Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11"

Transkripsi

1 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 11 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan didiskusikan mengenai strategi meningkatkan kesejahteraan psikologis Kompetensi Mampu menguraikan dan menjelaskan mampu memahami strategi peningkatan kesehatan jiwa dengan program kesehatan jiwa yang bersifat kuratif, preventif dan promotif

2 Pengantar Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan Dalam Sejarah Konsep kesejahteraan psikologis dalam sejarah yang dikembangkan oleh para ahli psikologi berdasarkan dari konsep kebahagiaan. Konsep ini sebenarnya bukan konsep baru, karena para filosof dan ilmuwan zaman dahulu sudah cukup serius mendiskusikannya. Namun demikian para ilmuwan saat ini, mengkonseptualisasikan konsep kesejahteraan psikologis dengan membedakannya dengan kesejahteraan fisik atau materi, gabungan dari keduanya yaitu kesejahteraan fisik dan psikologis disebut dengan kebahagiaan (Kasturi, ) Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasanya menyebut kesejahteraan psikologis dengan istilah kebahagiaan. Konsep kebahagiaan sendiri telah didiskusikan secara menarik sejak ribuan tahun silam, pada masa Yunani Kuno. Yaitu zaman para pemikir seperti Sokrates, Epikuros, Plato, Aristoteles, dan sebagainya. Mereka mengkaji konsep kebahagiaan secara berbeda tergantung dari sudut pandang yang mereka anggap tepat untuk membidiknya. Dari sekian filsuf, Sokrates menduduki tempat yang istimewa dalam sejarah diksusi kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan dapat diraih melalui usaha-usaha manusia. Ia juga mengatakan bahwa setiap manusia memiiki tujuan hidup yang sama yaitu meraih kebahagiaan yang disebutnya sebagai eudaimonia. Secara harfiah eudaimonia dapat diartikan sebagai jiwa yang baik. Eudaimonia dapat diraih oleh manusia apabila manusia telah memiliki pengetahuan tentang itu, sehingga dari pengetahuan tersebut manusia akan berperilaku baik pula (Kasturi, ). Perilaku-perilaku buruk pada manusia disebabkan karena manusia tidak memiliki pengetahuan tentang hal yang baik. Pengetahuan tentang kebaikan menjadi sumber kebahagiaan. Manusia akan mencapai kebahagiaan apabila mereka memahami prinsip kebaikan. Dari keyakinannya itu Sokrates merekomendasikan kepada para pemimpin Negara bahwa selain memimpin suatu Negara para pemimpin juga harus memperhatikan kebahagiaan rakyatnya. Dengan kata lain kebahagiaan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah. Sokrates menyimpulkan tujuan utama kehidupan manusia untuk membangun jiwanya sebaik mungkin (Kasturi, ). Sayangnya penjelasan Sokrates berhenti sampai di situ, mestinya Sokrates mengelaborasi lebih jauh apa yang dimaksud jiwa yang baik dan bagaimana cara membangunnya? Tidak mendetailnya penjelasan di atas menyebabkan murid-muridnya 2

3 menjabarkan pendapatnya sendiri-sendiri di mana yang satu bertentangan dengan yang lain. Menurut salah satu muridnya, Antithenes, kebahagiaan itu sifatnya metafisik maka halhal metafisik yang harus ditingkatkan. Untuk meraih kebahagiaan manusia harus meninggalkan kesenangan-kesenangan materiil menuju kesenangan-kesenangan yang lebih hakiki yaitu imateriil. Murid Sokrates lainnya yaitu Plato, membicarakan tentang keadilan psikis yaitu bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan fisiknya seperti makan dan minum dengan kebutuhan psikologisnya seperti ketenangan, kenyamanan, dan bebas dari konfik, atau bagiaman setiap bagian jiwa dapat menyeimbangkan fungsinya. Namun Plato tidak secara kongkrit menjelaskan bagaimana hubungan antara keadilan sosial, keadilan psikologis, dan kebahagiaan. keduanya menjadi prasyarat kebahagiaan, ataukah pelengkap kebahagiaan. Sama halnya seperti gurunya, Plato berpandangan bahwa the good life (eudomonegnia) atau kebahagiaan dapat dicapai dengan cara hidup secara berkomunitas atau bernegara, sehingga agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan lebih berbahagia, maka perlu diciptakan pemerintahan yang baik pula. Menurut Plato, kedua pihak saling mempengaruhi. Tatanan pemerintahan yang baik dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tenteram dan sejahtera, sebaliknya kesejahteraan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan diri pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Konsepsi kehidupan yang baik dijelaskan oleh Plato dari teorinya tentang ide. Menurutnya, pada hakekatnya manusia memiliki kerinduan untuk kembali ke negeri asalnya yaitu pulang ke kerajaan ideide. Kondisi tersebut dapat dicapai bila manusia memiliki akal budi (kualitas diri) yang baik. Akal budi akan membuat manusia mampu menguasai dirinya sendiri, sehingga manusia memiliki ketenangan hidup. Untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia juga harus memenuhi hidupnya dengan keutamaan-keutamaan, yaitu: kebijaksanaan, keberanian, memahami diri sendiri, dan keadilan. Manusia yang telah memiliki keempat keutamaan tersebut ruhnya akan bisa memasuki alam-alam ruh (ruhani), sehingga manusia akan memiliki. Kualitas hidup yang baik yang membedakannya dengan manusia-manusia lainnya. Pandangan-pandangan Plato selanjutnya diteruskan oleh muridnya yaitu Aristoteles. Menurut Aristoteles happiness depends on ourselves, bila manusia ingin meraihnya maka ia akan mendapatkannya dengan cara melakukan usaha-usaha menuju kesana yaitu melalui cultivation of virtues (penanaman kebaikan-kebaikan). Menurutnya tujuan kehidupan manusia untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tahapan tertinggi yang bisa dicapai oleh hidup manusia. Bila manusia telah bahagia maka telah lengkaplah kebutuhan hidupnya, sehingga bila benarbenar telah mencapai kebahagiaan manusia tidak lagi memerlukan hal-hal lainnya. 3

4 Sejak beberapa dekade yang lampau, Aristoteles (oleh Ryff, 1996) telah mengungkapkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan akhir dalam hidup manusia. Diener (1996) juga mendukung pernyataan tersebut bahwa menjadi sejahtera merupakan hak setiap orang. Seligman (2005) menjelaskan bahwa kebahagian mengacu pada emosi yang positif yang dirasakan setiap individu, Seligman (2005) menyatakan gambaran yang mendapatkan kebahagian yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi, mengelola atau melatih kekuatan dasar yang dimilikinya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan dan pengasuhan. Aristoteles berkeyakinan melalui penggunaan rasio manusia akan meraih kebahagiaan (kebahagiaan personal). Metode perenungan pikiran merupakan sarana untuk mencapai kebaikan tertinggi. Pikiran yang terlatih melalui perenunganperenungan akan menentukan arah kehidupan manusia. Kajian-kajian tentang kebahagiaan ini selanjutnya berkembang, seiring dengan semakin jelinya para peneliti mengkaji konsep kebahagiaan. Konsep kebahagiaan pun berkembang dengan berbagai istilah antara lain: psychological well being, subjective well being, emotional well being, dan sebagainya. Beberapa istilah tersebut sebenarnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan konsep kebahagiaan, namun demikian penjelasan para ahli lebih memperdalam ruang kajian mengenai kebahagiaan ini. Dalam makalah ini kajian akan difiokuskan pada konsep kesejahteraan psikologis. Psychological well-being penting untuk dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff, 1995). Kebahagian yang dialami setiap individu itu bersifat subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan yang berbeda-beda setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga mendatangkan kebahagiaan yang diinginkannya sendiri. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (Akhtar, 2009) yang menyatakan bahwa psychological well being dapat membantu remaja untuk menumbuhkan emosi positif, merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan, mengurangi kecendrungan mereka untuk berprilaku negatif. Secara konseptual, temuan empiris pada model psikologis kesejahteraan, terdapat dua poin utama yang meliputi: pertama adalah bahwa kesejahteraan, diartikan sebagai pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh konteks sekitar kehidupan masyarakat. Kedua adalah bahwa kesejahteraan yaitu fokus untuk kesehatan dengan mengutamakan peraturan yang efektif terhadap sistem fisiologis (Ryff dan Singer, 2008). 4

5 Kesejahteraan Psikologis dalam Konsep Menurut Ryff (1989), psychological well being yaitu terpenuhinya kondisi-kondisi psikologis pada beberapa dimensi utama yaitu: penerimaan diri, hubungan-hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, pemahaman lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan psikologis bukanlah variable tunggal, para ahli memiliki sebutan yang berbeda-beda untuk indicator yang relative sama ini, diantaranya yaitu Subjective Well Being (SWB) dan Emotional Well-Being (EWB). Para ahli menganggap subjective well being adalah term ilmiah yang ditujukan untuk menggambarkan orang-orang yang mengalami kebahagiaan (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000), meliputi kebahagiaan, kepuasan hidup, kehadiran emosi-emosi yang positif, dan sebaliknya ketiadaan emosi-emosi negatif (Myers & Diener, 1995). Subjective well being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif tentang kehidupan yang berisi emosi-emosi yang menyenangkan (Lyubomirsky dkk, 2005), termasuk didalamnya pemahaman individu terhadap konsep-konsep kehidupan, kepuasan dalam pernikahan dan pekerjaan (Diener, 2003). Dengan kata lain individu yang sudah mencapai well-being adalah mereka yang telah memahami tujuan hidup dan kehidupan, memiliki kontrol diri dan sosial yang baik sehingga dapat memandang hidup dan kehidupan di sekitarnya secara lebih positif, baik itu kondisi kehidupan yang menguntungkan ataupun tidak menguntungkan untuknya. Emotional well being merefer pada kualitas emosional individu dalam kehidupan seharihari terutama berkaitan dengan bahagia, stres, sedih, marah, dan afeksi yang membuat seseorang nyaman dan tidak nyaman (Kahneman & Deaton, 2010). Emosi-emosi positif menjadi triger meningkatnya emotional well being (Fredricson & Joiner, 2002), tidak hanya berpengaruh pada kondisi-kondisi saat ini, bahkan kemungkinan dapat meningkatkan kenyamanan pada masa-masa yang akan datang. Emosi-emosi positif dapat mempengaruhi sikap dan tindakan sehingga membuka diri individu untuk menerima atau berinteraksi dengan orang lain. Dalam kondisi senang akan mudah menerima masukan dari orang lain daripada pada kondisi sedang sedih, sebagai contoh Mahasiswa yang baru saja lulus ujian akan mudah untuk mengeluarkan uang dengan tujuan syukuran, beberapa orang bahkan bisa secara royal membelanjakan uangnya untuk menyenangkan teman-temannya. Mereka mengaku tidak begitu bermasalah mengeluarkan uangnya karena sedang bahagia. Emosi-emosi positif berdampak pada perilaku-perilaku yang positif, sebaliknya emosi-emosi negatif berdampak pada perilaku negatif. Orang yang sedang kehilangan uang akan terlihat murung, sehingga keberadaan orang lain kurang menarik perhatiannya, bahkan bila orang lain tidak hati-hati bisa terkena 5

6 marahnya. Implikasi menurunnya EWB berkaitan dengan persoalan-persoalan kesehatan mental seperti stres, depresi, dan kecemasan. Kondisi-kondisi tersebut pada gilirannya berpengaruh pada kesehatan fisik seperti gangguan pencernaan, kesulitan tidur, dan kekurangan tenaga (lemas). Sebaliknya meningkatnya EWB berdampak positif pada kondisi-kondisi psikologis, seperti kemampuan pemecahan masalah, harga diri, konsep diri, performansi, dan produktivitas kerja, bahkan berpengaruh pada bertambahnya usia individu Teori Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal (Ryff, 1989, dikutip dalam Kasturi, ). Menurut Ramos (dikutip dalam Kasturi, ). kesejahteraan psikologis adalah kebaikan, keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu maupun dalam kelompok. Berger (dikutip dalam Kasturi, ). Menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya. Raz (dikutip dalam Kasturi, ). menambahkan bahwa menjalankan kegiatan sepenuh hati dan sukses dalam menjalin hubungan dengan dengan orang lain merupakan makna dari kesejahteraan psikologis, dengan kata lain sumber dari kesejahteraan psikologis adalah menemukan makna dalam hidupnya. Ryff (dikutip dalam Kasturi, ). menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya. Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fullyfunctioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization,pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi (Ryff, dikutip dalam Kasturi, ). 6

7 Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 2006) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, memiliki kepuasan hidup dan tidak ada tanda-tanda depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis positif dari diri individu yaitu : penerimaan diri, hubungan sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, mengembangkan potensi dan mampu mengontrol lingkungan eksternal. Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Berdasarkan hasil-hasil riset di bidang ilmu psikologi, para ahli merumuskan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, antara lain: kemampuan financial, lingkungan pekerjaan, keluarga, dan tingkat pendidikan (Mirowsky & Ross, 2005), dan kualitas kepribadian. Ryff menjelaskan bagaimana faktor kepribadian (big five personality) dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Ternyata tipe extroversion, conscientiousness, low neuroticism berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan psikologis. Aspek yang dipengaruhi oleh ketiga factor tersebut yaitu self-acceptance, environment mastery, dan purpose in life. Agreeableness dan extraversions berpengaruh terhadap positive relationships with others, sementara itu low neuroticism akan mempengaruhi autonomy. Selanjutnya, Ryff juga mengatakan bahwa keterbukaan terhadap pengalaman baru akan berpengaruh kuta terhadap personal growth. Apabila kita menggunakan teori Ryff di atas, maka bila ingin meningkatkan kesejahteraan psikologis, maka factorfaktor tersebut di ataslah yang perlu untuk ditingkatkan (Mirowsky & Ross, 2005), Meningkatnya factor-faktor selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Sesuai dengan pendapat Ryff di atas, apabila individu memiliki keterbukaan diri dan ceria sehingga mudah pula baginya bergaul dengan orang lain (extraversions), dan ramah (agreeableness) maka individu akan memiliki penerimaan diri yang baik (good selfacceptance) serta memiliki kemampuan dalam membangun hubungan dengan orang lain, dan pemahaman lingkungan social yang baik pula (good environment mastery). Sementara itu individu yang memiliki sikap hati-hati (agreeableness) dan memiliki tingkatan kecemasan yang rendah (low neuroticism) akan meningkatkan penguasaan terhadap lingkungan (environment mastery) dan kejelasan dalam tujuan hidupnya (purpose in life), dan membuat individu lebih mandiri (autonomy) (Mirowsky & Ross, 2005), ilmuwan-ilmuwan menjelaskan konsep kesejahteraan psikologis ini. Dalam makalah ini akan disebutkan dua diantaranya,) terdiri atas dua jenis, yaitu: kebahagiaan materi dan 7

8 kebahagiaan psikologis Kebahagiaan materi pada dasarnya bukan kebahagiaan, karena individu bahagia hanya sebatas pada hal-hal material saja, Ibnu Miskawaih menyebutnya sebagai kebahagiaan yang menipu. Namun demikian, kebanyakan manusia ketika menyebutkan dirinya bahagia sering terjebak dengan kebahagiaan materi ini. Adapun kebahagiaan yang sejati menurut Ibnu Miskawaih adalah kebahagiaan jenis kedua yaitu kebahagiaan psikologis. Konsep kebahagiaan psikologis ini mirip dengan kesejahteraan psikologis (true happiness) kebehagiaan jenis ini akan dapat membawa manusia ke derajat para malaikat. kebahagiaan itu berasal dari transformasi diri, dan terletak pada pemahaman dirinya. Seseorang yang dapat memahami dirinya, maka ia akan bahagia. Karena pemahaman diri dapat menjadi cermin dari pengalaman-pengalaman hidupnya di masa lalu, masa sekarang, dan teropongan individu pada masa yang akan datang (Mirowsky & Ross, 2005). Individu akan benar-benar mencapai taraf kebahagiaan apabila ia dapat terhindar dari sifat-sifat dendam. Kebahagiaan yang mereka miliki merupakan kebahagiaan sejati. Standar kebahagiaan mereka tentunya berbeda dengan jenis kebahagiaan yang dimiliki oleh orangorang awam yang cenderung masih merupakan kebahagiaan material. Kebahagiaan mereka tercapai apabila telah berhasil menunaikan suatu tugas atau berhasil dalam dakwahnya karena kelak mereka meyakini akan hasil dari usahanya (Mirowsky & Ross, 2005), Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Psikologis Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Dukungan Sosial merupakan gambaran ungkapan prilaku suportif (mendukung) yang diberikan seseorang individu kepada individu lain yang memiliki keterikatan dan cukup bermakna dalam hidupnya. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus 1993). Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Adanya interaksi yang baik dan memperoleh dukungan dari rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja ( Feist & Feist, 2008). Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Feist & Feist, 2008). Kegagalan dalam pekerjaan dan terhambatnya income dapat mengakibatkan stres kerja yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis karyawan yang berakhir dengan performa kerja buruk dan 8

9 produktifitas rendah akan merugikan organisasi ataupun perusahaan. Jaringan sosial Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuanpertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000). Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup. Religiusitas Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna. Kepribadian Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif akan cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock,1999; Warr, 2011). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak berani mengambil resiko, kurangnya dalam hal kemampuan mengontrol diri dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di kehidupannya. (Warr, 2011). Dimensi Pada Kesejahteraan Psikologis Karakteristik kesejahteraan psikologis mencakup 6 dimensi menurut Ryff & Singer, 2006 yaitu: a. Otonomi (Autonomy) Dimensi otonomi menyangkut kemampuan dalam menentukan nasib sendiri (self determination), bebas dan memiliki kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri. Dimana individu memahami kapasitasnya dan mampu bersikap tegas dalam mengambil keputusan tanpa melibatkan persetujuan orang lain (Ryff & Singer, 2006). b. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Kemampuan individu untuk memilih, menciptakan dan mengelola lingkungan yang tepat agar sesuai dengan kondisi psikologisnya. Dalam rentang hidupnya, selain kematangan individu juga membutuhkan kemampuan untuk memanipulasi dan mengedalikan lingkungan yang beragam. Pengusaan individu terhadap lingkungannya menunjukkan adanya keberfungsian secara psikologi positif (Ryff & Singer, 2006). c. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth) Individu sadar akan harkat manusia yang tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang membutuhkan aktualisasi diri dan pengembangan potensi diri (Ryff & Singer, 2006). d. Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relations with Others) Dimensi penting lain dari psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah kemampuan individu untuk membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Kemampuan untuk mencintai 9

10 dipandang sebagai komponen utama dari kesehatan mental. Hubungan interpersonal dilandasi dengan perasaan yang kuat dari empati, persahabatan yang mendalam (keintiman), dan kehangatan (Ryff & Singer, 2006). e. Tujuan Hidup (Purpose of Life) Adanya tujuan hidup yang jelas merupakan bagian penting dari karakteristik individu yang memiliki kesejahteraan psikologis. Tujuan dalam hidup membawa individu lebih produktif dan kreatif dikemudian hari. Salah satunya yaitu fungsi positif pada tujuan, niat, dan arti arah yang semuanya berkontribusi terhadap perasaan bahwa kehidupan harus bermakna (Ryff & Singer, 2006). f. Penerimaan Diri (Self Acceptance) Penerimaan diri merupakan salah satu karakter dari individu yang mengaktualisasikan dirinya secara optimal dan matang dimana mereka dapat menerima dirinya apa adanya dan menerima kehidupan masa lalunya. Demikian, memberikan penilaian yang positif terhadap karakter dan keunikan diri sendiri (Ryff & Singer, 2006). 10

11 Daftar Pustaka.Feist. J & Feist, G. J. (2008). Theories of personality (7th. Ed.). New York: Mc:Grawhill. Kasturi, T.(). Meningkatkan kesejahteraan psikologis masyarakat indonesia. Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia, Vol 1 (1), 1-7. Mirowsky J, Ross CE. (2005). Education, Learned Effectiveness, and Health. Review of Education, 3, Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2006). Know Thyself and Become What You Are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal of Happiness Studies 9:13 39 Springer. DOI /s Seligman, M.E.P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology: an introduction. American Psychologist, 55,

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM Prosiding Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia 2016 Vol. 1, No. 1, Hal 1-7 MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT INDONESIA: TINJAUAN PSIKOLOGI ISLAM Taufik Kasturi, Ph.D taufik@ums.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing pada mahasiswa Fakultas Psikologi Unversitas X di kota Bandung, maka diperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA

GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA GAMBARAN KEBAHAGIAAN MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BATAK, JAWA, MINANG, DAN SUNDA INDIENA SARASWATI ABSTRAK Studi yang menggunakan teori kebahagiaan

Lebih terperinci

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS) 1 Hany Fakhitah, 2 Temi Damayanti Djamhoer 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Lebih terperinci

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING Pendahuluan Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan social-psychological dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 2.1.1. Definisi Psychological Well-Being Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being. Menurut Ryff (1989), psychological well being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi lansia di dunia mengalami peningkatan pesat. Berdasarkan hasil penelitian Kinsella &Velkof (2001), bahwa sepanjang tahun 2000, populasi lansia dunia tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Pengertian Psychological Well-Being Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap individu, baik dengan keunikan ataupun kekurangan berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi psychological well-being, faktor-faktor yang berkaitan dengan psychological well-being, pengertian remaja,

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 149 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Pada bab pendahuluan telah dijelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being pada wanita dewasa muda yang menjadi istri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini, sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya, semakin banyak sumber daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Di zaman modern dan era globalisasi ini, sangat mudah untuk menemukan individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku seksual yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 246-6448 Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung 1 Rahmadina Haturahim, 2 Lilim Halimah 1,2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah penderita penyakit Lupus di Indonesia meningkat dari 12.700 jiwa pada 2012 menjadi 13.300 jiwa per

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setelah sepasang pria dan wanita menikah, memiliki anak merupakan hal yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala upaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan melewati berbagai tahapan perkembangan yang berbeda dalam hidupnya. Tahapan perkembangan yang terakhir dalam hidup manusia adalah masa lansia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat

Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak. diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat Employee engagement merupakan topik yang sudah banyak diperbincangkan dalam perusahaan. Employee engagement menjadi sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk dapat mempertahankan karyawannya yang bertalenta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi membawa kemajuan dan perubahan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Alat Ukur

LAMPIRAN A. Alat Ukur LAMPIRAN A Alat Ukur A1. Kuesioner PWB Petunjuk pengisian : Di balik halaman ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan apa yang Saudara rasakan terhadap diri sendiri dan kehidupan Saudara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS 11 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Psychological Well-Being 1. Konsep Psychological Well-Being Psychological well-being (kesejahteraan psikologi) dipopulerkan oleh Ryff pada tahun 1989. Psychological well-being

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Disusun Oleh Nama : Pandu Perdana NPM : 15512631 Kelas : 4PA05 Keluarga Perceraian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-being 1. Definisi Psychological well-being Psychological well-being merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well Being) Ryff (dalam Lianawati, 2008) membangun model Kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU Program Studi PG-PAUD FKIP Universitas Riau email: pakzul_n@yahoo.co.id ABSTRAK Kesejahteraan guru secara umum sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya, dalam membentuk kepribadiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya tingkat persaingan dalam dunia pekerjaan, menuntut individu untuk mengejar pendidikan hingga tingkat yang lebih tinggi (Utami & Kusdiyanti, 2014), terlebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Santrock, orang yang telah lanjut usia dimulai ketika seseorang mulai memasuki usia 60 tahun. Seringkali usia yang telah lanjut dianggap sebagai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk individu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, Manusia selalu menginginkan kehidupan yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap individu dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fausiah&Widury, 2007), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang

Lebih terperinci

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kekerasan dalam rumah tangga menjadi sebuah fenomena sosial yang memprihatinkan di tengah masyarakat. Abrahams (2007), mengungkapkan bahwa kekerasan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Pengantar Kesehatan Mental. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Pengantar Kesehatan Mental. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Pengantar Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Silabus Konsep sakit dan sehat Sejarah Kesehatan mental

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kebutuhan yang tidak terbatas dan tidak akan pernah berhenti sampai mengalami kematian. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA

HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA HUBUNGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA ISTRI YANG TINGGAL DI RUMAH MERTUA Nellafrisca Noviasari dan Agoes Dariyo Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ABSTRAKSI Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Campbell (1976) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil evaluasi seseorang terhadap hidupnya baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Eudaimonia (kebahagiaan) dikenal melalui tulisan filsuf Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah psychological well-being.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi. 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari ( Ryff, 1995). Ryff (1989) mengatakan kebahagiaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki konsep ideal dalam hidupnya, salah satunya menurut Gavin dan Mason (2004) adalah kesejahteraan. Dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya, karena manusia memiliki akal budi dan dapat berpikir. Seiring berjalannya waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan HIV merupakan sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah kurang lebih lima hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being. Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being 1. Definisi Psychological Well-Being Psychological well-being (PWB) merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support)

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA. (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS DITINJAU DARI DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA (Psychological Well-Being Review From Family Social Support) ANITA CRESENTIANA LINDA YOSEPHIN Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pet Attachment II.1.1 Pengertian Pet Attachment Konsep pet attachment diambil langsung dari teori Bowlby (dalam Quinn, 2005) mengenai gaya kelekatan atau attachment. Bowlby menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja. Aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan memperoleh ilmu sesuai dengan tingkat kebutuhannya yang dilaksanakan secara formal sebagai

Lebih terperinci

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi)

RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) RELIGIUSITAS ISLAM DAN KEBAHAGIAAN (Sebuah Telaah dengan Perspektif Psikologi) Ros Mayasari Abstrak: Psikologi menjelaskan kebahagiaan dengan dua pendekatan yang berbeda yaitu tercapainya kepuasaan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Yang Bekerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Yang Bekerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Yang Bekerja 1. Pengertian Psychological Well-Being Istilah psychological well-being pertama kali berangkat dari pandangan filsuf Aristoteles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh setiap individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang, mengisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran 5.1 Simpulan Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecemasan state dengan psychological well being pada isteri TNI Angkatan Darat yang suaminya bertugas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana.

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D Human Development (Psikologi Perkembangan Edisi Kesepuluh). Jakarta: Kencana. DAFTAR PUSTAKA Fransiska, M. 2009. Gambaran Psychological well-being pada Pria Gay Dewasa Muda yang telah Coming-out. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mardiah, D. 2009. Hubungan antara

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci