BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif (positive psychological functioning). Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Bradburn, dkk (dalam Ryff,1989) mengatakan kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being. Menurut Ryff individu yang memiliki kesejahteraan psikologis adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Papalia, dkk, 2008). Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa psychological wellbeing adalah kondisi individu yang ditandai dengan perasaan bahagia, adanya 9

2 kepuasan hidup dan realisasi diri. Kondisi ini sendiri dipengaruhi oleh penerimaan diri, pertumbuhan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, otonomi dan hubungan positif dengan orang lain Dimensi Psychological Well-Being Carol D Ryff dalam beberapa jurnal karya ilmiahnya antara lain (dalam Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1995) merumuskan enam dimensi psychological wellbeing, sebagai berikut: 1) Self Acceptance (Penerimaan diri) Menurut Ryff (1989), individu yang memiliki penerimaan diri berarti individu tersebut memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan menerima segala aspek diri yang baik dan buruk serta merasa positif tentang masa lalunya. Sebaliknya, seseorang dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam dimensi penerimaan diri apabila merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya dimasa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri (Ryff, 1995). 2) Positive Relation with Others (Hubungan Positif dengan Orang Lain) Ryff (1989) menggambarkan individu yang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain sebagai individu yang memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling percaya satu sama lain, memperhatikan kesejahteraan orang sekitarnya, mampu berempati dan 10

3 mengasihi serta terlibat dalam hubungan timbal balik. Sebaliknya, Ryff (1995) mengemukakan bahwa seseorang yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, peduli dan terbuka dengan orang lain, trisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orag lain. 3) Autonomy (Otonomi) Menurut Ryff (1995) ciri utama dari seorang individu yang memiliki otonomi yang baik antara lain dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self-determining) dan mandiri. Ia ampu mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal. Sedagkan Ryff (1989), mengemukakan bahwa individu yang otonomi berarti individu tersebut memiliki determinasi diri dan bebas, mampu mengatasi tekanan sosial dengan tetap berpikir dan bertindak sesuai dengan keyakinan, mengatur perilaku dari dalam, serta mengevaluasi diri berdasarkan standar pribadi. 11

4 4) Environmental Mastery (Penguasaan Lingkungan) Ryff (1989) menyatakan bahwa individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah individu yang mampu menguasai dan mengatur lingkungan, mengontrol aktivitas eksternal yang kompleks, menggunakan kesempatan secara efektif, memiliki kemampuan untuk memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi. Sedangkan Ryff (1995) menggambarkan dimensi ini dengan kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi. Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya. 12

5 5) Purpose in Life (Tujuan Hidup) Ryff (1995) Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan. Ryff (1989), menyimpulkan orang yang memiliki tujuan hidup adalah orang yang memiliki keterarahan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam hidupnya. Ia memiliki keyakinan dan pandangan tertentu yangdapat memberikan arah dalam hidupnya. Selain itu, individu ini juga menganggap bahwa hidupnya itu bermakna dan berarti, baik di masa lalu, kini, maupun yang akan datang. 6) Personal Growth (Pertumbuhan Diri) Ryff (1995) mengemukakan Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan adanya perasaan mengenai 13

6 pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-Being Ryff (Papalia dkk, 2002) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being individu antara lain: 1) Usia Individu usia dewasa madya memiliki psychological well-being yang lebih tinggi pada beberapa dimensi dari pada individu dewasa akhir dan dewasa awal. Individu dewasa madya lebih mandiri dan memiliki penguasaa ligkungan yang lebih tinggi daripada dewasa awal tetapi kurang memiliki tujuan hidup dan kurang berfokus pada pertumbuhan pribadi daripada individu dewasa akhir. 14

7 2) Jenis kelamin Pada umumnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai psychological wel-being yang sama, tetapi perempuan lebih memiliki hubungan sosial positif dengan orang lain. 3) Pendapatan atau status sosial ekonomi Individu yang memiliki pekerjaan yang bagus dengan pendapatan yang tinggi atau status sosial ekonominya tinggi akan memiliki psychological well-being yang tinggi daripada individu yang mempunyai pendapatan rendah atau tidak bekerja. 4) Pendidikan Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan memiliki psychological well-being yang tinggi daripada individu yang berpendidikan rendah Kriteria Psychological Well-Being Meninjau kembali teori klasik tentang kesehatan mental danmenambahkan penelitian dari perkembangan, klinis dan psikologi kepribadianryff (dalam Mardiah, 2009) menjelaskan ada enam kriteria Well- Being yang dinamakanpsychological well-being : 1) Penerimaan diri a. evaluasi diri yang positif b. kemampuan menghargai diri sendiri, dan c. kemampuan menerima aspek positif maupun negatif dirisendiri. 15

8 2) Hubungan yang positif dengan orang lain a. hubungan yang dekat, hangat dengan orang lain b. memperhatikan kesejahteraan orang lain c. berempati dan mengasihi orang lain. 3) Kemandirian a. kebebasan menentukan pilihan b. kemampuan bertahan terhadap tekanan sosial c. kemampuan mengendalikan diri. 4) Penguasaan lingkungan a. kemampuan menguasai dan berkompetisi di lingkungan b. kemampuan memilih hal-hal yang baik untuk mencapai tujuan. 5) Tujuan hidup a. memiliki tujuan dan makna hidup b. memiliki arah dan tujuan dalam hidup. 6) Perkembangan kepribadian a. kemampuan membangun dan mengembangkan potensi diri b. perubahan yang terjadi sebagai bukti pengembangan diri, dan c. keterbukaan pada hal baru. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria psychological wellbeing diantaranya adalah Penerimaan diri yaitu individu harus mampu menerima dirinya apa adanya, hubungan yang positif dengan orang lain ialah mampu berhubungan baik dengan lingkungan keluarga ataupun lingkungan sosial serta mampu berempati, kebebasan yaitu mempunyai kemandirian untuk membuat 16

9 keputusan, penguasaan lingkungan yaitu mampu berkompetisi dengan lingkungan, tujuan hidup yaitu memiliki tujuan dan makna hidup serta memiliki tujuan dalam hidup dan perkembangan kepribadian yaitu kemampuan seseorang dalam mengembangkan potensi diridan terbuka dengan hal baru Istri Prajurit TNI Angkatan Darat Peran Istri Prajurit TNI-AD Sebagai Orang Tua Tunggal Ketiadaan suami selama bertugas ke daerah operasi menyebabkan istri harus menyelesaikan tugas rumah tangganya seorang diri. Tugas-tugas tersebut meliputi pengasuhan anak, memberikan rasa aman bagi keluarga, mengelola keuangan dan urusan rumah tangga lainnya. Jika istri kurang siap mental atau memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap suami maka dapat menyebabkan timbulnya stres atau tekanan mental disamping tidak terselesaikannya tugas-tugas tersebut. Situasi yang dihadapi bagi istri yang tidak mampu mengatasinya dan beberapa kemampuan dan pengetahuan apa yang harus dimiliki sebagai cara untuk mengatasi tugas sebagai orang tua tunggal tersebut ( Definisi Persatuan Istri Prajurit (PERSIT) Istri prajurit TNI Angkatan Darat mutlak tidak dapat dipisahkan dari TNI Angkatan Darat, baik dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu istri prajurit TNI Angkatan Darat harus 17

10 membantu TNI Angkatan Darat dalam mensukseskan tugasnya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai komponen pembangunan bangsa untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia(dalam AD-ART PERSIT, 2010). Didorong keinginan luhur untuk mencapai tujuan organisasi, istri prajurit TNI Angkatan Darat bertekad bulat meningkatkan perjuangan dalam wadah organisasi persatuan istri perajurit (PERSIT) Kartika Candra Kirana sebagai kelanjutan dari organisasi terdahulu yakni Persatuan Istri Tentara yang didirikan pada tanggal 3 April 1946 di Purwakarta berasaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 serta tetap membina terjalinnya; 1. Persatuan, kesatuan, persaudaraan serta kekeluargaan. 2. Rasa senasib, sepenenggungan serta seperjuangan sebagai istri prajurit. 18

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik secara fisik maupun psikologis. Namun kenyataanya, tuntutan tugas dan profesi dalam pekerjaan

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian 1. Populasi dan Sampel penelitian Sampel penelitian adalah orang tua anak tunarungu. Anak tunarungu tersebut bersekolah di kelas satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana. DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mendambakan keutuhan dan kerukunan rumah tangga. Akan tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological well being 1. Pengertian Sejak tahun 1969, penelitian mengenai Psychological well being didasari oleh dua konsep dasar dari positive functioning. Konsep pertama ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui psychological well-being pada pasien HIV positif (usia 20-34 tahun) di RS X Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab 5 ini, akan dijelaskan mengenai kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kemudian, saran-saran juga akan dikemukakan untuk perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang menjelaskan tentang pengertian psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesehatan mental dikaitkan dengan tidak adanya gangguan psikologis daripada psikologis yang berfungsi positif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif adalah fakta-fakta dari objek penelitian realitas dan variabel-variabel BAB III METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Hal ini dikarenakan peneliti lebih menekankan pada data yang dapat dihitung untuk mendapatkan penafsiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Psychological well-being adalah tingkat kemampuan individu dalam menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013 DAFTAR ISI Halaman Halaman Pernyataan... i Kata Pengantar... ii Hikmah... iii Ucapan Terima Kasih... iv Abstrak... vi Abstract... vii Daftar Isi... viii Daftar Tabel... xi Daftar Gambar... xii Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN.. Abstrak Penelitian ini berjudul studi kasus mengenai profil Psychological Well- Being pada anak yatim piatu di Panti Asuhan Putra X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian eksperimen (True Experimental Research) yaitu suatu penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TIPE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis eksperimen dengan cara memberi perlakuan sesuatu pada situasi tertentu, kemudian membandingkan hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. B. Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Psychological Well-Being 2. Variabel tergantung : Komitmen Organisasional B. Definisi Operasional 1. Komitmen Organisasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini dapat terwujud dengan adanya partisipasi dan dukungan perangkat yang baik. Salah satu perangkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psychological Well-Being 2.1.1 Definisi Carol D. Ryff (dalam Keyes, 1995), yang merupakan penggagas teori Psychological Well-Being menjelaskan istilah Psychological Well-Being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Santrock, orang yang telah lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Seringkali usia yang telah lanjut dianggap sebagai masa

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari BAB II LANDASAN TEORI A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-being Huppert mendefinisikan psychological well-being sebagai keadaan kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perempuan yang berada dalam dunia kerja (bekerja maupun sedang secara aktif mencari pekerjaan) telah meningkat secara drastis selama abad ke-20. Khususnya,

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah menuntaskan wajib belajar 12 tahun yang berakhir pada jenjang pendidikan menengah, peserta didik dapat melanjutkan pendidikan ke berbagai pilihan pendidikan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Dewasa Muda Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dari bagian awal penelitian ini dijelaskan mengenai pembahasan yang hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling pada pasangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel- variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Psychological well-being 2. Variabel Bebas : Locus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan narkoba merupakan hal yang tidak asing terdengar di telinga masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika,

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi PENGARUH KECERDASAN EMOSI DAN RASA SYUKUR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL BEING MAHASISWA YANG KULIAH SAMBIL BEKERJA Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) Ryff (dalam Lianawati, 2008) membangun model Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dibeberapa daerah, seperti banjir dan tanah longsor.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dibeberapa daerah, seperti banjir dan tanah longsor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang berada di antara dua samudera dan dilewati dua sikrum gunung berapi. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan mengambil metode 56 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi. 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian & Definisi Operasional Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diuji adalah: 1. Variable (X): Materialisme

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Eudaimonia (kebahagiaan) dikenal melalui tulisan filsuf Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah psychological well-being.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang tentunya mengharapkan anaknya lahir dengan kondisi sehat, baik secara fisik maupun

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya, karena manusia memiliki akal budi dan dapat berpikir. Seiring berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) 2.1.1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah keadaan dimana seseorang memiliki kondisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode terakhir dalam kehidupan manusia yaitu sekitar 60 tahun keatas (UU No.13, 1998). Data

BAB I PENDAHULUAN. periode terakhir dalam kehidupan manusia yaitu sekitar 60 tahun keatas (UU No.13, 1998). Data BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi tua adalah suatu hal yang pasti dan tidak dapat dihindari. Usia lanjut merupakan periode terakhir dalam kehidupan manusia yaitu sekitar 60 tahun keatas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan teori dari Carol D. Ryff mengenai psychological well-being. Alasan menggunakan teori tersebut dalam penelitian ini adalah berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan bahwa psycological BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Pengertian Psychological Well Being Penelitian mengenai Psycological well-being pertama kali dikembangkan oleh Ryff (Astuti, 2011) yang mengatakan

Lebih terperinci