BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kajian lintas bahasa, adjektiva merupakan kategori yang memberikan keterangan terhadap nomina (Scrachter dan Shopen, 2007: 18). Senada dengan pernyataan tersebut, Alwi, dkk (2014: 177) adjektiva merupakan kategori yang menerangkan nomina dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, kategori yang dapat menerangkan verba adalah adverbia (Scrachter dan Shopen, 2007: 20). Senada dengan pernyataan tersebut, Alwi, dkk. (2014: 203) menerangkan bahwa pada tataran frasa, adverbia dalam bahasa Indonesia mewatasi verba, adjektiva, atau adverb lain. Pada tataran klausa umumnya adverbia dalam bahasa Indonesia mewatasi fungsi predikat. Akan tetapi, dalam perkembangan bahasa Indonesia ditemui konstruksi yang terdiri atas adjektiva yang diikuti verba ataupun verba yang diikuti adjektiva. Konstruksi verba diikuti adjektiva t selanjutnya disebut sebagai konstruksi verba adjektiva dan selanjutnya disingkat KVA. Sementara itu, konstruksi adjektiva diikuti verba selanjutnya disebut konstruksi adjektiva verba dan disngkan KAV. (1) Dia terlihat bahagia. (2) Ia sedih mendengar kejadian itu. Pada kalimat (1) terdapat penggunaan KVA terlihat bahagia. Sementara itu, pada kalimat (2) terdapat KAV sedih mendengar. Penggunaan KVA/KAV merupakan salah satu konstruksi yang produktif dalam bahasa Indonesia. Terbukti ditemukan KVA dalam berbagai bentuk.

2 2 (3) Fani mengecat putih rambutnya. (4) Nia mengepak tuntas barangnya. (5) Ia menangis sedih karena masalah itu. Pada kalimat (3) terdapat KVA mengecat putih dengan mengecat dan adjektiva putih. Sementara itu, pada kalimat (4) terdapat KVA mengepak tuntas dengan verba mengepak dan adjektiva tuntas. Pada kalimat (5) terdapat KVA menangis sedih dengan verba menangis dan adjektiva sedih. Selain KVA, dalam bahasa Indonesia ditemui pula KAV dengan yang juga produktif. (6) Ia masih malas belajar. (7) Dinna sedang antusias mengerjakan tesis. Pada contoh (6) adjektiva malas mendahului verba belajar. Pada contoh (7) adjektiva antusias mendahului verba mengerjakan. Selanjutnya, dalam kajian lintas bahasa, adverbia yang menunjukkan makna cara (adverb of manner) diturunkan dari adjektiva melalui derivasi morfologi (Scrachter dan Shopen, 2007: 20). Sementara itu, pembentukan adverbia kecaraan dalam bahasa Indonesia dibentuk melalui reduplikasi adjektiva. Hal inilah yang menyebabkan kajian terkait adjektiva dan adverbia menjadi tumpang tindih. Lebih lanjut, hubungan antara adjektiva dan adverbia juga berlangsung dalam bentuk parafrasa dari adjektiva yang berwujud adverbia. Scrachter dan Shopen (2007: 21) mencontohkan it is unfortunate that yang diparafrasa menjadi unfortunately atau in a careless manner yang diparafrasa menjadi carelessly. Hal ini menunjukkan bahwa struktur lahir in a careless manner yang berupa preposisi

3 3 + adjektiva sesungguhnya adalah adverbia yang dibuktikan dengan parafrasa carelessly pada struktur batin. Di sisi lain, kajian adjektiva dalam bahasa Indonesia juga sering ditumpangtindihkan dengan verba. Adjektiva dianggap sebagai bagian dari verba yang memiliki perilaku semantis sebagai verba statif (Tampubolon, dkk., 1979: 8). Berpijak pada pendapat ini, Im Young Ho (1995) dan Baryadi (2005) memasukkan konstruksi adjektiva dan verba sebagai bagian dari verba berderet. Meski demikian, Aikhenvald (2006: 12) menyatakan bahwa verba statif lebih jarang digunakan sebagai verba berderet daripada verba aktif dan verba proses. Sepintas, contoh (1) sampai dengan (7) serupa dengan deret verba sebagaimana dicontohkan oleh Im Young Ho (1995) pada kalimat (8) dan Baryadi (2005) pada kalimat (9) berikut. (8) Mobil itu hancur tertimpa pohon. (9) Saya senang membaca buku. Im Young Ho (1995) dan Baryadi (2005) mengemukakan bahwa konstruksi hancur tertimpa dan senang membaca merupakan deret verba. Adjektiva hancur dan senang pada kalimat (8) dan kalimat (9) dianggap sebagai verba statif. Hal inilah yang mendasari perbedaan teori dan pendapat para linguis dalam menyikapi KVA dalam bahasa Indonesia. Ratnasari (2008) mengemukakan bahwa perpaduan adjektiva dan verba dapat membentuk konstruksi predikat dan pelengkap sebagaimana berikut. (10) Tanaman-tanaman yang telah disirami terlihat segar.

4 4 Pada contoh (10), Ratnasari (2008: 10) menyebutkan bahwa adjektiva segar berfungsi sebagai pelengkap dari predikat verba terlihat. Sementara itu, Subiyanto (2010: 178) mengkaji KVA dalam kerangka predikat kompleks. (11) Karena itu samboyang tapekong bikin habis kita punya rejeki tenaga. Perbedaan cara pandang dan analisis KVA/KAV dalam bahasa Indonesia menarik untuk dikaji lebih jauh. Terlebih, telaah terhadap KVA/KAV belum banyak dilakukan secara menyeluruh. Penelitian ini harus mampu menjabarkan KVA/KAV sampai pada ranah batin sehingga akan ditemukan identitas kategorial dan fungsional konstruksi verba adjektiva yang tepat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa bentuk yang secara lahir sama belum tentu memiliki bentuk batin yang sama. (12) Cindy menyapu bersih rumahnya. (13) Suaranya terdengar lirih. Secara lahir, konstruksi tersebut sama-sama berbentuk KVA. Akan tetapi, secara batin kedua bentuk tersebut diderivasi dari dua bentuk batin yang berbeda sebagai berikut. (12a) Cindy menyapu rumahnya sampai rumahnya bersih. (13a) *Suaranya terdengar sampai suaranya lirih. Kalimat (12) berasal dari kalimat (12a). Akan tetapi, kalimat (13) tidak berasal dari kalimat (13a). Melalui parafarasa yang sama, terbukti bahwa kalimat (12) dan kalimat (13) memiliki struktur batin yang berbeda.

5 5 Perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan karakteristik sintaksis dan semantis verba serta sintaksis dan semantis adjektiva pada kalimat (12) dan kalimat (13). Pada kalimat (12), KVA menyapu bersih berasal dari dua klausa, yaitu Cindy menyapu rumahnya dan rumahnya bersih. Sementara itu, kalimat (13) diduga berasal dari klausa tunggal terbukti dengan tidak berterimanya kalimat (13a). Di sisi lain, verba menyapu pada menyapu bersih berupa verba AKSI, dibuktikan dengan pengajuan pertanyaan apa yang sedang dilakukan subjek? dapat dijawab dengan menyapu bersih. Sementara itu, verba terdengar pada terdengar lirih merupakan verba PROSES, dibuktikan dengan pertanyaan apa yang terjadi pada subjek? yang dapat dijawab dengan terlihat sedih. Oleh karena itu, penelitian ini juga harus mampu mengungkap karakteristik sintaksis dan semantis verba serta sintaksis dan semantis adjektiva untuk dapat mendapatkan deskripsi utuh KVA/KAV dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat (12a), adjektiva bersih berasal dari klausa bawahan yang berfungsi menjadi keterangan dengan dilekati konjungsi sampai. (12b) Sampai rumahnya bersih bersih Cindy menyapu rumahnya. (12c) Cindy sampai rumahnya bersih menyapu rumahnya. Kalimat (12b) menunjukkan bahwa posisi sampai rumahnya bersih dapat dipindahkan mendahului subjek. Sementara itu, kalimat (12c) menunjukkan bahwa sampai rumahnya bersih dapat dipindah mendahului verba. Akan tetapi, setelah pelesapan konjungsi sampai dan subjek klausa bawahan rumahnya, posisi adjektiva bersih menjadi terbatas. (12d) *Cindy bersih menyapu rumahnya.

6 6 (12e) *Bersih Cindy menyapu rumahnya. Pada (12d) perpindahan adjektiva bersih mendahului verba tidak beterima. Sementara itu, perpindahan adjektiva bersih di awal kalimat, seperti pada kalimat (12e), juga tidak berterima. Hal ini mengasumsikan pelesapan konjungsi sampai dapat membatasi distribusi adjektiva bersih. Oleh karena itu, pelesapan konjungsi ini juga perlu diperhatikan untuk menelusuri keterbatasan distribusi adjektiva. 1.2 Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah tipe konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia? 2. Bagaimanakah karakteristik sintaksis verba dan adjektiva pada konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia? 3. Bagaimanakah karakteristik semantis verba dan adjektiva pada konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan tipe konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia.

7 7 2. Mendeskripsikan karakteristik sintaksis verba dan adjektiva pada konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia. 3. Memaparkan karakteristik semantis verba dan adjektiva pada konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam kalimat bahasa Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi atas manfaat teoretis dan manfaat praktis Manfaat Teoretis 1. Memberikan penjelasan terkait bidang sintaksis terutama pada konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba dalam bahasa Indonesia. 2. Memberikan penjelasan terkait kaidah transformasi dalam konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba pada kalimat bahasa Indonesia. 3. Memberikan penjelasan terkait kategori verba, adjektiva, dan adverbia dalam bahasa Indonesia Manfaat Praktis 1. Memberikan kontribusi bagi penerjemahan bahasa Indonesia dalam konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba. 2. Memberikan kontribusi dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dalam konstruksi verba adjektiva dan adjektiva verba.

8 8 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada konstruksi yang terdiri atas verba dan adjektiva dasar atau adjektiva dasar dan verba, baik verba mendahului adjektiva maupun adjektiva mendahului verba. Penelitian ini pun terbatas pada kalimat deklaratif, baik kalimat tunggal maupun kalimat luas. Data yang digunakan adalah kalimat yang sudah ada (aktual) dan kalimat yang mungkin terjadi (potensial). 1.6 Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dibagi atas tinjauan pustaka terkait 1) konstruksi yang terdiri atas verba yang diikuti adjektiva dan adjektiva yang dikuti verba dalam bahasa Indonesia, 2) analisis konsep struktur lahir dan batin dalam bahasa Indonesia, 3) kajian verba dalam bahasa Indonesia, dan 4) kajian terkait adjektiva dalam bahasa Indonesia. Khusus untuk kajian terkait analisis konsep struktur lahir dan batin dalam bahasa Indonesia ditinjau secara integral bersama dengan salah satu kajian konstruksi yang terdiri atas verba yang diikuti adjektiva dan adjektiva yang dikuti verba dalam bahasa Indonesia. Sebagaimana yang telah disinggung dalam bagian latar belakang, penelitian ini didasari salah satunya oleh perbedaan pendapat linguis dalam memandang konstruksi verba adjektiva atau konstruksi yang terdiri atas verba yang diikuti adjektiva dan adjektiva yang dikuti verba dalam bahasa Indonesia. Perbedaan

9 9 pendapat linguis tersebut menjadi jejak rekam penelitian terdahulu terhadap penelitian ini. Penelitian yang secara khusus membahas konstruksi verba adjektiva dalam kalimat bahasa Indonesia sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Selama ini, kajian konstruksi verba adjektiva dianggap menduduki fungsi keterangan dan klausa pemerlengkapan (Lapoliwa, 1989), disandarkan sebagai bagian dari verba berderet (Im Young Ho, 1995 dan Baryadi, 2005), predikat kompleks (Subiyanto, 2010), dan berfungsi sebagai pelengkap (Ratnasari, 2014). Konstruksi verba dan adjektiva (KVA) dan adjektiva dan verba (KAV) telah disinggung oleh Lapoliwa (1989: 53) dengan memaparkan bahwa konstruksi adjektiva yang diikuti verba dapat menimbulkan masalah. Melalui analisis struktur lahir dan batin, Lapoliwa (1989: 53) memberikan tawaran memperlakukan kalimat Dia cepat bekerja sebagai kalimat simpleks dengan cepat berfungsi sebagai keterangan dan kalimat kompleks dengan menganggap bekerja sebagai klausa pemerlengkapan yang sejenis dengan kalimat Dia pergi bekerja. Penelitian ini juga menguji keandalan teori tata bahasa transformasi klasik yang ternyata dalam menjelaskan kasus FN bahasa Indonesia lebih baik daripada teori tata bahasa transformasi yang berkembang setelah Aspects. Penelitian ini menginspirasi peneliti untuk mengkaji konstruksi verba adjektiva melalui konsep struktur lahir dan batin tata bahasa transformasi klasik. Analisis ini kemudian ditentang oleh Im Young Ho (1995) yang mengkajinya dalam kerangka verba berderet. Im Young Ho (1995) mensyaratkan adanya verba inti pada verba berderet. Verba inti tersebut harus berada pada verba

10 10 pertama. Oleh karena itu perpaduan adjektiva dan verba (KAV) merupakan verba berderet jika adjektiva berkolokasi dengan subjek. Penelitian ini tidak membahas kemungkinan adjektiva mengikuti verba (KVA) dan adjektiva yang tidak berkolokasi dengan subjek. Penelitian ini menginspirasi penulis untuk mengkaji adjektiva sebagai pendamping verba dalam kerangka verba berderet baik berupa adjektiva dan verba (KAV) maupun verba adjektiva (KVA). Penelitian Im Young Ho (1995) kemudian disempurnakan oleh Baryadi (2005) yang mengkaji adjektiva yang mendampingi verba dalam kerangka verba berderet dengan memasukkan adjektiva sebagai verba statif sejalan dengan tipe semantik verba yang ditulis Tampubolon, dkk. (1979). Baryadi (2005) menganalisis verba berderet dalam kerangka pragmatik, semantik, dan sintaktik. Akan tetapi, Baryadi (2005) hanya mengkaji verba statif yang dipadukan dengan verba pasif. Melihat keterbatasan ini, penulis terinspirasi untuk mengembangkan penelitian ini pada kemungkinan perpaduan verba statif dengan verba aktif, seperti membabat habis dan menyapu bersih sebagai bagian verba berderet. Penelitian ini juga menginspirasi penulis untuk meneliti pola urutan verba berderet dan hubungan makna antara kedua verba jika salah satu verbanya berupa verba statif. Selanjutnya, Subiyanto (2010) yang mengkaji Verba Beruntun dalam Novel Nona Koelit Koetjing. Subiyanto (2010) menemukan bahwa konstruksi verba beruntun dalam novel Nona Koelit Koetjing berupa verba dan serial dan predikat kompleks. Dalam penelitian ini, Subiyanto (2010) mengategorikan KVA atau KAV sebagai predikat kompleks karena adanya hubungan atasan-bawahan dalam kontruksi ini. Akan tetapi, penelitian ini terbatas pada verba serial dan

11 11 predikat kompleks pada novel Nona Koelit Koetjing yang terdiri atas atas antologi cerpen tahun 1870-an sampai 1910-an sehingga belum merepresantasikan bahasa Indonesia masa kini. Terlebih, penelitian ini membedakan verba serial dan predikat kompleks secara bertentangan. Padahal, verba serial dimungkinkan merupakan bagian predikat kompleks (Baker dan Harvey, 2010: 13). Penelitian ini menginspirasi penulis untuk mengkaji kemungkinan konstruksi adjektiva yang mendampingi verba sebagai predikat kompleks sekaligus verba serial. Selain penelitian yang khusus membahas konstruksi frasa verba, seperti verba berderet, atau konstruksi verba dan adjektiva seperti predikat kompleks, perpaduan adjektiva dan verba juga disinggung dalam buku tata bahasa Indonesia. Chaer (2009: 143) menyebutkan bahwa frasa verba dapat dibentuk dari v+adj. Frasa tersebut merupakan frasa verba subordinatif yang memiliki makna gramatikal keadaan atau sifat. Konstruksi ini dapat dibentuk apabila unsur pertama berkategori verba (+tindakan) atau (+perbuatan) dan unsur kedua berupa adjektiva yang memiliki komponen makna (+keadaan) atau (+sifat), seperti membaca nyaring, lompat jauh, jalan cepat, dan terjun bebas. Kajian terkait frasa verba dengan adjektiva sebagai salah satu unsurnya hanya dikaji sepintas lalu. Kajian ini menginspirasi peneliti untuk mengkaji hubungan verba dan adjektiva pada tataran frasa subordinatif. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Alwi, dkk. (2014) rupanya memasukkan beberapa leksikon dalam keanggotaan dua kategori. Leksikon jarang, sedikit, banyak, dan sering dimasukkan dalam kategori adjektiva sekaligus adverbia. Alwi, dkk. (2014: 203) menerangkan bahwa pada tataran frasa, adverbia

12 12 mewatasi verba, adjektiva, atau adverbia lain. Sementara itu, pada tataran klausa umumnya adverbia mewatasi fungsi predikat. Meskipun demikian, terdapat sejumlah adjektiva yang mampu mewatasi nomina, numeralia, dan pronomina, seperti saja dan hampir. Berbeda dengan adverbia yang sebagian besar mampu menerangkan verba, adjektiva, dan adverbia lain, adjektiva merupakan kategori yang memberikan keterangan terhadap nomina (Alwi, dkk. 2014: 177). Pernyataan Alwi dkk. (2014) ini menginspirasi untuk mengkaji lebih dalam terkait konstruksi yang berupa adjektiva yang mendampingi verba. Pernyataan ini menggugah peneliti untuk menganalisis lebih lanjut keterkaitan adjektiva dan verba dan ketumpangtindihan batasan adjektiva dan adverbia. Penelitian terkait verba dalam bahasa Indonesia dilakukan Tampubolon, dkk. (1979) dengan mengacu teori semantik Chafe (1970) dan teori tata bahasa kasus Fillmore (1971). Tampobolon, dkk. (1979) mengemukakan bahwa verba dalam bahasa Indonesia memiliki 12 tipe semantik, yaitu verba keadaan, verba keadaan-pengalam, verba keadaan-benefaktif, verba keadaan-lokatif, verba proses, verba proses-pengalam, verba proses-benefaktif, verba proses-lokatif, verba aksi, verba aksi-pengalam, verba aksi-benefaktif, verba aksi-lokatif. Keduabelas tipe ini merupakan turunan dari tiga tipe dasar, yaitu verba keadaan (statif), verba proses, dan verba aksi. Penelitian Tampubolon, dkk. (1979) ini menggunakan ancangan tata bahasa kasus dan semantik generatif yang dimotori Fillmore (1971) dan Chafe (1970), berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan ancangan teori tata bahasa transformasi generatif Chomsky (1965) dan Chafe (1970).

13 13 Penelitian serupa juga dilakukan Mulyadi (2009) dalam Kategori dan Peran Semantis Verba dalam Bahasa Indonesia dengan mengajukan tawaran pembagian peran semantis verba dalam verba keadaan, proses, dan tindakan yang masingmasing dibagi atas subtipe masing-masing berdasarkan makna asalinya (meminjam istilah Mulyadi, 2009). Mulyadi (2009) menggunakan ancangan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yang dipelopori Anna Wierzbicka (1991, 1992, 1996) dan teori Peran Semantis Rampatan (PSR) untuk menerangkan semantik VBI yang dipelopori oleh Foley dan Van Valin (1984) dalam Tata Bahasa Peran dan Acuan berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan ancangan teori tata bahasa transformasi generatif Chomsky. Selanjutnya, penelitian terkait adjektiva dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh Purwo (1985) dalam artikel berjudul Teori Talmy Givon Mengenai Kategori Sintaksis. Purwo (1985: 119) mengemukakan bahwa kekhasan adjektiva dalam bahasa Indonesia adalah dapat diikuti dengan preposisi. Lebih lanjut, adjektiva dalam bahasa Indonesia merupakan kategori berayun yang dapat condong ke nomina, verba, dan murni sebagai adjektiva (Purwo, 1985: 123). Penelitian ini menginspirasi penulis untuk mengkaji adjektiva sebagai kategori berayun yang memungkinkannya berperilaku mirip dengan kategori lain dan bahkan bertransformasi menjadi kategori lain dalam bahasa Indonesia. Kajian lain terkait adjektiva dilakukan Kridalaksana (1986) dalam Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Kridalaksana (1986: 57) mengemukakan bahwa adjektiva merupakan kategori yang mungkin bergabung dengan partikel tidak, mendampingi nomina, didampingi partikel lebih, sangat, agak, mempunyai ciri

14 14 morfologis, seperti er, -if, -i, dan dibentuk menjadi nomina dengan konfiks kean. Dalam pembahasan terkait adverbia, Kridalaksana (1986: 79) mengemukakan bahwa kategori adverbia merupakan kategori yang dapat mendamping adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis. Kridalaksana (1986: 79) mengemukakan bahwa tolok ukur penentuan adverbia bukan dari kemampuan menerangkan verba, tetapi potensi mendampingi adjektiva, numeralia, atau proposisi dalam konstruksi sintaksis Landasan Teori Berpijak pada teori tata bahasa transformasi generatif, dasar analisis satuan kebahasaan tidak lagi berpijak pada fonem sebagai satuan terkecil bahasa, tetapi berpijak pada satuan kalimat menuju satuan yang lebih kecil (Chomsky, 1957). Penelitian ini merupakan penelitian bahasa di bidang sintaksis pada kajian verba yang diikuti adjektiva atau sebaliknya. Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kalimat yang memiliki kesamaan pada tataran lahir tidak selalu mewakili struktur batin yang sama. Oleh karena itu, konstruksi yang pada struktur lahir berupa KVA/KAV dapat menunjukkan beberapa tipe klasifikasi yang berbeda pada struktur batinnya. Klasifikasi ini dapat diperoleh melalui identifikasi karakteristik sintaksis dan semantik verba serta karakteristik sintaksis dan semantik adjektiva pembentuk KVA/KAV.

15 15 Oleh karena itu, berdasarkan asumsi ini untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini digunakan teori tentang 1) kategori sintaksis 2) fungsi sintaksis, 3) teori semantik, dan 4) konsep struktur lahir dan struktur batin Kategori Sintaksis Terdapat tiga kategori sintaksis yang bertalian dengan penelitian ini, yaitu verba, adjektiva, dan adverbia. Sementara itu, adverbia perlu dipaparkan untuk menjelaskan KVA/KAV yang memiliki kedekatan makna dengan adjektiva. Schrachter dan Shopen (2007: 9) menyatakan bahwa verba merupakan kategori yang memiliki relasi temporal atau relasi yang terkait dengan proses. Lebih lanjut, Schrachter dan Shopen (2007: 9) menambahkan bahwa verba merupakan kategori yang menetapkan tenses, aspek, modus, voice, dan polaritas (positif dan negatif). Alwi, dkk. (2014:91) mengemukakan bahwa ciri umum verba dalam bahasa Indonesia adalah 1) berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat, 2) mengandung makna dasar perbuatan, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas, dan 3) verba, terutama yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks yang berarti paling. Kridalaksana (1986:49) berpendapat bahwa untuk dapat mengidentifikasi apakah kategori satuan gramatikal adalah verba harus melalui sebuah satuan yang lebih besar, misalnya frasa. Verba merupakan satuan gramatikal yang dapat didampingi partikel tidak, tetapi tidak dapat didampingi preposisi di, ke, dari, dan penanda gradasi, seperti sangat, lebih, atau agak.

16 16 Mendasarkan identifikasi kategorial suatu leksem dengan fungsi yang didudukinya menjadikan identifikasi kategorial dan fungsional berputar-putar. Kategori tertentu diidentifikasi menduduki fungsi tertentu. Sementara itu, fungsi tertentu diidentifikasi dengan kategori pengisinya. Oleh karena itu, identifikasi karakteristik verba dengan fungsi yang didudukinya, yaitu predikat, tidak dipilih dalam penelitian ini. Oleh karena itu, verba diidentifikasi sebagai kategori yang mungkin dibubuhi partikel tidak, dan tidak mungkin didampingi preposisi di, ke, dari, dan penanda gradasi, seperti sangat, lebih, atau agak. Verba pada penelitian ini juga diidentifikasi berdasarkan afiks yang melekat padanya, seperti afiks ber-, ter- yang tidak menyatakan makna paling, men-, dan di- (Ramlan, 1985). Pada penelitian ini, subkategori verba dibatasi pada verba transitif dan verba intransitif. Hal ini disebabkan ketransitifan verba berpengaruh pada fungsi kategori yang mengikuti verba. Verba transitif dimungkinkan diikuti objek, sedangkan verba intransitif dimungkinkan diikuti pelengkap. Selain berhubungan dengan ketransitifan verba, kategorisasi verba juga didasarkan pada proses pembentukannya. Hal ini karena imbuhan pada verba berpengaruh pada klasifikasi KVA/KAV. Sementara itu, adjektiva merupakan kategori yang dapat menerangkan nomina (Dixon, 2004: 10; Schachter dan Shopen, 2007: 13 14; Alwi, dkk., 2014: 177). Dixon (2004: 10) menambahkan bahwa adjektiva merupakan kategori yang dapat menjadi predikat intransitif atau predikat dengan memanfaatkan kopula. Dalam kasus bahasa Indonesia, cukup menggunakan istilah predikat.

17 17 Baker (2004: ) mengemukakan bahwa terdapat tiga karakteristik yang paling menonjol dari adjektiva, yaitu menjadi atribut langsung dari nomina, didampingi so, as, too, dan how, dan dapat menjadi predikat sekunder resultatif. Pada kajian bahasa Indonesia, so, as, too, dan how diwujudkan dalam lebih, sangat, agak, dan paling. Sementara itu, kemungkinan adjektiva sebagai predikat resultatif belum dikaji mendalam dalam bahasa Indonesia. Efendi (1995) mengemukakan bahwa adjektiva merupakan kategori yang dapat berfungsi atributif, predikatif, dapat diingkarkan dengan tidak, dapat didampingi lebih, daripada, paling, sangat, dan sekali (dalam Sasangka, dkk. 2000: 9). Identifikasi ini menunjukkan bahwa adjektiva memiliki kesamaan dengan verba karena dapat berfungsi sebagai predikat dan diimbuhi tidak. Perbedaannya dengan verba adalah kemampuan adjektiva untuk diikuti lebih, daripada, paling, sangat, dan sekali serta menjadi atribut dari nomina. Perlu dicatat bahwa identifikasi adjektiva menggunakan pemarkah kualitas lebih, agak, dan paling tidak akan mampu digunakan untuk menjaring adjektiva yang tidak bertaraf, sebagaimana disebutkan Alwi, dkk. (2014), seperti pada adjektiva tetap, genap, dan bulat. Oleh karena itu, satu-satunya identitas adjektiva yang tidak dimiliki oleh kategori lain dan dapat mencakup semua bentuk adjektiva adalah kemampuannya untuk menjadi atribut nomina. Meskipun demikian, karena dalam penelitian ini adjektiva mengiringi verba atau mendahului verba, identifikasi adjektiva menggunakan pemarkah kualitas lebih, agak, dan paling tetap digunakan.

18 18 Baik berfungsi sebagai predikat maupun atribut nomina, adjektiva selalu menerangkan nomina. Pada adjektiva yang berfungsi sebagai predikat, adjektiva menerangkan nomina yang berfungsi sebagai subjek. Sementara itu, adjektiva yang berfungsi sebagai pewatas nomina menerangkan nomina yang diwatasinya. Selanjutnya, kategori terakhir yang berhubungan dengan penelitian ini adalah adverbia. Scrachter dan Shopen (2007: 20) mengemukakan bahwa adverbia biasanya diidentifikasi sebagai pendamping verba, adjektiva, dan adverbia lain. Adverbia berfungsi untuk mendampingi konstituen selain nomina. Pendapat ini diamini oleh Alwi dkk. (2014: 177) yang mengemukakan bahwa ciri ini berlaku pada adverbia pada tataran frasa. Pada tataran klausa, adverbia merupakan keterangan dari kategori yang menduduki fungsi predikat. Meski demikian, terdapat sejumlah adverbia yang mampu menerangkan fungsi lain, seperti adverbia saja dan hanya. Berdasarkan pendapat ini, dapat diketahui bahwa adverbia merupakan kategori yang menerangkan kategori lain kecuali nomina pada tataran frasa. Sementara pada tataran kalimat, kategori adverbia merupakan kategori yang menerangkan predikat. Perlu dicatat bahwa adverbia kecaraan (adverb of manner) diwujudkan melalui derivasi dari adjektiva, seperti dalam bahasa Inggris dengan imbuhan ly. Selain itu, sebagaimana disinggung pada bagian pendahuluan, makna adverbia kadang diwujudkan dalam bentuk preposisi + adjektiva seperti pada in a careless manner yang pada struktur batin berupa adverbia carelessly.

19 19 Oleh karena itu, dimungkinkan terjadi konstruksi yang pada struktur lahir seolah-olah adjektiva atau frasa preposisional, tetapi pada struktur batin sebenarnya adverbia. Untuk menyikapi ini, perlu dipertegas perbedaan antara adverbia dan adjektiva. Sebagai catatan, adverbia kecaraan dapat diberi pemarkah sangat, agak, dan lebih sebagaimana adjektiva (Scrachter dan Shopen, 2007). Oleh karena itu, pemarkah tingkat kualitas tidak bisa digunakan untuk membedakan adjektiva dan adverbia kecaraan. Adjektiva dan adverbia merupakan kategori yang dapat berfungsi untuk menerangkan kategori lain. Pada tataran frasa, adjektiva menerangkan nomina, sedangkan adverbia menerangkan kategori selain nomina. Pada tataran kalimat, adjektiva berfungsi sebagai predikat sehingga dapat menerangkan nomina yang berfungsi subjek. Sementara itu, umumnya pada tataran kalimat, adverbia berfungsi menerangkan predikat Fungsi Sintaksis Dalam penelitian ini, hanya tiga fungsi yang akan dikaji secara mendalam, yaitu fungsi predikat, fungsi keterangan, dan fungsi pelengkap. Predikat merupakan konstituen pokok yang diikuti subjek di sebelah kiri dan objek, pelengkap, dan atau keterangan di sebelah kanan. Dalam bahasa Indonesia predikat dapat berupa frasa verba, frasa adjektiva, frasa nomina, frasa numeralia, dan frasa preposisional (Alwi, dkk., 2014: 333).

20 20 Sementara itu, fungsi keterangan merupakan fungsi yang bersifat opsional dan memiliki posisi yang bersifat tidak tegar. Oleh karena itu, fungsi ini dapat dilesapkan dan posisinya dapat dipindahkan. Fungsi keterangan dapat berupa frasa preposisional, frasa nomina, atau frasa adverbia (Alwi, dkk., 2014: 337). Fungsi pelengkap merupakan fungsi yang berada di sebelah kanan verba. Fungsi pelengkap dapat diidentifikasi dengan a) berwujud frasa nomina, frasa adjektiva, frasa preposisional, atau klausa, b) berada langsung di belakang predikat verba intransitif atau berada di belakang objek pada predikat verba dwitransitif, 3) tidak dapat dipromosikan menjadi subjek melalui strategi pemasifan, dan 4) tidak dapat diganti dengan -nya kecuali dalam kombinasi preposisi selain di, ke, dari dan akan Teori Semantik Dalam penelitian ini, digunakan ancangan teori semantik Chafe untuk menerangkan verba dan Dixon untuk menerangkan adjektiva. Akan tetapi, karena tidak semua verba menduduki predikat, sedangkan teori semantik Chafe hanya mampu mengidentifikasi kategori yang menduduki fungsi predikat, digunakan ancangan teori semantik verba Dixon (2005). Selain itu, teori semantik Dixon (2005) juga digunakan pada salah satu tipe KVA/KAv untuk menerangkan sisi semantik verba yang belum mampu diterangkan oleh Chafe (1970). Selain menggunakan Dixon (2005) untuk menerangkan adjektiva, digunakan juga klasifikasi semantik Alwi, dkk. (2014) untuk menerangkan semantik adjektiva yang belum diterangkan Dixon (2005). Hal ini disebabkan

21 21 Dixon (2005) menggunakan bahasa Inggris sebagai dasar klasifikasinya. Sementara itu, terdapat klasifikasi semantik adjektiva dalam bahasa Indonesia yang belum terjelaskan dengan sempurna hanya dengan menggunakan teori Dixon (2005). Pada penelitian ini, dipilih tiga pembagian utama verba oleh Chafe (1970) sebagaimana telah diadopsi oleh Tampubolon (1979), yaitu KEADAAN, PROSES, dan AKSI. Ketiga pembagian dasar verba ini telah mampu menjabarkan karakteristik semantik verba pada KVA/KAV dengan cukup memadai, tanpa perlu menggunakan pembagian semantik verba dasar tambahan lain oleh Chafe (1970), seperti verba PENGALAMI, verba AMBIEN, dan jenis verba lain. Verba AKSI diidentifikasi dengan mengajukan pertanyaan apa yang dilakukan subjek?. Sementara itu, verba PROSES diidentifikasi dengan mengajukan pertanyaan apa yang terjadi pada subjek?. Teori semantik verba Dixon (2005) yang digunakan untuk mengidentifikasi verba yang tidak berfungsi sebagai predikat adalah verba utama tipe A, verba utama tipe B, dan verba sekunder tipe B. Sementara itu, teori semantik verba Dixon (2005) yang digunakan untuk mengidentifikasi salah satu tipe KVA/KAV yang belum terjelaskan melalui teori semantik Chafe (1970) adalah verba sekunder tipe D. Dixon (2005: 96) membagi verba dalam dua pembagian besar, yaitu verba utama dan verba sekunder. Verba utama adalah verba yang menunjukkan makna keadaan dan aktivitas secara langsung serta mampu menyusun kalimat secara sempurna dengan paduan frasa nomina yang memiliki aturan variasi semantik

22 22 yang tepat. Pada berbagai bahasa, verba utama selalu dinyatakan sebagai verba. Sementara itu, verba sekunder adalah verba yang memodifikasi makna verba lain. Verba sekunder dinyatakan sebagai afiks pada bahasa yang memiliki perubahan morfologis yang kompleks. Verba sekunder selalu diikuti verba lain. Verba utama dibagi atas verba utama tipe A dan tipe B. Verba utama tipe A memiliki frasa nomina sebagai subjek dan objeknya. Verba utama tipe A kemudian dibagi dalam beberapa subkategori, seperti tipe GERAKAN, tipe MEMBERI, dan beberapa kategori lain. Sebagian dari kategori ini kemudian masih dibagi dalam subtipe yang lebih spesifik. Dalam penelitian ini hanya digunakan beberapa tipe, yaitu tipe GERAKAN, tipe DIAM, tipe MEMBERI, tipe KONTRAK SOSIAL, tipe MEMPENGARUHI, dan tipe EKSPRESI BADANIAH. Selanjutnya, tipe GERAKAN terbagi atas beberapa subtipe. Subtipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah subtipe IKUT, subtipe BERLARI, dan subtipe DATANG. Sementara itu, tipe DIAM memiliki subtipe TINGGAL, subtipe MENGAMBIL, dan subtipe MENJAGA. Selanjutnya, tipe MEMPENGARUHI memiliki subtipe MEMBUAT dan subtipe MENGGUNAKAN KERTAS. Tipe MEMBERI, KONTRAK SOSIAL, dan EKSPRESI BADANIAH tidak terbagi atas beberapa subtipe. Verba utama tipe adalah verba yang memiliki frasa nomina sebagai subjek dan objek, tetapi salah satu dari kedua fungsi tersebut dapat berupa klausa pemerlengkapan. Verba utama tipe B yang digunakan dalam penelitian ini adalah

23 23 tipe PERHATIAN subtipe MELIHAT dan tipe BERPIKIR subtipe MENGETAHUI, subtipe MENYIMPULKAN, dan subtipe PERCAYA, Tipe verba sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah verba sekunder tipe B dan verba sekunder tipe D. Verba sekunder tipe B yang digunakan dalam tipe ini adalah tipe INGIN. Verba sekunder tipe D yang digunakan pada tipe ini adalah tipe KELIHATAN. Ancangan semantik adjektiva Dixon (2005: 84 85) yaitu (1) UKURAN, seperti besar, kecil, panjang, pendek, luas, dan dalam, (2) USIA, seperti baru, lama, dan tua, (3) NILAI, seperti baik, buruk, sempurna, kuat, genap, ganjil, penting, (4) WARNA seperti merah, hijau, dan biru, (5) SIFAT FISIK seperti keras, lembut, berat, kering, basah, bersih, kotor, dan panas, (6) SIKAP BATIN, seperti cemburu, senang, ramah, pintar, kejam, bangga, dan malu, dan (7) KECEPATAN, seperti cepat dan lambat. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini juga digunakan klasifikasi semantik adjektiva Alwi, dkk. (2014) berupa adjektiva CERAPAN. Adjektiva CERAPAN bertalian dengan pancaindera, seperti penglihatan, seperti terang, pendengaran, seperti merdu, dan pencitarasaan, seperti manis (Alwi dkk., 2014: 182) Konsep Struktur Lahir dan Struktur Batin Penelitian ini pada akhirnya bertujuan untuk mengungkap konstruksi verba adjektiva dalam bahasa Indonesia baik dari segi bentuk maupun makna. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka teori tata

24 24 bahasa transformasi generatif melalui konsep struktur lahir dan struktur batin Chomsky (1965). Hal ini didasari kenyataan bahwa konstruksi yang secara lahir sama tidak selalu merepresentasikan struktur batin yang sama. (14) Dia terlonjak kaget. (15) Dia tampak kaget. Pada kalimat (14) terdapat KVA terlonjak kaget dengan verba terlonjak dan adjektiva kaget. Pada kalimat (15) terdapat KVA tampak kaget dengan verba tampak dan adjektiva kaget. Kedua KVA tersebut berbentuk KVA dengan adjektiva pembentuk yang sama, yaitu kaget. (14a) Dia terlonjak karena dia kaget. (15a) *Dia tampak karena dia kaget. Kalimat (14) dapat diparafrasa menjadi kalimat (14a) sehingga dapat diasumsikan bahwa kalimat (14) berasal dari kalimat (14a). Sementara itu, kalimat (15) tidak berterima jika diparafarsa menjadi kalimat (15a) sehingga dapat diasumsikan kalimat (15) tidak berasal dari kalimat (15a). Berdasarkan kalimat (14a), terbukti bahwa KVA terlonjak kaget berasal dari dua kalimat sebagai berikut. (14b) Dia terlonjak. (14c) Dia kaget. Kedua kalimat (14b) dan kalimat (14c) kemudian dihubungkan dengan konjungsi karena. Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kalimat (14) berasal dari kalimat kompleks.

25 25 Sementara itu, kalimat (15) tidak berasal dari dua klausa. Penyisipan konjungsi dan pemunculan subjek klausa bawahan menjadikan kalimat (15a) tidak berterima. Kalimat (15) berasal dari klausa tunggal, berbeda dengan kalimat (14). Pembuktian ini menegaskan bahwa meskipun kedua konstruksi terlonjak kaget dan tampak kaget memiliki bentuk KVA dan adjektiva kaget, keduanya berasal dari struktur batin yang berbeda. Hubungan antara struktur lahir dan struktur batin kemudian diwujudkan melalui transformasi (Samsuri, 1978: 285). Transformasi yang dimaksud di sini adalah kaidah transformasi Chomsky pada Syntactic Structure (1951) yang disempurnakan pada Aspects (1965). Kalimat pada struktur batin dialihkan atau ditransformasikan menjadi kalimat pada struktur lahir (Parera, 2009: 100). Dalam kaidah transformasi, terdapat beberapa proses, yaitu proses penambahan, proses pelesapan, proses permutasi, dan proses penggantian. Proses penambahan dilakukan dengan menambahkan unsur pada kalimat dasar seperti penambahan kata tanya pada transformasi tanya. Proses pelesapan adalah dengen melesapkan satu atau lebih unsur yang terdapat pada struktur batin, seperti pelesapan preposisi pada kalimat Dia tidur dengan nyenyak menjadi Dia tidur nyenyak. Proses permutasi adalah perubahan urutan struktur batin pada struktur lahir, seperti pada kalimat Dia menyapu rumahnya menjadi Rumahnya disapu olehnya. Proses penggantian adalah proses penggantian salah satu unsur dengan unsur lainnya seperti penggantian afiks men- dengan afiks di- pada transfomasi pasif (Parera, 2009: ).

26 26 Dalam satu transformasi tidak hanya berlaku satu proses saja, tetapi dapat terjadi lebih dari satu proses, seperti pada transfomasi pasif yang melalui proses penggantian afiks, permutasi subjek dan objek, dan penambahan preposisi oleh. Begitu pula dalam penelitian ini, pada satu transformasi dapat terjadi beberapa proses sebagai berikut. (16) Ani mengisi penuh tangki bensinnya. Pada kalimat (16) terdapat KVA mengisi penuh dengan verba mengisi dan adjektiva penuh. (16a) Ani mengisi tangki bensinnya sampai tangki bensinnya penuh. Kalimat (16) berasal dari kalimat (16a). Kalimat (16a) menunjukkan bahwa kalimat (16) berasal dari kalimat kompleks. (16b) Ani mengisi tangki bensinnya. (16c) Tangki bensinnya penuh. Kalimat (16b) dan kalimat (16c) merupakan pembentuk kalimat kompleks (16a). Selanjutnya, kedua kalimat dihubungkan dengan konjungsi sampai dan terbentuklah kalimat (16a). Berdasarkan kalimat (16a), diketahui bahwa klausa Ani mengisi tangki bensinnya merupakan klausa induk dan tangki bensinnya penuh merupakan klausa bawahan. Selanjutnya, subjek klausa bawahan dilesapkan karena berkoreferensi dengan objek klausa induk. (16d) Ani mengisi tangki bensinnya penuh. Selanjutnya, adjektiva penuh dilekatkan pada verba dan terbentuklah kalimat (16).

27 27 Dalam penelitian ini, kaidah transformasi akan digunakan untuk mengetahui hubungan antara struktur batin dan struktur lahir yang pada akhirnya akan menentukan klasifikasi data. Kaidah transformasi ini akan digunakan dalam analisis data dalam ancangan teknik lanjutan dari metode agih yang digagas Sudaryanto (1993), seperti dalam teknik balik, teknik ganti, teknik lesap, dan sebagainya. 1.7 Metode Penelitian Metode dan teknik penelitian ini dibagi dalam tiga tahap sebagaimana yang disarankan oleh Sudaryanto (1993:5-8), yaitu (i) metode dan teknik penyediaan data, (ii) metode dan teknik analisis data, dan (iii) metode dan teknik penyajian data Metode dan Teknik Penyediaan Data Data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan konsep struktur dalam dan struktur luar dalam tata bahasa transformasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan metode simak. Sudaryanto (1993: ) mengemukakan bahwa metode simak dapat dilakukan dengan mencatat data yang diperlukan. Oleh karena itu, teknik dasar yang digunakan adalah teknik sadap dan dilanjutkan teknik simak bebas libat cakap (Kesuma, 2007: 43). Data dalam penelitian ini diperoleh dari novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari (2010) dan kalimat hasil kreasi penulis sebagai penutur asli bahasa Indonesia yang telah diuji kegramatikalannya. Pada data yang diragukan

28 28 keberterimaannya oleh penutur lain atau oleh peneliti akan diberi tanda (?). Pada data yang tidak berterima akan diberi tanda (*). Data tersebut kemudian dibatasi sesuai kepentingan penelitian. Setelah itu data dipilah dan ditata sesuai dengan kelompok data untuk kemudian dilakukan analisis data Metode dan Teknik Analisis Data Sebagaimana disampaikan di muka, penelitian ini adalah penelitian kebahasaan di bidang sintaksis. Oleh karena itu, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih dan teknik dasarnya. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:15). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung. Data yang telah dipilah kemudian dianalisis dengan teknik lanjutan dari metode agih. Dalam penelitian ini, masing-masing teknik lanjutan tidak diperlakukan sebagai bagian yang terpisah dan melalui tahapan yang beku. Tahapan teknik lanjutan dari metode agih yang digunakan dalam penelitian ini digunakan sesuai kebutuhan analisis data. Jenis teknik lanjutan yang digunakan dapat berbeda pada tiap data sesuai dengan kebutuhan analisis data. Teknik lanjutan metode agih yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik baca markah, teknik parafrasa, teknik ganti, dan teknik balik. Teknik lesap atau delesi adalah teknik analisis data dengan melesapkan unsur tertentu untuk mengetahui keintian unsur tersebut dalam kalimat. Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan membaca pemarkah dalam kalimat.

29 29 Teknik ini bertujuan untuk mengetahui makna unsur kebahasaan tertentu. Teknik parafrasa adalah teknik analisis data dengan mengubah satuan kebahasaan tanpa mengubah informasi yang disampaikan. Teknik ini bertujuan untuk membuktikan makna atau peran suatu konstituen kalimat. Teknik ganti adalah teknik analisis data dengan mengganti satuan lingual dalam suatu konstruksi dengan satuan lingual lain di luar konstruksi tersebut. Teknik balik adalah teknik analisis data dengan membalik urutan kata. Teknik ini bertujuan untuk mengetahui ketegaran urutan kata dalam kalimat. Sebagai contoh, untuk dapat mengetahui struktur dalam dari konstruksi verba adjektiva, konstruksi tersebut diparafrasa terlebih dahulu. Sebagaimana kalimat (17) yang diparafrasa menjadi kalimat (17a). (17) Wanda menyambar tegas. (17a) Wanda menyambar dengan tegas. Selanjutnya, kalimat (17a) diuji ketegaran urutannya dengan membalik dan mengubah urutan kalimat dan menguji keintiannnya dengan melesapkan frasa dengan tegas. (17b) Dengan tegas Wanda menyambar. (17c) Wanda dengan tegas menyambar. (17d) Wanda menyambar. Kemungkinan pembalikan ini menunjukkan bahwa urutan frasa dengan tegas tidaklah tegar dan pelesapan menunjukkan bahwa frasa dengan tegas bukan frasa inti pada kalimat (17a). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa konstruksi verba adjektiva pada kalimat (17) berasal dari fungsi predikat dan keterangan. Kalimat (17) akan tampak berbeda dengan kalimat (18) dan (19) pada struktur batin meskipun sama terbentuk dari verba yang diikuti adjektiva.

30 30 (18) Kos itu semakin terasa sepi. (19) Sepatu Keenan tampak dicuci bersih. Kalimat (18) tidak dapat diparafrasa dengan menyisipkan preposisi sebagaimana pada kalimat (17) dan kalimat (19) dapat diparafrasa dengan preposisi yang berbeda dengan kalimat (17). (18a) * Kos itu semakin terasa dengan sepi. (19a) Sepatu Keenan tampak dicuci sampai bersih. Melalui teknik sisip dan balik, kalimat (17) dan kalimat (19) akan tampak satu tipe, berbeda dengan kalimat (18). Melalui teknik baca markah, kalimat (17) dan (19) berasal dari fungsi yang sama, tetapi berbeda makna. Tahapan ini tidak berlaku pada semua data. Tahapan teknik ini dapat berubah sesuai dengan kebutuhan analisis data Metode dan Teknik Penyajian Data Metode penyajian data terdiri atas dua metode, yaitu metode penyajian informal dan formal. Penyajian data informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penyajian ini, rumus-rumus atau kaidahkaidah disampaikan dengan menggunakan kata-kata biasa yang ketika dibaca dapat langsung dipahami (Kesuma, 2007b:71). Metode penyajian formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah berupa rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Oleh karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka hasil penelitian akan disajikan secara informal.

31 Sistematika Penyajian Pada penelitian ini, masing-masing rumusan masalah tidak akan dijabarkan secara terpisah. Analisis ketiga rumusan masalah akan disajikan secara terintegral untuk keutuhan pemahaman. Oleh karena itu, penelitian ini akan disajikan dalam empat bab dengan sistematika sebagai berikut. (1) Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. (2) Bab II berisi konstruksi verba adjektiva berasal dari klausa tunggal. Pada bab ini disajikan tipe-tipe KVA yang berasal dari klausa tunggal didasarkan pada karakteristik sintaksis dan semantik verba dan karakteristik sintaksis dan semantik adjektiva. (3) Bab III berisi konstruksi verba adjektiva berasal dari dua klausa. Pada bab ini disajikan tipe-tipe KVA/KAV yang berasal dari dua klausa didasarkan pada karakteristik sintaksis dan semantik verba dan karakteristik sintaksis dan semantik adjektiva. (4) Bab IV berisi kesimpulan dan saran.

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Tinjauan pustaka memaparkan lebih lanjut tentang penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu, dipaparkan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2002:588) konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba kejadian, komponen semantis, kategorisasi, dan makna. Verba kejadian

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain ( Kridalaksana, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Frasa Verba Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengulangan unsur harus dihindari. Salah satu cara untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada penggabungan klausa koordinatif maupun subordinatif bahasa Indonesia sering mengakibatkan adanya dua unsur yang sama atau pengulangan unsur dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba AMBIL, komponen semantis, kategorisasi, makna, polisemi, dan sintaksis

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama

Lebih terperinci

5 Universitas Indonesia

5 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu penjelasan tentang teori Lexical Functional Grammar (subbab 2.1) dan penjelasan tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia (subbab

Lebih terperinci

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia VERBA PREDIKAT BAHASA REMAJA DALAM MAJALAH REMAJA Renadini Nurfitri Abstrak. Bahasa remaja dapat dteliti berdasarkan aspek kebahasaannya, salah satunya adalah mengenai verba. Verba sangat identik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI

FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI FRASE PREPOSISI DALAM KUMPULAN CERPEN ANAK LET S SMILE, DELIA! KARYA WANDA AMYRA MAYSHARA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sejenis yang Relevan 1. Penelitian dengan judul Bentuk Frasa Pada Wacana Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas XII SMA Karangan Dawud DKK Penerbit : Erlangga 2004 oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat

BAB I PENDAHULUAN. Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Studi dalam penelitian ini berkonsentrasi pada kelas verba dalam kalimat bahasa Sunda. Dalam pandangan penulis, kelas verba merupakan elemen utama pembentuk keterkaitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis. 1.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013. 2. Mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI

PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI PEMAKAIAN VERBA AKTIF TRANSITIF DALAM NOVEL GAWANG MERAH PUTIH: NOVEL REPORTASE TIMNAS U-19 KARYA RUDI GUNAWAN NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Pendidikan Jurusan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI Dita Marisa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS, UPI thasamarisa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalimat tanya selalu mendapat perhatian di dalam buku tata bahasa Indonesia (lihat Alwi dkk., 2003: 357; Chaer, 2000: 350). Hal ini dapat dimengerti sebab kalimat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations

2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Concept Relations 2 LANDASAN TEORI 2.1 Knowledge Graph (KG) Knowledge graph adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis teks dan merepresentasikannya ke dalam bentuk graf (Zhang dan Hoede 2000). Menurut Zhang

Lebih terperinci

PREPOSISI DALAM BAHASA INDONESIA: TINJAUAN BENTUK DAN PERAN SEMANTISNYA

PREPOSISI DALAM BAHASA INDONESIA: TINJAUAN BENTUK DAN PERAN SEMANTISNYA PREPOSISI DALAM BAHASA INDONESIA: TINJAUAN BENTUK DAN PERAN SEMANTISNYA Nusarini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta pos-el: nusarini@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah klausa dalam dunia linguistik bukanlah hal yang baru. Namun, pemerian mengenai klausa tidak ada yang sempurna. Satu sama lain pemerian klausa saling melengkapi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia

Analisis Fungsi Sintaksis Kata Apa dan Mana dalam Bahasa Indonesia Analisis Fungsi Mana dalam Bahasa Sri Puji Astuti Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro sripujiastuti0116@gmail.com Abstract The characteristic of interrogative sentence, one of them is the presence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah preposisi selalu mendapat perhatian di dalam buku-buku tata

BAB I PENDAHULUAN. Masalah preposisi selalu mendapat perhatian di dalam buku-buku tata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah preposisi selalu mendapat perhatian di dalam buku-buku tata bahasa, baik dalam tata bahasa bahasa Indonesia (lihat Alwi dkk., 2003: 288; Chaer, 1994: 373; Lapoliwa,

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS VERBA DEADJEKTIVA DALAM BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS VERBA DEADJEKTIVA DALAM BAHASA INDONESIA PERILAKU SINTAKSIS VERBA DEADJEKTIVA DALAM BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri

Lebih terperinci

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA

NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA NOMINA DAN PENATAANNYA DALAM SISTEM TATA BAHASA INDONESIA Suhandano Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Tulisan ini membahas bagaimana nomina ditata dalam sistem tata bahasa Indonesia. Pembahasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya

Bab 1. Pendahuluan. Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setiap negara memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan negara lain. Adapun yang menjadi ciri khas tersebut antara lain adalah adat istiadat, budaya,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pengolahan data, sampai pada tahap pengambilan kesimpulan, disesuaikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah kerja yang digunakan dalam kegiatan penelitian mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data,

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSATAKA. frasa pemerlengkap. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk menghindari

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSATAKA. frasa pemerlengkap. Konsep-konsep tersebut perlu dibatasi untuk menghindari 6 BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu struktur, kalimat tanya, infleksi, frasa infleksi, komplemen, spesifier,

Lebih terperinci

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembicaraan tentang kohesi tidak akan terlepas dari masalah wacana karena kohesi memang merupakan bagian dari wacana. Wacana merupakan tataran yang paling besar dalam

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba ujaran, tipe semantis, makna, dan struktur semantis. Konsep-konsep

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan. Selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sawardi (2004:1) menjelaskan bahwa teori kebahasaan memahami refleksif berdasarkan pola kalimat umumnya (agen melakukan sesuatu terhadap pasien).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga berguna untuk membangun jaringan internasional. Seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Masalah Mempelajari bahasa selain bahasa ibu merupakan hal yang sangat penting di zaman ini. Belajar bahasa asing merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Sunda (BS)1) memiliki kedudukan dan fungsi tertentu di dalam kehidupan sosial budaya masyarakat pemakainya (periksa Kartini et al., 1982:1). Di samping

Lebih terperinci

ADJEKTIVA BAHASA INDONESIA

ADJEKTIVA BAHASA INDONESIA ADJEKTIVA BAHASA INDONESIA Oleh: Dewi Ratnasari,Dra.,M.Hum. NIP. 132 146 228 MAKALAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 ADJEKTIVA BAHASA INDONESIA Oleh : Dewi Ratnasari, M.Hum Kejelasan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VERBA PADA SURAT KABAR KOMPAS

PENGGUNAAN VERBA PADA SURAT KABAR KOMPAS PENGGUNAAN VERBA PADA SURAT KABAR KOMPAS Nusarini Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta pos-el: nusarini@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Verba berprefiks..., Indra Haryono, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifakasikan diri

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kerangka Teoretis Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses berbahasa adalah hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan manusia. Dengan berbahasa, seseorang

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemampuan Siswa sekolah dasar merupakan individu-individu yang sedang tumbuh dan berkembang dalam rangka pencapaian kepribadian yang dewasa. Pertumbuhan individu terlihat

Lebih terperinci

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. STRUKTUR KALIMAT BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN DESKRIPSI MAHASISWA PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd. FPBS UPI 1. Pendahuluan Bahasa

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D

anak manis D M sebatang rokok kretek M D M sebuah rumah mewah M D M seorang guru M D Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Kalimat ialah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering

Lebih terperinci

REDUPLIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VII B SMP N 1 TERAS BOYOLALI ARTIKEL PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

REDUPLIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VII B SMP N 1 TERAS BOYOLALI ARTIKEL PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan REDUPLIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VII B SMP N 1 TERAS BOYOLALI ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh: IDA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Analisis data pada penelitian ini meliputi : (i) perilaku argumen pada perubahan struktur klausa bahasa Indonesia, (ii) pelesapan argumen pada penggabungan klausa bahasa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya

Lebih terperinci

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd KOMPOSISI BERUNSUR ANGGOTA TUBUH DALAM NOVEL-NOVEL KARYA ANDREA HIRATA Sarah Sahidah Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan hubungan maknamakna gramatikal leksem anggota tubuh yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa

BAB I PENDAHULUAN. Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa (Ramlan, 2008:39). Tanpa kehadiran konjungsi, adakalanya

Lebih terperinci

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2

Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 Fenomena Kalimat Transformasi Tunggal Bahasa Angkola (Kajian Teori Pendeskripsian Sintaksis) Husniah Ramadhani Pulungan 1 Sumarlam 2 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Linguistik Pascasarjana UNS 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015

KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 KATA ULANG BAHASA INDONESIA PADA MAJALAH PAPIRUS EDISI JANUARI 2015 Artikel Publikasi ini diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia Oleh:

Lebih terperinci