 Tahun 2011 231 SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS NANOPARTIKEL CaO Oleh : Cicik Herlina Yulianti, ST, M.Si *) *) Jurusan Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan Abstrak
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI KRISTAL NANO ZnO
SINTESIS DAN KARAKTERISASI KRISTAL NANO ZnO Cicik Herlina Yulianti 1 1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan Abstrak Pengembangan material kristalin berukuran nano merupakan suatu
Lebih terperinciEFEK PERBANDINGAN ATOM Ca DAN Zn TERHADAP UKURAN PARTIKEL CaOZnO
EFEK PERBANDINGAN ATOM Ca DAN Zn TERHADAP UKURAN PARTIKEL CaOZnO Cicik Herlina Yulianti 1 1) Dosen Fakultas Teknik Prodi Elektro Universitas Islam Lamongan Abstrak Partikel anorganik berukuran nano menjadi
Lebih terperinciSintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi
Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan
6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN
PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN DESY TRI KUSUMANINGTYAS (1409 100 060) Dosen Pembimbing
Lebih terperinciOleh : Yanis Febri Lufiana NRP :
Pengaruh Konsentrasi NaOH/Na 2 CO 3 Pada Sintesis CaOMgO Menggunakan Metode Kopresipitasi TUGAS AKHIR Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP : 1409100015 Dosen Pembimbing : Dr. Didik Prasetyoko., M.Sc. TUGAS AKHIR
Lebih terperinciHubungan kristalinitas sampel CaO sintesis, CaO pada CaOZnO 0,08 dan CaO pada CaOZnO 0,25
Hubungan kristalinitas sampel CaO, CaO pada 0,08 dan CaO pada 0,25 Sampel 2 ( o ) Tinggi Puncak, I (counts) I/Io % Kristalinitas Kristalinitas CaO > CaO pada 0,25 > CaO pada 0,08 CaO 37,34 1248,68* 1 100
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO SEBAGAI SUPPORT KATALIS
SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO SEBAGAI SUPPORT KATALIS Cicik Herlina Yulianti, Ratna Ediati dan Didik Prasetyoko* Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya Laboratorium Kimia
Lebih terperinciPENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL
PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL Imroatul Qoniah (1407100026) Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Kamis, 14 Juli 2011 @ R. J111 LATAR BELAKANG
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan
Lebih terperinciSINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM
SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM Oleh: Ella Agustin Dwi Kiswanti/1110100009 Dosen Pembimbing: Prof. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. Bidang Material Jurusan Fisika Fakultas
Lebih terperinciTabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)
22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu
Lebih terperincidengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu
6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya
Lebih terperinciPASI NA R SI NO L SI IK LI A KA
NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan
Lebih terperinciBab III Metoda Penelitian
28 Bab III Metoda Penelitian III.1 Lokasi Penelitian Sintesis senyawa target dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Laboratorium Kimia Fisik-Material Departemen Kimia, Pengukuran fotoluminesens
Lebih terperinci3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis
7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,
Lebih terperinciSTUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH
STUDI MIKROSTRUKTUR SERBUK LARUTAN PADAT MxMg1-xTiO3 (M=Zn & Ni) HASIL PENCAMPURAN BASAH Istianah () Dosen Pembimbing Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MATERIAL JURUSAN
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)
PENULIS : 1. Nur Chamimmah Lailis I,S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN II. METODOLOGI
1 Sintesis Partikel Nano ZnO dengan Metode Kopresipitasi Dan Karakterisasinya Handoyo Raharjo dan Didik Prasetyoko Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
17 METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah KH 2 PO 4 pro analis, CaO yang diekstraks dari cangkang telur ayam dan bebek, KOH, kitosan produksi Teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL dan PEMBAHASAN
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu
Lebih terperinciSINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak
SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK 1) Luluk Indra Haryani, 2) Suminar Pratapa Jurusan Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada
Lebih terperinciMetodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan
Lebih terperinciSTUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA
PENULIS : 1. Sus Indrayanah, S.Si 2. Dr. rer. nat. Irmina Kris Murwani ALAMAT : JURUSAN KIMIA ITS SURABAYA JUDUL : STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA Abstrak :
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)
Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis
41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI MAGNESIUM OKSIDA (MgO) DENGAN VARIASI MASSA PEG-6000
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MAGNESIUM OKSIDA (MgO) DENGAN VARIASI MASSA PEG-6000 Peni Alpionita, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang Kampus Unand Limau Manis, Pauh Padang 25163 e-mail:
Lebih terperinciLOGO. STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 PRESENTASI TESIS. Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP
LOGO PRESENTASI TESIS STUDI EKSPANSI TERMAL KERAMIK PADAT Al 2(1-x) Mg x Ti 1+x O 5 Djunaidi Dwi Pudji Abdullah NRP. 1109201006 DOSEN PEMBIMBING: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc, Ph.D. JURUSAN FISIKA FAKULTAS
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)
23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi
Lebih terperinciSintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal
Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal Oleh: Risa Fitriya H. Pembimbing: Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciPengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal
Pengaruh Kadar Logam Ni dan Al Terhadap Karakteristik Katalis Ni-Al- MCM-41 Serta Aktivitasnya Pada Reaksi Siklisasi Sitronelal K Oleh Said Mihdar Said Hady Nrp. 1407201729 Dosen Pembimbing Dra. Ratna
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel plastik layak santap dibuat dari pencampuran pati tapioka dan pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran ini diperoleh 6 sampel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Kestabilan Sol Pada penelitian ini NASICON disintesis menggunakan metode sol gel dengan bahan baku larutan Na 2 SiO 3, ZrO(NO 3 ) 2, NH 4 H 2 PO
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian
32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun 2012. Tempat penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri
Lebih terperinciSINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN
LAPORAN TUGAS AKHIR SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN ADITIF Ca DARI BATU KAPUR ALAM DENGAN METODE PENCAMPURAN LARUTAN Oleh: Lisma Dian K.S (1108 100 054) Pembimbing: Drs. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. 1
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar
Lebih terperinciSintesis Lapis Tipis Fotokatalis ZnO-TiO 2 Menggunakan Metode Sol Gel dengan PEG (Polyethylene Glycol) sebagai Pelarut
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 13 No. 1, Januari 2012: 1-5 1 Sintesis Lapis Tipis Fotokatalis ZnO-TiO 2 Menggunakan Metode Sol Gel dengan PEG (Polyethylene Glycol) sebagai Pelarut Synthesis Thin Layer ZnO-TiO
Lebih terperinciBab III Metodologi Penelitian
28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium
22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciAKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL
L/O/G/O AKTIVITAS KATALIS K 3 PO 4 /NaZSM-5 MESOPORI PADA TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL (RPO) MENJADI BIODIESEL SAMIK (1409201703) Pembimbing: Dra. Ratna Ediati, M.S., Ph.D. Dr. Didik Prasetyoko,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pori
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit
Lebih terperinciBAB 4 DATA DAN ANALISIS
BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan
Lebih terperinciPREPARASI DAN KARAKTERISASI KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI TULANG AYAM
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI TULANG AYAM Risfidian Mohadi 1, Aldes Lesbani 1 dan Yosine Susie 1 1 Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Lebih terperinciPENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE
1 PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE Arum Puspita Sari 111010034 Dosen Pembimbing: Dr. Mochamad Zainuri, M. Si Kamis, 03 Juli 2014 Jurusan
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3
SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3 1 Universitas Diponegoro/Kimia, Semarang (diannurvika_kimia08@yahoo.co.id) 2 Universitas
Lebih terperinciKata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik
Lebih terperinciDeskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR
1 Deskripsi 1 2 30 SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR Bidang Teknik Invensi Invensi ini berkaitan dengan sintesis senyawa Mg/Al hydrotalcite-like (Mg/Al
Lebih terperinciSINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia Vol 1, No.1 ISSN 2087-7412 April 2010, hal 1-6 SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK Aniesah Ratna
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,
Lebih terperinci3 Metodologi penelitian
3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan
Lebih terperinciPenentuan Komposisi Serta Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Banawa
Penentuan Komposisi Serta Suhu Kalsinasi Optimum CaO Dari Batu Kapur Kecamatan Determining The Composition and Optimum Calcination Temperature of CaO of Limestone Akbar Suhardin *), M. Syahrul Ulum, Darmawati
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen
Lebih terperinciPengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi
Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi Irfan Nursa*, Dwi Puryanti, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Lebih terperinciKARAKTERISTIK NANOPARTIKEL ZNO: STUDI EFEK PELARUT PADA PROSES HIDROTHERMAL
Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 06, No. 01 (2016) 31 35 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran KARAKTERISTIK NANOPARTIKEL ZNO: STUDI EFEK PELARUT PADA PROSES HIDROTHERMAL TOGAR SARAGI,
Lebih terperinciREVIEW : ANALISIS THERMAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN UNTUK KARAKTERISASI SERBUK Ba 1-x Sr x TiO 3. Happy Bunga Nasyirahul Sajidah
REVIEW : ANALISIS THERMAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN UNTUK KARAKTERISASI SERBUK Ba 1-x Sr x TiO 3 Happy Bunga Nasyirahul Sajidah Laboratorium Kimia Material dan Energi, Departemen Kimia Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari
Lebih terperinciKonversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit
TPM 14 Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit Silvia Reni Yenti, Ervina, Ahmad Fadli, dan Idral Amri Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Riau Kampus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan
25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan
Lebih terperinciSINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb
SINTESIS DAN KARAKTERISASI XRD MULTIFERROIK BiFeO 3 DIDOPING Pb Oleh: Tahta A 1, Darminto 1, Malik A 1 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Lebih terperinciSINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI
SINTESIS ZSM-5 SECARA LANGSUNG DARI KAOLIN TANPA TEMPLAT ORGANIK: PENGARUH WAKTU KRISTALISASI Oleh: Oni Saputro / 1409 100 077 Pembimbing: Drs. Djoko Hartanto, M.Si. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc. MFI (IZA)
Lebih terperinciUJI KEMURNIAN KOMPOSISI BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X
UJI KEMURNIAN KOMPOSISI BATU KAPUR TUBAN DENGAN ANALISIS RIETVELD DATA DIFRAKSI SINAR-X Sahriar Nur Aulia H Jurusan Fisika-FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya 60111, Indonesia Email:
Lebih terperinciMODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI KATALIS MELALUI PENGEMBANAN LOGAM TEMBAGA
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VIII Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Periset Sains Kimia di Era Program Studi Pendidikan FKIP UNS Surakarta, 14 Mei 2016 MAKALAH PENDAMPING PARALEL
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen laboratorium yang meliputi dua tahap. Tahap pertama dilakukan identifikasi terhadap komposis kimia dan fase kristalin
Lebih terperinciBAB IV PROSEDUR KERJA
BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN
BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,
Lebih terperinciUji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar
dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar
Lebih terperinciSintesis dengan Metode Hidrotermal dan Karakterisasi Senyawa Berstruktur Aurivillius Bi 4 Ti 3 O 12
Sintesis dengan Metode Hidrotermal dan Karakterisasi Senyawa Berstruktur Aurivillius Bi 4 Ti 3 O 12 Muhammad Rizal dan Ismunandar Kelompok Keahlian Kimia Anorganik dan Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Lebih terperinci4 Hasil dan pembahasan
4 Hasil dan pembahasan Bab ini memaparkan hasil dari sintesis dan karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit Sr 2 Mg 1-X Fe x MoO 6-δ dengan x = 0,2; 0,5; 0,8; dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)
39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir
Lebih terperinciBab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk
Lebih terperinci