Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat"

Transkripsi

1 Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat mempertahankan karyawannya yang bertalenta. Employee engagement diwujudkan dengan hasrat/keinginan dan energi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dalam melayani konsumen/pelanggan. Employee engagement mencakup kemauan dan kemampuan karyawan untuk memberikan usaha secara berkelanjutan untuk mencapai kesuksesan organisasi (Cook, 2008). Employee engagement dapat memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan karyawan dan perusahaan. Engagement sangat bermanfaat bagi organisasi. Engagement yang ada pada karyawan, dapat menguntungkan perusahaan karena tidak akan kehilangan karyawannya yang berbakat. Karyawan akan merasa terikat terhadap perusahaannya sehingga tidak akan mudah untuk berpindah pada perusahaan lain meskipun perusahaan tersebut lebih bagus. Employee engagement merupakan variabel yang sangat penting bagi sebuah organisasi/perusahaan. Employee engagement dapat membuat karyawan menjadi lebih termotivasi untuk memberikan kinerja yang maksimal. Apabila karyawan merasa memiliki keterikatan dengan organisasi/perusahaan tempatnya bekerja, maka karyawan dengan sukarela akan memberikan hasil kerja yang terbaik. Employee engagement pada dasarnya mempunyai beberapa definisi yang diungkapkan oleh beberapa tokoh. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai pemanfaatan diri dari anggota organisasi terhadap aturan pekerjaan, dalam mengikat karyawan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional pada kinerja. Dasar pemikirannya adalah bahwa orang mempunyai 1

2 2 dimensi dalam dirinya, yang pada kondisi tepat, mereka lebih memilih untuk menggunakan dan menunjukkannya melalui kinerja. Dimensi tersebut digunakan untuk mengubah energi pribadi ke dalam tenaga kerja fisik, kognitif, dan emosional. Macey dan Schneider (2008) mengungkapkan konsep dari employee engagement terbagi menjadi tiga, yaitu sifat (trait), bagian (state), dan perilaku (behavior) yang masih saling terkait. Trait engagement menunjukkan bahwa engagement sebagai suatu sifat atau watak dapat dipandang sebagai kecenderungan untuk mendapatkan pengalaman dari bagian yang menguntungkan. Hal tersebut menyangkut tentang pandangan mengenai pengalaman yang positif dalam kehidupan dan pekerjaan, misalnya proactive personality, trait positive affect, conscientiousness. State engagement menyangkut tentang kekuatan perasaan yang menggambarkan beberapa bentuk dari absorption, attachment, dan enthusiasm, misalnya kepuasan, involvement, komitmen, empowerment. Behavioral engagement menyangkut tentang aturanaturan mengenai tingkah laku, misalnya Organizational Citizenship Behavior (OCB), Role Expansion, Adaptive (Macey & Schneider, 2008). Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli di atas, maka peneliti mengambil definisi yang dikemukakanoleh Kahn (1990) untuk dipergunakan dalam penelitian ini. Kahn (1990) menyebutkan bahwa employee engagement adalah pemanfaatan diri dari anggota organisasi terhadap aturan pekerjaan, dalam mengikat karyawan dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif, dan emosional pada kinerja. Hal ini karena definisi employee engagement tersebut sudah sesuai dengan tujuan penelitian ini.

3 3 Employee engagement dapat diprediksi dengan berbagai variabel, salah satunya adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai tingkatan seberapa besar seorang karyawan menyukai pekerjaannya. Setiap karyawan mengembangkan sikap positif atau negatif terhadap pekerjaan dan lingkungan mereka (Ellickson, 2002 dalam Abraham 2012). Hubungan antara kepuasan kerja dengan employee engagement sudah pernah diteliti sebelumnya. Maylett dan Riboldi (dalam Abraham, 2012) dalam White paper yang mereka susun menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan komponen untuk membuat karyawan merasa terikat. Locke (1976) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kebahagiaan atau bagian emosi positif yang dihasilkan dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman kerja. Locke (1976) mengasumsikan bahwa kepuasan kerja dihasilkan dari interaksi antara kognisi dan afeksi yang dipikirkan oleh individu tentang pekerjaannya dan perasaannya mengenai pemikiran tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2012) menghasilkan temuan bahwa kepuasan kerja merupakan anteseden dalam employee engagement. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya kepuasan kerja, maka employee engagement juga akan terbentuk melalui kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Faktor-faktor dari kepuasan kerja yaitu job, benefits, recognition, cooperation, fair treatment, sound company policies, team spirit dan performance management system, dapat meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan yang akan memunculkan adanya employee engagement. Oleh karena itu, kepuasan kerja dapat dijadikan sebagai salah satu prediktor untuk melihat adanya employee engagement pada karyawan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa apabila kepuasan kerja karyawan tercapai, maka employee engagement pada karyawan juga akan

4 4 terbentuk dan dapat meningkat seiring dengan peningkatan kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kepuasan kerja diasosiasikan dengan gaji, stres kerja, empowerment, kebijakan perusahaan, pencapaian, perkembangan diri, hubungan dengan orang lain, dan kondisi pekerjaan (Tan & Waheed, 2011). Robbins (2001) menyebutkan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian emosional yang dirasakan secara khusus oleh individu terhadap pekerjaan atau lingkungan kerjanya. Locke (1976) mengindikasikan bahwa biasanya kepuasan kerja memunculkan kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial. Coster (1992) menyebutkan bahwa pekerjaan dapat memiliki kehidupan seseorang, apabila orang tersebut merasa puas dengan pekerjaannya. Breed dan Breda (1997) menyatakan bahwa kepuasan kerja mungkin berdampak pada ketidakhadiran, komplain, dan ketidaknyamanan karyawan. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan yang merasa puas akan lebih produktif dan dapat bertahan di dalam suatu organisasi untuk jangka waktu yang lama dibandingkan dengan karyawan yang kurang merasa puas. Karyawan tersebut akan kurang memberi manfaat bagi organisasi dan cenderung lebih besar kemungkinan untuk keluar dari pekerjaannya (Crossman, 2003). Jose dan Mampilly (2012) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa kepuasan kerja karyawan merupakan anteseden bagi employee engagement. Hal tersebut menunjukkan bahwa kepuasan kerja dapat dijadikan sebagai prediktor untuk employee engagement. Karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya, secara otomatis karyawan tersebut juga memiliki keterikatan terhadap perusahaannya. Kepuasan kerja merupakan implementasi dari perasaan

5 5 karyawan terhadap pekerjaan yang dimilikinya. Semakin karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya, maka akan semakin terikat terhadap pekerjaan tersebut. Teori yang diungkapkan oleh Frederick Herzberg (Noel, 1976) dalam Two Factor Theory menyebutkan bahwa ada dua faktor yang dapat menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan. Faktor yang pertama yaitu Maintenance Factors atau dapat juga disebut sebagai Hygiene Factors yang berhubungan dengan aspek ekstrinsik pekerjaan. Faktor yang kedua yaitu Motivational Factors atau dapat juga disebut sebagai Motivators yang berhubungan aspek intrinsik pekerjaan. Hygiene factors tidak dapat berkontribusi pada pemunculan kepuasan, tetapi hanya dapat menghindari munculnya ketidakpuasan. Motivators merupakan faktor yang memotivasi karyawan untuk bekerja secara produktif. Hygiene factors dapat mencegah timbulnya ketidakpuasan serta rendahnya performansi seseorang. Hygiene factors mencakup beberapa faktor yaitu Company Policy and Administration, Supervision, Physical Working Conditions, Interpersonal Relations (with peers, subordinate, and superiors), Status, Job Security, Salary, dan Personal Life. Hygiene factor merupakan respon mengenai perasaan negatif yang berhubungan dengan job context. Motivational factors dapat memicu timbulnya kepuasan yang akan meningkatkan pencapaian produktivitas perusahaan. Motivational factors mencakup beberapa faktor yaitu Achievement, Recognition, Work Itself, Responsibility, Advancement, dan Growth. Motivators merupakan respon mengenai perasaan positif yang berhubungan dengan job content. Konsep kepuasan kerja yang akan digunakan dalam penelitian ini apabila berdasarkan pembahasan dari two factor theory lebih mengarah kepada hygiene factors sehingga ketidakpuasan dari individu dapat dihindari. Kepuasan kerja yang

6 6 akan diungkap merupakan kepuasan dari diri individu terhadap pekerjaannya, yang meliputi beban kerja, dukungan dari atasan, training yang diperoleh dari perusahaan, reward, tujuan perusahaan, dan standar pelayanan baik terhadap konsumen maupun karyawan. Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli di atas, maka peneliti mengambil definisi kepuasan kerja dari Robbins (2001) untuk dipergunakan dalam penelitian ini. Robbins (2001) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian emosional yang dirasakan secara khusus oleh individu terhadap pekerjaan atau lingkungan kerjanya. Hal ini karena definisi kepuasan kerja tersebut sudah sesuai dengan tujuan penelitian ini. Prediktor lain dalam employee engagement selain kepuasan kerja yaitu well-being. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara well-being dengan engagement (Shuck & Reio, 2013). Wright (dalam Dulagil, 2012) mengungkapkan bahwa well-being merupakan pendapat atau penilaian global dan subjektif terhadap suatu pengalaman secara positif dan relatif sedikit mengandung unsur emosi negatif. Berdasarkan penelitian, ditemukan bukti bahwa seseorang dengan tingkat well-being yang tinggi terhadap pekerjaannya akan lebih produktif dalam bekerja (Wright & Cropanzano, 2000 dalam Dulagil, 2012). Teori yang dikemukakan oleh Ryff dan Singer (1996) memberikan penjelasan mengenai pengertian well-being berasal dari perspektif perkembangan rentang hidup, yang menekankan perbedaan tantangan yang dihadapi pada berbagai fase dari kehidupan. Model dari well-being dipusatkan dalam teori yang mengangkat mengenai dimensi inti dalam well-being tersebut, yaitu self-

7 7 acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. Ryff dan Singer (1996) memberikan penjelasan pada masing-masing dimensi dari well-being. Self Acceptance didefinisikan sebagai keistimewaan utama dari kesehatan mental sebaik karakteristik dari aktualisasi diri, fungsi optimal dan kedewasaan. Positive Relations with Others menekankan pada pentingnya kehangatan, kepercayaan pada hubungan interpersonal. Autonomy sangat menekankan pada kualitas kemantapan diri, kemandirian, dan aturan perilaku dari dalam. Environmental Mastery merupakan kemampuan individu untuk memilih atau menciptakan lingkungan yang nyaman untuk kondisi psikologisnya. Purpose in Life lebih menekankan pada tujuan dan pemaknaan terhadap kehidupan sehingga individu mempunyai target dan arah yang akan dicapai untuk dapat merasakan bahwa hidup itu bermakna. Personal Growth merupakan upaya dalam optimalisasi fungsi psikologis dari individu, bukan hanya karakteristik tetapi juga pengembangan potensi untuk tumbuh dan berkembang sebagai seorang individu. White (2008) mengungkapkan bahwa konsep dari well-being dikenal sulit untuk didefinisikan secara tepat. Hal tersebut karena bagaimana individu memahami well-being akan sangat berbeda pada konteks yang berbeda. Konsep well-being secara lebih lanjut digambarkan dalam empat dimensi, yaitu doing well, feeling good, doing good, dan feeling well. Doing well feeling good merupakan formulasi bersama untuk well-being yang menangkap dua aspek dari well-being. Doing well menyampaikan dimensi material dari kesejahteraan atau standar kehidupan. Feeling good mengekspresikan dimensi subjektif dari persepsi pribadi dan tingkat kepuasan. Doing good feeling well menunjukkan bahwa dimensi

8 8 moral, sering berhubungan dengan religiusitas, sangat penting bagi individu. Berdasarkan penelitian dari White (2008), beberapa orang mengungkapkan bahwa well-being tidak sesederhana seperti good life, tetapi lebih mengenai living a good life. Hal ini merefleksikan pilihan individu yang tidak sederhana, tetapi memberikan batasan nilai yang lebih luas mengenai berbagi pemahaman tentang bagaimana yang ada dan seharusnya. Feeling well mengindikasikan pentingnya kesehatan untuk well-being (White, 2008). Penelitian yang lain, Robertson dan Cooper (2010) menyebutkan bahwa individu dengan tingkat well-being yang tinggi dipastikan akan mempunyai tingkat engagement yang tinggi pula. Well-being merupakan dasar yang lebih baik untuk dapat membangun engagement yang akan menguntungkan bagi individu dan organisasi. Employee engagement dapat berkelanjutan apabila well-being yang dimiliki oleh individu sangat tinggi. Robertson dan Cooper (2010) mengasosiasikan well-being dengan pengalaman positif (suasana hati dan emosi) dan faktor-faktor seperti kepuasan dalam hidup, dengan kata lain, well-being melibatkan perasaan bahagia. Robertson dan Flint-Taylor (2008) mendefinisikan well-being di dalam pekerjaan sebagai kecenderungan dan bagian dari tujuan psikologis yang dialami oleh individu ketika mereka bekerja. Konsep well-being terbagi menjadi dua, yaitu subjective well-being dan psychological well-being. Pengertian dari subjective well-being (SWB) dapat dibagi ke dalam tiga kategori (Diener, 1984). Pertama, SWB didefinisikan dengan kriteria eksternal seperti kebaikan atau kesucian. Kriteria well-being bukan berdasarkan penilaian subjektif, tetapi berdasarkan kerangka penilaian dari pengamatnya. Kedua, definisi SWB difokuskan pada pertanyaan apa yang membuat seseorang

9 9 menilai hidupnya secara positif. Definisi ini disebut sebagai kepuasan hidup dan mengandalkan pada standar tuntutan untuk hidup yang baik. Dalam hal ini, SWB berhubugan dengan kepuasan. Ketiga, definisi SWB yang menandakan suatu dampak positif yang lebih berpengaruh secara dominan daripada dampak negatif, sehingga lebih menekankan pada pengalaman emosi yang menyenangkan. Hal ini berarti bahwa seseorang mengalami emosi yang sebagian besar menyenangkan selama periode hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dalam subjective well-being lebih memfokuskan pemahaman mengenai kepuasan dalam hidup dan pengaruh-pengaruh positif yang menyertai pengalaman hidup seseorang. Subjective well-being lebih bersifat hedonic, yaitu kesenangan atau kebahagiaan yang akan menimbulkan kepuasan dalam hidup. Hedonic mengandung kriteria untuk memaksimalkan kesenangan dan menghindari timbulnya rasa sakit atau kekecewaan. Ryff (1989) menyatakan bahwa teori untuk mendefinisikan psychological well-being mengikuti perspektif perkembangan masa hidup, yang menekankan tantangan yang berbeda-beda dihadapkan pada berbagai tahapan siklus hidup. Psychological well-being (PWB) lebih bersifat eudaimonic, yaitu menekankan pada tingkat realisasi diri, ekspresi personal, dan cara-cara untuk aktualisasi diri. Eudaimonic bertumpu pada asumsi bahwa individu berusaha untuk berfungsi sepenuhnya dan menyadari bakat mereka yang unik. PWB mempunyai 6 dimensi yang mencakup kesejahteraan secara luas, meliputi penerimaan diri, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, hubungan positif dengan orang lain, pertumbuhan pribadi, dan otonomi. Robertson & Cooper (2010) mengungkapkan bahwa individu dengan tingkat psychological well-being yang tinggi akan mampu menunjukkan keaslian dan

10 10 fleksibel, memberikan respon yang lebih baik terhadap feedback yang kurang baik, memberikan penilaian positif tentang orang lain, menunjukkan tingkat engagement yang tinggi, lebih produktif, serta merasa seperti hidup selamanya, jarang sakit, dan bahagia dalam pekerjaan dan kehidupan. Psychological well-being dalam pekerjaan mencakup bagian afektif dari pengalaman kerja, perasaan positif dari pengalaman pekerjaan, dan kerangka waktu dalam hal pembagian waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Penelitian kali ini akan menggunakan konsep well-being yang lebih difokuskan pada psychological well-being yang lebih menekankan realisasi dan pemanfaatan potensi individu secara penuh sehingga individu dapat menerima diri sendiri apa adanya. Dengan demikian, individu tersebut dapat menciptakan kehidupan sesuai dengan keinginannya serta mampu mengembangkan diri secara terus-menerus. Berdasarkan pendapat dari berbagai ahli di atas, maka peneliti mengambil definisi well-being yang dikemukakan oleh Robertson dan Flint-Taylor (2008) untuk dipergunakan dalam penelitian ini. Robertson dan Flint-Taylor (2008) mengungkapkan bahwa well-being di dalam pekerjaan sebagai kecenderungan dan bagian dari tujuan psikologis yang dialami oleh individu ketika mereka bekerja. Hal ini karena definisi well-being tersebut sudah sesuai dengan tujuan penelitian ini. Kepuasan kerja dan well-being karyawan dapat dibentuk oleh perusahaan. Kepuasan kerja karyawan dapat dibentuk melalui manajemen SDM yang memadai, seperti promosi, mutasi, pelatihan, kondisi fisik karyawan dan lingkungan kerja, pengembangan bakat, ketrampilan dan minat, serta melalui reward. Apabila hal-hal tersebut dapat dipenuhi oleh perusahaan, maka karyawan akan merasa dihargai dan diperhatikan sehingga timbul rasa nyaman dan adanya

11 11 kesan positif yang dirasakan oleh karyawan. Perasaan nyaman dan pengalaman positif dari karyawan tersebut merupakan bagian emosional yang dirasakan secara khusus oleh karyawan terhadap pekerjaannya. Karyawan yang sudah mendapatkan kesan emosional yang positif akan menjadi antusias terhadap pekerjaannya sehingga mampu memberikan kontribusinya secara optimal untuk keberhasilan perusahaan dan bersedia memberikan tenaga ekstra untuk penyelesaian pekerjaannya. Oleh karena itu, apabila kepuasan kerja karyawan terpenuhi, maka karyawan akan mampu terlibat secara emosional terhadap pekerjaan dan perusahaannya. Hal ini akan memberikan dampak positif bahwa karyawan tersebut juga akan mempunyai keterikatan yang kuat terhadap pekerjaan dan perusahaannya. Selain kepuasan kerja, well-being juga dapat dibentuk oleh perusahaan. Usaha yang dapat dilakukan untuk membentuk well-being tersebut antara lain, menciptakan hubungan yang positif antar karyawan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berkembang, mandiri dan beraktualisasi diri. Karyawan dengan well-being yang tinggi akan menunjukkan kemampuan untuk sepenuhnya membawa diri ke dalam pekerjaannya, untuk menjadi bagian yang berarti dalam hidupnya, terlibat secara kognitif, emosional dan perilaku. Individu yang mempunyai well-being akan menunjukkan hal-hal yang positif terhadap pengalaman kerjanya dan mampu menerima dirinya apa adanya. Individu yang mampu menerima diri apa adanya akan mengenali kelebihan dan kelemahannya dengan baik sehingga dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan keinginannya. Pengembangan diri tersebut dapat berupa aktualisasi diri di dalam pekerjaan yang dikuasainya. Individu yang dapat beraktualisasi diri akan menunjukkan kinerja yang maksimal sehingga lebih produktif dalam bekerja.

12 12 individu yang produktif memperlihatkan keterlibatannya secara penuh di dalam pekerjaan sehingga akan memunculkan keterikatan individu terhadap pekerjaan dan perusahaannya. Sridevi (2010) mengungkapkan beberapa hal yang dapat digunakan untuk menjaga agar karyawan mempunyai engagement, diantaranya: 1. Pelaksanaan seleksi karyawan yang efektif dengan disertai program orientasi yang efektif pula. 2. Pembentukan engagement dari atas karena tidak akan ada karyawan yang terlibat apabila pemimpinnya tidak terlibat. 3. Manajer harus mampu meningkatkan komunikasi dua arah. 4. Memastikan bahwa karyawan memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaannya. 5. Memberikan pelatihan yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan karyawan. 6. Membangun mekanisme reward, dimana pekerjaan yang baik akan dihargai melalui berbagai insentif berupa material maupun non material. 7. Membangun budaya perusahaan yang khas dengan mendorong karyawan untuk bekerja keras dan menghidupkan kisah-kisah sukses. 8. Mengembangkan sistem manajemen kinerja yang kuat sehingga manajer dan karyawan akan bertanggungjawab atas perilakunya di tempat kerja. 9. Fokus pada karyawan yang memiliki kinerja terbaik untuk mengurangi turn over dan mempertahankan atau meningkatkan kinerja perusahaan. Permasalahan secara khusus mengenai employee engagement yang terjadi di PT. KIEC terlihat dari perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan. Perilaku yang nampak adalah mengenai pemanfaatan jam kerja yang masih belum efektif

13 13 untuk digunakan sebagai waktu penyelesaian pekerjaan. Perilaku-perilaku tersebut antara lain keterlambatan masuk kerja, memperpanjang jam istirahat, penggunaan jam kerja untuk urusan pribadi, serta bercanda dan beristirahat di pantry ketika jam kerja. Data keterlambatan masuk kerja yang diperoleh selama 3 bulan terakhir yaitu bulan Juni, Juli, dan Agustus berturut-turut sebesar 45%, 49%%, dan 43% dari jumlah karyawan. Selain itu, perusahaan juga sudah memberlakukan punishment untuk keterlambatan dengan menampilkan 10 besar keterlambatan pada layar LCD yang terpasang di lobby kantor dan adanya pemotongan gaji karyawan. Pemberlakuan punishment tersebut ternyata belum mampu memberikan efek jera kepada karyawan karena masih banyak karyawan yang tetap datang terlambat ke kantor. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan tersebut sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Kahn (1990) mengenai dimensi dari employee engagement, yaitu fisik, kognitif, dan emosional. Dimensi fisik ditunjukkan dari perilaku keterlambatan masuk kantor dan penggunaan jam kerja untuk urusan pribadi. Dimensi kognitif terlihat dari karyawan yang kurang fokus pada pekerjaan karena menggunakan jam kerja untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Dimensi emosional terlihat dari ketidakseriusan karyawan dalam menghadapi pekerjaannya, seperti berbincang-bincang di pantry dan bercanda ketika jam kerja. Berdasarkan beberapa hal tersebut, terlihat bahwa employee engagement masih belum tumbuh secara optimal di PT. KIEC. Upaya untuk memaksimalkan employee engagement tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan kepuasan kerja dan well-being dari karyawan. Oleh karena itu, kepuasan kerja dan well-being

14 14 dari karyawan di perusahaan tersebut digunakan sebagai prediktor untuk meningkatkan employee engagement dari setiap karyawan. Penelitian ini akan membahas secara khusus mengenai prediktor dari employee engagement. Sesuai dengan penjelasan yang telah diberikan di atas, maka penelitian ini akan menggunakan variabel kepuasan kerja dan well-being yang diharapkan mampu memprediksi adanya employee engagement pada karyawan. Variabel tersebut dipilih karena dengan adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka persahaan dapat mempertahankan karyawannya untuk tidak berpindah pada perusahaan lain. Hal itu mengindikasikan bahwa karyawan yang merasa puas terhadap pekerjaannya, maka karyawan akan merasa lebih terikat dengan pekerjaan dan organisasi/perusahaan tempatnya bekerja sehingga muncul adanya employee engagement. Selain itu, employee engagement juga diharapkan dapat diprediksi dengan menggunakan variabel well-being. Karyawan dengan tingkat well-being yang tinggi juga akan mempunyai tingkat employee engagement yang tinggi. Apabila karyawan merasa bahagia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, maka karyawan tersebut akan merasa nyaman berada dalam organisasi/perusahaan tempatnya bekerja. Kenyamanan yang sudah didapatkan selanjutnya akan membuat karyawan tidak ingin meninggalkan pekerjaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan kepuasan kerja dan well-being dalam memprediksi employee engagement. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi bagi ilmu pengetahuan terutama psikologi bidang industri dan organisasi. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana baru bagi keilmuan bidang psikologi sehingga menambah informasi dalam pengetahuan, khususnya mengenai employee engagement.

15 15 Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan implikasi bagi karyawan dan perusahaan untuk meningkatkan employee engagement. Upaya peningkatan employee engagement dapat dilakukan melalui pemenuhan kepuasan kerja dan well-being dari karyawan. Apabila diketahui bahwa kepuasan kerja dan well-being mampu memprediksi employee engagement, maka perusahaan dapat menggunakan variabel tersebut untuk meningkatkan employee engagement karyawannya. Apabila kepuasan kerja dan well-being tidak terbukti mampu memprediksi employee engagement, maka perlu dilakukan penelitian lagi untuk mendapatkan variabel lain yang dapat memprediksi employee engagement. Berdasarkan urain di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja dan well-being dapat menjadi prediktor dari employee engagement.

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Employee Engagement 2.1.1 Pengertian Employee Engagement Banyak penelitian yang menggunakan istilah engagement sebagai variabel mereka, tetapi belum ada definisi jelas mengenai

Lebih terperinci

Faktor Individu dalam Organisasi dan Motivasi

Faktor Individu dalam Organisasi dan Motivasi Faktor Individu dalam Organisasi dan Pertemuan ke sembilan dan kesepuluh Kontribusi dan Kompensasi Kontribusi apa yang dapat diberikan oleh individu bagi organisasi atau perusahaan Kompensasi apa yang

Lebih terperinci

Bab II KAJIAN PUSTAKA. Pada bagian ini disajikan definisi motivasi kerja individu, teori motivasi

Bab II KAJIAN PUSTAKA. Pada bagian ini disajikan definisi motivasi kerja individu, teori motivasi Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Kerja Individu Pada bagian ini disajikan definisi motivasi kerja individu, teori motivasi dua faktor, prediktor motivasi kerja dan dampak motivasi kerja terhadap minat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Inisiatif manajerial Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi kepada tenaga kerja perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas

Lebih terperinci

BAB II RERANGKA TEORITIS

BAB II RERANGKA TEORITIS BAB II RERANGKA TEORITIS 2.1. Konsep Dasar 2.1.1. Keterlibatan Kerja Konsep keterlibatan kerja pertama kali diperkenalkan oleh Lodahl dan Kejner (1965). Mereka menghubungkan keterlibatan kerja pada identifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan berdampak terhadap kegagalan perwujudan visi dan misi organisasi. Kepuasan kerja pegawai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentingnya manusia sebagai tenaga kerja tidak dapat disangkal lagi, bahwa dalam peranannya faktor manusia tidak kalah penting bila dibandingkan dengan mesin,

Lebih terperinci

ORGANIZATIONAL BEHAVIOR. Motivasi Sumber Daya Manusia

ORGANIZATIONAL BEHAVIOR. Motivasi Sumber Daya Manusia ORGANIZATIONAL BEHAVIOR Motivasi Sumber Daya Manusia Faktor Penentu Kinerja (Griffin) Motivasi (Motivation) Kemampuan (Ability) Lingkungan Pekerjaan (Work Environment) Pengertian Motivasi Motivation is

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang ini tingkat persaingan bisnis semakin tinggi, terutama dalam memasuki era globalisasi. Pesaing yang muncul bukan hanya kalangan dalam negeri namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1 Motivasi Kerja 2.1.1 Definisi Motivasi Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan usaha yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan dalam memenuhi beberapa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas yang menjadi tanggung jawab guru tersebut secara tepat waktu, disamping

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai berbagai macam tujuan. Aktifitas di dalam suatu perusahaan selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

Individu - Organisasi dan Motivasi

Individu - Organisasi dan Motivasi Individu - Organisasi dan Motivasi Kontribusi dan Kompensasi Kontribusi apa yang dapat diberikan oleh individu bagi organisasi atau perusahaan Kompensasi apa yang dapat diberikan oleh organisasi atau perusahaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

KONSEP DASAR MOTIVASI. Oleh : Desy Herma Fauza, SE., MM

KONSEP DASAR MOTIVASI. Oleh : Desy Herma Fauza, SE., MM KONSEP DASAR MOTIVASI Oleh : Desy Herma Fauza, SE., MM 1 Faktor Penentu Kinerja (Griffin) Motivasi (Motivation) Kemampuan (Ability) Lingkungan Pekerjaan (Work Environment) Pengertian Motivasi Motivation

Lebih terperinci

Konsep Dasar Motivasi. (Perilaku Keorganisasian, Dr. M.M. Nilam Widyarini)

Konsep Dasar Motivasi. (Perilaku Keorganisasian, Dr. M.M. Nilam Widyarini) Konsep Dasar Motivasi (Perilaku Keorganisasian, Dr. M.M. Nilam Widyarini) Motif Alasan yang disadari oleh indv untuk bertingkah laku pada suatu tujuan Motivasi Suatu proses dimana kebutuhan2 mendorong

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB) Schultz (Prihatsanti, 2010) menyatakan bahwa OCB melibatkan usaha ekstra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah organisasi, karena SDM yang akan menggerakan organisasi serta mengembangkan dan mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah apa yang individu rasakan tentang pekerjaannya dan berbagai aspek dari pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan kerja menurut Kinicki et al

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2000) dengan judul Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting organisasi karena perannya sebagai pelaksana kebijakan dan kegiatan operasional dalam mencapai tujuan organisasi. Berhasil

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas tentang teori dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang akan mendasari penelitian ini. Pemabahasan ini akan menjadi panduan dalam memahami secara

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan BAB II URAIAN TEORITIS A. PENELITIAN TERDAHULU Menurut Febya (2008) Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan

BAB II LANDASAN TEORI. maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya (Robbins, 2006). Dalam hal ini adalah karyawan. Karyawan dapat menilai seberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 PRODUKTIVITAS KERJA 1.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja Produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi. 2 Penentu keberhasilan dan pencapaian tujuan organisasi selalu berkaitan dengan sumber daya manusianya. Hal tersebut membuat sikap kerja karyawan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh organisasi.

Lebih terperinci

Pokok-pokok bahasan: Definisi Motivasi Motivasi dan Kinerja Perkembangan Teori Motivasi

Pokok-pokok bahasan: Definisi Motivasi Motivasi dan Kinerja Perkembangan Teori Motivasi BAB 9 MOTIVASI Pokok-pokok bahasan: Definisi Motivasi Motivasi dan Kinerja Perkembangan Teori Motivasi 1. Teori Isi (Content theory) 2. Teori Proses (Process theory) 3. Teori Penguatan (Reinforcement theory)

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN. KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. PUPUK KALTIM Tbk

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN. KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. PUPUK KALTIM Tbk NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. PUPUK KALTIM Tbk Oleh: ADHY PURWANTO MIFTAHUN NI MAH SUSENO PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

Kebutuhan manusia sebagai sumber motivasi MOTIVASI KERJA. Disusun oleh: Ida Yustina

Kebutuhan manusia sebagai sumber motivasi MOTIVASI KERJA. Disusun oleh: Ida Yustina Kebutuhan manusia sebagai sumber motivasi MOTIVASI KERJA Disusun oleh: Ida Yustina Kesuksesan suatu organisasi sangat tergantung dari aktivitas dan kreativitas sumber daya manusianya Oleh karenanya, seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka perlu dikaji teori tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka perlu dikaji teori tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka perlu dikaji teori tentang produktivitas dan motivasi pada industri konstruksi, definisi motivasi, teori motivasi kerja, teori hirarki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan oleh kemajuan zaman. Hal ini membawa dampak yang cukup besar bagi dunia industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku keanggotaan organisasi (Organizational Citizenship Behavior-OCB) telah menjadi topik yang mendapat banyak perhatian dari para akademisi maupun para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang bernama Gallup pada tahun 1990-an. Menurut survei Global, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal-usul kemunculan employee engagement dalam dunia bisnis tidak sepenuhnya jelas. Pertama kali yang menggunakan ide tersebut adalah sebuah organisasi yang bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

Motivasi dan Kepemimpinan

Motivasi dan Kepemimpinan Motivasi dan Kepemimpinan Manajemen Industri Ponco WP PTI FT UNY 2014 (Diambil dari beberapa sumber) Pentingnya motivasi Salah satu faktor penting yang mempengaruhi Kinerja karyawan adalah motivasi. Motivasi

Lebih terperinci

Robbins and Judge Organization Behavior 15 Edition

Robbins and Judge Organization Behavior 15 Edition Robbins and Judge Organization Behavior 15 Edition The material used in producing this presentation derived from the book. Several examples added to enrich the student s understanding Please acknowledge

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Motivasi Kerja 1.1 Definisi Motivasi Kerja Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan (Steers & Porter, 1975 dalam Wijono, 2010). Motivasi juga sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Khan (dalam Schaufeli, 2012) menyatakan work engagement dalam pekerjaan di konsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5 Penempatan School of Communication Pegawai & Business Inspiring Creative Innovation Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5 Konsep - Konsep Motivasi Dasar SN 322023 PERILAKU ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk.

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi pada organisasi daripada karyawan yang performanya buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah aset dari sebuah perusahaan. Produktivitas dan keuntungan dari perusahaan tergantung pada bagaimana performa dari karyawan tersebut. Karyawan yang performa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Organizational Citizenship Behavior (OCB) 2.1.1 Definisi OCB Huang et al. (2012) mengemukakan tiga kategori perilaku pekerja, yaitu: (a) berpartisipasi, terikat dan berada dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI

TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI II. TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI Motivasi berasal dari kata dasar motif yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Cascio (2003) mengungkapkan OCB sebagai perilaku kebijaksanaan karyawan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebelum revolusi industri, yang bertanggung jawab mencari uang untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga adalah laki-laki, sedangkan seorang perempuan dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil evaluasi seseorang terhadap hidupnya baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan dengan sejauh mana individu merasakan secara positif atau negatif berbagai macam faktor atau dimensi dari tugas-tugas dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mencakup pengertian budaya kinerja tinggi dan juga kepuasan kerja.

BAB II LANDASAN TEORI. mencakup pengertian budaya kinerja tinggi dan juga kepuasan kerja. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab sebelumnya telah dijabarkan mengenai latar belakang dari penelitian ini. Dalam bab ini akan dijabarkan landasan teori yang menjadi acuan serta hipotesis yang dikembangkan

Lebih terperinci

TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI

TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI Manager yang berhasil adalah yang mampu menggerakkan bawahannya dengan menciptakan motivasi yang tepat bagi bawahannya PEMBAGIAN TEORI MOTIVASI TEORI ISI (Content Theory)

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak 12 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan sumber daya yang menggerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM merupakan aset penting dalam suatu organisasi, karena merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam pencapaian keberhasilan organisasi. Tantangan yang dihadapi organisasi pada masa sekarang dan dimasa

Lebih terperinci

TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI

TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI PERILAKU ORGANISASI TEORI MOTIVASI & TEKNIK MEMOTIVASI Manager yang berhasil adalah yang mampu menggerakkan bawahannya dengan menciptakan motivasi yang tepat bagi bawahannya PEMBAGIAN TEORI MOTIVASI TEORI

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Sunyoto (2012), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan

Lebih terperinci

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5

School of Communication Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5 Penempatan School of Communication Pegawai & Business Inspiring Creative Innovation Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Pertemuan ke-5 Konsep - Konsep Motivasi Dasar PERILAKU ORGANISASI 2 Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. McDonald's Corporation pertama didirikan pada tahun 1940 oleh dua

BAB I PENDAHULUAN. McDonald's Corporation pertama didirikan pada tahun 1940 oleh dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah McDonald's Corporation pertama didirikan pada tahun 1940 oleh dua bersaudara Dick dan Mac McDonald, sebelum dibeli oleh Ray Kroc pada tanggal 15 April 1955

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Employee Engagement 1. Pengertian Employee Engagement Kata engage memiliki berbagai makna dan banyak peneliti yang memiliki pengertian berbeda mengenai engagement (Albrecht, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain

BAB I PENDAHULUAN. aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan atau sumber daya manusia ( SDM ) merupakan satu-satunya aset perusahaan yang bernapas atau hidup disamping aset aset lain yang tidak bernapas atau bersifat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB)

BAB II URAIAN TEORITIS. Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Pembahasan mengenai Organizational Citizenship Behavior (OCB) pernah dilakukan Marfirani (2008) dengan judul penelitian Hubungan Kepuasan Kerja dengan Organizational

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI

PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI & Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 08 MK61010 Abstract Mampu menjelaskan dan mengkomunikasikan hasil dari interaksi

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Organizational Citizenship Behavior (OCB) individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja dan dihargai dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas beberapa teori yang mendasari penelitian ini. Teoriteori yang digunakan sebagai acuan merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan seseorang tentunya tidak akan pernah lepas dari peranan orang tua karena orang tua merupakan tumpuan pertama anak dalam memahami dunia. Orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Two Factor Theory Prinsip teori ini mengemukakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Teori

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian Sebagai organisasi perbankan yang terbentuk dari empat gabungan bank, mempunyai masalah dengan perbedaan culture dari masing-masing orang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat 82 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai kepuasan kerja operator bagian produksi PT X di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karyawan yang tidak puas dengan kerja mereka cenderung kehilangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karyawan yang tidak puas dengan kerja mereka cenderung kehilangan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan yang tidak puas dengan kerja mereka cenderung kehilangan pekerjaan, terlambat untuk bekerja, hingga keluar dari pekerjaan mereka sedangkan karyawan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI Pemerintah merupakan organisasi pelayanan publik yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Pegawai negeri sipil yang merupakan pelaksana tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5.

1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5. 1. PENGERTIAN 2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 3. TEORI-TEORI YANG BERKAITAN DENGAN MOTIVASI 4. BAGAIMANA MENJADI TERMOTIVASI? 5. MOTIVASI, KEPUASAN KERJA, DAN KINERJA 6. TERTAWA ITU SEHAT, MARI TERTAWA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah. serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Iklim Organisasi 2.1.1 Pengertian Iklim Organisasi Iklim organisasi (atau disebut juga suasana organisasi) adalah serangkaian lingkungan kerja di sekitar tempat kerja yang

Lebih terperinci