BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Relasi gramatikal BMk kajian tipologi sintaksis dipilih sebagai topik dalam penelitian ini karena sejauh ini belum ditemukan peneliti lain yang mengkaji BMk, khususnya pada tataran tipologi sintaksis. Berdasarkan pertimbangan yang telah diuraikan di atas, berikut ini disajikan kajian pustaka penelitian-penelitian terdahulu, baik terhadap BMk maupun selain BMk yang mengilhami penelitian sekarang. Sedeng (2000) melakukan penelitian dalam tesisnya yang berjudul Prediket Kompleks dan Relasi Gramatikal Bahasa Sikka dengan pendekatan leksikal fungsional. Penelitian Sedeng ini diawali dengan penjelasan relasi gramatikal BS, yaitu meliputi ketransitifan, subjek, serta kaidah gramatikal yang dapat menentukan tipologi BS. Ia juga menjelaskan bahwa dari aspek morfologis, BS tergolong dalam bahasa isolasi yang memiliki tata urutan SVO yang dibuktikan dengan tidak ditemukannya pemarkahan afiks pada struktur BS. Jika dilihat dari tipologi sintaksis, BS berada di antara bahasa akusatif dan bahasa S- terpilah (split-s) karena ada bukti kuat untuk kedua tipologi ini. Kalau struktur klausa transitif BS bermarkah, maka BS bisa dianggap sebagai struktur pasif sehingga dapat juga disebut dengan struktur pasif secara sintaksis dan dapat digolongkan ke dalam bahasa yang bertipologi akusatif. 13

2 14 Satyawati (2009) melakukan penelitian di daerah Bima, Nusa Tenggara Barat dalam disertasinya yang berjudul Valensi dan Relasi Sintaksis Bahasa Bima Dialek Mbojo (BBm). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa struktur klausa BBm seperti verba, nomina, adjektiva, numeralia, dan adverbia bisa berfungsi sebagai NUK. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa BBm memiliki tiga lapisan struktur, yaitu unsur nukleus, inti nukleus dan argumen, serta inti dan periferal. Demikian juga ia menjelaskan bahwa kategori yang menjelaskan nukleus, inti, dan klausa adalah operator. Tujuh tipe operator ditemukan dalam BBm, yakni aspek, penegasi, modalitas, status, evidensial, daya, ilokusional, dan dereksional. Dalam BBm juga ditemukan beberapa pemarkah gramatikal dan leksikal seperti pemarkah kausatif {ka-}, aplikatif, pemarkah {-wea}, pemarkah {labo}, dan pemarkah {kai}, pemarkah pasif {ba}, pemarkah refleksif {weki}, dan pemarkah resiprokal {angi}. Selain pemarkah diatesis yang telah disebutkan di atas, terdapat juga pemarkah pronomina, seperti {ma-}, {ra-} {di-}, terdapat juga pemarkah kedefinitan, {ake} dekat dengan pembicara, {ede} agak jauh dengan pembicara, {aka} sangat jauh dengan pembicara}, dan {re} untuk pemarkah yang indefinit. Selain beberapa pemarkah yang sudah disebutkan di atas, juga ditemukan empat pemaknaan kelas verba, yakni state, aktivitas, achievement, dan accoplishment. Perbedaan kedua penelitian ini adalah dilakukan di lokasi yang berbeda, tetapi memiliki persamaan pada teori. Budiarta (2009) melakukan penelitian pada bahasa Dawan BD di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul Aliansi Gramatikal Bahasa Dawan: Kajian Tipologi Bahasa. Dalam

3 15 penelitiannya ditemukan dua klausa utama dalam BD, yakni transitif dan intransitif yang masing-masing dapat diisi oleh verba berafiks atau tidak berafiks. Demikian juga, afiks yang melekat pada verba tergantung pada subjek yang hadir. Selanjutnya, ada perbedaan antara hakikat subjek, objek, dan oblik dalam BD, yakni subjek ditentukan melalui kasus, ekspansi, adverbial, persesuaian, pivot, dan pemofokusan. Akan tetapi, objek BD bisa ditentukan melalui pemasifan dan oblik BD adalah argumen yang berpreposisi. Penelitiannya membuktikan bahwa konstruksi koordinatif dan konstruksi subordinatif BD memperlakukan S sama dengan A, dan perlakuan yang berbeda diberikan kepada P (S = A P) secara sintaksis. Lebih lanjut, Budiarta mengatakan bahwa BD adalah kelompok bahasa yang bekerja dengan sistem S/A pivot karena sistem seperti ini membuktikan bahwa BD adalah bahasa yang bertipe nominatif-akusatif secara sintaksis. Jika dilihat dari perilaku S pada klausa intransitif dengan perilaku A dan P pada klausa transitif, maka dalam BD dapat dibuktikan bahwa S dimarkahi sama dengan A dan P pada klausa dan dimarkahi sama dengan P. Oleh karena itu, BD cenderung termasuk sebagai bahasa nominatif-akusatif secara morfologis. Perbedaan dan persamaan pada penelitian Budiarta dapat dilihat dari segi teori dan lokasi penelitian. Penelitian Budiarta menggunakan TR Blake (1990) sebagai teori utama untuk mengkaji klausa dasar BD dan teori tipologi Comrie (1983). Mandala (2010) melakukan penelitian pada bahasa-bahasa di Timor Leste dalam disertasinya yang berjudul Evolusi Fonologis Bahasa Oirata dan Kekerabatannya dengan Bahasa-Bahasa non-austronesia di Timor Leste. Dalam

4 16 penelitiannya disebutkan bahwa bahasa secara sinkronis, seperti bahasa Or, Ft, Mk memiliki identitas fonologi sebagai berikut. a) Bahasa Or, Ft, dan Mk sama-sama memiliki lima buah fonem vokal /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/ yang dapat berdistribusi lengkap dan sama-sama pula memiliki sebuah fonem diftong /ai/. b) Bahasa Or memiliki tiga belas fonem konsonan (/p/, /t/, /đ/, /k/, / /, /m/, /n/, /l/ /r/, /s/, /h/, /w/, dan /y/), bahasa Ft memiliki enam belas fonem konsonan (/p/, /t/, /c/, /j/, /k/, / /, /m/, /n/, /l//r/, /f/, /v/, /s/, /h/, /w/, dan /y/) dan bahasa Mk lima belas fonem konsonan (/p/, /t/, /b/, /d/, /k/, /g/, /m/, /n/, /l/ /r/, /f/, /s/, /h/, dan /w/) yang semuanya hanya dapat menempati posisi pada awal dan tengah kata. Correia (2011) melakukan penelitian di Distritu Baucau, Timor Leste dalam disertasinya yang berjudul Describing Makasae: A Trans-New Guinea Language of East Timor. Dalam penelitiannya ia membedakan fonem BMk menjadi tiga bagian, yaitu fonem dasar BMk, fonem asli BMk, dan Fonem BMk yang dipinjam dari bahasa Asing. Fonem-Fonem itu dapat dilihat sebagai berikut. Lima fonem dasar BMk: /a/ /e/ /i/ /o/ /u/. Konsonan Asli: /b/ /d/ /f/ /g/ /h/ /k/ /l/ /m/ /n/ /r/ /s/ /t/ /w/ /'/. Fonem asing: /p/ /r/ /z/ /v/. Penelitian Correia lebih difokuskan pada perpaduan kajian umum antara mikro dan makro melalui analisis tata bahasa, seperti sintaksis, fonologi, dan vernacular, tetapi belum menyentuh kajian yang lebih khusus pada tataran linguistik tertentu, baik mikro maupun makro, khususnya pada tataran tipologi sintaksis.

5 17 Sukerti (2011) melakukan penelitian pada bahasa Kodi BK di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, NTT dalam tesisnya yang berjudul Relasi Gramatikal Bahasa Kodi: Kajian Tipologi Sintaksis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa BK termasuk bahasa yang memiliki pemarkah inti yang menggunakan acuan silang berupa klitik pronominal untuk memarkahi argumen pada verba. Dalam hal ini BK memiliki tipe kasus pemarkah klitik nominal seperti kasus nominatif, akusatif, datif, dan genetif. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa BK juga memiliki klitik pronominal keaspekan yang bisa muncul dalam konstruksi keaspekan seperti perfektif, imperfektif dan habitual. Klitik pronominal keaspekan bersesuian dengan tipe jumlah argumen pengisi slot subjek. BK juga memiliki pemarkah multi fungsi pa-, pemarkah antikausatif ma-, dan pemarkah penegas-ka. Argumen S pada klausa nonverbal BK dimarkahi dengan klitik pronominal pemarkah kasus akusatif dan datif (PRED nominal), kasus nominatif, (PRED adjektival), kasus datif dan genetif (PRED numeralia) tidak dimarkahi pada PRED yang disusun oleh frasa preposisional. Dilihat dari argumen S, A dan O dimarkahi dengan klitik pronomina yang memarkahi kasus morfologis. Argumen perdikat juga dapat dimarkahi oleh kluster klitik dengan tipe kasus morfologis datif-datif pada klusa transitif berargumen tiga dan genetif-datif pada klausa bermarkah kepemilikan. Penelitian Sukerti menggunakan teori TPA Van Valin, Jr, Lapolla (1997) dan teori tipologi Dixon (2010). Sukendra (2012) melakukan penelitian pada bahasa Sabu BS di daerah Sabu, Nusa Tengara Timur, NTT, yakni dalam disertasinya yang berjudul Klausa Bahasa Sabu: Kajian Tipologi Sintaksis. Penelitian Sukendra menghasilkan

6 18 beberapa temuan yang menjelaskan bahwa BS termasuk bahasa yang bertipologi akusatif yang minim afiks. Ia juga menjelaskan bahwa BS memiliki tata urutan kanonik SVO dengan alternasi OVS dan memiliki diatesis aktif-pasif dan dapat dimarkahi dengan preposisi (ri) dan diatesis medial (morfologis, perifrastik, dan leksikal). Jika dilihat dari aspek topik, objek penelitian, teori, dan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Sukendra berbeda dengan penelitian sekarang. Dari empat disertasi dan tiga tesis pada kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, penelitian Mandala (2010) dan Correia (2011) telah memberikan gambaran pada penelitian BMk sekarang dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan. Kedua disertasi tersebut dipilih sebagai bahan perbandingan dengan penelitian BMk sekarang karena penelitian Mandala difokuskan pada perubahan evolusi fonologis pada BMk dan bahasa-bahasa di Indonesia Timur dan Correia (2011) tentang gambaran BMk yang telah mengilhami penelitian sekarang karena penelitian sekarang lebih difokuskan pada kajian mikro, yaitu tipologi sintaksis BMk yang belum tersentuh oleh para peneliti terdahulu. 2.2 Konsep Kridalaksana (2008:132) menjelaskan bahwa konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Konsep dipaparkan bertujuan menyatukan sudut pandang dan pemahaman sehingga pembaca bisa memperoleh gambaran yang jelas mengenai arah penelitian ini. Di bawah ini adalah konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

7 Klausa Cook (1971:65), Elson dan Pickett (1969:64) menjelaskan bahwa klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat. Selanjutnya, Khaira dan Ridwan (2014:88) juga menjelaskan bahwa klausa adalah paparan tentang hubungan fungsi di dalam klausa menunjukkan bahwa klausa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung unsur predikasi atau tersusun atas predikator dan argumen, belum disertai oleh intonasi akhir pada ragam lisan atau tanda tanya pada ragam tulisan Argumen King (1996:4) menyatakan bahwa sebuah predikat mengungkapkan sebuah relasi antara partisipan; dari partisipan-partisipan ini disebut sebagai argumen predikat. Oleh karena itu, argumen adalah unsur (sintaksis atau semantik) yang diperlukan oleh sebuah verba yang umumnya berkorelasi dengan partisipasi pada suatu kejadian atau keadaan yang dinyatakan oleh verba atau predikatnya Tipologi Linguistik Comrie (1988b) menjelaskan bahwa tipologi linguistik adalah kajian yang berusaha mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan (property) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X? Secara etimologi, tipologi berarti pengelompokan rana (classification of domain). Pengertian tipologi bersinonim dengan istilah taksonomi (Mallinson dan Blake, 1983:3).

8 Pivot Pivot merupakan kategori yang dapat mengaitkan S dan A, S dan P, atau S dan P atau S, A dan P. Pivot juga dapat diartikan sebagai nomina atau frasa nominal yang paling sentral secara gramatikal. Pivot adalah subjek gramatikal pada bahasa-bahasa yang bertipe akusatif, sedangkan pada bahasa-bahasa yang bertipe ergatif, pivot adalah nomina atau frasa nominal yang merupakan pasien (Dixon, 1994 dan Matthews, 1997) Relasi Gramatikal Kecenderungan persekutuan gramatikal yang ada dalam suatu bahasa secara tipologi; apakah berupa S=A, S=O, Sa=A, So=O, atau yang lainya. Dixon (2010:119) menjelaskan bahwa fungsi argumen A dan O terdapat pada konstruksi klausa transitif, sedangkan fungsi S pada konstruksi klausa intransitif. Sistem yang paling umum adalah A dan S dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem kedua yang lebih jarang ditemukan adalah S dan O dimarkahi sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda (kasus ergatif). Namun, terdapat beberapa jenis bahasa tertentu yang mengombinasikan tipe permarkahan tersebut berdasarkan berbagai parameter semantik dan sintaktik sehingga muncul tipologi bahasa split-s ( S-terpilah) dan Fluid S (S-alir).

9 Subjek Blake (1990) menjelaskan bahwa subjek merupakan fungsi gramatikal utama yang bisa ditempati oleh frasa nomina FN dalam sebuah kalimat. Subjek merupakan satu-satunya argumen inti yang terdapat pada kalimat intransitif, sedangkan subjek pada kalimat transitif merupakan FN yang menduduki posisi tertinggi pada hierarki fungsi gramatikal. Namun, Sidu (2013:83) berpendapat bahwa subjek merupakan salah satu fungsi kalimat yang secara struktur berada di depan predikat Objek Objek merupakan fungsi gramatikal selain subjek yang ditempati oleh FN sebagai argumen inti. Objek secara konvensional dapat dibagi menjadi objek langsung, objek taklangsung, dan objek oblik. Sidu (2013:87) juga berpendapat bahwa objek merupakan salah satu fungsi sintaksis yang secara struktur berada sesudah predikat, tetapi terkadang objek dalam suatu kalimat juga bisa menjadi sebuah subjek. 2.3 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan satu teori utama dan satu teori pendukung. Teori tipologi Dixon (2010 dan 1994) sebagai teori utama, sedangkan teori tata bahasa relasional (TR) Mallinson dan Blake (1990) sebagai teori pendukung. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap dan jelas tentang teori yang

10 22 digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti di bawah ini Teori Tipologi Linguistik dan Relasi Gramatikal Istilah tipologi secara teknis telah dikenali dalam linguistik yang merujuk ke pengelompokan bahasa-bahasa berdasarkan atas ciri khas kata-kata dan tata kalimatnya. Artawa (1995:60;1998:127) berpendapat bahwa tujuan linguistik tipologi adalah untuk mengelompokkan bahasa-bahasa berdasarkan sifat-perilaku (properti) struktural bahasa tersebut. Tujuan pokoknya adalah untuk menjawab pertanyaan, Seperti apa bahasa X itu? Song (2011:2) dalam bukunya yang berjudul Linguistic Typology menjelaskan bahwa sejarah tipologi linguistik modern tidak bisa mengabaikan para pelopor terdahulu yang telah membagi linguistik tipologi menjadi empat periode, yaitu (i) antara ( ) merupakan era Georg von der Gabelentz dalam bukunya yang berjudul (Christening Typologie) yang mengantarkan linguistik tipologi dari 1901 sampai dengan 1950-an; (ii) pada 1960-an dan an merupakan era tipologi linguistik revitalisasi yang dikembangkan oleh Joseph Greenberg (misalnya: Greenberg 1963b; Greenberg et al.1978); (iii) Pada 1980-an sampai dengan 1990-an merupakan era peremajaan tipologi linguistik yang dilakukan oleh para linguist (seperti Comrie 1981, Mallinson dan Blake 1981, Dryer 1989,1992, Nicholas 1992); dan (iv) (Haspelmath, Dryer, Gil, dan Comrie 2005 lihat juga Bickel 2007, Croft 2007b Nicholas 2007, dan Song 2007 adalah generasi keempat yang mengembangkan tipologi linguistik sampai saat ini).

11 23 Selain apa yang telah diuraikan oleh Song di atas, Sudaryanto (1983:23) menjelaskan bahwa Sapir, Greenberg, dan Lehmann merupakan tiga tokoh dalam tipologi bahasa yang cenderung mendasarkan tipologinya pada struktur, khususnya struktur gramatikal. Baik Sapir, Greenberg, maupun Lehmann memandang urutan unsur lingual yang merupakan proses gramatikal berkadar tugas yang penuh sebagai dasar yang sangat berfaedah dalam studi tipologi. Ketritunggalan nama sapir-greenberg-lehmann yang disarankan menunjukkan bahwa tipologi yang dilakukan mereka saling berkaitan; yang pertama mendasari yang kedua, yang kedua mendasari yang ketiga. Mallinson dan Blake (1981:3) menjelaskan bahwa bahasa dapat dikelompokkan ke dalam batasan-batasan ciri khas strukturalnya. Namun, mereka juga berpendapat bahwa tipologi yang terkenal adalah tipologi yang berusaha menetapkan pengelompokan luas berdasarkan sejumlah fitur yang saling berhubungan. Greenberg (1963) (dalam Mallinson dan Blake, 1981:3) telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menurut urutan dasar subjek, objek, dan verba SOV-OV-VO. Pendapat Mallinson dan Blake (1981:3) juga didukung oleh Comrie (1983:30-32) bahwa kajian kesemestaan bahasa dan kajian tipologi seakan-akan bertentangan dengan kajian kesemestaan bahasa yang berusaha menemukan (1) perilaku dan sifat-sifat yang umum bagi semua bahasa manusia; (2) mencari kemiripan yang ada dalam lintas bahasa; dan (3) berusaha menetapkan batas-batas variasi dalam bahasa manusia. Penelitian tipologi berusaha (1) mengelompokkan bahasa-bahasa, yaitu menetapkan bahasa-bahasa ke kelompok/tipe yang berbeda;

12 24 (2) mengkaji perbedaan antara bahasa-bahasa; dan (3) mempelajari variasi-variasi bahasa manusia. Untuk menetapkan tipologi bahasa, perlu ditetapkan parameter tertentu untuk mengelompokkan bahasa di dunia. Blake (1981:20-21) berpendapat bahwa berdasarkan tipologi morfologis, bahasa-bahasa di dunia dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) bahasa isolasi (bahasa yang tidak mempunyai proses morfologi; adanya hubungan satu lawan satu antara kata dan morfem, misalnya bahasa China, Vietnam, dan sebagainya); (2) bahasa aglutinasi (bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari morfem, dan batas-batas antara morfem-morfem dapat dengan mudah dipisahkan/ditentukan, misalnya bahasa Hongaria, Indonesia, dan sebagainya); (3) bahasa fungsional atau infleksi bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi umumnya tidak mudah dan tidak jelas untuk memisahkan atau menentukan morfem atau afiks-afiks yang mewujudkan kata atau morfern tersebut, misalnya bahasa Arab, Latin, dan sebagainya); (4) bahasa polisintetik atau inkorporasi bahasa yang mempunyai kemungkinan mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungnya bersama ke dalam kata tunggal, misalnya bahasa Greenlandic Eskimo, Inggris, dan sebagainya. Para ahli tipologi berpendapat bahwa ada dua asumsi pokok linguistik tipologi, yakni (a) semua bahasa dapat dibandingkan berdasarkan strukturnya; (b) ada perbedaan di antara bahasa-bahasa yang ada. Bahasa-bahasa dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, seperti bahasa akusatif, ergatif, dan aktif. Apabila perlakuan yang sama tersebut diperlihatkan secara morfologis, bahasa itu dikatakan sebagai bahasa ergatif secara morfologis. Secara sintaksis,

13 25 bahasa akusatif merupakan suatu sistem relasi gramatikal bahasa yang memperlihatkan bahwa S pada kalimat intransitif diperlakukan sama dengan A kalimat transitif, sementara P dalam kalimat transitif diperlakukan berbeda dengan S kalimat intransitif (lihat Comrie, 1981; Trask, 1993; Dixon, 1994, 2010; Artawa 1998, 2000; Arka, 2000). Dixon (2010:116) juga menjelaskan bahwa terdapat dua struktur klausa utama secara lintas bahasa di dunia, yaitu klausa intransitif dengan satu argumen dan klausa transitif dengan dua argumen seperti yang dipaparkan dalam klasifikasi berikut ini. TIPE KLAUSA PREDIKAT ARGUMEN INTI Intransitif Intransitif S (subjek intransitif) Transitif Transitif A (subjek transitif) dan O (objek transitif) Selain itu, terdapat juga argumen periferal yang bersifat opsional dan secara umum dapat menjadi argumen dari kedua tipe klausa. Argumen periferal, yakni meliputi instrumen, benefesiari, serta penanda keterangan waktu dan tempat. Satu-satunya argumen dalam klausa intransitif diidentifikasi berada pada fungsi S. Penetapan fungsi A dan O sebagai dua argumen inti dalam konstruksi klausa transitif memiliki dasar semantis. Argumen yang referennya cenderung relevan dikaitkan dengan proses terjadinya sebuah aktivitas diidentifikasikan sebagai A. Sebuah argumen A biasanya memiliki referen bersifat animate (bernyawa) sehingga argumen tersebut dapat memulai atau mengontrol aktivitas. Sementara itu, argumen yang cenderung menerima efek dari sebuah aktivitas

14 26 memiliki fungsi O. Lebih lanjut, Dixon (2010:118) menjelaskan bahwa hampir setiap bahasa memiliki beberapa mekanisme gramatikal struktur lahir untuk memarkahi argumen inti dan periferal sehingga kedua argumen tersebut dapat diidentifikasi dan wacana dapat dipahami oleh lawan tutur. Berdasarkan pendapat Dixon, fungsi argumen dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1) Melalui pemarkahan pada frasa nomina (FN) yang merealisasikan sebuah argumen dengan pilihan bentuk pemarkah berupa sistem infleksi pemarkah kasus atau dengan adposisi. 2) Dengan bentuk pronomina terikat yang merealisasikan sebuah argumen; bentuk ini dapat melekat pada predikat atau pada konstituen klausa yang lainnya. 3) Dengan urutan konstituen, seperti yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Argumen dengan fungsi A dan O muncul dalam konstruksi klausa transitif, sedangkan argumen dengan fungsi S muncul dalam konstruksi klausa intransitif. Dixon (2010:119) menyatakan bahwa terdapat dua pola yang sering ditemukan, yaitu S dimarkahi seperti A dan S dimarkahi seperti O. Kemungkinan pola pemarkahan ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut. I A S O A II = nominatif S nominatif O akusatif A S III ergatif absolutif = O absolutif Gambar 2.1 Pola Pemarkahan Argumen Inti (Dixon, 2010:119)

15 27 Baris 1 menunjukkan bahwa A, S, dan O dimarkahi berbeda. Pola dengan sistem tripartite seperti ini jarang diaplikasikan dalam sebuah tata bahasa meskipun dapat menjadi bagian dari sistem pemarkahan campuran. Sistem yang paling umum ditemukan adalah ditunjukkan pada baris II, yaitu A dan S diperlakukan atau dimarkahi sama (kasus nominatif), sedangkan O dimarkahi berbeda (kasus akusatif). Sistem yang lebih jarang ditemukan, tetapi tetap dijumpai pada sekitar seperempat bahasa di dunia adalah pola pada baris III, yaitu S dan O diperlakukan atau memiliki pemarkah yang sama (kasus absolutif), sedangkan A dimarkahi berbeda (ergatif). Dalam hal ini, S digunakan sebagai patokan sehingga penentuan tipologi bahasa dapat dilakukan dengan pengetesan morfologis dan sintaksis, yaitu dengan meneliti apakah A atau O yang diperlakukan sama dengan S. Di samping itu, terdapat juga bahasa yang mencampur jenis nominatif-akusatif dan absolutif-ergatif dalam pemarkahan intraklausa dan digolongkan sebagai bahasa dengan sistem terpilah. Skema alternatif ini mengindikasikan bahwa S dimarkahi sama seperti A (dilambangkan dengan Sa) untuk beberapa tipe verba tertentu dalam konstruksi klausa intransitif dan dimarkahi seperti O untuk tipe verba yang lainnya. IV. A = Sa O = So Gambar 2.2 Pola Pemarkahan Terpilah Dixon (2010:120). Sebuah verba intransitif umumnya dengan argumen S yang memiliki ciri visional dimarkahi seperti A (Sa), sementara argumen S yang referennya memiliki tingkat kontrol yang lemah terhadap sebuah aktivitas dimarkahi seperti O (So). Tipe bahasa seperti ini diberikan istilah bahasa berpermarkah split-s (S-terpilah).

16 28 Kelompok bahasa yang lain menunjukkan variasi pola yang berbeda dari skema IV. Argumen S dari verba intransitif dapat dimarkahi, baik seperti A (Sa) maupun seperti O (So) tergantung pada makna spesifik dari verba dalam penggunaannya dalam sebuah konstruksi klausa. Sistem ini diberikan istilah sistem fluid-s (S-alir). Dixon (2010:137) menyebutkan bahwa sistem pemarkahan kasus yang terpilah dipengaruhi oleh hierarki nominal seperti yang ditinjukkan oleh gambar 2.3. Common Nouns 1 st person 2 nd person 3 rd person Proper Deonstrative Noun Human Animate Inanimate More likely to be in a than in O function Gambar 2.3 Hierarki Nominal (Dixon, 2010:137) Partisipan yang berbeda pada slot sebelah kiri dari hierarki nominal memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menjadi inisiator atau pengontrol sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik A. Sebaliknya, partisipan yang berada pada slot sebelah kanan cenderung menerima akibat sebuah aktivitas sehingga memiliki fungsi sintaktik O (Dixon, 2010:139). Hal ini berlaku untuk konstruksi klausa intransitif. Klausa intransitif memiliki argumen tunggal yang berada pada fungsi S. Basis semantik untuk pemarkahan terpilah Sa/So menunjukkan variasi pemarkahan argumen inti dalam kaitannya dengan tipologi relasi gramatikal satu bahasa dengan bahasa yang lain Teori Tata Bahasa Relasional Blake (1990) menjelaskan bahwa teori Tata Bahasa Relasional TR ini awalnya dikembangkan oleh Perlimutter dan Postal pada era 1970-an. Teori ini muncul sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap Teori Transformasi Generatif

17 29 (TTG) oleh Choamsky tentang penentuan struktur klausa. Teori Tata Bahasa Relasional menyebutkan bahwa teori sintaksis yang universal harus didasarkan pada relasi-relasi gramatikal dan secara universal relasi-relasi tersebut tidak dapat dibatasi melalui urutan atau struktur konstituen, seperti yang dinyatakan dalam teori TTG. Teori tata Bahasa Relasional menunjukkan kelemahan TTG dalam menganalisis bahasa yang bertipe VSO dan SOV. Perlmutter dan Postal (1977 dalam Ba dulu, 2010: ) memberikan gambaran tentang relasi gramatikal sebagai berikut. a. Relasi Gramatikal Dalam hal ini konsep-konsep dasar yang telah dibahas dalam teoriteori sintaksis terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa relasional (TR). Namun, TR mengenal relasi-relasi gramatikal: subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan sejumlah relasi oblik (lain), seperti lokatif, instrumental, dan benefaktif. Subjek, objek langsung, dan objek taklangsung disebut term dan bersama dengan oblik membentuk hierarki sebagai berikut: Subjek Objek langsung Objek taklangsung Oblik Term sering dirujuk oleh posisinya pada hierarki: subjek adalah 1, objek langsung 2, dan objek taklangsung 3; 1 dan 2 disebut relasi inti, serta 2 dan 3 secara kolektif disebut relasi objek. b. Jaringan Relasi (Relation Network) Struktur klausa dinyatakan sebagai jaringan arc, yaitu merupakan anak panah melengkung yang menghubungkan simpai ekor kepala. Setiap arc

18 30 mempunyai label untuk relasi dan satu atau lebih koordinat yang menunjukkan stratum atau strata tempat relasi itu berlaku. Fakta bahwa suatu unsur linguistik tertentu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap unsur lain pada tingkat tertentu dapat dinyatakan sebagai berikut. 1. b RG i c i a 2. [ RG i (a, b) < c i > ] Representasi ini disebut ARC. Interpretasinya ialah bahwa unsur linguistis dasar a manyandang relasi, yang namanya adalah RG, terhadap unsur linguistis dasar b pada tingkat c i. Jadi, jika Rgi adalah 2, nama dari relasi objek langsung, dan c i adalah c i, maka arc menyatakan bahwa a menyandang relasi-2 terhadap b pada tingkat c i. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut. 1. b 2 c1 a 2. [ 2 (a, b) < c1 > ] Karena arc dapat direpresentasikan sebagai anak panah berbentuk kurva, maka a dalam arc ini disebut head dari arc dan b disebut tail. Sinyal-

19 31 sinyal-r 1, 2, 3, dan Cho adalah nama-nama dari relasi subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan chomeur masing-masing. Ada beberapa kaidah yang telah dirumuskan oleh penganut teori tata bahasa relasional, (Perlmutter, 1980: ), yakni adalah sebagai berikut. a. The I-Advancement Exclusiveness Law Kaidah ini menyatakan bahwa suatu klausa tertentu hanya dapat mengalami satu pengendapan ke 1. b. The Final I Law Kaidah ini menyatakan bahwa setiap klausa dasar harus mempunyai sebuah arc-1 dalam stratum akhir; c. The Nuclear Dummy Law Kaidah ini menyatakan bahwa unsur dummy suatu unsur abstrak yang mewakili suatu kategori yang biasanya dilambangkan dengan tidak dapat mengepalai arc dengan sinyal-r selain dari 1 dan 2. d. The Relation Succession Law Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah unsur ascendee (unsur yang ditingkatkan) menyandang relasi gramatikal penerima dari mana unsur itu ditingkatkan. e. The Host Limitation Law Kaidah ini menyatakan bahwa hanya nominal yang menyandang relasi term yang dapat bertindak sebagai penerima peningkat.

20 32 f. The Stratal Uniqueness Law Kaidah ini menyatakan bahwa tidak boleh dari satu nominal yang dapat mengapalai arc dengan sebuah sinyal-r dari term tertentu dalam stratum tertentu. g. The Oblique Law Kaidah ini menyatakan bahwa suatu unsur terkait yang menyandang relasi oblik tetap menyandang relasi itu dalam stratum awal. h. The Motivated Chomage Law Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak diciptakan secara spontan, melainkan sebagai hasil dari pengendapan, peningkatan atau kelahiran dummy. i. The Chomeur Advancement Ban Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak dapat dikedepankan. Organisasi Tata Bahasa Relasional. Organisasi tata bahasa relasional dapat digambarkan seperti berikut ini. Relasi Gramatikal Leksikon Jaringan Relasi Kaidah / Hukum Relasional Representasi Sintaktis

21 33 Analisis Klausa / Kalimat a. The woman walked Pred c 1 1 c 1 walked the woman b. The farmer killed the duckling Pred c 1 1 c 1 2 c 1 killed the farmer the duckling c. The duckling was killed by the farmer 1) Pred c 1 1 c 1 2 c 1 Cho c 2 1 c 2 killed the farmer the duckling

22 34 2) Pred 1 2 Pred Cho 1 killed the farmer the duckling d. John killed the duckling with an axe Pred c 1 1 c 1 2 c 1 Inst c 1 killed John the duckling an axe e. The woman believed that John killed the farmer Pred c 1 1 c 1 2 c 1 believed the woman Pred c 1 2 c 1 1 c 1 killed the farmer the duckling

23 35 f. Ali membawa surat ini kepada saya Pred c 1 1 c 1 2 c 1 3 c 1 Membawa Ali surat ini saya g. Ali membawakan saya surat ini Pred c 1 1 c 1 3 c 1 2 c 1 Pred c 2 1 c 2 Cho c 2 2 c 2 membawakan Ali saya surat ini h. Surat ini dibawa kepada saya oleh Ali Pred Pred Cho 1 3 dibawa Ali surat ini saya

24 36 i. Saya dibawakan surat ini oleh Ali Pred Pred 1 Cho 3 Pred Cho Cho 1 dibawakan Ali surat ini saya Sampson (1980:253) berpendapat bahwa teori yang dikembangkan oleh aliran ini juga tidak jauh berbeda dari aliran transformasional Chomsky. Oleh karena itu, aliran ini tidak diperlakukan secara terpisah di dalam bukunya yang berjudul Schools of Linguistics. Senada dengan Purwo (1985:22) bahwa kerangka teori TT Transformasi pasif dapat diterapkan pada konstruksi yang memiliki urutan struktural NP-V-NP, dan pemasifan itu mengakibatkan berpindahnya NP yang menyusul V ke depan, dan NP yang mendahului V ke belakang. Hal ini menyangkut persoalan urutan linear. Persoalan relasi dominasi berkenaan dengan batasan subjek dan objek langsung. Menurut TT, subjek adalah NP yang secara langsung diatasi (dominated) oleh S (sentence), dan objek langsung adalah NP yang secara langsung diatasi oleh VP. Dalam kaitan ini TR mengajukan kritikan dengan menyatakan bahwa urutan linear dan relasi dominansi itu gagal untuk diterapkan, misalnya pada bahasa VSO. Perlmutter dan Postal (1983a) menunjukkan kegagalan itu dengan mengemukakan contoh-contoh pasangan konstruksi aktif-pasif di dalam bahasa Turki, bahasa Malagasi, bahasa Nitinaht, bahasa Latin, bahasa Rusia, bahasa

25 37 Indonesia, bahasa Eskimo, bahasa Basque, bahasa Mandarin, dan bahasa Aceh. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa urutan linear dan relasi dominasi tidak selayaknya dicantumkan di dalam kaidah semestaan bahasa karena kedua hal itu tergantung pada kekhasan bahasa yang bersangkutan. 2.4 Model Penelitian Model penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang berupa kalimat sederhana dan kalimat kompleks yang kemudian selanjutnya disebut korpus data. Teori tata bahasa relasional (1990) oleh Blake digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama tentang konstruksi dasar klausa BMk. Teori tipologi yang dikembangkan oleh Dixon ( ) digunakan untuk menjawab masalah kedua tentang sistem pivot dan masalah ketiga tentang tipologi relasi gramatikal BMk. Hasil analisis dan temuan dalam penelitian ini kemudian disimpulkan dan dijadikan dasar dalam memberikan saran kepada para peneliti berikutnya yang tertarik pada gramatikal BMk sebagai objek kajiannya pada masa mendatang. Berikut ini adalah gambaran model penelitian.

26 38 BAHASA MAKASAE KORPUS DATA LISAN TEORI TATA BAHASA RELASIONAL OLEH BLAKE KLAUSA / KALIMAT BAHASA MAKASAE TEORI TIPOLOGI OLEH DIXON KLAUSA DASAR BAHASA MAKASAE SISTEM PIVOT BAHASA MAKASAE RELASI TIPOLOGI BAHASA MAKASAE METODE ANALISIS DESKRIPTIF TEMUAN PENELITIAN SIMPULAN DAN SARAN KETERANGAN: = hubungan langsung ke bawah = hubungan timbal balik langsung

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Penelitian pertama yang berhubungan dengan penelitian mengenai pelesapan argumen dilakukan Sawardi pada tahun 2011 dengan judul Pivot dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu (1) hasil penelitian

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA Oleh F.X. Sawardi sawardi_fransiskus@mailcity.com 1. Pengantar Paper ini mencoba mengungkap celah-celah untuk meneropong masalah ergativitas bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama, konstruksi tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian bidang sintaksis yang pernah dilakukan terhadap BM masih belum dijamah atau diteliti secara lebih luas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Masyarakat awam, dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlalu peduli dengan berbagai fenomena bahasa beserta kerumitan lain yang menyertainya. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS GUSTI NYOMAN AYU SUKERTI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA KODI : KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1 Abstrak Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang e-mail: juf_ely@yahoo.com Dikotomi tipologis struktur gramatikal bahasa-bahasa

Lebih terperinci

Pemarkah Diatesis Bahasa Bima Made Sri Satyawati Universitas Udayana

Pemarkah Diatesis Bahasa Bima Made Sri Satyawati Universitas Udayana Pemarkah Diatesis Bahasa Bima Made Sri Satyawati Universitas Udayana 1. Pendahuluan Bahasa Bima adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk yang bermukim di bbagian Timur Pulau Sumbawa (Syamsudin, 1996:13).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dilakukan. Oleh sebab itu, kajian pustaka yang dipaparkan adalah penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. dilakukan. Oleh sebab itu, kajian pustaka yang dipaparkan adalah penelitian 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Seperti yang telah diungkapkan dalam latar belakang bahwa penelitian terhadap BSDW khususnya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Analisis data pada penelitian ini meliputi : (i) perilaku argumen pada perubahan struktur klausa bahasa Indonesia, (ii) pelesapan argumen pada penggabungan klausa bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1 PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1 F. X. Sawardi Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret saward2012@gmail.com Abstrak Artikel ini membicarakan perilaku tipe

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1. Abstract

STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1. Abstract STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1 Jufrizal FBSS Universitas Negeri Padang Rusdi FBSS Universitas Negeri Padang Lely Refnita (FKIP

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

POLA PEMARKAH KEASPEKAN BAHASA KODI : PENDEKATAN TEORI ROLE AND REFERENCE GRAMMAR

POLA PEMARKAH KEASPEKAN BAHASA KODI : PENDEKATAN TEORI ROLE AND REFERENCE GRAMMAR POLA PEMARKAH KEASPEKAN BAHASA KODI : PENDEKATAN TEORI ROLE AND REFERENCE GRAMMAR Gusti Nyoman Ayu Sukerti Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran, Bali. Telp. +62 361 701981

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Tipologi bahasa pada umumnya dimaksudkan untuk mengelompokkan bahasa melalui perilaku struktural berdasarkan kekhasan bahasa tersebut. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE: KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS

TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE: KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE: KAJIAN TIPOLOGI SINTAKSIS ANTONIO CONSTANTINO SOARES PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i TESIS RELASI GRAMATIKAL BAHASA MAKASAE: KAJIAN TIPOLOGI

Lebih terperinci

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 90 KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Mulyadi Fakultas Sastra Abstract This article discusses behaviour of syntactic argument in the sentence structure of coordination in bahasa Indonesia. By

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

BAB X SIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, simpulan hasil penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. BAB X SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA

ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA I Wayan Budiarta STIBA Mentari Kupang Jalan Mentari II/4 Km 06 Oesapa Kupang Telepon 0380-823132 budy4rt4@yahoo.com ABSTRAK Artikel ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Polenesia. Bahasa ini disebut juga Uab Meto atau Molok Meto oleh penuturnya,

BAB I PENDAHULUAN. Polenesia. Bahasa ini disebut juga Uab Meto atau Molok Meto oleh penuturnya, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Dawan (BD) adalah bahasa Austronesia, subkelompok Melayu Polenesia. Bahasa ini disebut juga Uab Meto atau Molok Meto oleh penuturnya, yakni suku Dawan atau

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kajian lintas bahasa, adjektiva merupakan kategori yang memberikan keterangan terhadap nomina (Scrachter dan Shopen, 2007: 18). Senada dengan pernyataan tersebut,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS

TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS LA TARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS KONSTRUKSI KAUSATIF DAN APLIKATIF BAHASA MUNA: KAJIAN MORFOSINTAKSIS

Lebih terperinci

PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI

PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Bahasa Indonesia di sekolah merupakan salah satu aspek pengajaran yang sangat penting, mengingat bahwa setiap orang menggunakan bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

POLA PEMARKAHAN ARGUMEN BAHASA KODI

POLA PEMARKAHAN ARGUMEN BAHASA KODI Linguistik Indonesia, Agustus 2016, 129-145 Volume ke-34, No. 2 Copyright 2016, Masyarakat Linguistik Indonesia, ISSN: 0215-4846 POLA PEMARKAHAN ARGUMEN BAHASA KODI Gusti Nyoman Ayu Sukerti Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

KESUBJEKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT DIALEK NUSA TADON Oleh. Ida Bagus Putra Yadnya

KESUBJEKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT DIALEK NUSA TADON Oleh. Ida Bagus Putra Yadnya 1 KESUBJEKAN DALAM BAHASA LAMAHOLOT DIALEK NUSA TADON Oleh Ida Bagus Putra Yadnya 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puluhan bahasa daerah yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur kini mulai mendapatkan

Lebih terperinci

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI

RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Nama : Meka Sudesti NIM :1402408315 Kelas : 1F RANGKUMAN BAHASA INDONESIA BAB VI Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis ; (2) satuan-satuan sintaksis dan (3) hal

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi

Lebih terperinci

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara Abstrak Artikel ini membahas perilaku argumen sintaktis pada struktur kalimat koordinasi bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah makalah berjudul Teori Pengikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Kajian mengenai tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Kajian mengenai tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian mengenai tipologi bahasa umumnya dimaksudkan untuk mengklasifikasikan bahasa berdasarkan perilaku struktural yang ditampilkan oleh suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama

BAB I PENDAHULUAN. tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Para linguis historis komparatif Indonesia selama ini pada umumnya lebih tertarik pada penelitian bahasa-bahasa Austronesia (AN), padahal telah lama diakui bahwa di

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis kontrastif terhadap numeralia dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut. 6.1.1 Pengelompokan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Linguistik Pascasarjana UNS 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri

Lebih terperinci