VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI"

Transkripsi

1 VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Variasi Genetik dan Perubahan Patologik Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) pada Cyprinus carpio adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Budi Sugianti NRP B

3 Abstract BUDI SUGIANTI. Genetic Variation and Pathological Changes of Koi Herpesvirus (KHV) Infection of Cyprinus carpio. Under supervision of MARTHEN B.M. MALOLE, BAMBANG PONTJO P., S. BUDI PRAYITNO, ETTY RIANI. KHV has made mass mortality in koi and common carp, and spread out to many countries. In Indonesia, KHV has caused outbreaks of mass mortality in many provinces, and cause economic losses and significant social matter. The aim of this research are to recognize and to analyze genetic variation of KHV that infects Cyprinus-carpio and to recognize its biogeographic distribution in Indonesia as well as to recognize and to analyze tissues pathological changes which infected by KHV. In this research, the fish that have been used are koi and common carp which suspected infected by KHV according to the clinical symptoms derived from 20 provinces in Indonesia. In every fish sample was taken its gill to PCR examination and then was done sequencing DNA (for KHV positive samples), for histopathology and immunohistochemistry examination, the organs that were taken: gill, kidney, spleen, intestine or digestive tract, liver, heart, and brain. Based on the results of sequencing DNA KHV and phylogenetic tree construction that has been made, there are 17 variants from 18 samples KHV positive was found. Those variants can be grouped into two clusters the main branch which consisted of group 1 includes variants KHV from South Kalimantan, Lampung, West Papua, West Kalimantan, West Java, Bali, East Nusa Tenggara. Then group II consists of KHV variants from North Sumatra, West Kalimantan, West Nusa Tenggara, Riau, East Kalimantan, and DKI Jakarta. Related to the infections of KHV variants on koi and common carp, pathological changes were found in such organs (gill, spleen, kidney, intestine and digestive tract, liver, heart, and brain). Pathological changes in gill organ was found proliferation of epithelial cells and fusion of secondary lamella, hypertrophy epithelial cells of gill lamella, telangiectasis, the inclusion body, edema, proliferation of hyaline layer and fibrosis at the base of the gills. Spleen pathological change was found infiltration of inflammatory cells or lymphocytes, appeared MMC, hemorrhage, congestion, and edema. Kidney pathological change was found hemorrhage, proliferation of cells in the interstitial, MMC, thickening of the tubule, inflammation of the glomerulus, the inclusion body, congestion, edema, fibrosis, necrosis of the glomerular. Intestine and digestive tract was found hemorrhage, enteritis, proliferation, goblet cells, fusion of the villi, deposit enterolit on gastric, congestion, edema, and necrosis in krypta. Liver pathological change was found hydropic degeneration, perivascular cuffing, congestion, and fibrosis. Heart pathological change was found infiltration of inflammatory cells or lymphocytes in the endocardium, hemorrhage, epicarditis, pericarditis, myocarditis, vacuolization, congestion, edema, fibrosis, and necrosis. Keywords: Koi Herpesvirus, Genetic Variation, Pathological Change, Cyprinus carpio.

4 RINGKASAN BUDI SUGIANTI. Variasi Genetik dan Perubahan Patologis Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) pada Cyprinus carpio. Dibimbing oleh MARTHEN B.M. MALOLE, BAMBANG PONTJO P., S. BUDI PRAYITNO, dan ETTY RIANI. KHV diketahui telah menyebabkan kematian masal pada golongan ikan mas dan koi. Virus ini telah tersebar di berbagai negara di dunia. Di Indonesia, KHV dilaporkan telah menimbulkan wabah kematian masal di banyak provinsi, dan menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang cukup besar. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis variasi genetik KHV yang menginfeksi Cyprinus carpio dan mengetahui sebaran biogeografisnya di Indonesia, mengetahui dan menganalisis perubahan patologis jaringan yang terinfeksi KHV, serta mengetahui dan menganalisis penyebaran KHV pada jaringan organ-organ target yang terinfeksi KHV. Dalam penelitian ini, ikan uji yang digunakan adalah ikan mas dan koi yang diduga positif terinfeksi KHV berdasarkan pada gejala klinis yang berasal dari 20 provinsi di Indonesia. Pada setiap ikan sampel diambil organ insang untuk pemeriksaan PCR, dan selanjutnya dilakukan sekuensing DNA (untuk sampelsampel positif KHV). Untuk pemeriksaan histopatologi dan uji imunohistokimia, organ yang diambil terdiri dari insang, ginjal, limpa, usus/saluran pencernaan, hati, jantung, dan otak. Pemeriksaan sampel dengan metoda PCR dimulai dengan melakukan ekstraksi DNA KHV dari insang, selanjutnya dilakukan amplifikasi produk DNA, elektroforesis, serta pengamatan dan dokumentasi. Hasil menunjukkan positif KHV jika terlihat ada pita DNA pada ukuran fragmen 290 bp. Uji PCR dilakukan untuk meneguhkan diagnosa KHVD terhadap ikan mas dan koi sampel yang menunjukkan gejala klinis melalui pengamatan secara makroskopik. Selain menggunakan metoda PCR dan DNA Sequencing, pemeriksaan KHV juga dilakukan dengan pemeriksaan histopatologik dan uji imunohistokimia. Pemeriksaan histopatologik dilakukan untuk mengetahui perubahan patologik pada organ-organ yang terinfeksi varian-varian KHV, dan dilakukan dengan menggunakan pewarna rutin hematoksilin eosin (HE). Selanjutnya, pada uji imunohistokimia dilakukan aplikasi dengan kromogen DAB. Perubahan warna menjadi cokelat/kecokelatan menunjukkan jaringan positif terinfeksi KHV. Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan terhadap hasil uji PCR dan imunohistokimia pada ikan-ikan yang positif KHV. Selanjutnya, hasil sekuensing DNA KHV digunakan sebagai dasar pembuatan pohon filogenetik. Konstruksi pohon filogenetik dibuat menggunakan metoda Neighbor Joining dengan 100 x replikasi menggunakan software ClustalX. Hasil yang diperoleh dianalisis untuk memberikan gambaran tentang jarak genetik/kemiripan varian-varian KHV yang ditemukan. Untuk mengetahui perubahan patologik jaringan yang terinfeksi varian-varian KHV dan penyebarannya pada organ-organ target, dilakukan pendekatan dengan pemeriksaan histopatologik dan imunohistokimia.

5 Dari sejumlah sampel bergejala klinis KHV, sebanyak 18 sampel ditemukan positif KHV melalui PCR dan juga positif dengan metoda imunohistokimia. Sedangkan 4 sampel lainnya menunjukkan hasil negatif dengan metoda PCR, namun memberikan hasil positif dengan metoda imunohistokimia. Hal tersebut menunjukkan 4 sampel genom tidak dapat diamplifikasi melalui PCR. Sampel-sampel genom yang tidak berhasil diamplifikasi adalah genom asal Jawa Timur, Sumatera Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Hal yang dapat menyebabkan kegagalan amplifikasi adalah penggunaan primer kurang spesifik untuk sampel-sampel genom dari 4 provinsi tersebut. Adanya variasi genetik KHV yang relatif tinggi atau jarak genetik yang relatif jauh pada sampel-sampel genom dari 4 lokasi dibandingkan dengan sampel-sampel genom yang berhasil diamplifikasi, dapat merupakan penyebab kegagalan proses amplifikasi. Berdasarkan hasil sekuensing DNA KHV dan konstruksi pohon filogenetik yang dibuat, ada 17 varian dari 18 sampel positif KHV yang ditemukan. Varian-varian tersebut dapat dikelompokkan dalam 2 clusters cabang utama yang terdiri dari kelompok I meliputi varian-varian KHV yang berasal dari Kalimantan Selatan, Lampung, Papua Barat, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Bengkulu, D.I. Aceh, dan Kalimantan Timur. Selanjutnya kelompok II terdiri dari varian-varian KHV yang berasal dari Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tengara Barat, Riau, Kalimantan Timur dan DKI Jakarta. Berkaitan dengan infeksi varian-varian KHV pada ikan mas dan koi, perubahan patologis yang ditemukan diantaranya terjadi pada organ-organ insang, limpa, ginjal, usus dan saluran pencernaan, hati, jantung, dan otak. Perubahan patologis organ insang yang ditemukan antara lain adalah proliferasi sel-sel epitel lamela sekunder dan fusi lamela, hipertrofi sel-sel epitel lamela insang, telangiectasis, adanya inclusion body, edema, proliferasi lapisan hyaline, dan fibrosis pada pangkal insang. Perubahan patologis organ limpa yang ditemukan antara lain infiltrasi sel-sel radang/limfosit, tampak MMC, hemoragi, kongesti dan edema. Perubahan patologis organ ginjal yang ditemukan antara lain hemoragi, proliferasi sel-sel di interstisial, tampak MMC, penebalan pada tubulus, radang pada glomerulus, adanya inclusion body, kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis pada glomerulus. Perubahan patologis pada usus/saluran pencernaan yang ditemukan antara lain adalah hemoragi, enteritis, proliferasi sel-sel goblet, fusi vili, deposit enterolit pada lambung, kongesti, edema, dan nekrosis pada krypta. Perubahan patologis organ hati yang ditemukan antara lain adalah degenerasi hidropik, perivascular cuffing, kongesti, dan fibrosis. Perubahan patologis pada organ jantung yang ditemukan antara lain adalah infiltrasi sel-sel radang/limfosit pada endokardium, hemoragi, epikarditis, perikarditis, myokarditis, vakuolisasi, kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis. Perubahan patologis organ otak yang ditemukan antara lain adalah hemoragi, vakuolisasi, perivascular cuffing, satelitosis, gliosis, kongesti, edema, fibrosis, dan nekrosis. Keywords: koi herpesvirus, variasi genetik, perubahan patologis, Cyprinus carpio

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Sains Veteriner SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji pada Ujian Tertutup : Dr.drh. Eva Harlina, MSi., AP Vet. Dr. Ir. Sri Nuryati, MS Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Syamsul Ma arif Dr. Ir. Edi Supriyono, MSc.

9 Judul Disertasi Nama NRP : Variasi Genetik dan Perubahan Patologik Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) pada Cyprinus carpio : Budi Sugianti : B Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Marthen B. M. Malole Ketua Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo P., MS., AP Vet. Anggota Prof. Dr. Ir. S. Budi Prayitno, MSc. Anggota Dr. Ir. Etty Riani, MS. Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Sains Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. drh. Banbang Pontjo P., MS., AP Vet. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan hasil penelitian ini. Disertasi ini berisi informasi tentang variasi genetik dan perubahan patologik infeksi koi herpesvirus (KHV) pada Cyprinus carpio. Informasi tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi KHV di Indonesia. Terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai ditujukan kepada Bapak Dr. Marthen B.M. Malole selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. drh. Bambang Pontjo, MS., AP Vet., Bapak Prof. Dr. Ir. S. Budi Prayitno, MSc., dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani MS., selaku anggota komisi pembimbing, atas keikhlasan dan kesabarannya yang telah memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan dorongan selama perencanaan, pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Kepala Pusat Karantina Ikan beserta staf, Kepala Balai Uji Standar Karantina Ikan beserta seluruh staf, serta rekan-rekan yang telah membantu, selama penulis menempuh pendidikan serta menyelesaikan penelitian ini. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang terutama dalam pengembangan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ikan di Indonesia. Bogor, Januari 2012 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1964, sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan (Alm.) R. Rafioedin Nitikoesoema (Ayah) dan R. Marifah (Ibu). Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (lulus tahun 1987), dan pendidikan pascasarjana (S2) di Program Studi Manajemen Keuangan Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta (lulus tahun 1994). Selanjutnya pada tahun 2002, penulis melanjutkan ke program doktor (S3) pada Program Studi Sains Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja di Pusat Karantina Ikan (Puskari), Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), sebagai Kepala Bidang Sistem Perkarantinaan Ikan. Dua buah artikel ilmiah berjudul Perubahan Histopatologi Beberapa Organ Ikan Mas Positif Koi Herpesvirus (KHV) yang Dilalulintaskan di Indonesia akan diterbitkan pada Jurnal Veteriner Indonesia Hemera Zoa pada tahun Artikel lain berjudul Deteksi Variasi Genetik Koi Herpesvirus pada Cyprinus carpio dengan Metoda PCR, Sekuensing DNA, dan Imunohistokimia pada Titik Masuk Transportasi Ikan di Indonesia, akan diterbitkan pada Jurnal Veteriner Universitas Udayana pada tahun Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Manfaat Penelitian Kebaruan (Novelty) Batasan Penelitian Hipotesis... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik KHV Variasi Genetik Inang Mekanisme dan Perubahan Patologik Infeksi KHV Pengaruh Lingkungan Sebaran Geografis III. BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Ikan Uji DNA Virus Bahan Peralatan Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel Pengamatan Gejala Klinis Nekropsi i

13 3.4. Uji PCR dan Sekuensing DNA Ekstraksi DNA Amplifikasi DNA Elektroforesis Pengamatan dan Dokumentasi Purifikasi DNA Amplifikasi Cycling Sequencing Purifikasi Cycling Sequencing Sequencing DNA Pemeriksaan Histopatologik Pemeriksaan Jaringan dengan Teknik Immunohistokimia Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Klinis Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) Uji Immunohistokimia Variasi Genetik dan Sebaran Geografis Perubahan Patologik Infeksi KHV Perubahan Patologik Pada Insang Perubahan Patologik Pada Ginjal Perubahan Patologik Pada Limpa Perubahan Patologik Pada Hati Perubahan Patologik Pada Usus Perubahan Patologik Pada Jantung Perubahan Patologik Pada Otak V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA ii

14 DAFTAR TABEL 1. Asal dan jumlah sampel ikan Gejala klinis varian-varian KHV pada Cyprinus carpio Jumlah lokasi sampel ikan positif KHV dengan metode PCR dan imunohistokimia Hasil sekuensing DNA KHV dari ikan sampel positif KHV Jarak genetik dan similaritas varian-varian KHV yang ditemukan dalam penelitian Perubahan patologik jaringan Cyprinus carpio positif KHV dengan uji PCR dan metode immunohistokimia Perubahan patologik jaringan Cyprinus carpio positif KHV dengan metode immunohistokimia Perubahan patologik infeksi varian-varian KHV pada Cyprinus carpio iii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bentuk famili Herpesviridae Virion-virion KHV yang terdapat pada sel-sel KF Spesifikasi PCR primer set yang didesain Grey et al. (2002) Strategi dasar replikasi virus dengan genom ds DNA Gejala klinis ikan yang terserang KHV Jaringan insang yang terinfeksi KHV Nekropsi ikan: pengguntingan kulit bagian ventral ikan dari anus ke jaringan isthmus Beberapa bentuk dan posisi organ internal ikan Gejala klinis ikan mas sampel yang terduga terinfeksi KHVD Hasil pemeriksaan ikan sampel dengan metoda PCR Hasil pemeriksaan dengan metode immunohistokimia Pohon filogenetik KHV Pohon filogenetik KHV Peta sebaran biogeografis molekuler KHV di Indonesia Proliferasi sel-sel epitel lamella sekunder (a) dan edema (b) pada insang Infiltrasi sel-sel radang pada insang Proliferasi sel-sel epitel lamella sekunder pada insang Telangiectasis pada insang Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan insang Penebalan lumen tubulus dan nekrosis tubulus Haemoraghi pada ginjal Infiltrasi MMC pada ginjal Inclusion body (a) dan nekrosis (b) pada ginjal Kongesti pada ginjal Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan ginjal Infiltrasi MMC pada limpa Kongesti dan infiltrasi MMC pada limpa Peningkatan aktivitas limfosit pada limpa iv

16 29. Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan limpa Perivascular cuffing pada hati Degenerasi hidropik (a), kongesti (b), infiltrasi MMC (c), pada hati Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan hati Proliferasi sel-sel goblet pada usus Edema pada saluran pencernaan Fusi vili pada usus Haemoraghi pada saluran pencernaan Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan usus Epikarditis pada jantung Kongesti pada jantung Vakuolisasi pada jantung Miokarditis pada jantung Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan jantung Kongesti pada otak Gliosis pada otak Infiltrasi sel radang (mononuclear perivascular cuffing) Nekrosis pada otak Persen frekuensi kejadian perubahan patologis jaringan otak v

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan ikan koi dipelihara karena keindahannya. Tingginya permintaan dunia maupun domestik terhadap ikan-ikan tersebut, membawa konsekuensi meningkatnya lalulintas ikan mas dan koi, baik antar negara maupun antar area di dalam wilayah negara Indonesia. Salah satu resiko meningkatnya perdagangan ikan adalah terbawanya hama dan penyakit ikan berbahaya yang apabila tidak dilakukan tindakantindakan pencegahan penyebarannya, maka dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang tidak kecil. Pada bulan Maret tahun 2002, dilaporkan telah terjadi wabah kematian masal pada ikan mas dan koi yang menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang cukup besar. Serangan pertama kali terjadi di Blitar Jawa Timur. Wabah terjadi pada ikan koi yang baru datang dari Surabaya. Ikan koi ini diimpor dari Cina ke Surabaya melalui Hong Kong kurang lebih pada bulan Desember 2001-Januari 2002 (Sunarto et al., 2004). Pada waktu yang tidak terlalu lama sejak kejadian pertama kalinya di Blitar, wabah penyakit ini dilaporkan telah menyebar di beberapa lokasi pembudidayaan maupun penampungan ikan mas dan koi di beberapa provinsi. Umumnya, wabah terjadi setelah hujan deras dengan total kematian mencapai 80-95%. Ikan yang sakit memperlihatkan gejala klinis antara lain kerusakan insang, pendarahan pada 1

18 pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh, sunken eyes, sering juga ditemukan adanya kulit yang melepuh. Agen penyakit ini diketahui sangat ganas dan cepat menular, baik melalui ikan-ikan yang terinfeksi maupun media air pemeliharaan ikan yang terkontaminasi (Sunarto et al., 2005, Taukhid et al., 2004). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) dengan Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific (NACA) menemukan beberapa bukti ilmiah yang mendukung bahwa wabah ini disebabkan oleh koi herpesvirus (KHV) (Sunarto et al., 2004). KHV merupakan salah satu anggota Herpesviridae yang menyerang ikan mas dan koi di banyak negara dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Perelberg et al., 2003). Selain Indonesia, beberapa negara yang dilaporkan telah terserang wabah penyakit KHV yaitu Israel, Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, Afrika Selatan, Cina, Taiwan, dan Jepang (Hedrick et al., 2005). Koi herpes virus disease (KHVD) telah menjadi wabah pada ikan mas dan koi hampir di seluruh Indonesia. Namun demikian, hingga saat ini data dan informasi tentang variasi genetik KHV dan wilayah persebarannya di Indonesia masih terbatas. Demikian pula halnya dengan informasi tentang perubahan patologis infeksinya pada ikan mas dan koi, padahal data dan informasi tersebut sangat diperlukan untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi KHV di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menggali informasi tentang hal tersebut di atas Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 2

19 1. Menganalisis variasi genetik KHV yang menginfeksi Cyprinus carpio. 2. Memetakan sebaran biogeografis variasi genetik KHV di Indonesia. 3. Menganalisis perubahan patologis jaringan Cyprinus carpio yang terinfeksi KHV. 4. Menganalisis penyebaran KHV pada jaringan organ-organ pada Cyprinus carpio yang terinfeksi KHV Kerangka Pemikiran Penelitian KHV diketahui telah menyebabkan kematian masal pada golongan ikan mas (Cyprinus carpio carpio) dan koi (Cyprynus carpio koi). Virus ini telah tersebar terutama di Amerika Utara, Eropa, Israel, dan Asia. Di Indonesia, wabah kematian masal pada ikan mas dan koi akibat KHV pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 2002, yang menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang cukup besar. Serangan pertama kali terjadi di Blitar Jawa Timur, kemudian dengan cepat menyebar ke tempat-tempat pembudidayaan maupun penampungan ikan mas dan koi di banyak provinsi. Berdasarkan hasil pemantauan hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) yang dilakukan unit-unit pelaksana teknis (UPT) karantina ikan di Indonesia, pada tahun 2010 KHV ditemukan pada 17 provinsi di Indonesia (Pusat Karantina Ikan, 2010). Sesuai dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep.03/MEN/2010 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa, dan Sebarannya, KHV merupakan salah satu jenis HPIK dari golongan virus yang dicegah masuk dan tersebarnya ke/di dalam wilayah Republik Indonesia. Selain itu, penyakit akibat 3

20 infeksi KHV juga termasuk kategori Diseases Listed by The OIE, yang termasuk jenis penyakit berbahaya yang perlu diwaspadai di dunia (OIE, 2010). Dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit KHV di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan antara lain melalui deteksi dini KHV dengan metoda polymerase chain reaction (PCR). Sampai saat ini, penerapan metoda PCR untuk deteksi KHV sudah meluas dan berbagai disain primer digunakan untuk pengujian KHV. Banyak lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang menerapkan metoda ini sebagai satu-satunya metoda yang dianggap paling sensitif dan spesifik untuk mendeteksi KHV. Namun demikian, dalam perkembangannya, seringkali ditemukan hasil uji yang variatif. Diduga telah terjadi mutasi atau ada variasi genetik KHV di Indonesia. Menurut Walker (2000), variasi genetik karena mutasi sekuen nukleotida dapat mencegah mengikatnya primer PCR pada sekuen target. Berkaitan dengan variasi genetik, Aoki et al. (2007) telah meneliti secara molekuler 3 isolat KHV yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Israel, dan menemukan bahwa ketiganya merupakan strain baru KHV. Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian Sano et al. (2007) ditemukan adanya perbedaan isolat-isolat KHV dari berbagai negara seperti Israel, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, data dan informasi yang berkaitan dengan varian-varian KHV dan wilayah persebarannya secara geografis masih terbatas. Sejauh ini laporan KHV di seluruh Indonesia masih berupa laporan kejadian, dan belum diteliti perbandingan genetika molekulernya. Penelitian tentang variasi genetik KHV dan sebaran geografisnya di 4

21 Indonesia memegang peranan penting untuk mengidentifikasi varian-varian virus yang berkembang di Indonesia dan patogenesanya. Hal tersebut akan memberikan petunjuk berharga berkaitan dengan pola transmisi virus, sehingga memberikan informasi bagi tindakan pencegahan maupun pengendaliannya. Perubahan patologis varian KHV yang diperiksa melalui penelitian ini, juga akan menyajikan gambaran gejala klinis dan kerusakan yang ditimbulkan oleh virus dalam tubuh hospes. Melalui hal tersebut, pengenalan infeksi oleh KHV dapat bersifat variatif dalam memberikan informasi terhadap deteksi dini infeksi KHV di Indonesia Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Informasi ilmiah tentang variasi genetik KHV yang menginfeksi Cyprinus carpio. 2. Informasi ilmiah tentang sebaran geografis variasi genetik KHV di Indonesia. 3. Informasi ilmiah tentang perubahan patologis infeksi varian KHV di Indonesia. 4. Informasi ilmiah sebagai dasar untuk merumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit KHV di Indonesia yaitu antara lain: a) Pengembangan vaksin sesuai dengan varian KHV yang ada di Indonesia. b) Pengembangan metode deteksi dan diagnosa penyakit berdasarkan variasi genetik KHV. c) Pengembangan kegiatan pemantauan dan surveilen berdasarkan variasi genetik KHV yang ada di Indonesia. d) Pengembangan teknik pencegahan dan pengendalian penyakit KHV lainnya. 5

22 5. Informasi ilmiah sebagai bahan evaluasi keberhasilan program dan kegiatan intervensi yang sudah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit KHV di Indonesia Kebaruan (Novelty) Hal-hal baru yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Variasi genetik KHV pada Cyprinus carpio di Indonesia. 2. Sebaran biogeografis variasi genetik KHV di Indonesia. 3. Perubahan patologis infeksi varian KHV di Indonesia Batasan Penelitian Batasan penelitian ini meliputi pengamatan gejala klinis dan deteksi KHV dengan uji PCR pada ikan-ikan yang diduga terinfeksi KHV. Selanjutnya dilakukan DNA sequencing untuk mengetahui profil DNA KHV dari ikan-ikan yang positif KHV yang berasal dari berbagai lokasi yang diteliti, dan dianalisis variasi genetiknya. Pengamatan dan analisis selanjutnya dilakukan terhadap histopatologi ikan-ikan yang diketahui terinfeksi KHV. Konfirmasi hasil uji PCR dan mengetahui penyebaran KHV pada jaringan atau organ-target, dilakukan pengujian dengan teknik imunohistokimia Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada variasi genetik KHV yang ditemukan pada Cyprinus carpio di berbagai lokasi budidaya di Indonesia. 6

23 2. Varian KHV sudah menyebar secara geografis di berbagai lokasi budidaya di Indonesia. 3. Ada hubungan antar kelompok (cluster) variasi genetik KHV dengan perubahan patologis yang ditimbulkan pada jaringan Cyprinus carpio. 7

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik KHV Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar. Herpetos berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengerikan. Herpesviridae berbiak dalam inti, membentuk badan inklusi yang disebut cowdry type A. Virus-virus ini memperoleh amplopnya sewaktu budding melalui membran inti sel (Malole, 1988) Herpesvirus memiliki sejumlah besar gen, yang telah dibuktikan bersifat peka terhadap kemoterapi anti virus (Brooks, et al, 1995). Menurut Malole (1988), semua anggota Herpesviridae sensitif terhadap ether dan asam. DNA-nya berserabut ganda dengan berat molekul x 10 6 Dalton. Kapsidnya bersimetri kubus memiliki 162 kapsomer (150 heksagonal dan 12 pentagonal). Virion yang beramplop berukuran antara nm, tetapi virion yang tanpa amplop juga sering ditemukan dengan ukuran nm. Bentuk famili Herpesviridae dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bentuk famili Herpesviridae (Sumber : Wagner dan Hewlett, 2004) 8

25 KHV yang termasuk salah satu anggota famili Herpesviridae, dilaporkan menyerang ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) di banyak negara dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Perelberg et al., 2003). Pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron pada sel-sel yang terinfeksi KHV menemukan virion-virion beramplop yang membungkus nukleokapsid ikosahedral berukuran diameter sekitar nm yang terdapat di bagian dalamnya. Virion-virion KHV memiliki suatu lapisan tegument diantara amplop dan nukleokapsidnya. Ukuran diameter total virion matang dengan amplopnya sekitar nm (Hedrick et al., 2005). Bentuk KHV yang dilihat melalui mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Virion-virion KHV yang terdapat pada sel-sel KF-1. Figur inset adalah virion KHV lengkap dengan amplop viral, tegument, dan nukleokapsid hexagonal. Bar = 100 nm (Hedrick et al., 2005) Genom KHV merupakan suatu molekul double-stranded (ds) DNA dan diperkirakan berukuran 277 kbp, melebihi rata-rata ukuran virus yang termasuk famili Herpesviridae yang berkisar 250 kbp (Ronnen et al., 2003 dalam Hedrick et al., 2005). Namun demikian, ukuran genom bukan merupakan salah satu kriteria 9

26 yang dipertimbangkan dalam mengelompokkan virus ini dalam famili Herpesviridae. KHV berbeda dari herpesvirus-herpesvirus lainnya yang menyerang ikanikan cyprinid seperti Cyprinid herpesvirus 1 yang merupakan agen penyebab carp pox. Hal ini ditunjukkan melalui uji-uji immunofluosescene yang menemukan antibodi anti-cyhv-1 gagal bereaksi dengan KHV (Hedrick et al., 2000). Selanjutnya, perbedaan-perbedaan dalam susunan protein dan sequence genomik virion memberikan bukti tambahan bahwa kedua jenis virus tersebut merupakan agen-agen yang berbeda (Gilad et al., 2002). CyHV-1 dapat menyebabkan mortalitas pada ikan mas dan koi tetapi hanya terjadi pada ikan-ikan yang usianya kurang dari 2 bulan (Sano et al., 1985 dalam Hedrick et al., 2005). Selain itu juga, ikan-ikan yang dapat bertahan hidup dari infeksi CyHV-1 menunjukkan karakteristik pertumbuhan papillomatous-like yang umum diketahui sebagai carp pox (Schubert, 1966 dalam Hedrick et al., 2005). Satu jenis herpesvirus lainnya adalah Cyprinid herpesvirus 2 yang awalnya dinamakan goldfish hematopoietic necrosis virus (GFHNV), telah diobservasi melalui mikroskop elektron dan telah berhasil diisolasi dari ikan koki (Carassius auratus) yang menunjukkan nekrosis yang parah pada sel-sel hematopoietic. Tidak seperti CyHV-1, KHV sangat virulen dan dapat menyebabkan mortalitas pada seluruh ukuran ikan mas dan koi (Hedrick et al., 2000 dan Perelberg et al., 2003). CyHV- 1 hanya dapat menyebabkan kematian pada Ikan Mas dan Koi yang berumur kurang dari 2 bulan (Sano et al., 1985 dalam Hedrick et al., 2005). Selain itu, bukti lainnya adalah tidak terjadi pembentukan papilloma pada ikan-ikan yang dapat bertahan hidup dari infeksi KHV. 10

27 Perbandingan-perbandingan DNA genomik dan polipeptida virion dari KHV terhadap CyHV-1 menunjukkan bahwa virus-virus tersebut memiliki kemiripan tetapi merupakan agen-agen yang berbeda nyata. Perbedaan ini dapat ditunjukkan melalui deteksi terhadap masing-masing virus dengan menggunakan uji-uji PCR yang dikembangkan oleh beberapa peneliti (Gray et al., 2002; Bercovier et al., 2005). Gray et al. (2002), telah mengembangkan uji PCR melalui pembuatan disain primer untuk mendeteksi KHV. Primer set SphI-5, forward (5 -GACACCACATCTGCAAGGAG-3 ) dan reverse (5 - GACACATGTTACAATGGTGGC-3 ), untuk mengamplifikasi produk dengan ukuran fragmen DNA 290 bp, terbukti dapat mendeteksi KHV. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita DNA yang tampak jelas pada ukuran fragmen 290 bp. Sedangkan pada isolat-isolat virus lainnya seperti Channel Catfish Virus (CCV) dan Cyprinid Herpesvirus (CHV), pita-pita DNA tersebut tidak tampak (Gambar 3). Uji PCR ini cukup sensitif untuk mendeteksi 100 femtograms atau sekitar 600 kopi DNA dari DNA genomik KHV (Gray et al., 2002). Gambar 3 PCR primer set yang didisain Gray et al. (2002) spesifik untuk mendeteksi KHV, hal ini tampak dari pita DNA pada ukuran fragmen 290bp Variasi Genetik Variasi genetik merupakan ciri-ciri yang paling esensial pada seluruh organisme hidup, yang merupakan salah satu cara untuk beradaptasi secara 11

28 progresif terhadap perubahan lingkungan alamiah (Walker, 2000). Mutasi dan rekombinasi menyebabkan adanya variasi genetika (Trun dan Trempy, 2004). Menurut Trun dan Trempy (2004), mutasi adalah suatu perubahan fisikal pada satu atau lebih dari satu pasang nukleotida dalam DNA, dan dapat hanya mempengaruhi satu pasang nukleotida atau dapat mempengaruhi ratusan kilo basa nukleotida. Pengaruh mutasi tergantung pada tempat dimana mutasi tersebut terjadi dalam DNA. Mutasi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu yang terjadi pada nukleotida tunggal dan banyak nukleotida. Mutasi yang mempengaruhi nukleotida tunggal disebut microlesions, sedangkan yang mempengaruhi banyak nukleotida disebut sebagai macrolesions. Beberapa tipe microlesions adalah mutasi titik dan mutasi frameshift. Mutasi titik adalah perubahan yang terjadi pada satu pasang basa nukleotida. Perubahan tersebut dapat berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu purin (A menjadi G atau G menjadi A), atau satu pirimidin dengan satu pirimidin (T menjadi C atau C menjadi T). Mutasi titik ini disebut juga transisi. Jika mutasi titik tersebut berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu pirimidin atau satu pirimidin dengan satu purin, mutasi ini disebut juga suatu transverse. Tipe microlesions lainnya adalah mutasi frameshift, yang berupa insersi/penyisipan atau delesi/penghapusan satu pasang basa tunggal dalam suatu gen. Beberapa mutasi frameshift juga dapat diklasifikasikan sebagai macrolesions, jika mutasi tersebut berupa insersi/penyisipan atau delesi/penghapusan yang terjadi pada basa dalam jumlah banyak. Tipe mutasi macrolesions termasuk didalamnya meliputi delesi/penghapusan, duplikasi, insersi/penyisipan, dan penyusunan kembali 12

29 seperti inverse/pembalikan dan translokasi. Seluruh mutasi tersebut melibatkan perubahan-perubahan besar dalam urutan nukleotida (Trun dan Trempy, 2004).. Variasi genetik juga dapat terjadi pada virus. Variasi viral tersebut dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme yang meliputi penyusunan/pengaturan kembali yang utama pada struktur genom, dan pengorganisasiannya dapat terjadi melalui rekombinasi genetik. Selain itu, dapat juga melalui duplikasi gen, pertukaran gen, penghapusan gen, dan penyisipan gen. Namun demikian, bentuk variasi yang paling umum adalah mutasi melalui substitusi nukleotida (Walker, 2000). Variasi genetika yang terjadi dapat disebabkan virus-virus tersebut harus menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus. Seperti halnya virus-virus melintas dari satu inang ke inang lainnya, mereka harus berhadapan dengan respon pertahanan dan sistem imunologis inang. Penghindaran dari pertahanan inang merupakan suatu ciri pokok strategi bertahan pada seluruh virus (Walker, 2000). Terkait dengan KHV, sejak pertama kali terjadinya wabah, perkembangan KHV telah dilaporkan melalui berbagai penelitian maupun forum ilmiah. Berdasarkan pada penelitian penelitian tersebut diketahui bahwa isolat isolat KHV dari berbagai Negara seperti USA, Israel, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Negara Negara Eropa memiliki perbedaan (Sano et al., 2007). Penelitian Stone et al. (2007) melaporkan berbagai varian KHV yang terdeteksi di Eropa. Selanjutnya, penelitian Aoki et al. (2007) menemukan adanya variasi genetik 3 isolat KHV yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Israel. Ukuran genom KHV yang teridentifikasi untuk masing-masing varian adalah 295,271 bp (varian 13

30 1 ), 295,146 bp (varian 2) dan 295,138 (varian 3). Berdasarkan pada preparasi DNA melalui Restriction Endonuclease Digestion dengan Notl atau XbaI menghasilkan profil yang identik dari ketiga strain tersebut. Genom strain KHV memiliki pengulangan langsung (direct repeat) sebesar 22 kbp pada tiap tiap terminal (22,437 bp untuk varian 1, 22,469 bp untuk varian 2 dan 22,485 bp untuk varian 3). Genom-genom varian tersebut memiliki tingkat kesamaan yang cukup tinggi pada level sekuen. Sebagai contoh, substitusi nukleotida tunggal (tidak termasuk duplikat terminal pengulangan/terminal repeat) varian 1 berbeda dengan varian 2 dan 3 pada loki 181 dari 217 loki. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan pada setiap rata rata 1,5 kbp. Disisi lain, dari sebanyak 36 nonconserved loki, varian 3 berbeda dengan varian 1 dan 2 pada 32 loki dan varian 2 berbeda dengan varian 1 dan 3 pada 4 loki. Selain tinjauan pada genom dan loki tersebut, ketiga strain KHV menunjukkan perbedaan pada open reading frame atau dikenal sebagai ORF. Kejadian tersebut diduga karena adanya insersi dan delesi yang terjadi pada satu atau dua strain menyebabkan kerusakan pada titik pengkodean (coding region). Variasi genetik KHV dari beberapa isolat di Eropa, Israel dan Amerika jauh sebelumnya pada tahun 2003 telah diteliti oleh Gilad et al. (2003). Pada penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 6 dari 7 isolat yang diteliti tidak memiliki perbedaan yang signifikan berkaitan dengan polipeptida virionnya. Pada isolat KHV D-081 dari Israel diketahui memiliki polipeptida tambahan dengan ukuran 162 dan 41 kda. Penelitian tersebut juga menemukan adanya perbedaan antara isolat KHV yang berasal dari Israel dengan isolat Amerika. Isolat-isolat selanjutnya yang ditemukan di Israel maupun Amerika dengan lokasi geografis 14

31 yang berbeda-beda memiliki polipeptida virion dan RFLP yang identik atau mirip dengan isolat KHV yang terlebih dulu diisolasi (Gilad et al., 2002). Sejalan dengan hasil penemuan tersebut, Banks (1993) mengemukakan bahwa meskipun terdapat variasi minor yang terlihat pada isolat virus dalam satu spesies, namun isolat yang berasal dari lokasi geografis yang sejenis akan membentuk kelompok yang bersifat relative homogeny. Penelitian yang mendalam berkaitan dengan sequencing amplikon KHV dan jumlah variasi lokasi geografis asal genom di masa mendatang akan sangat berguna dalam membedakan beberapa isolat KHV berdasarkan lokasi geografis Inang Ikan mas dan koki (Cyprinus carpio) merupakan inang KHV (Perelberg et al., 2003; Hedrick et al., 2005; Ishioka et al., 2005; Shapira et al., 2005; Waltzek et al., 2005). KHV ini diketahui dapat menyerang seluruh ukuran ikan. Meskipun demikian, ikan-ikan berukuran kecil lebih sensitif terhadap KHV daripada yang berukuran lebih besar ( Perelberg et al., 2003). Kerentanan ikan terhadap infeksi KHV dan cara transmisinya dapat berpatokan pada hasil penelitian Perelberg et al. (2003) dengan menggunakan berbagai jenis ikan cyprinids yaitu Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus, Bidyanus bidyanus, Hypophthalmichthys molitrix, Carassius auratus, Ctenopharyngodon idella. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya Cyprinus carpio saja yang rentan terhadap infeksi KHV, dengan tingkat kematian mencapai 72 % setelah terpapar virus, sedangkan jenis-jenis ikan lainnya tidak terpengaruh dan tetap bertahan hidup. Melalui uji kohabitasi yang dilakukan Perelberg et al. (2003) menunjukkan hanya ikan mas saja yang dapat 15

32 mentransmisikan KHV ke ikan mas lainnya yang sehat. Sedangkan ikan-ikan dari strain-strain yang resisten tetap bertahan hidup dan tidak menularkan KHV pada ikan mas yang sehat Mekanisme dan Perubahan Patologis Infeksi KHV Proses infeksi herpesvirus pada sel inang dimulai dengan terjadinya perlekatan atau adsorpsi partikel virus pada reseptor yang ada di permukaan sel inang. Adsorpsi virus pada permukaan sel segera diikuti oleh masuknya virusvirus yang mengandung genom ds DNA ke dalam sitoplasma melalui proses endocytosis. Selanjutnya nucleocapsid ditransportasikan sepanjang matriks cytoskeletal menuju membran inti kemudian masuk ke dalam inti/nukleus. Setelah memasuki inti, terjadi proses replikasi virus dengan langkah-langkah biosintesisnya menurut urutan sebagai berikut: 1) Transkripsi untuk pembuatan messenger RNA (mrna) dari DNA virus asal (parent) yang menginfeksi sel (sesudah uncoating). 2) mrna tersebut berpindah ke ribosom dalam sitoplasma sel dan diterjemahkan (translated) menjadi enzim dan protein-protein lainnya (early protein = protein awal) yang melakukan sintesis asam nukleat untuk virus baru. 3) Replikasi DNA virus dalam inti. 4) Transkripsi lanjutan untuk pembuatan mrna lagi dari DNA-parent dan virus baru (progeny). 5) Penerjemahan (translation) mrna yang dibentuk kemudian (late mrna) menjadi protein (late protein) sebagai bagian dari komponen virus dan sebagai enzim yang sama dengan early enzyme. 6) Perakitan (assembly) virus baru (progeny virus) di dalam inti sel. 7) Pelepasan virus yang matang (mature virus) dari sel. Herpesvirus selain keluar secara biasa melalui sitoplasma dimana virus-virus ini memperoleh 16

33 amplop, dapat juga berpindah langsung ke sel terdekat tanpa harus terlebih dahulu keluar sel yang terinfeksi. Metode transfer antar sel tersebut memungkinkan virus menyebar dalam tubuh inang walaupun terdapat banyak antibodi di dalam cairan tubuh di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi virus secara laten atau kronis selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada inang yang terlihat sehat (Malole, 1988; Walker, 2000). Strategi dasar replikasi virus dengan genome ds DNA dapat dilihat pada Gambar 4. Terkait dengan KHV, Hedrick et al. (2000) dan Perelberg et al. (2003) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa KHV pertama kali masuk dan menginfeksi ikan melalui insang dan atau usus. Mekanisme infeksi KHV menurut laporan Pikarsky et al. (2004) menyebutkan bahwa virus pertama kali masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang, selanjutnya bereplikasi di dalam insang. Aktivitas replikasi tersebut mempengaruhi struktur insang sehingga terlihat mengalami nekrosis dan kelukaan pada lapisan mukosanya. Kerusakan insang yang parah merupakan salah satu faktor munculnya gejala klinis pada ikan. Gambar 4 Strategi dasar replikasi virus dengan genom ds DNA (Walker, 2000) 17

34 Berdasarkan hasil penelitiannya, Gray et al. (2002) melaporkan bahwa KHV menyebar secara sistemik pada ikan yang terinfeksi. Hal tersebut dibuktikan melalui analisis PCR dan DNA hybridization, yang mendeteksi DNA KHV pada jaringan insang, gastrointestinal, dan hati ikan yang terinfeksi. Pada jaringan otak, DNA KHV terdeteksi lemah. Studi yang dilakukan beberapa peneliti dengan menggunakan pengujian patologik mikroskopik dan uji-uji PCR kuantitatif juga menunjukkan jaringanjaringan target KHV meliputi insang, ginjal, limpa, kulit, otak, usus, dan hati (Hedrick et al., 2000; Gray et al., 2002; Gilad et al., 2003; Gilad et al., 2004). Hasil penelitian Gilad et al. (2004) menemukan konsentrasi DNA KHV tertinggi terdapat pada insang, ginjal, limpa, dengan jumlah genom yang ekuivalen secara konsisten yaitu mulai dari 10 8 sampai 10 9 setiap 10 6 sel-sel inang. Level DNA KHV yang tinggi juga ditemukan pada mucus, hati, usus, dan otak. Ikan koi yang dapat bertahan hidup dari infeksi KHV pada hari setelah terpapar virus, masih mengandung kopi genom KHV dalam jumlah yang lebih rendah (sampai dengan 1,99 x 10 2 per 10 6 sel-sel inang) pada insang, ginjal, atau otak. Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV sangat variatif dan umumnya tidak spesifik. Gejala-gejala yang ditemukan antara lain adalah ikan berenang ke permukaan untuk mengambil udara atau ikan mengumpul di tempat-tempat air masuk. Ikan kelihatan megap-megap karena frekuensi pernafasannya tinggi. Selain itu, seringkali ditemukan juga ikan bergerak kehilangan arah dan berenang dengan gerakan yang tidak teratur, sebelum akhirnya mengalami kematian (Gray et al., 2002). Kematian ikan berlangsung sangat cepat, sekitar jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat (Taukhid et al., 2004). 18

35 Hasil pengamatan terhadap ikan yang terserang KHV secara umum menunjukkan tanda-tanda produksi lendir (mucus) berlebih sebagai respon fisiologis terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir menurun drastis sehingga tubuh ikan terasa kasat. Pada tahap awal infeksi, insang ikan menunjukkan bercak-bercak putih kecil di bagian ujung-ujung lembaran insang dan warna insang masih terlihat normal dan cerah. Infeksi lebih lanjut ditandai dengan warna ujung-ujung lembaran insang menjadi pucat putih keabu-abuan disamping bercak-bercak putih menjadi lebih jelas dan meluas. Perkembangan infeksi selanjutnya menunjukkan sebagian besar lembaran-lembaran insang mengalami nekrosis atau kematian sel-sel insang. Secara keseluruhan insang mengalami kerusakan, terjadi penempelan diantara lembaran-lembaran insang, geripis, dan akhirnya membusuk. Pendarahan (hemorrhage) juga terjadi di sekitar pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya, bahkan selanjutnya sirip menjadi rapuh dan geripis. Sering juga ditemukan adanya kulit yang melepuh, atau bahkan luka yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri, jamur, dan parasit (Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., 2004; Hedrick et al., 2005). Gejala klinis yang tampak pada ikan yang terinfeksi KHV dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan yang terserang penyakit KHV juga menunjukkan perubahan pada organ-organ internalnya. Hati (liver) terlihat membengkak, terdapat bercak bercak putih yang sebenarnya adalah nekrosis, tekstur lembek, pucat, terdapat petechiae, selanjutnya mengalami kerusakan. Ginjal membengkak dan terlihat berwarna pucat. Studi yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa ikan yang terinfeksi KHV mengalami disfungsi hati dan sistem osmoregulasi, 19

36 hypoprotein, serta imunosupresif sehingga rentan terhadap infeksi patogen sekunder (Hedrick et al., 2000; Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., 2004). Secara histologis, ikan-ikan yang terserang KHV menunjukkan adanya kerusakan jaringan atau lesi yang serius terutama pada kulit, insang, dan organ dalamnya (hati, ginjal, limpa dan sistem pencernaan). Pada jaringan insang terjadi hyperplasia dan hypertrophy terutama pada sel-sel epitel lamella sekunder sehingga terjadi fusi antar lamella sekunder yang berdekatan (Gambar 6). Hal tersebut terjadi karena adanya proliferasi dan pembengkakan sel-sel epitel lamella sekunder yang tidak terkontrol akibat induksi virus-virus yang menginfeksi (Perelberg et al., 2003). Selanjutnya, kerusakan atau perubahan-perubahan histologis tersebut antara lain dapat dilihat dengan ditemukannya semacam eosinophilic intracytoplasmic inclusion body (EICB-like) dan nekrosis serta intranuclear inclusion bodies pada sel-sel epithelium jaringan insang (epithelium branchial). Perubahan berikutnya adalah ditemukannya koloni sel-sel bakteri yang terdapat di dalam suatu ruangan yang terbentuk akibat adanya fusi antar lamela sekunder yang berdekatan (Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., Gambar 5 Gejala klinis ikan yang terserang KHV, tampak pendarahan dan luka pada permukaan tubuh, sirip geripis, insang busuk dan mengalami erosi (sumber: BRKP, 2004) 20

37 Organ limpa (spleen) mengalami nekrosis di beberapa lokasi pada sel-sel atau jaringan parensimnya. Pada sel-sel parensim limpa ada sebagian inti selnya yang mengalami pembengkakan (hipertrofi) dan mengakibatkan terjadinya marjinalisasi kromatin (Gilad et al., 2002). Gambar 6 Jaringan insang yang terinfeksi KHV, menunjukan hiperplasia dan fusi Lamela sekunder (Sumber: Perelberg et al., 2003) Perubahan histologis dari organ ginjal ditandai oleh perubahan-perubahan yang terjadi antara lain pada sel-sel hematopoietik di jaringan interstitial pada bagian anterior ginjal yang mengalami nekrosis dan di dalam inti selnya terdapat badan inklusi (Hedrick et al., 2000; Perelberg et al., 2003). Hedrick et al. (2000), telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek virus terhadap sel. Dalam penelitian tersebut digunakan beberapa jenis cell lines yaitu koi fin-1 (KF-1), epithelioma papulosum cyprini (EPC), dan fathead minnow (FHM) dari Prenephales promelas. Virus yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi organ-organ ginjal, limpa (spleen), dan insang, yang berasal dari ikan yang secara klinis terinfeksi. Ekstrak tersebut selanjutnya diinokulasikan pada KF-1, EPC, FHM. Hasil pengamatan setelah 1 2 minggu pasca inokulasi menemukan adanya aktivitas atau efek virus pada cell lines atau cytopathic 21

38 effects (CPE) pada KF-1 dan EPC. Efek tersebut meliputi terbentuknya vakuolavakuola pada sel-sel kultur / jaringan dan terbentuknya fusi antar sel yang merupakan pengaruh dari serangan virus. Pengamatan yang dilakukan Hedrick et al. (2000) dengan menggunakan mikroskop elektron pada jaringan organ yang terinfeksi, menemukan adanya perubahan antara lain pada sel-sel jaringan insang. Perubahan tersebut berupa pembengkakan sel, dan inti selnya mengalami hipertrofi yang diikuti dengan terjadinya difus atau penyebaran kromatin. Selanjutnya pada inti sel yang mengalami hipertrofi tersebut ditemukan adanya virion-virion, baik pada jaringan insang, hati, maupun limfosit dalam pembuluh darah di hati. Virion atau partikel virus tersebut berbentuk heksagonal yang merupakan tipikal Herpesvirus Pengaruh Lingkungan Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan KHV adalah suhu. Oleh karena itu, memelihara ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) pada suhu tertentu dapat membatasi pengaruh dari penyakit ini. Hampir seluruh wabah penyakit KHV terjadi selama musim semi dan gugur pada saat suhu air sekitar C (Hedrick et al, 2000; Perelberg et al., 2003). Pada suhu air yang lebih rendah virus dapat menginfeksi ikan tanpa menginduksi gejala klinis penyakit, tetapi pada suhu air yang memungkinkan perkembangan KHV, gejala klinis akan tampak dan selanjutnya dapat menyebabkan mortalitas (Gilad et al., 2004 dalam Hedrick et al., 2005). Infeksi KHV umumnya lebih serius pada suhu air antara C (OATA, 2001 dalam Taukhid et al., 2004), menginfeksi ikan mas dan koi semua umur dengan ikan ukuran benih lebih sensitif daripada ukuran dewasa (Perelberg et al., 2003). 22

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik KHV Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar. Herpetos berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengerikan. Herpesviridae berbiak dalam inti, membentuk badan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gejala Klinis Hasil pengamatan makroskopik terhadap ikan-ikan yang terinfeksi varian KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang signifikan. Seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang terjangkau oleh hampir sebagian besar lapisan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS Zulfa Rahmawati 1, Uun Yanuhar 2, Diana Arfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B

GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B GAMBARAN HISTOPATOLOGI INSANG, USUS DAN OTOT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus ) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR IVAN MAULANA ERSA B04104012 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali teridentifikasi pada

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus)

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1, No. 2, November 2009 KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) THE SURVIVAL OF KOI GOLDFISH (Cyprinus carpio koi)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on HPV and Cancer, kanker serviks menempati

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus

Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus Jurnal Veteriner September 2013 Vol. 14 No. 3: 344-349 ISSN : 1411-8327 Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus (HISTOPATHOGIC FINDINGS OF GILLS OF THE COMMON CARPS IN

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI

DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI DISTIBUSI VIRUS AVIAN INFLUENZA (H5N1) PADA JARINGAN TUBUH ITIK DENGAN METODE IMUNOHISTOKIMIA KUSUMA SRI HANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4 Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus: Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Streptococcosis adalah salah satu penyakit sistemik menular, yang disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu penyakit yang merugikan budidaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan terhadap gejala klinis pada semua kelompok perlakuan, baik pada kelompok kontrol (P0) maupun pada kelompok perlakuan I, II dan III dari hari pertama sampai pada

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

HISTOPATOLOGI ORGAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DENGAN INFEKSI Vibrio alginolyticus DAN JINTAN HITAM (Nigella sativa) SEBAGAI IMUNOSTIMULAN ABSTRAK

HISTOPATOLOGI ORGAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DENGAN INFEKSI Vibrio alginolyticus DAN JINTAN HITAM (Nigella sativa) SEBAGAI IMUNOSTIMULAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 HISTOPATOLOGI ORGAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DENGAN INFEKSI Vibrio alginolyticus DAN JINTAN HITAM (Nigella

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PATOGENESIS INFEKSI BUATAN BAKTERI Edwardsiella ictaluri PADA IKAN LELE (Clarias sp.) ASEP DADANG KOSWARA

KAJIAN PATOGENESIS INFEKSI BUATAN BAKTERI Edwardsiella ictaluri PADA IKAN LELE (Clarias sp.) ASEP DADANG KOSWARA KAJIAN PATOGENESIS INFEKSI BUATAN BAKTERI Edwardsiella ictaluri PADA IKAN LELE (Clarias sp.) ASEP DADANG KOSWARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 1 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang I. PENDAHULUAN Kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang (Emilia, dkk., 2010). Berdasarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR VIRUS. dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR

PENGANTAR VIRUS. dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR PENGANTAR VIRUS dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR PENDAHULUAN Virus intraseluler parasit Tdd DNA/RNA, hanya dapat bermultiplikasi di sel host Virion : partikel

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) ASAL JAWA BARAT DENGAN PENANDA RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) MUHAMMAD IQBAL SYUKRI DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA (The Examination of the KHV (Koi Herpes Virus) Disease on Several Cultured Fish Species) Mustahal 1, Manijo 2, dan Chandra Kirana 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2

ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2 Isolasi koi herpesvirus (KHV) dari beberapa organ... (Tuti Sumiati) ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2 Tuti Sumiati *) dan Agus Sunarto **) *) Balai

Lebih terperinci

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. KLONING dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. DI BID PERTANIAN KLON = sekelompok individu yang genetis uniform berasal dari

Lebih terperinci

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SINTESIS cdna DAN DETEKSI FRAGMEN GEN EF1-a1 PADA BUNGA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Biologi

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A

VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A Virologi adalah studi tentang virus : struktur mereka, klasifikasi dan evolusi, cara-cara mereka untuk menginfeksi dan memanfaatkan sel virus reproduksi, penyakit

Lebih terperinci

White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae

White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae Pendahuluan Wabah pertama dilaporkan di Jepang pada budidaya udang Penaeus japonicus (kuruma prawn) tahun 1993 Sebelumnya

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR SUBLETAL PHOSPHAMIDON TERHADAP KERUSAKAN JARINGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus ~rew.)'

PENGARUH KADAR SUBLETAL PHOSPHAMIDON TERHADAP KERUSAKAN JARINGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus ~rew.)' PENGARUH KADAR SUBLETAL PHOSPHAMIDON TERHADAP KERUSAKAN JARINGAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus ~rew.)' THE EFFECT OF SUBLETHAL CONCENTRATION OF PHOSPHAMIDON ON TISSUE DAMAGE OF NILE FISH (Oreochromis

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM

IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI. Oleh Dina Fitriyah NIM IDENTIFIKASI ISOLAT BAKTERI DARI PANTAI BANDEALIT JEMBER BERDASARKAN SEKUEN DNA PENGKODE 16S rrna SKRIPSI Oleh Dina Fitriyah NIM 061810401071 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau.

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau. Materi Biologi : Virus Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

et al. 2005) yakni : pengamatan lapangan dan gejala klinis (level l), perubahan

et al. 2005) yakni : pengamatan lapangan dan gejala klinis (level l), perubahan TINJAUAN PUSTAKA Koi Herpes Virus (KHV) Virus herpes merupakan salah satu virus yang berbiak dalam inti sel inang dan membentuk badan inklusi yang disebut cowdry type A. Penyebaran virus dari sel ke sel

Lebih terperinci

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan sehubungan dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah tedapat 529.000

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA

STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA TAPM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi

I. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi

Bioinformatika. Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Bioinformatika Aplikasi Bioinformatika dalam Virologi Contents Klasifikasi virus Penentuan tingkat mutasi Prediksi rekombinasi Prediksi bagian antigen (antigenic sites) yang ada pada permukaan virus. Sebelum

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI

EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI EFEKTIVITAS PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) PADA PERKEBUNAN KOPI RAKYAT DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH LAKSMI WIJAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Lebih terperinci