BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 25 BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis dapat disebut dengan psychological well being yang merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal. Menurut Ryff (1989) gambaran dari karakteristik seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Roger mengenai individu yang berfungsi secara penuh (fully functioning person), pandangan Maslow mengenai aktualisasi diri (self-actualization), pandangan Jung mengenai individuasi (individuation), konsep Allport mengenai maturasi (maturation), dan konsep Erickson mengenai pencapaian individu pada integrasi dibandingkan putus asa. Bradburn (1969) menjelaskan bahwa kebahagiaan (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff (1989) menyebutkan bahwa kesejahteraan psikologis memiliki enam dimensi, yaitu penerimaan diri, memiliki hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, memiliki tujuan

2 26 hidup, serta pertumbuhan pribadi. Selain itu, setiap dimensi dari kesejahteraan psikologis menjelaskan tantangan yang berbeda yang harus dihadapi individu untuk berusaha berfungsi positif (Ryff & Keyes, 1995). Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari kesejahteraan psikologis adalah pencapaian potensi psikologis individu di mana individu mengaktualisasikan potensi dirinya dan dapat berfungsi secara penuh serta dapat menerima diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, berhubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal tanpa adanya perasaan negatif di dalam diri individu. 2. Perspektif Kesejahteraan Perspektif mengenai kesejahteraan dibagi menjadi dua macam, yaitu hedonistik dan eudaimonik (Ryan & Deci, 2008). Perspektif yang pertama adalah hedonistik yang menjelaskan kesejahteraan sebagai munculnya perasaan positif dan tidak adanya perasaan negatif (Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Perspektif yang kedua adalah eudaimonik yang menjelaskan bahwa kesejahteraan tidak terdiri dari memaksimalkan pengalaman positif dan meminimalkan pengalaman negatif (Ryan & Deci, 2001) tetapi merujuk pada hidup sepenuhnya atau memungkinkan seseorang untuk mengaktualisasikan potensi dirinya (Ryan, Huta, & Deci, 2008). Perspektif hedonistik berawal dari filsuf Yunani dan Epicurus yang mengatakan ide dasar dari tujuan hidup adalah untuk mendapatkan pengalaman menyenangkan sebanyak mungkin (berorientasi pada

3 27 kebahagiaan) (McMahon, 2006). Pendekatan hedonistik pada kesejahteraan diasosiasikan dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being) (Kahneman, Diener, & Schwarz, 1999). Kesejahteraan subjektif mempunyai dua elemen, yaitu keseimbangan afektif (Affective Balance), yang didapatkan melalui pengurangan frekuensi perasaan negatif daripada perasaan positif, dan persepsi kepuasan hidup (Perceived Life Satisfaction) yang merupakan komponen kognitif yang lebih baik dan lebih stabil (Lucas, Diener, & Suh, 1996). Meskipun keseimbangan afektif dan kepuasan hidup menyiratkan waktu yang berbeda dari kesejahteraan subjektif, seperti kepuasan hidup yang merupakan penilaian keseluruhan dari kehidupan, dan keseimbangan afektif yang membuat acuan mengenai frekuensi perasaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dari pengalaman langsung (Keyes, Shmotkin, & Ryff, 2002). hal ini dapat dipahami sebagai konsep yang berhubungan dengan perspektif hedonistik (Vazquez, 2009). Perspektif eudaimonik pada awalnya diperkenalkan dari filosofi aristoteles mengenai kebahagiaan dalam Nicomachian Ethics (Broadie & Rowe, 2002). Aristoteles mengatakan manusia hidup berdasarkan daimon, yang merupakan ide atau kriteria kesempurnaan bahwa seseorang berharap dan memberikan makna dalam kehidupannya. Semua usaha untuk kehidupan didasari oleh daimon dan dalam memenuhi serta mendapatkan potensi penuh diperkirakan akan menimbulkan keadaan optimal, yang dinamakan eudaimonia (Avia & Vazquez, 1998). Eudaimonik menetapkan bahwa kesejahteraan terletak pada performa tindakan nyata dengan nilai yang dalam

4 28 serta menyiratkan komitmen penuh dimana manusia merasa hidup dan nyata (Waterman, 1993). Ryff sebagai tokoh dalam perspektif eudaimonik yang paling penting mengajukan istilah kesejahteraan psikologis untuk membedakan dari konsep kesejahteraan subjektif yang memiliki kekhasan konsep hedonistik. Ryff mencoba untuk mengatasi batasan dan mendefinisikan kesejahteraan sebagai pengembangan potensi nyata manusia (Ryff, 1995). Kebahagian atau kesejahteraan psikologis bukan motivasi utama dari manusia melainkan hasil dari menjalani hidup dengan baik (Ryff & Keyes, 1995; Ryff & Singer, 1998). Teori self-determination juga berhubungan dengan ide eudaimonia dan realisasi diri sebagai aspek utama untuk menjelaskan kesejahteraan (Ryan & Deci, 2000). Teori ini berdasarkan salah satu premis dasar humanis, dimana kesejahteraan merupakan konsekuensi utama dari fungsi psikologis yang optimal. Teori self-determination mengatakan bahwa fungsi psikologis yang sehat menyiratkan kepuasan yang memadai tiga kebutuhan dasar psikologis, yaitu otonomi, kompetensi dan keterkaitan, dan sistem tujuan yang sama dan terarah (Ryan & Deci, 2000). Komponen pertama, pemuasan kebutuhan dasar terdiri dari mempertahankan keseimbangan hidup dimana menjamin kepuasan yang memadai di setiap area secara bebas. Komponen kedua, untuk mengembangkan kesejahteraan eudaimonik setiap manusia perlu untuk menetapkan tujuan. Contohnya, tujuan ini seharusnya bersifat intrinsik daripada ekstrinsik, terarah antara satu dengan yang lainnya, terarah

5 29 berdasarkan nilai dan ketertarikan dirinya serta kebutuhan dasar psikologisnya (Vazquez & Hervas, 2008). Kebutuhan dasar psikologis yang diajukan oleh teori self-determination hampir bertepatan dengan dimensi otonomi, penguasaan lingkungan, dan hubungan dengan orang lain dari model kesejahteraan psikologis Ryff meskipun ada perbedaan konseptual antara kedua model ini (Lent, 2003). Berdasarkan teori self-determination, pemenuhan kebutuhan dasar psikologis meningkatkan kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan psikologis (Ryan & Deci, 2001). Perspektif eudaimonik fokus pada konten dari kehidupan dan proses kehidupan yang baik, dimana perspektif hedonik fokus pada hasil yang spesifik, yaitu mendapatkan perasaan positif serta tidak hadirnya perasaan negatif dan juga perasaan menyeluruh mengenai kepuasan hidup. Dapat dikatakan kedua model ini mempunyai cara yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan (Seligman, 2002). 3. Dimensi Kesejahteraan Psikologis Ryff (1989) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis mempunyai enam dimensi, yaitu: a) Self acceptance (penerimaan diri), merupakan dimensi yang menekankan pada penerimaan terhadap diri sendiri dan masa lalu. Individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya memperlihatkan fungsi psikologis yang positif. Dimensi ini merupakan ciri-ciri utama kesehatan mental dan juga karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik dapat ditandai dengan

6 30 kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalaninya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersipak positif terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik positif maupun negatif, dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu. Demikian sebaliknya, seseorang yang memiliki tingkat penerimaan diri yang kurang baik akan memunculkan perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dengan pengalaman masa lalu, dan mempunyai pengharapan untuk tidak menjadi dirinya saat ini. b) Positive relation with others (berhubungan positif dengan orang lain), merupakan dimensi yang menekankan pada pentingnya kehangatan, hubungan saling percaya, dan bersahabat dengan orang lain. Dimensi ini berulang kali ditekankan sebagai dimensi yang penting dalam konsep kesejahteraan psikologis karena pentingnya menjalin hubungan saling percaya dan hangat dengan orang lain. Dimensi ini juga menekankan pada kemampuan untuk mencintai orang lain. Individu yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini ditandai dengan hubungan yang hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga mempunyai rasa empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai yang rendah pada dimensi ini mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain dan sulit untuk bersikap hangat dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain.

7 31 c) Autonomy (otonomi), merupakan dimensi yang menekankan pada kemandirian, kemampuan untuk mengatur diri sendiri, melakukan evaluasi dari dalam diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi pada dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Sebaliknya, individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi ini akan memperhatikan harapan dan evaluasi dari orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung konformis. d) Enviromental mastery (penguasaan lingkungan), merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan diri sendiri dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai kemampuan dalam menghadapi kejadian di luar dirinya. Hal ini yang dimaksud dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi yang dianut dan mampu untuk mengembangkan diri sendiri secara kreatif melalui aktifitas fisik maupun mental. Sebaliknya seseorang yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk mengatur kehidupan sehari-hari dan kurang control terhadap lingkungan di luar dirinya. e) Purpose in life (tujuan hidup), merupakan keyakinan bahwa individu memiliki tujuan hidup dan makna dalam hidupnya. Adanya tujuan yang

8 32 ingin dicapai serta mengetahui arah yang ingin dituju juga merupakan ciri-ciri dari tujuan hidup. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai rasa keterarahan dalam hidup, memiliki perasaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalu mempunyai keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan memiliki target yang ingin dicapai dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyai kepercayaan yang dapat membuat hidup lebih berarti. f) Personal growth (pertumbuhan pribadi), merupakan kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dan terus berkembang secara positif sehingga menjadi individu yang berfungsi secara penuh. Dimensi ini dibutuhkan oleh seseorang agar dapat berfungsi optimal secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagai sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya, dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, seseorang yang memiliki nilai yang rendah dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru dan mempunyai

9 33 perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan dan tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalaninya. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Ip (2008) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan di tempat kerja yaitu : a) Karakteristik pekerjaan (Job characteristic) : design dan struktur pekerjaan secara signifikan dapan mempengaruhi kesejahteraan karyawan di tempat kerja. Design pekerjaan yang baik dapat memberikan karyawan tiga keuntungan, yaitu pengalaman yang bermakna pada pekerjaannya, pengalaman bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaan, dan pengetahuan terhadap hasil kerja. b) Peran pekerjaan (Job roles): peran pekerjaan menentukan batas tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan dalam proses produksi dan sebagai dasar pertanggungjawaban karyawan atas kinerjanya. Peran pekerjaan yang jelas memungkinkan karyawan untuk lebih memahami tanggung jawab mereka dan tugas-tugas yang diminta kepada mereka. Peran yang tidak jelas sering memicu konflik peran, ketegangan kerja, dan ketidakharmonisan sehingga mempengaruhi kinerja dan kesejahteraan karyawan. Pertimbangan yang lebih besar dalam memberikan peran pekerjaan berkorelasi dengan identitas dan sikap kerja yang lebih baik.

10 34 c) Keadilan organisasi (Organizational Justice): karyawan di dalam organisasi memperhatikan mengenai keadilan. Mereka memperhatikan hasil dari keadilan dan prosedur yang dilakukan oleh organisasi dalam memberikan keadilan. Persepsi karyawan bahwa mereka diperlakukan dengan adil akan mempengaruhi bagaimana mereka bereaksi terhadap perlakuan dan keputusan organisasi. Hasil dari keadilan mengacu pada kewajaran hasil masukan dari pekerjaan mereka dibanding dengan hasil pekerjaan karyawan lain. Dengan demikian, hasil dari keadilan merupakan semacam keadilan distributif. Prosedur dalam memberikan keadilan fokus pada keadilan dalam proses pengambilan keputusan atau prosedur manajerial lainnya. Hasil dan prosedur dalam memberikan keadilan yang positif mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan. Persepsi mengenai hasil dari ketidakadilan akan menurunkan kepuasan terhadap gaji dan akan merugikan kepuasan kerja karyawan. d) Kesesuaian karyawan dengan pekerjaannya (Person-organization fit): tingkat kesesuaian antara karakter karyawan dan karakter dari organisasi. Ciri-ciri kepribadian, sikap, keyakinan, nilai-nilai, preferensi, dan kepentingan karyawan berada di satu sisi serta tujuan, norma, budaya dan tradisi, iklim organisasi berada di sisi lainnya. Ketika karakter kedua belah pihak sesuai, maka kesesuaian akan terjadi. Kesesuaian akan menghasilkan hubungan kerja yang lebih harmonis dan perilaku yang menghasilkan hasil yang positif. Kesesuaian nilai dan tujuan mewakili dua hal yang penting untuk mencapai keberhasilan organisasi dan

11 35 kesejahteraan karyawan. Kesesuaian nilai antara karyawan dan organisasi merupakan hal penting karena nilai-nilai organisasi berada pada inti dari budaya organisasi yang mempengaruhi nilai karyawan. e) Konflik pekerjaan keluarga (Work family conflict): tempat kerja yang memiliki tingkat stres yang tinggi merupakan salah satu sumber penting dari stres yang terjadi dari ketegangan yang tercipta antara tuntutan pekerjaan dan anggota keluarga. Konflik pekerjaan keluarga mengacu pada konflik antara tanggung jawab peran di tempat kerja dan anggota keluarga. Akibat dari konflik ini, tingkat kepuasan kerja dan kehidupan karyawan menurun. Konflik ini juga bertanggung jawab terhadap perilaku absen, keterlambatan, dan turnover. f) Perilaku kewargaan organisasi (Organization citizenship behavior) : perilaku karyawan yang memberikan keuntungan di dalam organisasi yang berkontribusi terhadap keberhasilan organisasi dengan menciptakan hubungan saling mendukung dan kooperatif, kepercayaan, dan keterlibatan aktif di tempat kerja. Perilaku ini mencakup perilaku saling membantu, pengambilan peran lebih di antara karyawan. B. Persepsi Dukungan Organisasi 1. Definisi Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi didasari oleh alasan bahwa karyawan mengembangkan keyakinan mengenai seberapa besar penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya (Eisenberger,

12 36 Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986). Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002) persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Selanjutnya, Erdogan dan Enders (2007) mengatakan persepsi dukungan organisasi merujuk pada keyakinan karyawan mengenai kepedulian organisasi terhadap karyawan, menghargai usaha yang dilakukan karyawan, dan menyediakan pertolongan serta dukungan kepada karyawan. Persepsi dukungan organisasi dipengaruhi oleh perlakuan organisasi kepada karyawan dan hal ini dapat mempengaruhi interpretasi mereka mengenai motivasi organisasi (Tansky & Cohen, 2001). Persepsi dukungan organisasi akan mempengaruhi ekspektasi karyawan terhadap organisasi pada berbagai situasi, seperti ketelitian dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan, mengekspresikan perasaan, komitmen terhadap organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, Sowa, 1986). Rhoades dan Eisenberger (2002) menemukan bahwa persepsi dukungan organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keamanan kerja, ambiguitas peran, suasana ditempat kerja, dan tekanan psikologis secara umum.

13 37 Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian dari persepsi dukungan organisasi adalah persepsi karyawan mengenai seberapa besar penghargaan, kepedulian, dan perlakuan organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya yang akan mempengaruhi interpretasi karyawan terhadap organisasi. 2. Aspek - Aspek Persepsi Dukungan Organisasi Menurut Rhoades dan Eisenberger (2002), ada tiga aspek persepsi dukungan organisasi, yaitu : a) Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan (Organizational reward and working condition): penghargaan dan kondisi pekerjaan yang menyenangkan memiliki hubungan yang positif dengan persepsi dukungan organisasi, seperti mengizinkan karyawan untuk mengembangkan kemampuannya, otonomi mengenai bagaimana pekerjaan dilakukan, dan pengakuan dari atasan. Bentuk penghargaan organisasi yang diterima oleh karyawan dari organisasi dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, promosi, pelatihan/pengembangan diri. Salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap karyawannya adalah kondisi kerja yang nyaman dan aman bagi karyawan. b) Dukungan yang diterima dari atasan (support received from supervisor): merupakan keyakinan karyawan bahwa atasan peduli terhadap karyawannya dan menghargai kontribusi mereka. Atasan sebagai wakil organisasi bertanggung jawab dan secara berkelanjutan mengevaluasi kinerja karyawan serta mengkomunikasikan tujuan dari organisasi kepada

14 38 karyawan, sehingga menyebabkan karyawan melihat perlakuan dari atasan mereka sebagai bentuk dukungan organisasi. c) Keadilan prosedural (procedural justice): melibatkan kebijakan organisasi formal yang adil dan prosedur dalam mendistribusikan sumber daya yang ada dalam organisasi. Terjadinya keadilan dalam membuat keputusan mengenai distribusi sumber daya akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap dukungan organisasi yang dirasakan karyawan yang diperlihatkan dengan adanya perhatian pada kesejahteraan karyawan. Terdapat dua aspek keadilan prosedural, yaitu Keadilan struktural dan prosedural yang menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan pendistribusian sumber daya manusia diantara karyawan, keadilan yang berkaitan dengan aturan-aturan formal dan kebijakan bagi karyawan, serta keadilan dalam penerimaan informasi yang akurat. Kemudian, Keadilan sosial yang dapat disebut juga keadilan interaksional, karena hal ini berkaitan dengan cara organisasi memperlakukan karyawan dengan hormat dan bermartabat. 3. Manfaat Dukungan Organisasi Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002), berdasarkan norma timbal balik, dukungan organisasi memiliki beberapa manfaat, yaitu: a) Dukungan organisasi akan menghasilkan kewajiban untuk peduli terhadap kesejahteraan organisasi pada karyawan dan membuat karyawan bekerja lebih keras untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya.

15 39 b) Kepedulian, persetujuan, dan penghormatan yang dinyatakan sebagai dukungan organisasi akan memenuhi kebutuhan sosioemosional karyawan dan menyebabkan karyawan menggabungkan keanggotaannya ke dalam organisasi serta menjadikan status peran mereka di dalam organisasi menjadi identitas sosial mereka. c) Dukungan organisasi akan memperkuat keyakinan bahwa pengakuan organisasi dan penghargaan dari organisasi terhadap usaha dan loyalitas karyawan akan meningkatkan performa (contohnya, performa akan menghasilkan ekspektasi terhadap penghargaan). C. Perawat Sebagai pekerja, perawat merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di rumah sakit atau klinik karena jumlah waktu dan intensitas memberikan pelayanan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan profesi medis lainnya. Menurut Elis & Hartley (1980) perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan lanjut usia. Sebagian besar perawat adalah pegawai rumah sakit, perawat merupakan tenaga kesehatan yang dominan di rumah sakit baik dari segi jumlah maupun keberedaannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, perawat mempunyai hubungan langsung dengan pasien (Praptiningsih, 2006). Kalangan Profesi keperawatan telah menetapkan lingkup tugas keperawatan yaitu dengan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan.

16 40 Sedangkan yang menyangkut tindakan keperawatan meliputi intervensi keperawatan, observasi serta konseling kesehatan. Hal inilah yang menjadi kewenangan profesional yang melekat dalam diri perawat (Yahmono, 2000). D. Dinamika Persepsi Dukungan Organisasi Dan Kesejahteraan Psikologis Ryff (1995) mengatakan kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus tumbuh secara personal. Selanjutnya, Sirgy, Reilly, Wu, dan Efraty (2008) menjelaskan bahwa lingkungan kerja menjadi tempat pertemuan sosial untuk berbincang, bertukar pikiran, bertemu dan bertukar pengalaman dengan rekan-rekan kerja. Hal ini tentu saja menjelaskan bahwa karyawan tidak lepas dari keadaan sosial atau hubungan interpersonal yang dapat mempengaruhi performanya dalam bekerja. Lingkungan kerja yang sehat akan memunculkan perasan positif pada karyawan sehingga karyawan akan lebih bahagia dan produktif (Harter, Schmidt, & Keyes, 2002). Hasil penelitian Ryff & Keyes (1995) memperlihatkan pengalaman kerja yang positif mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Rhoades dan Eisenberger (2002) juga menjelaskan penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan merupakan aspek yang mempengaruhi pengalaman kerja. Keyakinan karyawan mengenai penghargaan dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya mempengaruhi persepsi dukungan organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986).

17 41 Perilaku mendukung dari organisasi menyebabkan karyawan menyimpulkan bahwa organisasi bangga dengan prestasi mereka dan percaya kepada mereka untuk melakukan tugasnya dengan baik sehingga meningkatkan perasaan kompetensi dan bernilai pada karyawan (Eisenberger, Armeli, Rexwinkel, Lynch, & Rhoades, 2001). Pengalaman kerja yang memberikan makna terhadap kehidupan individu berkontribusi terhadap kesejahteraan karyawan dengan memenuhi berbagai kebutuhan mereka (McGregor & Little, 1998). Persepsi terhadap dukungan mendorong emosi positif karyawan dan berhubungan dengan kesejahteraan psikologis mereka (Ryff & Singer, 1998). Karyawan yang merasa didukung oleh organisasi berhubungan positif dengan kepuasan hidup yang lebih besar (Richardsen, Burke, & Mikkelsen, 1999). Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis karyawan dapat ditingkatkan dengan atasan yang efektif. Atasan yang bertindak efektif akan menghasilkan kepercayaan dan emosi positif pada karyawannya, dengan memberikan otonomi yang besar dalam melakukan pekerjaannya serta memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kualitas (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Perilaku atasan yang mendukung meningkatkan kesejahteraan karyawan dan membantu melindungi karyawan dari ketegangan, depresi, kelelahan emosional, dan gangguan kesehatan (Greller, Parsons, & Mitchell, 1992). Dukungan atasan dan kebijakan yang berhubungan dengan keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan meningkatkan kontrol kerja dan personal yang dirasakan karyawan serta mengurangi depresi (Thomas & Ganster, 1995). Dukungan dari atasan berhubungan positif dengan

18 42 kesejahteraan psikologis melalui makna pekerjaan, peran yang jelas, serta kesempatan untuk mengembangkan diri (Nielsen, Randall, Yarker, & Brenner, 2008). Teori self-determination telah memperlihatkan bahwa otonomi meningkatkan peran penting lingkungan dalam memberikan kontribusi bagi kesejahteraan psikologis, harga diri, kepuasan hidup, dan inisiatif karyawan (O Connor & Vallerand, 1994). Sejauh mana karyawan merasa bahwa mereka memiliki otonomi dan kontrol dalam melakukan pekerjaannya secara signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja, prestasi pribadi, kinerja, ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan intensi turnover (Greenberger, Strasser, Cummings, & Dunham, 1989a). Bond, Flaxman, & Bunce (2008) menemukan bahwa otonomi kerja efektif dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan terutama bagi karyawan yang memiliki fleksibilitas psikologis. Sumber daya pekerjaan seperti otonomi, pemanfaatan keterampilan, pengembangan professional, dan dukungan sosial terbukti berhubungan dengan kesejahteraan individu, seperti keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan kesehatan (Halbesleben, 2010). Jika karyawan merasa bahwa mereka sedang diperlakukan dengan adil, mereka lebih cenderung untuk mengembangkan perilaku dan sikap positif terhadap pekerjaan mereka. misalnya, keadilan distributif merupakan faktor pendukung kepuasan kerja atau kesejahteraan di tempat kerja (McFarlin & Rice, 1992). Dukungan emosi memiliki pengaruh paling kuat terhadap kesejahteraan psikologis dan emosi individu (Bolger, Zuckerman, & Kessler,

19 ). Persepsi dukungan organisasi efektif untuk memenuhi kebutuhan emosional akan persetujuan, penghargaan, dan rasa keterikatan, serta memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan karyawan dan juga mengurangi kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa, 1986). E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara persepsi dukungan organisasi dengan kesejahteraan psikologis dikalangan perawat.

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan

Bab I. Pendahuluan. pengelolaan yang baik pula organisasi akan mendapatkan karyawan-karyawan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam melakukan kegiatan bisnis, karyawan merupakan suatu aset yang penting bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik akan berujung pada keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi dengan kesejahteraan psikologis karyawan. Peran organisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang keberhasilan sebuah organisasi adalah keberadaan dan kontribusi karyawan. Produktifitas dan kinerja karyawan yang tinggi akan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi Dukungan Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Persepsi Dukungan Organisasi Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana

Lebih terperinci

tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya.

tujuan organisasi sebagai satu kesatuan yang akan dicapainya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Komitmen karyawan pada organisasi merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja. Menurut Chow& Holden (1997), tidak adanya

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat mempertahankan karyawannya yang bertalenta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja ( job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi telah membawa manusia pada era yang ditandai oleh perubahan lingkungan yang drastis dan cepat. Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB II RERANGKA TEORITIS

BAB II RERANGKA TEORITIS BAB II RERANGKA TEORITIS 2.1. Konsep Dasar 2.1.1. Keterlibatan Kerja Konsep keterlibatan kerja pertama kali diperkenalkan oleh Lodahl dan Kejner (1965). Mereka menghubungkan keterlibatan kerja pada identifikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah maupun swasta saling bersaing, dengan persaingan yang berfokus pada kepuasan konsumen dituntut

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional

BAB II KAJIAN TEORI. A. Keterlibatan Kerja. 1. Pengertian Keterlibatan Kerja. Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional 15 BAB II KAJIAN TEORI A. Keterlibatan Kerja 1. Pengertian Keterlibatan Kerja Keterlibatan kerja adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) Ros Mayasari Abstrak: Psikologi menjelaskan kebahagiaan dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu tercapainya kepuasaan hidup

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological well-being. Alasan menggunakan teori tersebut dalam penelitian ini adalah berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil evaluasi seseorang terhadap hidupnya baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psychological Well-Being 2.1.1 Definisi Carol D. Ryff (dalam Keyes, 1995), yang merupakan penggagas teori Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja

BAB 1 PENDAHULUAN. modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dengan kata lain manusia adalah unsur kerja yang terpenting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB 3. Metodologi Penelitian

BAB 3. Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karakteristik atau fenomena yang dapat berbeda di antara organisme, situasi, atau lingkungan (Christensen, 2001). 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesejahteraan Psikologis 2.1.1 Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryan dan Deci (2001), mengemukakan dua perspektif mengenai kesejahteraan. Pendekatan hedonik, yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. WORK-LIFE BALANCE 1. Definisi Work-Life Balance Marks and MacDermid (1996) menjelaskan work-life balance sebagai kecenderungan individu untuk sungguh-sungguh terikat dalam menampilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebahagiaan. Diener (2008) menggunakan istilah Subjective Well Beingsebagai pengganti kata kebahagian.subjective Well Being merupakan cara seseorang untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S, (2002). Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S, (2002). Prosedur penelitian, suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 78 DAFTAR PUSTAKA Andriani, R. (2004). Pengaruh Persepsi Mengenai Kondisi Lingkungan Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Tingkat Burnout pada Perawat IRD RSUD dr.soetomo Surabaya. Insan. 6(1). Surabaya:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam era globalisasi yang sudah sangat canggih dengan berbagai teknologi dan ilmu pengetahuan, menuntut suatu organisasi atau perusahaan untuk senantiasa melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.A. Komitmen Organisasi II.A.1. Definisi Komitmen Organisasi Streers dan Porter (1991) mengemukakan bahwa komitmen merupakan suatu keadaan individu dimana individu menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 11 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen organisasional. Priansa (2014) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Menurut Suryabrata dalam Sugiyono (2013:54) peneliti tidak akan dapat melakukakan penelitian yang signifikan tanpa memahami pustaka/teori

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori pertukaran sosial menurut Staley dan Magner (2003) menyatakan bahwa dalam hubungan pertukaran sosial, sifat mendasar yang

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk A. SEMANGAT KERJA 1. Pengertian Semangat Kerja Davis (2000) mengemukakan semangat kerja merupakan suasana kerja yang positif yang terdapat dalam suatu perusahaan dan terungkap dalam sikap individu maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN AFEKTIF 1. Pengertian Komitmen Afektif Sheldon (dalam Meyer & Allen, 1997) mendefinisikan komitmen afektif sebagai suatu attitude atau orientasi terhadap organisasi dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena itu pencarian makna kebahagiaan yang sesungguhnya kemudian menjadi topik yang menarik untuk dikaji

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi. keanggotaan dalam organisasi (Mowday, Porter & Steers, 1982).

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi. keanggotaan dalam organisasi (Mowday, Porter & Steers, 1982). BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN PADA ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi Menurut Mowday, Porter & Steers (1982) komitmen karyawan pada organisasi merupakan keterikatan afektif

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan era globalisasi, perubahan dan kemajuan di berbagai bidang pada masa sekarang ini memberikan dampak pada setiap organisasi maupun perusahaan

Lebih terperinci

World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness. Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global

World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness. Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global 1 World Economic Forum (WEF) menyusun The Global Competitiveness Report 2014/2015 dan menempatkan daya saing Indonesia (Global Competitiveness Index-GCI) berada pada peringkat ke-34 dunia. Global Competitiveness

Lebih terperinci