(MMS-4411) BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "(MMS-4411) BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI"

Transkripsi

1 BAHAN AJAR (MMS-4411) BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI Disusun oleh: Dr. Danardono, MPH. JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA 2006

2 ii

3 Daftar Isi 1 Pendahuluan Biostatistika dan Epidemiologi Profesi Biostatistisi dan Epidemiolog Desain Penelitian Penelitian dalam bidang ilmu hayati, kedokteran, dan epidemiologi Penelitian observasional Penelitian Cross-sectional dan Longitudinal Penelitian Follow-up Penelitian Case-control Penelitian klinis Model Statistik Statistik dan Ukuran dalam Epidemiologi Prevalensi dan insidensi Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai prevalensi Model untuk Prevalensi Model untuk Insidensi Ukuran untuk Pengaruh Faktor Tabel Kontingensi Perancuan (Confounder) Uji Diagnostik Sensitivitas, Spesifisitas dan Nilai Prediksi Kurva ROC Regresi Logistik Model dan Estimasi Parameter Interpretasi Parameter Model iii

4 iv Daftar Isi 6 Regresi Poisson Model dan Estimasi Parameter Interpretasi Parameter Model Analisis Data Longitudinal Data longitudinal Prinsip Pemodelan Model Linear Umum untuk data longitudinal Model Parametrik untuk Struktur Kovariansi Analisis Data Survival Fungsi Survival dan Hazard Kaplan-Meier dan Life Table Model Regresi data survival Ringkasan Metode 57

5 1 Pendahuluan 1.1 Biostatistika dan Epidemiologi Biostatistika adalah statistika yang diterapkan pada ilmu hayati, kedokteran dan epidemiologi. Armitage and Colton (1998) mendefinisikan Biostatistika lebih sempit lagi, yaitu metode statistika dalam kedokteran dan ilmu kesehatan, atau dikenal juga sebagai medical statistics. Sedangkan ilmu statistika dalam bidang biologi, lingkungan dan pertanian sering disebut biometrika (biometrics). Definisi Epidemiologi menurut (Last, 1995) adalah The study of distribution and determinants of health-related states or events in specified population, and the application of this study to control of health problems. MMS-4411 mempunyai penekanan agar lulusan bisa bertindak seperti layaknya konsultan dalam bidang Biostatistika. Untuk itu, materi yang diberikan tidak hanya berupa metode saja namun juga aspek komunikasi, konsultasi dan pengetahuan terkait seperti epidemiologi dan terminologi dalam bidang kesehatan. Matakuliah ini diharapkan akan membuka wawasan lanjut mahasiswa karena banyak pengembangan teori statistika yang berawal dari permasalahan dalam bidang Biostatistika dan Epidemiologi. Selain itu melalui matakuliah ini mahasiswa diharapkan untuk mulai berpikir dan bertindak bukan hanya sebagai statistisi saja, tapi juga sebagai orang yang mempelajari bidang lain dan dengan sudut pandang yang berbeda dari seorang statistisi. Matakuliah ini dapat diambil setelah mahasiswa mengetahui dan memahami dasar serta teknik metode statistik secara umum dan mampu melakukan analisis statistik dengan beberapa metode tertentu. Matakuliah MMS-4411 diharapkan dapat mendukung kompetensi lulusan program studi statistika, khususnya untuk lulusan yang mempunyai minat dan konsentrasi pada bidang Biostatistika. 1

6 Profesi Biostatistisi dan Epidemiolog 1.2 Profesi Biostatistisi dan Epidemiolog Profesi biostatistisi dan epidemiolog banyak diperlukan di bidang-bidang seperti tersebut di bawah ini, Lembaga penelitian Akademik atau lembaga pendidikan Lembaga pemerintah bidang kesehatan atau rumah sakit Industri obat dan farmasi Konsultan Di Indonesia profesi seperti tersebut belum sepopuler profesi seperti dokter, apoteker atau dosen, namun di negara maju dan di negara ASEAN seperti Singapura profesi ini sudah cukup dikenal. Lembaga penelitian asing yang melakukan penelitian di bidang penyakit tropis biasanya juga membutuhkan tenaga biostatistisi dan epidemiolog lokal. Perencanaan aspek kesehatan, termasuk di dalamnya asuransi kesehatan dan kematian, yang baik dan terukur akan sangat memerlukan ahli di bidang biostatistik dan epidemiologi.

7 2 Desain Penelitian 2.1 Penelitian dalam bidang ilmu hayati, kedokteran, dan epidemiologi Menurut Kleinbaum, Kupper and Morgenstern (1982), ada 4 kata kunci tujuan penelitian di bidang epidemiologi, yaitu: describe, explain, predict dan control. Selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan status kesehatan populasi dengan cara melakukan enumerasi kejadian sakit, menghitung frekuensi relatif dan mendapatkan kecenderungan atau trend penyakit; 2. Menjelaskan penyebab penyakit dengan cara menentukan faktor yang menjadi sebab dari suatu penyakit tertentu dan cara transmisinya; 3. Melakukan prediksi kejadian sakit dan distribusi status kesehatan dalam populasi; 4. Melakukan pengendalian penyebaran penyakit dalam populasi dengan pencegahan kejadian sakit, penyembuhan kasus sakit, menambah lama hidup bersama dengan suatu penyakit, atau meningkatkan status kesehatannya Penelitian dalam bidang kedokteran dan epidemiologi secara garis besar sama dengan penelitian lain, seperti misalnya bidang pertanian, biologi dan ilmu rekayasa (teknik). Namun karena penelitian ini banyak melibatkan manusia sebagai subyek, maka banyak teknik atau metode yang dapat diterapkan pada bidang lain yang tidak dapat diterapkan dalam bidang ini karena permasalahan etika. Misalnya, kita tidak mungkin memberikan perlakuan yang jelas membahayakan subyek penelitian. 3

8 Penelitian dalam bidang ilmu hayati, kedokteran, dan epidemiologi populasi sampel data A B Gambar 2.1: Skema penelitian secara umum dimulai dari pendefinisian populasi dan unit populasi, tahap A: pengambilan unit sampel dari populasi; tahap B: pengambilan informasi dari sampel. Gambar 2.1 merepresentasikan skema penelitian secara umum. Suatu penelitian dimulai dengan mendefinisikan populasi untuk mana kesimpulan atau hasil dari penelitian akan dikenakan. Pada tahap ini unit populasi dan variabel penelitian harus ditentukan. Unit populasi adalah bagian terkecil dari populasi yang akan digunakan dalam pengambilan sampel. Sedangkan variabel adalah karakteristik atau informasi yang ingin diperoleh dari unit tersebut. Bagian A pada Gambar 2.1 adalah bagian pengambilan sampel atau penyampelan. Tujuan utama penyampelan adalah untuk mendapatkan wakil yang representatif dari populasi, tanpa harus melihat atau meneliti keseluruhan anggota populasi. Pengambilan sampel dapat dilakukan secara non-random ataupun random. Pengambilan sampel non-random biasanya lebih mudah dibandingkan dengan pengambilan sampel random. Namun, pengambilan random menjamin obyektivitas dan sampel yang representatif, dan banyak analisis statistik yang disusun berdasarkan asumsi sampel random. Dikenal beberapa macam metode pengambilan sampel random yang pada hakekatnya bertujuan untuk mengatasi heterogenitas populasi, seperti misalnya: sampel random sederhana, stratifikasi, kluster, sistematik, dan lainnya. Setelah sampel diperoleh dilanjutkan dengan tahap pengambilan informasi dari unit sampel berdasarkan variabel penelitian yang telah ditentukan (bagian B pada Gambar 2.1). Cara pengambilan informasi dapat dilakukan dengan pengukuran, pencacahan, wawancara, dan sebagainya. Jenis penelitian dapat dibedakan dari apakah ada perlakuan, manipulasi, intervensi atau tindakan yang dinenakan

9 2.2. Penelitian observasional 5 pada unit penelitian sebelum dilakukan tahap B atau tidak. Selain itu, elemen utama yang selalu menyertai penelitian adalah waktu. Penelitian juga dapat dibedakan berdasarkan saat pelaksanaan tahap A maupun B. Lebih jelasnya jenisjenis penelitian tersebut akan diterangkan pada bagian-bagian selanjutnya setelah bagian ini. 2.2 Penelitian observasional Dalam penelitian jenis ini tidak dilakukan manipulasi atau perlakuan pada faktorfaktor yang diteliti. Data diperoleh apa adanya dari populasi. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan manipulasi, perlakuan ataupun intervensi pada tahap B. 2.3 Penelitian Cross-sectional dan Longitudinal Dalam penelitian ini, sampel atau data hanya dikumpulkan pada satu titik waktu tertentu saja. Jenis penelitian ini dikontraskan dengan penelitian longitudinal, yaitu penelitian yang dilakukan dalam periode tertentu. Dalam prakteknya penelitian longitudinal dicirikan dengan dikumpulkannya beberapa pengukuran atau observasi untuk satu unit sampel, sedangkan penelitian cross-sectional dicirikan dengan satu pengukuran atau observasi untuk satu unit. 2.4 Penelitian Follow-up Sering juga disebut penelitian prospektif. Dalam penelitian ini subyek diikuti selama jangka waktu tertentu atau sampai suatu kejadian (event), nilai pengukuran atau end-point tertentu diperoleh. Penelitian Follow-up dapat berupa observasional maupun eksperimental. 2.5 Penelitian Case-control Penelitian case-control merupakan salah satu contoh penelitian retrospektif. Penelitian retrospektif yaitu jenis penelitian yang berawal dari suatu event atau end-point. Unit sampel yang memiliki event atau end-point tersebut kemudian diteliti. Penelitian case-control dimulai dari unit yang mendapatkan kasus (penyakit misalnya), kemudian dipilih sekelompok pembanding atau kontrol (yaitu unit yang tidak mendapatkan atau mempunyai kasus). Faktor atau variabel penjelas yang lain juga dikumpulkan untuk masing-masing kasus dan kontrol.

10 Penelitian klinis 2.6 Penelitian klinis Penelitian klinis (clinical trial) menurut (Chow, 2000, hal 110) adalah... an experiment performed by a health care organization or professional to evaluate the effect of an intervention or treatment against a control in a clinical environment. It is a prospective study to identify outcome measures that are influenced by the intervention. A clinical trial is designed to maintain health, prevent diseases, or treat diseased subjects. The safety, efficacy, pharmacological, pharmacokinetic, quality-of-life, health economics, or biochemical effects are measured in a clinical trial. Tahapan penelitian klinis (Le, 2003): Fase I: Memfokuskan pada keamanan obat baru, fase ini adalah uji coba pertama obat pada manusia setelah sukses dengan uji coba pada binatang Fase II: Uji coba skala kecil untuk menilai efektivitas obat dan lebih fokus kepada keamanannya Fase III: Uji coba klinis lebih lanjut untuk menilai efektivitasnya sebelum didaftarkan pada pihak yang berwenang Fase IV: Penelitian setelah obat dipasarkan untuk memberikan informasi yang lebih detail tentang efektivitas obat dan keamanannya 2.7 Model Statistik Dalam terminologi dan notasi statistika, variabel sering dituliskan dengan huruf X untuk variabel penjelas, variabel independen, faktor; dan Y untuk variabel dependen atau variabel respon. Dalam Epidemiologi dikenal juga istilah variabel paparan (exposure) dan perancu (confounder) yang termasuk dalam kelompok X, dan outcome yang termasuk dalam kelompok Y. Umumnya setiap penelitian bertujuan untuk mencari tahu apakah X menyebabkan Y, atau seberapa besar pengaruh X terhadap Y. Model statistik, seperti misalnya model regresi sederhana merupakan representasi untuk mencapai tujuan itu. E(Y X) = β 0 + β 1 X (2.1)

11 2.7. Model Statistik 7 Statistisi memikirkan model seperti (2.1) sebagai suatu pembangkit data (data generating-process). Realisasi dari model itu adalah data yang diperoleh (sering dituliskan sebagai huruf kecil x dan y). Apabila model dan estimasi parameternya dinyatakan cukup tepat untuk menjelaskan data, dapat dilakukan inferensi atau pengambilan kesimpulan dari model tersebut. Termasuk dalam inferensi itu adalah penggunaan model untuk prediksi dan kausalitas. Perlu diperhatikan bahwa sangat mungkin terdapat lebih dari satu model yang cukup tepat untuk menjelaskan suatu set data. Untuk itu harus diingat pendapat yang mengatakan bahwa ada banyak model yang baik tapi pilihlah satu yang berguna. Dikaitkan dengan penelitian di bidang Epidemiologi dan kedokteran, model yang berguna di sini adalah model yang terdiri dari variabel yang nilainya dapat atau mudah dimodifikasi dalam praktek dan model yang sesederhana mungkin. Desain penelitian, atau cara memperoleh data penelitian, sangat mempengaruhi asumsi model statistik yang pada akhirnya mempengaruhi penjelasan dan interpretasi dari hubungan X dengan Y. Ambil contoh model sederhana seperti (2.1). Misalkan untuk mendapatkan x (realisasi dari variabel X) digunakan cara observasi tanpa perlakuan pada unit sampel (penelitian observasional) maka model ini kurang kuat untuk menjelaskan kausalitas X terhadap Y. Namun bila x diperoleh dengan kaidah desain eksperimental maka model dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal 1. 1 Meskipun demikian, sekarang ini berkembang penelitian untuk mengembangkan metode statistik untuk data penelitian observasional yang dapat digunakan untuk analisis kausalitas

12 Model Statistik

13 3 Statistik dan Ukuran dalam Epidemiologi 3.1 Prevalensi dan insidensi Definisi sehat menurut WHO adalah: health is a state of complete physical, mental, and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Definisi ini cukup sulit direalisasikan terutama pada definisi dan ukuran well-being. Definisi yang lebih praktis yang banyak digunakan oleh epidemiolog adalah ada atau tidak ada penyakit 1. Ukuran paling dasar yang sering digunakan untuk melihat besarnya permasalahan adalah banyaknya kejadian atau frekuensi kejadian (sakit, meninggal, dsb.). Namun ukuran ini sangat bergantung pada besar populasi dan lama periode pengamatan. Ukuran yang tidak bergantung pada besar populasi dan lama periode pengamatan yang banyak digunakan adalah prevalensi (prevalence) dan insidensi (incidence) Prevalensi adalah banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu pada suatu waktu tertentu Prevalensi dirumuskan sebagai: P = d N (3.1) d: banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu pada suatu waktu tertentu N: banyaknya subyek pada suatu waktu tersebut 1 Meskipun demikian penelitian dalam bidang Biostatistika dan Epidemiologi saat ini mengarah pada pengukuran hal-hal yang lebih soft daripada hanya sakit dan tidak sakit seperti well-being dan quality of life, dan seterusnya. 9

14 Prevalensi dan insidensi Insidensi adalah banyaknya subyek yang mengalam kejadian baru atau mendapatkan penyakit baru dalam suatu interval waktu tertentu. Jenis ukuran insidensi yang sering dipakai adalah Insidensi Kumulatif (IK) dan tingkat insidensi (incidence rate). IK dirumuskan sebagai: IK = d N 0 (3.2) d: banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu dalam suatu interval waktu tertentu N 0 : banyaknya subyek yang belum mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu pada awal interval waktu tersebut Jenis insidensi yang lain berdasarkan pada pengertian tingkat (rate), yaitu banyaknya perubahan kuantitatif yang terjadi terkait dengan waktu. Insidensi (Incidence rate) dirumuskan sebagai: I = d (3.3) NT d: banyaknya subyek yang mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu dalam suatu interval waktu tertentu N T : Total waktu subyek yang belum mengalami kejadian tertentu atau menderita penyakit tertentu dalam interval waktu tersebut (sering juga disebut sebagai person-time atau risk-time) Istilah lain yang sering digunakan untuk insidensi adalah person-time incidence rate, instantaneous incidence rate, force of morbidity, incidencedensity, hazard) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai prevalensi Prevalensi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak berhubungan langsung dengan penyebab penyakit, misalnya in-migrasi dan out-migrasi dan perbaikan cara diagnosis (lihat Gambar 3.1). Oleh karena itu prevalensi tidak dianjurkan untuk menunjukkan kausalitas. Tapi prevalensi sangat membantu untuk menunjukkan besarnya masalah kesehatan. Prevalensi dan insidensi saling berkaitan, secara umum hubungannya dapat ditunjukkan sebagai berikut: Bila prevalensi kecil dan tidak berubah menurut waktu prevalensi insidensi durasi (3.4)

15 3.1. Prevalensi dan insidensi 11 naik karena turun karena durasi penyakit yg panjang pasien hidup lama insidensi meningkat in-migrasi kasus out-migrasi penduduk sehat in-migrasi orang yg rentan meningkatnya diagnosis durasi penyakit yg pendek pasien hidup singkat insidensi menurun in-migrasi penduduk sehat out-migrasi kasus out-migrasi orang yg rentan meningkatnya kesembuhan Gambar 3.1: Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi terobservasi π S 1 π Model untuk Prevalensi G Gambar 3.2: Model Bernoulli Dasar analisis untuk prevalensi adalah Model Bernoulli (Lihat Gambar 3.2) yang mempunyai asumsi sebagai berikut : tiap usaha (trial) menghasilkan satu dari dua hasil yang mungkin, dinamakan sukses (S) dan gagal (G); peluang sukses, P(S) = π dan peluang gagal P(G) = 1 π usaha-usaha tersebut independen Fungsi probabilitas Bernoulli adalah P(X = x;π) = π x (1 π) 1 x, dengan π adalah probabilitas sukses dan x = 0, 1 (gagal, sukses). Dalam konteks Epidemiologi, sukses misalnya terkena penyakit tertentu atau meninggal.

16 Model untuk Insidensi Untuk melakukan inferensi berdasarkan model ini dapat digunakan fungsi likelihood berdasarkan data yang diperoleh. Contoh 1: Dari n = 10 orang diketahui outcome sukses (S) dan gagal (G) SSGSGGGSGG (misalnya sukses adalah terkena penyakit tertentu dan gagal adalah tidak terkena penyakit tertentu). Seberapa mungkin data ini berasal dari model binomial dengan (i) π = 0,1; (ii) π = 0,5? Jawab: (i) π = 0,1: L(π data) = ππ(1 π)π(1 π)(1 π)(1 π)π(1 π)(1 π) = 0,1 4 0,9 6 = 5, (ii) π = 0,5 L(π data) = ππ(1 π)π(1 π)(1 π)(1 π)π(1 π)(1 π) = 0,5 4 0,5 6 = 9, Terlihat bahwa likelihood untuk π = 0,5 lebih besar daripada π = 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa data lebih mungkin berasal dari model Bernoulli dengan π = 0,5 daripada π = 0,1 (Lihat Gambar 3.3). Nilai maksimum likelihood untuk data ini diperoleh pada π = 0,4 (Gambar 3.4). Nilai inilah yang sebenarnya paling didukung oleh data. Cara seperti ini dikenal dalam Statistika sebagai cara untuk mencari estimator dengan Metode Maximum Likelihood. 3.2 Model untuk Insidensi Model untuk insidensi kumulatif pada prinsipnya sama seperti prevalensi, yaitu berdasarkan pada model Bernoulli. Di sini akan dibahas model untuk insidensi, khususnya incidence rate (3.3). Pada bagian sebelumnya, prevalensi dapat dipandang sebagai eksperimen Bernoulli, dengan sukses adalah kejadian yang menjadi perhatian, seperti sakit dan lainnya. Model ini dapat dikembangkan untuk insidensi. Dalam insidensi, khususnya incidence rate (3.3), seorang individu diamati dalam suatu periode waktu tertentu. yang dapat dibagi dalam beberapa interval. Misalnya, seseorang

17 3.2. Model untuk Insidensi 13 Likelihood L(0.5) L(0.1) π Gambar 3.3: Fungsi likelihood untuk data biner SSGSGGGSGG dengan π = 0,1 dan π = 0,5 Likelihood π Gambar 3.4: Maksimum Likelihood untuk data biner SSGSGGGSGG adalah pada π = 0,4

18 Model untuk Insidensi M π 1 1 π 1 H π 2 1 π 2 M π 3 M H 1 π 3 H Gambar 3.5: Insidensi sebagai satu urutan beberapa model probabilitas biner, dengan sukses M (mati) dan gagal H (hidup) yang diamati selama 3 tahun dapat dibagi menjadi 3 satu tahun interval waktu pengamatan. Pada Gambar 3.5 seseorang diamati sampai M (meninggal) yang juga merupakan titik akhir (end-point) pengamatan, selama 3 tahun. Apabila dalam 3 tahun tersebut probabilitas meninggal sama, misalnya π, maka model yang dapat digunakan adalah Bernoulli seperti yang telah dibahas di muka. Namun apabila dalam setiap interval waktu probabilitas meninggal berbeda, misalnya π 1, π 2, π 3 seperti terlihat pada Gambar, maka probabilitas M untuk tiap akhir interval akan berbeda dan merupakan probabilitas bersyarat. Sebagai contoh pada Gambar 3.6 diketahui nilai π 1, π 2, π 3. Probabilitas meninggal pada akhir tahun pertama adalah 0,3. Probabilitas meninggal pada akhir tahun kedua merupakan probabilitas bersyarat, karena untuk meninggal pada akhir tahun kedua individu ini harus hidup pada akhir tahun pertama, sehingga probabilitasnya adalah 0,7 0,2 = 0,14. Demikian pula untuk probabilitas meninggal pada akhir tahun ketiga, 0,7 0,8 0,1= 0,056. Selanjutnya, untuk interval yang semakin sempit, probabilitas kondisional (untuk M) menjadi semakin kecil pula, dan konvergen ke hazard rate (force of mortality) P(t T < t + h T t) λ = lim (3.5) h 0 h Likelihood untuk λ dapat diturunkan dari likelihood binomial dengan menganggap bahwa probabilitas sukses adalah λh dengan h kecil, L(λ) = λ D exp( λy ) (3.6)

19 3.3. Ukuran untuk Pengaruh Faktor 15 0,3 0,7 M H 0,2 0,8 M H 0,1 0,9 M H Gambar 3.6: Contoh satu urutan beberapa model probabilitas biner dan penghitungan probabilitas bersyarat) dengan D adalah banyaknya kejadian, Y adalah total waktu observasi. Log-likelihood untuk λ l(λ) = D log(λ) λy (3.7) Persamaan (3.6) dan (3.7) adalah fungsi likelihood dan log-likelihood untuk distribusi Poisson. Dapat dengan mudah ditunjukkan bahwa penduga untuk λ adalah ˆλ = D/Y. Contoh 2: Misalkan ada 7 observasi dengan total waktu observasi 500 orang-tahun (personyears). Log-likelihood untuk λ l(λ) = 7 log(λ) 500λ Nilai maksimum untuk fungsi Log-likelihood ini diperoleh pada λ = 0,014 (Gambar 3.7) 3.3 Ukuran untuk Pengaruh Faktor Bagian di muka membahas statistik dan ukuran tanpa memandang adanya faktor atau variabel yang mempengaruhi statistik atau ukuran tersebut. Dengan kata lain dalam notasi statistika di muka, sementara hanya dilihat variabel Y saja tanpa melihat adanya X (variabel independen, penjelas, paparan). Dalam bagian ini akan dibahas statistik dan ukuran yang melibatkan pengaruh faktor. Ukuran

20 Ukuran untuk Pengaruh Faktor log likelihood Gambar 3.7: Log-likelihood untuk λ dan nilai maksimumnya λ ini, seperti yang akan dijelaskan lebih lanjut, sangat bergantung pada pada desain penelitian yag digunakan. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk melihat faktor resiko diantaranya: Selisih resiko (risk difference) Rasio resiko (risk ratio) Odds ratio Misalkan π 1 adalah probabilitas atau resiko untuk subyek yang terpapar dan π 2 untuk subyek yang tidak terpapar. Sebagai contoh, π 1 adalah probabilitas subyek terkena kanker paru jika diketahui subyek merokok, dan π 1 adalah probabilitas subyek terkena kanker paru jika diketahui subyek tidak merokok. Selisih resiko, rasio resiko dan odds ratio akan dijelaskan berdasarkan π 1 dan π 2 di atas. Selisih resiko Didefinisikan sebagai RD = π 1 π 2 yaitu selisih antara dua probabilitas π 1 dan π 2. Karena π 1 = RD+π 2, selisih resiko mengukur perubahan pada skala aditif. Jika RD > 0, paparan berkaitan dengan kenaikan probabilitas terkena penyakit. Sebaliknya jika RD < 0, paparan berkaitan dengan penurunan probabilitas terkena penyakit; dan jika RD = 0, paparan tidak berkaitan dengan penyakit tersebut. Rasio resiko didefinisikan sebagai rasio antara dua probabilitas, RR = π 1 /π 2. Karena π 1 = RRπ 2, rasio resiko mengukur perubahan pada skala multiplikatif. Jika RR > 1, paparan berkaitan dengan kenaikan probabilitas terkena penyakit.

21 3.3. Ukuran untuk Pengaruh Faktor 17 Tabel 3.1: Notasi untuk frekuensi terobservasi (observed frequencies) dalam tabel kontingensi 2 2 Y X n 11 n 12 n 1 2 n 21 n 22 n 2 n 1 n 2 n Jika RR < 1, paparan berkaitan dengan penurunan probabilitas terkena penyakit; dan jika RR = 1, paparan tidak berkaitan dengan penyakit tersebut. Odds merupakan representasi alternatif untuk probabilitas. Untuk probabilitas π 1, odds ω didefinisikan sebagai ω = π 1 π. Meskipun probabilitas dan odds merepresentasikan informasi yang sama, nilai rentang ω tidak sama dengan π, yaitu 0 π 1 sedangkan ω > 0. Bila didefinisikan ω 1 = π 1 /(1 π 1 ) dan ω 2 = π 2 /(1 π 2 ), Odds ratio adalah rasio antara dua odds ω 1 dan ω 2 OR = ω 1 ω 2 = π 1(1 π 2 ) π 2 (1 π 1 ). (3.8) Odds ratio mirip dengan rasio resiko RR dalam hal perubahannya yang diukur secara multiplikatif. Interpretasi nilai OR juga ekivalen dengan RR Tabel Kontingensi 2 2 Dalam tabel kontingensi 2 2, terdapat dua variabel, misalnya X dan Y yang masing-masing memiliki dua kategori. Tabel kontingensi 2 2 merupakan klasifikasi silang atau frekuensi yang diperoleh dari kategori-kategori variabel X dan Y. Data yang diperoleh adalah seperti pada Tabel 3.1. Pada tabel tersebut, n i = n i1 + n i2, i = 1, 2; n j = n 1j + n 2j, j = 1, 2 dan n = i j n ij. Untuk desain penelitian cohort, prospekstif atau follow-up, diasumsikan bahwa probabilitas marginal X adalah tetap, dengan menganggap bahwa X adalah variabel penjelas atau variabel paparan (exposure) dan Y adalah respon (Tabel 3.2), dengan π j i adalah probabilitas bersyarat. Untuk menyederhanakan penulisan π 1 1 ditulis sebagai π 1 saja, sedangkan π 1 2 ditulis sebagai π 2. Estimasi titik untuk RD berdasarkan data seperti Tabel 3.1 adalah RD = ˆπ 1 ˆπ 2 (3.9)

22 Ukuran untuk Pengaruh Faktor Tabel 3.2: Model probabilitas untuk desain penelitian cohort, prospektif atau follow-up Y X π 1 1 π π 1 2 π dengan ˆπ 1 = n 11 /n 1 dan ˆπ 2 = n 21 /n 2. Estimator ini mempunyai galat standar (standard error) [ π1 (1 π 1 ) σ(ˆπ 1 ˆπ 2 ) = + π ] 1/2 2(1 π 2 ). (3.10) n 1 n 2 Interval konfidensi (1 α)100% untuk π 1 π 2 (ˆπ 1 ˆπ 2 ) ± Z α/2ˆσ(ˆπ 1 ˆπ 2 ), (3.11) ˆσ(ˆπ 1 ˆπ 2 ) sama seperti σ(ˆπ 1 ˆπ 2 ) dengan π i diganti ˆπ i. Estimasi titik untuk RR galat standar (standard error) untuk log RR ( ) σ log RR = RR = ˆπ 1 ˆπ 2 (3.12) ( 1 π1 π 1 n π 2 π 2 n 2 Interval konfidensi (1 α)100% untuk log RR ( ) log RR ± Z α/2 σ log RR Estimasi titik untuk OR ) 1/2 (3.13) (3.14) ÔR = n 11n 22 n 12 n 21 (3.15) alternatifnya, untuk menghindari masalah bila ada n ij = 0 ÔR = (n ,5)(n ,5) (n ,5)(n ,5) galat standar (standard error) untuk log ÔR ) ˆσ (log ÔR = ( 1 n n n n 22 (3.16) ) 1/2 (3.17)

23 3.4. Perancuan (Confounder) 19 Tabel 3.3: Data Bedsores study Meninggal hidup Total Bedsore tidak Bedsore Total E E E D D D F F F Gambar 3.8: Variabel F adalah perancu antara D (variabel respon) dengan E (variabel paparan). Tanda pengaruh satu arah; pengaruh dua arah Interval konfidensi (1 α)100% untuk log ÔR ) log ÔR ± Z α/2ˆσ (log ÔR (3.18) Tabel 2 2 dapat dikembangkan dan diperluas untuk tabel yang lebih umum b k, maupun variabel yang lebih dari dua. 3.4 Perancuan (Confounder) Variable perancu adalah variabel yang memenuhi dua kondisi: merupakan faktor resiko mempunyai hubungan dengan variabel paparan tapi bukan merupakan konsekuensi dari variabel paparan Secara konseptual perancuan dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.8 dan 3.9. Pada gambar pertama variabel F mempengaruhi baik variabel D maupun E, sedangkan pada gambar kedua F tidak mempengaruhi D dan E sekaligus. Contoh 3: Manula yang mengalami kecelakaan, seperti terjatuh, seringkali menjadi tidak

24 Perancuan (Confounder) E E D D F F E E D D F F Gambar 3.9: Variabel F bukan perancu antara D dengan E (variabel respon) dengan E (variabel paparan). Tanda pengaruh satu arah; pengaruh dua arah dapat bangun dan bergerak dalam waktu lama. Hal ini dapat mengakibatkan bedsores, yaitu luka pada kulit yang dapat berlanjut ke otot dan tulang dan dapat berakibat fatal. Diperoleh data seperti pada Tabel 3.3. Rasio resiko dari data ini adalah RR = 79/ /8576 = 2,9 Nilai RR tersebut cukup tinggi menunjukkan bahwa bedsore mungkin dapat mengakibatkan kematian. Untuk melihat apakah ada variabel perancu pada data ini diperoleh data seperti pada Tabel 3.4. Data distratifikasi menurut tingkat keparahan penyakit lain. Dari stratifikasi ini diperoleh RR untuk masing-masing tingkat adalah untuk tingkat keparahan tinggi dan RR = 55/106 5/10 = 1,04 RR = 24/ /8566 = 1,02 untuk tingkat keparahan rendah. Dari hasil stratifikasi ini terlihat bahwa bedsore tidak terlalu berpengaruh terhadap kematian karena nilai RR cukup dekat dengan satu. Artinya bahwa tingkat keparahan merupakan variabel perancu dalam hubungan antara bedsore dengan kematian.

25 3.4. Perancuan (Confounder) 21 Tabel 3.4: Data Bedsores study distratifikasi menurut tingkat keparahan Tingkat keparahan tinggi akibat penyakit lain: Meninggal hidup Total Bedsore tidak Bedsore Total Tingkat keparahan rendah akibat penyakit lain: Meninggal hidup Total Bedsore tidak Bedsore Total

26 Perancuan (Confounder)

27 4 Uji Diagnostik 4.1 Sensitivitas, Spesifisitas dan Nilai Prediksi Untuk menentukan sakit atau tidaknya seseorang diperlukan diagnosa yang tepat. Dapat dikatakan diagnosis adalah langkah awal yang penting dalam pengobatan. Kesalahan diagnosa dapat berakibat kesalahan pengobatan dan tidak mustahil berakibat fatal. Diagnosa juga merupakan tahap yang penting dalam program preventif penyakit. Dalam hal ini diagnosa sering disebut sebagai screening. Dalam diagnosa ataupun screening digunakan suatu prosedur atau tes untuk melihat apakah seseorang menderita penyakit tertentu atau tidak. Kegiatan diagnostik dapat dipandang sebagai peristiwa-peristiwa probabilitas sebagai berikut: T+ : diagnosa atau screening menunjukkan tes positif T : diagnosa atau screening menunjukkan tes negatif D+ : kenyataannya positif ada penyakit D : kenyataannya tidak ada penyakit (negatif) Baik atau tidaknya suatu prosedur atau tes diagnostik dapat dilihat berdasarkan probabilitas-probabilitas bersyarat di bawah ini: Sensitivitas (sensitivity): Sens = P(T+ D+) Specifisitas (sensitivity): Spec = P(T D ) Nilai Prediksi + (Predictive Value +): PV+ = P(D+ T +) Nilai Prediksi - (Predictive Value -): PV = P(D T ) Suatu alat yang ideal seharusnya mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (mendekati 1). Namun pada prakteknya nilai sensitivitas dan spesifisitas tidak dapat diestimasi, karena memerlukan pengetahuan apakah kenyataannya seseorang menderita penyakit atau tidak. Sedangkan jika sudah diketahui ada tidaknya suatu penyakit tentu saja tidak lagi diperlukan adanya tes 23

28 Sensitivitas, Spesifisitas dan Nilai Prediksi Tabel 4.1: Hasil cytological test T T+ Total D D diagnostik! Nilai sensitivitas dan spesifisitas hanya dapat diestimasi dengan cara dibandingkan dengan tes lain yang dianggap paling tepat (gold standar test). Dalam praktek yang ingin diketahui melalui suatu prosedur diagnostik adalah, apakah suatu tes yang diketahui positif akan dapat memprediksi adanya suatu penyakit, yaitu PV+ prosedur diagnostik tersebut; dan juga PV- dari prosedur diagnostik tersebut. Nilai prediksi + dapat diturunkan menggunakan Teorema Bayes: PV+ = P(D+ T+) P(D+ T+) = P(T+) P(D+)P(T+ D+) = P(D+)P(T+ D+) + P(D )P(T+ D ) Prevalence Sensitivity = prev. sens. + (1 prev.) (1 spec.). Demikian pula untuk Nilai prediksi, PV = P(D T ) P(D T ) = P(T ) P(D )P(T D ) = P(D )P(T D ) + P(D+)P(T D+) (1 Prevalence) Specificity = (1 prev.) spec. + prev. (1 sens.) Contoh 1: Suatu tes sitologi (cytological test) dilakukan untuk screening kanker rahim pada wanita. Diperoleh data wanita yang terdiri atas 379 wanita yang diketahui sudah menderita kanker rahim (dengan tes yang dianggap sebagai gold standar). Diperoleh data seperti pada Tabel 4.1. Hitung sensitivity dan specificity tes tersebut! Jawab:

29 4.2. Kurva ROC 25 Tabel 4.2: Nilai PV+ dan PV- untuk berbagai nilai prevalensi prevalensi PV+ PV- 0,0010 0,0264 0,999 0,0157 0,3015 0,990 0,0500 0,5876 0,969 0,1000 0,7505 0,937 0,5000 0,9644 0,624 sens = = 0,406 = 40,6% spec = = 0,985 = 98,5% Hasil estimasi sens dan spec tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Jika tes digunakan untuk wanita yang tidak menderita kanker rahim, tes hampir pasti akan negatif ( specificity = 98,5% cukup besar) Jika tes digunakan untuk wanita yang menderita kanker rahim, peluang tidak terdeteksi besar ( sensitivity = 40,6 % rendah; false negatif 59,4%) Untuk menghitung PV+ dan PV diperlukan prevalensi. Table 4.2 menyajikan PV+ dan PV untuk berbagai nilai prevalensi dengan spec=98,5% dan sens=40,6%. Terlihat bahwa PV+ dan PV nilainya terpengaruh oleh prevalensi, semakin besar prevalensi PV+ akan semakin besar sedangkan PV akan semakin kecil. 4.2 Kurva ROC Kurva ROC (receiver operating characteristic) digunakan bila respon diagnosis (emphscreening test) lebih dari dua jenis respon atau respon bilangan kontinu. Kurva ini menghubungkan nilai sensitivitas dengan 1-specifisitas. Area di bawah kurva ROC dapat digunakan untuk menilai keakuratan suatu diagnosis. Contoh 2: Diketahui probabilitas skor CT image (computed tomographic image) untuk

30 Kurva ROC Tabel 4.3: Skor dari radiolog untuk hasil CT image pasien syaraf Status Skor dari radiolog Penyakit (D) (1) (2) (3) (4) (5) Normal (D ) 0,303 0,055 0,055 0,101 0,018 0,532 Abnormal (D+) 0,028 0,018 0,018 0,101 0,303 0,468 (1) hampir pasti normal; (2) mungkin normal; (3) tidak dapat ditentukan (4) mungkin abnormal; (5) hampir pasti abnormal Tabel 4.4: Sensitivitas dan Specifisitas berdasarkan beberapa kriteria tes positif Kriteria tes positif sensitivitas spesifitas 1-spesifitas 1 skor 1,00 0,00 1,00 2 skor 0,94 0,57 0,43 3 skor 0,90 0,67 0,33 4 skor 0,86 0,78 0,22 5 skor 0,65 0,97 0,03 5 < skor 0,00 1,00 0,00 pasien syaraf oleh seorang radiolog adalah seperti pada Tabel 4.3. Dari tabel tersebut dapat ditentukan beberapa kriteria tes positif berdasarkan nilai skor radiolog. Nilai sensitivitas, spesifisitas dan 1 spesifisitas dapat dihitung berdasarkan kriteria tersebut seperti pada Tabel 4.4. Plot antara sensitivitas dengan 1 spesifisitas adalah kurva ROC untuk skor radiolog ini (Gambar 4.1). Kurva ROC dapat digunakan untuk membandingkan beberapa prosedur diagnostik. Prosedur yang paling baik adalah yang mempunyai luas area di bawah kurva ROC yang paling besar. Sebagai contoh pada Gambar 4.2, prosedur diagnostik yang lebih baik adalah yang berupa kurva ROC garis penuh.

31 4.2. Kurva ROC 27 (0.43, 0.94) (0.33, 0.90) (0.22, 0.86) (1.00, 1.00) sensitivitas (0.03, 0.65) (0.00, 0.00) 1-specifisitas Gambar 4.1: Kurva ROC untuk skor radiolog. sensitivitas 1-specifisitas Gambar 4.2: Perbandingan Kurva ROC.

32 Kurva ROC

33 5

34 Model dan Estimasi Parameter 5.1 Model dan Estimasi Parameter Misalkan Y i adalah variabel random Bernoulli untuk individu i, distribusi probabilitas Y I adalah P(Y i = y i ) = π y i i (1 π i) 1 y i, y i = 0, 1 (5.1) Setiap individu i mempunyai karakteristik berupa kovariat x i yang mempengaruhi π i dalam bentuk π i = exp( (β 0 + β 1 x i )) (5.2) Fungsi seperti π i dalam persamaan (5.2) dinamakan fungsi logistik. Untuk kovariat atau variabel penjelas yang lebih dari satu, fungsi untuk π i dapat diperluas menjadi π i = e Z, atau π i = ez 1 + e Z (5.3) dengan Z = β 0 + β 1 x 1 + β 1 x β p adalah fungsi linear dari p variabel penjelas. Model (5.3) dapat dituliskan sebagai kombinasi linear dari variabel penjelas seperti halnya pada model linear sebagai berikut atau log π i 1 π i = β 0 + β 1 x 1i + β 2 x 2i + + β p x pi (5.4) logit(π) = β 0 + β 1 x 1i + β 2 x 2i + + β p x pi (5.5) dengan x 1i,x 2i,...,x pi adalah variabel penjelas, faktor atau kovariat; dan β 0 + β 1 x 1 + β 1 x β p adalah parameter model. Estimasi untuk β = (β 0,β 1,...,β p ) dapat diperoleh dengan MLE untuk fungsi likelihood berikut ini L(β) = n P(Y i = y i ) i=1 = [exp(β 0 + β 1 x 1i + β 2 x 2i + + β pi )] y i 1 + exp(β 0 + β 1 x 1i + β 2 x 2i + + β pi ) (5.6) Program statistika seperti R, SPSS, Epi-Info, STATA menyediakan fasilitas untuk estimasi ˆβ dan kesalahan standarnya SE(ˆβ).

35 5.2. Interpretasi Parameter Model Interpretasi Parameter Model Untuk model regresi logistik sederhana (5.2) logit(π i ) = β 0 + β 1 x i dengan x i = { 0 i tdk terpapar 1 i terpapar dapat dituliskan π i 1 π i = exp [β 0 + β 1 x i ] atau odds xi = exp [β 0 + β 1 x i ] Sehingga OR = odds 1 = eβ0+β1 odds 0 e β 0 = e β 1 Atau dapat disimpulkan bahwa eksponen dari parameter model regresi logistik adalah OR. Interpretasi ini dapat diperluaas untuk model regresi logistik ganda dan untuk variabel penjelas kontinu bukan kategori seperti contoh di atas. Untuk variabel kontinu, kenaikan m-unit untuk satu variabel penjelas X, misalnya X = x + m dibandingkan dengan X = x mempunyai OR sama dengan e mβ 1. Estimasi titik dan interval konfidensi (1 α)100% untuk OR: ÔR = exp(ˆβ) exp(ˆβ ± Z α/2 SE(ˆβ)) Contoh 2: : Dengan menggunakan paket statistik R dapat diestimasi RD, RR maupun RD dari data Contoh 1 di muka. Digunakan fungsi glm (Generalized Linear Model) dengan fungsi penghubung (link function) logit dan distribusi Binomial 1 1 Regresi logistik sebenarnya merupakan bagian dari model yang lebih umum lagi yang dinamakan GLM (Generalized Linear Model)

36 Interpretasi Parameter Model > m<-glm(d E,family=binomial(link=logit), data=dt) > round(ci.logistik(m),digits=3) coef.p s.err L U ecoef.p el eu (Intercept) E Fungsi ci.logistik bukan fungsi standar bawaan R, fungsi ini adalah fungsi buatan untuk menghitung e β dan interval konfidensi dari hasil estimasi parameter model regresi logistik. Diperoleh interval konfidensi untuk OR 2,226 (1,696 2,922), yang sama dengan hasil yang diperoleh dengan analisis tabel 2 2 di muka. Untuk menghitung RR dan RD digunakan estimasi probabilitas π(x) dari model regresi yang diperoleh. Probabilitas mendapatkan penyakit jantung untuk individu yang terpapar P(y i = 1 x i = 1) adalah > predict(m,newdata=data.frame(e=1),type="response") [1] yang merupakan estimasi untuk P(y i = 1 x i = 1), dan predict(m,newdata=data.frame(e=0),type="response") [1] yang merupakan estimasi untuk P(y i = 1 x i = 0). Regresi Logistik dapat digunakan untuk menghitung RR, RD, OR dalam desain penelitian cohort atau follow-up. Namun hanya dapat valid digunakan untuk menghitung OR desain case-control.

37 6 Regresi Poisson 6.1 Model dan Estimasi Parameter Distribusi Poisson biasanya digunakan untuk memodelkan cacah kejadian dalam suatu unit interval waktu, atau daerah tertentu. Distribusi probabilitas Poisson adalah P(X = x) = θx e θ, x = 0, 1, 2,... (6.1) x! yang mempunyai mean dan variansi sama yaitu θ Untuk menyelidiki infeksi pada suatu populasi organisme tertentu, sering tidak mungkin untuk meneliti tiap-tiap individu. Organisme tersebut dibagi dalam kelompok-kelompok dan kelompok tersebut dianggap sebagai unit. N = banyaknya organisme n = banyaknya kelompok m = banyaknya organisme tiap kelompok, N = nm (dengan menganggap m sama untuk tiap kelompok) Misalnya X adalah banyaknya organisme yang tidak terinfeksi, variabel random X kemungkinan besar dapat dimodelkan dengan Poisson, Data yang dapat dianalisis dengan regresi Poisson berupa y i banyaknya observasi cacah pada unit i; s i ukuran tiap unit i; dan karakteristik tiap unit (kovariat) x i, i = 1, 2,...,n. Model regresi Poisson dapat dituliskan sebagai berikut: E(Y i X i ) = µ i = s i λ(x i ) (6.2) dengan λ(x i ) dinamakan resiko unit i. = s i exp(β 0 + β 1 x i ), atau log µ i = log s i + β 0 + β 1 x i (6.3) 33

38 Interpretasi Parameter Model Ukuran unit s i dapat berupa: banyaknya anggota populasi, interval waktu, luasan, exposure time dan sebagainya. Dengan asumsi Y i berdistribusi Poisson, diperoleh fungsi likelihood: L(β) = = n P(Y i = y i ) (6.4) i=1 n i=1 [s i λ(x i )] y i exp[ s i λ(x i )] y i! (6.5) Dapat digunakan beberapa program statistika seperti R, STATA, SAS untuk estimasi β dan kesalahan standarnya SE(ˆβ). 6.2 Interpretasi Parameter Model : Untuk model regresi Poisson sederhana log µ i = log s i + β 0 + β 1 x i dengan x i = { 0 i tdk terpapar 1 i terpapar Dapat dihitung RR untuk unit yang terpapar sebagai berikut RR = E(Y i X i = 1) E(Y i X i = 0) = s i exp(β 0 + β 1 ) s i exp(β 0 ) (6.6) (6.7) = e β 1 (6.8) Contoh 1: Data diperoleh dari studi awal tentang akibat buruk merokok bagi kesehatan pada tahun Kematian akibat penyakit jantung koroner dikategorikan menurut umur dan status merokok (Tabel 6.1). Dapat dilihat pada Gambar 6.1 bahwa tingkat kematian untuk perokok lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematian bukan perokok, kecuali untuk kelompok usia lanjut. Untuk menganalisis data ini dapat digunakan regresi Poisson. Ada dua alternatif model yang dapat dicocokkan.

39 6.2. Interpretasi Parameter Model 35 Tabel 6.1: Kematian akibat jantung koroner menurut umur dan status merokok Kel. perokok bukan perokok Umur kematian person-years kematian person-years kematian per per tahun kelompok umur Gambar 6.1: Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner per person-years untuk perokok dan bukan perokok

40 Interpretasi Parameter Model Tabel 6.2: Estimasi parameter model (6.9) Parameter Estimasi SE RR Int-konf. 95% RR β 0-10,79 0,450 β 1 1,44 0,372 4,22 2,04 8,76 β 2 2,37 0,207 10,77 7,16 16,18 β 3-0,19 0,027 0,82 0,78 0,87 β 4-0,30 0,097 0,74 0,61 0,89 Model yang pertama menganggap kelompok usia sebagai variabel kontinu, sehingga dapat dimodelkan pula kuadrat dari umur dan interaksinya dengan status merokok. Asumsi ini masuk akal karena usia seperti terlihat pada Gambar 6.1 menampilkan bentuk kuadratik dan bersilangan pada usia lanjut yang menunjukkan adanya interaksi. log µ i = log(s i ) + β 1 x 1i + β 2 x 2i + β 3 x 1i x 2i + β 4 x 2 1i, i = 1,...,10 (6.9) dengan µ i : mean dari kematian s i : person-years x 1i : perokok atau bukan; x 2i : usia 1, 2, 3, 4, 5 ; x 1i x 2i : interaksi (hasil kali) antara x 1i dengan x 2i ; x 2 1i: kuadrat umur Untuk model ini diperoleh estimasi seperti pada Tabel 6.2. Model kedua membuat variabel-variabel boneka (dummy) untuk kelompok umur seperti biasa dengan interaksi variabel-variabel tersebut dengan status merokok. dengan log µ i = log(s i ) + β 1 x 1i + β 2 x 2i + β 3 x 3i + β 4 x 4i + β 5 x 5i + µ i : mean dari kematian β 6 x 1i x 2i + β 7 x 1i x 3i + β 8 x 1i x 4i + β 9 x 1i x 5i i = 1, 2,...,10 (6.10)

41 6.2. Interpretasi Parameter Model 37 Tabel 6.3: Estimasi parameter model (6.10) Parameter Estimasi SE RR Int-konf 95% RR β 0-9,15 0,71 0,00 0,00 0,00 β 1 1,75 0,73 5,74 1,37 23,94 β 2 2,36 0,76 10,56 2,36 47,20 β 3 3,83 0,73 46,07 10,97 193,39 β 4 4,62 0,73 101,76 24,24 427,18 β 5 5,29 0,73 199,21 47,68 832,36 β 6-0,99 0,79 0,37 0,08 1,75 β 7-1,36 0,76 0,26 0,06 1,13 β 8-1,44 0,76 0,24 0,05 1,04 β 9-1,85 0,76 0,16 0,04 0,70 s i : person-years x 1i : perokok atau bukan; x ki,k = 2, 3,...,5: kelompok umur 35 44, 45 54,..., x 1i x ki,h = 2, 3,...,5: interaksi (hasil kali) antara x 1i dengan kelompok umur x ki Untuk model kedua ini diperoleh estimasi seperti pada Tabel 6.3. Model (6.9) memiliki lebih sedikit parameter dibandingkan model (6.10) dan kecocokan yang lebih baik dilihat dari nilai AIC (Akaike Information Criterion) yaitu nilai AIC 66,70, lebih kecil dibanding model (6.10) yaitu Namun memberi nilai numerik pada variabel kelompok umur terkadang dapat menyesatkan, karena pengubahan skala pengukuran dari interval ke rasio 1. 1 Apabila umur sebenarnya dari individu diketahui, lebih baik digunakan nilai variabel ini dalam model

42 Interpretasi Parameter Model

43 7 Analisis Data Longitudinal 7.1 Data longitudinal Banyak penelitian dalam bidang kedokteran, kesehatan dan epidemiologi yang menggunakan desain pengumpulan data longitudinal. Yang dimaksud dengan data longitudinal adalah Individu (subyek, unit sampel) diamati dalam suatu periode waktu tertentu lebih dari satu kali Pengukuran berulang pada suatu individu (subyek, unit sampel) Data longitudinal mempunyai kelebihan dibandingkan data yang hanya dikumpulkan satu kali saja (cross-sectional). Keuntungan ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 7.1. Akan lebih mudah melihat informasi bahwa kemampuan membaca semakin naik atau semakin menurun seiring dengan umur bila individu diamati lebih dari satu kali. Jenis data yang berkaitan dengan data longitudinal: Data Panel Data Survival, Antar Kejadian (Event History) Data Runtun Waktu Beberapa keuntungan menggunakan data longitudinal: Dapat digunakan untuk mengetahui pola perubahan Setiap individu dapat menjadi kontrol bagi dirinya sendiri Dapat membedakan efek dari umur dengan efek dari cohort maupun efek dari periode 39

44 Prinsip Pemodelan Kemampuan Membaca Kemampuan Membaca Umur Gambar 7.1: Data longitudinal Umur Memungkinkan untuk meneliti kausalitas Secara umum data longitudinal mempunyai setup seperti pada Tabel 7.1. Seperti halnya semua metode statistika, sebelum melakukan analisis kita perlu melakkan eksplorasi data. Prinsip eksplorasi data longitudinal di antaranya adalah: tampilkan sebanyak mungkin data mentah daripada hanya ringkasannya tonjolkan pola atau ringkasannya identifikasilah baik pola cross-sectional maupun longitudinal identifikasilah individu atau observasi yang tidak biasa (outliers) Sebagai contoh, Gambar 7.2 adalah plot antara banyaknya sel CD4+ dengan waktu sejak zeroconversion untuk penderita AIDS. Dalam plot itu selain plot untuk keseluruhan individu, plot unutuk beberapa individu juga ditampilkan, disertai plot untuk rata-rata keseluruhan individu (menggunakan fungsi penghalusan nonparametrik yang dinamakan lowess). Terlihat bahwa banyaknya sel CD4+ menurun sejak pertama kali pasien AIDS didiagnosis menderita penyakit tersebut. 7.2 Prinsip Pemodelan Seperti halnya model regresi biasa, permasalahan ilmiah diformulasikan sebagai model regresi yang terdiri dari variabel respon dan variabel penjelas. Dua hal penting yang perlu diperhatikan, secara alamiah dalam data longitudinal terdapat variabel yang berubah sepanjang waktu (time-varying expl. variables) dan

45 7.2. Prinsip Pemodelan 41 Tabel 7.1: Bentuk umum data longitudinal subyek observasi waktu response kovariat 1 1 t 11 y 11 x x 11p 1 2 t 12 y 12 x x 12p n 1 t 1n1 y 1n1 x 1n x 1n1 p 2 1 t 21 y 21 x x 21p 2 2 t 22 y 22 x x 22p n 1 t 2n1 y 2n1 x 2n x 2n1 p m 1 t 21 y m1 x m11... x m1p m 2 t 22 y m2 x m21... x m2p m n m t 2n1 y mn1 x 2m x mn1 p CD4+ cell number Years since seroconversion Gambar 7.2: Contoh eksplorasi data dengan plot

46 Prinsip Pemodelan korelasi (asosiasi) karena pengukuran berulang pada individu yang sama, atau observasi berulang. Dua hal ini harus dimasukkan dalam pemodelan. Notasi yang digunakan dalam analisis data longitudinal Individu: i = 1,...,m Observasi pada individu i: jh = 1,...,n i Total observasi: N = m i=1 n i Waktu observasi aktual: t ij Variabel respon: variabel random Y ij respon observasi y ij Y i = (Y i1,...,y ini ) y i = (y i1,...,y ini ) Y = (Y 1,...,Y m ) y = (y 1,...,y m ) Variabel penjelas: x ij = (x ij1,...,x ijp ) T, vektor berukuran p 1 X i = (x i1,...,x ini ), matriks berukuran n i p Mean Y i untuk individu i: E(Y i ) = µ i Variansi Y i ; Matriks Kovariansi n i n i untuk individu i: v i11... v i1ni Var(Y i ) =... v ijk... v ini 1... v ini n i dengan v ijk = Cov(Y ij,y ik ) Ada beberapa pendekatan pemodelan yang dikenal selama ini, yaitu: Model linear umum Model marginal (marginal, population average) Model efek random (random effects; subject specific) Model transisi (transition)

47 7.3. Model Linear Umum untuk data longitudinal Model Linear Umum untuk data longitudinal Merupakan Perluasan dari model linear (Anava, regresi, anacova) dengan bentuk variansi yang lebih umum Estimasi parameter menggunakan least-squares atau MLE atau perluasannya Untuk respon (Y) kontinu Data observasi y ij merupakan realisasi dari variabel random Y ij, Y ij = µ ij + U i + Z ij dimana µ ij = E(Y ij ), U i N(0,v 2 ) independen dgn Z ij N(0,τ 2 ) dan Y MV N(Xβ,σ 2 V) σ 2 V adalah blok diagonal matriks yang terdiri atas n n blok σ 2 V 0 (matriks variansi vektor observasi pada suatu subyek). Bentuk korelasi antar dua observasi pada satu subyek Korelasi Uniform V 0 = (1 ρ)i + ρi Korelasi Eksponensial dengan v jk = Cov(Y ij,y ik ) v jk = σ 2 exp( φ( t j t k )) 7.4 Model Parametrik untuk Struktur Kovariansi Data observasi: y i = (y i1,...,y ini ), i = 1,...,n i adalah vektor observasi untuk subyek i dan t i = (t i1,...,t ini ) adalah waktu observasi; y i merupakan realisasi dari Y i MV N(X i β,σ 2 V i (t i,α)) dengan β dan α adalah parameter yang tidak diketahui nilainya dengan dimensi p dan q.

48 Model Parametrik untuk Struktur Kovariansi Dapat juga ditulis sbg.: Y MV N(Xβ,σ 2 V(t,α)) Variogram dari suatu proses stokastik Y (t) λ(u) = 1 2 E [ (Y (t) Y (t u)) 2],u 0 Untuk suatu proses stasioner Y (t), jika ρ(u) adalah korelasi antara Y (t) dengan Y (t u) dan σ 2 = VarY (t), maka Sumber variansi random: Efek Random (random effects) λ(u) = σ 2 (1 ρ(u)),u 0 Korelasi serial (serial correlation)) galat pengukuran (measurement error) Model: dengan ǫ MV N(0,V (t,α)) Y = Xβ + ǫ Dengan asumsi aditif untuk komponen sumber variansi efek random, korelasi serial dan galat pengukuran: ǫ ij = d T iju i + W i (t ij ) + Z ij dengan ǫ ij adalah galat dari individu i pengukuran (observasi) ke-j; Z ij adalah N i.i.d berdistribusi N(0,τ 2 ); U i adalah m kumpulan i.i.d dari random vektor N(0,G) dengan r elemen ; d ij adalah vektor variabel independen dengan r elemen untuk tiap individu i; W i (t ij m i.i.d adalah proses Gaussian dengan mean nol, variansi σ 2 dan fungsi korelasi ρ(u). Model: Y = Xβ + ǫ dengan ǫ MV N(0,V (t,α)) Dengan asumsi aditif untuk komponen sumber variansi efek random, korelasi serial dan galat pengukuran: ǫ ij = d T iju i + W i (t ij ) + Z }{{}}{{}}{{} ij efek random korelasi serial galat pengukuran

BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411)

BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411) BAHAN AJAR BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411) Disusun oleh: Dr. Danardono, MPH. PROGRAM STUDI STATISTIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA

Lebih terperinci

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411) oleh: Dr. Danardono, MPH.

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411) oleh: Dr. Danardono, MPH. Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester BIOSTATISTIKA DAN EPIDEMIOLOGI (MMS-4411) oleh: Dr. Danardono, MPH. PROGRAM STUDI STATISTIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Modul 13 Ukuran Sampel

Modul 13 Ukuran Sampel Modul 13 Ukuran Sampel Daftar Isi 13.1 Tujuan Pembelajaran..................... 1 13.2 Prinsip Penghitungan Besar Sampel............. 1 13.3 Ukuran Sampel untuk Uji Mean............... 3 13.4 Ukuran Sampel

Lebih terperinci

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI UKURAN FREKWENSI KEJADIAN PENYAKIT UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI FITRA YELDA Secara garis besar kejadian dapat berupa : Morbiditas /kesakitan Mortalitas / kematian Ada 3 macam parameter matematis yang digunakan

Lebih terperinci

1. Relatif cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa.

1. Relatif cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa. JENIS DESAIN PENELITIAN 1. Cross-Sectional Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktorfaktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau

Lebih terperinci

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal)

PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal) PEMODELAN DENGAN REGRESI LOGISTIK 1. Data Biner Data biner merupakan data yang hanya memiliki dua kemungkinan hasil. Secara umum, kedua hasil dilambangkan dengan (sukses) dan (gagal) dengan peluang masing-masing

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Analisis survival atau analisis ketahanan hidup adalah metode yang

BAB II KAJIAN TEORI. Analisis survival atau analisis ketahanan hidup adalah metode yang BAB II KAJIAN TEORI BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Survival Analisis survival atau analisis ketahanan hidup adalah metode yang berhubungan dengan jangka waktu, dari awal pengamatan sampai suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita mempunyai data yang terdiri dari dua atau lebih variabel maka sewajarnya untuk mempelajari cara bagaimana variabel-variabel itu dapat berhubungan, hubungan

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Bab 6: Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Inferensi Statistik Pendahuluan Inferensi Statistik Inferensi statistik adalah metode untuk menarik kesimpulan mengenai suatu populasi. Inferensi statistik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di

BAB II LANDASAN TEORI. landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di 5 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini membahas pengertian-pengertian dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab selanjutnya. Pengertian-pengertian dasar yang di bahas adalah sebagai berikut: A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Regresi logistik digunakan untuk memprediksi variabel respon yang biner dengan satu set variabel penjelas (prediktor). Estimasi parameter dapat menjadi tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Belajar 1. Pengertian Keberhasilan Belajar Dalam kamus besar bahasa Indonesia, keberhasilan itu sendiri adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan

Lebih terperinci

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU SEMBUH ALERGI DENGAN ANALISIS SURVIVAL

PROSIDING Kajian Ilmiah Dosen Sulbar ISBN: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU SEMBUH ALERGI DENGAN ANALISIS SURVIVAL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU SEMBUH ALERGI DENGAN ANALISIS SURVIVAL Hikmah FMIPA Universitas Sulawesi Barat hikmah.ugm@gmail.com Abstrak Faktor waktu sembuh penyakit alergi dan perbedaan waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulisan skripsi. Teori penunjang tersebut adalah: Regresi logistik, analisis survival,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulisan skripsi. Teori penunjang tersebut adalah: Regresi logistik, analisis survival, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Sebelum melalukan pembahasan mengenai permasalahan dari skripsi ini, pada bab ini akan diuraikan beberapa teori penunjang yang dapat membantu dalam penulisan skripsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis survival adalah analisis data yang memanfaatkan informasi kronologis dari suatu kejadian atau peristiwa (event). Respon yang diperhatikan adalah waktu sampai

Lebih terperinci

BAB III PERLUASAN MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD DENGAN VARIABEL TERIKAT OLEH WAKTU

BAB III PERLUASAN MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD DENGAN VARIABEL TERIKAT OLEH WAKTU BAB III PERLUASAN MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD DENGAN VARIABEL TERIKAT OLEH WAKTU 3.1 Model Regresi Cox Proportional Hazard dengan Variabel Terikat oleh Waktu Model regresi Cox proportional hazard

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Analisis Survival

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Analisis Survival BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan bab selanjutnya dan pembahasan utama dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data. Singkatnya, statistika adalah

Lebih terperinci

BI5106 ANALISIS BIOSTATISTIK Bab 3 Peubah Acak dan Dist

BI5106 ANALISIS BIOSTATISTIK Bab 3 Peubah Acak dan Dist BI5106 ANALISIS BIOSTATISTIK Bab 3 Peubah Acak dan Distribusi Orang Biologi Tidak Anti Statistika Silabus Silabus dan Tujuan Konsep peubah acak, fungsi peluang (probability density function), fungsi distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis regresi merupakan salah satu metode statistika yang luas penggunaanya dalam berbagai bidang dan telah diterapkan untuk berbagai jenis pengujian serta penelitian.

Lebih terperinci

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial

Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial Statistika, Vol. 16 No. 1, 29 39 Mei 2016 Masalah Overdispersi dalam Model Regresi Logistik Multinomial Annisa Lisa Nurjanah, Nusar Hajarisman, Teti Sofia Yanti Prodi Statistika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

MA2082 BIOSTATISTIKA Bab 3 Peubah Acak dan Distribusi

MA2082 BIOSTATISTIKA Bab 3 Peubah Acak dan Distribusi MA2082 BIOSTATISTIKA Bab 3 Peubah Acak dan Distribusi Orang Biologi Tidak Anti Statistika Silabus Silabus dan Tujuan Konsep peubah acak, fungsi peluang (probability density function), fungsi distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian-penelitian di bidang kesehatan sering dijumpai salah satu jenis data yang disebut dengan data antar kejadian atau data survival. Data survival

Lebih terperinci

Uji Hipotesis dan Aturan Keputusan

Uji Hipotesis dan Aturan Keputusan Uji Hipotesis dan Aturan Keputusan oleh: Khreshna Syuhada, PhD. 1. Pendahuluan Pada perkuliahan tingkat 2, telah dikenalkan masalah uji hipotesis sebagai berikut: Seorang peneliti memberikan klaim bahwa

Lebih terperinci

Analisis Regresi Nonlinear (I)

Analisis Regresi Nonlinear (I) 9 Oktober 2013 Topik Inferensi dalam Regresi Nonlinear Contoh Kasus Regresi linear berganda secara umum sesuai untuk kebanyakan kasus. Namun, banyak kasus peubah respons dan bebas berhubungan melalui fungsi

Lebih terperinci

Cross sectional Case control Kohort

Cross sectional Case control Kohort Definisi Cross sectional Case control Kohort Rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan dengan cara mengamati status penyakit dan paparan secara bersamaan pada individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperhatikan adalah jangka waktu dari awal pengamatan sampai suatu event

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperhatikan adalah jangka waktu dari awal pengamatan sampai suatu event BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Survival Analisis survival merupakan suatu analisis data dimana variabel yang diperhatikan adalah jangka waktu dari awal pengamatan sampai suatu event terjadi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (b) Variabel independen yang biasanya dinyatakan dengan simbol BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regresi Regresi adalah suatu studi statistik untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam bentuk persamaan. Salah satu variabel merupakan variabel

Lebih terperinci

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru

Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru Regresi Poisson dan Penerapannya Untuk Memodelkan Hubungan Usia dan Perilaku Merokok Terhadap Jumlah Kematian Penderita Penyakit Kanker Paru-Paru IIN SUNDARI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Bab 2: Sifat-Sifat Estimator Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Statistik Cukup Dalam kondisi real, kita tidak mengetahui parameter dari populasi data yang akan kita teliti Informasi dalam sampel

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel

LANDASAN TEORI. menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel 5 II. LANDASAN TEORI 2.1 Model Regresi Poisson Analisis regresi merupakan metode statistika yang populer digunakan untuk menyatakan hubungan antara variabel respon Y dengan variabel-variabel prediktor

Lebih terperinci

DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI

DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI Suatu penelitian ingin mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Thypoidpada anak-anak. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. extended untuk mengatasi nonproportional hazard dan penerapannya pada kasus

BAB III PEMBAHASAN. extended untuk mengatasi nonproportional hazard dan penerapannya pada kasus BAB III PEMBAHASAN BAB III PEMBAHASAN Pada Bab III ini akan dibahas tentang prosedur pembentukan model Cox extended untuk mengatasi nonproportional hazard dan penerapannya pada kasus kejadian bersama yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teori statistika telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan. Hal ini disebabkan statistika merupakan salah satu disiplin ilmu yang berperan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue

Kata Kunci: Model Regresi Logistik Biner, metode Maximum Likelihood, Demam Berdarah Dengue Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 9 16 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN

ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI ZERO-INFLATED POISSON (ZIP) MENGGUNAKAN METODE BAYESIAN Karima Puspita Sari, Respatiwulan, dan Bowo Winarno Program Studi Matematika FMIPA UNS Abstrak. Model regresi zero-inflated

Lebih terperinci

GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI

GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI GENERALIZED LINEAR MODELS (GLM) UNTUK DATA ASURANSI DALAM MENENTUKAN HARGA PREMI Agus Supriatna 1), Riaman 2), Sudradjat 3), Tari Septiyani 4) Departemen Matematika, FMIPA Unpad Jalan Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia terdapat banyak kasus yang berkaitan dengan kesehatan, salah satunya adalah munculnya penyakit, baik menular

Lebih terperinci

Biostatistika (KUI 611) TOPIK 3: VARIABEL RANDOM & DISTRIBUSI PROBABILITAS

Biostatistika (KUI 611) TOPIK 3: VARIABEL RANDOM & DISTRIBUSI PROBABILITAS Biostatistika (KUI 611) TOPIK 3: VARIABEL RANDOM & DISTRIBUSI PROBABILITAS 1 Probabilitas Perlunya pengetahuan tentang probabilitas dalam Biostatistik Pengertian probabilitas, variabel random dan distribusi

Lebih terperinci

2-RP. Penguasaan Pengetahuan. Kemampuan. kerja. Kemampuan. Manajerial. Sikap dan Tata Nilai 5-PBS 1-CP 2-RP 3-RE

2-RP. Penguasaan Pengetahuan. Kemampuan. kerja. Kemampuan. Manajerial. Sikap dan Tata Nilai 5-PBS 1-CP 2-RP 3-RE RP-S1-SLK-02 Kurikulum 2014, Edisi : September-2014.Revisi : 00 Hal: 1 dari 7 A. CAPAIAN PEMBELAJARAN (Learning outcome) : CP 5.1 : Menganalisis data di bidang kedokteran/kesehatan, pertanian/perikanan/kelautan

Lebih terperinci

JENIS RISET. Saptawati Bardosono

JENIS RISET. Saptawati Bardosono JENIS RISET Saptawati Bardosono PENDAHULUAN Penelitian adalah proses pendekatan dengan pembuktian ilmiah untuk mendapatkan tambahan dan memperdalam ilmu di bidang tertentu Proses pembuktian dapat terjadi

Lebih terperinci

PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO

PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO PENGANTAR BIOSTATISIK SAPTAWATI BARDOSONO PERKENALAN Perkuliahan 14 tatap muka @ 1 jam Diskusi kelompok 14 kali @ 1 jam Praktikum statistik 2 kali @ 4 jam Penanggungjawab mata ajaran: Saptawati Bardosono

Lebih terperinci

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK

STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK STUDI EPIDEMIOLOGI ANALITIK (OBSERVASIONAL DAN EKSPERIMENTAL) Putri Handayani, M. KKK Epidemiologi Studi yg mempelajari distribusi dan determinant status atau kejadian yg berhubungan dengan kesehatan pada

Lebih terperinci

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI

PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA BERDASARKAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENERAPAN REGRESI POISSON DAN BINOMIAL NEGATIF DALAM MEMODELKAN JUMLAH KASUS PENDERITA AIDS DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Regresi Logistik Analisis Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ruang sampel dan dilambangkan dengan huruf S. Ruang sampel beranggotakan

TINJAUAN PUSTAKA. ruang sampel dan dilambangkan dengan huruf S. Ruang sampel beranggotakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Percobaan dan Ruang Sampel Menurut Walpole (1995), istilah percobaan digunakan untuk sembarang proses yang dapat membangkitkan data. Himpunan semua hasil suatu percobaan disebut

Lebih terperinci

ALGORITMA PENENTUAN UKURAN SAMPEL EKSAK UNTUK DISTRIBUSI NORMAL, DISTRIBUSI POISSON DAN DUA DISTRIBUSI BINOMIAL DALAM MODEL KELUARGA EKSPONENSIAL

ALGORITMA PENENTUAN UKURAN SAMPEL EKSAK UNTUK DISTRIBUSI NORMAL, DISTRIBUSI POISSON DAN DUA DISTRIBUSI BINOMIAL DALAM MODEL KELUARGA EKSPONENSIAL ALGORITMA PENENTUAN UKURAN SAMPEL EKSAK UNTUK DISTRIBUSI NORMAL, DISTRIBUSI POISSON DAN DUA DISTRIBUSI BINOMIAL DALAM MODEL KELUARGA EKSPONENSIAL 1) Program Studi Matematika Universitas Ahmad Dahlan dian@math.uad.ac.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

BAB III ANALISIS FAKTOR. berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal BAB III ANALISIS FAKTOR 3.1 Definisi Analisis faktor Analisis faktor adalah suatu teknik analisis statistika multivariat yang berfungsi untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK PADA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI WANITA

PENERAPAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK PADA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI WANITA Saintia Matematika Vol. 1, No. 1 (2013), pp. 51 61. PENERAPAN ANALISIS REGRESI LOGISTIK PADA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI WANITA (Studi kasus di desa Dolok Mariah Kabupaten Simalungun) Oktani Haloho, Pasukat

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Pengantar a Matematika II - Estimator Atina Ahdika, S.Si., M.Si. Prodi a FMIPA Universitas Islam Indonesia April 17, 2017 atinaahdika.com Dalam kondisi real, kita tidak mengetahui parameter dari populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regresi Logistik Menurut Hosmer dan Lemeshow (2000) tujuan melakukan analisis data kategori menggunakan regresi logistik adalah mendapatkan model terbaik dan sederhana untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radang paru paru adalah sebuah penyakit pada paru paru dimana pulmonary alveolus yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang dan terisi cairan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Bab 3: Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia Bila sampling berasal dari populasi yang digambarkan melalui fungsi peluang f X (x θ), pengetahuan tentang θ menghasilkan karakteristik mengenai keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari

BAB III MODEL STATE-SPACE. dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan dari BAB III MODEL STATE-SPACE 3.1 Representasi Model State-Space Representasi state space dari suatu sistem merupakan suatu konsep dasar dalam teori kontrol modern. Model state space dapat mengatasi keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis statistika pada dasarnya merupakan suatu analisis terhadap sampel yang kemudian hasilnya akan digeneralisasi untuk menggambarkan suatu karakteristik populasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis data survival yaitu kumpulan dari beberapa metode untuk menganalisis data yang terjadi dari titik asal sampai terjadinya event. Pada analisis survival terdapat

Lebih terperinci

KONSEP DASAR TERKAIT METODE BAYES

KONSEP DASAR TERKAIT METODE BAYES KONSEP DASAR TERKAIT METODE BAYES 2.3. Peubah Acak dan Distribusi Peluang Pada statistika kita melakukan percobaan dimana percobaan tersebut akan menghasilkan suatu peluang. Ruang sampel pada percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Estimasi fungsi survival atau biasa disebut regresi fungsi survival merupakan bagian penting dari analisis survival. Estimasi ini biasa digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal.

BAB 1 PENDAHULUAN. ii Bagaimana rata-rata atau nilai tengah dibuat oleh Stimulan eksternal. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan matematika dan penerapannya dalam berbagai bidang keilmuan selalu mencari metode baru untuk memudahkan dalam memprediksi dan menaksir

Lebih terperinci

ESTIMASI PARAMETER MODEL TAHAP AWAL AR(1) REGRESI RESPON BINER LONGITUDINAL. Rohmatul Fajriyah FMIPA UII Yogyakarta dan Subanar FMIPA UGM Yogyakarta

ESTIMASI PARAMETER MODEL TAHAP AWAL AR(1) REGRESI RESPON BINER LONGITUDINAL. Rohmatul Fajriyah FMIPA UII Yogyakarta dan Subanar FMIPA UGM Yogyakarta JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, 78-87, Desember 2002, ISSN : 40-858 ESTIMASI PARAMETER MODEL TAHAP AWAL AR( REGRESI RESPON BINER LONGITUDINAL Rohmatul Fajriyah FMIPA UII Yogyakarta dan Subanar

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

Pengantar Statistika Matematika II

Pengantar Statistika Matematika II Pengantar Statistika Matematika II Distribusi Sampling Atina Ahdika, S.Si., M.Si. Prodi Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia March 20, 2017 atinaahdika.com Bila sampling berasal dari populasi yang

Lebih terperinci

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari.

Pr { +h =1 = } lim. Suatu fungsi dikatakan h apabila lim =0. Dapat dilihat bahwa besarnya. probabilitas independen dari. 6.. Proses Kelahiran Murni Dalam bab ini, akan dibahas beberapa contoh penting dari waktu kontinu, state diskrit, proses Markov. Khususnya, dengan kumpulan dari variabel acak {;0 } di mana nilai yang mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waktu hidup adalah waktu terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Waktu hidup adalah waktu terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu hidup adalah waktu terjadinya suatu peristiwa. Peristiwa yang dimaksud di sini adalah peristiwa kegagalan yang dapat berupa tidak berfungsinya benda tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Statistika adalah salah satu cabang ilmu matematika yang memperhitungkan probabilitas dari suatu data sampel dengan tujuan mendapatkan kesimpulan mendekati

Lebih terperinci

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n

SBAB III MODEL VARMAX. Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n SBAB III MODEL VARMAX 3.1. Metode Analisis VARMAX Pengamatan time series membentuk suatu deret data pada saat t 1, t 2,..., t n dengan variabel random Z n yang dapat dipandang sebagai variabel random berdistribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analisis regresi adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel respon dan variabel prediktor. Pada umumnya analisis regresi

Lebih terperinci

Analisis Korelasi & Regresi

Analisis Korelasi & Regresi Analisis Korelasi & Regresi Oleh: Ki Hariyadi,, S.Si., M.PH Nuryadi, S.Pd.Si UIN JOGJAKARTA 1 Pokok Bahasan Analisis Korelasi Uji Kemaknaan terhadap ρ (rho) Analisis Regresi Linier Analisis Kemaknaan terhadap

Lebih terperinci

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR)

BAB III MARKOV SWITCHING AUTOREGRESSIVE (MSAR) 25 BAB III (MSAR) 3.1 Model Markov Switching Autoregressive Model runtun waktu Markov Switching Autoregressive adalah salah satu model runtun waktu yang merupakan perluasan dari model Autoregressive (AR).Ide

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 \ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi-informasi faktual yang diperoleh berdasarkan hasil observasi maupun penelitian sangatlah beragam. Informasi yang dirangkum sedemikian rupa disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak jenis data memiliki struktur hirarki, tercluster, atau bersarang (nested). Hirarki tersebut dapat hadir secara alami dalam pengamatan observasional

Lebih terperinci

ANALISIS DATA STUDI KOHORT

ANALISIS DATA STUDI KOHORT Etih Sudarnika Laboratorium Epidemiologi Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet Fakultas Kedokteran Hewan IPB ANALISIS DATA STUDI KOHORT Bahan Kuliah Mata Ajaran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UTS 2015/2016 STATISTIKA 1

PEMBAHASAN UTS 2015/2016 STATISTIKA 1 PEMBAHASAN UTS 2015/2016 STATISTIKA 1 1. pernyataan berikut ini menjelaskan definisi dan cakupan statistika deskriptif, KECUALI : a. statistika deskriptif mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan (Organizing)

Lebih terperinci

Bagian 2. Probabilitas. Struktur Probabilitas. Probabilitas Subyektif. Metode Frekuensi Relatif Kejadian untuk Menentukan Probabilitas

Bagian 2. Probabilitas. Struktur Probabilitas. Probabilitas Subyektif. Metode Frekuensi Relatif Kejadian untuk Menentukan Probabilitas Probabilitas Bagian Probabilitas A) = peluang (probabilitas) bahwa kejadian A terjadi 0 < A) < 1 A) = 0 artinya A pasti terjadi A) = 1 artinya A tidak mungkin terjadi Penentuan nilai probabilitas: Metode

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusun. Kelompok 1

KATA PENGANTAR. Penyusun. Kelompok 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan izin dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah farmakoepidemiologi tentang Studi Cohort. Dalam makalah

Lebih terperinci

PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1)

PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1) PENGARUH MIXED DISTRIBUTION PADA PENDEKATAN QUASI-LIKELIHOOD DALAM MODEL LINEAR 1) Anang Kurnia Departemen Statistika FMIPA IPB Jl. Meranti, Wing 22 Level 4 Kampus IPB Darmaga, Bogor Email: anangk@ipb.ac.id

Lebih terperinci

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA)

PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2 INDONESIA (SUMATERA) Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 116 124 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PEMODELAN JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI POISSON UNTUK WILAYAH REGIONAL 2

Lebih terperinci

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di:

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman Online di: ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 781-790 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS KETAHANAN HIDUP PENDERITA TUBERKULOSIS DENGAN MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Studi epidemiologi deskriptif

Studi epidemiologi deskriptif Studi epidemiologi deskriptif Penelitian Crosectional Adalah rancangan studi epidemiologi yg memepelajari hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan dan penyakit

Lebih terperinci

ANALISIS PENDUDUK BEKERJA BERDASARKAN SEKTOR PEKERJAAN DAN JAM KERJA MENGGUNAKAN REGRESI PROBIT BIVARIAT DI PROVINSI ACEH

ANALISIS PENDUDUK BEKERJA BERDASARKAN SEKTOR PEKERJAAN DAN JAM KERJA MENGGUNAKAN REGRESI PROBIT BIVARIAT DI PROVINSI ACEH ANALISIS PENDUDUK BEKERJA BERDASARKAN SEKTOR PEKERJAAN DAN JAM KERJA MENGGUNAKAN REGRESI PROBIT BIVARIAT DI PROVINSI ACEH Rizal Rahmad 1, Toni Toharudin 2, Anna Chadijah 3 Prodi Master Statistika Terapan,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak

PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI. Abstrak PERBANDINGAN KINERJA DIAGRAM KONTROL MULTIVARIAT UNTUK VARIABILITAS BERDASARKAN MATRIKS KOVARIANSI DAN MATRIKS KORELASI Dwi Yuli Rakhmawati, Muhammad Mashuri 2,2) Institut Teknologi Sepuluh Nopember dwiyuli_rakhmawati@yahoo.com,

Lebih terperinci

Pengukuran Kejadian Penyakit

Pengukuran Kejadian Penyakit Pengukuran Kejadian Penyakit Deskripsi sesi: Pengukuran adalah bagian terpenting dari suatu penelitian epidemiologi. Aspek pengukuran meliputi alat ukur, cara pengukuran dan hasil pengukuran. Secara umum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. level, model regresi tiga level, penduga koefisien korelasi intraclass, pendugaan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II akan dibahas konsep-konsep yang menjadi dasar dalam penelitian ini yaitu analisis regresi, analisis regresi multilevel, model regresi dua level, model regresi tiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup bertujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup bertujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Survival Analisis survival (survival analysis) atau analisis kelangsungan hidup bertujuan menduga probabilitas kelangsungan hidup, kekambuhan, kematian, dan peristiwaperistiwa

Lebih terperinci

Statistika (MMS-1403)

Statistika (MMS-1403) Statistika (MMS-1403) Dr. Danardono, MPH danardono@ugm.ac.id Program Studi Statistika Jurusan Matematika FMIPA UGM MMS-1403 p.1/93 Distribusi Sampling Statistik Populasi: himpunan keseluruhan obyek yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regresi Logistik Regresi adalah bagaimana satu variabel yaitu variabel dependen dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel lain yaitu variabel independen dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cure rate models merupakan model survival yang memuat cured fraction dan

BAB I PENDAHULUAN. Cure rate models merupakan model survival yang memuat cured fraction dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cure rate models merupakan model survival yang memuat cured fraction dan uncured fraction. Model ini dikembangkan untuk estimasi proporsi pasien yang sembuh

Lebih terperinci

PEMODELAN KUALITAS PROSES

PEMODELAN KUALITAS PROSES TOPIK 6 PEMODELAN KUALITAS PROSES LD/SEM II-03/04 1 1. KERANGKA DASAR Sampling Penerimaan Proses Produksi Pengendalian Proses MATERIAL PRODUK PRODUK BAIK SUPPLIER Manufacturing Manufacturing KONSUMEN PRODUK

Lebih terperinci

PEMODELAN REGRESI COX DAN REGRESI WEIBULL WAKTU SEMBUH DIARE PADA BALITA

PEMODELAN REGRESI COX DAN REGRESI WEIBULL WAKTU SEMBUH DIARE PADA BALITA Jurnal UJMC, Volume 2, Nomor 1, Hal. 50-55 pissn : 2460-3333 eissn : 2579-907X PEMODELAN REGRESI COX DAN REGRESI WEIBULL WAKTU SEMBUH DIARE PADA BALITA Siti Alfiatur Rohmaniah 1 dan Danardono 2 1 Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertian Regresi Regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan tingkat pengaruh suatu variabel terhadap variabel yang lain. Variabel yang pertama disebut dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari 2009-Juni 2009 di beberapa wilayah terutama Jakarta, Depok dan Bogor untuk pengambilan sampel responden

Lebih terperinci

MODEL REGRESI DATA TAHAN HIDUP TERSENSOR TIPE III BERDISTRIBUSI LOG-LOGISTIK ABSTRAK

MODEL REGRESI DATA TAHAN HIDUP TERSENSOR TIPE III BERDISTRIBUSI LOG-LOGISTIK ABSTRAK JURNAL GAUSSIAN, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 83-92 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian MODEL REGRESI DATA TAHAN HIDUP TERSENSOR TIPE III BERDISTRIBUSI LOG-LOGISTIK Ibnu

Lebih terperinci

statistika untuk penelitian

statistika untuk penelitian statistika untuk penelitian Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) Delayota Experiment Team (D Expert) 2013 Freeaninationwallpaper.blogspot.com Apa itu Statistika? Statistika adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data tahan hidup atau data survival adalah lama waktu sampai suatu peristiwa terjadi. Istilah data survival sendiri banyak digunakan dalam bidang ilmu kesehatan, epidemiologi,

Lebih terperinci

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI

BAB ΙΙ LANDASAN TEORI 7 BAB ΙΙ LANDASAN TEORI Berubahnya nilai suatu variabel tidak selalu terjadi dengan sendirinya, bisa saja berubahnya nilai suatu variabel disebabkan oleh adanya perubahan nilai pada variabel lain yang

Lebih terperinci

Pengantar Proses Stokastik

Pengantar Proses Stokastik Bab 1: Dasar-Dasar Probabilitas Statistika FMIPA Universitas Islam Indonesia 2015 Percobaan adalah kegiatan yang menghasilkan keluaran/hasil yang mungkin secara acak. Contoh: pelemparan sebuah dadu. Ruang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan diperlukan pada bab 3. Yang akan dibahas dalam bab ini adalah metode bootstrap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen proses demografi yang dapat mempengaruhi struktur penduduk selain fertilitas dan migrasi.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Tidak semua himpunan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari terdefinisi secara jelas, misalnya himpunan orang miskin, himpunan orang pandai, himpunan orang tinggi,

Lebih terperinci

MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD PADA LAJU TAMAT MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA UNIVERSITAS ANDALAS

MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD PADA LAJU TAMAT MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA UNIVERSITAS ANDALAS Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 33 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND MODEL REGRESI COX PROPORTIONAL HAZARD PADA LAJU TAMAT MAHASISWA JURUSAN MATEMATIKA UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci