II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik KHV Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar. Herpetos berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengerikan. Herpesviridae berbiak dalam inti, membentuk badan inklusi yang disebut cowdry type A. Virus-virus ini memperoleh amplopnya sewaktu budding melalui membran inti sel (Malole, 1988) Herpesvirus memiliki sejumlah besar gen, yang telah dibuktikan bersifat peka terhadap kemoterapi anti virus (Brooks, et al, 1995). Menurut Malole (1988), semua anggota Herpesviridae sensitif terhadap ether dan asam. DNA-nya berserabut ganda dengan berat molekul x 10 6 Dalton. Kapsidnya bersimetri kubus memiliki 162 kapsomer (150 heksagonal dan 12 pentagonal). Virion yang beramplop berukuran antara nm, tetapi virion yang tanpa amplop juga sering ditemukan dengan ukuran nm. Bentuk famili Herpesviridae dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bentuk famili Herpesviridae (Sumber : Wagner dan Hewlett, 2004) 8

2 KHV yang termasuk salah satu anggota famili Herpesviridae, dilaporkan menyerang ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) di banyak negara dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar (Perelberg et al., 2003). Pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron pada sel-sel yang terinfeksi KHV menemukan virion-virion beramplop yang membungkus nukleokapsid ikosahedral berukuran diameter sekitar nm yang terdapat di bagian dalamnya. Virion-virion KHV memiliki suatu lapisan tegument diantara amplop dan nukleokapsidnya. Ukuran diameter total virion matang dengan amplopnya sekitar nm (Hedrick et al., 2005). Bentuk KHV yang dilihat melalui mikroskop elektron dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Virion-virion KHV yang terdapat pada sel-sel KF-1. Figur inset adalah virion KHV lengkap dengan amplop viral, tegument, dan nukleokapsid hexagonal. Bar = 100 nm (Hedrick et al., 2005) Genom KHV merupakan suatu molekul double-stranded (ds) DNA dan diperkirakan berukuran 277 kbp, melebihi rata-rata ukuran virus yang termasuk famili Herpesviridae yang berkisar 250 kbp (Ronnen et al., 2003 dalam Hedrick et al., 2005). Namun demikian, ukuran genom bukan merupakan salah satu kriteria 9

3 yang dipertimbangkan dalam mengelompokkan virus ini dalam famili Herpesviridae. KHV berbeda dari herpesvirus-herpesvirus lainnya yang menyerang ikanikan cyprinid seperti Cyprinid herpesvirus 1 yang merupakan agen penyebab carp pox. Hal ini ditunjukkan melalui uji-uji immunofluosescene yang menemukan antibodi anti-cyhv-1 gagal bereaksi dengan KHV (Hedrick et al., 2000). Selanjutnya, perbedaan-perbedaan dalam susunan protein dan sequence genomik virion memberikan bukti tambahan bahwa kedua jenis virus tersebut merupakan agen-agen yang berbeda (Gilad et al., 2002). CyHV-1 dapat menyebabkan mortalitas pada ikan mas dan koi tetapi hanya terjadi pada ikan-ikan yang usianya kurang dari 2 bulan (Sano et al., 1985 dalam Hedrick et al., 2005). Selain itu juga, ikan-ikan yang dapat bertahan hidup dari infeksi CyHV-1 menunjukkan karakteristik pertumbuhan papillomatous-like yang umum diketahui sebagai carp pox (Schubert, 1966 dalam Hedrick et al., 2005). Satu jenis herpesvirus lainnya adalah Cyprinid herpesvirus 2 yang awalnya dinamakan goldfish hematopoietic necrosis virus (GFHNV), telah diobservasi melalui mikroskop elektron dan telah berhasil diisolasi dari ikan koki (Carassius auratus) yang menunjukkan nekrosis yang parah pada sel-sel hematopoietic. Tidak seperti CyHV-1, KHV sangat virulen dan dapat menyebabkan mortalitas pada seluruh ukuran ikan mas dan koi (Hedrick et al., 2000 dan Perelberg et al., 2003). CyHV- 1 hanya dapat menyebabkan kematian pada Ikan Mas dan Koi yang berumur kurang dari 2 bulan (Sano et al., 1985 dalam Hedrick et al., 2005). Selain itu, bukti lainnya adalah tidak terjadi pembentukan papilloma pada ikan-ikan yang dapat bertahan hidup dari infeksi KHV. 10

4 Perbandingan-perbandingan DNA genomik dan polipeptida virion dari KHV terhadap CyHV-1 menunjukkan bahwa virus-virus tersebut memiliki kemiripan tetapi merupakan agen-agen yang berbeda nyata. Perbedaan ini dapat ditunjukkan melalui deteksi terhadap masing-masing virus dengan menggunakan uji-uji PCR yang dikembangkan oleh beberapa peneliti (Gray et al., 2002; Bercovier et al., 2005). Gray et al. (2002), telah mengembangkan uji PCR melalui pembuatan disain primer untuk mendeteksi KHV. Primer set SphI-5, forward (5 -GACACCACATCTGCAAGGAG-3 ) dan reverse (5 - GACACATGTTACAATGGTGGC-3 ), untuk mengamplifikasi produk dengan ukuran fragmen DNA 290 bp, terbukti dapat mendeteksi KHV. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pita DNA yang tampak jelas pada ukuran fragmen 290 bp. Sedangkan pada isolat-isolat virus lainnya seperti Channel Catfish Virus (CCV) dan Cyprinid Herpesvirus (CHV), pita-pita DNA tersebut tidak tampak (Gambar 3). Uji PCR ini cukup sensitif untuk mendeteksi 100 femtograms atau sekitar 600 kopi DNA dari DNA genomik KHV (Gray et al., 2002). Gambar 3 PCR primer set yang didisain Gray et al. (2002) spesifik untuk mendeteksi KHV, hal ini tampak dari pita DNA pada ukuran fragmen 290bp Variasi Genetik Variasi genetik merupakan ciri-ciri yang paling esensial pada seluruh organisme hidup, yang merupakan salah satu cara untuk beradaptasi secara 11

5 progresif terhadap perubahan lingkungan alamiah (Walker, 2000). Mutasi dan rekombinasi menyebabkan adanya variasi genetika (Trun dan Trempy, 2004). Menurut Trun dan Trempy (2004), mutasi adalah suatu perubahan fisikal pada satu atau lebih dari satu pasang nukleotida dalam DNA, dan dapat hanya mempengaruhi satu pasang nukleotida atau dapat mempengaruhi ratusan kilo basa nukleotida. Pengaruh mutasi tergantung pada tempat dimana mutasi tersebut terjadi dalam DNA. Mutasi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu yang terjadi pada nukleotida tunggal dan banyak nukleotida. Mutasi yang mempengaruhi nukleotida tunggal disebut microlesions, sedangkan yang mempengaruhi banyak nukleotida disebut sebagai macrolesions. Beberapa tipe microlesions adalah mutasi titik dan mutasi frameshift. Mutasi titik adalah perubahan yang terjadi pada satu pasang basa nukleotida. Perubahan tersebut dapat berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu purin (A menjadi G atau G menjadi A), atau satu pirimidin dengan satu pirimidin (T menjadi C atau C menjadi T). Mutasi titik ini disebut juga transisi. Jika mutasi titik tersebut berupa substitusi basa dari satu purin dengan satu pirimidin atau satu pirimidin dengan satu purin, mutasi ini disebut juga suatu transverse. Tipe microlesions lainnya adalah mutasi frameshift, yang berupa insersi/penyisipan atau delesi/penghapusan satu pasang basa tunggal dalam suatu gen. Beberapa mutasi frameshift juga dapat diklasifikasikan sebagai macrolesions, jika mutasi tersebut berupa insersi/penyisipan atau delesi/penghapusan yang terjadi pada basa dalam jumlah banyak. Tipe mutasi macrolesions termasuk didalamnya meliputi delesi/penghapusan, duplikasi, insersi/penyisipan, dan penyusunan kembali 12

6 seperti inverse/pembalikan dan translokasi. Seluruh mutasi tersebut melibatkan perubahan-perubahan besar dalam urutan nukleotida (Trun dan Trempy, 2004).. Variasi genetik juga dapat terjadi pada virus. Variasi viral tersebut dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme yang meliputi penyusunan/pengaturan kembali yang utama pada struktur genom, dan pengorganisasiannya dapat terjadi melalui rekombinasi genetik. Selain itu, dapat juga melalui duplikasi gen, pertukaran gen, penghapusan gen, dan penyisipan gen. Namun demikian, bentuk variasi yang paling umum adalah mutasi melalui substitusi nukleotida (Walker, 2000). Variasi genetika yang terjadi dapat disebabkan virus-virus tersebut harus menghadapi perubahan lingkungan yang terjadi secara terus menerus. Seperti halnya virus-virus melintas dari satu inang ke inang lainnya, mereka harus berhadapan dengan respon pertahanan dan sistem imunologis inang. Penghindaran dari pertahanan inang merupakan suatu ciri pokok strategi bertahan pada seluruh virus (Walker, 2000). Terkait dengan KHV, sejak pertama kali terjadinya wabah, perkembangan KHV telah dilaporkan melalui berbagai penelitian maupun forum ilmiah. Berdasarkan pada penelitian penelitian tersebut diketahui bahwa isolat isolat KHV dari berbagai Negara seperti USA, Israel, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Negara Negara Eropa memiliki perbedaan (Sano et al., 2007). Penelitian Stone et al. (2007) melaporkan berbagai varian KHV yang terdeteksi di Eropa. Selanjutnya, penelitian Aoki et al. (2007) menemukan adanya variasi genetik 3 isolat KHV yang berasal dari Jepang, Amerika Serikat, dan Israel. Ukuran genom KHV yang teridentifikasi untuk masing-masing varian adalah 295,271 bp (varian 13

7 1 ), 295,146 bp (varian 2) dan 295,138 (varian 3). Berdasarkan pada preparasi DNA melalui Restriction Endonuclease Digestion dengan Notl atau XbaI menghasilkan profil yang identik dari ketiga strain tersebut. Genom strain KHV memiliki pengulangan langsung (direct repeat) sebesar 22 kbp pada tiap tiap terminal (22,437 bp untuk varian 1, 22,469 bp untuk varian 2 dan 22,485 bp untuk varian 3). Genom-genom varian tersebut memiliki tingkat kesamaan yang cukup tinggi pada level sekuen. Sebagai contoh, substitusi nukleotida tunggal (tidak termasuk duplikat terminal pengulangan/terminal repeat) varian 1 berbeda dengan varian 2 dan 3 pada loki 181 dari 217 loki. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan pada setiap rata rata 1,5 kbp. Disisi lain, dari sebanyak 36 nonconserved loki, varian 3 berbeda dengan varian 1 dan 2 pada 32 loki dan varian 2 berbeda dengan varian 1 dan 3 pada 4 loki. Selain tinjauan pada genom dan loki tersebut, ketiga strain KHV menunjukkan perbedaan pada open reading frame atau dikenal sebagai ORF. Kejadian tersebut diduga karena adanya insersi dan delesi yang terjadi pada satu atau dua strain menyebabkan kerusakan pada titik pengkodean (coding region). Variasi genetik KHV dari beberapa isolat di Eropa, Israel dan Amerika jauh sebelumnya pada tahun 2003 telah diteliti oleh Gilad et al. (2003). Pada penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 6 dari 7 isolat yang diteliti tidak memiliki perbedaan yang signifikan berkaitan dengan polipeptida virionnya. Pada isolat KHV D-081 dari Israel diketahui memiliki polipeptida tambahan dengan ukuran 162 dan 41 kda. Penelitian tersebut juga menemukan adanya perbedaan antara isolat KHV yang berasal dari Israel dengan isolat Amerika. Isolat-isolat selanjutnya yang ditemukan di Israel maupun Amerika dengan lokasi geografis 14

8 yang berbeda-beda memiliki polipeptida virion dan RFLP yang identik atau mirip dengan isolat KHV yang terlebih dulu diisolasi (Gilad et al., 2002). Sejalan dengan hasil penemuan tersebut, Banks (1993) mengemukakan bahwa meskipun terdapat variasi minor yang terlihat pada isolat virus dalam satu spesies, namun isolat yang berasal dari lokasi geografis yang sejenis akan membentuk kelompok yang bersifat relative homogeny. Penelitian yang mendalam berkaitan dengan sequencing amplikon KHV dan jumlah variasi lokasi geografis asal genom di masa mendatang akan sangat berguna dalam membedakan beberapa isolat KHV berdasarkan lokasi geografis Inang Ikan mas dan koki (Cyprinus carpio) merupakan inang KHV (Perelberg et al., 2003; Hedrick et al., 2005; Ishioka et al., 2005; Shapira et al., 2005; Waltzek et al., 2005). KHV ini diketahui dapat menyerang seluruh ukuran ikan. Meskipun demikian, ikan-ikan berukuran kecil lebih sensitif terhadap KHV daripada yang berukuran lebih besar ( Perelberg et al., 2003). Kerentanan ikan terhadap infeksi KHV dan cara transmisinya dapat berpatokan pada hasil penelitian Perelberg et al. (2003) dengan menggunakan berbagai jenis ikan cyprinids yaitu Cyprinus carpio, Oreochromis niloticus, Bidyanus bidyanus, Hypophthalmichthys molitrix, Carassius auratus, Ctenopharyngodon idella. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya Cyprinus carpio saja yang rentan terhadap infeksi KHV, dengan tingkat kematian mencapai 72 % setelah terpapar virus, sedangkan jenis-jenis ikan lainnya tidak terpengaruh dan tetap bertahan hidup. Melalui uji kohabitasi yang dilakukan Perelberg et al. (2003) menunjukkan hanya ikan mas saja yang dapat 15

9 mentransmisikan KHV ke ikan mas lainnya yang sehat. Sedangkan ikan-ikan dari strain-strain yang resisten tetap bertahan hidup dan tidak menularkan KHV pada ikan mas yang sehat Mekanisme dan Perubahan Patologis Infeksi KHV Proses infeksi herpesvirus pada sel inang dimulai dengan terjadinya perlekatan atau adsorpsi partikel virus pada reseptor yang ada di permukaan sel inang. Adsorpsi virus pada permukaan sel segera diikuti oleh masuknya virusvirus yang mengandung genom ds DNA ke dalam sitoplasma melalui proses endocytosis. Selanjutnya nucleocapsid ditransportasikan sepanjang matriks cytoskeletal menuju membran inti kemudian masuk ke dalam inti/nukleus. Setelah memasuki inti, terjadi proses replikasi virus dengan langkah-langkah biosintesisnya menurut urutan sebagai berikut: 1) Transkripsi untuk pembuatan messenger RNA (mrna) dari DNA virus asal (parent) yang menginfeksi sel (sesudah uncoating). 2) mrna tersebut berpindah ke ribosom dalam sitoplasma sel dan diterjemahkan (translated) menjadi enzim dan protein-protein lainnya (early protein = protein awal) yang melakukan sintesis asam nukleat untuk virus baru. 3) Replikasi DNA virus dalam inti. 4) Transkripsi lanjutan untuk pembuatan mrna lagi dari DNA-parent dan virus baru (progeny). 5) Penerjemahan (translation) mrna yang dibentuk kemudian (late mrna) menjadi protein (late protein) sebagai bagian dari komponen virus dan sebagai enzim yang sama dengan early enzyme. 6) Perakitan (assembly) virus baru (progeny virus) di dalam inti sel. 7) Pelepasan virus yang matang (mature virus) dari sel. Herpesvirus selain keluar secara biasa melalui sitoplasma dimana virus-virus ini memperoleh 16

10 amplop, dapat juga berpindah langsung ke sel terdekat tanpa harus terlebih dahulu keluar sel yang terinfeksi. Metode transfer antar sel tersebut memungkinkan virus menyebar dalam tubuh inang walaupun terdapat banyak antibodi di dalam cairan tubuh di luar sel. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya infeksi virus secara laten atau kronis selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada inang yang terlihat sehat (Malole, 1988; Walker, 2000). Strategi dasar replikasi virus dengan genome ds DNA dapat dilihat pada Gambar 4. Terkait dengan KHV, Hedrick et al. (2000) dan Perelberg et al. (2003) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa KHV pertama kali masuk dan menginfeksi ikan melalui insang dan atau usus. Mekanisme infeksi KHV menurut laporan Pikarsky et al. (2004) menyebutkan bahwa virus pertama kali masuk ke dalam tubuh ikan melalui insang, selanjutnya bereplikasi di dalam insang. Aktivitas replikasi tersebut mempengaruhi struktur insang sehingga terlihat mengalami nekrosis dan kelukaan pada lapisan mukosanya. Kerusakan insang yang parah merupakan salah satu faktor munculnya gejala klinis pada ikan. Gambar 4 Strategi dasar replikasi virus dengan genom ds DNA (Walker, 2000) 17

11 Berdasarkan hasil penelitiannya, Gray et al. (2002) melaporkan bahwa KHV menyebar secara sistemik pada ikan yang terinfeksi. Hal tersebut dibuktikan melalui analisis PCR dan DNA hybridization, yang mendeteksi DNA KHV pada jaringan insang, gastrointestinal, dan hati ikan yang terinfeksi. Pada jaringan otak, DNA KHV terdeteksi lemah. Studi yang dilakukan beberapa peneliti dengan menggunakan pengujian patologik mikroskopik dan uji-uji PCR kuantitatif juga menunjukkan jaringanjaringan target KHV meliputi insang, ginjal, limpa, kulit, otak, usus, dan hati (Hedrick et al., 2000; Gray et al., 2002; Gilad et al., 2003; Gilad et al., 2004). Hasil penelitian Gilad et al. (2004) menemukan konsentrasi DNA KHV tertinggi terdapat pada insang, ginjal, limpa, dengan jumlah genom yang ekuivalen secara konsisten yaitu mulai dari 10 8 sampai 10 9 setiap 10 6 sel-sel inang. Level DNA KHV yang tinggi juga ditemukan pada mucus, hati, usus, dan otak. Ikan koi yang dapat bertahan hidup dari infeksi KHV pada hari setelah terpapar virus, masih mengandung kopi genom KHV dalam jumlah yang lebih rendah (sampai dengan 1,99 x 10 2 per 10 6 sel-sel inang) pada insang, ginjal, atau otak. Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV sangat variatif dan umumnya tidak spesifik. Gejala-gejala yang ditemukan antara lain adalah ikan berenang ke permukaan untuk mengambil udara atau ikan mengumpul di tempat-tempat air masuk. Ikan kelihatan megap-megap karena frekuensi pernafasannya tinggi. Selain itu, seringkali ditemukan juga ikan bergerak kehilangan arah dan berenang dengan gerakan yang tidak teratur, sebelum akhirnya mengalami kematian (Gray et al., 2002). Kematian ikan berlangsung sangat cepat, sekitar jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat (Taukhid et al., 2004). 18

12 Hasil pengamatan terhadap ikan yang terserang KHV secara umum menunjukkan tanda-tanda produksi lendir (mucus) berlebih sebagai respon fisiologis terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir menurun drastis sehingga tubuh ikan terasa kasat. Pada tahap awal infeksi, insang ikan menunjukkan bercak-bercak putih kecil di bagian ujung-ujung lembaran insang dan warna insang masih terlihat normal dan cerah. Infeksi lebih lanjut ditandai dengan warna ujung-ujung lembaran insang menjadi pucat putih keabu-abuan disamping bercak-bercak putih menjadi lebih jelas dan meluas. Perkembangan infeksi selanjutnya menunjukkan sebagian besar lembaran-lembaran insang mengalami nekrosis atau kematian sel-sel insang. Secara keseluruhan insang mengalami kerusakan, terjadi penempelan diantara lembaran-lembaran insang, geripis, dan akhirnya membusuk. Pendarahan (hemorrhage) juga terjadi di sekitar pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya, bahkan selanjutnya sirip menjadi rapuh dan geripis. Sering juga ditemukan adanya kulit yang melepuh, atau bahkan luka yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri, jamur, dan parasit (Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., 2004; Hedrick et al., 2005). Gejala klinis yang tampak pada ikan yang terinfeksi KHV dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan yang terserang penyakit KHV juga menunjukkan perubahan pada organ-organ internalnya. Hati (liver) terlihat membengkak, terdapat bercak bercak putih yang sebenarnya adalah nekrosis, tekstur lembek, pucat, terdapat petechiae, selanjutnya mengalami kerusakan. Ginjal membengkak dan terlihat berwarna pucat. Studi yang dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa ikan yang terinfeksi KHV mengalami disfungsi hati dan sistem osmoregulasi, 19

13 hypoprotein, serta imunosupresif sehingga rentan terhadap infeksi patogen sekunder (Hedrick et al., 2000; Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., 2004). Secara histologis, ikan-ikan yang terserang KHV menunjukkan adanya kerusakan jaringan atau lesi yang serius terutama pada kulit, insang, dan organ dalamnya (hati, ginjal, limpa dan sistem pencernaan). Pada jaringan insang terjadi hyperplasia dan hypertrophy terutama pada sel-sel epitel lamella sekunder sehingga terjadi fusi antar lamella sekunder yang berdekatan (Gambar 6). Hal tersebut terjadi karena adanya proliferasi dan pembengkakan sel-sel epitel lamella sekunder yang tidak terkontrol akibat induksi virus-virus yang menginfeksi (Perelberg et al., 2003). Selanjutnya, kerusakan atau perubahan-perubahan histologis tersebut antara lain dapat dilihat dengan ditemukannya semacam eosinophilic intracytoplasmic inclusion body (EICB-like) dan nekrosis serta intranuclear inclusion bodies pada sel-sel epithelium jaringan insang (epithelium branchial). Perubahan berikutnya adalah ditemukannya koloni sel-sel bakteri yang terdapat di dalam suatu ruangan yang terbentuk akibat adanya fusi antar lamela sekunder yang berdekatan (Perelberg et al., 2003; Taukhid et al., Gambar 5 Gejala klinis ikan yang terserang KHV, tampak pendarahan dan luka pada permukaan tubuh, sirip geripis, insang busuk dan mengalami erosi (sumber: BRKP, 2004) 20

14 Organ limpa (spleen) mengalami nekrosis di beberapa lokasi pada sel-sel atau jaringan parensimnya. Pada sel-sel parensim limpa ada sebagian inti selnya yang mengalami pembengkakan (hipertrofi) dan mengakibatkan terjadinya marjinalisasi kromatin (Gilad et al., 2002). Gambar 6 Jaringan insang yang terinfeksi KHV, menunjukan hiperplasia dan fusi Lamela sekunder (Sumber: Perelberg et al., 2003) Perubahan histologis dari organ ginjal ditandai oleh perubahan-perubahan yang terjadi antara lain pada sel-sel hematopoietik di jaringan interstitial pada bagian anterior ginjal yang mengalami nekrosis dan di dalam inti selnya terdapat badan inklusi (Hedrick et al., 2000; Perelberg et al., 2003). Hedrick et al. (2000), telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek virus terhadap sel. Dalam penelitian tersebut digunakan beberapa jenis cell lines yaitu koi fin-1 (KF-1), epithelioma papulosum cyprini (EPC), dan fathead minnow (FHM) dari Prenephales promelas. Virus yang digunakan berasal dari hasil ekstraksi organ-organ ginjal, limpa (spleen), dan insang, yang berasal dari ikan yang secara klinis terinfeksi. Ekstrak tersebut selanjutnya diinokulasikan pada KF-1, EPC, FHM. Hasil pengamatan setelah 1 2 minggu pasca inokulasi menemukan adanya aktivitas atau efek virus pada cell lines atau cytopathic 21

15 effects (CPE) pada KF-1 dan EPC. Efek tersebut meliputi terbentuknya vakuolavakuola pada sel-sel kultur / jaringan dan terbentuknya fusi antar sel yang merupakan pengaruh dari serangan virus. Pengamatan yang dilakukan Hedrick et al. (2000) dengan menggunakan mikroskop elektron pada jaringan organ yang terinfeksi, menemukan adanya perubahan antara lain pada sel-sel jaringan insang. Perubahan tersebut berupa pembengkakan sel, dan inti selnya mengalami hipertrofi yang diikuti dengan terjadinya difus atau penyebaran kromatin. Selanjutnya pada inti sel yang mengalami hipertrofi tersebut ditemukan adanya virion-virion, baik pada jaringan insang, hati, maupun limfosit dalam pembuluh darah di hati. Virion atau partikel virus tersebut berbentuk heksagonal yang merupakan tipikal Herpesvirus Pengaruh Lingkungan Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan KHV adalah suhu. Oleh karena itu, memelihara ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) pada suhu tertentu dapat membatasi pengaruh dari penyakit ini. Hampir seluruh wabah penyakit KHV terjadi selama musim semi dan gugur pada saat suhu air sekitar C (Hedrick et al, 2000; Perelberg et al., 2003). Pada suhu air yang lebih rendah virus dapat menginfeksi ikan tanpa menginduksi gejala klinis penyakit, tetapi pada suhu air yang memungkinkan perkembangan KHV, gejala klinis akan tampak dan selanjutnya dapat menyebabkan mortalitas (Gilad et al., 2004 dalam Hedrick et al., 2005). Infeksi KHV umumnya lebih serius pada suhu air antara C (OATA, 2001 dalam Taukhid et al., 2004), menginfeksi ikan mas dan koi semua umur dengan ikan ukuran benih lebih sensitif daripada ukuran dewasa (Perelberg et al., 2003). 22

16 Berkaitan dengan suhu, suatu penelitian dengan menggunakan sel koi fin (KF-1) telah dilakukan oleh Gilad et al. (2003), untuk mengetahui perkembangan KHV pada suhu yang berbeda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap perkembangan KHV. Virus ini menginduksi fusi sel dan vakuolasi sitoplasmik pada sel-sel KF-1 dalam waktu 5 hari setelah inokulasi KHV pada suhu 20 C. Efek sitopatik yang meluas sangat jelas terlihat setelah 7-10 hari, dan berkembang pesat ke seluruh sel setelah 14 hari. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa KHV dapat tumbuh pada kisaran suhu C, dengan suhu terbaik untuk replikasi KHV pada C. Pada suhu 30 C dan 40 C, tidak ditemukan adanya pertumbuhan KHV, dan hanya pertumbuhan minimal yang terjadi pada suhu 10 C. Berdasarkan kisaran suhu KHV, maka dapat dikembangkan suatu cara untuk mengendalikan penyakit melalui penginfeksian ikan dengan KHV pada suhu yang memungkinkan perkembangannya, dan kemudian merubah suhu pada kisaran yang dapat menghambat pertumbuhan KHV untuk menghindari munculnya gejala klinis penyakit dan untuk menginduksi imunitas ikan terhadap penginfeksian kembali. Tampaknya merubah suhu air dibawah atau diatas batas toleransi KHV (sebagai contoh 30 C atau 13 C) akan menghambat munculnya gejala klinis penyakit (Ronen et al., 2003 dalam Hedrick et al., 2005; Gilad et al., 2004). Cara pemaparan ikan terhadap KHV dan perubahan suhu air yang tinggi, telah dilakukan dalam uji coba skala besar di Israel untuk menghasilkan ikan-ikan yang resisten secara alamiah terhadap KHV. Ketika ikan-ikan tersebut kebal terhadap penginfeksian kembali, maka ikan-ikan tersebut merupakan carrier 23

17 potensial dari KHV (Hedrick et al., 2005). Gilad et al. (2004) menemukan ikanikan yang diinfeksi pada suhu 13 C tidak menunjukkan gejala klinis tetapi mengandung DNA KHV yang dapat dideteksi dengan taqman PCR Sebaran Geografis Sejak awal tahun dilaporkan telah terjadi wabah penyakit baru yang menyerang ikan mas dan koi (Cyprinus carpio), tetapi secara formal baru dilaporkan terjadi di Jerman pada tahun 1997 (Bretzinger et al., 1997 dalam Hedrick et al., 2005). Penyebab aktual dari penyakit tersebut belum teridentifikasi hingga tahun 1998 menyusul investigasi yang dilakukan pada saat terjadinya wabah penyakit pada ikan mas dan koi di Israel dan Amerika Serikat (Hedrick et al., 2000). Hasil investigasi menunjukkan keberadaan suatu virus herpes yang selanjutnya disebut Koi herpesvirus atau KHV, pada ikan koi sakit asal Israel dan Amerika Serikat yang berhasil diisolasi dengan menggunakan suatu cell line yang baru dikembangkan dari koi fin (KF-1). Virus hasil isolasi tersebut menunjukkan dapat menginduksi karakteristik penyakit yang sama dan mortalitas tinggi seperti pada kejadian wabah alamiahnya melalui infeksi percobaan pada ikan koi di laboratorium (Hedrick et al., 2000). Perkembangan selanjutnya menunjukkan penyebaran yang cepat dari KHV. Wabah penyakit KHV dilaporkan telah menyebabkan mortalitas yang tinggi pada ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) di seluruh dunia. Negara-negara tersebut meliputi Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, Afrika Selatan, Cina, Taiwan, Indonesia, dan Jepang ( Waltzek dan Hedrick, 2004; Sano et al., 2004 dalam Hedrick et al., 2005). Haenen dan Engelsma (2004) melaporkan serangan KHV untuk yang pertama kalinya pada ikan mas dan koi di berbagai negara Eropa 24

18 yang meliputi Belgia (tahun 1999), Inggris (tahun 2000), Belanda (tahun 2002), Denmark (Juli tahun 2002), Perancis (tahun 2003), Austria (wabah pertama terjadi pada musim panas tahun 2003), Switzerland (tahun 2003), Luxemburg (tahun 2003), dan Italia (tahun 2003). Serangan KHV di negara-negara Asia meliputi Cina (tahun 2001), Indonesia (Maret tahun 2002), Taiwan (Januari tahun 2003), Jepang (Mei tahun 2003). Selanjutnya, KHV juga sudah menyerang ikan mas dan koi di Afrika Selatan (tahun 2003). Serangan KHV di Indonesia pertama kalinya terjadi pada bulan Maret tahun 2002 di Blitar Jawa Timur. Wabah terjadi pada ikan koi yang baru datang dari Surabaya. Ikan koi ini diimpor ke Surabaya dari Cina melalui Hongkong pada bulan Desember 2001 Januari Wabah terjadi setelah hujan deras dengan total kematian mencapai 80 95%. Ikan yang sakit memperlihatkan gejala klinis berupa lepuh pada kulit. Oleh karena itu penyakit ini mula-mula dikenal sebagai penyakit melepuh. Meskipun ada gejala kerusakan insang pada ikan yang terkena wabah, tetapi gejala ini belum banyak diperhatikan. Blitar dikenal sebagai sentra produksi ikan koi, dengan lebih dari 5000 petani ikan koi. Koi dari Blitar termasuk yang sakit selanjutnya menyebar ke berbagai daerah termasuk ke Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta yang merupakan pangsa pasar utama (Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, 2002; Sunarto et al., 2004; Taukhid et al., 2004). Serangan berikutnya terjadi pada ikan mas di Subang, Jawa Barat pada bulan April Gejala klinis penyakit ini pada ikan mas di Subang sama dengan gejala klinis pada ikan koi di Blitar, yaitu insang rusak. Wabah ini menyebabkan kematian ratusan ton ikan mas, sehingga terjadi kelebihan supply 25

19 ikan konsumsi. Petani dari daerah lain membeli ikan mas sakit ini sehingga penyakit menyebar cepat ke daerah lain (Sunarto et al., 2004). Pada bulan Mei-Juni 2002 terjadi serangan berikutnya di Waduk Cirata. Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk di Sungai Citarum yang meliputi Waduk Saguling (4.425 unit karamba apung), Cirata ( unit karamba terapung) dan Jatiluhur (2000 unit karamba apung). Beberapa minggu sebelum terjadi wabah, ada pembudidaya ikan yang memasukkan ikan dari Subang ke waduk Cirata. Sebelumnya tidak pernah terjadi wabah semacam ini. Kematian masal yang biasanya terjadi karena umbalan (up-welling) yang terjadi hampir setiap tahun terutama pada permulaan musim hujan (Oktober, November, Desember). Ikan yang sakit menunjukkan gejala klinis berupa nafsu makan menurun, lemah, beberapa gejala klinis lain yang tidak selalu ditemukan pada ikan sakit kecuali insang rusak (Sunarto et al., 2004). Pada bulan Februari 2003, serangan penyakit ini sudah mencapai Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Gejala klinis ikan sakit di Sumatera ini sama persis dengan gejala klinis pada wabah yang terjadi di Jawa. Wabah di Lubuk Linggau ini diduga terjadi karena kontaminasi ikan mas sakit dari waduk Cirata, Jawa Barat. Selanjutnya wabah menyebar dari Lubuk Linggau ke daerah sekitarnya termasuk ke Bengkulu di selatan dan Jambi di sebelah barat (Sunarto et al., 2004). Pada bulan September 2004, wabah terus menyebar ke Sumatera Barat yang menyebabkan kematian masal ikan mas sebanyak 150 ton (Sunarto et al., 2004). Kasus serangan penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Sumatera Utara yang menyebabkan kematian masal ikan mas di sekitar perairan Danau Toba (Balai Karantina Ikan Polonia, 2004). Pada bulan September tahun 2004 juga, 26

20 wabah ini telah menyebar ke Kalimantan Selatan melalui kontaminasi induk ikan mas dari Punten, Jawa Timur ke Kalimantan (Sunarto et al., 2004; Taukhid et al., 2004). Berdasarkan hasil pemantauan hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) yang dilakukan oleh unit-unit pelaksana teknis (UPT-UPT) karantina ikan di seluruh Indonesia, pada tahun 2010 KHV sudah ditemukan pada 17 provinsi di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Bengkulu, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara (Pusat Karantina Ikan, 2010). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui penyebaran penyakit KHV tergolong sangat cepat. Bermula dari satu lokasi dan seterusnya menyebar secara lokal di sekitar lokasi tersebut serta menyebar secara jarak jauh. Dari setiap satu lokasi yang terserang penyakit, selanjutnya penyakit menyebar secara lokal di sekitarnya. Penyebaran penyakit ini di tempat-tempat pemeliharaan ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) terjadi segera setelah pemasukan ikan sakit dari luar. Pada sistem kolam air deras di sungai, penyakit ini menyebar ke hilir (ke bawah) tapi tidak ke hulu (bagian atas). Hal ini merupakan indikasi bahwa penyakit dapat menyebar melalui aliran air (Sunarto, 2004). Hasil penelitian Perelberg et al. (2003) menemukan partikel KHV masih dapat bertahan hidup di luar inang (dalam air) dan masih infektif sekurangnya selama 4 jam. Beberapa mekanisme penularan penyakit KHV ini adalah : 1) menyebar di dalam farm melalui kontak langsung antara ikan sakit dan ikan sehat, melalui bangkai ikan sakit dan melalui air; 2) penularan lokal antar farm melalui air yang 27

21 terkontaminasi, dan kemungkinan juga penularan melalui peralatan yang terkontaminasi; 3) penularan jarak jauh, terutama melalui pemindahan ikan dari daerah wabah ke daerah bebas (Hedrick et al., 2000; Perelberg et al., 2003; Sunarto et al., 2004; Taukhid et al., 2004). 28

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI

VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI VARIASI GENETIK DAN PERUBAHAN PATOLOGIS INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA Cyprinus carpio BUDI SUGIANTI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali teridentifikasi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena merupakan salah satu sumber protein hewani yang terjangkau oleh hampir sebagian besar lapisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gejala Klinis Hasil pengamatan makroskopik terhadap ikan-ikan yang terinfeksi varian KHV yang berbeda tidak menemukan adanya perbedaan gejala klinis yang signifikan. Seluruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS VIRUS FIRMAN JAYA OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS PENDAHULUAN Metaorganisme (antara benda hidup atau benda mati) Ukuran kecil :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS Zulfa Rahmawati 1, Uun Yanuhar 2, Diana Arfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

B. KARAKTERISTIK VIRUS

B. KARAKTERISTIK VIRUS BAB 9 V I R U S A. PENDAHULUAN Virus merupakan elemen genetik yang mengandung salah satu DNA atau RNA yang dapat berada dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dan ekstrseluler. Dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4

Virologi - 2. Virologi - 3. Virologi - 4 Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Virologi adalah ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus:

Partikel virus (virion), terdiri dari : Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus dan agent menyerupai virus: Virologi dasar Klasifikasi dan morfologi Reproduksi (replikasi) virus Hubungan virus dengan sel Virus yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan menyusui Virologi - 2 Partikel virus (virion), terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalocytivirus merupakan salah satu genus terbaru dalam famili Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan kerugian ekonomi serta kerugian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh

REVERSE TRANSKRIPSI. RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd. Oleh REVERSE TRANSKRIPSI RESUME UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Genetika I Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Duran Corebima, M.Pd Oleh UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN

Lebih terperinci

VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A

VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A VIROLOGI I M A Y U D H A P E R W I R A Virologi adalah studi tentang virus : struktur mereka, klasifikasi dan evolusi, cara-cara mereka untuk menginfeksi dan memanfaatkan sel virus reproduksi, penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

et al. 2005) yakni : pengamatan lapangan dan gejala klinis (level l), perubahan

et al. 2005) yakni : pengamatan lapangan dan gejala klinis (level l), perubahan TINJAUAN PUSTAKA Koi Herpes Virus (KHV) Virus herpes merupakan salah satu virus yang berbiak dalam inti sel inang dan membentuk badan inklusi yang disebut cowdry type A. Penyebaran virus dari sel ke sel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar untuk ikan Nila merah sangat

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus

STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS. Morfologi dan komponen virus STRUKTUR, MORFOLOGI, DAN KLASIFIKASI VIRUS Morfologi dan komponen virus Virus merupakan mikroorganisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa, kecuali poxvirus.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida adalah salahsatu jenis dari bakteri Aeromonas sp. Secara umum A. salmonicida merupakan penyebab utama penyakit infeksi pada ikanikan salmonid yang

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus)

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1, No. 2, November 2009 KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) THE SURVIVAL OF KOI GOLDFISH (Cyprinus carpio koi)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering menyerang wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on HPV and Cancer, kanker serviks menempati

Lebih terperinci

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA:

1. ASPEK BIOLOGI MORFOLOGI VIRUS EBOLA: Virus Ebola menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga memberikan peranan yang nyata dalam pembangunan perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan (Djarijah, 2001). Ikan patin termasuk komoditi

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

VIRUS DEFINISI STRUKTUR Virion Nukleokapsid Kapsid Kapsomer Amplop MORFOLOGI 1. Simetri Heliks

VIRUS DEFINISI STRUKTUR Virion Nukleokapsid Kapsid Kapsomer Amplop MORFOLOGI 1. Simetri Heliks VIRUS DEFINISI : agen infeksi yang sangat kecil, dengan beberapa perkecualian ; 1. Tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya 2. Tidak ada metabolisme yang bebas dan hanya mampu bereplikasi dalam sel

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

PENGANTAR VIRUS. dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR

PENGANTAR VIRUS. dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR PENGANTAR VIRUS dr. Fauzia Andrini M.Kes Bagian Mikrobiologi / Unit Ketrampilan Medik FK UR PENDAHULUAN Virus intraseluler parasit Tdd DNA/RNA, hanya dapat bermultiplikasi di sel host Virion : partikel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali digunakan sebagai bahan penyedap masakan

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Streptococcosis adalah salah satu penyakit sistemik menular, yang disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu penyakit yang merugikan budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga dapat ditemukan pada perairan payau atau muara sungai. Ikan mas tergolong jenis omnivora

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun kasus dengue di dunia meningkat

Lebih terperinci

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau.

D. Iwanowsky (1892) dan M. Beyerinck (1899) adalah ilmuwan yang menemukan virus, sewaktu keduanya meneliti penyakit mozaik daun tembakau. Materi Biologi : Virus Ilmu tentang Virus disebut Virologi. Virus (bahasa latin) = racun. Hampir semua virus dapat menimbulkan penyakit pada organisme lain. Saat ini virus adalah mahluk yang berukuran

Lebih terperinci

White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae

White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae White Spot Disease (WSD) White Spot Syndrome Virus (WSSV) Menyerang Family Penaeidae Pendahuluan Wabah pertama dilaporkan di Jepang pada budidaya udang Penaeus japonicus (kuruma prawn) tahun 1993 Sebelumnya

Lebih terperinci

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: 100 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: DNA polimer nukleotida (deoksiribosa+fosfat+basa nitrogen) gen (sekuens/dna yang mengkode suatu polipeptida/protein/sifat

Lebih terperinci

14.1 Dengan cara apa virus berhubungan dengan jenis lain dari mikroorganisme? 14.2 Apakah virus dianggap organisme hidup dalam pandangan sifat mereka?

14.1 Dengan cara apa virus berhubungan dengan jenis lain dari mikroorganisme? 14.2 Apakah virus dianggap organisme hidup dalam pandangan sifat mereka? TUGAS TBMF VIRUS Oleh: 1. Sandy Endi Rahman 2311 030 040 2. Shinta Ayu Riska A. 2311 030 022 3. Aprilia Puri 2311 030 024 4. Anggi Eko Bramantio 2311 030 044 Program Studi DIII Teknik Kimia Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman.

KLONING. dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. KLONING dari kata clone yang diturunkan dari bahasa Yunani klon, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. DI BID PERTANIAN KLON = sekelompok individu yang genetis uniform berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

MAKALAH KLASIFIKASI VIRUS BALTIMORE DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI

MAKALAH KLASIFIKASI VIRUS BALTIMORE DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI MAKALAH KLASIFIKASI VIRUS BALTIMORE DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH MIKROBIOLOGI Oleh : Kelompok 10 Puji Lestari NIM 12304241004 Ahmad Saiful Abid NIM 12304241006 Susan Pramitasari NIM 12304241007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha perikanan budidaya dinilai tetap prospektif di tengah krisis keuangan global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih berpotensi

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Data Survei Sosial Ekonomi Pertanian tahun 2007-2011

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya perikanan banyak diminati masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta memperoleh keuntungan yang cukup banyak. Salah satu budidaya ikan yang bisa dijadikan

Lebih terperinci

REPRODUKSI MIKROORGANISME

REPRODUKSI MIKROORGANISME REPRODUKSI MIKROORGANISME PENDAHULUAN Reproduksi mikroorganisme ialah perkembangbiakan mikroorganisme. Mikroorganisme mengadakan perkembangbiakan dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infectious Bursal Disease Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral pada ayam dan terutama menyerang ayam muda (Jordan 1990). Infectious Bursal Disease pertama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang menjadi salah satu komoditas ekspor.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA (The Examination of the KHV (Koi Herpes Virus) Disease on Several Cultured Fish Species) Mustahal 1, Manijo 2, dan Chandra Kirana 1

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci