BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Penelitian pertama yang berhubungan dengan penelitian mengenai pelesapan argumen dilakukan Sawardi pada tahun 2011 dengan judul Pivot dan Subjek dalam Kasus Bahasa Jawa. Dalam makalahnya ini, Sawardi membahas mengenai peran pivot yang digunakan untuk mengetahui jenis bahasa Jawa apakah bahasa Jawa memperlakukan S sama dengan A atau S sama dengan O. Jika bahasa Jawa memperlakukan S sama dengan A maka bahasa Jawa termasuk bahasa akusatif sedangkan jika bahasa Jawa memperlakukan S sama dengan O maka bahasa Jawa merupakan bahasa ergatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa bahasa Jawa tidak memiliki perilaku S/A pivot atau S/O pivot sehingga bahasa Jawa termasuk bahasa yang tidak memiliki mekanisme pivot. Penelitian kedua yang berkaitan dengan pelesapan argumen adalah penelitian yang dilakukan oleh I Made Netra, Petrus Pita, I Wayan Mandra, dan Paulus Subiyanto dengan judul Sistem Koreferensial Klausa Subordinatif Bahasa Indonesia. Penelitian ini berbentuk makalah dan menjadi salah satu makalah dalam Linguistika tahun Penelitian ini mengangkat masalah tipologi bahasa Indonesia dengan memperhatikan aliansi gramatikal pada penggabungan dua klausa, apakah bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa akusatif yang memperlakukan S sama dengan A atau bahasa ergatif yang memperlakukan S sama dengan O. Pembahasan pada makalah ini terfokus pada bentuk struktur 10

2 tipologi kalimat subordinatif bahasa Indonesia secara morfologi dan sintaksis, pengidentifikasian perubahan morfologis yang terjadi pada verba sekaligus mempengaruhi argumen, dan perubahan argumen pada kalimat subordinatif bahasa Indonesia. Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini adalah bahasa Indonesia memiliki semua jenis tipologi bahasa yaitu akusatif, aktif, pasif, ergatif, dan antipasif. Selain itu Netra, dkk (2008:152). juga menyatakan bahwa perubahan morfologis verba sebuah klausa dapat mempengaruhi argumen inti klausa lainnya. Penelitian ketiga yang berkaitan dengan pelesapan argumen adalah penelitian yang dilakukan Dendy Sugono dalam desertasinya yang berjudul Pelesapan Subjek dalam Bahasa Indonesia. Sugono membahas mengenai tipe kalimat bahasa Indonesia yang memiliki pelesapan subjek, rumusan kaidah pelesapan subjek, serta menemukan unsur pengendali dan terkendali pada pelesapan subjek bahasa Indonesia. Sugono melakukan penelitiannya pada klausa koordinatif dan subordinatif bahasa Indonesia. Dalam penelitiannya Sugono (1991:284) menyimpulkan bahwa pelesapan subjek dalam bahasa Indonesia lebih banyak dikendalikan oleh frasa nomina subjek daripada frasa nomina objek, pelengkap, atau keterangan. Hal lain yang disimpulkan Sugono adalah pelesapan subjek dapat menimbulkan ketaksaan jika dalam klausa tempat frasa nomina pengendali terdapat frasa nomina lain yang memiliki kesamaan ciri semantik dengan frasa nomina pengendali. Penelitian keempat yang berkaitan dengan pelesapan argumen adalah penelitian yang dilakukan Paina dalam tesisnya yang berjudul Pelesapan Objek dalam Wacana Tulis Bahasa Jawa. Paina membagi pelesapan objek menjadi dua 11

3 golongan, yaitu pelesapan objek karena kegramatikalannya dan pelesapan objek karena sifat leksikal unsur pengisi fungsi predikat (2001:20). Pelesapan objek ini juga tidak lepas dari unsur yang bersifat koreferensial dengan objek itu sendiri sebagai pengendali pelesapan, baik berupa subjek, objek, pelengkap, maupun keterangan. Dalam penelitian ini Paina menyimpulkan bahwa pelesapan objek bisa terjadi apabila objek dalam sebuah klausa bersifat koreferensial dengan objek klausa yang mengikutinya. Paina juga menyebutkan bahwa pelesapan objek memiliki dua fungsi, yaitu sebagai pembentuk struktur dan fungsi stilistika. Penelitian kelima yang berkaitan dengan pelesapan argumen adalah penelitian yang dilakukan oleh Artawa (1997:108) yang berjudul Keergatifan Sintaksis dalam Bahasa : Bahasa Bali, Sasak, dan Indonesia. Penelitian yang merupakan salah satu makalah di Pellba 10 ini bertujuan untuk mendeskripsikan apakah ketiga bahasa tersebut, yaitu bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi satu tipe bahasa atau masing-masing termasuk tipe yang berbeda dengan mendeskripsikan relasi S, A, dan O pada penggabungan dua klausa. Penelitian ini juga menyinggung tentang perubahan verba pada struktur kalimatnya, namun hanya sebatas pada kemungkinankemungkinan penggabungan klausanya membutuhkan perubahan struktur atau tidak sebagai tanda-tanda keakusatifan maupun keergatifan sebuah bahasa Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ketiga bahasa tersebut menunjukkan perilaku keergatifan meskipun dengan cara yang berbeda. Penelitian keenam yang berkaitan dengan pelesapan argumen adalah penelitian yang dilakukan oleh Jufrizal dalam kumpulan makalah Linguistika tahun Penelitian yang berjudul Fenomena Tipologi Gramatikal Bahasa 12

4 Minangkabau : Akusatif, Ergatif, atau Campur? ini meneliti tentang tipe bahasa Minangkabau dengan memperhatikan sistem aliansi gramatikal yang dimiliki bahasa Minangkabau, apakah S diperlakukan sama dengan A atau S diperlakukan sama dengan O. Dalam penelitian ini Jufrizal (2008:13) menemukan adanya konstruksi zero pada bahasa Minangkabau. Konstruksi zero tersebut merupakan konstruksi pentopikalan yang tidak hanya menyentuh tataran gramatikal, namun sudah menyentuh tataran pragmatik. Penelitian mengenai pelesapan argumen memang lebih banyak ditemukan pada penelitian tipologi bahasa, mengingat pelesapan argumen merupakan salah satu cara untuk menentukan jenis sebuah bahasa. Penelitian mengenai pelesapan argumen selama ini masih terbatas pada penggunaannya untuk menentukan apakah sebuah bahasa berperilaku akusatif maupun ergatif dan belum pernah dibahas secara mendalam. Padahal masih banyak hal-hal yang perlu dibahas pada penelitian pelesapan argumen. Salah satu hal yang menarik dan belum pernah dibahas secara lebih lanjut dalam penelitian pelesapan argumen adalah masalah perubahan struktur klausa yang mempengaruhi pelesapan argumen. Perubahan struktur klausa pada pelesapan argumen ini penting dan menarik untuk dibahas karena mempengaruhi apakah argumen bisa dilesapkan atau tidak. Selain itu pemasifan juga menyebabkan terjadinya pergeseran kedudukan argumen. B. Landasan Teori Berdasarkan permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini, pada bagian landasan teori akan dijelaskan teori mengenai klausa, perubahan struktur klausa, argumen, pelesapan argumen, dan aliansi gramatikal. 13

5 1. Pengertian Klausa Klausa merupakan bagian dari kalimat yang paling tidak terdiri dari subjek dan predikat. Chaer menyatakan klausa merupakan satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif (2007:231). Pada kontruksi tersebut ada unsur-unsur berupa kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat dan unsur lainnya berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Ramlan menjelaskan klausa sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak (1987:89). Hal ini terlihat pada contoh berikut. (1) Ibu tidak berlari-lari S P (2) Pemerintah akan menyelenggarakan pesta seni S P O (3) Orang itu selalu berbuat kebaikan S P PEL (4) Aku sudah menghadap komandan tadi S P O KET (Ramlan, 1987:91-99) Contoh klausa (1), (2), (3), dan (4) di atas merupakan klausa yang terdiri dari subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak. Klausa tidak jauh berbeda dengan kalimat. Perbedaan yang dimiliki klausa dan kalimat hanya terletak pada intonasi akhir atau tanda baca (Alwi, et al., 2003:313). Klausa baru dapat disebut kalimat jika disertai intonasi dan tanda baca. Baik kalimat maupun klausa mempunyai unsur fungsi, kategori, dan peran di dalamnya. Fungsi dalam kalimat atau klausa adalah apa yang dikenal dengan subjek, predikat, objek dan keterangan. Unsur kategori adalah yang sering disebut 14

6 dengan kelas kata, yaitu nomina, verba, ajektiva, dan numeralia. Unsur terakhir, yaitu unsur peran mengistilahkan pelaku, penderita, dan penerima dalam klausa (Chaer, 2007:207). Ada beberapa jenis pembagian klausa dalam bahasa Indonesia. Jika dilihat dari predikatnya, klausa dibagi menjadi dua, yaitu klausa transitif dan klausa intransitif. Klausa transitif adalah klausa yang verbanya memerlukan objek. Adapun Kridalaksana (2008:246) menjelaskan bahwa verba atau predikat dalam klausa transitif mengharuskan adanya tujuan. Verba dalam klausa transitif memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif (Alwi, et al., 2003:91). Beberapa klausa berikut merupakan contoh klausa transitif. (5) Ibu sedang membersihkan kamar itu. (6) Polisi harus memperlancar arus lalu lintas (7) Rakyat pasti mencintai pemimpin yang jujur (Alwi, et al., 2003:91) Pada contoh klausa (5), (6), dan (7) di atas, ibu, polisi, dan rakyat merupakan fungsi subjek yang kemudian diikuti dengan predikat atau verba membersihkan, memperlancar, dan mencintai. Sesuai dengan tipe klausa transitif, predikat atau verba membersihkan, memperlancar, dan mencintai mengharuskan adanya objek. Maka setelah membersihkan, memperlancar, dan mencintai, harus diikuti objek berupa kamar itu, arus lalu lintas dan pemimpin yang jujur. Kridalaksana (2008:96) menjelaskan arti intransitif sebagai perbuatan atau verba yang tidak mengharuskan adanya tujuan atau objek. Alwi, dkk (2003:93), yang menyebut intransitif dengan istilah taktransitif, menjelaskan verba dalam 15

7 klausa intransitif tidak memiliki nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Contoh klausa intransitif dapat dilihat sebagai berikut. (8) Maaf, Pak, Ayah sedang mandi (9) Kami harus bekerja keras untuk membangun negara (Alwi, et al., 2003:93) Penelitian ini akan membahas mengenai penggabungan dua klausa yang akan bersangkutan pada hubungan antara satu klausa dengan klausa lainnya. Untuk menjadi sebuah kalimat, klausa bisa terdiri dari satu klausa saja ataupun lebih. Kalimat yang terdiri dari satu klausa disebut kalimat tunggal sedangkan kalimat yang terdiri dari dua klausa disebut kalimat majemuk. Ada dua cara untuk menghubungkan klausa dalam kalimat majemuk, yaitu dengan koordinasi dan subordinasi. Hubungan koordinasi merupakan hubungan dua klausa atau lebih yang masing-masing klausanya mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur konstituen (Alwi, et al., 2003:386). Hubungan antara klausa-klausa dalam hubungan koordinasi tidak bersangkutan satu sama lain secara hierarki karena klausa yang satu bukan konstituen klausa yang lainnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut. (10) Ia segera masuk ke kamar lalu berganti pakaian. (11) Dia bukannya sakit, melainkan malas saja. (12) Dia di kawasan industri, hanya saja dia tidak bekerja di sana. (Alwi, et al., 2003:388) 16

8 Pada contoh penggabungan klausa (10), (11), dan (12), kedua klausa yang digabungkan merupakan klausa utama dan mempunyai kedudukan yang sama sehingga bila dipisah, masing-masing mampu berdiri sendiri. Pada contoh klausa (10) misalnya, klausa pertama ia segera masuk ke kamar bukan merupakan bagian dari klausa kedua ia berganti pakaian, begitu pula sebaliknya. Hubungan antar klausa subordinatif adalah penggabungan dua klausa atau lebih yang salah satu klausanya menjadi bagian dari klausa yang lain (Alwi, et al., 2003:388). Klausa-klausa dalam penggabungan klausa subordinatif tidak mempunyai kedudukan setara dan salah satu klausanya merupakan konstituen dari klausa lainnya. Contoh penggabungan klausa secara subordinatif dapat dilihat dalam kalimat berikut. (13) Partisipasi masyarakat terhadap program keluarga berencana meningkat sesudah mereka menyadari manfaat keluarga kecil. (14) Andaikan saya memperoleh kesempatan, saya akan mengerjakan pekerjaan itu sebaik-baiknya. (15) Meskipun usianya sudah lanjut, semangat belajarnya tidak pernah padam. (Alwi, et al., 2003:390) Pada contoh penggabungan klausa (13), (14), dan (15), salah satu klausa merupakan klausa turunan dari klausa lainnya dan tidak dapat berdiri sendiri bila dipisahkan. Klausa utama yang dapat berdiri sendiri disebut klausa utama sedangkan klausa turunan dari klausa utama disebut klausa subordinatif. Contoh kalimat (15) misalnya, terdiri dari dua klausa yaitu (i) meskipun usianya sudah lanjut dan (ii) semangat belajarnya tidak pernah padam. Klausa (i) tidak dapat 17

9 berdiri sendiri tanpa klausa (ii). Klausa (i) disebut klausa subordinatif dan klausa (ii) disebut klausa utama. 2. Perubahan struktur klausa a. Pemasifan Cook membagi klausa menurut hubungan subjek dengan predikatnya menjadi empat yang meliputi : (i) kalimat aktif, yaitu kalimat yang subjeknya merupakan pelaku predikat; (ii) kalimat pasif, yaitu kalimat yang subjeknya menjadi sasaran predikat; (iii) kalimat medial, yaitu kalimat subjeknya adalah pelaku dan penderita predikat; dan (iv) kalimat resiprokal, yaitu kalimat yang predikatnya menyatakan tindakan saling (dalam Sukini, 2010:89). Secara sederhana, pemasifan dapat dijelaskan sebagai proses berubahnya kalimat aktif menjadi kalimat pasif. Proses perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif dapat dilihat pada kalimat berikut. (16) (i) Bu Siska memasak kue kering (ii) Kue kering dimasak (oleh) bu siska. (Sukini, 2010:96) Adapun Dixon (1994:146) memiliki rumusan mengenai proses perubahan klausa aktif menjadi klausa pasif. Rumusan pemasifan tersebut dapat dikutipkan sebagai berikut. a) applies to an underlying transitif clause and forms a derived intransitif (diterapkan pada klausa transitif dan membentuk turunan intranstif); 18

10 b) the underlying O NP becomes S of the passive (FN O (frasa nomina objek) menjadi S (subjek yang merupakan satu-satunya argumen inti pada klausa bentuk turunan intransitifnya) pada bentuk pasif); c) the underlying A NP goes into a peripheral function, being marked by a non-core case, preposition, etc; this NP can omitted, although there is always the option of including it (FN A (frasa nomina agen) menjadi fungsi periferal, dimarkahi dengan kasus bukan inti, preposisi, dan sebagainya; FN A ini dapat dihilangkan, meski selalu ada pilihan untuk diikutkan (dalam struktur klausanya)); d) there is some explicit formal marking of a passive construction (generally, by a verbal affix or else by periphrastic element in the verb phrase such as English be...-en although it could be marked elsewhere in the clause) (ada beberapa pemarkah formal yang jelas pada konstruksi pasif (pada umunya dengan verba berafiks atau elemen perifrastik pada frasa verbanya seerti dalam bahasa Inggris ditandai be...en walau pemarkah itu bisa pemarkah pada unsur lain dalam klausa). Rumusan pemasifan menurut Dixon tersebut dapat diterapkan pada pemasifan kalimat (16) sebagai berikut. a) Kalimat aktif transitif (16i) membentuk turunan intransitif pada klaimat pasif (16ii). 19

11 b) Argumen objek kue kering pada kalimat aktif (16i) kue kering menjadi subjek yang merupakan satu-satunya unsur inti pada kalimat pasif (16ii). c) Argumen agen Bu Siska pada kalimat aktif (16i) menjadi fungsi periferal yang dimarkahi oleh hadirnya preposisi oleh pada kalimat pasif (16ii). d) Konstruksi aktif (16i) dimarkahi dengan prefiks me- pada verba memasak dan konstruksi pasif dimarkahi dengan prefiks dipada verba dimasak. b. Perubahan struktur klausa kausatif Kausatif merupakan konstruksi verba dan afiks yang digunakan untuk mengekspresikan siapa atau apa penyebab sesuatu terjadi (Sawardi, 2011:189). Hubungan sebab akibat penting dalam struktur kausatif karena predikat atau verba pada struktur kausatif memiliki arti membuat jadi. Pada bahasa Indonesia, predikat atau verba pada struktur kausatif ditandai dengan afiksasi berupa : (i) akhiran kan, (ii) akhiran i, (iii) awalan per-, (iv) imbuhan per kan, dan (v) imbuhan per i (Winarti, 2009:3). Struktur kausatif dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kausatif morfologi, kausatif perifrastik, dan kausatif leksikal. Pada penelitian ini hanya akan dibahas perubahan struktur non-kausatif menjadi struktur kausatif secara morfologi saja. Perubahan kausatif secara morfologi memiliki ciri-ciri tertentu. Perubahan dari struktur bukan kausatif menjadi kausatif secara morfologi ini hanya dapat dilakukan jika struktur sebelum 20

12 kausatifnya merupakan bentuk dasar atau intransitif (Sawardi, 2015:169). Selain itu perubahan kausatif pada umumnya menyebabkan perubahan valensi pada argumen-argumennya dengan bertambahnya jumlah argumen (Winarti, 2009:65-66). c. Perubahan struktur aplikatif Aplikatif dideskripsikan sebagai pergeseran argumen dari kasus bukan inti menjadi argumen inti. Sawardi (2002:1) menjelaskan bahwa aplikatif dalam ilmu sintaksis dipahami sebagai penambahan argumen inti di bawah agen yang dibedakan dengan kausatif yaitu penambahan argumen agen pada suatu proposisi.adapun Nurachman menyatakan bahwa pada proses aplikatif, pergeseran argumen yang terjadi meliputi promosi (advancement) dan demosi (demotion) (2002:274). Maksud dari promosi dan demosi di sini adalah naik dan turunnya argumen berdasarkan hierarkinya. Hierarki yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1. Subjek 2. Objek langsung 3. Objek tak langsung 4. Oblik Kenaikan hierarki biasanya terjadi pada oblik atau kasus bukan inti yang bergeser menjadi objek sedangkan penurunan hierarki biasanya terjadi pada objek langsung yang bergeser menjadi objek tidak langsung atau menjadi unsur bukan inti. 21

13 3. Argumen Verhaar mendeskripsikan argumen sebagai konstituen inti pada sebuah klausa yang biasanya berupa nomina atau frasa nominal (2008:165). Sebelumnya, Verhaar membedakan nomina berdasarkan keintiannya menjadi dua jenis, yaitu konstituen inti atau nuklir dan konstituen luar inti atau periferal (2008:164). Nomina yang berupa periferal biasanya ditandai dengan preposisi, misalnya untuk saya, oleh ayah, dan kepada para wartawan. Pembagian mengenai konstituen inti dan kontituen periferal ini berdasarkan pada konstituen yang hadir karena sifatsifat khas dari verba yang menjadi induk konstruksinya. Verhaar mencontohkannya pada klausa-klausa bahasa Inggris sebagai berikut. Pada contoh klausa (17), preposisi to memiliki hubungan yang erat dengan verba dan merupakan satu kesatuan tapi tidak untuk to pada klausa (18). (17) They will object to this plan. Mereka akan keberatan dengan rencana ini (18) They will go to the post office. Mereka akan pergi ke kantor pos. (Verhaar, 2008:165) Konstituen periferal yang erat hubungannya dengan predikat atau verba klausanya dan diperlukan demi keutuhan klausa disebut sebagai komplemen (Verhaar, 2008:165). Komplemen dapat dilihat pada struktur klausa saya tinggal di Jakarta. Klausa saya tinggal bukan merupakan klausa lengkap tanpa hadirnya konstituen di Jakarta. Dixon mendeskripsikan argumen dengan membedakannya berdasarkan partisipan yang dibutuhkan verba pada sebuah klausa. Dixon (1994:6) menyatakan semua bahasa dibedakan antara klausa yang verbanya memiliki satu 22

14 argumen (klausa intransitif) dan klausa yang verbanya memiliki dua argumen atau lebih. Untuk menandai argumen-argumen tersebut, Dixon menggunakan sistem yang dapat digunakan lintas bahasa sebagai berikut. S subjek klausa intransitif A subjek klausa transitif O objek klausa transitif Satu-satunya argumen pada klausa intransitif dinamakan subjek (S). Biasanya predikat dari klausa intransitif ini tidak memerlukan hadirnya argumen lain, seperti verba melompat, berkedip, berdiri, tumbuh, dan sebagainya. Argumen-argumen pada klausa transitif masing-masing dinamakan agen (A) dan objek (O). Adapun untuk membedakan A dan O pada klausa transitif, Dixon (1994:7) menggunakan dasar kajian peran semantik sebagai berikut. Tipe Semantik Affect : hit, cut, burn Giving : give, lend, pay Speaking : talk, tell, order Attention : see, hear, watch Peran Semantik agent, manip, target donor, gift, recipient speaker, addressee, message perceiver, impression Dixon menyatakan hampir semua bahasa menunjukkan tanda yang sama dalam menentukan A dan O melalui peran semantik, yaitu agent agen, donor donor, speaker penutur, dan perceiver yang merasakan diidentifikasi sebagai A dengan pertimbangan peran-peran tersebut paling berkaitan dengan aktivitas yang dikerjakan (1994:8). Partisipan yang membuat potongan pada verba 23

15 memotong, dipetakan sama dengan partisipan yang memberikan sesuatu pada verba memberi, dan partisipan yang memberitahukan informasi pada verba mengatakan. Pada klausa transitif, partisipan yang tidak diidentifikasikan sebagai A secara otomatis menjadi fungsi O. Pada klausa yang memiliki partisipan lebih dari satu, hanya ada satu partisipan yang mengontrol aktivitas. Pada klausa Mary hit John Mary memukul John (Dixon, 1994:115), Mary yang mengontrol aktivitas tersebut. Walau ada kemungkinan Mary tidak sengaja memukul John, tapi John tetap tidak bisa menjadi agen yang mengontrol aktivitas. 4. Pelesapan argumen Pelesapan menurut Alwi, dkk adalah penghilangan unsur tertentu dari suatu kalimat atau teks tanpa mengurangi makna kalimatnya (2003:415). Adapun Ramlan mendeskripsikan pelesapan sebagai unsur kalimat yang tidak dinyatakan secara tersurat pada kalimat berikutnya tetapi kehadiran unsur itu dapat diperkirakan (1993:24). Jadi dapat disimpulkan bahwa pelesapan argumen merupakan penghilangan atau tidak dimunculkannya unsur argumen pada sebuah kalimat. Unsur yang hilang pada sebuah pelesapan tidak begitu saja dilesapkan tanpa adanya acuan. Alwi, dkk menyatakan bahwa unsur-unsur yang dilesapkan dapat ditelusuri balik dari teks secara tepat dan lebih lanjut menyebut unsur yang sama yang tidak dilesapkan disebut anteseden dari unsur yang lesap (2003:415). Adapun Sugono menyatakan bahwa unsur yang hilang pada sebuah pelesapan memiliki anteseden atau acuan, baik acuan yang ada dalam konteks bahasa maupun yang ada di luar konteks bahasa (1991:13). Hal ini berlaku pula pada pelesapan argumen yang akan dibahas pada penelitian ini. Argumen yang lesap 24

16 harus memiliki anteseden yang menjadi acuan, terutama acuan yang ada pada konteks bahasanya. Hubungan antara unsur yang lesap dengan antesedennya ini disebut sebagai kekoreferensialan. Pelesapan argumen diperkenalkan oleh Dixon pada tahun 1994 dengan istilah pivot yang digunakan untuk menentukan tipe bahasa, apakah bahasa tersebut termasuk bahasa akusatif atau bahasa ergatif dengan memperhatikan perilaku kekoreferensialan antarargumen pada penggabungan klausa. Adapun Heath menggunakan istilah pivot untuk menerangkan fenomena sintaksis yang menyangkut pengidentifikasian kekoreferensialan dalam kalimat kompleks (dalam Artawa, 1997:113). Disamping istilah pivot, dia juga menggunakan istilah controller. Masing-masing istilah ini dalam bahasa Indonesia disebut terkendali dan pengendali. Frasa nomina yang berfungsi sebagai pengendali dalam klausa inti disebut sebagai controller pengendali dan klausa nominal pada klausa turunan disebut pivot atau terkendali. Dalam bahasa akusatif, seperti bahasa Inggris, pivotnya adalah subjek dalam sebuah klausa, sedangkan dalam bahasa bertipe ergatif seperti bahasa Dyrbal, pivotnya adalah objek. Mengenai kekoreferensialan antarargumen, Dixon mengemukakan beberapa kemungkinan argumen yang berkoreferensial pada penggabungan klausa (1994: ). Kemungkinan kekoreferensialan argumen tersebut adalah sebagai berikut. Kedua klausa merupakan klausa intransitif a. S 1 = S 2 Klausa pertama intransitif dan klausa kedua transitif b. S 1 = O 2 25

17 c. S 1 = A 2 Klausa pertama transitif dan klausa kedua intransitif d. O 1 = S 2 e. A 1 = S 2 Kedua klausa merupakan klausa transitif dengan satu kekoreferensialan f. O 1 = O 2 g. A 1 = A 2 h. O 1 = A 2 i. A 1 = O 2 Kedua klausa merupakan klausa transitif dengan dua kekoreferensialan j. O 1 = O 2 dan A 1 = A 2 k. O 1 = A 2 dan A 1 = O 2 Perilaku kekoreferensialan antarargumen pada penggabungan klausa yang kemudian salah satunya dilesapkan dan digunakan untuk menentukan kecenderungan jenis bahasa diilustrasikan secara sederhana oleh Dixon (1994:158) dalam bahasa Inggris sebagai berikut. a. S 1 = S 2 : Bill entered and sat down b. S 1 = O 2 : Bill entered and was seen by Fred c. S 1 = A 2 : Bill entered and saw Fred d. O 1 = S 2 : Bill was seen by Fred and laughed e. A 1 = S 2 : Fred saw Bill and laughed f. O 1 = O 2 : Bill was kicked by Tom and punched by Bob g. A 1 = A 2 : Bob kicked Jim and punched Bill h. O 1 = A 2 : Bob was kicked by Tom and punched Bill i. A 1 = O 2 : Bob punched Bill and was kicked by Tom j. O 1 = O 2 dan A 1 = A 2 : Fred punched and kicked Bill 26

18 k. O 1 = A 2 dan A 1 = O 2 : Fred punched Bill and was kicked by him Dari ilustrasi di atas dapat diketahui bahwa terjadi pemasifan pada beberapa kemungkinan kekoreferensialan argumen bahasa Inggris yang cenderung berjenis bahasa akusatif. Pemasifan tersebut terjadi pada kekoreferensialan argumen yang melibatkan argumen O, yaitu pada kekoreferensialan (b), (d), (f), (h), (i), dan (k). Adapun kekoreferensial argumen (a), (c), (e), (g), dan (j) tidak mengalami perubahan struktur klausa. 5. Tipologi Linguistik dan Aliansi Gramatikal Tipologi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu bahasa berdasarkan ciri-ciri fonologis, gramatikal, atau leksikal untuk menemukan tipe-tipenya, terlepas dari perkembangan historisnya (Kridalaksana, 2008:123). Adapun tipologi linguistik dapat diartikan pengelompokan suatu bahasa dengan tataran tata bahasanya. Menurut Artawa (1997:108) tujuan pokok dari linguistik tipologi adalah untuk mengklasifikasikan bahasa-bahasa berdasarkan properti struktural bahasa tersebut dan menjawab pertanyaan seperti apakah bahasa X itu?. Kajian tipologi linguistik berusaha menetapkan pengelompokan bahasa secara luas berdasarkan unsur gramatikal yang saling berhubungan dalam bahasa tersebut. Dalam perkembangannya, tipologi linguistik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tipologi gramatikal dan tipologi fungsional (Jufrizal, 2008:6). Tipologi fungsional merupakan pengelompokan bahasa yang berdasarkan pada fungsi prakmatis atau fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Tipologi gramatikal merupakan pengelompokan bahasa berdasarkan sifat gramatikalnya. Pengelompokan bahasa dalam tataran sintaksis berhubungan erat dengan aliansi gramatikal. Jufrizal (2008:6) menjelaskan aliansi gramatikal (grammatical 27

19 alliance) merupakan sistem atau kecenderungan persekutuan gramatikal di dalam atau antar klausa dalam suatu bahasa secara tipologis, apakah persekutuan itu S = A, O atau S = O, A, atau Sa = A, So = O atau sitem yang lainnya (Jufrizal menggunakan istilah pasien (P) yang merujuk pada argumen objek (argumen O) pada Dixon). Dixon menyatakan bahwa aliansi gramatikal dapat dibagi menjadi tiga yang selanjutnya menunjukkan tiga tipe bahasa juga, yaitu bahasa yang termasuk tipe akusatif, tipe ergatif, dan bahasa yang termasuk tipe split-s atau s-terpilah (1994:14). Bahasa yang memperlakukan S-nya sama dengan A disebut bahasa bertipe akusatif sedangkan bahasa yang memperlakukan S-nya sama dengan O disebut bahasa ergatif. Adapun tipe bahasa s-terpilah, subjek yang mirip agen (Sa) dan subjek yang mirip objek (So) dimarkahi berbeda Tiga tipe bahasa yang disampaikan Dixon tersebut digambarkan oleh Sawardi (2009:3-5) sebagai berikut. a. Tipe bahasa akusatif S - He danced Dia menari A O - He hit him Dia memukulnya (dia) Tipe bahasa akusatif adalah tipe bahasa yang memperlakukan S pada klausa intransitifnya sama dengan A pada klausa transitifnya. Hal ini dicontohkan pada bahasa Inggris dengan klausa intransitif he danced dan klausa intransitif he hit him. He yang merupakan S klausa intransitif diperlakukan sama dengan he yang merupakan A 28

20 klausa transitif. Hal ini berbeda dengan argumen O yang mengambil bentuk him. b. Tipe bahasa ergatif S - ηuma banaga-n y u Ayah (ABS) kembali Ayah kembali A O - Yabu ηuma-ηgu bura-n Ibu(ABS) ayah-erg lihat- NONFUT Ayah melihat ibu Tipe bahasa ergatif adalah tipe bahasa yang memperlakukan S pada klausa intransitifnya sama dengan O pada klausa transitifnya. Hal ini dapat dilihat pada contoh bahasa Dyirbal. Dalam contoh di atas terlihat bahwa S pada klausa intransitifnya, ηuma ayah, diperlakukan sama dengan yabu yang merupakan O pada klausa transitifnya, yaitu dengan tidak dimarkahi. Adapun A pada klausa transitif ηuma-ηgu dimarkahi oleh hadirnya ηgu yang membedakannya dari S. c. Tipe bahasa s-terpilah Sa So - Siti tiba Nama jatuh Siti jatuh A O - Siti n-joget Nama AKT-menari Siti menari Tipe bahasa dengan s-terpilah adalah tipe bahasa yang pemarkahan verba intransitifnya terpilah menjadi dua, yaitu subjek yang mirip agen (Sa) dimarkahi secara berbeda dengan subjek yang 29

21 mirip objek (So). Pada contoh kalimat dalam bahasa Jawa di atas, subjek Siti dengan verba tiba jatuh memiliki perilaku pasien sehingga verbanya tidak diberi nasal sebagai pemarkah aktif sedangkan subjek Siti dengan verba n-joget menari memiliki perilaku seperti agen yang mengontrol verbanya dan diberi pemarkah aktif nasal. C. Kerangka Pikir Penelitian menganai pelesapan argumen pada penggabungan klausa ini menggunakan teori Dixon mengenai keakusatifan dan keergatifan dan pivot feeding. Kerangka pikir yang digunakan untuk menganalisis pelesapan pada penggabungan klausa dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Pada tahap awal, peneliti menentukan objek penelitian, yaitu pelesapan argumen pada penggabungan klausa. Peneliti melakukan pemahaman terhadap pelesapan argumen pada penggabungan klausa sehingga menemukan permasalahan mengenai perubahan struktur klausa yang mempengaruhi pelesapan argumen pada penggabungan klausa. 2. Setelah melakukan pemahaman yang mendalam, tahap selanjutnya adalah mengaitkan pelesapan argumen pada penggabungan klausa dengan perubahan struktur klausa aktif-pasif, kausatif, dan aplikatif. 3. Tahap selanjutnya adalah menentukan teori yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan mengenai pelesapan argumen pada penggabungan klausa. Penelitian ini menggunakan teori pelesapan argumen yang dikemukakan oleh Dixon. 30

22 4. Tahap akhir dalam penelitian ini adalah simpulan, yaitu memaparkan hasil analisis mengenai pelesapan argumen pada penggabungan klausa. Bagan 1 Kerangka Pikir 31

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1 PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA 1 F. X. Sawardi Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret saward2012@gmail.com Abstrak Artikel ini membicarakan perilaku tipe

Lebih terperinci

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA Oleh F.X. Sawardi sawardi_fransiskus@mailcity.com 1. Pengantar Paper ini mencoba mengungkap celah-celah untuk meneropong masalah ergativitas bahasa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Analisis data pada penelitian ini meliputi : (i) perilaku argumen pada perubahan struktur klausa bahasa Indonesia, (ii) pelesapan argumen pada penggabungan klausa bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

PELESAPAN ARGUMEN PADA PENGGABUNGAN KLAUSA BAHASA INDONESIA

PELESAPAN ARGUMEN PADA PENGGABUNGAN KLAUSA BAHASA INDONESIA PELESAPAN ARGUMEN PADA PENGGABUNGAN KLAUSA BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

SISTEM KOREFERENSIAL KLAUSA SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA

SISTEM KOREFERENSIAL KLAUSA SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA Anstrak SISTEM KOREFERENSIAL KLAUSA SUBORDINATIF BAHASA INDONESIA I Made Netra, Petrus Pita, I Wayan Mandra, Paulus Subiyanto Universitas Udayana, Univeritas Flores, IHDN, PNB Artikel ini membahas tentang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah makalah berjudul Teori Pengikatan

Lebih terperinci

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS SINTAKSIS Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. A. STRUKTUR SINTAKSIS Untuk memahami struktur sintaksis, terlebih dahulu kita harus Mengetahui fungsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini

BAB V PENUTUP. fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Tesis ini menguraikan analisis mengenai konstruksi gramatikal, makna, dan fungsi verba frasal berpartikel off. Analisis verba frasal berpartikel off pada tesis ini dimulai

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Nama : Khoirudin A. Fauzi NIM : 1402408313 BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS Pada bab terdahulu disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut

Lebih terperinci

PERGESERAN ARGUMEN DAN MORFOLOGI VERBA BAHASA JAWA ABSTRACT

PERGESERAN ARGUMEN DAN MORFOLOGI VERBA BAHASA JAWA ABSTRACT PERGESERAN ARGUMEN DAN MORFOLOGI VERBA BAHASA JAWA F.X. Sawardi 1 ; Sumarlam 2 ; Dwi Purnanto 3 1 Doctoral Student of Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia 2 Professor in Linguistics at Universitas

Lebih terperinci

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Sebuah Ancangan Tipologi Sintaktis Halaman 90 KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA Mulyadi Fakultas Sastra Abstract This article discusses behaviour of syntactic argument in the sentence structure of coordination in bahasa Indonesia. By

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi pengertiannya membicarakan sruktur internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai bagian dari kajian tipologi gramatikal, konstruksi kausatif cukup menarik untuk dikaji. Hal itu dilandaskan pada beberapa alasan. Pertama, konstruksi tersebut

Lebih terperinci

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang

FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1. Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang FENOMENA TIPOLOGI GRAMATIKAL BAHASA MINANGKABAU: Akusatif, Ergatif, atau Campur? 1 Abstrak Jufrizal 2 Universitas Negeri Padang e-mail: juf_ely@yahoo.com Dikotomi tipologis struktur gramatikal bahasa-bahasa

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sepanjang hidupnya, manusia tidak pernah terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi tersebut, manusia memerlukan sarana yang berfungsi untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana pembelajaran yang dapat diperoleh baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pendidikan yang utama diperoleh melalui sebuah lembaga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM :

BAB 6 SINTAKSIS. Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : Nama : CANDRA JULIANSYAH NIM : 1402408239 BAB 6 SINTAKSIS Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti dengan dan kata tattein yang berarti menempatkan. Secara etimologi sintaksis berarti

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

VOLUME 12, NOMOR 1, APRIL 2013 ISSN

VOLUME 12, NOMOR 1, APRIL 2013 ISSN VOLUME 12, NOMOR 1, APRIL 2013 ISSN 1412-2596 Berdasarkan SK Dirjen Dikti Nomor: 66b/DIKTI/Kep/2011, tanggal 9 September 2011 tentang Hasil Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah, LITERA dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna. Ujaran-ujaran tersebut dalam bahasa lisan diproses melalui komponen fonologi, komponen

Lebih terperinci

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS Sintaksis adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Mempertanggungjawabkan hasil penelitian bukanlah pekerjaan mudah. Seorang penulis harus mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya disertai data-data

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS Latifah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung Latifahtif357@gmail.com Abstrak Sintaksis

Lebih terperinci

STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1. Abstract

STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1. Abstract STRUKTUR INFORMASI PADA KLAUSA BAHASA MINANGKABAU Sebuah telaah tipologi grammatical dan struktur informasi 1 Jufrizal FBSS Universitas Negeri Padang Rusdi FBSS Universitas Negeri Padang Lely Refnita (FKIP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemampuan Siswa sekolah dasar merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan berkembang dalam rangka pencapaian kepribadian yang dewasa. Pertumbuhan individu terlihat

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (3):

TATARAN LINGUISTIK (3): Nama : Hengki Firmansyah Nim : 1402408324 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS 6(0) Sebelumnya kita membahas istilah morfosintaksis. morfosintaksis adalah gabungan kata dari morfologi dan sintaksis. morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN

HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KOLOM SENO GUMIRA AJIDARMA PADA BUKU KENTUT KOSMOPOLITAN Gilang Puspasari Fathiaty Murtadlo Asep Supriyana Abstrak. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak

PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR. oleh. Nunung Sitaresmi. Abstrak PEMAKAIAN KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM BUKU TEKS SEKOLAH DASAR oleh Nunung Sitaresmi Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pemakaian jenis kalimat bahasa Indonesia dalam buku teks Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama (Verhaar dalam Markhamah, 2009: 5). Chaer (2009: 3) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

AGEN DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA

AGEN DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA AGEN DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia Analisis Fungsi Mana dalam Bahasa Sri Puji Astuti Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro sripujiastuti0116@gmail.com Abstract The characteristic of interrogative sentence, one of them is the presence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada umumnya frasa merupakan kelompok kata atau gabungan dua kata atau lebih, tetapi Murcia dan Freeman (1999:83) dalam bukunya The Grammar Book: an ESL/ EFL- Teacher

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6

04/10/2016. Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT. Pertemuan 6 Dengan bangga, kami mempersembahkan KALIMAT Pertemuan 6 1 Bahasan Identifikasi Aktualisasi Unsur-unsur Struktur Pengembangan Identifikasi Kalimat ialah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan

Lebih terperinci

RELASI DAN PERAN GRAMATIKAL BAHASA PAKPAK DAIRI : KAJIAN TIPOLOGI

RELASI DAN PERAN GRAMATIKAL BAHASA PAKPAK DAIRI : KAJIAN TIPOLOGI RELASI DAN PERAN GRAMATIKAL BAHASA PAKPAK DAIRI : KAJIAN TIPOLOGI IDA BASARIA 078107004 SEKOLAH PASCASARJANA MEDAN 2011 Judul Disertasi : Relasi dan Peran Gramatikal Bahasa Pakpak Dairi : Kajian Tipologi

Lebih terperinci

FUNGSI PELAKU DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA

FUNGSI PELAKU DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA FUNGSI PELAKU DALAM KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA Suher M. Saidi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Suher_msaidi@yahoo.com ABSTRACT Function actors in Indonesian passive sentences often escape discussion

Lebih terperinci

ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA

ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA ALIANSI GRAMATIKAL BAHASA DAWAN: KAJIAN TIPOLOGI BAHASA I Wayan Budiarta STIBA Mentari Kupang Jalan Mentari II/4 Km 06 Oesapa Kupang Telepon 0380-823132 budy4rt4@yahoo.com ABSTRAK Artikel ini berjudul

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

Kata kunci : Kalimat Pasif, Ukemi, Judoubun, ~reru ~rareru, kontrastivitas

Kata kunci : Kalimat Pasif, Ukemi, Judoubun, ~reru ~rareru, kontrastivitas KONTRASTIVITAS KALIMAT PASIF BAHASA INDONESIA DENGAN BAHASA JEPANG (Kajian Struktur dan Makna) Oleh: Novia Oktaviyanti ABSTRAK Dalam suatu bahasa memiliki sistem bahasa yang berbeda dan menjadi ciri khas

Lebih terperinci

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU

FUNGSI KETERANGAN DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT DALAM KOMPAS MINGGU Fungsi eterangan dalam alimat Majemuk Bertingkat dalam ompas Minggu FUNGSI ETERANGAN DALAM ALIMAT MAJEMU BERTINGAT DALAM OMPAS MINGGU TRULI ANJAR YANTI Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian pola kalimat yang sudah pernah dilakukan adalah analisis pola kalimat berpredikat verba dalam bahasa Indonesia pada buku mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

Pelesapan Preposisi dalam Gramatika Bahasa Indonesia i

Pelesapan Preposisi dalam Gramatika Bahasa Indonesia i Pelesapan Preposisi dalam Gramatika Bahasa Indonesia i F.X. Sawardi FIB Universitas Sebelas Maret sawardi2012@gmail.com Diterima 14 Januari 2018/Disetujui 27 Maret 2018 Abtract This paper is based on the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan Kami putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia. Sumpah ini membuktikan bahwa berbangsa satu, bertanah

Lebih terperinci

TESIS STRUKTUR VERBA BERARGUMEN TIGA BAHASA BALI DAN BAHASA JEPANG: ANALISIS FUNGSI SINTAKSIS

TESIS STRUKTUR VERBA BERARGUMEN TIGA BAHASA BALI DAN BAHASA JEPANG: ANALISIS FUNGSI SINTAKSIS TESIS STRUKTUR VERBA BERARGUMEN TIGA BAHASA BALI DAN BAHASA JEPANG: ANALISIS FUNGSI SINTAKSIS I MADE BUDIANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS STRUKTUR VERBA BERARGUMEN TIGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27

BAB I PENDAHULUAN. dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republica Democratica de Timor Leste yang (selanjutnya disebut RDTL) dulunya pernah menjadi bagian dari Republik Indonesia, yaitu provinsi ke-27 yang bernama Timor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam

I. KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam I. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kemampuan Kemampuan adalah kesanggupan seseorang menggunakan unsur-unsur kesatuan dalam bahasa untuk menyampaikan maksud serta kesan tertentu dalam keadan yang sesuai. Hal

Lebih terperinci

Kata kunci: perilaku objek, kalimat, bahasa Indonesia. Abstract

Kata kunci: perilaku objek, kalimat, bahasa Indonesia. Abstract PERILAKU OBJEK KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA Mas Sukardi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Vetaran Bangun Nusantara Jl. S. Humardani Jombor Sukoharjo/ Mahasiswa S3 Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua

BAB II LANDASAN TEORI. Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian yang berjudul Pola Hubungan Peran Semantik dalam Kalimat Imperatif pada Spanduk dan Baliho di Purwokerto Tahun 2016 memiliki dua penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Sebagai makhluk yang berbudaya, manusia butuh berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam berinteraksi dibutuhkan norma-norma

Lebih terperinci

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara

KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara KALIMAT KOORDINASI BAHASA INDONESIA: SEBUAH ANCANGAN TIPOLOGI SINTAKTIS Mulyadi Universitas Sumatera Utara Abstrak Artikel ini membahas perilaku argumen sintaktis pada struktur kalimat koordinasi bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci