I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik, karena dapat menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri pangan. Kentang merupakan jenis sayuran yang diprioritaskan pengembangannnya karena merupakan sumber karbohidrat yang dapat mensubstistusi bahan pangan lain seperti beras, jagung dan gandum. Produksi kentang di Indonesia cukup tinggi dan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2007 produksi kentang mencapai ton dan tahun 2008 naik menjadi ton (BPS, 2009). Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu jenis umbiumbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-zat gizi yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin terutama vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Smith dan Talburt, 1987). Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi kentang hanya sebatas sebagai bahan pelengkap makanan dan masih sedikit pemanfaatannya 1

2 dalam industri pangan. Pengembangan cara baru dalam pengolahan kentang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis dan sebagai salah satu upaya diversifikasi pangan. French fries merupakan produk olahan yang menunjukkan kecenderungan semakin populer dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Kendala ketersediaan bahan mentah (varietas) yang cocok untuk pembuatan french fries menyebabkan sebagian besar produk tersebut masih diimpor dalam bentuk frozen french fries (Adiyoga et al., 1999). Varietas kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Granola. Wibowo et al. (2006) menyatakan bahwa bahan kering kentang varietas Granola berkisar antara 14-17,5 persen sehingga termasuk dalam kategori rendah. Kadar bahan kering kentang yang kurang dari 20 persen sebaiknya digunakan untuk sayuran atau salad dan kurang sesuai untuk bahan dasar industri (potato chips dan french fries). Dalam perkembangannya, munculah varietas-varietas baru yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi kentang di Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas Krespo dan Tenggo. French fries merupakan makanan ringan yang lebih mengutamakan kenampakan, kerenyahan dan warna. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan peningkatan kualitas french fries terutama dari segi warnanya. Masalah utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat mudah mengalami perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan atau browning enzimatis. Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, 2

3 karena menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa lain sehingga dapat menurunkan mutu (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut Wahyuningsih (2005), proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen. Warna produk hasil pengolahan dapat dipertahankan dengan perlakuan pendahuluan sebelum penggorengan, yaitu blanching. Blanching merupakan proses perlakuan panas yang secara umum diterapkan pada buah dan sayur sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Makanan kering atau beku yang tidak diblanching mengalami perubahan kualitas yang relatif cepat seperti warna, flavor, tekstur dan nilai gizi akibat aktifitas enzim yang terus berlangsung (Sharma et al., 2000). Blanching sangat penting dalam proses pengolahan pada industri pengolahan sayur dan buah terutama untuk inaktivasi enzim dalam bahan pangan tersebut. Pada pembuatan french fries, blanching sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan terutama terhadap warna dan kerenyahannya. Blanching akan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga yang ditinggalkan oleh air yang menguap. Rongga-rongga ini pada saat penggorengan akan diisi oleh minyak sehingga akan membentuk struktur yang porous yang menyebabkan french fries menjadi renyah. Penentuan metode yang digunakan mempunyai peranan penting dalam blanching. Artinya dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan akan dihasilkan produk yang baik kualitasnya. Sebagaimana diketahui bahwa perlakuan blanching adalah suatu proses pemanasan, baik menggunakan air mendidih maupun dengan uap panas. Dalam hal ini sudah tentu ada penghantar panas dari 3

4 media pemanas ke bahan yang dipanaskan. Sehubungan dengan hal tersebut maka penetrasi panas dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, ukuran bahan, varietas, suhu dan metode yang digunakan (Muljohardjo dan Gardjito, 1980). Menurut Fellows (1990), blanching dapat dilakukan dengan metode hot water blanching (perebusan dengan air mendidih) dan steam blanching (pengukusan dengan uap air panas). Warna yang diharapkan pada french fries adalah kuning sampai dengan kuning keemasan tanpa pencoklatan berlebih (Lisinka dan Leszczynski, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Jiman (2003) menyebutkan bahwa adanya perlakuan blanching saja belum cukup untuk dapat menghambat pencoklatan enzimatis secara optimal karena masih dihasilkan keripik kentang dengan warna yang cenderung kecoklatan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu adanya kombinasi antara blanching dengan bahan lain yang dapat mencegah pencoklatan enzimatis secara optimal pada french fries. Salah satu bahan tambahan makanan yang dapat digunakan sebagai inhibitor proses pencoklatan adalah asam askorbat. Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang (Winarno, 1997). Meliani (2004) menyatakan bahwa perendaman dalam larutan asam askorbat pada konsentrasi 0,4% menghasilkan keripik kentang dengan warna putih kekuningan sampai kuning, tekstur renyah dan flavor yang mendekati enak. Namun Winarno dan Rahayu (1994) menyatakan bahwa penggunaan asam askorbat sebagai bahan tambahan pangan (BTP) untuk potongan kentang goreng beku yang dianjurkan adalah sebesar 100 mg/kg baik tunggal maupun campuran dengan sekuestran. 4

5 Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dikaji tentang pengaruh metode blanching dan konsentrasi larutan asam askorbat terhadap kualitas french fries varietas Krespo dan Tenggo sehingga dapat dihasilkan french fries dengan kualitas sensorik dan kimiawi terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan varietas kentang yang menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik, (2) Menentukan metode blanching yang tepat untuk menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik, (3) Menentukan konsentrasi asam askorbat optimal untuk perendaman agar menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik, (4) Menentukan kombinasi perlakuan antara varietas kentang, metode blanching dan perendaman dalam asam askorbat agar menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: (1) Memberikan informasi tentang pembuatan french fries berbahan baku kentang varietas Krespo dan Tenggo yang merupakan kentang varietas baru, (2) Memberikan tambahan informasi tentang pembuatan french fries sebagai upaya diversifikasi pengolahan kentang serta untuk meningkatkan nilai ekonomisnya. 5

6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kentang Kentang (Solanum tuberasum L.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang bergizi. Zat gizi yang terdapat dalam kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor, magnesium, natrium, kalsium, dan kalium), protein, serta vitamin terutama vitamin C dan B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu 1,0-1,5% (Smith dan Talburt, 1987). Komposisi kimia kentang sangat bervariasi tergantung varietas, tipe tanah, cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi penyimpanan. Kandungan zat gizi dalam 100 g kentang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia kentang tiap 100 g Komponen Jumlah Protein (g) 2.00 Lemak (g) 0.10 Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Serat (g) 0.30 Zat besi (mg) 0.70 Vitamin B1 (mg) 0.09 Vitamin B2 (mg) 0.03 Vitamin C (mg) Niasin (mg) 1.40 Energi (kal) Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1997) Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, dewasa ini kentang dimanfaatkan juga menjadi berbagai hasil industri makanan olahan. Hasil olahan kentang di pasaran dunia umumnya berupa tepung, kentang kering, kentang beku, dan keripik 6

7 kentang. Kentang memiliki kadar air cukup tinggi yaitu sekitar 80%. Hal itu yang menyebabkan kentang segar mudah rusak sehingga harus dilakukan upaya untuk memperpanjang daya guna kentang tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengolahnya menjadi french fries. Persyaratan kentang yang dapat dipakai untuk industri olahan kentang adalah umbi berwarna putih, berat jenis lebih dari 1,07, kandungan bahan padat lebih dari 20 persen dan memiliki kadar gula yang rendah (Hartus, 2001). Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989), kentang yang memenuhi syarat pembuatan french fries adalah kentang yang mengandung persen total padatan dan persen pati. Karakteristik seperti ini akan menghasilkan produk yang renyah dan tidak gosong. Atlantik merupakan varietas kentang yang umum digunakan dalam pembuatan potato chips dan french fries. Kentang varietas ini memiliki umbi berwarna putih dan berbentuk bulat dengan diameter 6-7 cm sehingga sangat menarik apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan french fries. Namun kentang varietas Atlantik memiliki beberapa kelemahan antara lain produksinya rendah, tidak tahan layu, tidak tahan terhadap penyakit busuk daun dan nematoda akar (Prahardini dan Pratomo, 2004). Produksi kentang di Indonesia saat ini didominasi oleh varietas Granola yang mencapai 90% dari total areal tanam, sedangkan kentang dari varietas lain hanya menempati 10% saja. Kentang varietas Granola apabila digunakan untuk industri potato chips dan french fries akan menghasilkan produk dengan warna yang kurang menarik (kuning kecoklatan sampai coklat) dan memiliki tekstur 7

8 yang kurang renyah. Hal ini disebabkan tingginya kadar air dan gula reduksi pada kentang varietas ini. Keterbatasan inilah yang menyebabkan kurang berkembangnya industri olahan kentang di Indonesia. Pengembangan teknologi pemuliaan tanaman terus mengalami peningkatan dan telah berhasil mengembangkan kentang varietas baru yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi kentang di Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas Krespo dan Tenggo. Varietas unggul mempunyai peranan penting dalam rangka meningkatkan produksi kentang. Kentang varietas Tenggo mempunyai produktivitas yang tinggi sebesar 33,5 ton/hektar, kulit umbi berwarna kuning, dagingnya berwarna krem, umbi berbentuk bulat dengan ukuran umbi berkisar antara 6-7 cm dan spesific gravity 1,067. Varietas ini umumnya tahan terhadap nematoda akar dan penyakit busuk daun serta dapat beradaptasi baik di daratan tinggi (Balitsa, 2005). Deskripsi lengkap kentang varietas Tenggo disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Deskripsi kentang varietas Tenggo Karakteristik Uraian Bentuk umbi Bulat Mata Umbi Berlekung sedang Ukuran umbi 6 7 cm Berat per umbi g Warna kulit umbi Kuning Warna daging umbi Krem Spesific gravity 1,067 Tekstur daging umbi Sedikit berair/pulen ( waxy ) Kandungan karbohidrat 11,8% Kandungan gula reduksi 0,039 brix Hasil 33,5 ton/ha Sumber : Balitsa (2005) 8

9 Karakteristik dari kentang varietas Krespo adalah kulit umbi berwarna krem dan dagingnya berwarna putih, berbentuk oval dengan ukuran umbi berkisar antara 5-6 cm, spesific gravity 1,084 dan varietas ini umumnya tahan terhadap nematoda akar dan penyakit busuk daun serta dapat beradaptasi baik di daratan tinggi (Balitsa, 2005). Deskripsi lengkap kentang varietas Krespo disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Deskripsi kentang varietas Krespo Karakteristik Uraian Bentuk umbi Oval Mata Umbi Berlekuk sedang Ukuran umbi 5-6 cm Berat per umbi g Warna kulit umbi Krem Warna daging umbi Putih Spesific gravity 1,084 Tekstur daging umbi Sedikit bertepung Kandungan karbohidrat 15,3 % Kandungan gula reduksi 0,03 brix Hasil 28,1 ton/ha Sumber : Balitsa (2005) Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan permintaan pasar terhadap kentang, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga serta menjamin kualitas produk olahan maka diperlukan adanya standarisasi mutu kentang. Standar mutu kentang ini telah diatur dalam SNI , yang secara terperinci dijelaskan pada Tabel 4. 9

10 Tabel 4. Standar mutu kentang SNI Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II Keseragaman warna Keseragaman bentuk Keseragaman ukuran Kerataan permukaan kentang Kadar kotoran (b/b) Kentang cacat (b/b) Ketuaan kentang Sumber: Anonymous (2001) % % Seragam Seragam Seragam Rata Maks 2,5 Maks. 5 Tua Seragam Seragam Seragam Tidak dipersyaratkan Maks 2,5 Maks 10 Cukup tua B. Proses Pengolahan French Fries French fries adalah irisan kentang berbentuk stick (biasanya berukuran sekitar cm yang digoreng dengan metode deep frying pada suhu ºC sampai matang (Burton, 1989). Dalam dunia perdagangan, french fries biasanya dijual dalam bentuk beku (frozen french fries) ataupun sebagai makanan siap saji (fast food). Adapun standar kualitas kentang untuk industri kentang goreng (french fries) dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Standar kualitas kentang untuk industri kentang goreng (french fries) No. Karakter Kualitas Standar French Fries a. Ukuran umbi b. Variasi ukuran Specific gravity Total bahan padat Bentuk umbi Uji goreng: tk. Kerusakan Kedalaman mata < 170 g (20 %) 199 g 284 g (40 %) > 284 g (40 %) - 1,081 (min. 1,079) Min. 20,5 % Oval - Dangkal Sumber: PT. Indofood dalam Ameriana (1998) dalam Rukmana et al. (2003). Menurut Smith (1968) proses pengolahan kentang secara umum dalam industri makanan meliputi pencucian, pengupasan, trimming, sorting, pengirisan, 10

11 blanching, dan penggorengan. Pencucian merupakan proses awal pengolahan yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit kentang. Setelah dicuci, kentang dikupas untuk menghilangkan kulit. Trimming dilakukan untuk membuang bagian yang belum terkupas, mata dan cacat lain, setelah itu dipilih ukuran kentang yang sesuai untuk french fries. Pengirisan kentang sebaiknya menggunakan alat pemotong (potato slicer) agar ukuran yang dihasilkan seragam. Irisan kentang yang tidak diinginkan seperti terlalu tipis, terlalu pendek dan patah harus dibuang sebelum blanching. Blanching merupakan proses pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim alami yang terdapat dalam bahan tersebut antara lain enzim katalase dan peroksidase yang tahan terhadap panas (Winarno, 1997). Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989), blanching sebelum penggorengan bertujuan untuk memperbaiki warna produk akhir, mengurangi absorbsi minyak karena gelatinisasi pati pada permukaan irisan kentang, mengurangi waktu menggoreng dan memperbaiki tekstur produk akhir. Masalah utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat mudah mengalami perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan. Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, karena menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa lain sehingga dapat menurunkan mutu. Pencoklatan dapat terjadi secara enzimatis maupun non enzimatis (Susanto dan Saneto, 1994). Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan 11

12 yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk mengembang dan renyah. Penggorengan juga dapat meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk akhir. Metode penggorengan yang digunakan dalam proses pembuatan french fries adalah deep frying. Penggorengan rendam (deep frying) yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata (Ketaren, 1986). Menurut Asandhi dan Kusdibyo (2004), untuk menghasilkan french fries berkualitas tinggi harus menggunakan umbi kentang yang memenuhi syarat, yaitu berdiameter 5-7 cm, mempunyai kadar air dan kadar gula reduksi rendah, serta kadar pati yang tinggi. Kadar air terlalu tinggi akan menghasilkan french fries dengan tekstur kurang renyah. Ciri dari french fries yang merupakan produk goreng adalah permukaannya kering dan menyerap minyak goreng. Produk goreng umumnya mengandung proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak bahan pangan dengan minyak goreng selama kegiatan penggorengan (Firdaus et al., 2001). Salah satu faktor penyebab penyerapan minyak pada produk goreng adalah tingginya kandungan air pada bahan yang akan digoreng. 12

13 C. Reaksi Pencoklatan (Browning) Pencoklatan (browning) pada hasil pertanian merupakan problema khusus pada proses pengolahan pangan. Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahanperubahan yang tidak diinginkan seperti menyebabkan kenampakkan produk menjadi tidak baik dan timbulnya citarasa lain sehingga dapat menurunkan kualitas produk (Susanto dan Saneto, 1994). Pencoklatan banyak terjadi pada buah-buahan dan sayuran yang mengalami kerusakan mekanis, dibelah atau dikupas. Komponen yang dapat menyebabkan pencoklatan enzimatis yaitu oksigen, enzim dan substrat (Laurila et al., 2001). Jaringan bahan yang rusak menjadi gelap warnanya setelah berhubungan dengan udara. Hal ini disebabkan oleh terjadinya konversi senyawa fenolik oleh enzim fenolase menjadi senyawa melanin (melanoidin) yang berwarna coklat. Reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua jenis yaitu reaksi pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Kedua jenis pencoklatan tersebut dapat terjadi pada french fries. Hal ini disebabkan kentang mengandung senyawa-senyawa yang berperan dalam proses browning, seperti karbohidrat dan protein (Apandi, 1984). Menurut Winarno (1997), browning enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tertentu. Pencoklatan enzimatis terjadi dalam jaringan buah-buahan dan sayuran yang banyak mengandung substrat fenolik, yang dirusak dengan adanya pemotongan, pengupasan, pengirisan dan penggilingan. Menurut Meyer (1982), bahan yang mudah mengalami pencoklatan harus diproses secepat mungkin. 13

14 Reaksi pencoklatan dapat dihentikan dengan pemanasan pada suhu tinggi secukupnya untuk denaturasi enzim. Dibutuhkan temperatur yang tepat untuk beberapa enzim, waktu dan lama pemanasan yang tepat, ph rendah/asam dan faktor lainnya. Mekanisme pencoklatan enzimatis menurut Susanto dan Saneto (1994) disebabkan pecahnya sel bahan hasil pertanian akibat kerusakan mekanis, sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan bertemu dengan enzim yang ada dalam sitoplasma. Dengan adanya oksigen dan katalis logam akan terbentuk senyawa quinon. Reaksi selanjutnya terjadi secara spontan dan tidak lagi tergantung oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon mengalami hidrolisis menjadi bentuk hidroksi. Selanjutnya hidroksi quinon mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat. Meyer (1982) menyatakan ada dua macam reaksi browning non enzimatis yaitu karamelisasi dan reaksi maillard. Karamelisasi merupakan pencoklatan non enzimatis dari gula tanpa adanya asam amino atau protein. Proses ini terjadi jika gula dipanaskan diatas titik leburnya sehingga berubah warna menjadi coklat dan disertai perubahan citarasa (Susanto dan Saneto, 1994). Sedangkan reaksi maillard bisa terjadi antara gula reduksi yang mengandung gugus aldehid atau keton dengan komponen amino seperti asam amino, peptida atau protein. Reaksi ini biasanya terjadi pada saat bahan (makanan) dipanaskan atau dalam penggudangan makanan yang lama (Apandi, 1984). 14

15 Faktor penting yang menentukan kecepatan reaksi pencoklatan adalah konsentrasi enzim dan substrat, ph, temperatur serta kesediaan oksigen dalam jaringan (Laurila et al., 2001). Pencegahan proses pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan berbagi cara antara lain penggunaan panas, pencegahan kontak dengan oksigen, pemberian inhibitor dan penggunaan asam (Susanto dan Saneto, 1994). Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan adalah cystein, glutathion, sulfonamides, asam sulfat, sodium sulfat, sodium klorida, asam hidoklorik, sodium bisulfit dan asam askorbat. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencoklatan enzimatis menurut Apandi (1984) adalah: 1. Aplikasi panas, panas yang bisa diaplikasikan berupa proses blanching, yaitu suatu bagian pengolahan pangan dengan menggunakan uap atau air panas. 2. Aplikasi SO 2 dan sulfit, Na-metabisulfit dan Na-bisulfit sebagai inhibitor fenolase yang kuat. 3. Pencegahan kontak dengan oksigen, cara yang biasa digunakan adalah merendam bahan yang sudah dikupas kedalam air sebelum dimasak sehingga tidak terjadi kontak langsung dengan udara. 4. Aplikasi asam, asam yang biasa digunakan adalah asam yang biasa terdapat dalam jaringan tanaman seperti asam askorbat, sitrat dan malat. 15

16 D. Blanching Blanching yang dilakukan dalam proses pembuatan french fries akan berpengaruh terhadap warna dan kerenyahannya. Blanching adalah suatu bagian pengolahan pangan dengan menggunakan uap atau air panas yang biasanya dilakukan terhadap buah dan sayuran. Tujuan utama blanching adalah untuk menginaktifkan enzim di dalam bahan pangan (Winarno, 1997). Blanching juga berguna untuk menghilangkan gas dalam bahan sehingga proses oksidasi dapat dicegah, memperbaiki warna dan aroma bahan serta melunakkan dinding sel sehingga dapat mempermudah proses pengolahan selanjutnya (Muljohardjo, 1975). Blanching biasa dilakukan terhadap buah dan sayur sebelum pembekuan, pengeringan dan pengalengan terutama untuk menginaktifkan enzim alami yang terdapat dalam bahan tersebut antara lain enzim katalase dan peroksidase yang paling tahan terhadap panas (Winarno et al., 1980). Manfaat blanching tidak hanya untuk inaktivasi enzim, tetapi juga berperan untuk mengurangi kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bahan juga melunakkan jaringan karena terjadinya degradasi pektin (Fellows, 1990). Menurut Muljohardjo (1975), lama blanching dipengaruhi oleh jenis bahan, tingkat kematangan, ukuran bahan, suhu blanching, jumlah bahan dan metode blanching yang digunakan. Suhu pembekuan dan dehidrasi saja tidak cukup untuk menginaktifkan enzim. Bila makanan tidak diblanching bisa terjadi karakteristik sensorik dan kandungan nutrisional yang tidak diinginkan. Selain untuk inaktifasi enzim, blanching juga berperan untuk mereduksi mikroorganisme 16

17 pada permukaan bahan, serta untuk melunakkan makanan. Dengan pemanasan dinding sel akan menjadi lebih lunak dan permeabel terhadap air, sehingga dapat mempercepat proses penguapan air dari dalam bahan. Ada dua metode blanching yang sering digunakan yaitu steam blanching dan hot water blanching. Steam blanching (pengukusan) dilakukan dengan memasukkan bahan dalam ruang uap sehingga bahan menjadi panas. Hot water blanching (perebusan) dilakukan dengan mencelupkan bahan dalam air panas (air mendidih) sampai semua bahan terendam. Masing-masing metode ini memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Fellows (1990) menyatakan bahwa operasi pada hot water blanching lebih mudah, biaya lebih murah dan efisien tetapi kehilangan zat yang larut air lebih tinggi. Sedangkan steam blanching sukar mendapat keseragaman produk, energi yang diperlukan banyak dan biayanya lebih tinggi tetapi kehilangan zat yang larut air lebih sedikit. Setelah blanching, kentang sebaiknya ditiriskan untuk mengurangi beban penggorengan dan meminimalkan laju hidrolitik. Permukaan yang kering menyebabkan kentang tidak lengket selama pembekuan. Semakin rendah kadar air dalam kentang maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk menggoreng. Akibatnya, semakin rendah kandungan minyak dalam produk (Smith dan Talburt, 1987). 17

18 E. Asam Askorbat Penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis sering digunakan. Asam yang digunakan adalah asam yang banyak terdapat dalam jaringan tumbuhan, dalam hal ini asam askorbat, asam sitrat dan asam malat. Metode penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis ini didasarkan pada pengaruh ph terhadap enzim polifenolase. ph optimum enzim ini berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas terkecil pada ph dibawah 3 (Eskin et al., 1990). Perubahan warna yang tidak diinginkan akibat browning dapat diatasi dengan perlakuan perendaman dalam asam askorbat. Menurut Winarno (1997), asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang. Penggunaan asam mampu menginaktivasi enzim, karena ph bahan akan diturunkan hingga dibawah 5 (Eskin, 1990). Winarno (1997) juga menyatakan bahwa penambahan asam askorbat dengan tujuan untuk menurunkan ph sampai 3,0 atau dibawahnya akan dapat mempertahankan perubahan warna sebab ph optimal enzim fenolase adalah 6,5. Logam seperti besi dan tembaga dapat diikat oleh asam askorbat, logam-logam ini merupakan katalisator oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan. Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan pencoklatan (Winarno, 1997). Asam askorbat merupakan senyawa yang 18

19 mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan mempunyai sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Adapun struktur molekul asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 1. HO OH H HO OH Gambar 1. Struktur molekul asam askorbat Asam askorbat dalam bentuk murninya merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu ºC. Asam askorbat sangat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol absolut dan tidak larut dalam benzene, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun asam askorbat stabil dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Sifat yang paling utama dari asam askorbat adalah kemampuan mereduksinya yang sangat kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam (Andarwulan dan Koswara, 1992 dalam Auliya, 2008). Menurut Heddy et al. (1994) dalam Auliya (2008), asam yang dikombinasikan dengan panas akan menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, ph, 19

20 oksigen, enzim dan katalisator logam. Menurut Eddy (1941) dalam Auliya (2008), asam askorbat mudah sekali teroksidasi terutama bila zat dipanaskan dalam larutan alkali atau netral. Adanya oksigen dalam sistem menyebabkan asam askorbat segera teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Menurut Eskin et al. (1990) penghambat reaksi pencoklatan yang efektif adalah asam askorbat. Asam askorbat tidak memberikan flavor yang tidak diinginkan dan penambahnnya akan menguntungkan karena asam askorbat merupakan suatu vitamin. Asam askorbat juga sebagai antioksidan dan mampu mereduksi o-quinon menjadi o-dihidroksi fenol alami. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: o-difenol + ½ O 2 o-quinon + H 2 O o-quinon + AA o-difenol + dehidro AA AA + ½ O 2 dehidro AA + H 2 O Dengan tereduksinya o-quinon menjadi o-difenol alami, maka polimerisasi tidak dapat berjalan karena pengaruh asam askorbat yang teroksidasi menjadi dehidro asam askorbat (Fennema, 1976), seperti yang disajikan pada Gambar 2. 20

21 OH OH O O + ½ O 2 + H 2 O katekol O-benzoquinon O O + O-benzoquinon O = C HO - C HO - C H - C O OH OH O = O = O = H C C C - C O HO - C HO - C CH 2OH CH 2OH Asam askorbat Dihidro asam askorbat Gambar 2. Reduksi o-quinon menjadi o-difenol dan oksidasi asam askorbat menjadi dehidro asam askorbat (Eskin, 1990). Mekanisme kerja asam askorbat tidak menghambat secara langsung seperti halnya sulfit, melainkan melalui mereduksi quinon yang terbentuk menjadi substrat polifenol semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim, oleh karena itu dikenal juga sebagai reaksi inaktivasi (Desrosier, 1988). Menurut Stella et al. (2000), asam askorbat memiliki aktivitas tinggi sebagi inhibitor proses browning enzimatis karena kemampunnya mereduksi quinon kembali menjadi senyawa fenol sebelum mengalami reaksi lebih lanjut menjadi pigmen. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan adalah cystein, glutathion, sulfonamides, asam sulfat, sodium sulfat, sodium klorida, asam hidoklorik, sodium bisulfit dan asam askorbat. Tingkat keasaman atau ph yang rendah dapat memberikan efek yang sangat penting pada reaksi 21

22 pencoklatan. Larutan asam sering digunakan untuk menurunkan ph dan ini merupakan metode untuk menghambat atau memperlambat reaksi pencoklatan (Meyer, 1982). Perendaman dalam larutan asam askorbat berfungsi untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis. Hal ini disebabkan protein akan terdenaturasi pada kondisi asam (ph rendah), sehingga enzim menjadi inaktif. Asam askorbat termasuk kelompok antioksidan oksigen scavenger karena kemampuannya untuk mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Antioksidan berfungsi untuk oksidasi lemak atau melindungi komponenkomponen makanan yang bersifat tidak jenuh, terutama lemak dan minyak. Antioksidan sering digunakan dalam produk makanan olahan komersial. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang daya simpan dan meningkatkan stabilitas makanan yang banyak mengandung lemak. Antioksidan berfungsi untuk memperpanjang umur simpan, mengurangi kerusakan makanan dan kehilangan nutrien melalui penghambatan reaksi oksidasi. Akan tetapi, antioksidan tidak dapat memperbaiki umur simpan mutu makanan yang sudah mengalami oksidasi (Raharjo, 2004). F. Penggorengan Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu 22

23 makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan menjadi lebih baik (Ketaren, 1986). Perlakuan penggorengan merupakan proses penting dalam pembuatan french fries. Weiss (1983) melaporkan bahwa sebagian air akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak. Menurut Fellows (1990) penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (a w ). Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan (Suyitno, 1991). Proses penggorengan suatu produk pada umumnya terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Tahap pemanasan awal (initial heating) Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga suhunya sama dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi 23

24 antara minyak dengan bahan selama penggorengan ini merupakan perpindahan panas konveksi dan tidak terjadi penguapan air dalam bahan. 2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling) Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan. Perpindahan panas konveksi alami berubah menjadi konveksi paksa karena adanya turbulensi minyak di sekitar bahan. Selama proses ini mulai terbentuk lapisan crust di permukaan. 3. Tahap laju menurun (falling rate) Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih lanjut dan kenaikan suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak. Pada tahap ini terjadi perubahan fisika kimia seperti gelatinisasi pati dan pemasakan. Lapisan crust yang terbentuk menjadi lebih tebal dan penguapan air permukaan semakin menurun. 4. Titik akhir gelembung (bubble end point) Apabila bahan digoreng dalam waktu yang relatif lama, maka laju pengurangan kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi gelembung udara di permukaan bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas french fries kentang yaitu warna, kenampakan, rasa, tekstur, kandungan minyak, kandungan air dan nilai gizi. Adapun faktor yang mempengaruhi kandungan minyaknya adalah suhu minyak goreng, lama penggorengan, jenis minyak, ketebalan irisan serta sifat fisik permukaan irisan (Matz, 1984). 24

25 Menurut Ketaren (1986), metode penggorengan yang umum digunakan adalah penggorengan gangsa (pan frying) dan penggorengan rendam (deep frying). Metode penggorengan dalam pembuatan french fries adalah deep fat frying. Sistem menggoreng deep fat frying adalah yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep fat frying merupakan metode penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan menghasilkan makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai. Deep fat frying juga hanya memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbah gas yang jumlahnya kecil (Lawson, 1994). Menurut Morreira (1999), metode penggorengan deep fat frying merupakan proses pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyak panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksi langsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan warna dan penampakan produk yang seragam. Menurut Fellows (1990), metode penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi bahan makanan dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam volume besar ketika diangkat dari alat penggoreng. Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifatsifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang 25

26 terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaan bahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin banyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis masih layak adalah antara C (Djatmiko dan Erni, 1985 dalam Tursilawati, 1999). Proses penggorengan dalam pembuatan french fries dilakukan dengan metode penggorengan dua tahap. Pada sistem penggorengan dua tahap ini beban pemanasan yang diterima penggorengan tahap satu lebih berat daripada penggorengan kedua karena terjadi pemanasan pendahuluan dan penguapan air. Oleh karena itu suhu minyak pada penggorengan pertama lebih rendah daripada penggorengan kedua. Proses pematangan bahan diselesaikan pada penggorengan kedua dengan suhu minyak yang lebih tinggi. 1. Penggorengan awal (par frying) Penggorengan awal ini dilakukan pada suhu 175 ºC selama 2 menit. Smith dan Talburt (1987) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk penggorengan ini lebih singkat dan pada suhu yang lebih rendah karena karakteristik produk goreng yang diinginkan hanya setengah matang. Adapun tujuan dari penggorengan awal ini adalah untuk menghilangkan air yang melekat pada potongan kentang sehingga bahan tidak lengket satu sama lain selama pembekuan. Selain itu, penggorengan 26

27 awal juga berfungsi untuk untuk menginaktivasi enzim pada permukaan kentang. 2. Penggorengan akhir (finish frying) Penggorengan akhir ini dilakukan pada suhu 190 ºC selama 3 menit. Penggorengan akhir memerlukan waktu yang lebih lama yaitu berkisar 2,5 sampai 5 menit tergantung dari suhu minyak goreng, ukuran bahan dan tingkat kematangan yang diinginkan. Suhu penggorengan akhir biasanya berkisar antara 177 sampai 190 ºC. Smith dan Talburt (1987) menganjurkan bahwa suhu penggorengan akhir tidak melebihi 190 ºC karena pada suhu yang tinggi kerusakan minyak akan lebih cepat terjadi. Penggorengan akhir ini bertujuan untuk mematangkan produk sehingga akan diperoleh tekstur, warna permukaan dan flavor yang dikehendaki. 27

28 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman pada November 2009 sampai dengan Januari B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kentang varietas Krespo dan Tenggo yang ditanam oleh petani kentang di desa Serang kabupaten Purbalingga, asam askorbat, aquades, minyak goreng, serta bahan kimia untuk analisis. 2. Alat Alat-alat yang digunakan adalah slicer, peeler, baskom, panci, deep frier, peniris minyak, kompor gas, kompor listrik, toples, kertas label, aluminum foil, kertas saring, tissue, timbangan digital, neraca Ohaus, blender, stopwatch, freezer dan peralatan laboratorium untuk analisis kimia berupa oven, desikator, tanur listrik, beaker glass 100 ml, gelas ukur, corong, labu lemak dan alat soxhlet. 28

29 C. Rancangan Percobaan Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka dalam penelitian lanjutan dicoba tiga faktor, yaitu jenis varietas (V) yang terdiri dari dua taraf, metode blanching (B) yang terdiri dari dua taraf dan konsentrasi asam askorbat (A) yang terdiri dari empat taraf, yaitu: 1. Varietas kentang (V) terdiri dari: a. V1 = Varietas Tenggo b. V2 = Varietas Krespo 2. Metode blanching (B) terdiri dari: a. B1 = Steam blanching b. B2 = Hot water blanching 3. Konsentrasi asam askorbat (A) terdiri dari: a. A1 = 0 % b. A2 = 0,1 % c. A3 = 0,2 % d. A4 = 0,3 % Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial. Kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah 16 dengan 2 kali ulangan, sehingga akan diperoleh 32 unit percobaan. Kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: 29

30 V1B1A1 V1B2A1 V2B1A1 V2B2A1 V1B1A2 V1B2A2 V2B1A2 V2B2A2 V1B1A3 V1B2A3 V2B1A3 V2B2A3 V1B1A4 V1B2A4 V2B1A4 V2B2A3 Data variabel parametrik dianalisis dengan uji F, jika terdapat keragaman dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). Data variabel non parametrik dianalisis dengan uji Friedman. jika terdapat keragaman dilanjutkan dengan Uji Banding Ganda. Penentuan perlakuan terbaik menggunakan uji Indeks Efektivitas. D. Variabel dan Pengukuran 1. Variabel yang diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu variabel kimia dan variabel sensorik. Variabel kimia meliputi: kadar air, kadar abu, kadar lemak dan vitamin C. Variabel sensorik yang diamati meliputi: warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan. Variabel yang diamati pada french fries meliputi: 1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar lemak 4. Pengujian sifat sensorik produk yang meliputi warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan. 30

31 2. Metode pengukuran Pengukuran terhadap variabel dilakukan secara langsung terhadap unitunit percobaan meliputi: a. Kadar air (AOAC, 1970) Cawan sebelumnya dioven terlebih dahulu selama 4 jam, kemudian masuk desikator kira-kira setengah jam dan ditimbang. Sampel french fries ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam cawan yang sudah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator hingga mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kemudian dimasukkan kembali dalam oven selama 3 jam, dinginkan kembali dan ditimbang. Perlakuan ini diulang beberapa kali sampai mencapai berat konstan. Kadar air dihitung dengan rumus berikut: B C % Kadar air (bb) = x100% B A Keterangan: A = berat cawan (gram) B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram) b. Kadar Lemak (Metode soxhlet, modifikasi metode Sudarmadji et al., 1997) Sampel french fries dihaluskan dan ditimbang dengan teliti sebanyak 2 gram (A), kemudian dibungkus dengan kertas saring bebas lemak. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 3-5 jam, 31

32 didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C). Setelah itu dilakukan ekstraksi dengan petrolium benzene dalam ekstraksi soklet selama 4 jam. Setelah waktu ekstraksi cukup, kertas saring dan sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 105 C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (B). Kadar lemak dihitung dengan rumus: C B Kadar lemak = x100% A c. Kadar Abu (Metode pemanasan tanur, Sudarmadji et al., 1997) Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 gram dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian diabukan dalam tanur pada temperatur 500 o C selama 4-5 jam. Selanjutnya dibiarkan dingin sampai suhu 100 o C dalam tanur. Kemudian didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar abu = B C x 100% B A Keterangan : A = berat cawan (g) B = berat cawan + sampel sebelum diabukan (g) C = berat cawan + sampel setelah diabukan (g) d. Analisis Vitamin C (Sudarmadji et al., 1997) 200 gram kentang yang telah dikupas diblender sampai diperoleh slurry. 10 ml slurry dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquades sampai tanda. Disentrifuse sehingga diperoleh filtrat. 32

33 Diambil 5 ml filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml dan ditambah 2 ml larutan amilum 1%. Ditambah 20 ml aquades dan titrasi dengan larutan yodium 0,01 N. e. Uji organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan dilakukan dengan uji skoring. Parameter kesukaan dilakukan dengan uji hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih dengan jumlah minimal 15 orang. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sampel yang disajikan berdasarkan skala numerik dengan mengisikan penilaiannya pada tabel kuesioner yang telah disediakan. E. Analisis Data Data variabel kimia yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Sidik Ragam (uji F), apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Duncan s Multiple Range Test (DMRT). Data hasil pengamatan variabel sensorik dianalisis dengan statistik non parametrik yaitu uji Friedman, apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Banding Ganda. Kombinasi perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan uji Indeks Efektivitas. 33

34 F. Pelaksanaan Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perlakuan-perlakuan yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Beberapa hal yang dipelajari pada penelitian pendahuluan meliputi suhu dan lama penggorengan, jenis dan konsentrasi asam yang digunakan, lama perendaman, metode dan waktu blanching serta analisis terhadap kentang segar. Suhu penggorengan yang dicoba adalah 175 C untuk penggorengan awal dan 190 C untuk penggorengan akhir. Penentuan suhu penggorengan tersebut adalah berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Sedangkan lama penggorengan yang dicoba adalah 1, 2, 3, 4 dan 5 menit, dengan hasil terbaik yaitu 2 menit untuk penggorengan awal dan 3 menit untuk penggorengan akhir karena apabila kurang dari waktu yang telah ditentukan maka french fries belum matang merata. Sedangkan apabila melebihi waktu yang telah ditentukan maka french fries menjadi terlalu matang sehingga ada bagian yang gosong. Jenis asam yang digunakan adalah asam askorbat dan asam sitrat. Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, penggunaan asam sitrat menyebabkan french fries menjadi terasa sangat asam sehingga penggunaan yang paling baik yaitu asam askorbat. Konsentrasi asam askorbat yang dicoba adalah 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3 persen; 0,4 persen dan 0,5 persen. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi asam yang semakin tinggi menyebabkan french fries terasa lebih asam dan warnanya cenderung lebih gelap sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh 34

35 konsumen. Oleh karena itu, dalam penelitian lanjutan dilakukan perendaman dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3 persen. Lama perendaman dalam asam askorbat yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Hasil yang terbaik yaitu perendaman selama 6 jam, karena menghasilkan warna french fries yang cerah dan tekstur yang renyah. Sehingga pada penelitian lanjutan dilakukan perendaman dalam asam askorbat selama 6 jam. Metode blanching yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah steam blanching dan hot water blanching dengan lama blanching selama 1, 2, 3 dan 4 menit. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu yang terbaik untuk steam blanching yaitu 2 menit, karena french fries yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih renyah. Sedangkan waktu yang terbaik untuk hot water blanching yaitu 3 menit, karena menghasilkan french fries dengan warna yang paling cerah. Analisis terhadap kentang segar yang dilakukan pada penelitian pendahuluan meliputi kadar air, kadar abu dan kadar vitamin C. Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui komposisi kentang segar dan perubahannya setelah diolah menjadi french fries. 2. Penelitian Lanjutan Penelitian lanjutan ini dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan dengan mengambil beberapa perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan. Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk menentukan metode blanching dan konsentrasi larutan asam askorbat untuk perendaman kentang varietas Krespo dan Tenggo sehingga diharapkan mampu menghasilkan french fries dengan kualitas kimia dan sensorik terbaik. 35

36 Adapun cara pembuatan french fries adalah sebagai berikut: kentang varietas Krespo dan Tenggo, dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel menggunakan air mengalir. Kentang yang telah bersih dikupas dengan menggunakan peeler serta dibuang bagian-bagian yang rusak pada umbi kentang seperti black spot dan kotoran lainnya. Selanjutnya kentang dipotong dengan ukuran rata-rata cm, kemudian direndam dalam larutan asam askorbat dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen dan 0,3 persen selama 6 jam. Setelah direndam kemudian kentang diriskan terlebih dahulu dan diblanching. Blanching dilakukan dengan menggunakan metode steam blanching selama 3 menit dan hot water blanching selama 2 menit kemudian ditiriskan. Tahap selanjutnya yaitu penggorengan dengan menggunakan deep frier. Penggorengan french fries dilakukan melalui dua tahap penggorengan. Penggorengan tahap I dilakukan pada suhu 175 C selama 2 menit kemudian dilakukan penghilangan minyak dengan cara ditiriskan diatas tissue selama kurang lebih 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu pembekuan dalam freezer sehingga akan dihasilkan frozen french fries kemudian dilakukan penggorengan tahap II pada suhu 190 C selama 3 menit sehingga dihasilkan french fries siap saji. Diagram alir proses pembuatan french fries dapat dilihat pada Lampiran 1. French fries yang dihasilkan kemudian dianalisis yang meliputi kadar air, abu dan lemak. Sedangkan analisis sensorik meliputi warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan. 36

37 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Kimia Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat serta interaksinya terhadap variabel kimia yang diamati disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat terhadap variabel kimia yang diamati No Variabel Perlakuan V B A V B V A B A V B A 1 Kadar Air ** * ** tn ** tn * 2 Kadar Abu tn tn * tn tn tn tn 3 Kadar Lemak tn tn * tn tn tn tn Keterangan: V = Varietas kentang; B = Metode blanching; A = Konsentrasi asam askorbat; V B = Interaksi antara varietas kentang dan metode blanching; V A = Interaksi antara varietas kentang dan konsentrasi asam askorbat; B A = Interaksi antara metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; V B A = Interaksi antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; tn = tidak nyata; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%. 1. Kadar air Pengukuran kadar air pada penelitian ini meliputi bahan mentah dan produk yang dihasilkan yaitu french fries. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas kentang (V), konsentrasi asam askorbat (A), dan interaksi keduanya (V A) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air french fries. Sedangkan perlakuan metode blanching (B) dan interaksi antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat (V B A) memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air french fries yang 37

38 dihasilkan. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo Nilai kadar air french fries varietas Tenggo (V1) dan Krespo (V2) adalah 67,08% bk (39,58% bb) dan 55,06% bk (35,33% bb). Berdasarkan hasil uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan perlakuan V2. French fries berbahan dasar kentang varietas Tenggo (V1) memiliki rata-rata kadar air yang lebih tinggi dibandingkan varietas Krespo (V2). Perbedaan ini disebabkan kentang segar varietas Tenggo memiliki kadar air sebesar 79,89% bb yang lebih tinggi dari kentang varietas Krespo yaitu sebesar 76,05% bb (Lampiran 4). Asikin (1996) menyatakan bahwa perbedaan kadar air produk disebabkan oleh bervariasinya kadar air pada masing-masing varietas. Perlakuan terbaik dihasilkan dari kentang varietas Krespo karena memiliki kadar air yang lebih rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode blanching memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air french fries. Nilai rata-rata kadar air pada perlakuan steam blanching (B1) dan hot water blanching (B2) masing- 38

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Berikut ini merupakan alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum mengenai kinetika bahan pangan selama penggorengan. 3.1.1 Alat Alat yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. efisien dalam mengkonversikan sumber daya alam, tenaga kerja dan modal menjadi

I. PENDAHULUAN. efisien dalam mengkonversikan sumber daya alam, tenaga kerja dan modal menjadi I. PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman yang paling efisien dalam mengkonversikan sumber daya alam, tenaga kerja dan modal menjadi bahan pangan berkualitas tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi. Sampel Warna Tekstur Warna Tekstur

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi. Sampel Warna Tekstur Warna Tekstur V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi Pisau stainless steel Pisau berkarat Warna Tekstur Warna Tekstur kean Terong kean kean Salak Coklat Coklat kean kean Tabel 2. Mengurangi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah KAJIAN KONSENTRASI FIRMING AGENT DAN METODE PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FRENCH FRIES TARO (Colocasia esculenta) Wardatun Najifah 123020443 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ir. Hervelly, MP.,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH METODE BLANCHING

SKRIPSI PENGARUH METODE BLANCHING SKRIPSI PENGARUH METODE BLANCHING DAN PERENDAMAN DALAM KALSIUM KLORIDA (CaCl 2 ) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS FRENCH FRIES DARI KENTANG VARIETAS TENGGO DAN CRESPO Oleh: Tika Kartika Sari NIM A1D006050 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan. B. Waktu dan Tempat penelitian Pembuatan keripik pisang raja nangka dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

Varietas Unggul Baru (VUB) Kentang Menjawab Kebutuhan Bahan Baku Olahan

Varietas Unggul Baru (VUB) Kentang Menjawab Kebutuhan Bahan Baku Olahan Varietas Unggul Baru (VUB) Kentang Menjawab Kebutuhan Bahan Baku Olahan Bahan baku untuk industri terutama keripik kentang adalah varietas Atlantik, karena memiliki mutu olah yang baik. Sebagian besar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90

Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Firman Jaya Bakteri memerlukan Aw relatif tinggi untuk pertumbuhan > 0,90 Khamir memerlukan Aw minimal lebih rendah daripada bakteri ±0,88 KECUALI yang bersifat osmofilik Kapang memerlukan Aw minimal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Waktu penelitian yakni pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat pembuatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011-Februari 2012. Proses penggorengan hampa keripik ikan tongkol dilakukan di UKM Mekar Sari,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia

BABI PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia BAB PENDAHULUAN! I ' BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia karena potensi produksinya yang cukup besar. Pisang sejak lama dikenal sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.)

KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.) KAJIAN LAMA BLANCHING DAN KONSENTRASI CaCl 2 TERHADAP SIFAT FISIK PEMBUATAN FRENCH FRIES UBI JALAR (IPOMOEA BATATAS L.) Lailatul Isnaini dan Aniswatul Khamidah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada: Baking and roasting Pembakaran dan memanggang pada dasarnya operasi dua unit yang sama: keduanya menggunakan udara yang dipanaskan untuk mengubah kualitas makanan. pembakaran biasanya diaplikasikan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

REAKSI PENCOKLATAN PANGAN

REAKSI PENCOKLATAN PANGAN REAKSI PENCOKLATAN PANGAN Reaksi pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap. Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 PENGOLAHAN TALAS Ir. Sutrisno Koswara, MSi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013 DISCLAIMER This presentation is made possible by the generous support of the American people

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (3.1) Bahan dan Alat, (3.2) Metode Penelitian, dan (3.3) Prosedur Penelitian. 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang Digunakan Bahan-bahan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah penelitan eksperimental. Tempat penelitian adalah Laboratorium Kimia Universitas Katolik Soegijapranoto Semarang dan Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen di bidang llmu teknologi pangan yang ditunjang dengan studi literatur. B. Waktu dan tempat penelitian Pembuatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN

PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN PENGERINGAN SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN Souvia Rahimah Jatinangor, 5 November 2009 Pengertian PENGERTIAN UMUM : PROSES PENGURANGAN AIR DARI SUATU BAHAN SAMPAI TINGKAT KEKERINGAN TERTENTU. Penerapan panas dalam

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci