STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PROGRAM MAGISTER (TAPM) STUDI EPIDEMIOLOGI KOI HERPES VIRUS YANG MENYERANG IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI PULAU JAWA TAPM Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Manajemen Perikanan Disusun oleh : Raden Gatot Perdana NIM PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA 2008

2 ABSTRAK Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa Raden Gatot Perdana Universitas Terbuka Kata Kunci : Koi Herpes Virus, penyebaran KHV, tingkat serangan dan pengendalian. Pengembangan usaha perikanan khususnya budidaya merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi perikanan nasional dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu kendala yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi perikanan adalah kendala biologi, yaitu yang berhubungan dengan gangguan hama dan penyakit ikan yang merupakan faktor penghambat dalam upaya peningkatan produksi dan menurunkan hasil kuantitas produksi serta mengancam kelestarian sumberdaya hayati perikanan. Koi Herpes Virus (KHV) adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis virus umumnya menyerang ikan mas dan koi (Cyprinus carpio), dengan target serangan pada permukaan kulit, insang dan ginjal ikan. Pola penyebaran KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, dan kematian ikan berlangsung sangat cepat. Tujuan dari penelitian ini adalah : mengidentifikasi tentang pola penyebaran dan status terkini penyakit KHV di wilayah Jawa dan menganalisis tingkat serangan (patogenitas) dari KHV yang menyerang ikan mas di Pulau Jawa pada kondisi saat ini. Hasil uji laboratoris KHV di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah menunjukkan hasil yang negatif dari bulan Januari hingga bulan Mei tahun Demikian pula dari hasil survey lapangan dan wawancara tidak diperoleh informasi yang menyatakan bahwa telah terjadi serangan virus KHV. Sedangkan untuk wilayah DKI Jakarta Banten dan Jawa Barat, pada bulan Januari, Februari dan April 2008 memperoleh hasil positif KHV dengan kisaran suhu pada C. Sehingga dapat menunjukkan bahwa penyakit KHV di Pulau Jawa masih eksis. Prevalensi berbanding lurus dengan tingkat serangan menunjukkan pada kondisi menurun dari bulan Januari hingga Februari, dan mengalami kenaikan pada bulan Maret, hingga pada bulan-bulan berikutnya yaitu April dan Mei. Sedangkan jumlah kasus baru (insidensi) pada bulan Januari hingga April menunjukkan pada status yang hampir sama, namun pada bulan Mei terjadi peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian, selama kurun waktu antara Januari - Mei 2008, hampir tidak dijumpai adanya kasus kematian yang signifikan pada budidaya ikan mas akibat infeksi KHV. i

3 ABSTRACT Epidemiology Study of Koi Herpes Virus in Common Carp (Cyrpinus carpio) in Java Island Raden Gatot Perdana Universitas Terbuka Keywords: Spreading and infection of KHV disease, level of threat, and controlling. The developing of fishery business especially in aquaculture, is a good effort to increase the national aquaculture product in order to meet the domestic and international market demand. O ne problem that affecting the fishery production is the biology problem, it is related with the threat of pest and fish disease, which is a problem for the effort of increasing the production, and declining the production quantity, also threatening the fisheries natural resource. Koi Herpes Virus (KHV) is a disease that infected by a kind of virus that attacks common carp and koi (Cyprinus carpio), with the target of threat on the skin surface, gills, and fishes kidney. The spreading pattern of KHV in Indonesia happens in a short period of time. The purposes of this research are identifying the spreading pattern, and the current status of KHV in the Java region and analyzing the level of threat (patogenity) of KHV that attacks common carp in Java today. The laboratory test result of KHV in the region of East Java, Central Java shows negative result from January until May The same result also came from the field survey and interview. While in the region of DKI Jakarta, Banten and West Java, in January, February, and April 2008 shows the positive result of KHV around the temperature of C. It indicates that KHV still threatens Java. Prevalency equal with level of threat shows the decreasing of the condition from January to February, and it also shows increasing on March to May. Otherwise the number of new cases (incidency) on January to April shows the same status, but there is an increasing on May. Based on the research result, from January May 2008, there is almost no record of significant mortality in the common carp breeding caused by the infection of KHV. ii

4 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PERIKANAN PERNYATAAN TAPM yang berjudul Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya penjiplakan (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi akademik. Jakarta, 27 Agustus 2008 Yang Menyatakan (Raden Gatot Perdana) NIM iii

5 LEMBAR PERSETUJUAN TAPM Judul TAPM : Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa Penyusun TAPM : Raden Gatot Perdana NIM : Program Studi : Magister Manajemen Perikanan Hari/Tanggal : Rabu, 29 Oktober 2008 Menyetujui : Pembimbing II, Pembimbing I, Prof. DR. Ir. John Haluan, MSc. DR. AM. Lusiastuti, M.Si. Drh NIP NIP Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana Prof. DR. Udin S. Winataputra, MA NIP iv

6 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PERIKANAN PENGESAHAN Nama : Raden Gatot Perdana NIM : Program Studi : Magister Manajemen Perikanan Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Penguji TAPM Program Pascasarjana, Program Studi Magister Manajemen Perikanan, Universitas Terbuka pada : Hari/Tanggal : Selasa, 23 September 2008 Waktu : s/d WIB Dan telah dinyatakan LULUS PANITIA PENGUJI TAPM Ketua Komisi Penguji : (Surachman Dimyati, PhD) Penguji Ahli : (DR. Kukuh Nirmala) Pembimbing I : (DR. AM. Lusiastuti, M.Si. Drh) Pembimbing II : (Prof. DR. Ir. John Haluan, MSc) v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunianya yang telah memberikan segala kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir yang berjudul Studi Epidemiologi Koi Herpes Virus Yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Pulau Jawa disusun guna untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjana di Program Magister Manajemen Perikanan Universitas Terbuka. Permasalahan penyakit merupakan bagian dari permasalahan pengembangan usaha budidaya ikan, khususnya dengan timbulnya wabah Koi Herpes Virus (KHV) yang menyerang ikan mas dan koi yang merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya peningkatan produksi, karena disamping dapat menurunkan hasil (kuantitas) produksi dapat pula mengancam kelestarian sumberdaya hayati perikanan. Wabah penyakit ini pula menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial yang sangat besar. Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian ini dilakukan, mengidentifikasikan permasalahan dan upaya pengendalian melalui manajemen pengendalian penyakit, sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi, pengetahuan kepada masyarakat umum dan institusi terkait khususnya untuk menentukan langkah-langkah berikutnya dalam rangka pengendalian dan pencegahan KHV secara terpadu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini banyak terdapat kekurangankekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas akhir ini menjadi lebih baik serta dapat memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat bagi semua pihak. Jakarta, Agustus 2008 Penulis vi

8 UCAPAN TERIMA KASIH Dalam proses penyelesaian tugas akhir ini tentu saja tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan dorongan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapakan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak telah banyak membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada : 1. Ibu Dr. A.M. Lusiastuti, Msi. Drh., selaku pembimbing utama yang telah banyak membantu serta memberikan bimbingan dan membagi ilmu yang sangat berguna. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc, selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat. 3. Ibu Dra. Agnes P. Sudarmo, MA, selaku Ketua Program Magister Manajemen Perikanan. 4. Teman-teman mahasiswa Pasca Sarjana MMP, yang telah memberikan dukungan semangat dan kerjasama yang baik selama menempuh pendidikan ini. 5. Ketua dan Staf Program Pasca Sarjana UPBJJ Jakarta dan Pusat, atas segala bantuan dan layanan serta informasinya selama ini. 6. Kedua orang tua, atas segala dukungan moril dan spirituil yang tiada henti diberikan. 7. Teristimewa buat istriku Yayuk Widiya serta kedua putra putriku Reyhan Irza Perdana dan Livia Prameswari untuk kasih sayang yang luar biasa besar artinya bagi penulis dan dorongan, doa serta kesabarannya menunggu selama penulis menyelesaikan masa pendidikan. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmatnya bagi kita semua, amin. Jakarta, Agustus 2008 Penulis vii

9 DAFTAR ISI Hal ABSTRAK... i LEMBAR PERSETUJUAN... iv LEMBAR PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii DAFTAR ISTILAH... xiii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Kegunaan Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Kajian Teori... 5 B. Kerangka Berpikir C. Definisi Operasional Epidemiologi Gejala Klinis Distribusi KHV Koi Herpes Virus Faktor Resiko Identifikasi dan Karakterisasi viii

10 7. Metode Diagnosa III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi B. Desain Penelitian C. Populasi dan Sampel D. Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisa Data Pemeriksaan KHV dengan Metode PCR IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Keragaan KHV B. Status Terkini KHV C. Suhu D. Tingkat Serangan E. Faktor Resiko F. Pengendalian Penyakit KHV Manajemen Kesehatan Ikan yang Terintegrasi Ikan Bebas KHV dan Karantina Menghindari Faktor Stres Vaksin KHV Rekomendasi Pembatasan Zona Infeksi KHV V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA ix

11 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya penyakit... 5 Gambar 2.2 Serangan pertama KHV di Blitar... 7 Gambar 2.3 Pola penyebaran KHV Gambar 2.4 Kerangka berfikir Gambar 2.5 Kulit melepuh Gambar 2.6 Luka pada kulit Gambar 2.7 Sirip ikan terdapat bercak-bercak putih Gambar 3.1 Alat PCR untuk pemeriksaan KHV Gambar 4.1 Hasil pemeriksaan PCR Gambar 4.2 Kematian ikan mas di kolam petani Gambar 4.3 Status terkini penyebaran KHV Gambar 4.4 Lokasi budidaya KJA Gambar 4.5 Data prevalensi, insidensi, dan tingkat serangan KHV Gambar 4.6 Alat ozonisasi Gambar 4.7 Kolam desinfeksi Gambar 4.8 Proses karantina Gambar 4.9 Ikan yang mati dimusnahkan dengan cara dibakar x

12 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Prevalensi, insidensi dan tingkat serangan KHV Hal xi

13 DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Jadwal perencanaan penelitian TAPM Lampiran 2. Lembar kuesioner Lampiran 3. Tabel data hasil pemeriksaan PCR terhadap sampel ikan mas dan koi Lampiran 4. Tabel data populasi, kematian dan ikan mas dan koi yang sakit Lampiran 5. Peta penyebaran KHV di Pulau Jawa dan Pulau lainnya xii

14 DAFTAR ISTILAH 1. Polymerase Chain Reaction (PCR) : merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme (teknik biologi molekuler). Metode ini digunakan untuk pemeriksaan virus. 2. Carrier : Suatu individu yang tidak menampakkan gejala dari suatu penyakit, tetapi membawa patogen penyebab penyakit tersebut, atau mempunyai gen dari penyakit tersebut, dan dapat menularkan penyakit tersebut kepada yang lain baik melalui interaksi dengan individu lain, atau dengan mewariskan gen penyebab penyakit kepada keturunannya. 3. Up welling : adalah proses pergerakan massa air dari kedalaman tertentu ke atas permukaan yang terjadi pada suatu perairan dimana salah satu akibat dari perbedaan suhu yang ekstrim antara permukaan air dengan bagian dasar perairan. 4. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) : adalah suatu metode pemeriksaan virus dengan cara melihat adanya pembentukan antibodi spesifik yang diproduksi oleh ikan sebagai perlawanan pada saat terinfeksi KHV 5. Imunostimulan : merupakan zat yang mampu memacu sistem kekebalan tubuh 6. Osmoregulasi : proses mengatur konsentrasi cairan dan menyeimbangkan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel atau organisme hidup. 7. Stakeholders : pengguna jasa 8. Patobiologi : kajian mengenai perubahan biologis yang tidak seimbang untuk mengungkap patogenesis penyakit. 9. Invitro : proses yang dibuat sedemikian rupa yang terjadi di lingkungan buatan seperti pada tabung inkubasi atau cawan petri dari kaca atau material tembus pandang lainnya, di luar tubuh organisme; seperti halnya yang terjadi secara normal di dalam tubuh organisme. 10. OATA : Ornamental Aquatic Trade Association adalah asosiasi internasional yang mengatur tentang perdagangan ikan hias air tawar dan laut. 11. Present Status : status terkini xiii

15

16

17

18

19 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Inang: Benih unggul Vaksin Imunostimulan Vitamin C Ikan, Patogen dan lingkungan Inang penyakit Lingkungan Patogen Lingkungan: Sistem & manajemen budidaya: Padat tebar, pakan, kualitas air Perbaikan lingkungan Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Penyakit Sumber : Taukhid dkk, 2005 Patogen: Pencegahan (bio-security) Obat (desinfeksi) Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi yang kompleks/tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan yaitu inang (ikan) yang lemah, patogen yang ganas serta kualitas lingkungan yang memburuk (Snieszko, 1973 dalam Taukhid dkk, 2005). Ketiga komponen tersebut diilustrasikan dalam bentuk lingkaran yang berinteraksi satu sama lain. Pada Gambar 2.1 di atas, menunjukkan bagaimana penyakit (intersection area) merupakan kombinasi dari

20 6 kondisi ikan yang lemah, lingkungan budidaya yang buruk serta adanya patogen yang ganas. Penyakit pula dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh dan merupakan hasil interaksi ketiga komponen tersebut di atas. Ketiga lingkaran tersebut merupakan konsep umum mekanisme terjadinya penyakit secara alamiah, maka strategi dari filosofi dasar manajemen kesehatan ikan pun haruslah dikonsentrasikan pada upaya peningkatan komponen tersebut yang dilakukan secara terintegrasi. Pertama, penyediaan lingkungan yang sehat harus dimulai dari pemilihan lokasi budidaya, desain dan konstruksi wadah, sistem budidaya, serta pengelolaan kualitas air. Kedua, untuk mendapatkan ikan yang sehat harus dimulai dari induk unggul dan bebas penyakit sehingga diperoleh benih yang prima, pakan yang cukup (kualitas dan kuantitas), penerapan budidaya yang sehat. Tanpa memberikan keseimbangan terhadap komponen tersebut, maka upaya pengendalian penyakit sulit dicapai, karena secara faktual ikan selalu hidup bersama patogen yang setiap saat berpotensi menyebabkan penyakit. Meskipun pada budidaya telah diterapkan sistem sterilisasi secara modern, namun belum mampu mengeliminasi seluruh patogen potensial dari lingkungan budidaya. Pencapaian status kesehatan populasi ikan pada suatu lokasi budidaya harus dilakukan minimal dua kali dalam setahun. Pemeriksaan dilakukan pada saat siklus tertentu ikan atau pada saat kondisi suhu dan musim yang sesuai untuk mengamati gejala klinis dan mengisolasi patogen. Selama periode dua tahun, unit-unit budidaya hanya dapat menerima ikan-ikan yang berasal dari lokasi budidaya yang telah diakui

21 7 status kesehatannya, atau yang memiliki status kesehatan sama atau lebih dari unit budidaya yang sedang di monitor. Blitar, Jawa Timur Gambar 2.2 Serangan Pertama KHV di Blitar Sumber : Sunarto, 2005 Koi Herpes Virus merupakan nama yang pertama kali diberikan oleh Prof. Ron Hedrick dari University of California untuk menyebut patogen penyebab kematian massal pada ikan mas dan koi. An Emergency Disease Control Task Force on a Serious Disease of Koi and Common Carps in Indonesia yang dikoordinir oleh NACA pada bulan Juni 2002, menyebut penyakit yang sedang berlangsung di Indonesia sebagai Mass Mortality of Koi and Common Carps (MMKCC). Kemudian Ronen et al. (2003) dalam Tauhid dkk. (2005) meragukan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi virus herpes, sehingga ditawarkan nama baru yaitu Carp

22 8 Nepritis and Gill Necrosis Virus (CNGV). Namun dari ketiga nama yang diperdebatkan tersebut, satu hal yang sangat jelas yaitu penyebab utama dan akibat yang ditimbulkannya adalah sama. Secara khas penyakit KHV ini sangat menular namun serangan yang dapat menyebabkan sakit atau kematian hanya terbatas pada ikan mas dan koi. Ikan lain yang memiliki kekerabatan sangat dekat, seperti ikan mas koki (Carassius auratus), grass carp (Ctenopharyngodon idella) dan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), ataupun dari famili lainnya seperti silver perch (Bidyanus bidyanus) dan tilapia (Oreochromis niloticus) telah ditemukan resisten penuh terhadap penyakit tersebut, bahkan setelah perlakuan kohabitasi selama lima hari dengan ikan sakit pada kisaran temperatur o C yang memungkinkan penyakit menular (Perelberg, et al., 2003). Kelompok herpes virus umumnya memiliki karakter yang unik, yaitu memiliki kemampuan untuk hidup laten dalam sel inang untuk jangka waktu yang lama, dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti perubahan lingkungan atau stress yang terjadi pada inang. Meskipun belum ada hasil riset yang definitif pada kasus KHV, namun ada beberapa informasi dari pembudidaya yang membenarkan bahwa pada populasi yang pernah terserang KHV, tidak menjamin bahwa populasi tersebut akan aman dari infeksi KHV berikutnya. Ornamental Aquatic Trade Association (2001) menyatakan bahwa seperti halnya infeksi herpes virus lainnya, KHV juga diyakini akan tetap eksis pada individu yang pernah terinfeksi; sehingga ikan survivor sebaiknya tetap dicurigai sebagai carriers potensial penyakit tersebut.

23 9 Jenis ikan yang terinfeksi KHV sejauh ini hanya satu spesies, yaitu Cyprinus carpio (ikan mas dan koi). Hasil infeksi buatan melalui penyuntikan homogenate organ insang asal ikan positif KHV terhadap beberapa jenis ikan budidaya seperti ikan nila, gurame, komet, koki dan lele menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut bukan inang yang cocok bagi KHV. Pengamatan secara klinis tidak menunjukkan adanya gejala sakit, dan melalui diagnosa PCR diperoleh hasil negatif KHV. Hasil yang hampir serupa juga didapatkan oleh Perelberg et al. (2003) yang menginfeksi KHV secara buatan terhadap ikan tilapia (Orechromis niloticus), silver perch (Bidyanus bidyanus), silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), goldfish (Carassius auratus), dan grass carp (Ctenopharyngodon idella). Sehingga disimpulkan bahwa selain ikan mas dan koi; jenis-jenis ikan dari family Cyprinidae tidak terinfeksi KHV dan mereka juga tidak berlaku sebagai karier bagi virus tersebut (Perelberg et al., 2003; Ronen et al., 2003). Kasus KHV umumnya sangat terkait dengan kondisi lingkungan perairan, terutama suhu air. Gilad et al. (2003 ) menyimpulkan bahwa faktor yang paling definitif mempengaruhi virulensi KHV adalah suhu air. Secara laboratoris, suhu optimum untuk replikasi virus secara in vitro adalah pada kisaran o C, dan tidak ada atau sangat minim pertumbuhannya pada suhu 4, 10 dan 30 o C. Kasus kematian ikan akibat KHV umumnya terjadi pada kisaran suhu air antara o C (OATA, 2001; Goodwin, 2003). Pada suhu dibawah 18 o C tidak terjadi kematian ikan, dan tidak ada laporan kasus pada suhu air di atas 30 o C. Distribusi KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, sehingga perlu adanya upaya konkrit untuk mencegah masuknya jenis penyakit ini dari wilayah

24 10 terinfeksi ke daerah lain yang masih dianggap bebas atau sebarannyaa masih relatif terbatas. Penetapan Wilayah Sumatera sebagai kawasan karantina bagi penyakit KHV melalui Permen No. 55/Men/2004 bertujuan untuk melindungi sumber daya perikanan tehadap penyakit KHV di Wilayah Sumatera (Puskari, 2006). Salah satu amanah dari peraturan tersebut adalah perlu adanya kegiatan evaluasi dan monitoring untuk mengetahui statuss dan keragaan penyakit KHV di kawasan karantina sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan selanjutnya. Gambar 2.3 Pola penyebaran KHV Sumber : Sunarto, 2005 Salah satu pencegahan dalam pengendalian KHV yaitu pemberian imunostimulan. Imunostimulan adalah suatu bahan atau zat yang yang dapat memicu terbentuknya kekebalan tubuh. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan imunostimulan dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan terutama kekebalan non-spesifik. Kekebalann non-spesifik adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang dan bersifat alami.

25 11 Kekebalan non-spesifik merupakan imunitas bawaan, yaitu respon perlawanan terhadap zat asing yang dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar oleh zat tersebut. Berdasarkan penelitian Asmaeni (1995), salah satu materi imunostimulan yang telah terbukti dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh yaitu vitamin C. Vitamin C dapat meningkatkan kekebalan non-spesifik melalui mekanismenya sebagai koenzim penggerak aktivasi kekebalan yang dilakukan oleh sel. Vitamin C juga membantu memelihara fungsi sel fagosit melalui peningkatan kemotaktik neutrofil dan makrofag. Faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian vitamin C adalah dosis dan dan frekwensi pemberian vitamin. Kedua hal tersebut akan menentukan tingkat efektifitas vitamin C dalam meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit, sehingga kelangsungan hidup ikan akan meningkat. Menurut Irianto (2005), pemberian imunostimulan dalam jumlah yang tidak optimal dapat memberikan efek yang kurang baik terhadap fungsi organ tertentu dan dapat bersifat imunosupresan, sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan efektifitasnya, meskipun imunostimulan tersebut memiliki potensi imugonik yang tinggi.

26 12 B. Kerangka Berpikir Kuesioner Analisa lapangan Cukup beresiko - Lokasi wabah KHV pertama - Jenis penyakit - Pola penyebaran - Distribusi geografis Analisa tingkat penyebaran KHV Temuan Analisa laboratoris Tidak beresiko - Jumlah Populasi - Virulensi KHV - Faktor resiko - Kerugian ekonomi dan sosial Analisa tingkat resiko Manajemen Pengendalian Aman Tidak Ya Gambar 2.4 Kerangka Berfikir SELESAI

27 13 C. Definisi Operasional 1. Epidemiologi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari faktor yang mempengaruhi kesehatan dan sakitnya suatu populasi, sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi suatu dasar atau bukti didalam melakukan proses identifikasi faktor resiko penyakit dan untuk menentukan metode penanganan yang optimal pada tahap selanjutnya (Friedman, 2004). 2. Gejala Klinis Gejala klinis adalah perubahan sifat, tingkah laku dan penampilan yang abnormal sebagai akibat adanya infeksi. Setelah ditandai dengan munculnya gejala klinis, kemudian terjadi kematian ikan yang berlangsung sangat cepat, hanya jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat. Secara umum ikan yang terinfeksi KHV menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut: (Gardenia dkk, 2005) Gambar 2.5 Kulit melepuh Sumber : Taukhid dkk, 2005

28 14 Produksi lendir (mucus) berlebih sebagai respon fisiologis terhadap kehadiran patogen, selanjutnya produksi lendir menurun drastis sehingga tubuh ikan terasa kasat. Insang berwarna pucat dan terdapat bercak putih atau coklat (sebenarnya adalah kematian sel-sel insang atau gill necrosis ), selanjutnya menjadi rusak, geripis pada ujung tapis insang dan akhirnya membusuk. Secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan jaringan yang serius serta kematian sel yang berat. Pendarahan di sekitar pangkal dan ujung sirip serta permukaan tubuh lainnya. Sering pula ditemukan adanya kulit yang melepuh, atau bahkan luka yang diikuti dengan infeksi sekunder oleh bakteri, jamur dan parasit. Hati berwarna pucat, selanjutnya menjadi rusak. Ginjal (anterior dan posterior) berwarna pucat. Gambar 2.6 Luka pada kulit Sumber : Taukhid dkk, 2005 Gejala-gejala tersebut di atas yaitu; tingkah laku, internal dan eksternal, sangat variatif dan tidak konsisten. Studi oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa ikan yang terinfeksi KHV mengalami disfungsi hati dan sistem osmoregulasi,

29 15 hipoprotein, serta imunosupresif sehingga rentan terhadap infeksi patogen sekunder (Taukhid dkk, 2005). 3. Distribusi KHV Distribusi KHV di Indonesia berlangsung sangat cepat dan sporadis, sehingga dianggap sebagai salah satu penyakit yang paling serius pada budidaya ikan air tawar. Informasi tentang jumlah kematian dan pemanenan mendadak akibat kasus penyakit tersebut, hanya baru sebagian kecil saja dari kejadian yang sesungguhnya. Puluhan atau bahkan ratusan kasus penyakit KHV pada ikan mas dan koi terus berlanjut hingga kini, kondisi ini sangat meresahkan pembudidaya ikan mas dan koi, termasuk pelaku usaha lainnya yang terkait dengan pembudidayaan kedua jenis ikan tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan stakeholders, antara lain melalui pembentukan posko penanggulangan wabah, sosialisasi status penyakit, pelatihan/training, sarasehan, penyaluran bantuan, dll. termasuk pemberlakuan aturan khusus terhadap ikan mas dan koi yang akan dikirim dari Pulau Jawa ke pulau lainnya yang diatur dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 40/MEN/2002. Namun hingga kini belum tersedia teknologi pengendaliannya yang efisien, aplikatif dan mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi bagi berbagai sistem budidaya ikan mas dan koi. 4. Koi Herpes Virus Koi herpes virus merupakan penyakit viral pada ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) yang sangat menular, mengakibatkan mortalitas antara % dari populasi ikan, dengan masa inkubasi antara 1 14 hari. Individu yang bertahan hidup sekitar 20% pada saat terjadi wabah umumnya akan menjadi resisten terhadap infeksi

30 16 berikutnya. Namun ketahanan tersebut tidak menunjukkan adanya transfer kepada keturunannya (maternal immunity). (Taukhid dkk, 2005) Infeksi virus KHV umumnya lebih serius pada suhu air antara C (OATA, 2001), menginfeksi ikan mas dan koi semua umur; dan ikan ukuran benih lebih sensitif daripada ukuran dewasa (Perelberg et al., 2003). Namun berdasarkan hasil riset Loka Riset Kesehatan Ikan menunjukkan bahwa masa inkubasi KHV jauh lebih pendek, yaitu antara 1 7 hari dan seperti halnya hasil yang diperoleh, tidak ada perbedaan sensitifitas yang signifikan antara ikan ukuran benih dan dewasa. Koi herpes virus merupakan patogen yang memiliki potensi imunogenik. Hal ini terlihat dari ikan yang mampu bertahan hidup (survivors) antara 15 20% dari sebagian besar kasus penyakit tersebut. Meskipun tidak ada batasan yang jelas, ikan survivors pada kasus KHV dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu karier dan resisten. (Taukhid dkk, 2005) Karier KHV adalah individu yang berpotensi sebagai pembawa, dan apabila kemudian terjadi infeksi pada level yang serius dapat pula mengalami sakit dan bahkan mengalami kematian. Sedangkan resisten KHV adalah individu yang telah memproduksi kekebalan spesifik hingga level protektif, sehingga mampu mengeliminasi partikel virus dalam tubuhnya serta akan tetap hidup apabila kemudian terjadi kasus serupa. Batasan dari kedua kategori tersebut sangat menarik, dan strategi untuk mendapatkan populasi ikan yang resisten nampaknya dapat dijadikan alternatif upaya pencegahan yang lebih prospektif. Jenis Herpes Virus umumnya memiliki karakter yang unik, yaitu memiliki kemampuan untuk tetap hidup dalam sel inang dalam

31 17 jangka waktu yang lama, dan akan menjadi aktif kembali apabila ada pemicu seperti perubahan lingkungan atau stress yang terjadi pada inang. 5. Faktor Resiko Sejumlah faktor resiko dapat dijadikan dasar di dalam menentukan perkembangan penyakit, yaitu berdasarkan observasi langsung di lapangan sebagai berikut (Sunarto, 2005) : Ukuran ikan; ukuran ikan yang bagaimana yang mempunyai potensi terserang KHV. Tingkat oksigen terlarut dalam air; pengaruh oksigen terlarut terhadap kelangsungan hidup ikan berkaitan dengan serangan penyakit KHV. Aliran air; sebagai faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran dan penularan penyakit. Kecepatan penularan dari ikan yang sakit; ikan yang sakit dan mati akibat virus KHV mempunyai potensi yang sangat besar terhadap kecepatan penularan ke ikan yang sehat. Kualitas air, faktor manajemen, pakan dan perlakuan; merupakan kunci didalam menghambat penyebaran dan serangan KHV. 6. Identifikasi dan Karakterisasi Berdasarkan isolasi virus dengan menggunakan galur sel sirip koi (KF-1) yang identik dengan virus yang ditemukan pada jaringan ikan yang terinfeksi, Hedrick et al (2000) menyebut virus ini sebagai Koi Herpesvirus (KHV) (Gilad, et al., 2002). Namun dengan menggunakan genome virus yang diisolasi telah ditemukan virus ini memiliki DNA viral yang sangat berbeda dan molekul DNA untai ganda (dsdna) sebesar kbp (Hutoran, et al., 2004) yang menunjukkan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan herpes virus lain yang sudah diketahui yaitu kbp.

32 18 Karakteristik yang berbeda seperti yang ditunjukkan oleh famili herpesvirus dan berdasarkan patobiologi penyakit pada ikan mas menggunakan immunohistokimia, virus ini disebut juga sebagai Carp Interstitial Nephritis and Gill Necrosis Virus (CNGV) (Pikarsky, et al., 2004). Organ target infeksi KHV masih terus diteliti, meskipun secara umum diketahui bahwa organ insang, ginjal, otak dan hati merupakan organ yang memiliki prevalensi (populasi virus) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis organ lainnya. Johnson (2004) menyatakan bahwa hati dan ginjal merupakan organ yang lebih akurat untuk keperluan diagnosa KHV, bila dibandingkan dengan organ lainnya. Hingga kini belum ditemukan teknik sampling yang paling aman (non-lethal sampling) untuk diagnosa KHV menggunakan teknik PCR, dan selama ini lebih banyak menggunakan organ insang sebagai sampel. (Taukhid dkk, 2005) Gambar 2.7 Sirip ikan terdapat bercak-bercak putih Sumber : Sunarto, 2005

33 19 Taukhid dkk, (2005) menyebutkan KHV dikonfirmasi sebagai agen penyebab penyakit masal yang menyebabkan kematian pada ikan mas dan koi berdasarkan pada data, sebagai berikut: 1) virus dapat diisolasi dari ikan yang sakit dan tidak dari ikan yang sehat (naive specimen), 2) inokulasi virus yang ditumbuhkan pada media sel sirip koi (KFC) dan menyebabkan sakit yang sama pada naive specimen, 3) kokultivasi sel ginjal dari spesimen yang diinduksi penyakit dapat menghasilkan virus yang sama ketika ditumbuhkan pada media KFC, 4) transfer virus dari ikan sakit ke media kultur sirip ikan mas (CFC) dalam tiga siklus dapat dilakukan, 5) isolasi virus yang diklon pada kultur jaringan dapat menginduksi penyakit yang sama pada ikan, 6) sera kelinci yang dibuat untuk melawan virus yang dimurnikan dapat berinteraksi secara spesifik dengan jaringan yang berasal baik dari ikan yang diinfeksi pada eksperimen ataupun dari ikan sakit dari kolam, dan 7) DNA viral telah diidentifikasi pada KFC yang dinfeksi dan pada ikan sakit tetapi tidak dari ikan sehat. Identifikasi awal KHV ini telah memudahkan diagnosis penyakit dengan infeksi KFC, PCR dan metode immunologi. 8. Metoda Diagnosa Sebelum uji lanjut laboratoris dilakukan terhadap kasus penyakit ikan, terlebih dahulu dilakukan metode klinis. Metode tersebut didasarkan atas pemeriksaan anamnesa, kondisi tubuh ikan, gejala klinis dan kualitas air. Anamnesa merupakan riwayat atau sejarah terjadinya penyakit ataupun segala sesuatu yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung yang mungkin ada atau erat hubungannya dengan kasus KHV (Sunarto, 2005).

34 20 Dalam melakukan suatu anamnesa maka perlu dilakukan pengumpulan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan KHV melalui pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) kepada pemilik/pembudidaya. Informasi sejarah penyakit KHV tersebut mempunyai arti penting dalam peneguhan diagnosis dan dapat membantu dalam penetapan suatu penyakit ikan yang berlangsung akut atau kasus sudah berlanjut menjadi kronis. Dengan demikian, diagnosis banding dapat dilakukan dan faktorfaktor lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kasus penyakit ikan tersebut dapat diketahui dan sekaligus dapat dieliminasi dalam pengambilan sample untuk penentuan uji lanjut laboratoris jika diperlukan. Setiap ikan yang diperiksa harus disertai dan dilengkapi formulir pengiriman dengan rincian hasil anamnesa sehingga akan lebih mempermudah petugas di lapangan ataupun laboratorium. Formulir tersebut harus dibaca dan dicermati untuk dilakukan uji lanjut. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : Nama dan alamat pemilik, data populasi meliputi; nama tempat, spesies ikan, ukuran, umur, jumlah dan asal ikan. Perlu pula dilengkapi dengan jenis-jenis ikan lain yang ada dalam lokasi tersebut. Data penyakit meliputi; tingkat morbiditas dan mortalitas, jangka waktu/masa inkubasi, gejala klinis, abnormalitas yang terlihat pada ikan yang baru saja mengalami kematian, dan perlakuan/penanganan yang telah dilakukan. Data lingkungan perairan dan kualitas air; sumber air, debit, suhu, ph, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan, amoniak, bahan organik total dan pengelolaan pemeliharaan seperti kepadatan, jenis pakan, jenis obat/bahan kimia/vaksin yang digunakan, faktor stress yang signifikan, transportasi, aklimatisasi, handling dll.

35 21 Johnson (2004), menyimpulkan bahwa KHV sangat sulit didiagnosa karena isolasi atau pengembangbiakan virus secara in vitro pada kultur jaringan relatif sulit. Selanjutnya dikatakan bahwa karakter virus ini sangat unik, pada organ tertentu yang terinfeksi akan memperlihatkan populasi virus yang sangat variatif selama periode infeksi. Sehingga, apabila pengambilan sampel insang atau organ lainnya dilakukan pada periode (hari) yang tidak tepat, sering diperoleh hasil yang tidak tepat pula; dan fenomena seperti ini beberapa kali kami temukan pada populasi ikan yang sebenarnya masih positif KHV. Diagnosa KHV secara virologis sejauh ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu secara langsung untuk melihat keberadaan virus atau partikel virus, serta pendekatan tidak langsung yang bertujuan untuk melihat adanya respon dari inang akibat terinfeksi virus (misal antibodi). Diagnosa secara langsung meliputi 1). Isolasi dan identifikasi virus (secara in vitro) pada kultur jaringan (mis. Koi Fin cell line), dimana salah satu indikasinya adalah adanya Cytophatic Effect (CPE), 2). Penggunaan mikroskop elektron untuk melihat adanya partikel virus, dan 3). Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk menganalisa keberadaan DNA KHV. Diagnosa secara tidak langsung yang paling umum adalah secara imunologis, misalnya dengan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), untuk melihat adanya pembentukan antibodi spesifik yang diproduksi oleh ikan sebagai perlawanan pada saat terinfeksi KHV (Hedrick et al., 2000; OATA, 2001; Goodwin, 2003). Uji ELISA dapat membuktikan bahwa individu ikan pernah terinfeksi KHV, namun uji ini tidak dapat menginformasikan apakah infeksi tersebut masih berlangsung atau tidak, sehingga uji ini tidak direkomendasikan untuk diagnosa dini.

36 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan lokasi Penelitian dan survei penyakit KHV dilakukan selama kurun waktu 5 bulan yaitu bulan Januari hingga Mei (2008). Lokasinya ditentukan di 4 Provinsi, meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Lokasi pengambilan sampel dari masing-masing provinsi didasarkan pada sentra produksi ikan mas dan koi, sedangkan titik (responden) pengambilan sampel ikan dilakukan secara acak yang didasarkan pada peta penyebaran penyakit KHV dan informasi dari Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan dan Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. B. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Evaluatif dengan cara pengamatan langsung terhadap subyek yang diamati. Observasi yang dilakukan adalah mengamati fenomena yang terjadi dengan alat bantu berupa dokumentasi foto (Surakhmad dan Winarno, 1998). Penggunaan metode ini karena penelitian ini pada dasarnya untuk mencari pemecahan masalah. C. Populasi dan Sampel Daerah sebar populasi beresiko diperoleh berdasarkan hasil survei pada ikan mas. Sampel yang digunakan di dalam penelitian berasal dari daerah yang telah ditentukan berdasarkan lokasi yang terserang wabah KHV dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara laboratorium di Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan. Variabel

37 23 yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu air, tingkat serangan dan distribusi geografis penyakit. 1. Suhu Air Batasan pada variabel ini adalah lingkungan dengan suhu air yang sesuai dengan kondisi virus KHV yang menyerang ikan mas dan pengaruhnya terhadap tingkat kematian. Variabel ini diharapkan dapat melihat keterkaitan antara suhu air dan serangan KHV. 2. Tingkat Serangan Bagaimana tingkat serangan KHV yang berpengaruh terhadap tingkat kemampuan hidupnya (survival rate). Jika besar tingkat serangan diketahui maka dapat mengetahui cara penanganan dan pencegahannya. Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit yang terjadi dalam populasi dalam waktu tertentu, atau selama periode waktu tertentu. Prevalensi = Ikan sakit x 100% Populasi keseluruhan Insidensi adalah jumlah kasus baru suatu penyakit spesifik yang terjadi selama satu masa tertentu pada populasi yang mempunyai resiko. Insidensi = Kasus baru x 100% Populasi Tingkat serangan = Ikan sakit x K (Konstanta = 100) Ikan mati

38 24 3. Lokasi Geografis Penyakit Kondisi geografis penyakit akan memberikan informasi penyebaran terkini dari KHV. D. Instrumen Penelitian Kegiatan penelitian ini dibagi dalam tahapan pengumpulan data dan tahap analisa data. 1. Pengumpulan data Informasi untuk mengetahui status, keragaan dan perkembangan penyakit KHV di masing-masing lokasi survey dilakukan melalui wawancara dengan stake holders (pembudidaya) yang dilengkapi dengan kuesioner terstruktur. Data primer tentang present status KHV dilakukan melalui pengambilan sampel ikan mas dan koi dari masing-masing daerah yang telah ditentukan sebagai lokasi survey. Ukuran atau umur ikan yang disampling ditentukan secara acak. Sejarah dari sampel yang terkumpul juga dielaborasi sebagai data dukung dalam analisa hasil akhir kegiatan ini. Teknik pendeteksian patogen (KHV) dilakukan melalui analisa DNA (Polymerase Chain Reaction, PCR). Adapun target organ yang digunakan sebagai sumber material ditentukan berdasarkan target organ yang selama ini diketahui sebagai organ yang memiliki tingkat prevalensi paling tinggi yaitu insang ikan, dan preservasi organ sampel dilakukan dalam larutan alcohol 70%.

39 25 Desain primer spesifik untuk mendeteksi KHV serta prosedur analisa dilakukan menurut metoda yang dikembangkan oleh Gilad et al. (2002) dan/atau Gray et al. (2002). 2. Analisa data Hasil deteksi KHV terhadap sampel yang diperoleh dari lokasi survei disajikan dalam bentuk gambar hasil visualisasi analisa DNA, dituangkan dalam bentuk tabel atau peta untuk menggambarkan present status KHV di masing-masing lokasi survei. Informasi sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara dengan stake holders akan dielaborasi, dianalisa dan dikembangkan sebagai bahan dalam evaluasi yang komprehensif dan objektif terhadap status dan keragaan KHV. 3. Pemeriksaan KHV dengan Metode PCR a). Ekstraksi : Alat dan Bahan : pipetor, mikro pipet, tabung mikro, sentrifus, inkubator, pestle, vortex, analitical balance, dtab, ctab, insang atau sirip, kloroform, dissolve solution, etanol PA 95 %. Cara Kerja Spesimen (insang atau sirip) dikeringkan menggunakan tissue steril, kemudian ditimbang sejumlah 20 miligram, dan dimasukkan ke dalam tabung mikro steril berukuran 1,5 ml, lalu diberi 600 µl reagen DTAB. Spesimen dihaluskan menggunakan pestle, kemudian diinkubasi pada 75 o C selama 5 menit. Setelah selesai didinginkan tabung mikro sampai suhu ruang. Setelah itu menambahkan 700 mikroliter kloroform ke dalam tabung mikro. Divorteks selama 10 detik dan

40 26 disentrifugasi pada rpm selama 5 menit, lalu supernatan yang terdapat di bagian atas tabung mikro dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru. Menambahkan 100 µl reagen CTAB dan 900 µl dd. H 2 O ke dalam tabung mikro yang baru, divorteks selama 10 detik dan diinkubasi pada 75 o C selama 5 menit. Setelah selesai, turunkan suhu tabung sampai suhu ruang, setelah itu disentrifugasi pada rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dengan hatihati agar pelet tidak ikut terbuang. Kemudian melarutkan pelet menggunakan 150 µl reagen dissolve solution diinkubasi pada 75 o C selama 5 menit. Setelah selesai, suhu tabung mikro diturunkan sampai suhu ruang. Disentrifugasi pada rpm selama 5 menit kemudian supernatan di bagian atas tabung mikro dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru. Setelah itu ditambahkan 300 µl Etanol PA 95%. Vorteks selama 10 detik. Sentrifugasi pada rpm selama 5 menit. Kemudian membuang supernatan, lalu pelet dikeringkan dengan cara membalik tabung di atas kertas tissue steril. Tambahkan TE Buffer pada insang sebanyak 100 µl kemudian disimpan pada suhu -20 o C sampai akan digunakan dalam amplifikasi. b). Amplifikasi. Alat dan Bahan : tabung mikro, pipetor, mikro pipet, kontrol positif standar, ddh 2 O. Pembuatan Kontrol Positif Sampel positif yang ada dalam kits dilarutkan sebanyak 1 µl ke dalam 9 µl dd.h 2 O. Diberi label +3 pada tabung. Larutan ini adalah kontrol positif standar 3. Kemudian 1 µl sampel positif standar 3 dilarutkan ke dalam 9 µl dd.h 2 O. Diberi

41 27 label +2 pada tabung. Larutan ini adalah kontrol positif standar 2. Setelah itu 1 µl sampel positif standar 2 dilarutkan ke dalam 9 µl ddh 2 O. Diberi label +1 pada tabung dan larutan ini adalah kontrol positif standar 1. Gambar 3.1 Alat PCR untuk pemeriksaan KHV c). Elektroforesis : Alat & Bahan : Analytical balance, hot plate stirrer, bejana elektroforesis, mikro pipet, pipetor, spatula, UV Doc System, kontrol +, TAE Buffer, etidium bromida (Et Br), aquades, agarose, loading dye, marker, ddh 2 O. Cara Kerja : Memasukkan 5µl marker ke dalam lubang pertama, kemudia memasukkan ke dalam lubang elektroforesis 10 µl hasil amplfikasi dari sampel kontrol negatif dan positif (+3, +2, +1) yang telah diberi 2 µl loading dye ke dalam tabung. Setelah itu menutup tangki dan memberi aliran listrik dengan cara menyambungkan kabel-kabelnya ke stopkontak. Sisi yang berisi hasil amplifikasi diberi arus

42 28 negatif, besarnya arus elektroforesis tidak boleh melebihi 150 Volt. Proses elektroforesis dilakukan sampai warna loading dye mencapai ½ sampai ¾ bagian gel. Setelah selesai, gel direndam dalam larutan EtBr (5 µl EtBr 10 mg/ml dilarutkan dalam 100 ml akuades) yang di tempatkan dalam wadah plastik selama menit. Setelah selesai gel diangkat dengan menggunakan spatula dan ditiriskan. Gel dicuci dengan akuades, lalu hasilnya dianalisa dengan menggunakan sistem dokumentasi sinar UV. d). Contoh Interpretasi Hasil PCR : Keterangan : M 1 : Standar 1, 2000 kopi/reaksi (kontrol positif +3) 2 : Standar 2, 200 kopi/reaksi (kontrol positif +2) 3 : Standar 3, 20 kopi/reaksi (kontrol positif +1) 4 : ddh 2 O (kontrol negatif) 5 : Contoh Uji infeksi parah KHV 6 : Contoh Uji infeksi ringan KHV 7 : Contoh Uji KHV negatif 848 bp 630 bp 333 bp M : Penanda berat molekul, 848 bp, 630 bp, 333 bp

43

44

45

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68 54 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari kegiatan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus KHV masih eksis di Pulau Jawa, khususnya di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. 2. Kasus KHV umumnya sangat terkait dengan kondisi lingkungan perairan, terutama suhu air. Secara laboratoris, suhu optimum untuk replikasi virus secara in vitro adalah pada kisaran o C. Kasus kematian ikan akibat KHV umumnya terjadi pada kisaran suhu air antara o C. 3. Selama kurun waktu antara Januari - Mei 2008, adanya kasus kematian yang rendah pada budidaya ikan mas akibat infeksi KHV. Hal ini dapat diartikan bahwa pengendalian penyakit KHV sudah sangat intensif dilakukan guna meminimalisir serangan wabah KHV yang merugikan masyarakat dan petani ikan. 4. Prevalensi atau jumlah kasus penyakit dalam populasi pada bulan Januari hingga bulan Maret 2008 mengalami penurunan, namun pada bulan April terjadi kenaikan dan akhirnya mengalami penurunan kembali pada bulan Mei. Sedangkan jumlah kasus baru (insidensi) pada bulan Januari hingga April menunjukkan pada status yang hampir sama, namun pada bulan Mei terjadi peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah penyakit pada populasi cenderung menurun, namun ada peningkatan kasus baru di beberapa

69 55 lokasi. Tingkat serangan menunjukkan pada kondisi menurun dari bulan Januari hingga Februari, dan mengalami kenaikan pada bulan Maret, hingga pada bulanbulan berikutnya yaitu April dan Mei. Hal tersebut erat kaitannya dengan adanya perubahan iklim yaitu dari musim penghujan menjadi musim kemarau, pada musim kemarau suhu air relatif tinggi sehingga mempengaruhi tingkat serangan Koi Herpes Virus menjadi semakin tidak virulen dan minim pertumbuhannya. B. S a r a n Wabah KHV di Pulau Jawa masih eksis, sehingga diharapkan semua komponen masyarakat, terutama petani ikan mas dan koi dibantu oleh institusi pemerintah untuk lebih meningkatkan upaya pengendalian penyakit KHV melalui manajemen pengendalian penyakit KHV secara terpadu dengan langkah-langkah sebagai berikut : lakukan pengendalian kesehatan ikan yang terintegrasi; gunakan ikan bebas KHV yang sebelumnya dilakukan karantina; hindari faktor yang menyebabkan stress pada ikan; penggunaan vaksin KHV dan pembatasan zona infeksi KHV antar area.

70 56 DAFTAR PUSTAKA Asmaeni, N. D. (1995). Pengaruh Penambahan Vitamin C pada Pakan Komersial terhadap Ketahanan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) dari Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Stanier. Skripsi. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. 80 hlm. Ditjen Perikanan Budidaya. (2002). Statistik Perikanan Budidaya Indonesia Jakarta. 127 p. Friedman, G.D. (2004). Primer of Epidemiology. Fifth Edition. Medical Publishing Division. United States of America. 401 p. Gardenia, L., A. Sunarto, Taukhid, I. Koesharyani and L. Gardenia. (2005). Potensi Imunogenik dan Prospek Vaksinasi Bagi Upaya Pencegahan Penyakit Koi Herpes Virus Pada Ikan Mas. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm. Gilad, O., S. Yun, M.A. Adkison, K. Way, N.H. Willits, H. Bercovier and R.P. Hedrick. (2003). Molecular comparison of isolates of an emerging fish pathogen, Koi Herpes Virus, and the effect of water temperature on mortality of experimentally infected koi. Abstract of pathology research. Goodwin, A. (2003). Differential Diagnosis: SVC vs. KHV in Koi. Fish Health Newsletter, AFS/FHS. 31:1, Gray, W.L., L. Mullis, S.E. LaPatra, J.M. Groff, and A. Goodwin. (2002). Detection of Koi Herpes Virus DNA in tissues of infected fish. Journal of Fish Diseases 25: Haluan, J. (2007). Studi Lapangan. Buku Materi Pokok Universitas Terbuka. Penerbit Universitas Terbuka. Modul 1-6. Hedrick, R.P., O. Gilad, S. Yun, J.V. Spangenberg, G.D. Marty, R.W. Nordhausen, M.J. Kebus, H. Bercovier, and A. Eldar. (2000). A herpesvirus associated with mass mortality of juvenile and adult koi, a strain of common carp. Journal of Aquatic Animal Health, 12: Hutoran M., Ronen A., Perelberg A., Ilouze M., Dishon A., Bejerano I., Chen N. And Kotler M., (2005). Description of an as Yet Unclassified DNA Virus from Diseased Cyprinus carpio Species. J. Virol., 79 (4), Irianto, (2005). Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta. 256 hlm. Johnson, E. (2004). Koi Herpes Virus Spring Viremia of Carp What You Should Know. Overview of viral disease of carp. Program of the Associated Koi Clubs of America (AKCA) on: NACA. (2002). Emergency Diesease Control Task Force on a Serious Disease of Koi and Common Carp in Indonesia. Bangkok.

71 57 Ornamental Aquatic Trade Association (OATA). (2001). Koi Herpes Virus (KHV). OATA, Westbury, Wilts, UK. Pp Perelberg, A., M. Smirnov, M. Hutoran, A. Diamant, Y. Bejerano, and M. Kotler. (2003). Epidemiological description of a new viral disease afflicting cultured Cyprinus carpio in Israel. The Israeli Journal of Aquaculture, 55(1):5-12. Pikarsky, E., Ariel R.,Julia A., Berta L.S., M. Hutoran, Y. Shapira, M. Steinitz, A. Perelberg, D. Soffer dan M. Kotler. (2004). Pathogenesis of Acute Viral Disease Indiced in Fish by Carp Interestial Neprithis and Gill Necrosis Virus. Journal of Virology. 78 (17). Pusdatin DKP. (2007). Strategi DKP dalam mencapai target produksi sebesar 20 %. Pusat Data dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan. Puskari DKP. (2006). Evaluasi Kawasan Karantina Ikan Wilayah Sumatera. Pusat Karantina Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan. 17 hlm. Ronen, A., A. Perelberg, J. Abramovitz, M Hutoran, S. Tinman, I. Bejerano, M. Steinitz, and M. Kotler. (2003). Efficient vaccine against the virus causing a lethal disease in cultured Cyprinus carpio. Vaccine 21(32): Rukmono, D. (2005). Kebijakan Pengelolaan Kesehatan Ikan Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm. Sunarto, A. (2005). Epidemiologi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) di Indonesia. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm. Surakhmad, Winarno. (1998), Pengantar Penelitian Ilmiah, Penerbit Transito Bandung Taukhid, O. Kamarudin., H., Supriyadi & D., Bastiawan. (2005). Strategi Pengendalian Penyakit Pada Budidaya Ikan Air Tawar. Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. 105 hlm

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus)

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1, No. 2, November 2009 KELANGSUNGAN HIDUP IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) YANG TERINFEKSI KHV (Koi Herpesvirus) THE SURVIVAL OF KOI GOLDFISH (Cyprinus carpio koi)

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) BAGI PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) BAGI PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Efektivitas ekstrak daun sambiloto bagi pengendalian penyakit KHV... (Taukhid) EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) BAGI PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS

Lebih terperinci

TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM

TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM Teknik pengendalian penyakit KHV pada ikan mas melalui... (Iswari Ratna Astuti) TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT KHV PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN DALAM SKALA LABORATORIUM Iswari

Lebih terperinci

DETERMI ASI MOLEKULER KOI HERPES VIRUS (KHV) YA G DIISOLASI DARI IKA KOI (Cyprinus carpio koi)

DETERMI ASI MOLEKULER KOI HERPES VIRUS (KHV) YA G DIISOLASI DARI IKA KOI (Cyprinus carpio koi) DETERMI ASI MOLEKULER KOI HERPES VIRUS (KHV) YA G DIISOLASI DARI IKA KOI (Cyprinus carpio koi) (Molecular Determination of Koi Herpes Virus (KHV) Isolated from Koi Fish (Cyprinus carpio koi)) Jetti Treslah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ikan air tawar yang terus dikembangkan di Indonesia yaitu ikan mas. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI

EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI EFEKTIVITAS VAKSIN DNA DALAM MENINGKATKAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS YANG TERINFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) ISWI HAYATI FITRIA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II. BAHAN DAN METODE

BAB II. BAHAN DAN METODE BAB II. BAHAN DAN METODE 2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan

Lebih terperinci

INDUKSI KEKEBALAN SPESIFIK PADA IKAN MAS, Cyprinus carpio Linn. TERHADAP INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) MELALUI TEKNIK KOHABITASI TERKONTROL

INDUKSI KEKEBALAN SPESIFIK PADA IKAN MAS, Cyprinus carpio Linn. TERHADAP INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) MELALUI TEKNIK KOHABITASI TERKONTROL Induksi kekebalan spesifik pada ikan mas... (Taukhid) INDUKSI KEKEBALAN SPESIFIK PADA IKAN MAS, Cyprinus carpio Linn. TERHADAP INFEKSI KOI HERPESVIRUS (KHV) MELALUI TEKNIK KOHABITASI TERKONTROL Taukhid

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2

III. METODOLOGI. (Cr 3+ ). Faktor suhu menggunakan 2 level suhu media yaitu T i (suhu 20±2 III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Mei hingga November 2006 di Laboratorium Kesehatan Ikan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang

I. PENDAHULUAN. Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aeromonas salmonicida merupakan jenis bakteri Aeromonas sp, yang diindikasikan mampu menyerang semua spesies ikan baik ikan air tawar maupun air laut, tergolong hama penyakit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK DETEKSI DINI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.)

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK DETEKSI DINI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) 1 PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK DETEKSI DINI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) Oleh : Yuniar Mulyani, Agus Purwanto, dan Isni Nurruhwati Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data

I. PENDAHULUAN. Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan konsumsi yang dinilai memiliki nilai ekonomis tinggi adalah ikan mas. Data KKP menunjukkan bahwa produksi ikan mas pada tahun 2010 mencapai 282.695 ton, dengan persentasi

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS

ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS ANALISIS HISTOPATOLOGI OTOT IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG TERINFEKSI KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN MAS Zulfa Rahmawati 1, Uun Yanuhar 2, Diana Arfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang,

Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang, 20 APLIKASI VAKSIN DNA KOI HERPES VIRUS (KHV) MELALUI METODE PERENDAMAN DENGAN DOSIS YANG BERBEDA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Application of Vaccine DNA Koi Herpes Virus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat E. ictaluri Ikan Lele ( Clarias sp.) BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Balai Uji Standar Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang

I. PENDAHULUAN. Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan jenis ikan air laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, banyak dikonsumsi karena rasanya lezat. Komoditas kerapu diekspor dalam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama dilaksanakan di laboratorium bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya,

BAB I PENDAHULUAN. relatif mudah, dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan sebagai makanannya, i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu ikan air tawar yang memiliki sejumlah keistimewaan yaitu pertumbuhannya cepat, pemeliharaanya relatif mudah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer 1. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5 % Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 gr - CTAB : 5.0 gr - Aquades : 100 ml b. Tris HCl

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar asli Indonesia yang tersebar di sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan (Djarijah, 2001). Ikan patin termasuk komoditi

Lebih terperinci

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA

PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA PENGUJIAN PENYAKIT KOI HERPES VIRUS (KHV) PADA BEBERAPA IKAN BUDIDAYA (The Examination of the KHV (Koi Herpes Virus) Disease on Several Cultured Fish Species) Mustahal 1, Manijo 2, dan Chandra Kirana 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo 2.1.1. Taksonomi Klasifikasi atau pengelompokkan ikan lele dumbo menurut Bachtiar (2007) adalah sebagai berikut : Filum Kelas Sub kelas Ordo Sub ordo Famili

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar

I. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 19 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga

I. PENDAHULUAN. terutama untuk beberapa pasar lokal di Indonesia. Ikan mas atau yang juga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang saat ini menjadi primadona di sub sektor perikanan. Ikan ini di pasaran memiliki nilai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENEMUAN VAKSIN HYDROVAC SEBAGAI PENEMUAN BARU YANG BERMANFAAT BAGI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan

BAB I. PENDAHULUAN. yang bernilai ekonomis adalah ikan Nila (Orcochromis niloticus). Budidaya ikan BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Budidaya ikan secara intensif semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya permintaan ikan sebagai sumber protein hewani. Salah satu ikan yang bernilai ekonomis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele

BAB I PENDAHULUAN. di Jawa Tengah (Purwanti et al., 2014). Lele dumbo merupakan jenis persilangan lele BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dipelihara pada padat penebaran tinggi. Ikan

Lebih terperinci

ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2

ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2 Isolasi koi herpesvirus (KHV) dari beberapa organ... (Tuti Sumiati) ISOLASI KOI HERPESVIRUS (KHV) DARI BEBERAPA ORGAN TARGET DENGAN MENGGUNAKAN KULTUR SEL KT-2 Tuti Sumiati *) dan Agus Sunarto **) *) Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan air tawar yang termasuk kedalam famili Cyprinidae yang bersifat herbivore. Ikan ini menyebar di Asia Tenggara, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi budidaya ikan air tawar di Indonesia sangat baik, mengingat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, khususnya ikan, sudah meningkat. Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ikan yang cukup banyak, dilihat secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut. Potensi sumber

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

Lebih terperinci

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis

Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Deteksi DNA Seara Visual Dengan Teknik Elektroforesis Laurencius Sihotang I. Tujuan 1. Mempelajari 2. Mendeteksi DNA yang telah di isolasi dengan teknik spektrofotometrik 2. mengetahui konsentrasi dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di

IV. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga bulan September 2004 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang banyak dibudidaya secara intensif hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan ikan lele dumbo

Lebih terperinci

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI

RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI RESPON TANGGAP KEBAL IKAN MAS Cyprinus carpio TERHADAP VAKSIN KOI HERPESVIRUS YANG DIBERIKAN MELALUI INJEKSI DENGAN DOSIS BERBEDA EUIS LAELAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik)

METODE PENELITIAN. Pemilihan Ikan Uji dan Bakteri (Patogen dan Probiotik) METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, mulai Januari Juni 2011 di Laboratorium Patologi Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

PAKAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN LELE DUMBO

PAKAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN LELE DUMBO PENGARUH PEMBERIAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) PADA PAKAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN UNTUK MENINGKATKAN RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Permintaan pasar untuk ikan Nila merah sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L.) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Ikan air tawar yang bernilai ekonomis cukup penting ini sudah sangat dikenal luas oleh

Lebih terperinci

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml

Asam Asetat Glacial = 5,7 ml EDTA 0,5 M ph 8.0 = 10 ml Aquades ditambahkan hingga volume larutan 100 ml 36 Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. Pembuatan Larutan Stok Tris HCL 1 M ph 8.0 (100 ml) : Timbang Tris sebanyak 12,114 g. Masukkan Tris ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 80 ml aquades.

Lebih terperinci

MODEL PENULARAN KOI HERVES VIRUS PADA IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) DI INDONESIA

MODEL PENULARAN KOI HERVES VIRUS PADA IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) DI INDONESIA MODEL PENULARAN KOI HERVES VIRUS PADA IKAN KOI (Cyprinus carpio koi) DI INDONESIA Sri Oetami Madyowati 1, A.Kusyairi 1, Hari Suprapto 2 1 Faculty of Agriculture University of Dr. Soetomo Jl. Semolowaru

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Koi herpesvirus (KHV) adalah virus yang menginfeksi ikan mas dan koi dan bersosiasi dengan kematian massal (Hedrick et al. 2000). Virus ini pertama kali teridentifikasi pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada tanggal 17 Februari 28 Februari 2014.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada tanggal 17 Februari 28 Februari 2014. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Benih Ikan (BBI) Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada tanggal 17 Februari 28 Februari 2014.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM) KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 0 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI DNA SEL MUKOSA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. rahmat dan hidayah-nya, selanjutnya skripsi yang berjudul Deteksi Morfologi

KATA PENGANTAR. rahmat dan hidayah-nya, selanjutnya skripsi yang berjudul Deteksi Morfologi ABSTRAK Andi Irma. Deteksi Morfologi dan Molekuler Parasit Anisakis sp pada Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Di bawah bimbingan Hilal Anshary dan Gunarto Latama. Penelitian ini bertujuan mengetahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Streptococcosis adalah salah satu penyakit sistemik menular, yang disebabkan oleh organisme dari genus Streptococcus, merupakan salah satu penyakit yang merugikan budidaya

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Oleh: MUFARIKHATUL HIDAYAH

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1. Oleh: MUFARIKHATUL HIDAYAH i PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT LAUT MERAH (Gracilaria verrucosa) TERHADAP KADAR HEMATOKRIT, TOTAL LEUKOSIT, DIFERENSIAL LEUKOSIT PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer A. LARUTAN STOK CTAB 5 % (100 ml) - Ditimbang NaCl sebanyak 2.0 gram - Ditimbang CTAB sebanyak 5.0 gram. - Dimasukkan bahan kimia ke dalam erlenmeyer

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh : UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SKRIPSI Oleh : NURUL AINI 090302080 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

51 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XII (2): ISSN:

51 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XII (2): ISSN: 51 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XII (2): 51-56 ISSN: 0853-6384 Full Paper PENGEMBANGAN METODE LOOP-MEDIATED ISOTHERMAL AMPLIFICATION OF DNA DAN APLIKASINYA UNTUK DETEKSI KOI HERPES VIRUS PADA BEBERAPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii R.Br dan Rafflesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik KHV Herpesvirus adalah virus yang berukuran besar. Herpetos berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengerikan. Herpesviridae berbiak dalam inti, membentuk badan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

III. METODE PENELITIAN. Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan 18 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan September November 2011 yang bertempat di Laboratorium Bioteknologi Lantai 3 Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lampung,

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA

EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PEPAYA Carica papaya L. UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN IKAN LELE DUMBO Clarias sp YANG DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila AGUNG SETIAJI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Jatinangor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada saat diisolasi dari ikan, sel trophont menunjukan pergerakan yang aktif selama 4 jam pengamatan. Selanjutnya sel parasit pada suhu kontrol menempel pada dasar petri dan

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 147 154 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 147 POTENSI EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum UNTUK MENGINAKTIFASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ikan mas tergolong dalam jenis ikan air tawar. Ikan mas terkadang juga dapat ditemukan pada perairan payau atau muara sungai. Ikan mas tergolong jenis omnivora

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KEPMEN) nomor 26/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN VITAMIN C (ASCORBIC ACID) PADA PAKAN KOMERSIAL UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS, Cyprinus carpio

EFEKTIVITAS PENAMBAHAN VITAMIN C (ASCORBIC ACID) PADA PAKAN KOMERSIAL UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS, Cyprinus carpio Efektivitas penambahan vitamin C (ascorbic acid) pada... (Taukhid) EFEKTIVITAS PENAMBAHAN VITAMIN C (ASCORBIC ACID) PADA PAKAN KOMERSIAL UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT KOI HERPESVIRUS (KHV) PADA IKAN MAS,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga memberikan peranan yang nyata dalam pembangunan perikanan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENEMUAN VAKSIN STREPTOVAC SEBAGAI PENEMUAN BARU YANG BERMANFAAT BAGI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) Qorie Astria *,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh para pembudidaya karena berpotensi menimbulkan kerugian yang sangat besar. Kerugian yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012).

BAB I PENDAHULUAN meningkat menjadi 31,64 kg per kapita per tahun (KKP, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan mengalami peningkatan pesat di tiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat konsumsi ikan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016. Isolasi dan visualisasi RNA Colletrotichum dilaksanakan di Laboratorium Hama Penyakit

Lebih terperinci

Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus

Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus Jurnal Veteriner September 2013 Vol. 14 No. 3: 344-349 ISSN : 1411-8327 Gambaran Histopatologi Insang Ikan Mas di Daerah Endemik Koi Herpesvirus (HISTOPATHOGIC FINDINGS OF GILLS OF THE COMMON CARPS IN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

INSIDENSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI TELUK LAMPUNG

INSIDENSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI TELUK LAMPUNG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600 INSIDENSI INFECTIOUS MYONECROSIS VIRUS (IMNV) PADA UDANG PUTIH (Litopenaeus vannamei) DI TELUK LAMPUNG INCIDENCE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. disebut dengan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Ikan ini memiliki potensi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya perikanan banyak diminati masyarakat untuk meningkatkan pendapatan serta memperoleh keuntungan yang cukup banyak. Salah satu budidaya ikan yang bisa dijadikan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya lele dumbo tergolong mudah dan pertumbuhannya relatif cepat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah salah satu spesies ikan air tawar yang memiliki prospek yang baik untuk dibudidayakan. Ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi dan Laboratorium Pembenihan Ikan dan Kolam Percobaan Ciparanje untuk penelitian pendahuluan

Lebih terperinci