BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu pasti menginginkan kehidupan yang bahagia, oleh karena itu pencarian makna kebahagiaan yang sesungguhnya kemudian menjadi topik yang menarik untuk dikaji lebih jauh. Sebab, hal ini bermanfaat untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia ke depannya. Froh (2004) mengungkapkan bahwa pada mulanya penelitian mengenai topik yang berhubungan dengan kebahagiaan dalam dunia psikologi hanya berfokus pada hal- hal yang menyangkut kesejahteraan seseorang yang bersifat individual, tentang hal- hal yang dapat membuat orang tidak bahagia dan mengapa mereka tidak bahagia. Dengan semakin berkembangnya aliran psikologi positif yang diprakarsai oleh Seligman, penelitian dewasa ini cenderung berfokus pada halhal yang lebih mengandung optimisme. Jadi, penelitian- penelitian yang dilakukan menjadi lebih banyak membahas tentang cara seseorang untuk dapat mencapai kebahagiaan dan mengkaji lebih dalam tentang makna hidup. Seligman & Csikszentmihalyi (2000) menjelaskan bahwa psikologi positif ialah studi ilmiah yang mempelajari fungsi positif manusia (positive human functioning) yang berkembang dalam berbagai macam tingkat dan meliputi berbagai macam dimensi seperti biologis, personal, relasi, institusi, budaya, dan global dalam kehidupan manusia. Prinsip utamanya adalah menekankan pada perlunya tiap individu untuk berfokus pada kekuatan dan kebaikan dari dalam diri mereka. Artinya, manusia yang mampu mengembangkan fungsinya secara positif cenderung lebih berpotensi untuk mengalami kebahagiaan dalam hidup. 1

2 2 Beberapa penelitian psikologi positif yang meneliti tentang well-being menjabarkan well-being tidak hanya sebagai kebahagiaan, tapi juga kepuasan hidup. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan McGregor & Little (1998) yang menjelaskan bahwa kebahagiaan berhubungan dengan well-being (kesejahteraan) yang mengarah pada kepuasan hidup, perasaan positif, dan terbebas dari perasaan-perasaan negatif. Jadi, psikologi positif bukan mengajarkan cara untuk mencapai kebahagiaan dengan mencari dan memperbaiki apa yang salah pada diri manusia, namun lebih cenderung mencoba mencari sisi positif dari setiap kejadian dan menjadikannya sebagai hal baik yang memiliki makna tertentu di baliknya sehingga patut disyukuri. Seiring berjalannya waktu, psikologi positif semakin berkembang dan dapat membantu untuk mengembangkan pilihan sikap hidup individu agar dapat mengambil hal- hal positif dari setiap kejadian yang terjadi di dalam kehidupannya. Dengan demikian, individu tersebut selalu dapat mengambil pelajaran dan menyaring makna dari setiap kejadian yang telah dijalaninya dan menciptakan kebahagiaan serta rasa syukur atas apa yang telah terjadi di dalam kehidupannya. Kebahagiaan yang tercipta di dalam kehidupan seseorang akan dapat menggambarkan kesejahteraan yang dirasakannya. Telah banyak definisi kesejahteraan atau well-being yang diungkapkan para ahli. Salah satunya yaitu Diener (2000) yang menjelaskan well-being sebagai perasaan yang berkaitan erat dengan kesejahteraan, termasuk di dalamnya kebahagiaan, harga diri, dan kepuasan dalam hidup. Oleh sebab itu, selama beberapa dekade ini, para ahli berusaha untuk merumuskan arti dan konsep well-being. Terdapat dua jenis well-being, yaitu subjective well-being (SWB) dan psychological well-being (PWB). Subjective well-being merupakan

3 3 kesejahteraan subyektif yaitu kebahagiaan yang bergantung pada masingmasing individu yang terdiri dari afek positif, rasa puas terhadap kehidupan, dan rendahnya afek negatif. Psychological well-being terdiri dari personal growth, purpose in life, self-acceptance, dan lain sebagainya (Keyes, Shmotkin, & Ryff, 2002). Psychological well-being (kesejahteraan psikologis) merupakan salah satu jenis well-being (Wood, Joseph, & Maltby, 2009). Kesejahteraan psikologis lebih berfokus pada kebergunaan bagi sesama. Para sosiolog juga menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis memiliki kaitan yang sangat erat dengan kepuasan hidup seseorang yang menjadi kunci bagi kebahagiaan seseorang (Ryff & Keyes, 1995). Dapat diartikan bahwa dengan berguna bagi orang lain, maka kehidupan satu individu akan lebih bermakna dan menjadikan kehidupannya lebih bahagia. Rasa bahagia yang timbul karena merasa telah membantu sesama akan menimbulkan efek positif bagi kehidupannya. Kesejahteraan merupakan suatu topik bahasan yang luas. Bahkan masalah kesejahteraan warga negara pun menjadi poin yang telah diatur oleh Undang- Undang. Dalam upaya pencapaian kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pemerintah sebagai penyelenggara suatu negara memiliki kewajiban untuk memenuhi hak dasar dengan cara memberikan pelayanan sosial. Undang- undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 (1) telah mengamanatkan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Hal ini didukung dengan adanya Undang- undang nomor 18 tahun 2014 yang mengatur secara lebih mendetail tentang pelaksanaan perlindungan sosial bagi seluruh warga negara Indonesia. Bagi fakir miskin serta anak terlantar seperti yang dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik

4 4 Indonesia Tahun 1945, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar warga negara yang tergolong miskin dan tidak mampu. Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melindungi warga negara yang memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pemerintah melalui Dinas Sosial membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bertugas sebagai kepanjangan tangan dari Dinas Sosial yang melakukan pelayanan di bidang sosial secara umum. Namun, pada kenyataannya ketersediaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada di Yogyakarta belum mampu untuk menampung seluruh kebutuhan perlindungan sosial di masyarakat. UPT yang ada di Yogyakarta selalu penuh sehingga pelayanannya terhadap masyarakat pun menjadi kurang optimal. Di balik permasalahan tersebut, muncul panti- panti sosial swasta yang turut serta membantu penanganan perlindungan secara sosial. Panti- panti tersebut memiliki sistem masing- masing dalam membangun dan menghidupi pantinya. Dari panti- panti di Yogyakarta tersebut, ada satu panti yang berbeda dari panti- panti yang lain. Panti Sosial Hafara yang dibentuk pada tahun 2005 oleh Chabib Wibowo kemudian hadir menjadi salah satu panti sosial mandiri yang aktif memberikan upaya pelayanan secara sosial. Pada mulanya Panti Hafara merupakan suatu wadah sosial yang hanya mampu menampung sejumlah kelayan yang ditemukan oleh Chabib Wibowo di sekitarnya. Para kelayan tersebut kemudian ditampung di kediamannya dan dianggap sebagai keluarga. Selanjutnya,

5 5 diupayakan pula kesembuhan dan pemberdayaannya agar mereka kemudian dapat hidup secara mandiri dan memperoleh kesejahteraannya. Di balik keterbatasannya, semakin lama Hafara justru menjelma menjadi panti sosial yang semakin besar dan dapat menampung puluhan kelayan. Keunikan Panti Hafara justru terlihat saat panti ini menjadi panti sosial yang dapat diandalkan dalam memberikan pertolongan bagi masyarakat yang membutuhkan di saat UPT yang dibentuk pemerintah untuk menghadirkan perlindungan sosial dari negara justru sudah tidak mampu untuk melayani masyarakat secara maksimal karena berbagai macam keterbatasan yang dihadapi. Panti Hafara yang sumber keuangannya tidak se-rutin UPT justru lebih dapat diandalkan pada saat masyarakat membutuhkan bantuan dan perlindungan sosial. Walaupun berdiri sebagai panti swasta, Panti Sosial Hafara tetap bersinergi dengan Dinas Sosial dan mendapatkan bantuan dana pada programprogram tertentu dari Dinas Sosial Provinsi. Berbeda dengan UPT yang telah mendapat anggaran dana dari pemerintah secara rutin dan sistematis, Panti Hafara justru harus berjuang mencari sumber dana bagi keberlangsungan kegiatan panti secara mandiri. Sumber dana yang tidak pasti dan jumlah yang tidak tentu yang berhasil dikumpulkan per-bulannya berbanding terbalik dengan pengeluaran bulanan yang sudah hampir bisa dipastikan jumlahnya setiap bulan. Bahkan terkadang ada pengeluaran- pengeluaran yang tidak terduga yang membutuhkan pendanaan lebih besar dari biasanya. Dari hasil pre-eliminary study yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 18 Februari 2017, didapatkan informasi mengenai subsidi dari pemerintah yang dijelaskan secara langsung oleh salah satu pengelola Panti Sosial Hafara dengan inisial Ds dalam kutipan berikut:

6 6 Adanya subsidi tahunan. Turunnya akhir tahun. Padahal kan kita hidup dari awal tahun. Biasanya akhir tahun kita mengajukan, misalnya akhir 2015 diminta mengajukan. Biasanya turunnya bulan Oktober tahun berikutnya, yaitu Oktober Karena kami swasta kami harus tetap berjalan. Makanya ada usaha lele, batako, dan lainnya. Saat diminta untuk menjelaskan lebih detail mengenai dana yang diterima dari pemerintah melalui program- program yang diadakan oleh Dinas Sosial, Ds menjelaskan: Setiap tahun kami diminta untuk mengajukan proposal dana untuk anakanak. Jadi untuk pendidikan anak. Untuk makan dulu sempat ada, tapi sekarang tidak ada. Mungkin pergantian menteri atau apa, jadi programnya tiap tahun berbeda. Jadi kami harus menyesuaikan program dari pemerintah. Sebenarnya Rp ,-, tetapi untuk operasional kegiatan orangtua, kegiatan anak, dan yang benar- benar kita terjunkan ke anak hanya Rp ,-. Menurut petunjuk pelaksanaannya itu untuk sekolah bisa, untuk pembuatan identitas mereka bisa. Misalnya pembuatan KK, akte, terutama tahun ini pembuatan identitas anak itu akte, karena sekolah sudah mengharuskan anak- anak punya akte. Dengan kebutuhan dan kegiatan yang serupa UPT yang mendapatkan pembiayaan penuh, Panti Hafara harus berjuang keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Total terdapat 40 orang yang membantu berjalannya kegiatan Panti Sosial Hafara. Beberapa dari 40 orang tersebut bekerja secara sukarela. Sukarela yang dimaksud adalah mereka tidak mendapatkan gaji tetap sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) selama melaksanakan pekerjaan di dalam Panti Hafara ini. Ds menjelaskan: Kita tidak ada gaji Mbak, kecuali petugas profesional ya. Kita modelnya transport. Jadi kalau ada agenda keluar, ada tukar uang bensin. Tapi sisanya sukarela. Setiap sukarelawan sudah ada koordinatornya. Ada tiga shift sukarelawan di sini, pagi-siang-malam. Dan itu disesuaikan jadwal utamanya. Di luar panti mereka aktif di pekerjaan masing- masing tapi masih membantu di sini. Akhir tahun 2015 kami buka lowongan relawan, dan banyak yang tertarik untuk membantu di sini.

7 7 Dari sukarelawan tersebut, terdapat tiga pengelola yang mengabdikan dirinya lebih dari lima tahun, bahkan sepuluh tahun. Dalam kurun waktu tersebut, para sukarelawan tidak mendapatkan gaji sesuai UMR. Ketiadaan gaji bagi para pengelolanya menjadi ciri khusus dari Panti Hafara ini. Ciri khusus tersebut membuat Panti Sosial Hafara menjadi nampak begitu unik di balik kehidupan sekarang ini yang bersifat materialistis. Apa yang dilakukan oleh para pengelola di Komunitas Panti Sosial Hafara lakukan secara khusus dapat dipahami sebagai pencapaian kesejahteraan psikologis suatu individu, sebab tidak ada keuntungan riil yang mereka dapatkan dalam pelayanan di Hafara. Dalam penelitiannya, Dunn, Halonen, & Smith (2008) menjabarkan bahwa pada dasarnya satu individu justru akan lebih bahagia di saat menghabiskan uang untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, justru para sukarelawan bersedia melakukan berbagai hal dalam memenuhi tugasnya di Panti Sosial Hafara tanpa gaji. Bekerja setiap hari secara profesional tanpa gaji yang sesuai standar, tapi justru merasakan kebahagiaan dari hal tersebut dan tetap bertahan selama ini. Fenomena yang sungguh unik, langka, serta menarik untuk digali lebih dalam. Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli psikologi untuk menjabarkan apa itu yang dimaksud dengan kesejahteraan psikologis. Pada mulanya para ahli psikologi sosial mempelajari mengenai faktor- faktor yang berperan dalam mempengaruhi pendapat maupun pertimbangan satu individu mengenai kesejahteraan, misalnya penilaian tentang status mood pada suatu waktu atau pendapat serta penilaian satu individu mengenai kesejahteraan yang mungkin dapat didasarkan pada frekuensi dan intensitas dari perasaan positif yang dialaminya. Bidang- bidang psikologi lainnya seperti bidang psikologi perkembangan, psikologi klinis, dan bidang kesehatan mental pun turut serta

8 8 memberikan gambaran perspektif- perspektif lain dalam usahanya untuk lebih memahami makna kesejahteraan (Ryff, 1995). National Wellness Institute (Hermon & Hazler, 1999) mengungkapkan kesejahteraan sebagai suatu proses aktif dan berkelanjutan yang dapat terwujud dalam usaha satu individu untuk menyadari area di dalam kehidupannya, mengenali area kehidupannya, dan mampu membuat suatu pilihan yang membuatnya bisa mencapai kesejahteraan yang lebih baik lagi. Pada dasarnya, tujuan dari kesejahteraan adalah untuk memaksimalkan kesehatan individu dan menciptakan kebiasaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan individu tersebut di sepanjang rentang kehidupannya. Diener, Suh, & Oishi (1997) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis dikonsepkan secara bervariasi berdasarkan budaya dan era yang beragam. Kesejahteraan manusia di setiap budaya di belahan dunia akan menampakkan perbedaan yang bisa jadi berseberangan. Makna kesejahteraan di dunia Barat akan berbeda dengan makna kesejahteraan di dunia Timur. Begitu pula dengan makna kesejahteraan di masa dulu dan di masa sekarang yang tentu saja akan menunjukkan perbedaan seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan manusia yang semakin beragam. Suryomentaram (Prihartanti, 2004) mengungkapkan bahwa titik sentral dalam kesejahteraan psikologis terletak pada makna atau sikap tatag atau tabah, yang berarti selalu berani, tidak memiliki rasa takut atau khawatir yang berlebihan, bersedia menerima kenyataan apapun wujudnya (menerima kenyataan dengan apa adanya). Sikap bersedia menerima sesuatu apa adanya berarti akan memunculkan sikap tatag atau tabah sehingga akan muncul perasaan yang membuat individu akan merasa bahagia. Dengan tidak bersedia

9 9 menerima maka akan muncul rasa tidak tatag dan individu akan merasa sengsara. Rasa bahagia dapat diartikan sebagai sikap menerima dengan senang hati walaupun kenyataan yang dijalani itu pahit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu tidak berada di luar diri, akan tetapi berasal dari dalam diri kita sendiri dengan memunculkan sikap tatag atau tabah dari dalam diri. Sikap tatag ini akan dimiliki oleh individu yang mampu berfikir reflektif dalam mawas diri. Menurut Ryff & Keyes (1995), kesejahteraan psikologis merupakan evaluasi positif pada diri seseorang di masa yang lalu, mengalami pertumbuhan secara terus menerus menjadi satu pribadi yang sesuai tujuannya. Individu tersebut juga percaya bahwa sebuah kehidupan memiliki tujuan yang bermakna, memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk mengatur kehidupannya dengan efektif, dan memiliki perasaan tentang eksistensi dirinya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi dimana satu individu memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, memiliki kemampuan untuk mengatur lingkungan sekitarnya, memiliki hubungan yang berkualitas dengan orang lain, memiliki tujuan hidup sehingga memiliki kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri, serta dapat mengembangkan potensi diri yang dimilikinya. Istilah kesejahteraan psikologis tidak dapat lepas dari bahasan mengenai kualitas hidup, kepuasan hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan baik secara fisik maupun psikologis. Kepuasan hidup merupakan kepuasan terhadap kehidupan yang dijalaninya secara menyeluruh dan bersifat subyektif dan tergantung pada bagaimana individu itu memandang hidupnya sendiri (Bee, 2006). Kualitas hidup pengelola Panti Hafara dapat terlihat dari keberhasilan

10 10 mereka untuk berusaha memberikan kehidupan yang lebih berkualitas bagi manusia lain. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan individu lain didasari oleh pandangannya terhadap kehidupan yang dijalani. Harter, Schimdt, & Keyes (2003) mengungkapkan bahwa pekerjaan merupakan bagian yang dapat mempengaruhi kesejahteraan individu secara signifikan. Individu yang telah bekerja akan banyak menghabiskan waktunya untuk melakukan hal- hal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hampir seperempat waktunya dia gunakan untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini sejalan seperti yang dijalankan oleh para pengelola Panti Hafara yang saat ini melayani para kelayan. Citra diri yang sejati nampak ketika satu individu melakukan kegiatan yang paling kongruen atau sesuai dengan kaidah nilai yang dianut dan dilakukan secara menyeluruh serta benar- benar terlibat di dalamnya (Ryan & Deci, 2001). Apakah yang sebenarnya mereka dapatkan dengan melayani para kelayan? Jika tujuan mereka sekedar materi, tentu hasilnya akan cenderung mengecewakan. Para pengelola Panti Hafara yang keseluruhan kegiatannya bertujuan untuk mengembangkan Panti Hafara agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada kelayan menunjukkan nilai- nilai yang dianut. Manusia akan merasa hidupnya lebih bermakna pada saat dia telah merasa berguna bagi orang lain. Setelah dia merasa mampu menjadi sosok yang berguna bagi sesama, maka sesungguhnya disitulah dia merasa begitu hidup. Hal ini didukung oleh penelitian Ryff & Keyes (1995) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi usia satu individu, maka dimensi hubungan positif dengan orang lain, otonomi, dan penguasaan lingkungan juga semakin tinggi. Kesejahteraan psikologis akan lebih mampu dirasakan bagi

11 11 individu yang pernah menjalani rentetan kehidupan yang panjang dan penuh makna. Artinya, pemaknaan dalam kehidupan satu individu akan dialami pada saat berada pada usia dewasanya, sebab rentetan kehidupan yang dia jalani telah panjang. Dari 40 pengelola yang ada, 30 orang terdiri dari tenaga- tenaga profesional yang memang mendapatkan insentif sesuai dengan beban kerjanya. Mereka bekerja untuk Hafara. Sedangkan yang sepuluh orang merupakan pengelola Panti sosial Hafara yang tidak mendapatkan gaji. Walaupun mengerjakan tugas (kewajiban) sebagai pengelola Panti Sosial Hafara yang bekerja secara profesional dengan job description dan jadwal kerja yang pasti, mereka yang menjadi sukarelawa tidak mendapat hak mereka sebagai orang yang bekerja. Kesepuluh orang ini hanya mendapatkan ongkos ganti bensin dan fee sekedarnya apabila mengerjakan tugas untuk Panti. Dari sepuluh pengelola Panti Hafara yang ada, terdapat tiga orang yang merupakan pengelola yang tergolong senior karena telah bergabung menjadi pengelola Panti Sosial Hafara selama lebih dari lima tahun. Ketiga pengelola ini bergabung dengan Panti Hafara pada usia dewasa awal. Menurut Erikson (1963), masa dewasa awal dimulai pada saat usia 18 tahun sampai kira- kira 40 tahun. Dalam tahapan perkembangan ini seharusnya mereka sedang dalam tahap untuk menyeimbangkan nilai- nilai positif yang mereka miliki secara universal. Pada usia ini lah individu akan mulai memiliki pilihan pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Namun, dengan menjadi pengelola Panti Hafara dalam bidang sosial, pengelola Panti Hafara ini kemudian memilih pekerjaan yang tidak menggambarkan tugas perkembangannya.

12 12 Pengelola Panti Hafara yang telah mengabdi dan bertahan selama lebih dari lima tahun tanpa menerima gaji dari kerja profesional mereka menunjukkan bahwa kesejahteraan belum tentu diperoleh karena materi. Akan tetapi, gap yang begitu tinggi antara hak dan kewajiban mereka menjadi fenomena dan permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Dengan demikian, penggalian makna kesejahteraan psikologis menjadi sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Terutama makna kesejahteraan psikologis para pengelola panti Hafara yang berada pada usia yang produktif. Bagaimana mereka mencapai dan memaknai kebahagiaan mereka dan kesejahteraan diri mereka secara psikologis menjadi poin yang menarik untuk dibahas secara lebih mendalam. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian penjelasan di atas dan juga didasari fakta permasalahan yang ada di lapangan, kesejahteraan psikologis komunitas Panti Hafara menarik untuk diteliti. Adanya gap yang tinggi antara hak yang seharusnya didapatkan pengelola Panti Hafara sebagai pekerja profesional dengan kenyataan yang terjadi di lapangan, membuat Panti Hafara memiliki keunikan yang begitu khas. Oleh karena fenomena keunikan yang terlihat begitu menarik untuk dikaji lebih mendalam lagi, penelitian ini memiliki dua pertanyaan utama untuk menggali makna kesejahteraan psikologis pada pengelola Panti Hafara, yakni sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengelola Panti Sosial Hafara mencapai kesejahteraan psikologis? 2. Bagaimanakah pengelola Panti Sosial Hafara memaknai kesejahteraan psikologis dalam menjalani kehidupan di Panti Sosial Hafara?

13 13 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari tahu kesejahteraan psikologis dari para pengelola Panti Sosial Hafara. Secara lebih jelasnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Memperoleh pemahaman tentang bagaimana pengelola Panti Hafara mencapai kesejahteraan psikologis. 2. Memperoleh pemahaman cara pengelola Panti Hafara memaknai kesejahteraan psikologis dalam menjalani kehidupan di Panti Hafara. Sejalan dengan tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan melalui penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya yang berkaitan dengan topik psychological well-being (kesejahteraan psikologis). Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana dalam memberikan informasi sekaligus bahan studi untuk penelitian selanjutnya, tentu saja dengan pengembangan yang lebih mendalam lagi. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan dapat menambah pengetahuan, gambaran sekaligus masukan bagi para pengelola untuk lebih memaknai pekerjaan di bidangnya. Selain itu, pihak- pihak yang terkait pun dapat memetik manfaat melalui penjabaran yang ada dalam penelitian sehingga akan lebih fokus lagi memperhatikan nasib para pelaku di bidang kesejahteraan sosial.

14 14 D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Penelitian yang bertujuan untuk mencari makna tentang psychological well-being (kesejahteraan psikologis) pada pengelola Panti Hafara ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Perwitasari (2012) yang berjudul Pengaruh Konseling Kebermaknaan Hidup Terhadap Kesejahteraan Psikologi Difabel. Penelitian ini sama- sama membahas mengenai kesejahteraan psikologis yang memiliki hubungan yang erat dengan penggalian makna hidup. Rasa syukur yang ditampakkan oleh penyandang difabel membuat hidup mereka lebih bermakna. Hal ini serupa seperti yang ditampakkan oleh pengelola Panti Hafara yang menyalurkan rasa syukur melalui sebuah pengorbanan demi kesejahteraan mereka secara psikologis. Penelitian ini juga memiliki kemiripan pada penelitian yang dilakukan oleh Mabruri (2007) yang berjudul Hubungan Antara Kepribadian Tangguh (Hardiness) Dan Religiusitas Dengan Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) Pada Korban Bencana Alam di Yogyakarta. Apa yang dialami oleh responden penelitian ini bisa menggambarkan apa yang terjadi pada para pengelola sehingga kemudian bergabung dengan Hafara. Responden penelitian pada penggalian makna kesejahteraan psikologis pada pengelola Panti Hafara merupakan pribadi- pribadi tangguh yang berhasil bangkit dari keterpurukan dan kemudian membantu sesama sebagai wujud rasa syukurnya. Persamaan kedua penelitian ini sama- sama merasakan kebahagiaan dengan berbekal pribadi tangguh yang mampu bangkit setelah terpuruk. Namun, perbedaan kedua penelitian ini justru nampak pada religiusitas. Di saat penelitian Mabruri (2007) menunjukkan bahwa religiusitas tidak memiliki pengaruh pada kesejahteraan

15 15 psikologis responden penelitian, penelitian tentang makna kesejahteraan psikologis pada pengelola Panti Hafara ini justru berawal dari hal- hal yang bersifat menolong karena percaya pertolongan Tuhan. Di sisi lain, peneliti justru memiliki ketertarikan yang tinggi untuk menggali lebih dalam mengenai bagaimanakah makna yang dirasakan oleh pengelola Panti Hafara tentang kesejahteraan psikologis yang mereka rasakan di saat mengabdi pada Panti Hafara selama lebih dari lima tahun ini. Lalu apakah makna yang mereka rasakan tersebut mempengaruhi kehidupan mereka selama di Panti sosial Hafara, sedangkan terdapat gap yang begitu tinggi antara kewajiban dan hak yang mereka dapatkan selama mengabdi?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hampir separuh dari seluruh kehidupan seseorang dilalui dengan bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan berbagai perasaan dan sikap. Saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era modern saat ini semua individu pasti mengalami fase mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan lanjut usia dan hal itu sudah sewajarnya terjadi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis

BAB V PENUTUP. Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan. kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis BAB V PENUTUP Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Gambaran Psychological

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan luas, namun tidak cukup sebatas berpengetahuan luas saja,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan luas, namun tidak cukup sebatas berpengetahuan luas saja, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan peserta didik yang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi. Mahasiswa harus mempunyai pengetahuan luas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) Ros Mayasari Abstrak: Psikologi menjelaskan kebahagiaan dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu tercapainya kepuasaan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen,

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia terdapat 6 agama yang diakui negara yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu (Penetapan Presiden RI Nomor 1 tahun 1965). Setiap agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang OMK (Orang Muda Katolik) merupakan sebuah wadah yang dapat menghimpun para pemuda Katolik untuk terus melayani Tuhan dan sesama, sebagai sebuah komunitas keagamaan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada. bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada. bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: 1. a. Subjective well-being guru honorer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki peran yang penting dalam membangunkan kesejahteraan, pengasuhan, dan pendidikan dasar bagi setiap anggotanya (Fahrudin, 2005). Pada semua budaya

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan. Dalam melakukan proses interaksinya dengan lingkungan, manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru honorer akan diberhentikan dari status kepegawaiannya.

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru honorer akan diberhentikan dari status kepegawaiannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Guru honorer merupakan guru yang memiliki hak untuk memperoleh honorium, baik perbulan maupun pertriwulan, mendapatkan perlindungan hukum dan cuti berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di harapkan mampu memahami konsep, dapat memetakan permasalahan dan memilih solusi terbaik untuk permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan khusus dapat dialami oleh setiap individu. Menurut Riset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling menarik untuk dipelajari, karena banyak sekali masalah yang dihadapi. Seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai perubahan besar, diantaranya perubahan fisik, kognitif, dan psikososial.

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, setiap manusia memiliki dambaan untuk hidup bersama dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua. Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan narkoba merupakan hal yang tidak asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan seseorang tentunya tidak akan pernah lepas dari peranan orang tua karena orang tua merupakan tumpuan pertama anak dalam memahami dunia. Orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Balisacan, Pernia, dan Asra

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Balisacan, Pernia, dan Asra BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan fenomena kemiskinan tidak lepas dari suatu negara terutama negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Balisacan, Pernia, dan Asra (2002) kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan perbedaan, salah satunya adalah agama. Setiap agama di Indonesia memiliki pemuka agama. Peranan pemuka agama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan wadah bagi para peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran dan pengembangan pengetahuan juga keterampilan. Dunia pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebelum revolusi industri, yang bertanggung jawab mencari uang untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga adalah laki-laki, sedangkan seorang perempuan dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah panti asuhan terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah lembaga pengasuhan anak pada tahun 2007 sekitar 5.250 hingga 8.610 (Unicef

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia senantiasa terus berkembang, dari awal hingga akhir kehidupan. Di mana setiap tahapan kehidupan terdapat tugas atau peran yang harus dipenuhi. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah berstandar internasional dan menjadi contoh bagi sekolah dasar negeri lainnya, guru lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di berbagai Negara. Pada tahun 2005 di Inggris terdapat 1,9 juta orangtua tunggal dan 91% dari angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 23 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang permasalahan penelitian, pendekatan kualitatif, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur penelitian. III. A. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara anxiety dalam menghadapi respon dari orang terdekat dengan masing-masing dimensi pada psychological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pegawai negeri sipil merupakan salah satu organ penting bagi eksistensi suatu negara, keberadaan pegawai negeri sipil selain sebagai dari eksekutif juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lieben und arbeiten, untuk mencinta dan untuk bekerja. Pernyataan Freud ini menggambarkan dua ranah utama dari kehidupan orang dewasa, dimana pekerjaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya. Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan manusia terpenuhi. Terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Anak merupakan karunia dari Tuhan yang Maha Esa. Keberadaanya merupakan anugrah yang harus dijaga, dirawat dan lindungi.setiap anak secara kodrati memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat. baik dari segi kurikulum maupun program penunjang yang dirasa mampu untuk mendukung peningkatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman sekarang ini banyak mengalami perubahan, terutama meningkatnya jumlah kasus penyakit menular langsung di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga mengalami keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN.. Abstrak Penelitian ini berjudul studi kasus mengenai profil Psychological Well- Being pada anak yatim piatu di Panti Asuhan Putra X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci