ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS X PADA MATA PELAJARAN FISIKA MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) TERMODIFIKASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS X PADA MATA PELAJARAN FISIKA MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) TERMODIFIKASI"

Transkripsi

1 ANALISIS MISKONSEPSI SISWA SMA KELAS X PADA MATA PELAJARAN FISIKA MELALUI CRI (CERTAINTY OF RESPONSE INDEX) TERMODIFIKASI Iwan Permana Suwarna Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta iwan.permana.suwarna@uinjkt.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada konsep optik, listrik dinamis, suhu dan kalor, siswa SMA kelas X. Metode penelitian yang digunakan deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui tes pilihan ganda dengan lembar jawaban certainty of response index (CRI). Sampel berjumlah 204 siswa dari beberapa sekolah. Temuan dari penelitian ini: 1). Miskonsepsi telah terjadi pada siswa SMA kelas X di semua konsep yang diteliti; 2). Miskonsepsi terjadi ada pada kategori rendah, kecuali pada konsep optik (kategori sedang); 3). Miskonsepsi, tidak bergantung pada tingkat kesukaran soal (miskonsepsi bisa terjadi tingkat kesukaran apa saja); 4). Jenis konsep yang banyak menimbulkan miskonsepsi adalah jenis konsep abstrak dengan contoh konkret, kecuali pada konsep suhu dan kalor (konsep yang menyatakan nama proses); 5). Jenjang kognitif yang banyak menimbulkan miskonsepsi adalah C 2 (pemahaman), kecuali untuk konsep optik jenjang C 1 (pengetahuan); 6). Siswa dengan kemampuan kategori rendah paling banyak mengalami miskonsepsi. Beberapa saran dari peneliti, diantaranya : Guru atau dosen diharapkan dapat merubah pola dan gaya mengajar berkulitas rendah ke pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) melalui proses-proses yang konstruktif melalui bingkai pembelajaran aktif yang dibantu penggunaan media yang baik. Kata kunci : Miskonsepsi, Certainty of response index (CRI), Suhu dan Kalor, listrik dinamis, optik. A. Pendahuluan 1.Latar Belakang Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) merupakan lembaga formal yang berfungsi menghasilkan calon calon tenaga pengajar dan tenaga kependidikan. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah salah satu LPTK yang memiliki 7 program studi, salah satunya program studi pendidikan fisika. Program Studi Pendidikan Fisika merupakan salah satu lembaga formal penghasil calon calon tenaga pengajar pada bidang studi fisika untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/MA. Seorang calon guru fisika berdasarkan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 dituntut memiliki empat kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi, soisal, dan kompetensi profesional. Salah satu dari kompetensi tersebut yaitu kompetensi profesional, menuntut seorang guru memiliki penguasaan dalam hal materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Penguasaan akan kompetensi ini mutlak di miliki oleh para calon guru fisika. Termasuk para calon tenga pengajar yang dihasilkan program studi pendidikan fisika. Penguasaan kompetensi profesional yang baik diharapkan dapat menyampaikan informasi mengenai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan fisika dengan baik dan utuh. Bagaimana jika seorang calon guru tidak memiliki kompetensi ini, apa yang akan terjadi? Materi atau konsep Fisika di tingkat sekolah menengah atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) memiliki tingkat kesukaran yang beragam, terdiri dari : yang mudah, sedang, dan sukar. Keberagaman tingkat kesukaran tersebut tentunya akan memberikan respon yang berbeda dari para siswa, diantarnaya akan muncul keberagaman tingkat pemahaman siswa. Contohnya materi yang dianggap sedang akan mendapatkan respon yang beragam seperti mudah, sedang, dan sukar oleh beberapa orang siswa. Keberagaman tingkat kesukaran terhadap materi seperti ini memungkinkan terjadinya kesalahan penafsiran terhadap materi/konsep. Kesalahan dalam menafsirkan konsep inilah yang akan menimbulkan miskonsepsi. Sumber kesalahan dalam memahami sebuah konsep, bisa bersumber dari: penafsiran awal yang salah pada diri siswa, atau kesalahan sudah terjadi pada diri guru yang ditularkan kepada siswa. Penyampaian informasi dan pemahaman konsep yang benar dari akan menghasilkan informasi yang benar juga kepada para siswa. Jika pada awalnya informasi yang diterima guru sudah salah, maka informasi yang diterima oleh siswa juga akan salah. Siswa akan selamanya memahami hal yang salah dan terbawa-bawa selama lamnya. Proses pendidikan formal merupakan proses yang panjang dan berkelanjutan. Miskonsepsi yang bermula dari siswa (prakonsepsi) yang sudah salah akan berkelanjutan dan terus menerus. Keberhasilan setiap jenjang pendidikan

2 dipengaruhi keberhasilan siswa menguasai kompetensi pada jenjang sebelumnya. Pemahaman yang baik akan di jadikan sebagai dasar/fondasi yang baik bagi jenjang berikutnya. Penelitian yang sudah dilakukan terhadap para calon guru fisika (mahasiswa tingkat akhir program studi pendidikan fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) menunjukkan telah terjadi miskonsepsi terhadap sejumlah materi fisika seperti listrik, fluida, gelombang, dan mekanika. Hal ini teridentifikasi pada jawaban mahasiswa pada saat ujian komprehensif di akhir semester 7. Jika miskonsepsi ini terjadi pada diri siswa, maka usaha ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan informasi bagi para dosen di lingkungan program studi pendidikan fisika khususnya untuk memperhatikan konsep konsep esensial yang sering menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Sehingga dalam menyampaikan konsep konsep tersebut akan lebih hati hati dan diperhatikan benar pertimbangan metode perkuliahan yang lebih efektif. Beberapa informasi menyatakan bahwa penguasaan konsep yang rendah dan miskonsepsi pada diri siswa mempengaruhi rendahnya nilai KKM pada konsep dan bidang studi tersebut. Dengan demikian penting untuk mengetahui ada tidaknya miskonsepsi pada diri siswa, terjadi pada konsep fisika apa saja, jenis konsep yang bagaimana, siswa yang bagaimana yang sering mengalami miskonsepsi? terutama pada sekolah-sekolah dimana para calon guru yang akan dihasilkan program studi melaksanakan praktek mengajar. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Analisis miskonsepsi siswa SMA kelas X pada mata pelajaran fisika melalui CRI (certainty of response index) termodifikasi. 2.Perumusan Masalah Dari latar belakang penelitian yang telah dikemukakan maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah miskonsepsi telah terjadi siswa SMA kelas X pada mata pelajaran fisika? Untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam mengenai miskonsepsi, maka dibuatkan beberapa pertanyaan analisis sebagai berikut: a. Konsep fisika manakah yang banyak menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X? b. Bagaimanakah gambaran materi fisika yang menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X? c. Jenis konsep yang bagaimanakah yang banyak terjadi miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X? d. Jenjang kognitif manakah yang banyak menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X? e. Siswa yang memiliki kemampuan seperti apa yang banyak mengalami miskonsepsi di SMA kelas X? 3.Tujuan Penelitian. Dari pertanyaan penelitian yang sudah dikemukakan, penelitian ini bertujuan antara lain : a. Mendapatkan informasi mengenai terjadi atau tidaknya miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. b. Mendapatkan informasi mengenai konsep konsep fisika yang banyak menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. Sebagai bahan masukan, pertimbangan riview terhadap konten yang tersedia. Informasi ini dapat bermanfaat bagi dosen di LPTK, para guru, dan calon guru untuk berhati hati dalam menyampaikan informasi kepada siswa pada konsep tertentu yang diteliti. c. Mendapatkan informasi mengenai gambaran materi fisika (tingkat kesukaran) yang dapat menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. Sebagai bahan pertimbangan bagi dosen dan para pengajar dalam memberikan latihan soal untuk tingkat kesukaran tertentu yang sering menimbulkan miskonsepsi. d. Mendapatkan informasi mengenai jenis konsep fisika yang dianggap sulit oleh para siswa SMA kelas X. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengajar untuk menentukan jenis media pembelajaran yang sesuai dengan jenis konsepnya. e. Mendapatkan informasi mengenai jenjang kemampuan kognitif mana (C1 C4) yang banyak menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada siswa SMA kelas X untuk menentukan jenis metode atau pendekatan pembelajaran yang harus digunakan. f. Mendapatkan informasi mengenai gambaran kemampuan Siswa SMA di kelas X yang banyak mengalami miskonsepsi. Sebagai bahan pertimbangan dosen/guru dalam memberikan informasi atau memberikan pendekatan khusus kepada siswa yang memiliki kemampuan tertentu yang mengalami banyak miskonsepsi.

3 B. Metode dan Desain Penelitian 1.Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di 4 sekolah : SMA Negeri 87 Jakarta Selatan, SMA Triguna Tangsel, SMA Dua Mei Tangsel, dan SMA Negeri 4 Tangsel. Penelitian berlangsung pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di kelas X. Proses pengambilan data dilakukan mulai bulan Maret bulan Mei Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan ketika proses pelaksanaan Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) mahasiswa program studi pendidikan fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gejala yang terjadi pada data yang dikumpulkan merupakan akibat proses pembelajaran yang dilakukan oleh para calon guru/mahasiswa PPKT. Fakta-fakta yang ditemukan akan dideskripsikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan dalam rumusan masalah. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini: analisis materi fisika pada silabus KTSP; penyusunan instrumen penelitian; uji coba instrumen; validitas dan reliabilitas instrumen; revisi instrumen; instrumen penelitian; tes diagnostik dengan metode CRI; pengolahan data; analisis data dan pembahasan; penarikan kesimpulan. 2.Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA Negeri 87 Jakarta, SMA Triguna, SMA Dua Mei, dan SMA Negeri 4 Tangerang Selatan. Populasi targetnya adalah siswa kelas X di SMA tersebut. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive pada cluster dimana mahasiswa PPKT melakukan proses pembelajaran. Dengan demikian sampel penelitian akan sesuai dengan kriteria yang diharapkan dalam penelitian. Jumlah siswa yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 204 orang siswa. 3.Teknik Pengumpulan Data Data utama dalam penelitian ini adalah data hasil miskonsepsi. Data miskonsepsi diperoleh dari hasil pemberian tes berupa pilihan ganda dengan menggunakan lembar jawaban model Certainty of Response Index (CRI) kepada sampel. Instrumen yang digunakan terlebih dahulu di validasi melalui software anates. Pada instrumen CRI ini siswa di berikan gambaran mengenai tingkat keyakinan responden terhadap jawaban yang di pilihnya. Pilihan tingkat keyakinan lebih dimodifikasi menjadi lebih sederhana dari skala 6 menjadi skala 3, yaitu :yakin, ragu ragu, tidak tahu. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan berbentuk tes pilihan ganda dengan lima pilihan (option). Tes diberikan setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Kisi-kisi soal tes disajikan pada Tabel berikut. Tabel 1 Kisi-Kisi Soal Tes Suhu dan Kalor Indikator Ranah Penilaian C1 C2 C3 C4 Jml 1. Menganalisis pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda Menganalisis pengaruh perubahan suhu terhadap ukuran benda (pemuaian) 3 4, Mendeskripsikan perbedaan kalor yang diserap dan kalor yang dilepas Menerapkan asas Black dalam peristiwa pertukaran kalor. 12, Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konduksi Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konveksi Menganalisis perpindahan kalor dengan cara radiasi 1, 14 2 Jumlah 15 Tabel 3 Kisi-Kisi Soal pada Konsep Optik Geometri Indikator Ranah Penilaian C1 C2 C3 C4 Jml Menentukan jumlah bayangan pada dua cermin datar yang saling membentuk sudut Menghitung tinggi bayangan pada cermin datar 2 1 Tabel 2 Kisi-Kisi Soal Tes Listrik Dinamis Indikator 1. Memformulasikan besaran kuat arus dalam rangkaian tertutup sesderhana 2. Memformulasikan besaran hambatan dalam rangkaian seri 3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kuat arus dalam suatu rangkaian 4. Memformulasikan salah satu besaran dalam rangkaian campuran 5. Memformulasikan besaran tegangan dalam rangkaian tertutup sederhana dengan menggunakan Hukum Kirchoff I dan II 6. Mengidentifikasi karakteristik arus listrik searah dalam kehidupan sehari-hari 7. Mengidentifikasi penggunaan arus listrik bolak-balik dalam kehidupan 8. Mengidentifikasi karakteristik arus listrik searah dalam Ranah Penilaian C1 C2 C3 C4 Jml ,7 2 8,

4 3. Mendeskripsikan sifat bayangan pada cermin datar Mengidentifikasikan sifat pemantulan cahaya pada cermin Menghitung titik pusat kelengkungan pada cermin cekung Menghitung jarak bayangan pada cermin cekung 1 7. Menghitung selisih jarak benda pada 7 cermin cekung Menyebutkan sifat pada cermin cembung Mengidentifikasi sifat pembiasan pada lensa Menyebutkan sinar-sinar istimewa pada lensa cembung Menentukan letak ruangan bayangan pada lensa cembung Menghitung jarak bayangan pada lensa cembung Menyebatkan fungsi lensa pada mata Menyebutkan fungsi alat optik Menyebtukan sifat bayangan pada lup Menghitung letak benda pada lup Menentukan perbesaran angular pada lup Menentukan titik dekat mata pada penderita hipermetropi Menentukan titik jauh pada penderita miopi 20 1 Jumlah 20 kehidupan sehari-hari 9. Menghitung daya listrik yang digunakan pada alat elektronik 13 1 di rumah 10. Menggunakan amperemeter dalam rangkaian Menggunakan amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian 15 1 Jumlah Kalibrasi Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria baik dari empat kriteria berikut: valid, reliabel, memiliki taraf kesukaran yang baik (tidak sangat sukar dan tidak terlalu mudah), dan daya pembeda yang baik. Untuk mengetahui hasil dari keempat kriteria tersebut, maka instrumen yang akan digunakan diujicobakan dan hasilnya dianalisis/ dihitung dengan menggunakan analisis butir soal. Kalibrasi instrumen menggunakan software anates. 7. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil tes diagnostik CRI. Jawaban siswa di nilai dengan kriteria penilaian yang berikut: Tabel 4 Kriteria Penilaian Soal Bentuk Soal Nilai Keterangan 1 Jika jawaban benar Pilihan Ganda 0 Jika jawaban salah Jawaban siswa dianalisis dengan menggunakan model CRI. Merujuk pada jawaban benar dan yang salah dari siswa dan merujuk pada klasifikasi CRI. Bentuk matriks jawaban siswa dan pengkategoriannya disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 5 Ketentuan Untuk Setiap Pertanyaan yang Diberikan Berdasarkan pada Kombinasi Dari Jawaban Benar Atau Salah dan Kriteria CRI Kriteria Jawaban Jawaban Benar Jawaban Salah Kriteria CRI Yakin Ragu-Ragu Tidak Yakin Paham Tidak Paham Tidak Paham/ menebak Miskons Tidak Paham/ Tidak Paham epsi menebak Jawaban siswa berdasarkan kategori kriteria CRI dipersentasekan berdasarkan kelompok kategori paham, miskonsepsi, dan tidak paham, dihitung dengan menggunakan rumus : 1 Keterangan: P= angka persentase (% Kelompok); f =jumlah siswa pada setiap kelompok; N =jumlah individu (jumlah seluruh siswa yang dijadikan subjek penelitian) Tabel 6 Persentase Tingkat Miskonsepsi Sedangkan persentase tingkat miskonsepsinya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti yang terlihat pada tabel di samping. Persentase Kategori 0 30% Rendah 31% - 60% Sedang 61% - 100% Tinggi 1 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 43

5 C. Hasil dan pembahasan 1. Hasil. a.data Miskonsepsi siswa SMA pada materi fisika. Hasil tes diagnostik dengan menggunakan CRI menunjukkan bahwa siswa SMA mengalami miskonsepsi 22,9% (kategori rendah). Persentase miskonsepsi siswa pada tiap konsep disajikan secara visual pada grafik berikut: Tabel 1 Persentase Miskonsepsi siswa pada Materi Fisika SMA di Kelas X 20,8% No. Konsep Fisika Kategori miskonsepsi 1. Suhu dan kalor Rendah 2. Listrik Dinamis Rendah 3. Optik Sedang Materi yang paling banyak mengalami miskonsepsi adalah optik (31,7% ) kategori sedang, dan terendah listrik dinamis 16,2%. Pada konsep suhu dan kalor siswa mengalami miskonsepsi 18,37% atau kategori rendah. Persentase miskonsepsi pada masing-masing sub konsep disajikan pada tabel berikut: Tabel 2 Persentase Miskonsepsi pada Sub Konsep Suhu dan Kalor No Sub Konsep % Kategori 1. Suhu, Kalor, dan Perubahan 16,7 Rendah Wujud 2. Asas Black 24,7 Rendah 3. Perpindahan Kalor 13,7 Rendah Rerata 18,4 Rendah 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% 25,2% 0,0% 0,8% 49,6% 26,9% 5,9% 1,7% 17,6% 0,0% 19,3% 3,4% 59,7% 55,5% 40,3% 3,4% Nomor soal Gambar 1 Persentase Miskonsepsi pada materi fisika SMA kelas X Sub konsep yang memiliki persentase miskonsepsi tertinggi adalah Asas Black, dan yang terendah adalah perpindahan kalor. Ketiga sub konsep tersebut menyebabkan miskonsepsi pada kategori rendah. Dari tiga sub konsep tersebut dikembangkan tujuh indikator yang dikembangkan dalam instrumen CRI. Presentase miskonsepsi pada tiap indikator disajikan pada di samping. Para siswa SMA banyak mengalami miskonsepsi pada indikator menerapkan asas black dalam peristiwa pertukaran kalor (38,9%) dan yang terendah pada indikator Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konduksi (0%) atau tidak terjadi miskonsepsi. Persentase miskonsepsi siswa pada tiap butir soal secara visual disajikan pada grafik berikut: Gambar 2 Persentase Miskonsepsi Siswa Tiap Butir Soal Pada Konsep Suhu dan Kalor Miskonsepsi siswa pada tiap butir soal suhu dan kalor ada pada kategori rendah (20,6%). Miskonsepsi kategori sedang terjadi pada butir soal : 14, 4, 12, 13. Soal nomor 2 adalah satu-satunya soal yang tidak menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Soal Nomor 2 memiliki karakteristik soal hitungan/aplikasi menggunakan rumus populer yang tidak dimodifikasi. Miskonsepsi pada konsep listrik dinamis sebesar 13,5% dengan kategori rendah. Pada umumnya sub konsep listrik dinamis berkategori rendah. Sub konsep listrik dinamis yang memiliki persentase miskonsepsi paling tinggi pada kategori yang sama adalah listrik AC dan DC, dan yang terendah adalah arus listrik. Dari delapan sub konsep listrik dinamis dikembangkan sembilan indikator yang dalam instrumen CRI. Rerata miskonsepsi pada tiap indikator listrik dinamis adalah 14,6% atau kategori rendah. Siswa SMA mengalami miskonsepsi kategori sedang pada indikator mengidentifikasi karakteristik arus searah dalam kehidupan seharihari (36,3%) dan yang terendah pada indikator memformulasikan besaran kuat arus dalam rangkaian tertutup sederhana (2,5%). Secara umum miskonsepsi pada butir soal listrik dinamis berkategori rendah. Miskonsepsi pada kategori sedang terjadi pada butir soal nomor 15, 4, 9, dan 12 Tabel 3 Persentase Miskonsepsi pada Sub Konsep Listrik Dinamis. 31,7% 16,2% Suhu dan kalor

6 No. Sub Konsep % Kategori 1. Arus Listrik 2,5% Rendah 2. Hambatan Kawat 15,0% Rendah Penghantar 3. Rangkaian Seri Paralel 3,8% Rendah 4. Hukum Ohm 18,8% Rendah 5. Hukum Kirchoff 21,3% Rendah 6. Listrik AC dan DC 23,1% Rendah 7. Energi dan Daya Listrik 7,5% Rendah 8. Alat Ukur Listrik 16,3% Rendah Rerata 13,5% Rendah Gambar 3 Persentase Miskonsepsi Siswa Tiap Butir Soal Pada Konsep Listrik Dinamis Miskonsepsi pada kategori terrendah terjadi pada butir soal lainnya. Persentase miskonsepsi siswa pada tiap butir soal secara visual disajikan pada grafik di atas. Persentase miskonsepsi siswa pada masing-masing sub konsep pada konsep listrik dinamis disajikan pada tabel di bawah. Dari tiga sub konsep di atas dikembangkan 19 indikator yang digunakan dalam instrumen CRI pada konsep ini. Secara umum siswa mengalami miskonsepsi kategori sedang pada indikator konsep suhu dan kalor ini. Para siswa SMA banyak mengalami miskonsepsi pada indikator mendeskripsikan sifat bayangan pada cermin datar (71,1%) dan yang terendah pada indikator Menghitung jarak bayangan pada lensa cembung (2,2%). Persentase miskonsepsi siswa pada tiap butir soal secara visual disajikan pada grafik dibawah: Tabel 4 Persentase Miskonsepsi pada Sub Konsep Optik No SUB KONSEP % Kategori 1. Pemantulan 41,1 Sedang 2. Pembiasan 26,1 Rendah 3. Alat-alat Optik 19,7 Rendah Rerata 28,9 Rendah Miskonsepsi pada tiap butir soal optik 20 15,6 berkategori sedang (7%). Miskonsepsi pada kategori 10 2,2 rendah terjadi pada soal nomor : 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11, 12, 0 17, 18, 19, dan 20, pada kategori sedang terjadi pada butir soal nomor : 1, 7, 9, 13, dan 14. Miskonsepsi pada kategori tinggi terjadi pada butir soal nomor : 10, 15, dan 16. Gambar 4 Persentase Miskonsepsi Siswa Tiap Butir Soal Pada Konsep optik b.persentase Miskonsepsi siswa SMA pada materi fisika di kelas X. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa SMA kelas X pada materi suhu dan kalor, listrik dinamis, dan optik. Disajikan secara visual pada grafik berikut: % 80% 60% 40% 20% 0% 73% 27% 0% Rendah Sedang Tinggi Gambar 5 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Suhu dan Kalor Berdasarkan Kategori Miskonsepsinya 60,0% 50,0% 40,0% 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% 2,5% 5,0% ,2 % 100% 80% 60% 25,0% 90 28,9 32,5% 22,2 10,0% 5,0% 5,0% 2,5% 80% 17,8 44,4 15,6 51,1 32,5% 75,6 22,5% 10,0% 20 13,3 50,0% 33, 33,3 7,5% 2,5% 77,8 64,4 30,0% Nomor soal 26,7 15,6 15,617, Nomor soal 40% 20% 20% 0% 0% Rendah Sedang Tinggi Gambar 6 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Listik Dinamis Berdasarkan Kategori Miskonsepsinya

7 70% % 60% 60% 50% 40% 30% 25% 20% 15% 10% 0% Rendah Sedang Tinggi Gambar 7 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Optik Berdasarkan Kategori Miskonsepsinya Berdasarkan rerata persentase miskonsepsi siswa pada tiap butir soal, siswa SMA kelas X yang mengalami miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor rerata sebanyak 20,8% dengan kategori rendah. Tingkat miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa pada konsep ini berada pada kategori rendah dan sedang. Siswa banyak mengalami miskonsepsi kategori rendah. Kategori miskonsepsi tinggi tidak muncul pada konsep ini. Pada konsep listrik dinamis tingkat miskonsepsi yang terjadi pada siswa ada pada kategori rendah dan sedang. Sedangkan pada konsep optik miskonsepsi terjadi pada semua kategori: rendah, sedang, dan tinggi. Miskonsepsi yang banyak terjadi adalah pada kategori rendah. c.tingkat kesukaran materi yang menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X Data persentase miskonsepsi berdasarkan tingkat kesukaran materi disajikan pada uraian dan grafikgrafik berikut ini: 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 23,4 18,5 21,8 Gambar 8 Grafik Persentase Miskonsepsi siswa pada tiap Tingkat Kesukaran Materi pada konsep Suhu dan Kalor % 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 % Sangat Mudah Sedang Sukar 2,5 14,2 22,8 46,7 52,5 Sangat Mudah Sedang Sukar Sangat Mudah Sukar 0,00 Sangat Mudah Mudah Sedang Gambar 9 Grafik Persentase Miskonsepsi siswa pada tiap Tingkat Kesukaran Materi pada konsep Listrik Dinamis Pada konsep suhu dan kalor ada tiga kategori tingkat kesukaran yang menimbulkan miskonsepsi. Materi dengan kategori sangat mudah paling banyak menimbulkan miskonsepsi 23,4%. Tingkat kesukaran materi sukar menimbulkan miskonespsi yang tergolong rendah. Gambar 10 Grafik Persentase Miskonsepsi siswa pada tiap Tingkat Kesukaran Materi pada konsep Optik Pada konsep listrik dinamis, tingkat kesukaran yang menimbulkan miskonsepsi ada tiga kategori yaitu : sangat mudah, mudah, dan sedang. Soal yang sukar tidak menimbulkan miskonsepsi pada konsep ini. Materi dengan kategori tingkat kesukaran sedang yang paling banyak menimbulkan miskonsepsi 25,9%. Persentase miskonsepsi rendah pada tingkat kesukaran materi yang mudah (4,17%). Pada konsep optik, tingkat kesukaran materi yang menimbulkan miskonsepsi ada lima kategori yaitu : sangat mudah, mudah, sedang, sukar dan sangat sukar. Tingkat kesukaran sangat sukar paling banyak menimbulkan miskonsepsi pada siswa 52,5%. Tingkat kesukaran materi yang terendah yang dapat menimbulkan miskonespsi pada materi ini adalah materi yang tergolong sangat mudah 4,17%. d.jenis konsep fisika yang menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. Ada beberapa jenis konsep yang dapat menimbulkan terjadinya miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor, listrik dinamis, dan optik. Jenis konsep yang banyak mempengaruhi terjadinya miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor adalah konsep abstrak dengan contoh konkrit (20,8%) dan yang terendah adalah konsep yang menyatakan simbol (10,6%). Ada empat jenis konsep yang mempengaruhi miskonsepsi pada konsep optik. Jenis 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 % 5,63 4,17 25,94

8 konsep yang banyak mempengaruhi adalah konsep abstrak dengan contoh konkrit (46,7%) dan yang terendah adalah konsep konkrit (6,7%).Persentase miskonsepsi pada tiap jenis konsep berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya disajikan pada grafik-grafik di bawah ini. 45,0% 40,0% 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% 0,8% Konsep abstrak 15,4% Konsep abstrak dengan contoh konkrit 39,7% Konsep yang menyatakan nama proses 25,0% 20,8% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0% Konsep abstrak dengan contoh konkrit 13,1% Konsep konkrit 10,6% Konsep yang menyatakan simbol Gambar 11 Grafik Persentase Miskonsepsi pada Tiap Jenis Konsep Yang Ada Pada Konsep Suhu dan Kalor Gambar 12 Grafik Persentase Miskonsepsi pada Tiap Jenis Konsep Yang Ada Pada Konsep listrik dinamis 50,0 % 40,0 30,0 20,0 10,0-37,8 Konsep abstrak 46,7 Konsep abstrak dengan contoh konkrit 6,7 Konsep konkrit 27,4 Konsep yang menyatakan simbol Gambar 13 Grafik Persentase Miskonsepsi pada Tiap Jenis Konsep Yang Ada Pada Konsep optik. e.jenjang kognitif yang menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. Deskripsi jenjang kognitif pada konsep suhu dan kalor yang mempengaruhi miskonsepsi siswa disajikan pada grafik berikut ini : ,2 39,5 0 C1 C2 C3 Gambar 14 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa pada Tiap Jenjang Kognitif Bloom pada konsep suhu dan kalor 8,3 0,0% C1 C2 C3 C4 Gambar 15 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa pada Tiap Jenjang Kognitif Bloom pada konsep Listrik Dinamis Jenjang kognitif yang banyak mempengaruhi timbulnya miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor adalah jenjang kognitif C 2 (pemahaman) yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi sebanyak 39,5%. Sedangkan yang terendah adalah jenjang C 3 (aplikasi) sebanyak 8,3%. Jenjang kognitif yang banyak mempengaruhi timbulnya miskonsepsi pada konsep listrik dinamis ada empat yaitu jenjang C 1 -C 4. Jenjang kognitif yang paling banyak berpengaruh adalah jenjang kognitif C 2 (pemahaman) yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi sebanyak 31,3%. Sedangkan yang terendah adalah jenjang C 3 (ingatan/ pengetahuan) sebanyak 4,3%. Jenjang kognitif yang banyak mempengaruhi timbulnya miskonsepsi pada konsep optik ada tiga yaitu jenjang C 1 -C 3. 35,0% 30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 27,5% 31,3% 4,3% 22,5%

9 Gambar 16 Grafik Persentase Miskonsepsi Siswa pada Tiap Jenjang Kognitif Bloom pada konsep optik Jenjang kognitif yang paling banyak berpengaruh adalah jenjang kognitif C 1 (ingatan/pengetahuan) yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi sebanyak 43,6%. Sedangkan yang terendah adalah jenjang C 2 (pemahaman) sebanyak 20,6%. f.kemampuan Siswa SMA di kelas X yang mengalami miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor, listrik dinamis, dan optik. Kemampuan siswa yang banyak mengalami miskonsepsi pada tiap konsep yang di teliti disajikan pada grafik di bawah ini: 30,0 26,1 25,0 21,5 20,0 15,0 8,6 10,0 5,0 0,0 K.Rendah K.Sedang K.Tinggi Gambar 17 Grafik Persentase Miskonsepsi pada tiap kategori Kemampuan Siswa SMA pada konsep suhu dan kalor 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 44,0 0,0 K.Rendah K.Sedang K.Tinggi Gambar 19 Grafik Persentase Miskonsepsi pada tiap kategori Kemampuan Siswa SMA pada konsep optik Gambar 18 Grafik Persentase Miskonsepsi pada tiap kategori Kemampuan Siswa SMA pada konsep listrik dinamis Pada konsep suhu dan kalor miskonsepsi terjadi pada tiga kategori kemampuan siswa, yaitu : rendah, sedang, dan tinggi. Persentase miskonsepsi pada tiga kemampuan tersebut berbeda-beda. Persentase siswa dengan kategori kemampuan rendah paling banyak mengalami miskonsepsi (26,1%) diantara kelompok lainnya, dan persentase yang paling kecil adalah siswa dengan kategori kemampuan tinggi. Pada konsep listrik dinamis, miskonsepsi terjadi pada dua kategori kemampuan siswa saja, yaitu : siswa dengan kategori kemampuan rendah, dan sedang. Persentase miskonsepsi pada kedua kemampuan tersebut berbeda-beda. Siswa dengan kategori kemampuan rendah banyak mengalami miskonsepsi (25%) dan 15% pada kategori sedang, sedangkan kategori kemampuan tinggi tidak ada yang miskonsepsi (0%). Pada konsep optik, miskonsepsi terjadi pada tiga kategori kemampuan siswa, yaitu : kategori siswa berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Persentase miskonsepsi pada tiga kemampuan tersebut berbeda-beda. Siswa dengan kategori kemampuan rendah banyak mengalami miskonsepsi (44%) dan yang paling kecil adalah siswa dengan kemampuan tinggi (26%). D. Pembahasan 30,7 26,0 30,0 25,0 25,0 Siswa SMA kelas X mengalami miskonsepsi pada semua konsep yang diteliti, yaitu suhu dan kalor, listrik dinamis, dan optik. Berdasarkan rerata persentase miskonsepsi yang terjadi pada siswa ada dua kategori, yaitu : rendah dan sedang. Konsep fisika yang banyak menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA adalah konsep optik, memiliki tingkat miskonsepsi lebih tinggi dari dua konsep yang lainnya. Pada konsep suhu dan kalor siswa mengalami miskonsepsi pada sub konsep perpindahan kalor. Pada indikator Menganalisis perpindahan kalor dengan cara konduksi. indikator menerapkan asas Black dalam peristiwa pertukaran kalor. Siswa mengalami miskonsepsi pada nomor soal 14, 4, 12 dan ,0 15,0 10,0 5,0 0,0 50,0 43,6 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 15,4 20,6 0,0 24,1 C1 C2 C3 K.Rendah K.Sedang K.Tinggi

10 Soal nomor 14. Botol termos dibuat dengan dinding rangkap dua dan diantaranya terdapat ruang hampa serta dinding-dindingnya dilapisi dengan perak, maksudnya adalah A. Ruang hampa dimaksudkan agar pemindahan panas secara radiasi tidak terjadi. B. Ruang hampa dimaksudkan agar pemindahan panas secara konduksi tidak terjadi. C. Lapisan mengkilap dari perak dimaksudkan untuk memperkecil terjadinya pemindahan panas secara radiasi. D. Lapisan mengkilap dari perak dimaksudkan untuk memperbesar terjadinya pemindahan panas secara radiasi. E. Lapisan mengkilap dari perak dimaksudkan untuk memperkecil terjadinya pemindahan panas secara konduksi dan konveksi. 42% siswa menjawab dengan jawaban E. Siswa tidak bisa membayangkan konsep yang sifatnya abstrak dengan contoh konkret seperti ini. Siswa tidak bisa membedakan fungsi bahan berdasarkan proses yang akan terjadi pada bahan tersebut. Sekaligus kesulitan pada konsep yang menyatakan nama proses, seperti konduksi, konveksi, dan radiasi. Siswa belum bisa membedakan fungsi bahan pada termos terhadap proses perpindahan kalor yang terjadi. Termos berfungsi untuk menyimpan zat cair agar tetap terjaga suhunya dalam jangka waktu tertentu. Termos dibuat dengan prinsip mencegah proses perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, maupun radiasi. Maka bahanbahan, dan desainya harus yang berlawanan dengan prosesproses perpindahan kalor tersebut. Dengan kata lain dibuat desain, atau dicari bahan untuk menghambat perpindahan kalor pada termos tersebut. Salah satu caranya adalah: dengan membuat permukaan tabung kaca bagian dalam dibuat mengkilap seperti cermin. Untuk menghasilkan permukaan mengkilat salah satu caranya adalah dengan melapisi kaca dengan lapisan perak yang berfungsi mencegah perpindahan kalor secara radiasi dan memantulkan radiasi kembali ke dalam termos. Pemilihan dinding kaca dikarenakan kaca berfungsi sebagai konduktor yang jelek, sehingga tidak dapat memindahkan kalor secara konduksi. Pembuatan ruang hampa di antara dua dinding kaca, dimaksudkan untuk mencegah kalor secara konduksi dan konveksi dengan udara luar tidak terjadi. Soal nomor 4. Faktor-faktor : 1) Perubahan suhu 2) Jenis zat 3) Percepatan gravitasi 4) Massa zat Pemuaian zat padat dan zat cair bergantung pada faktor... a.1 dan 3 b. 2 dan 4 c.1 dan 2 d.3 dan 4 e. 1 dan 4 54,6% siswa menjawab pemuaian pada zat padat dan zat cair dipengaruhi oleh perubahan suhu dan massa zat. Peristiwa pemuaian zat padat dan zat cair tidak dipengaruhi oleh massa zat. Pemuaian dipengaruhi oleh panjang mula-mula benda (Lo), kenaikan suhu benda ( T), dan jenis benda yang memuai ( ). Pertambahan panjang ( L) dan pemuaian panjang (Lt) pada zat padat memenuhi hubungan: L = Lo.. T atau Lt = Lo + L. Pemuaian pada zat cair tidak melibatkan muai panjang ataupun muai luas, tetapi hanya dikenal muai ruang atau muai volume saja. Semakin tinggi suhu yang diberikan pada zat cair itu maka semakin besar muai volumenya. Pemuaian zat cair untuk masing-masing jenis zat cair berbedabeda, walaupun volume awal zat cair sama tetapi setelah dipanaskan volumenya menjadi berbeda-beda. Pemuaian volume zat cair terkait dengan pemuaian tekanan karena peningkatan suhu Soal nomor 12. Jika dua buah sendok yang terbuat dari bahan besi dan plastik dicelupkan dalam air pada sebuah gelas. Setelah selang waktu yang cukup lama, kedua sendok tersebut dipegang dengan tangan. Ternyata sendok besi lebih dingin dari pada sendok plastik. Jika setelah itu kedua sendok diukur suhunya dengan menggunakan termometer, maka bagaimana suhu yang dimiliki masing-masing sendok tersebut? A. Suhu sendok besi dua kali lebih rendah daripada suhu padasendok plastik. B. Suhu sendok besi dua kali lebih tinggi daripada suhu Sebagian besar siswa menjawab bahwa suhu sendok besi akan lebih dingin dari suhu sendok plastik. Siswa masih belum bisa berpikir membuat hubungan yang saling mempengaruhi antar dua variabel atau lebih secara abstrak. Lebih tepatnya siwa belum bisa meramalkan/ memprediksikan sebuah peristiwa/keadaan yang belum terjadi. Mereka tidak memperkirakan bahwa ketika tangan bersentuhan dengan kedua sendok, persentuhan antara tangan dengan sendok menyebabkan adanya perpindahan kalor dari tangan ke sendok setelah beberapa saat dipegang, hal ini lah yang menyebabkan kedua sendok akan memiliki suhu yang sama. Siswa masih berpikir bahwa kondisi awal

11 pada sendok plastik. C. Suhu sendok besi lebih rendah daripada suhu pada sendok plastik. D. Suhu sendok besi lebih tinggi daripada suhu pada sendok plastik. E. Suhu sendok besi sama dengan suhu pada sendok plastik. tidak dipengaruhi oleh kondisi kedua dimana tangan bersentuhan dengan kedua jenis sendok. Siswa beranggapan sendok besi mudah melepaskan kalor dan sendok plastik tidak melepaskan kalor, tidak memikirkan perlakuan setelah itu. Pada kenyataannya ketika termometer mengukur suhu kedua sendok, maka suhu kedua sendok akan menunjukkan suhu yang sama Soal nomor 13. Ketika kita berada di pegunungan pada malam hari maupun pagi hari kita merasa lebih hangat jika menggunakan sweather, penyebabnya adalah A. Hawa dingin tidak dapat masuk ke badan karena terhalang oleh sweather B. Hawa dingin tidak dapat keluar ke badan karena terhalang oleh sweather C. Hawa panas tidak dapat masuk ke badan karena terhalang oleh sweather D. Sweather dapat menghambat transfer kalor dari lingkungan ke tubuh. E. Sweather dapat menghambat transfer kalor dari tubuh ke lingkungan. 51,3% siswa menjawab sweather dapat menghambat transfer kalor dari lingkungan ke tubuh. Siswa melupakan prinsip perpindahan kalor, bahwa kalor akan berpindah dari benda/lingkungan yang bersuhu lebih tinggi ke benda/lingkungan yang bersuhu lebih rendah. Dimana peristiwanya tidak disajikan oleh mata/abstrak. Pada malam hari dan pagi hari, suhu tubuh akan lebih tinggi dari suhu lingkungan. Hal ini menyebabkan kalor akan berpindah dari tubuh ke lingkungan. Ini lah yang menyebabkan kenapa tubuh kita menjadi kedinginan, karena sejumlah kalor dilepaskan ke lingkungan. Namun, sebelum suhu tubuh berpindah ke lingkungan terdapat sweather yang berfungsi sebagai isolator, yaitu bahan/zat yang sulit menghantarkan kalor (penghantar yang kalor buruk). Maka perpindahan kalor dari tubuh ke lingkungan terhalang oleh sweather. Pada konsep listrik dinamis siswa mengalami miskonsepsi pada kategori sedang, pada soal nomor 15, 4, 9 dan 12. Soal Nomor 15 Pasangan voltmeter dan ampermeter dalam rangkaian listrik yang tepat adalah. Pemasangan amperemeter pada rangkaian sebuah rangkaian lisrik adalah secara seri. Ampermeter dipasang secara seri terhadap beban yang ingin diukur kuat arusnya, sedangkan voltmeter harus dipasang secara paralel. Voltmeter dipasang secara paralel terhadap beban yang ingin diukur tegangannya. Apabila pemasangannya tertukar maka alat tersebut akan rusak. 33% siswa menjawab dengan benar dan yakin, 15% jawaban benar tapi ragu-ragu. Siswa yang miskonsepsi 9% menjawab dengan jawaban B. Siswa tidak bisa membedakan pemasangan alat ukur ampermeter dan voltmeter pada sebuah rangkaian. Padahal aplikasinya biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Guru dan dosen ketika membahas materi tentang pemasangan alat ukur listrik sebaiknya disertai dengan demontrasi atau praktek langsung. Guru sebaiknya menunjukkan dampak dari pemasangan yang benar dan pemasangan yang salah. Menunjukkan mana contoh yang benar dan mana contoh yang salah. Soal Nomor 4 Berikut adalah pernyataan mengenai Hukum Ohm: (i) besarnya tegangan berbanding lurus dengan hambatannya (ii) besarnya hambatan berbanding lurus dengan kuat arusnya (iii) besarnya tegangan berbanding lurus dengan kuat arusnya (iv) besarnya kuat arus berbanding terbalik dengan hambatannya Hukum Ohm adalah sebuah hukum fisika yang menunjukkan hubungan besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensialnya. Sebuah penghantar dikatakan mengikuti hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak bergantung pada besar dan polaritas beda potensialnya. Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan: V = I.R. Dimana : I adalah arus listrik yang mengalir pada suatu

12 (v) ditemukan oleh ilmuan Inggris yaitu Whilhelm K. Rontgen Pernyataan yang benar mengenai Hukum Ohm adalah. A. (i), (ii), dan (iii) B. (i), (ii), dan (iv) C. (i), (ii), dan (v) D. (i), (iii), dan (iv) E. (ii), (iii), dan (v) penghantar dengan satuan Ampere; V adalah tegangan listrik yang terdapat pada kedua ujung penghantar dengan satuan volt; R adalah nilai hambatan listrik yang terdapat pada suatu penghantar dengan satuan ohm. Besarnya tegangan berbanding lurus dengan hambatannya ( V R), Besarnya tegangan berbanding lurus dengan kuat arusnya (V I),Besarnya kuat arus berbanding terbalik dengan hambatannya (I 1/R). Sebagian besar siswa yang mengalami miskonsepsi mengangap kalau I itu sebanding dengan R. Mereka belum memahami dengan baik hubungan antar variabel pada hukum Ohm. Dalam mengajarkan materi ini sebaiknya guru atau dosen memperhatiakan konsep pembelajaran bermakna (meaningful learning). Siswa akan lebih paham jika siswa mengalami langsung konsep yang sedang dipelajari sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi bermakna dan dapat diingat terus, seperti yang dikemukakan oleh David P. Ausubel. Guru dan dosen harus memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Untuk siswa sekolah dasar dan menengah, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktifitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran, seperti eksperimen/percobaan langsung. Pada pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Ada tiga tipe belajar yang dapat dianggap cocok, yaitu: Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya, atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari, kemudian pengetahuan baru itu ia asosiasikan dengan pengetahuan yang sudah ada; Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki. 2 Soal Nomor 9 Perhatikan gambar di bawah ini! Besarnya kuat arus yang mengalir dalam rangkaian adalah. A. 3 A D. 1 A B. 2 A E. 3 A C. 1 A Soal Nomor 12 Alat yang digunakan untuk mengubah DC menjadi AC adalah. A. AC-meter D. Inverter B. DC-meter E. Galvanometer C. Adaptor Dengan menggunakan prinsip 1 loop dengan menggunakan hukum Kirchoff. Soal tersebut akan di peroleh besar kuat arus yang mengalir dalam rangkaian adalah 1 A. Sebagian siswa menjawab besar kuat arusnya -1 A. Pada kenyataannya yang ditanyaka itu adalah besarnya tidak mengharapkan arahnya ke mana arus tersebut mengalir. Pada soal ini siswa sudah memahami prinsip atau penggunaan aturan penyelesaian soal namun siswa kurang teliti memaknai pertanyaan dalam instrumen tes ini. Sehingga bagi yang tidak memperhatikan hal ini akan terjebak pada jawaban seperti itu. 45% siswa menjawab alat yang bisa digunakan untuk merubah DC menjadi AC adalah adaptor. Siswa belum bisa membedakan tegangan listrik AC dan DC. Siswa belum memahami pengertian AC dan DC dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Alat yang digunakan untuk merubah DC menjadi AC adalah power inverter. Sedangkan adaptor digunakan untuk merubah tegangan AC ke DC. Guru seharusnya lebih banyak mengaitkan materi kedalam kontek kehidupan sehari-hari atau melalui pembelajaran kontekstual/ Contextual Teaching Learning (CTL) mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang melalui pencarian hubungan masuk akal dan bermanfaat. Demikian juga untuk materi AC dan DC, terutama membahas fungsi inverter dan memberikan contohnya dalam kehidupan sehari-hari, baik berupa gambar maupun aplikasi yang di demontrasikan. Melalui pemaduan materi ini dengan pengalaman keseharian siswa akan menghasilkan dasardasar pengetahuan yang mendalam. Siswa akan mampu menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan 2 Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

13 masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapinya dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuannya. Dengan demikian siswa dapat membangun pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan memadukan materi pelajaran yang telah diterimanya di sekolah. Nomor 10 Fungsi lensa adalah... a. Sebagai layar tempat terbentuknya bayangan b. Mengatur besar kecilnya pupil c. Membiaskan sinar dari benda d. Membiaskan cahaya ke dalam mata e. Melindungi bagian mata yang lunak dan sensitif Nomor 15 Alat yang dapat memperbesar sudut pandang sehingga benda-benda kecil tampak lebih besar adalah... a. Mikroskop b. Kacamata c. Teleskop d. Kamera e. Lup Nomor 16 Sifat bayangan yang dibentuk oleh lup adalah... a. Maya, terbalik, diperbesar b. Nyata, tegak, diperbesar c. Nyata, tegak, diperkecil d. Maya, tegak, diperbesar e. Maya, tegak, diperkecil 47% siswa menjawab dengan jawaban d. Lensa berfungsi membiaskan cahaya ke dalam mata. Jawaban ini dapat diartikan cahaya masuk langsung ke mata, seperti seberkas cahaya matahari yang masuk yang masuk ke lensa dan dibiaskan, maka yang akan terjadi justru menyebabkan kerusakan pada mata. Secara umum lensa berfungsi sebagai pembias. Namun, sinar yang dibiaskan oleh lensa tentunya berasal dari benda atau objek yang akan dilihat bukan langsung dari sumber sinar. Sebagian besar siswa menjawab mikroskop (jawaban A). Siswa tidak bisa membedakan antara benda kecil dan benda renik atau mikroskofis. Lup adalah lensa cembung, digunakan untuk mengamati benda-benda kecil agar lebih besar dan jelas. Mikroskop adalah sebuah alat optik yang terdiri dari dua lensa cembung, yaitu lensa obyektif (tetap/tidak dapat digeser) dan okuler (dapat digeser, dan berfungsi sebagai lup). Mikroskop dipakai untuk melihat benda-benda renik, agar terlihat lebih besar dan jelas. Pada konsep optik ini siswa sebaiknya diajak praktek atau setidaknya melalui demontrasi yang selanjutnya hasilnya dibahas melalui penggunaan media secara visual melalui gambar atau animasi. Karena sifat bayangan pada materi optik ini bersifat abstrak pada prosesnya tapi konkret dalam bentuk contohnya. 30% jawaban siswa adalah D dan 40% jawaban siswa A. Lup / kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang memiliki titik fokus yang dekat dengan lensanya. Posisi benda yang akan diperbesar terletak di dalam titik fokus atau jarak benda ke lup, lebih kecil dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup. Bayangan yang dihasilkan bersifat tegak, nyata, dan diperbesar. Miskonsepsi pada soal ini diakibatkan siswa tidak diberi kesempatan untuk menggunakan dan merasakan langsung alat-alat optik tersebut. Siswa berkategori kemampuan rendah banyak mengalami miskonsepsi pada jenis konsep abstrak dengan contoh konkret seperti ini. Penyebabnya adalah siswa tidak beri kesempatan mencoba lup dan membedakannya dengan mikroskop, untuk mengamati benda yang sama. Siswa diajak menerapkan konsep dalam dunia nyata. Peneliti perkirakan hal ini disebebakan oleh kebiasaan guru di sekolah yang terbiasa mengajarkan konsep optik, sebagai sastra fisika yang harus diingat dan dihafalkan. Guru disekolah senantiasa mengajarkan materi ini dengan cara verbal melalui ceramah, memberi contoh hitungan, dan sedikit berlatih menggambarkan sifat-sifat sinar pada alat-alat optik, kurang memberi contoh yang aplikatif. Sebenarnya guru dapat membahas perbedaan bayangan benda yang diamati dengan menerapkan konsep/perhitungan penentuan bayangan dari persamaan lensa kemudian divisualisasikan melalui gambar baik melalui gambar statis maupun animasi, kemudian dipelajari sifat-sifat berkas sinar yang mengenai lensa. Metode yang tepat untuk memperbaiki kesalahan konsep pada kasus ini adalah dengan penggunakan pendekatan keterampilan proses sains. Siswa dilatih keterampilannya dalam menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dalam keterampilan proses sains siswa dilatih kemampuan mengamati, mengelompokkan/klasifikasi, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, dan berkomunikasi. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meaningful learning). Siswa diajak beraktifitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan lebih efektif jika menggunakan penjelasan, peta konsep atau mind map, demonstrasi, diagram dan ilustrasi. Peneliti berpendapat ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru atau dosen dalam mengatasi miskonsepsi pada konsep-konsep ini, diantaranya adalah : Merubah pola dan gaya mengajar menuju ke pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) bisa melalui bingkai paikem, inkuiri, discovery dengan membawa pola pikir yang konstuktivis. Menghubungkan satu

14 konsep dengan konsep lain yang dipelajari dan membuat relasi dengan contoh aplikasi dalam kehidupan seharihari. Termasuk didalamnya adalah contoh soal baik konsep maupun hitungan. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan logis. Proses menghubungkan konsep yang dipelajari dengan aplikasi dlm kehidupan sehari-hari bisa dilakukan dengan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dengan proses di dalam pembelajarannya mengembangkan keterampilan proses sains yang ditunjang dengan penggunaan media audio visual yang memadai untuk memvisualkan konsep-konsep yang abstrak. Melihat tren hasil penelitian maka dapat diperkirakan bahwa semua konsep dalam fisika dapat berpotensi menimbulkan terjadinya miskonsepsi, miskonsepsi dapat terjadi karena: kesalahan guru atau dosen dalam memberikan perlakuan dalam proses pembelajaran; kesalahan dalam persepsi awal siswa; kesalahan pemahaman konsep pada pengajar. Melakukan refleksi diakhir kegiatan pembelajaran, refleksi merupakan kunci bagi guru maupun siswa dalam meningkatkan pemahaman mengenai konten, mengubah pengalaman dalam proses belajar. Ketika mengajarkan jenis konsep abstrak dengan contoh konkret guru harus banyak memberikan visualisasi (gambar/animasi/video), contoh, menerapkan konsep, mencoba/mempraktekan, menghubungkan konsep dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain guru harus menerapkan konsep pembelajaran bermakna dengan baik. Guru harus lebih banyak melatih dan sekaligus mengoreksi kemampuan pemahaman konsep siswa dengan memberikan latihan soal ataupun tugas. Tidak asal memberi tugas/latihan tanpa dikoreksi atau pemberian feedback yang baik. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru harus lebih banyak berada diantara siswa yang memiliki kemampuan rendah ini. Sistem pembelajaran dibuat bisa membedakan kelompok kemampuan siswa, sehingga keberadaan guru di titik tertentu di dalam kelas betul-betul efektif. E. Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan ini, diantaranya adalah miskonsepsi sudah terjadi di siswa SMA kelas X pada konsep suhu dan kalor, listrik dinamis, dan optik. Kesimpulan lainnya adalah sebagai berikut: 1. Semua konsep fisika yang di teliti menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X. Tingkat miskonsepsi yang terjadi pada tiap-tiap konsep berbeda-beda. Umumnya berkategori rendah, kecuali pada konsep optik (kategori sedang). Berdasarkan tren hasil penelitian dapat diperkirakan bahwa semua konsep dalam fisika dapat berpotensi menimbulkan terjadinya miskonsepsi dengan tingkat kategori miskonsepsi berbeda. 2. Materi fisika yang menimbulkan miskonsepsi bisa terjadi pada semua tingkat kesukaran. Miskonsepsi tidak terjadi pada satu jenis tingkat kesukaran saja tapi di semua tingkat kesukaran pada semua konsep yang diteliti. 3. Jenis konsep yang banyak menimbulkan miskonsepsi pada siswa SMA di kelas X adalah jenis konsep abstrak dengan contoh konkret, kecuali pada konsep suhu dan kalor konsep yang menyatakan nama proses. 4. Jenjang kognitif yang banyak menimbulkan miskonsepsi adalah jenjang kognitif C 2 (pemahaman) kecuali, pada konsep optik terjadi pada jenjang C 1 (ingatan atau pengetahuan). 5. Siswa yang memiliki kemampuan dengan kategori rendah paling banyak mengalami miskonsepsi di SMA kelas X di semua konsep yang di teliti. Ada beberapa rekomendasi peneliti yang bisa dilakukan oleh guru dan dosen ketika mengajarkan konsep-konsep yang diteliti berdasarkan kesimpulan penelitian ini. Diantaranya sebagai berikut: 1. Guru diharapkan dapat memilih dan merancang strategi pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) melalui proses-proses yang konstruktif. Merubah pola dan gaya mengajar yang berkulitas rendah menuju ke pembelajaran yang bermakna bisa melalui bingkai paikem, inkuiri, dan discovery dengan pola pikir yang konstuktivis. Mampu menghubungkan satu konsep dengan konsep lain yang dipelajari dan membuat relasi dengan contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk didalamnya adalah contoh soal baik konsep maupun hitungan. Sehingga pembelajaran akan lebih bermakna dan logis melalui penggunaan peta konsep atau mind map. Ketika mengajarkan konsep abstrak dengan contoh konkret Guru harus banyak memberikan visualisasi (gambar/animasi/video), contoh, menerapkan konsep, mencoba/mempraktekan, menghubungkan konsep dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Proses menghubungkan konsep yang dipelajari dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bisa dilakukan dengan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning). Proses di dalam pembelajarannya mengembangkan aspek keterampilan proses sains yang ditunjang dengan penggunaan media audio visual yang memadai untuk memvisualkan konsep-konsep yang abstrak. Ketika guru memberikan penugasan, guru wajib mengoreksi/ memeriksanya sebagai usaha deteksi dini dan pembentukan konsep yang baik dan benar pada siswa. Siswa menjadi tahu dimana letak kesalahannya untuk membangun konsep yang baru. Tidak asal memberi tugas/latihan tanpa dikoreksi atau

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Kompetensi Dasar 3.1 Menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Kompetensi Dasar 3.1 Menganalisis alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Sekolah : SMA... Kelas / Semester : X (sepuluh) / Semester II Mata Pelajaran : FISIKA Alokasi Waktu : 4 Jam Pelajaran Standar Kompetensi 3. Menerapkan prinsip kerja

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA... Kelas / Semester : X / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik. 3.1 alat-alat optik secara kualitatif dan kuantitatif. Pembentukan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN FISIKA

MATA PELAJARAN FISIKA Penerbit Silabus Pembelajaran MATA PELAJARAN FISIKA 58 SILABUS FISIKA Penerbit Sekolah : Sekolah Menengah Atas Kelas : X (Sepuluh) Semester : (satu) Mata Pelajaran : Fisika Standar Kompetensi :. Menerapkan

Lebih terperinci

SILABUS. Kompetensi Dasar Pembelajaran. Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu. Sumber/ Bahan/Alat

SILABUS. Kompetensi Dasar Pembelajaran. Kegiatan Pembelajaran Indikator Penilaian Alokasi Waktu. Sumber/ Bahan/Alat SILABUS Mata Pelajaan : Fisika Alokasi per Semester: 36 jam pelajaran Kelas/Semester : X/1 Standar Kompetensi: 1.Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. di kelas X sesuai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pendidikan

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. di kelas X sesuai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pendidikan Nama/Kode mata kuliah : Fisika Sekolah 1/FI 332 Jumlah SKS/Semester : 2/III Program : S1/ Fisika Nama Dosen : Team Dosen (Unang Purwana,dkk) SATUAN ACARA PERKULIAHAN Minggu 1 Standar Isi Memahami Standar

Lebih terperinci

SILABUS. Mengidentifikasi fungsi dan bagian alat optik pada mata dan kacamata, kamera,

SILABUS. Mengidentifikasi fungsi dan bagian alat optik pada mata dan kacamata, kamera, Kelas/Semester/Th : X / 2 (dua) / 2013-2014 Standar Kompetensi : 3. Menerapkan prinsip kerja alat-alat optik Kegiatan Indikator Penilaian Alokasi 3.1 Menganalisis alatalat optik secara kualitatif dan kuantitatif

Lebih terperinci

ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP (UAS) TAHUN PELAJARAN Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Program : X Hari / Tanggal : Jumat / 1 Juni 2012

ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP (UAS) TAHUN PELAJARAN Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Program : X Hari / Tanggal : Jumat / 1 Juni 2012 ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP (UAS) TAHUN PELAJARAN 2011 2012 Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Program : X Hari / Tanggal : Jumat / 1 Juni 2012 Waktu : 120 Menit Petunjuk: I. Pilihlah satu jawaban yang benar

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP Materi Pokok 1. Besaran Satuan dan Pengukuran Sub Materi Indikator Pokok 1.1. Besaran Mengidentifikasi dan mengklasifikasi besaran-besaran

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Budi Purwanto MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) FISIKA DASAR Teori dan Implementasinya untuk Kelas X SMA dan MA Semester 2 1B Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang

Lebih terperinci

FISIKA SEKOLAH I I. DESKRIPSI

FISIKA SEKOLAH I I. DESKRIPSI FISIKA SEKOLAH I I. DESKRIPSI Matakuliah ini adalah salah satu Matakuliah akhlian Program Studi (MKKPS) yang berorientasi pada penguasaan fisika di sekolah menengah. Setelah selesai mengikuti perkuliahan

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP Materi Pokok 1. Besaran Satuan dan Pengukuran Sub Materi Indikator Pokok 1.1. Besaran dan mengklasifikasi besaranbesaran fisika Membedakan

Lebih terperinci

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD

SILABUS DAN SAP MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD SILABUS DAN SAP MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd. CM.PRD-01-04 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU 2013 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : FISIKA DASAR NOMOR KODE / SKS : FIS 101 / 3(2-3) DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Fisika Dasar ini diberikan di TPB untuk membekali seluruh mahasiswa

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA DESKRIPSI PEMELAJARAN MATA DIKLAT : FISIKA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap lingkungan alam dan sekitarnya 2. Mmengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai

I. PENDAHULUAN. pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

Lebih terperinci

YAYASAN PENDIDIKAN JAMBI SEKOLAH MENENGAH ATAS TITIAN TERAS UJIAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007/2008. Selamat Bekerja

YAYASAN PENDIDIKAN JAMBI SEKOLAH MENENGAH ATAS TITIAN TERAS UJIAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007/2008. Selamat Bekerja YAYASAN PENDIDIKAN JAMBI SEKOLAH MENENGAH ATAS TITIAN TERAS UJIAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007/2008 Mata Pelajaran : FISIKA Kelas/Program : X/Inti Hari/ Tanggal : Kamis, 5 Juni 2008 Waktu : 120

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007 SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007 Tes Pilihan Ganda Petunjuk: Pilihlah salah satu opsi jawaban yang paling benar, dengan cara memberikan tanda silang (X) pada

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI II LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMP/MTS SEDERAJAT 1. USAHA Sebuah benda bermassa 50 kg terletak pada bidang miring dengan sudut kemiringan 30 terhadap bidang horizontal. Jika

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENCELUPAN Halaman 1 dari 16

TEKNOLOGI PENCELUPAN Halaman 1 dari 16 MATA DIKLAT : FISIKA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan peserta didik terhadap lingkungan alam sekitar. 2. Memberikan pemahaman dan kemampuan untuk menunjang kompetensi produktif

Lebih terperinci

KISISI-KISI SOAL KELAS X SMAIT AL-FITYAN MEDANSCHOOL MEDAN TAHUN PELAJARAN

KISISI-KISI SOAL KELAS X SMAIT AL-FITYAN MEDANSCHOOL MEDAN TAHUN PELAJARAN KISISI-KISI SOAL KELAS X SMAIT AL-FITYAN MEDANSCHOOL MEDAN TAHUN PELAJARAN 2010-2011 N O. STANDAR KOMPETENSI 3. Menerapkan prinsip kerja alatalat optik. KOMPE TENSI DASAR 3.1 Menganali sis alatalat optik

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA

ANTIREMED KELAS 10 FISIKA ANTIREMED KELAS 10 FISIKA Persiapan UAS 2 Doc. Name: AR10FIS02UAS Doc. Version: 2016-07 halaman 1 01. Seseorang berdiri di depan cermin datar sehingga ia dapat melihat keseluruhan bayangannya. Jika cermin

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

HANDOUT MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD. Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd.

HANDOUT MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD. Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd. HANDOUT MATA KULIAH KONSEP DASAR FISIKA DI SD Disusun Oleh: Hana Yunansah, S.Si., M.Pd. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS CIBIRU 2013 HandOut Mata Kuliah Konsep Dasar Fisika Prodi. PGSD Semester

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA MATA DIKLAT : FISIKA TUJUAN : 1. Mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap lingkungan alam dan sekitarnya 2. Mmengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap

Lebih terperinci

SILABUS DAN PENILAIAN

SILABUS DAN PENILAIAN SILABUS DAN PENILAIAN Nama Sekolah : SMA Mata Pelajaan : Fisika (IPA) Standar Kompetensi: 1.Menerapkan konsep besaran fisika dan pengukurannya Kompetensi Dasar Indikator Penilaian Materi 1.1 Mengukur besaran

Lebih terperinci

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SOAL BABAK PEREMPAT FINAL OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Tingkat Waktu : SMP/SEDERAJAT : 100 menit 1. Jika cepat rambat gelombang longitudinal dalam zat padat adalah = y/ dengan y modulus

Lebih terperinci

SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SOAL BABAK PENYISIHAN OLIMPIADE FISIKA UNIERSITAS NEGERI SEMARANG Tingkat Waktu : SMP/SEDERAJAT : 12 menit 1. Di antara besaran - besaran seperti kelajuan, temperatur, percepatan, momentum, intensitas

Lebih terperinci

1. Apabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup cahaya tersebut akan... a. dipantulkan botol

1. Apabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup cahaya tersebut akan... a. dipantulkan botol TUGS FISIK KELS 8 (LTIHN US) 1. pabila cahaya dipancarkan ke dalam botol bening yang tertutup rapat (hampa udara) maka cahaya tersebut akan... dipantulkan botol c. diserap botol menembus botol masuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN C = (1) Panas jenis adalah kapasitas panas bahan tiap satuan massanya, yaitu : c = (2)

BAB I PENDAHULUAN C = (1) Panas jenis adalah kapasitas panas bahan tiap satuan massanya, yaitu : c = (2) 1 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Tujuan dari praktikum ini yaitu; Mengamati dan memahami proses perubahan energi listrik menjadi kalor. Menghitung faktor konversi energi listrik menjadi kalor. 1.2 Dasar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, karena bertujuan untuk mengungkap dan mendeskripsikan kemampuan kognitif siswa setelah digunakannya

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN KIT IPA FISIKA DI SMP SE-KECAMATAN SOJOL KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN KIT IPA FISIKA DI SMP SE-KECAMATAN SOJOL KABUPATEN DONGGALA ANALISIS PELAKSANAAN PRAKTIKUM MENGGUNAKAN KIT IPA FISIKA DI SMP SE-KECAMATAN SOJOL KABUPATEN DONGGALA Jamaluddin, Amiruddin Kade dan Nurjannah e-mail: jamal_uddin2608@yahoo.com Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1 A. IDENTITAS MATA PELAJARAN 1. Satuan Pendidikan : SMA 2. Mata pelajaran : Fisika 3. Kelas / Semester : X / 2 4. Konsep : Cahaya dan optika geometris 5. Waktu : 8 x 45

Lebih terperinci

C. H = K x L x atau H = K x L x. E. H = Q x A x atau H = Q x A x

C. H = K x L x atau H = K x L x. E. H = Q x A x atau H = Q x A x 1. Jika temperatur dari sebuah benda naik, kemungkinan besar benda tersebut akan mengalami pemuaian. Misalnya, sebuah benda yang memiliki panjang L 0 pada temperatur T akan mengalami pemuaian panjang sebesar

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Fisika

Antiremed Kelas 10 Fisika Antiremed Kelas 10 Fisika UAS - Latihan Soal Doc. Name: K13AR10FIS02UAS Doc. Version: 2016-05 halaman 1 01. Perhatikan gambar. Panjang kawat bawah dua kali panjang kawat atas, dan keduanya terbuat dari

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN FISIKA

DESKRIPSI PEMELAJARAN FISIKA MATA DIKLAT : FISIKA TUJUAN : 1. Menggunakan pengetahuan fisika dalam kehidupan sehari-hari 2. Memiliki kemampuan dasar fisika untuk mengembangkan kemampuan dibidang teknologi bangunan gedung KOMPETENSI

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL FISIKA OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL (OSTN) SMK SBI JATENG TAHUN 2009

KISI-KISI SOAL FISIKA OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL (OSTN) SMK SBI JATENG TAHUN 2009 SESI PERTAMA 50 SOAL PILIHAN GANDA WAKTU 120 MENIT MEKANIKA (60%) SK : Hukum - Hukum Newton KISI-KISI SOAL FISIKA OLIMPIADE SAINS TERAPAN NASIONAL (OSTN) SMK SBI JATENG TAHUN 2009 1 Menguasai Hukum Newton

Lebih terperinci

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu.

*cermin datar terpendek yang diperlukan untuk dapat melihat seluruh bayangan adalah: SETENGAH dari TINGGI benda itu. OPTIK A. OPTIKA GEOMETRI Optika geometri adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena perambatan cahaya seperti pemantulan dan pembiasan. 1. Pemantulan Cahaya Cahaya adalah kelompok sinar yang kita lihat.

Lebih terperinci

REMIDIASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK NASIONAL MALANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF

REMIDIASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK NASIONAL MALANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF REMIDIASI PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMK NASIONAL MALANG PADA MATERI SUHU DAN KALOR MENGGUNAKAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNIVERSITAS NEGERI MALANG Zamzim Zulfa Rahmawati 1, KadimMasjkur 2 dan Sutopo

Lebih terperinci

46. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

46. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 46. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN FISIKA

DESKRIPSI PEMELAJARAN FISIKA MATA DIKLAT : FISIKA TUJUAN : 1. Menggunakan pengetahuan fisika dalam kehidupan sehari-hari 2. Memiliki kemampuan dasar fisika untuk mengembangkan kemampuan dibidang teknologi elektronika KOMPETENSI :

Lebih terperinci

Hindayani.com Contoh Soal IPA Fisika Kelas 10 SMA MA

Hindayani.com Contoh Soal IPA Fisika Kelas 10 SMA MA Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat! Contoh Soal IPA Fisika Kelas 10 SMA MA Hindayani.com 1. Gambar di bawah melukiskan mata seorang yang tidak normal, melihat ke suatu titik P yang bila dilihat

Lebih terperinci

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

KALOR. Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. KALOR A. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR

SILABUS MATA KULIAH FISIKA DASAR A. IDENTITAS MATA KULIAH Program Studi : Teknik Informatika Mata Kuliah : Fisika Dasar Kode : TI 219 Bobot : 4 (empat) sks Kelas Semester Prasyarat Deskripsi Singkat Standar Kompetensi : TI 2A : 2 (dua)

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015 No Kompetensi Dasar Kelas/ smtr 1 Menentukan besaran pokok, besaran turunan dan satuannya atau penggunaan alat ukur dalam 2 Menentukan sifat-sifat

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Kode/SKS : FIS 100 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika A ini diberikan untuk mayor yang berbasis IPA tetapi tidak memerlukan dasar fisika yang

Lebih terperinci

MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168)

MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168) MODUL MATA KULIAH PRAKTIKUM FISIKA (ESA 168) UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2018 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga buku Modul

Lebih terperinci

Assalamuaalaikum Wr. Wb

Assalamuaalaikum Wr. Wb Assalamuaalaikum Wr. Wb Standar Kompetensi Memahami listrik dinamis dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Kompetensi Dasar Mendeskripsikan pengertian arus listrik, kua arus listrik dan beda potensial

Lebih terperinci

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA

DESKRIPSI PEMELAJARAN - FISIKA DESKRIPSI PEMELAJARAN MATA DIKLAT : FISIKA Tujuan : 1. Menggunakan pengetahuan fisika dalam kehidupan sehari-hari 2. Memiliki kemampuan dasar fisika untuk mengembangkan kemampuan dibidang teknologi informasi

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NAMA SEKOLAH = SMA Negeri 1 Rantau MATA PELAJARAN = Fisika. KELAS/SEMESTER/TH AJ = X / 2 / 2013 2014 WAKTU = 2 x 45 menit A. KOMPETENSI DASAR = Menganalisa alat-alat

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan penekanan terhadap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah dengan metode

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal A; 1,5 A; 3 A

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal A; 1,5 A; 3 A 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 9 - FISIKA BAB 2. RANGKAIAN LISTRIK DAN SUMBER ENERGI LISTRIKLatihan Soal 2.2 Kuat arus yang mengalir melalui hambatan R 1, R 2, dan R 3 secara berturut-turut adalah.

Lebih terperinci

ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

drimbajoe.wordpress.com

drimbajoe.wordpress.com 1. Suatu bidang berbentuk segi empat setelah diukur dengan menggunakan alat ukur yang berbeda, diperoleh panjang 5,45 cm, lebar 6,2 cm, maka luas pelat tersebut menurut aturan penulisan angka penting adalah...

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 08 Fisika

Antiremed Kelas 08 Fisika Antiremed Kelas 08 Fisika Cahaya - Latihan Soal Pilihan Ganda Doc. Name: AR08FIS0699 Version: 2012-08 halaman 1 01. Berikut yang merupakan sifat cahaya adalah. (A) Untuk merambat, cahaya memerlukan medium

Lebih terperinci

ANALISIS MULTIMODAL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA PEMAHAMAN KONSEP LISTRIK DINAMIS

ANALISIS MULTIMODAL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA PEMAHAMAN KONSEP LISTRIK DINAMIS ANALISIS MULTIMODAL REPRESENTASI MAHASISWA CALON GURU PADA PEMAHAMAN KONSEP LISTRIK DINAMIS Adolfina Galla, I Komang Werdhiana dan Syamsu gallaadolfina@gmail.com Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas

Lebih terperinci

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3

7.4 Alat-Alat Optik. A. Mata. Latihan 7.3 Latihan 7.3 1. Bagaimanakah bunyi hukum pemantulan cahaya? 2. Bagaimanakah bunyi hukum pembiasan cahaya? 3. Apa hubungan pembiasan dengan peristiwa terebntuknya pelangi setelah hujan? Jelaskan! 4. Suatu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK THREE-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI LISTRIK DINAMIS SISWA KELAS X SMA

PENGEMBANGAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK THREE-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI LISTRIK DINAMIS SISWA KELAS X SMA PENGEMANGAN INSTRUMEN DIAGNOSTIK THREE-TIER UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI LISTRIK DINAMIS SISWA KELAS X SMA Sri udiningsih* Muhardjito** Asim*** *urusan Fisika FMIPA UM, e-mail: aningphys@gmail.com

Lebih terperinci

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K.

MARDIANA LADAYNA TAWALANI M.K. KALOR Dosen : Syafa at Ariful Huda, M.Pd MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat pemenuhan nilai tugas OLEH : MARDIANA 20148300573 LADAYNA TAWALANI M.K. 20148300575 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 17 Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 17 Kota BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 17 Kota Bengkulu pada semester 2 tahun ajaran 2013/2014. Siswa kelas VII A ini berjumlah

Lebih terperinci

Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014

Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 4 MENGEMBANGKAN TES DIAGNOSTIK PILIHAN GANDA TIGA TINGKAT SEBAGAI ALAT EVALUASI MISKONSEPSI MATERI OPTIK Sri Lestari Handayani, Ani Rusilowati dan Sugianto Program

Lebih terperinci

pendahuluan Materi ppt modul LKS evaluasi

pendahuluan Materi ppt modul LKS evaluasi pendahuluan Materi ppt modul LKS evaluasi Standar kompetensi : memahami wujud zat dan perubahannya Kompetensi dasar : Mendiskripsikan peran dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya

Lebih terperinci

SILABUS. Fisika SMA 2013 FLUIDA STATIS

SILABUS. Fisika SMA 2013 FLUIDA STATIS SILABUS Fisika SMA 2013 FLUIDA STATIS SILABUS MATA PELAJARAN : FISIKA Satuan Pendidikan Kelas /Semester : SMA Negeri 8 Bulukumba : X / II Kompetensi Inti : KI 1: Menghayati dan mengamalkan ajaran agama

Lebih terperinci

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan 1. Sebuah benda dengan massa 5 kg yang diikat dengan tali, berputar dalam suatu bidang vertikal. Lintasan dalam bidang itu adalah suatu lingkaran dengan jari-jari 1,5 m Jika kecepatan sudut tetap 2 rad/s,

Lebih terperinci

SOAL TRY OUT UJIAN NASIONAL FISIKA SMA N 1 SINGARAJA. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh gambar di atas adalah.. mm

SOAL TRY OUT UJIAN NASIONAL FISIKA SMA N 1 SINGARAJA. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh gambar di atas adalah.. mm SOAL TRY OUT UJIAN NASIONAL FISIKA SMA N 1 SINGARAJA 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh gambar di atas adalah.. mm A. 2, 507 ± 0,01 B. 2,507 ± 0,005 C. 2, 570 ± 0,01 D. 2, 570 ± 0,005 E. 2,700 ±

Lebih terperinci

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur. KALOR Tujuan Pembelajaran: 1. Menjelaskan wujud-wujud zat 2. Menjelaskan susunan partikel pada masing-masing wujud zat 3. Menjelaskan sifat fisika dan sifat kimia zat 4. Mengklasifikasikan benda-benda

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. Soal-soal latihan ismillahirrahmaannirrahiim Katakan pada hati kalian bahwa aku bisa dengan pertolongan llah SWY, karena sesunggungnyaa llah SWT itu dekat dan sesuai pesangkaan hamba-nya I. Pilihlah jawaban

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015 KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN TULIS TAHUN PELAJARAN 2015 Jenjang Pendidikan Mata Pelajaran Kurikulum Jumlah Soal Waktu No 1 2 3 4 5 Kompetensi

Lebih terperinci

PENERAPAN ILMU FISIKA DALAM KEHIDUPAN. Makalah ini disampaikan dalam rangka PPM terprogram di SMP N 2 Mlati

PENERAPAN ILMU FISIKA DALAM KEHIDUPAN. Makalah ini disampaikan dalam rangka PPM terprogram di SMP N 2 Mlati PENERAPAN ILMU FISIKA DALAM KEHIDUPAN Makalah ini disampaikan dalam rangka PPM terprogram di SMP N 2 Mlati Disusun Oleh: Kuncoro Asih Nugroho, M.Pd NIP: 132302518 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN

Lebih terperinci

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik

ALAT - ALAT OPTIK. Bintik Kuning. Pupil Lensa. Syaraf Optik ALAT - ALAT OPTIK 1. Pendahuluan Alat optik banyak digunakan, baik untuk keperluan praktis dalam kehidupan seharihari maupun untuk keperluan keilmuan. Beberapa contoh alat optik antara lain: Kaca Pembesar

Lebih terperinci

Deskripsi Mata FISIKA DASAR I / FI321

Deskripsi Mata FISIKA DASAR I / FI321 Deskripsi Mata FISIKA DASAR I / FI321 Mata kuliah ini adalah matakuliah wajib merupakan prasyarat bagi kelompok mata kuliah keahlian program studi pada program S-1 Program Studi Pendidikan Fisika Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran fisika yang tertuang di dalam kerangka Kurikulum 2013 ialah menguasai konsep dan prinsip serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

Syamsinar Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM. 9

Syamsinar Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Pemahaman Konsep Siswa Kelas X SMA Negeri 9 Palu pada Materi Pembiasan Cahaya Syamsinar inarnore@yahoo.com Prodi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik

Sifat-sifat gelombang elektromagnetik GELOMBANG II 1 MATERI Gelombang elektromagnetik (Optik) Refleksi, Refraksi, Interferensi gelombang optik Pembentukan bayangan cermin dan lensa Alat-alat yang menggunakan prinsip optik 1 Sifat-sifat gelombang

Lebih terperinci

Jika massa jenis benda yang tercelup tersebut kg/m³, maka massanya adalah... A. 237 gram B. 395 gram C. 632 gram D.

Jika massa jenis benda yang tercelup tersebut kg/m³, maka massanya adalah... A. 237 gram B. 395 gram C. 632 gram D. 1. Perhatikan gambar. Jika pengukuran dimulai pada saat kedua jarum menunjuk nol, maka hasil pengukuran waktu adalah. A. 38,40 menit B. 40,38 menit C. 38 menit 40 detik D. 40 menit 38 detik 2. Perhatikan

Lebih terperinci

BAB VIII LISTRIK DINAMIS

BAB VIII LISTRIK DINAMIS BAB VIII LISTRIK DINAMIS STANDAR KOMPETENSI : 7. Menerapkan konsep-konsep kelistrikan (baik statis maupun dinamis) dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan berbagai produk teknologi. Kompetensi

Lebih terperinci

3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

3. Memahami konsep kelistrikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mempelajari tentang muatan listrik bergerak (arus listrik) arus listrik aliran muatan positif yang mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah besar arus listrik dinyatakan dengan kuat arus listrik

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika

Kurikulum 2013 Kelas 12 SMA Fisika Kurikulum 2013 Kelas 12 SA Fisika Persiapan UTS Semester Ganjil Doc. Name: K13AR12FIS01UTS Version : 2016-04 halaman 1 01. Suatu sumber bunyi bergerak dengan kecepatan 10 m/s menjauhi seorang pendengar

Lebih terperinci

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI

15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN OPTIK GEOMETRI TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI OPTIK GEOMETRI (Kelas XI SMA) TRI KURNIAWAN 15B08064_Kelas C TRI KURNIAWAN STRUKTURISASI MATERI OPTIK GEOMETRI 1 K o m p u t e r i s a s i P e m b e l a j a r a n F i s i k a OPTIK GEOMETRI A. Kompetensi

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

Lebih terperinci

ALAT-ALAT OPTIK B A B B A B

ALAT-ALAT OPTIK B A B B A B Alat-alat Optik 119 B A B B A B 6 ALAT-ALAT OPTIK Sumber : penerbit cv adi perkasa Kalian pernah melihat alat seperti gambar di atas? Apakah alat tersebut? Alat itu dinamakan teropong. Teropong merupakan

Lebih terperinci

ADMINISTRASI GURU PERANGKAT PEMBELAJARAN SMA NEGERI 9 KOTA TANGERANG SELATAN SEKOLAH PELAKSANA SKM-PBKL-PSB

ADMINISTRASI GURU PERANGKAT PEMBELAJARAN SMA NEGERI 9 KOTA TANGERANG SELATAN SEKOLAH PELAKSANA SKM-PBKL-PSB ADMINISTRASI GURU PERANGKAT PEMBELAJARAN SMA NEGERI 9 KOTA TANGERANG SELATAN SEKOLAH PELAKSANA SKM-PBKL-PSB NAMA GURU : Rudinanto, S.Pd. NIP : 19610403 200701 1 006 MATA PELAJARAN KELAS/JURUSAN : Fisika

Lebih terperinci

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata.

BAB III OPTIK. 2. Pemantulan teratur : terjadi jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang halus atau rata. BAB III OPTIK Kompetensi dasar : Memahami ciri-ciri cermin dan lensa Indikator Tujuan pembelajaran : : - Sifat dan fungsi cermin datar, cekung, dan cembung diidentifikasi - Hukum pemantulan dibuktikan

Lebih terperinci

ARUS SEARAH (ARUS DC)

ARUS SEARAH (ARUS DC) ARUS SEARAH (ARUS DC) Bahan Ajar Pernahkah Anda melihat remot televisi? Tahukah anda kenapa remot tersebut dapat digunakan untuk mengganti saluran televisi? Apa yang menyebabkan remot dapat digunakan?

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP RANGKAIAN ARUS SEARAH PADA SISWA MAN 1 JEMBER KELAS XII. Rahmawati

IDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP RANGKAIAN ARUS SEARAH PADA SISWA MAN 1 JEMBER KELAS XII. Rahmawati IDENTIFIKASI PEMAHAMAN KONSEP RANGKAIAN ARUS SEARAH PADA SISWA MAN 1 JEMBER KELAS XII Rahmawati rahmawati2994@gmail.com Sri Handono Budi Prastowo srihandono947@gmail.com Trapsilo Prihandono trapsiloprihandono.fkip@unej.ac.id

Lebih terperinci

01. Perhatikan tabel berikut! Besaran. Ukur 1 Panjang Kilometer mistar 2 Massa kilogram neraca 3 Waktu jam stop watch 4 Kuat arus

01. Perhatikan tabel berikut! Besaran. Ukur 1 Panjang Kilometer mistar 2 Massa kilogram neraca 3 Waktu jam stop watch 4 Kuat arus 01. Perhatikan tabel berikut! No Nama Satuannya Besaran Alat Ukur 1 Panjang Kilometer mistar 2 Massa kilogram neraca 3 Waktu jam stop watch 4 Kuat arus ampere ampere meter 5 Suhu derajat celcius termo

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Gina Gusliana, 2014

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Gina Gusliana, 2014 Soal berikut ini disusun untuk mengukur kemampuan kognitif dengan pembelajaran menggunakan strategi inquiry menggunakan reading infusion dan science reflective journal writing pada materi optik dan alat

Lebih terperinci

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor ) 1. 2. Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam

Lebih terperinci

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) 61. Mata Pelajaran Fisika Kelompok Teknologi dan Kesehatan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari

Lebih terperinci

fisika CAHAYA DAN OPTIK

fisika CAHAYA DAN OPTIK Persiapan UN SMP 2017 fisika CAHAYA DAN OPTIK A. Sifat-Sifat Cahaya Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik sehingga cahaya dapat merambat di dalam ruang hampa udara. Kecepatan cahaya merambat

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PDEODE BERBANTUAN SIMULASI KOMPUTER UNTUK MENGURANGI MISKONSEPSI SISWA PADA KONSEP LISTRIK DINAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar dari karakter anak bangsa, jika bermutu baik maka akan menciptakan sebuah negara dengan generasi yang baik. Pendidikan di Indonesia, khususnya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis

KATA PENGANTAR. Tangerang, 24 September Penulis KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang kami beri judul suhu dan kalor ini tepat pada waktu yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Riskan Qadar, 2015

DAFTAR ISI Riskan Qadar, 2015 i DAFTAR ISI Judul... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Fisika EBTANAS Tahun 1996 Fisika EBTANAS Tahun 1996 EBTANAS-96-01 Di bawah ini yang merupakan kelompok besaran turunan A. momentum, waktu, kuat arus B. kecepatan, usaha, massa C. energi, usaha, waktu putar D. waktu putar, panjang,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP

PENDAHULUAN. Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pendahuluan Pendalaman Materi Fisika SMP PENDAHULUAN Dengan mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam standar nasional pendidikan, setiap satuan pendidikan (sekolah) diberi kebebasan (harus) mengembangkan Kurikulum

Lebih terperinci

PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK. Disusun oleh: Nita Nurtafita

PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK. Disusun oleh: Nita Nurtafita PEMANTULAN CAHAYA LAPORAN PRAKTIKUM OPTIK Disusun oleh: Nita Nurtafita 107016300115 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci